perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERILAKU BETON SEGAR BETON MEMADAT MANDIRI MENGGUNAKAN AGREGAT DAUR ULANG Fresh State Behavior of Self Compacting Concrete Using Recycled Aggregate
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
NOVI ANDI SETIANA NIM. I 0107116 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Novi Andi Setiana, 2011. Perilaku Beton Segar Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Daur Ulang. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete, SCC) merupakan inovasi beton untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada pengerjaan beton konvensional. Pemanfaatan agregat daur ulang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberlanjutan penggunaan material beton. Penambahan agregat daur ulang pada beton SCC adalah salah satu upaya inovasi beton ramah lingkungan yang memiliki kinerja beton segar yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap pengerjaan, pengaliran, dan kemampuan mengisi ruang antar tulangan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total 11 campuran. Enam campuran beton SCC menggunakan agregat alami batu pecah dikombinasikan dengan beberapa porsi agregat daur ulang dan lima campuran beton SCC menggunakan agregat alami batu bulat dikombinasikan dengan beberapa porsi agregat daur ulang. Kadar agregat daur ulang yang digunakan sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% sebagai pengganti agregat kasar, baik agregat alami batu pecah maupun batu bulat. Kinerja workability, flowability, dan passingability diukur dengan lima metode yaitu: Slump flow test, J-ring test, L-box test, Box type test, dan V-funnel test. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar prosentase kadar agregat daur ulang yang ditambahkan ke dalam beton, maka penurunan kinerja workability, flowability, dan passingability semakin besar pula. Penurunan kinerja beton segar SCC dikarenakan agregat daur ulang memiliki kandungan mortar dengan penyerapan air yang besar dan retak mikro yang diakibatkan pada proses pembuatannya. Sifat ini akan mempengaruhi kinerja beton segar karena kebutuhan air pada campuran beton menjadi berkurang akibat terserap oleh agregat daur ulang. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa kinerja beton segar SCC dengan agregat batu pecah cenderung lebih baik dari pada beton segar SCC dengan agregat batu bulat. Hal ini dikarenakan batu bulat memiliki pori yang besar dan daya serap air yang tinggi dari pada agregat batu pecah. Kata kunci: beton memadat mandiri, agregat, kinerja beton segar.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Novi Andi Setiana, 2011. Fresh State Behavior of Self Compacting Concrete Using Recycled Aggregate. Department of Civil Engineering, University of Sebelas Maret, Surakarta. Self compacting concrete (SCC) is an innovative concrete to overcome the problem in conventional concreting. Utilization of recycled aggregate is one effort to improve the sustainability of use concrete materials. The addition of recycled aggregate in SCC concrete is one of the innovative ways in the frame of green concrete with an excellent performance in fresh concrete. This research aimed to determine the effect of the use of recycled aggregate on concrete workability, flow ability, and passing ability. This research was experimental method and used a total of 11 concrete mixtures. Six SCC mixtures using natural crushed stone which was combined with some part of recycled aggregates and five SCC mixtures using natural circle stone which was combined with some part of recycled aggregates. The portion used recycled aggregate was at 0%, 20%, 40%, 60%, 80% and 100%, for both natural crushed stone and natural circle stone. Fresh concrete performance such as workability, flow ability, and passing ability were measured by five methods: the slump flow test, J-ring test, L-box test, Box type test, and V-Funnel test. Test results show that higher percentage of recycled aggregate content added into the concrete, then decreases performance workability, flow ability, and greater passing ability. This fresh concrete performance degradation was caused by recycled aggregate whose high mortar for composition that absorbs much water. The performance of fresh concrete was affected since the recycle aggregate needs much water. It is also found that the performance of SCC fresh aggregate contain crushed stone aggregate tend to be better than the SCC containing natural circle stone aggregate. This because natural circle stone contains large pores and absorb much water than natural crushed stone aggregate. Keywords: self compacting concrete, aggregate, performance of fresh concrete
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Beton memadat mandiri yang biasa disebut self compacting concrete (SCC) merupakan inovasi beton yang pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1980an di Jepang sebagai upaya untuk mengatasi masalah pengecoran gedung yang memiliki artistik dan geometri yang rumit jika memakai beton konvensional. Masalah yang ada dalam beton normal tidak hanya dalam proses pengecoran, tetapi dari proses penuangan, pemompaan hingga proses finishing dan juga masalah penulangan perlu perhatian yang cukup agar hasilnya maksimal.
SCC merupakan beton yang memiliki kemampuan untuk mengalir sendiri secara merata sehingga dapat mengisi daerah yang tidak terjangkau oleh beton konvensional dengan sedikit ataupun tanpa bantuan alat penggetar. Kemampuan ini juga bermanfaat untuk bangunan yang memiliki tulangan yang sangat rapat sehingga dapat mempercepat proses pelaksanan konstruksi. Beton SCC dapat mengatasi masalah bangunan yang memiliki geometri yang rumit dan hanya memerlukan lebih sedikit tenaga kerja dalam proses pengecoran, yang biasanya dalam proses pengecoran beton normal memerlukan pekerja yang lebih banyak. Pengurangan tenaga kerja akan menghemat pengeluaran dan pengurangan penggunaan vibrator juga menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan tidak bising.
Pemanfaatan SCC juga dapat digunakan dalam industri beton pracetak, karena sifat SCC yang dapat mengalir, mengisi ruang, melewati tulangan dan ketahanan segregasi. Beton SCC dapat mempermudah dan mempercepat proses pembuatan beton pracetak dan mengurangi biaya produksinya.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Material yang digunakan dalam beton SCC tidak jauh berbeda dengan beton konvensional, yaitu agregat halus, agregat kasar, air, semen dan ditambah zat aditif . Perbedaan beton SCC terletak komposisi agregat yang digunakan, karena sangat berpengaruh dalam proses pengaliran beton segar.
Perencanakan kekuatan beton SCC agak berbeda dengan beton konvensional, yang memerlukan trial mix terlebih dahulu. Banyak penelitian yang menyarankan pemakaian komposisi agregat pada perencanaan pembuatan beton SCC. Okamura dan Ozawa (1995) menyarankan agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut, volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar, yang bertujuan mengisi pori dari agregat kasar. Pembatasan pemakaian agregat kasar juga bertujuan agar kemampuan aliran beton lebih maksimal, jika semakin banyak agregat kasar maka akan terjadi gesekan antara agregat kasar mengakibatkan aliran menjadi lambat dan terjadi blocking saat melewati tulangan. Semakin banyak mortar/pasta dan semakin sedikit agregat kasar, pengaliran beton SCC akan semakin cepat.
Pemakaian superpasticizer akan membantu proses pengaliran tanpa menambah jumlah air yang beresiko terjadi segregasi dan pemakaian silica fume atau fly ash akan meningkatkan kohesifitas sehingga beton tetap homogen dan mudah mengalir dan menurunkan resiko segregasi. Perbandingan komposisi material SCC dengan beton konvensional dapat dilihat pada Gambar 1.1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
( SCC )
Beton Konvesional Gambar 1.1 Perbandingan komposisi material SCC dan beton konvensional
Material beton yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga dalam pemanfaaatannya harus dibatasi dan diperlukan inovasi untuk bahan pengganti material beton. Beberapa negara seperti Jepang, Australia, Brasil, Hungaria, Jerman, dan Austria telah memanfaatkan material daur ulang sebagai bahan pengganti agregat dalam konstruksi. Agregat daur ulang dapat berfungsi sebagai pengganti agregat dalam pembuatan beton, penstabil tanah, material pengisi tanah, perbaikan bangunan bawah dan lain-lain. Agregat daur ulang yang memiliki sifat porous yang tinggi sehingga dapat meresap air dalam proses pengadukan. Agregat daur ulang memiliki kandungan mortar yang mengakibatkan berat jenis lebih kecil, lebih berpori, sehingga kekerasannya berkurang. Sehingga pemakaian agregat daur ulang akan mempengaruhi kinerja beton segar SCC.
Skripsi ini membahas tentang pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap beton segar SCC. Penggujian yang dilakukan adalah slump flow, J-ring test, L-box, box-type test, V-funnel test. Penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti agregat kasar sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari jumlah agregat kasar yang dibutuhkan. Agregat kasar alami yang digunakan berupa agregat berupa batu pecah dan agregat batu bulat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah bagaimana pengaruh pemakaian agregat daur ulang dari segi pengerjaan (workability), pengaliran (flowability), dan kemampuan dalam mengisi ruang antar tulangan (passing ability) pada beton SCC.
1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan adalah: a. Agregat daur ulang yang dipakai berasal dari beton sisa di laboratorium bahan bangunan FT UNS. b. Agregat daur ulang yang digunakan berukuran maksimal 20 mm. c. Penggantian variasi campuran agregat daur ulang adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari kebutuhan agregat kasar. d. Agregat alam yang digunakan sebagai acuan adalah agregat bulat dan batu pecah. e. Semen yang digunakan adalah semen OPC. f. Bahan admixture superplasticizer yang digunakan adalah viscocrete 10. g. Pemakaian fly ash sebesar 20% dari berat powder dan sebagai bahan pengganti semen. h. Pemakaian silikafume sebesar 1,5% dari berat semen dan sebagai bahan tambah.
i. Pengujian yang dilakukan dengan slump flow, J-ring test, L-box, box-type test,V-funnel test.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap pengerjaan, pengaliran, dan kemampuan mengisi ruang antar tulangan beton segar SCC.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan pemanfaatan limbah konstruksi lebih ditingkatkan untuk menjaga sumber daya alam dan agar dapat memberi alternatif pemakaian agregat daur ulang dalam pembuatan beton SCC.
1.5.2 Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan inovasi pembuatan beton. b. Menambah pengetahuan mengenai SCC. c. Menambah pengetahuan mengenai kinerja beton segar, khususnya SCC.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pemakaian agregat daur ulang sudah sering diterapkan di beberapa negara maju seperti Jerman, Jepang, Australia, Austria, Amerika. Indonesia sendiri sudah banyak penelitian mengenai limbah konstruksi tetapi pemakaiannya belum terlalu optimal. Beton Daur Ulang (BDU) merupakan campuran yang diperoleh dari proses ulang material yang sebelumnya. Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan, seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan agregat beton bekas adalah kecenderungan memerlukan air bebas pada adukan yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah dan sifat permukaan agregat lebih kasar. Lasino, (1999) Agregat daur ulang yang bersifat menyerap air dapat mengurangi proses pengaliran pada beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete atau biasa disingkat SCC).
Beton SCC adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan. Beton SCC yang baik umumnya memiliki ciri homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.
Beton SCC pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1980-an. Riset tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian, misalnya ketahanan (durability), permeabilitas dan kuat tekan (compressive strength) (Juvas ,2004). commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat pemadatan manual. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan beton SCC, struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat.
Kemampuan untuk mengadakan konsolidasi sendiri pada SCC disebabkan oleh kemampuan pengaliran dan ketahanan terhadap segregasi pada SCC yang dimungkinkan dengan penggunaan lebih sedikit kerikil, superplaticizer dan mengurangi perbandingan pengunaan air dan powder .
Kemampuan pengaliran SCC adalah kemampuan adukan beton untuk mampu mengisi sempurna cetakan dan mengalir melewati rongga-rongga kecil atau celah antara kerangka tulangan beton. Pengurangan penggunaan jumlah kerikil terbukti mengurangi jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengalirkan partikel-partikel beton tersebut. Sebagai contohnya, penggunaan kerikil halus (<4 mm) yang dapat meningkatkan jarak antar partikel sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gesekan antar partikel sehingga akan mempermudahkan pengaliran adukan.
Air dibutuhkan untuk meningkatkan daya pengaliran pada adukan beton, namun kekuatan beton dan ketahanan beton terhadap segregasi menjadi terganggu. Superplasticizer digunakan untuk mengatasi kebutuhan air yang lebih banyak. Peningkatan jumlah penggunaan powder dan filler terbukti juga dapat meningkatkan kohesifitas beton. (Kusuma, 2001)
Superplasticizer dapat meningkatkan konsistensi pasta semen dan membuat pasta semen menyelimuti dan mengikat agregat dengan kuat sehingga beton mampu mengalir tanpa segregasi material. Selain itu, untuk dapat mengalir dengan baik diperlukan volume agregat kasarcommit sama dengan to user volume agregat halus di dalam
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
desain campuran SCC. Diperlukan juga filler seperti abu terbang dan silica fume. (Tjaronge, 2006)
Workability beton segar merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan beton untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan. Sifat kemudahan dikerjakan pada beton segar dipengaruhi oleh : (1) Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton, semakin banyak air yang dipakai, semakin mudah beton segar dikerjakan tetapi jumlah air yang banyak dapat menurunkan kuat tekan beton; (2) Penambahan semen ke dalam adukan, semakin banyak jumlah semen, maka beton segar makin sulit dikerjakan; (3) Gradasi agregat halus dan kasar, apabila agregat yang digunakan memepunyai gradasi sesuai dengan persyaratan, maka adukan beton akan semakin mudah dikerjakan; (4) Bentuk butiran agregat, bentuk agregat bulat akan lebih mempermudahkan pengerjaan beton; (5) Penggunan admixture dan bahan tambah. (Amalia, 2009)
Beton segar harus menghindari terjadinya segregasi dan campuran yang tidak kohesif. Segregasi terjadi disebabkan karena beton kekurangan butiran halus, butir semen kasar dan adukan sangat encer. Campuran yang tidak kohesif disebabkan oleh: kekurangan semen, kekurangan pasir, kekurangan air dan susunan besar butir agregat tidak baik. Segregasi dan campuran yang tidak kohesif dapat diperbaiki dengan cara memperbaiki susunan campuran beton yaitu : memperbaiki kadar air, kadar pasir, ukuran maksimum butir agregat dan penambahan jumlah butiran halus/filler. (Amalia, 2009)
Munurut Newman, sifat workabilitas beton dapat diklasifikasikan menjadi: a. Compactibility, mewakili sifat kemudahan pemampatan beton dengan cara menghilangkan rongga udara yang ada. b. Stability, yaitu ketahanan beton terhadap segregasi materialnya selama masa pengangkutan atau saat pemadatan. c. Mobility, yaitu kemudahan beton segar untuk mengisi seluruh sudut cetakan dan rongga antar tulangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
d. Finishability, yaitu sifat menolong untuk memperoleh penyelesaian permukaan beton yang licin dan baik. Sifat workabiltas beton dipengaruhi oleh faktor rasio air-semen, gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, bentuk dan tekstur permukaan agregat, komposisi pasir-agregat, kepadatan agregat, absorpsi agregat danproporsi campuran beton. (Duma, 2008)
Kemudahan dalam hal pencetakan tidak memerlukan penggetar menjadikan beton memadat mandiri banyak dimanfaatkan dalam industri komponen pracetak, (Rise dan Skarendahl (1999)). Beberapa artikel tentang penggunaan beton memadat mandiri untuk bahan beton pracetak panel dinding dan lantai bangunan ditulis oleh Tegar, Rudolf (2001), perancangan dan pembangunan gedung The Phaeno Science Center di Wolfsburg, Meyer dan Bahrie (2004),pengalaman produsen beton pracetak Consolis di Eropa menggunakan bahan beton memadat mandiri. (Juvas, 2004)
Menurut Rise dan Skarendahl. (1999), penggunaan beton SCC pada pekerjaan pembetonan struktur beton pracetak sangat berkontribusi pada penggunaan item pekerjaan dan peningkatan kecepatan kerja. Penggunaan beton SCC akan memperpendek siklus waktu pencetakan. Hal ini berarti bahwa dengan waktu kerja tertentu, tingkat produktifitas dalam bentuk jumlah hasil produk akan lebih tinggi dibandingkan capaian pada sistem pembetonan normal. Keuntungan lain adalah penghematan energi yang digunakan untuk penggetar dan penghilangan suara bising yang memungkinkan perbaikan suasana lingkungan pekerjaan proyek. (Syarif, 2010)
Perbedaan utama beton SCC dengan beton konvensional adalah penggunaan porsi bahan pengisi yang cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton, pada komposisi campuran beton. Bahan pengisi ini adalah pasir butiran halus dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan pengisi ini menyebabkan campuran beton cenderung berperilaku sebagai pasta. Penggunaan superplasticizer yangcommit memadai, memungkinkan penggunaan air pada to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
campuran dapat dikurangi, namun pengurangan pengerjaan (workability) dan kemampuan pengaliran (flowability) campuran beton masih dapat dijaga. Bahan pengisi tambahan lain yang digunakan dalam penbuatan beton memadat mandiri adalah abu terbang (fly ash), silika fume, terak (blastfurnace slag), metakaolin dan lain-lain (Hela dan Hubertova, 2006).
SCC sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran agregat dalam proses pengalirannya. Bentuk agregat yang bulat dan berupa batu pecah akan mempengaruhi kecepatan aliran beton.
SCC berpotensi mengalami blocking pada daerah tulangan. Blocking terjadi karena sifat viskositas yang tinggi dari aliran beton segar sehingga agregat-agregat kasar saling bersinggungan dan terjadi shear stress. Aliran beton yang sangat lambat mengakibatkan beton akan terkumpul di satu tempat sehingga mengurangi workability dari beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal.
Salah satu penelitian beton normal daur ulang yang pernah dilakukan oleh Kumutha & Vijay (2010) dengan variasi kelipatan 20% agregat daur ulang terhadap agregat alami. Hasil yang diperoleh Kumutha & Vijay (2010) adalah semakin banyak persentase agregat daur ulang yang digunakan, kuat tekan beton mengalami penurunan secara bertahap, dan untuk penggantian 100% daur ulang, penurunannya adalah 28% dibandingkan beton tanpa agregat daur ulang. Pemakaian fly ash mengacu pada penelitian Handoko Sugiharto,dkk. (2010) yang menyebutkan bahwa penggunaan fly ash maksimal sampai perbandingan binder 5:5. Penggunaan fly ash yang lebih banyak dari semen menyebabkan jumlah air yang dibutuhkan semakin berkurang. Penelitian Peng dkk, menunjukkan bahwa penggunaan fly ash 30% akan menurunkan kuat tekan beton pada umur 28 hari tetapi akan menambah nilai slump, sehingga penelitian ini menggunakan fly ash sebesar 20% dari berat powder agar nilai kuat tekan tidak terlalu turun dan dapat meningkatkan nilai slump. 1,5% silica fume yang digunakan pada penelitian Ardi commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
,dkk (2011) menunjukan bahwa pemakaian silica fume tersebut meningkat kuat tekan beton, yaitu 40 MPa pada umur 7 hari.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Beton Memadat Mandiri ( SCC ) Beton SCC adalah beton yang memiliki kemampuan untuk mengalir mengisi bekisting tanpa ataupun dengan sedikit bantuan alat. Beton SCC pertama kali diperkenalkan oleh Okamura dan Ozawa di Jepang tahun 1980an. Beton SCC membutuhkan perilaku khusus, dalam campurannya. Ukuran agregat, komposisi antar agregat dan pemakaian zat aditif harus dipertimbangkan agar dapat mencapai kekentalan tanpa menggunakan faktor air semen yang besar dan pemakaian power agar tidak terjadi segregasi. Pemanfaatan beton ini dapat mempermudah dan mempercepat proses pembuatan beton pracetak dan harga yag ditawarkan lebih murah karena dalam proses pembuatannya tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Pengaturan ukuran agregat beton ini juga memungkinkan SCC dapat melewati tulangan yang sangat rapat tanpa memerlukan alat penggetar untuk memadat sehingga dapat membuat desain bangunan yang geometrinya sulit dibentuk. Pemakaian superplasticizer juga perlu dikendalikan agar viskositas beton segar tetap terjaga.
Beberapa sumber memberikan batasan parameter beton memadat mandiri yang berbeda. Nilai batasan tersebut umumnya mengacu kepada kebiasaan lembaga atau standar yang digunakan pada negara tempat melakukan pengujian. Tabel 2.1 memperlihatkan rangkuman beberapa batasan yang diambil dari berbagai sumber.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1. Parameter untuk pengujian beton memadat mandiri No
Jenis pengujian
Data yang dicari
SCC 1
Papan pengaliran
Pengujian t500, sec
tanpa penghalang ( flow table)
Parameter
2–5 (Siddque, 2001)
Dimeter sebaran SCC, mm
Min 700 (EN- 12350)
2
Uji papan
t500, sec
pengaliran dengan penghalang
(Siddque, 2001) Dimeter sebaran SCC, mm
(J-ring flow table) 3
Uji L-box
2–5
Min 600 (EN- 12350)
t200, sec
3-4 (As’ad, 2008)
t400, sec
6 (As’ad, 2008)
h1, mm
–
h2, mm
–
h2/h1
≥ 0,8 dan maks =1 (Kumar, 2001)
4
Box type test
h (ketinggian SCC setelah partition gate dibuka), mm
5
V-funnel test
t (waktu SCC keluar melewati lubang kecil pada V-funnel bagian bawah hingga habis), sec
300 (Kumar, 2006) 6 – 12 (Siddque, 2001)
Sumber: Syarif 2010
2.2.2 Beton Daur Ulang Beton daur ulang adalah campuran beton yang memakai bahan daur ulang baik sebagai pengganti agregat halus maupun kasar dengan kadar pemakaian tertentu. Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan, seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitas beton. Pemanfaatan beton daur ulang harus disesuaikan dengan fungsi beton itu sendiri dalam konstruksi. Menurut beberapa sumber beton daur ulang dapat digunakan commit to user sebagai beton struktur dengan prosesntasi pemakaian agregat daur ulang tidak
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
lebih dari 20% dan untuk beton non struktur pemakaiannya bisa mencapai 100%. (Pradhity, 2009)
Pemakaian agregat daur ulang memiliki beberapa persoalan, antara lain : modulus elastis beton turun 15 hingga 50 % dibandingkan dengan menggunakan agregat alami, kuat tekan turun sekitar 5 – 20 %, kandungan pori yang lebih tinggi, perilaku susut dan swelling yang lebih tinggi, terutama beton yang dibuat dari pasir hasil daur ulang , rangkak (creep) beton yang lebih besar.
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dari hasil penelitian didapatkan bahwa beton daur ulang dengan agregat bekas pakai dapat digunakan sebagai beton struktural dengan kekuatan relatif sama dengan beton normal dimana kuat tekan yang dimiliki dapat mencapai 380 kg/cm2 atau sekitar 98% dibanding beton normal, pada faktor air semen 0,4 dan dapat mencapai 350 kg/cm2 atau sekitar 92% dibanding beton normal pada faktor air semen 0,5. (Pradhity, 2009)
Beberapa sumber lain menuliskan tentang masalah penggunaan agregat daur ulang dalam beton. Penggunaan agregat daur ulang juga mempengaruhi sifat beton segar. Penelitian Mohammed, (2011) menunjukkan bahwa penggunaan agregat daur ulang yang berupa batu dan batu bata selain menurunkan nilai slump juga menurunkan kuat tekan 10%-20% dari kekuatan beton normal.
Beton yang mempunyai workability tinggi memiliki nilai slump lebih dari 200 mm dan slump flow lebih dari 500 mm. Penurunan workability sangat signifikan terlihat pada pengujian slump flow yaitu menurunkan slump flow sekitar 20% dengan pemakaian 100% agregat daur ulang. Penurunan workability pada beton segar ini dikarenakan sifat fisik dari agregat, yaitu: bentuk, gradasi, absorbsi, dan lainnya. (Saifudin, 2011)
Penggunaan agregat kasar daur ulang 100% akan menurunkan nilai slump sebesar 13% dan menurunkan kuat tekan sekitar 21% untuk faktor air semen 0,43 serta 28% dan 5% untuk faktor air semen 0,36%. Hasil ini dibandingkan dengan beton commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
agregat batu pecah dengan fas 0,45. Pemanfaatan fly ash juga akan menaikkan nilai slump tanpa menambah faktor air semen. Penggunaan agregat daur ulang 100% menurukan slump 11% dan kuat tekan 54% untuk fas 0,45. Sifat absorsi agregat daur ulang yang tinggi menyebabkan nilai slump menurun. (Nelson, 2004)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan kuat tekan sebesar 15%. Penggantian 75% agregat daur ulang dapat meningkatkan absorbsi dalam beton sekitar 24% dari pada penggunaan agregat alami. (Boltryk, 2006)
Nilai pertambahan susut beton agregat daur ulang dengan komposisi 25% agregat kasar daur ulang adalah 5,26%, (Duma, 2008). Sehingga penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan durability beton.
2.2.3 Beton Daur Ulang Memadat Mandiri Beton daur ulang memadat mandiri adalah beton yang memiliki kemampuan mengalir mngisi cetakan beton dan memadat sendiri tanpa ataupun sedikit bantuan alat penggetar yang memanfaatkan agregat daur ulang sebagai pengganti agrgat alam. Agregat daur ulang mengadung mortal mencapai 50% dan memiliki retakan mikro sehingga kekuatan agregat daur ulang lebih kecil dari pada agregat alam dan juga agregat daur ulang memiliki sifat menyerap air. Sehingga dalam pemakaiannya dalam beton memadat mandiri akan berpengaruh dalam kinerja beton, proses pengaliran beton.
2.2.4 Materi Penyusun Beton Daur Ulang Memadat Mandiri Materi penyusun beton daur ulang memadat mandiri adalah semen, agregat alam, silica fume, fly ash, agregat daur ulang, superplasticizer, dan air.
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.4.1 Semen Portland
Semen berfungsi sebagai perekat butiran agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud di dalam konstruksi beton adalah bahan yang akan mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim dikenal dengan nama semen hidraulik. Salah satu jenis semen hidraulik yang biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen portland (portland cement). Bahan baku semen yaitu kapur (CaO), silika (SiO2), dan alumina (Al2O3). Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi serta penggunaannya dicantumkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Jenis semen portland di Indonesia sesuai SNI 0013-81 Jenis Semen
Karakteristik Umum
Jenis I
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain
Jenis II
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Jenis III
Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi
Jenis IV
Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah
Jenis V
Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Semen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semen portland. Semen portland tidak memiliki bahan tambah seperti pozzoland, fly ash, slag ataupun zat additive semen lainnya. Sehingga dapat mengetahui pengaruh penggunaan fly ash yang digunakan dalam penelitian ini. Penambahan bahan tambah terhadap semen portland disesuaikan dengan kebutuhan semen yang diinginkan dan juga untuk menciptakan semen yang ramah lingkungan, karena proses pembuatan semen menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan commit to user dan semen portland komposit emisi gas CO2. Semen portland pozzoland
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan contoh semen yang memiliki bahan tambah seperti fly ash yang beredar di pasaran.
2.2.4.2 Agregat Alam
Agregat alam adalah butiran material pengisi campuran mortar atau beton yang bersumber dari alam. Agregat ini menempati sebanyak 60%-70% dari volume mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton (Mulyono, 2004). Berdasarkan ukuran butiran agregat dibedakan menjadi agregat halus dan kasar.
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Pemilihan agregat halus harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Komposisi agregat halus sangat menentukan dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.
Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C 33-74a Ukuran saringan (mm)
Persentase lolos (%)
9,50
100
4,75
95-100
2,36
80-100
1,18
55-85
0,60
25-60
0,30
10-30
0,15
2-10
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar (antara 5 mm dan 40 mm). Sifat dari agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap commit to user disintegrasi beton, cuaca dan efek perusak lainnya. Agregat kasar mineral ini
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan semen. Batasan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Persyaratan gradasi agregat kasar Ukuran saringan (mm)
Persentase lolos saringan 40 mm
20 mm
40
95-100
100
20
30-70
95-100
10
10-35
22-55
4,8
0-5
0-10
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Agregat kasar yang digunakan dalam pembuatan SCC dibatasi kurang lebih hanya 50 % dari total volume beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal. Berkurangnya agregat kasar akan menurunkan resiko blocking di ruang antar tulangan. Proses pengaliran beton SCC menyebabkan agregat kasar saling bergesekan sehingga aliran beton segar menjadi lambat sehingga menurunkan workability beton segar.
2.2.4.3 Agregat Daur Ulang
Agregat daur ulang berasal dari material bongkahan bangunan ataupun sisa pekerjaan yang tidak dipakai. Proses pengolahan limbah konstruksi melalui beberapa tahap, antara lain: a. Pemilahan awal, pemilahan dari beberapa bongkahan kayu, batuan, maupun logam. b. Penyaringan, penyaringan material batuan dari pemilahan awal. c. Pemilihan dengan angin, pemilihan material dengan tiupan angin sehingga material ringan seperti kertas, plastik, kayu ringan dapat terbang tertiup. d. Pemilahan dengan magnetik, material logam diambil dengan magnet sehingga logam dapat menempel pada magnet. e. Setelah bongkahan batuan diperkirakan bersih dari material logam maupun commit to user non logam selain batuan, bongkahan dihancurkan dengan stonecrusher.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil studi eksperimental, agregat daur ulang mengandung mortar sebesar 25% hingga 45 % untuk agregat kasar, dan 70% hingga 100% untuk agregat halus. Di samping itu, pada agregat daur ulang juga terdapat retak mikro, dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah batu (stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang yang tidak dapat membelah daerah lempengan atau patahan pada agregat alam. Sehingga agregat daur ulang memiliki absorbsi yang lebih besar dari pada agregat alami. Penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan workability beton segar dan akan menurunkan nilai kuat tekan beton. Selain itu, hasil dari pengujian eksperimental dengan sinar X (X-ray) terdapat perbedaan kandungan unsur-unsur kimia di dalam agregat daur ulang, yaitu unsur silika (Si) dan kalsium (Ca). Hal ini dikarenakan agregat daur ulang sebelumnya merupakan beton yang telah mengalami reaksi hidrasi, dimana unsur Si dan Ca yang terdapat pada agregat daur ulang diperoleh dari senyawa kalsium silika hidrat (C-S-H), ettringite (C-AS-H), dan Ca(OH)2 pada pasta semen yang masih menempel pada agregat alam. Oleh karena itu, unsur Ca pada agregat daur ulang lebih banyak dari pada unsur Si. Agregat kasar
mortar
Gambar 2.1. Sketsa agregat daur ulang
Pemanfaatan agregat daur ulang bisa berfungsi sebagai perbaikan bangunan bawah dan penstabil tanah, tanah pengganti, bangunan geoteknik, material pengisi dan pengisi galian, agregat untuk beton, sebagai lapis friksi permukaan dan lapis anti salju pada bangunan jalan (penggunaan umum material daur ulang beton sisa/lama), dan sebagainya. Aplikasi agregat daur ulang sudah diterapkan di beberapa negara, misalnya Australia telah menggunakan agregat daur ulang untuk konstruksi jalan raya.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.2. Pemanfaatan agregat daur ulang pada konstruksi jalan raya Brooklyn Center
Penggunaan agregat daur ulang akan mengurangi kinerja beton segar. Menurut penelitian, penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan workability beton segar sehingga beton lebih sulit dikerjakan. Sifat fisik agregat daur ulang yang terdapat retak mikro menyebabkan kuat tekan akan menurun. Sehingga penggunaan agregat daur ulang harus diperhatikan karena belum ada standar yang pasti dalam penggunaannya. Selain itu, variasi mutu agregat daur ulang tidak dapat terjaga. Mutu agregat daur ulang tergantung pada sumber dari agregat daur ulang.
Keuntungan yang didapat dalam pemanfaatan agregat daur ulang tidak dapat dirasakan secara langsung. Penggunaan agregat daur ulang akan mengurangi konsumsi agregat alam, menurut Mohammed (2011) penggunaan beton sekitar 12 juta ton dan untuk membuat beton sebanyak itu membutuhkan 9,3 juta ton agregat. Jika dapat memanfaatkan agregat daur ulang maka akan mengurangi penambangan agregat dan dapat mengurangi polusi akibat material konstruksi yang tidak terpakai.
2.2.4.4 Silika Fume
Silika fume merupakan material yang terdiri dari partikel halus dengan diameter rata-rata 1 mikrometer. Silicafume merupakan salah satu bahan tambah (additive) user yang merupakan hasil sampingan commit sebagaitoabu pembakaran dari proses pembuatan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
silicon metal atau silicon alloy dalam tungku pembakaran listrik. Berat jenis relatif silica fume umumnya berkisar antara 2,2-2,5. Mikrosilika ini bersifat pozzolan, dengan kadar kandungan senyawa silica-dioksida (SiO2) yang sangat tinggi (> 90 %), dan ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100 ukuran rata- rata partikel semen. Kegunaan silika fume secara geometrical adalah kemampuannya mengisi rongga-rongga diantara bahan pasta (grain of cement) dan mengakibatkan membaiknya distribusi ukuran pori dan berkurangnya total volume pori. Penggunaan silica fume dapat menghasilkan beton yang kedap, awet dan berkekuatan tinggi. Selain untuk meningkatkan kekuatan, karena bentuknya yang bulat, silicafume juga dapat meningkatkan workability pada beton segar.
Gambar 2.3. Mineral silica fume
2.2.4.5 Fly Ash
Fly ash merupakan bahan sisa buangan yang berasal dari pembakaran batu bara yang digunakan pada pembangkit tenaga listrik. Pada akhir proses pembakaran, partikel buangan yang melayang (fly ash) ditangkap kembali dengan filter elektrostatis. Mutu fly ash tergantung dari kesempurnaan pembakaran. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan bersifat pozzolan. Komposisi dari fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium, potassium, sodium, titanium, dan sulfat dalam jumlah yang lebih sedikit. Menurut ASTM C618-86 terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan C. Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan commit tokelas user C dari lignite dan subituminous.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fly ash kelas C mempunyai kadar kapur yang tinggi. Namun, menurut ACI, fly ash dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu: a. Kelas C Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau subbitumen batu bara (batu bara muda). Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%. Kadar CaO mencapai 10%. Campuran beton menggunakan sebanyak 15% - 35% dari total berat binder.
b. Kelas F Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batu bara. Kadar(SiO2 + Al2O3 + Fe2O3)>70%. Kadar CaO mencapai 50%. Campuran beton menggunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat binder.
c. Kelas N Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, dimana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.
Fly ash dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dalam pembuatan beton, fly ash bersifat sebagai pozzolan dan sebagai bahan pengisi (filler). Semen dengan fly ash akan terjadi reaksi pengikatan yaitu fly ash bereaksi dengan Ca(OH)2 hasil proses hidrasi semen yang kemudian membentuk kalsium silikat hidrat. Pemakaian sebagai filler pada beton karena fly ash sangat halus (kurang dari 1 µm) sehingga dapat mengisi celah-celah pada beton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4. Fly ash hasil pengamatan Scanner Mikroscop Elektronik (SEM)
Beton self compacting dengan campuran fly ash menunjukkan flowing ability yang bagus dan self compactability yang tinggi. Penambahan fly ash juga akan mengurangi kebutuhan air yang dibutuhkan untuk slump yang sama dengan beton yang memakai semen portland biasa saja. Hal ini karena bentuk permukaan fly ash yang menyerupai bola, (Gambar 2.4) yang memudahkan pergerakannya dalam campuran beton. Berkurangnya kebutuhan air akan mengurangi terjadinya bleeding dan segregasi. Fly ash juga memberikan kontribusi berupa peningkatan kuat tekan beton, meningkatkan durabilitas beton, meningkatkan kepadatan (density), serta mengurangi terjadinya penyusutan.
Selain mempunyai banyak keuntungan, perlu diperhatikan juga faktor-faktor yang kurang menguntungkan dari fly ash. Diantaranya adalah beton yang dihasilkan memiliki tekstur permukaan yang berbubuk dan peningkatan kekuatannya berjalan lambat. Selain itu waktu curing lebih lama dan kelembaban pada beton harus dijaga sampai beton telah mengeras.
commit to user Gambar 2.5. Perbandingan bentuk semen, silica fume dan fly ash menurut SEM
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.4.6 Superplasticizer
Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Sika Viscocrete 10. Sika Viscocrete 10 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar yang digunakan untuk menghasilkan beton dengan tingkat flowability yang tinggi. Sika Viscocrete 10 biasanya digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance Concrete), beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete), beton massa (Mass Concrete), dan beton yang menuntut tetap dalam kondisi segar lebih lama, misalnya untuk perjalanan jauh.
Prinsip mekanisme kerja dari superplaticizer yaitu dengan menghasilkan gaya tolak menolak (dispersion) yang cukup antar partikel semen. Sehingga tidak terjadi penggumpalan partikel semen (flocculate) yang dapat menyebabkan adanya rongga-rongga udara di dalam beton yang akan mengurangi kekuatan atau mutu beton tersebut.
Butiran partikel semen mempunyai kecenderungan untuk menjadi satu dan membentuk kumpulan ketika bercampur dengan air. Hal ini menyebabkan air terjebak dalam kumpulan partikel semen tersebut. Dampak dari air yang terjebak dalam partikel semen ini antara lain mengurangi flowability dan kelecakan dari campuran dan juga menghasilkan rongga-rongga yang dapat mengurangi kekuatannya. Partikel semen perlu didispresikan dengan superplasticizer agar partikel semen tidak berkumpul.
Superplacticizer secara tidak langsung dapat meningkatkan kuat tekan beton karena dengan peranannya yang membantu dalam menghindari terjebaknya air di semen. Penggunaan faktor air semen menjadi rendah dan kuat tekan beton yang tinggi akan dapat dicapai.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.4.7 Air Air merupakan bahan yang penting dalam pembuatan beton, karena air diperlukan untuk bereaksi dengan semen. Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter. c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25% dari berat semen (Tjokrodimuljo, 1996). Penggunaan air yang terlalu banyak dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan beton, disamping digunakan sebagai bahan campuran beton, air digunakan pula untuk merawat beton dengan cara pembasahan setelah dicor dan untuk membasahi atau membersihkan acuan.
2.2.5 Beton Segar
Beton segar memadat mandiri memiliki sifat workability yang baik. Berdasarkan spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan campuran beton segar dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu: a. Filling ability Filling ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi keseluruh bagian cetakan melalui berat sendirinya.
b. Passing ability Passing ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah-celah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi adanya segregasi atau blocking. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Segregation resistance Segregation resistance adalah kemampuan beton SCC untuk tidak mengalami segregasi, terpisah nya agregat kasar terhadap mortar dikarenakan beton yang kekentalannya tidak terjaga atau terlalu encer. Agregat kasar akan turun ke bawah sedangkan mortar akan di bagian atas agregat kasar, karena berat jenis agregat kasar lebih berat dari pada mortal. Keadaan komposisi yang homogen harus terjaga selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran.
2.2.6 Parameter Beton Segar Beton Memadat Mandiri ( SCC )
Kinerja beton memadat mandiri sebagai beton segar adalah kemampuan pengerjaan (workability), kemampuan pengaliran (flowability), kemampuan mengalir melewati celah antar tulangan (passingability) dan stabilitas perataan permukaan mandiri (self leveling). Semua parameter tersebut pada penelitian ini diukur dengan 5 (lima) metode: a. Slump flow Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan filling ability baik di laboratorium maupun di lapangan; dan dengan memakai alat berupa papan licin dengan ukuran 80 x 80 cm dan kerucut berdiameter bawah 20 cm dan atas 10 cm. Kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm – 75 cm. Pencatatan waktu yang dibutuhkan beton segar menyebar dengan diameter 50 cm (t500) dan diameter beton segar memadat.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.6. Slump Flow test b. J-ring test Pengujian J-ring test sama dengan pengujian slump flow, hanya saja dilengkapi dengan besi penghalang terpasang tegak masing-masing berjarak seragam dengan formasi lingkaran diameter 30 cm di bagian tengah papan aliran. Kualitas workability dan flowability beton segar dinyatakan dalam ukuran diameter sebaran beton segar di permukaan papan pengaliran dan waktu aliran t500. Nilai t500 adalah waktu dari saat beton segar dituangkan ke permukaan meja pengaliran hingga sisi luar pengaliran menyentuh marka lingkaran diameter 500 mm 200mm 300mm 100mm 300mm 22 besi tegak
J-Ring flow table 800 mm x 800 mm
Gambar 2.7. J-Ring test
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. L-box L- box test dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC. Lshape box dapat menunjukkan kemungkinan adanya blocking beton segar saat mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan. Hasil yang didapat dari uji L-shape box test yaitu nilai blocking ratio yaitu nilai yang didapat dari perbandingan antara H2 / H1 dan waktu pengaliran sepanjang 200 mm (t200) dan 400 mm (t400) dari bukaan. Aliran beton segar yang baik dinjukkan dengan nilai blocking ratio yang semakin besar dengan viskositas tertentu. Kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0.8 sampai 1.0
Gambar 2.8. L-Box type
d. Box-type test Box-type test menguji derajat compactibility dan passing ability SCC dengan cara mengalirkan SCC melewati halangan di dasar saluran U. Beton dianggap tergolong SCC bila beton mampu melewati halangan dan mencapai ketinggian lebih dari 300 mm di saluran berikutnya. Jika nilai h1 dan h2 hampir sama atau rasio h2/h1 mendekati 1, maka stabilitas perataan permukaan mandiri semakin baik. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.9. Box-type test
e. V-funnel test V- Funnel test dipakai untuk mengukur kecepatan penuangan beton SCC. Alat uji ini berbentuk huruf V dan terdapat katup pembuka pada bagian bawahnya. Waktu pengaliran dicatat sebagai waktu pengaliran hingga beton tertuang habis (t). Semakin cepat waktu beton segar tertuang, maka akan semakin baik flowability dari beton memadat mandiri tersebut
Gambar 2.10. V-funnel test commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental . dengan mengadakan percobaan di laboratorium secara langsung untuk mendapatkan data yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diteliti. Variabel yang ada dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas, yaitu penambahan agregat daur ulang. Variabel terikatnya adalah workability, flowability, dan passingability. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
3.2 Sampel Uji Sampel uji pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sampel beton memadat mandiri yang menggunakan agregat batu pecah dikombinasikan agregat daur ulang dan agregat batu bulat dengan agregat daur ulang. Komposisi agregat daur ulang sebagai pengganti agregat alami, baik batu pecah maupun batu bulat sebesar 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Perincian benda uji dapat dilihat di Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1. Benda uji beton memadat mandiri dengan agregat alami batu pecah No
Nama Sampel
Porsi Agregat Alami
Porsi Agregat Daur
Batu Pecah
Ulang
1
APD
100 %
0%
2
APD 20
80%
20%
3
APD 40
60%
40%
4
APD 60
40%
60%
5
APD 80
20%
80%
6
AD 100
commit0% to user
29
100%
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: APD
: SCC dengan 100% batu pecah
APD 20
: SCC dengan 80% batu pecah + 20% agregat daur ulang.
APD 40
: SCC dengan 60% batu pecah + 40% agregat daur ulang.
APD 60
: SCC dengan 40% batu pecah + 60% agregat daur ulang.
APD 80
: SCC dengan 20% batu pecah + 80% agregat daur ulang.
AD 100
: SCC dengan 100% agregat daur ulang.
Tabel 3.2. Benda uji beton memadat mandiri dengan agregat alami batu bulat No
Nama Sampel
Porsi Agregat Alami
Porsi Agregat Daur
Batu Bulat
Ulang
1
ABD
100%
0%
2
ABD 20
80%
20%
3
ABD 40
60%
40%
4
ABD 60
40%
60%
5
ABD 80
20%
80%
Keterangan: ABD
: SCC dengan 100% agregat alami bulat
ABD 20
: SCC dengan 80% agregat alami bulat + 20% agregat daur ulang.
ABD 40
: SCC dengan 60% agregat alami bulat + 40% agregat daur ulang.
ABD 60
: SCC dengan 40% agregat alami bulat + 60% agregat daur ulang.
ABD 80
: SCC dengan 20% agregat alami bulat + 80% agregat daur ulang.
.
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat
Alat yang dibutuhkan antara lain: a. Timbangan dengan kapsitas 2 kg, 5 kg, 150 kg. b. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38 mm; 25 mm; 19 mm; 12,5 mm; 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; commit to user 0 mm (pan) untuk pengujian gradasi agregat.
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Mesin Los Angeles yang digunakan untuk menguji abrasi agregat kasar. d. Oven yang digunakan untuk mengeringkan agregat. e. Alat uji beton segar bteton memadat mandiri, meliputi: 1) Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah 30 cm, dan tinggi 30 cm. Alat ini dipergunakan untuk menguji slump flow dan J-ring . 2) Papan aliran berukuran 80 cm x 80 cm dengan permukaan papan yang licin untuk pengujian slump flow. 3) Papan aliran dengan penghalang dengan permukaan licin berukuran 80 cm x 80 cm, penghalang berbentuk lingkaran berdiameter 30 cm yang berupa besi tegak sebanyak 22 buah dengan jarak seragam. 4) L-Box yang terbuat dari kayu dan permukaan dalam dilapisi seng. 5) U-Box yang terbuat dari kayu dan permukaan dalam dilapisi seng 6) V-funnel terbuat dari plat baja dengan katup pembuka di bagian bawahnya. f. Alat bantu lainnya: 1) Meteran 1m dan stopwatch. 2) Cangkul, ember, sekop, dll.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain: a. Semen Portland b. Pasir c. Agregat alam dan daur ulang ukuran 20 mm d. Air e. Fly Ash f. Superplasticizer g. Silika Fume Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a
b
c
d
Gambar 3.1. Agregat yang digunakan dalam penelitian: a. Pasir, b. Agregat alami batu pecah, c. Agregat daur ulang, d. Agregat alami batu bulat
3.4 Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian selengkapnya adalah sebagai berikut :
a. Tahap I, Persiapan Tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar dan studi literatur. Studi literatur yang dilakukan terkait dengan penentuan mix design beton memadat mandiri, cara-cara pengujian beton segar dan materi yang mendukung, misalnya: penelitian beton daur ulang dari penelitian terdahulu.
b. Tahap II, Uji bahan Tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan yang digunakan. Pengujian commit to user bahan akan dapat mengetahui apakah bahan yang digunakan untuk penelitian
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut memenuhi syarat atau tidak bila digunakan sebagai data rancang campur adukan beton. Tahap ini dilakukan pengujian terhadap : 1) Agregat halus, antara lain dilakukan uji : - Kadar lumpur
(ASTM C-117)
- Kadar organik
(ASTM C-40)
- Specific gravity
(ASTM C-128)
- Gradasi
(ASTM C-136)
2) Agregat kasar alami dan daur ulang antara lain : -
Specific gravity
(ASTM C-128)
-
Abrasi agregat kasar
(ASTM C-131)
-
Gradasi
(ASTM C-136)
c. Tahap III, Pembuatan mix design Tahap ini dilakukan pembuatan mix design dengan ketentuan Okamura dan Ozawa , yaitu (i) agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut; (ii) volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar, yang bertujuan mengisi pori dari agregat kasar; (iii) rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1 tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya dan; (iv) dosis superplasticizer dan faktor airbahan pengikat ditentukan setelahnya untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri.
d. Tahap IV, Uji pendahuluan Tahap ini dilakukan pekerjaan pmbuatan adukan beton sesuai dengan beberapa mixdesign yang sudah dibuat. Pengujian yang dilakukan adalah slump flow dan J-ring. Kemudian dari hasil pengujian dari beberapa mix design dipilih hasil yang terbaik untuk dijadikan acuan mix design yang akan digunakan nantinya.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Tahap V, Pengujian Tahap ini dilakukan pembuatan campuran beton dengan mix design yang sudah ditentukan dari hasil uji pendahuluan. Pengujian beton segar berupa slump flow, J-ring test, L-box, V-funnel test, Box-type test. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS.
f. Tahap VI, Analisis data Tahap ini data yang diperoleh dari hasil pegujian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
g. Tahap VII, Pengambilan kesimpulan Tahap ini data yang telah dianalisa dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
Tahapan dalam penelitian ini disajikan secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.2.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mulai Tahap I
Persiapan
Semen
Agregat Halus
Agregat Kasar alam dan daur ulang
Uji Bahan:
Uji Bahan:
- kadar lumpur
- abrasi
- kadar organik
- spesific gravity
- spesific gravity
- gradasi
-gradasi
-.absorbsi
Air
Bahan Tambah
Perhitungan Rancang Campur (Mix Design)
Tahap II
Tahap III
UJI Pendahuluan Tahap IV tidak
Spesifikasi SCC
ya Pembuatan adukan beton Pengujianbeton segar Slump flow, J-ring test, L-box, box type test, V-funnel test.
Analisis Data dan Pembahasan
Tahap V
Tahap VI
Kesimpulan dan Saran Tahap VII Selesai
Gambar 3.2. Bagan alir tahap penelitian commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.5 Pengujian Bahan Material Pengujian bahan material sangat penting untuk dilakukan. Pengujian ini untuk mengetahui kelayakan material untuk digunakan dapat pembuatan adukan beton dan untuk mengetahui sifat-sifat dari material tersebut, karena sifat material sangat berpengaruh terhadap kinerja beton segar SCC. Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar pengujian yang terdapat pada standar ASTM. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan dengan jadwal penelitian dan ijin penggunaan Laboratortium Bahan Fakultas Teknik UNS Surakarta.
Pengujian dilakukan terhadap agragat halus dan agregat kasar (batu pecah, batu bulat, agregat daur ulang). Pengujian agregat halus meliputi: pengujian kadar lumpur (ASTM C-117), kadar organik (ASTM C-40), specific gravity (ASTM C128), dan gradasi (ASTM C-136). Pengujian agregat kasar meliputi: pengujian abrasi (ASTM C-131), specific gravity (ASTM C-128), dan gradasi (ASTM C136).
3.6 Perancangan Mix Design Perancangan mix design dilakukan dengan melakukan trial mix. Percobaan yang dilakukan dengan memakai beberapa variasi prosentase volume agregat kasar yang digunakan, antara lain 20%, 30%, 40%, 50% dari volume beton dan perbandingan air dan powder (w/p) , antara 0,80 dan 0,83. Pemakaian fly ash dan silica fume sudah ditentukan sebesar 20% dan 1,5% dari berat semen. Hasil trial mix diperoleh prosentase volume agregat kasar sebesar 20% dan 80% volume mortardari volume total beton. 80% volume mortal terdiri dari 40% volume pasir dan 60% volume pasta. Perbandingan w/p adalah 0,83 dengan hasil pengujian beton segar yang terbaik. Langkah-langkah pembuatan mix design sebagai berikut: commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Menentukan volume beton yang akan dibuat. b. Menentukan prosentase volume agregat kasar terhadap volume total beton yang digunakan dan menghitung volumenya. Prosentase volume agregat kasar disarankan tidak lebih dari 50% dari volume beton. c. Menghitung berat agregat kasar dengan cara mengalikan volume agregat kasar dengan berat jenis agregat kasar. d. Prosentase mortal merupakan selisih dari volume total beton dengan volume agregat kasar. Mortar terdiri dari agregat halus dan pasta. e. Menetukan prosentase volume agregat halus terhadap volume mortar. Prosentase volume agregat halus disarankan tidak melebihi 40% dari volume mortar. Menghitung volume agregat halus dengan mengalikan prosentasenya dengan volume mortal. f. Menghitung berat agregat kasar dengan mengalikan volume agregat halus dengan berat jenisnya. g. Prosentase pasta merupakan selisih volume mortar dengan volume pasir yang digunakan. Pasta merupakan campuran antara air dan powder. h. Menentukan perbandingan volume air dengan volume powder (w/p). i. Mengitung volume air yang akan digunakan, dengan mengalikan volume air dengan volume pasta dibagi dengan jumlah volume air dan powder. j. Mengitung berat air dengan mengalikan volume air dengan berat jenis air. k. Berat powder merupakan selisih volume pasta dengan volume air lalu dikalikan dengan berat jenis powder. l. Menentukan prosentase fly ash yang akan digunakan. Berat fly ash didapat dengan mengalikan prosentase fly ash dengan berat powder sedangkan berat semen diperoleh dari selisih berat powder dengan berat fly ash. m. Berat semen nerupakan selisih berat powder dengan fly ash. n. Kebutuhan superplasticizer diperoleh dari prosentase superplasticizer yang diperlukan dikalikan dengan berat powder dan berat silikafume didapat dari prosentase silikafume yang telah ditentukan dikalikan berat semen. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.7 Pembuatan Beton Segar Langkah-langkah pembuatan beton segar: a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. b. Menimbang bahan material sesuai dengan mix design yang direncanakan. c. Menuangkan
bahan
material
ke
tempat
pengadukan
beton
dan
mencampurkan sampai bahan terlihat homogen atau tercampur rata. d. Material campuran padat sudah terlihat homogen, diberikan air yang sudah dicampur dengan superplasticizer secara perlahan-lahan agar pemakaian air terkontrol dan tidak terjadi segregasi dan bleeding. e. Selama proses penambahan air, campuran beton terus diaduk agar tercampur secara homogen.
Proses pembuatan beton dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Proses pembuatan beton
3.8 Pengujian Beton Segar 3.8.1 Pengujian Slump Flow
Pengujian slump flow bertujuan untuk mengetahui kecepatan aliran dan diameter aliran. Waktu aliran diukur dengan mencatat kecepatan beton dimulai dari pengangkatan alat uji (kerucut Abrams) sampai beton menyebar melewati diameter 500 mm yang disebut sebagai t500. Sebaran aliran diukur ketika sebaran commit to user beton segar berhenti bergerak. Cara pengujian slump flow sebagai berikut:
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Menyiapkan alat dan bahan. b. Membasahi alat dengan air. c. Meletakkan kerucut abram tepat di tengah-tengah papan yang sudah diberi tanda lingkaran dengan diameter 50 cm. d. Menuangkan beton segar kedalam kerucut Abrams hingga penuh. e. Mengangkat kerucut Abrams perlahan-lahan sehingga beton segar mengalir. f. Mencatat waktu beton segar melewati garis diameter 50 cm. g. Mengukur diameter sebaran beton segar pada dua arah yang tegak lurus. h. Nilai diameter sebaran adalah rata-rata dari dua diameter sebaran beton segar pada arah yang berbeda.
Pengujian slump flow dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Pengujian slump flow
3.8.2 Pengujian J-Ring
Tujuan pengujian J-Ring adalah untuk melihat flowability dan passingability beton segar SCC. Proses pengujian J-Ring hampir sama dengan pengujian slump flow, hanya saja pengujian j-ring menggunakan barisan besi penghalang di papan alirnya membentuk lingkaran berdiameter 30 cm. Ukuran diameter besi penghalang adalah 13 mm dengan jumlah 22 buah. Penggunaan kerucut Abrams pada pengujian ini diletakkan secara terbalik. Namun ada beberapa standar yang menyarankan kerucu Abrams pada posisi tidak terbalik. Pengukuran dilakukan commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti percobaan slump flow yaitu, t500, diameter sebaran dan tinggi blocking pada besi penghalang. Cara pengujian J-ring sebagai berikut: a. Menyiapkan alat dan bahan. b. Membasahi alat dengan air. c. Meletakkan kerucut Abrams tepat di tengah-tengah papan berpenghalang 22 besi tegak berdiameter 30 cm secara terbalik. d. Menuangkan beton segar kedalam kerucut abram hingga penuh. e. Mengangkat kerucut Abrams perlahan-lahan sehingga beton segar mengalir. f. Mencatat waktu beton segar saat melewati garis diameter 50 cm. g. Mengukur diameter sebaran beton segar pada dua arah yang tegak lurus. h. Nilai diameter sebaran adalah rata-rata dari dua diameter sebaran beton segar pada arah yang berbeda. i. Mengukur tinggi blocking pada posisi yang sama pada saat mengukur diameter sebaran. j. Nilai tinggi blocking adalah rata-rata dari pengukuran dua sisi pada saat pengukuran diameter sebaran.
Pengujian J-ring dapat dlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Pengujian J-ring
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.8.3 Pengujian L-Box
Pengujian L-box bertujuan untuk mengetahui kualitas beton segar dalam melewati tulangan (passingability), kecepatan aliran (flowabilty) dan kemampuan perataan permukaan (self leveling) pada batasan frame-work vertikal. Alat uji berupa balok yang berbentuk L dan terdapat besi penghalang di bagian pertemuan antara balok vertikal dan horizontal. Pengukuran dilakukan saat beton melewati jarak 200 mm dan 400 mm dari pintu besi penghalang dan perbandingan ketinggian beton di bagian balok vertical dan horizontal. Kualitas beton segar yang baik, jika ketinggian beton antara balok vertical dan horizontal hampir sama atau memliki self leveling sempurna. Cara pengujian L-box sebagai berikut : a. Menyiapkan alat dan bahan. b. Membasahi alat L-box. c. Menutup slide L-box dan menuangkan beton segar ke bagian L-box yang tegak hingga penuh. d. Membuka slide L-box dan mencatat waktu yang diperlukan beton segar mengalir sejauh 200 mm (t200) dan 400 mm (t400) dari slide L-box. e. Mengukur ketinggian beton segar pada bagian L-box yang tegak (h1) dan bagian L-box yang mendatar (h2). Percobaan L-box dapat dilihat pada Gambar 3.6
Gambar 3.6. Pengujian L-box commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.8.4 Pengujian Box-Type
Box-type bertujuan untuk mengukur kualitas self leveling beton segar SCC pada bekesting vertical. Kualitas self leveling diukur berdasarkan ketinggian beton sebelum dan setelah dialirkan pada balok sisi lain. Box-type adalah alat berbentuk dua balok vertikal yang saling berhubungan dan dan terdapat besi penghalang untuk mengetahui passingabilty beton segar. Beton segar yang memiliki self leveling yang baik akan menunjukan ketinggian beton cair di dua sisi box yang hampir sama. Cara pengujian box-type sebagai berikut : a. Menyiapkan alat dan bahan dan membasahi box-type. b. Menutup slide di pertemuan dasar box dan menuangkan beton segar. c. Membuka slide dan mencatat ketinggian beton segar setelah selesai mengalir di kedua box. Pengujian box-type dapat dlihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Pengujian box-type
3.8.5 Pengujian V-Funnel
V-funnel bertujuan untuk menguji kecepatan penuangan beton segar SCC. Alat uji ini berbentuk V dan terbuat dari plat baja dan memiliki katup pembuka di bagian bawah. Pengujian dilakukan dengan mencatat waktu yang diperlukan beton segar untuk mengalir melalui katup tersebut sampai beton yang berada pada V-funnel commit to user habis. Cara pengujian V-funnel sebagai berikut:
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Menyiapkan alat dan bahan dan membasahi V-funnel dengan air. b. Menutup katup V-funnel dan menuangkan beton segar hingga penuh. c. Membuka katup dan mencatat waktu yang diperlukan beton untuk mengalir semuanya.
Pengujian V-funnel dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Pengujian V-funnel
. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Bahan
Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh. Sedangkan data rinci hasil pemeriksaan bahan dasar dan penyusun beton disajikan dalam lampiran A.
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, gradasi agregat dan berat jenis. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil pengujian agregat halus Jenis Pengujian
Hasil Pengujian
Standar
Kesimpulan
Kandungan Zat Organik
Kuning muda
Kuning
Memenuhi syarat
Kandungan Lumpur
3,0 %
Maks 5 %
Memenuhi syarat
-
-
3
Bulk Specific Gravity
2,475 gr/cm
Bulk Specific SSD
2,5 gr/cm3
-
-
Apparent Specific Gravity
2,54 gr/cm 3
-
-
Absorbtion
1,0 %
-
-
Modulus Halus
3,1
2,3 – 3,1
Memenuhi syarat
Hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1.
commit to user 44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2. Hasil pengujian gradasi agregat halus Ukuran ayakan Berat tertahan Berat lolos kumulatif Syarat (mm) (%) gram % Kumulatif (%) ASTM C-33 9.5 100 0 0 0 100 4.75 97.97 60.81 2.03 2.03 95-100 2.36 85.24 381.52 12.73 14.76 80-100 1.18 51.57 1009.45 33.68 48.43 50-85 0.85 34.65 507.15 16.92 65.35 25-60 0.3 12.61 660.52 22.04 87.39 10-30 0.15 4.66 238.15 7.95 95.34 2-10 Pan 0 139.80 4.66 100 0 Jumlah 2997.40 100 413.30
Tabel 4.2 selanjutnya dibuat kurva gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1. 100 90 80
% Lolos ayakan
70
batas atas
60 50
batas bawah
40 30
%kumul atif lolos
20 10 0 0
1
2
3 4 5 6 7 Ukuran saringan (mm)
8
9
10
Gambar 4.1. Kurva gradasi agregat halus
4.1.2 Hasil Pengujian Agregat Kasar Alami
4.1.2.1 Hasil Pengujian Agregat Kasar Alami Batu Pecah
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3. Hasil pengujian agregat kasar batu pecah Jenis Pengujian
Hasil Pengujian
Standar
Kesimpulan
Bulk Specific Gravity
2,54 gr/cm
3
-
-
Bulk Specific SSD
2,57 gr/cm 3
-
-
Apparent Specific
2,67 gr/cm 3
-
-
Absorbtion
1,83 %
-
-
Abrasi
44,2%
Maksimum 50 %
Memenuhi syarat
Modulus Halus Butir
5,54
5-8
Memenuhi syarat
Gravity
Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran A.
Tabel 4.4. Hasil pengujian gradasi agregat kasar batu pecah Ukuran ayakan (mm) 19 12.5 9.5 4.75 2.36 1.18 0.85 0.3 0 Jumlah
gram 0 170 1410 1255 150 0 0 0 0 2985
Berat tertahan Berat lolos kumulatif Syarat % Kumulatif (%) (%) ASTM C-33 0 0 100 100 5.70 5.70 94.30 90-100 47.24 52.93 47.07 40-70 42.04 94.97 5.03 0-15 5.03 100 0 0-5 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 100 653.60
Tabel 4.4 selnjutnya dibuat kurva gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
100 90
kum ulatif lolos %
80 70
%lolos kumulatif
60 50
batas bawah
40 30
batas atas
20 10 0 0
4
8
12
16
20
ukuran saringan (mm)
Gambar 4.2. Kurva gradasi agregat alami batu pecah
Agregat kasar batu pecah memiliki tekstur dan kualitas lebih baik bila dibandingkan agregat kasar daur ulang dari limbah beton. Secara visual agregat kasar batu pecah dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Agregat kasar batu pecah
4.1.2.2 Hasil Pengujian Agregat Kasar Alami Batu Bulat
Tabel 4.5 menyajikan hasil pengujian terhadap agregat kasar alami batu bulat meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi agregat kasar. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5. Hasil pengujian agregat kasar batu bulat Jenis Pengujian
Hasil Pengujian
Standar
Kesimpulan
Bulk Specific Gravity
2,43 gr/cm 3
-
-
Bulk Specific SSD
2,52 gr/cm 3
-
-
Apparent Specific Gravity
2,65 gr/cm 3
-
-
Absorbtion
3,23 %
-
-
Abrasi
45,33%
Maksimal 50 %
Memenuhi syarat
Modulus Halus Butir
5,66
5-8
Memenuhi syarat
Tabel 4.6 menyajikan hasil pengujian analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar batu bulat sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran A.
Tabel 4.6. Hasil pengujian gradasi agregat kasar batu bulat Ukuran ayakan (mm) 19 12.5 9.5 4.75 2.36 1.18 0.85 0.3 0 Jumlah
Berat tertahan Berat lolos kumulatif gram % Kumulatif (%) (%) 0 0 0 100 287 9.61 9.61 90.39 1477 49.45 59.06 40.94 1139 38.13 97.19 2.81 84 2.81 100 0 0 0 100 0 0 0 100 0 0 0 100 0 0 0 100 0 2987 100 665.85
Syarat ASTM C-33 100 90-100 40-70 0-15 0-5 -
Kurva gradasi agregat kasar batu bulat dan batas gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 ditunjukkan dalam Gambar 4.4.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
100
Kum ulatif lolos %
90 80 %lolos kumulatif
70 60
batas bawah
50 40
batas atas
30 20 10 0 0
4
8 12 Ukuran saringan (mm)
16
20
Gambar 4.4. Kurva gradasi agregat batu bulat
Agregat kasar batu bulat diperoleh dari penambangan batu kali di daerah Karanganyar. Secara visual batu bulat memiliki pori-pori yang banyak dan lebih besar dari pada batu pecah. Sehingga agregat batu bulat lebih porous dan absorbsinya besar. Batu bulat memiliki sifat lebih rapuh dari pada agregat batu pecah, hal ini dimungkinkan karena batu bulat bercampur dengan batu padas(clay) dari sungai. Agregat kasar batu bulat dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Agregat kasar alami batu bulat
4.1.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar Daur Ulang Pengujian terhadap agregat kasar daur ulang yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi commit to user agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.7.
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.7. Hasil pengujian agregat kasar daur ulang Hasil
Jenis Pengujian
Pengujian
Standar
Kesimpulan
Bulk Specific Gravity
2,2 gr/cm3
-
-
Bulk Specific SSD
2,32 gr/cm 3
-
-
Apparent Specific Gravity
2,52 gr/cm 3
-
-
Absorbtion
5,6 %
-
-
Abrasi
38%
Maksimal 50 %
Memenuhi syarat
Modulus Halus Butir
5,37
5-8
Memenuhi syarat
Tabel 4.8 menyajikan hasil pengujian analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar daur ulang sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran A.
Tabel 4.8. Hasil pengujian gradasi agregat kasar daur ulang Ukuran ayakan (mm) 19 12.5 9.5 4.75 2.36 1.18 0.85 0.3 0 Jumlah
gram 0 97 1076 1487 328 0 0 0 0 2988
Berat tertahan Berat lolos kumulatif % Kumulatif (%) (%) 0 0 100 3.25 3.25 96.75 36.01 39.26 60.74 49.77 89.02 10.98 10.98 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 100 631.53
Syarat ASTM C-33 100 90-100 40-70 0-15 0-5 -
kurva gradasi dan batas gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 ditunjukkan dalam Gambar 4.6.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
100 90 kum ulatif lolos%
80 70
%kumulatif lolos
60
batas bawah
50 40
batas atas
30 20 10 0 0
4
8 12 16 ukuran saringan (mm)
20
Gambar 4.6. Kurva gradasi agregat daur ulang
Agregat kasar daur ulang diperoleh dari pemecahan limbah beton. Tekstur agregat kasar daur ulang tampak lebih porous karena adanya retak mikro akibat proses pembuatannya dan adanya lekatan pasta semen yang masih menempel pada agregatnya bila dibandingkan agregat normal. Secara visual agregat kasar normal dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Agregat kasar daur ulang
4.2. Rancang Campuran Beton SCC Perhitungan rancanh campuran (mix design) adukan beton menggunakan metode Okamura dan Ozawa, yaitu menggunakan perbandingan kebutuhan agregat kasar maupun halus yang sudah di trial mix terlebih dahulu sehingga diperoleh commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebutuhan bahan untuk 1 m3 beton seperti pada Tabel 4.9 dan untuk satu kali adukan setiap variasi pada tabel 4.10. Tabel 4.9. Proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi per 1 m3 Agregat Agregat Nama No Jenis agregat kasar daur ulang Sampel kg kg 1 APD Batu pecah 514.00 2 ABD Batu bulat 3 APD20 Batu pecah 411.20 102.80 4 ABD20 Batu bulat 5 APD40 Batu pecah 308.40 205.60 6 ABD40 Batu bulat 7 APD60 Batu pecah 205.60 308.40 8 ABD60 Batu bulat 9 APD80 Batu pecah 102.80 411.20 10 ABD80 Batu bulat 11 AD100 Daur ulang 514.00
Pasir Semen Fly ash kg
kg
kg
Silica fume kg
Air kg
Superplas tizicer kg
800
660.98 165.25 9.92 217.71
12.39
800
660.98 165.25 9.92 217.71
12.39
800
660.98 165.25 9.92 217.71
12.39
800
660.98 165.25 9.92 217.71
12.39
800
660.98 165.25 9.92 217.71
12.39
800
660.98 165.25 9.92 217.71
12.39
Proporsi kebutuhan bahan untuk satu kali adukan setiap variasi ditunjukkan pada Tabel 4.10 dan secara lengkap perhitungan terdapat pada lampiran B. Tabel 4.10. Proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi tiap 1 kali adukan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Agregat Agregat Nama Jenis agregat kasar daur ulang Sampel kg kg APD Batu pecah 25.70 ABD Batu bulat APD20 Batu pecah 20.56 5.10 ABD20 Batu bulat APD40 Batu pecah 15.42 10.28 ABD40 Batu bulat APD60 Batu pecah 10.28 15.42 ABD60 Batu bulat APD80 Batu pecah 5.10 20.56 ABD80 Batu bulat AD100 Daur ulang 25.70
kg
kg
kg
Silica fume kg
kg
Superplas tizicer kg
40.00
33.05
8.26
0.50
10.89
0.62
40.00
33.05
8.26
0.50
10.89
0.62
40.00
33.05
8.26
0.50
10.89
0.62
40.00
33.05
8.26
0.50
10.89
0.62
40.00
33.05
8.26
0.50
10.89
0.62
40.00
33.05
8.26
0.50
10.89
0.62
Pasir Semen Fly ash
commit to user
Air
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar SCC 4.3.1. Hasil Pengujian Slump Flow
Hasil pengujian slump flow dari masing-masing campuran beton SCC dengan penggunaan campuran agregat kasar alami batu pecah dan agregat daur ulang dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Waktu Alir, diameter alir, dan kecepatan aliran slump flow dari variasi agregat batu pecah dan agregat daur ulang Slump Flow
Nama No
sampel
t500
Diameter sebaran
Kecepatan aliran
(dt)
(mm)
(mm/dt)
1
APD
5,69
760
133,57
2
APD 20
5,94
760
127,95
3
APD 40
10,40
735
70,67
4
APD 60
14,50
740
51,03
5
APD 80
15,77
730
46,29
6
AD 100
16,50
675
40,91
Hasil pengujian slump flow beton segar SCC dengan penggunaan campuran agregat kasar alami batu bulat dan agregat daur ulang ditunjukkan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12. Waktu alir, diameter alir, dan kecepatan aliran slump flow dari variasi agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang Slump Flow
Nama No
sampel
t500
Diameter sebaran
Kecepatan aliran
(dt)
(mm)
(mm/dt)
1
ABD
7,40
745
100,68
2
ABD 20
9,70
735
75,77
3
ABD 40
13,40
690
51,49
4
ABD 60
17,61
680
38,62
5
ABD 80
19,07
665
34,87
6
AD 100
16,50commit to user675
40,91
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar waktu alir t500 slump flow beton segar SCC dengan variasi agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang dan variasi agregat alami batu bulat dan agregat
Waktu alir t500 (detik)
daur ulang ditampilkan pada Gambar 4.8 dan 4.9. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
14.5
15.77
16.5
10.4 5.69
APD
5.94
APD 20 APD 40 APD 60 APD 80 AD 100
sampel
Gambar 4.8. Waktu alir t500 slump flow beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang
Waktu alir t500 (detik)
25 20
17.61
16.5
13.4
15 10
19.07
9.7 7.4
5 0 ABD
ABD 20
ABD 40 ABD 60 sampel
ABD 80
AD 100
Gambar 4.9. Waktu alir t500 slump flow beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang Gambar 4.10 dan 4.11 menampilkan diameter sebaran aliran slump flow beton segar SCC dengan variasi agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang dan variasi agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang.
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
78
Diameter sebaran (cm)
76
76
76 73.5
74
74
73
72 70
67.5
68 66 64 62 APD
APD 20
APD 40 APD 60 sampel
APD 80
AD 100
Gambar 4.10. Diameter sebaran slump flow beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang
Diameter sebaran (cm)
76
74.5
74
73.5
72 69
70 68
68 66.5
67.5
66 64 62 ABD
ABD 20 ABD 40 ABD 60 ABD 80 AD 100 sampel
Gambar 4.11. Diameter sebaran slump flow beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang Gambar kecepatan aliran hasil pengujian slump flow beton segar SCC menggunakan agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang dan agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang ditunjukkan pada Gambar 4.12 dan 4.13. Kecepatan aliran (mm/dt)
160.00 140.00
133.57 127.95
120.00 100.00 70.67
80.00
51.03
60.00 40.00
46.29
40.91
20.00 0.00 APD
APD 20 APD 40 APD 60 APD 80 AD 100 sampel
Gambar 4.12. Kecepatan aliran slump flow beton segar SCC dengan variasi kadar commit user dan agregat daur ulang agregat alami batutopecah
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
120.00
Kecepatan alir an (mm/dt )
100.00
100.68
75.77
80.00 60.00
51.49 38.61
40.00
40.91
34.87
20.00 0.00 ABD
ABD 20
ABD 40 sampel
ABD 60
ABD 80
AD 100
Gambar 4.13. Kecepatan aliran slump flow beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang
4.3.2 Hasil Pengujian J-Ring
Hasil pengujian J-Ring dari masing-masing campuran beton SCC dengan penggunaan campuran agregat kasar batu pecah dan daur ulang dapat dilihat pada Tabel 4.13, sedangkan dengan campuran agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang dilihat pada Tabel 4.14. Tabel 4.13. Waku alir, diameter sebaran, tinggi blocking dan kecepatan alir pada J-ring dari berbagai variasi agregat batu pecah dan agregat daur ulang J-Ring No
Sampel
t500
D
h
v
1
APD
detik 12,92
mm 695
cm 5,0
mm/s 53,79
2
APD 20
22,00
650
5,0
29,55
3
APD 40
46,77
645
3,5
13,79
4
APD 60
42,00
645
3,0
15,36
5
APD 80
65,00
645
2,0
9,92
6
AD 100
72,85
575
1,5
7,89
Keterangan: t500
: Waktu alir beton segar SCC mencapai sebaran 500 mm.
D
: Diamenter sebaran alir beton segar SCC.
h
: Tinggi blocking di celah tulangan J-Ring.
v
: Kecepatan aliran beton segar SCC.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.14. Waku alir, diameter sebaran, tinggi blocking dan kecepatan alir pada J-ring dari berbagai variasi agregat batu bulat dan agregat daur ulang J-Ring No
Sampel
t500
D
h
v
detik
mm
cm
mm/s
1
ABD
13,46
725
3,3
53,86
2
ABD 20
25,80
715
3,0
27,71
3
ABD 40
49,60
610
2,5
12,30
4
ABD 60
60,62
580
2,5
9,57
5
ABD 80
72,68
560
2,5
7,71
6
AD 100
72,85
575
1,5
7,89
Keterangan: t500
: Waktu alir beton segar SCC mencapai sebaran 500 mm.
D
: Diamenter sebaran alir beton segar SCC.
h
: Tinggi blocking di celah tulangan J-Ring.
v
: Kecepatan aliran beton segar SCC.
Gambar 4.14 dan 4.15 menampilkan waktu alir (t500) pada pengujian J-Ring beton segar SCC menggunakan agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang dan menggunakan agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang.
W akt u alir t 50 0 (de tik)
80
72.85 65
70 60 46.77
50
42
40 30 20
22 12.92
10 0 APD
APD 20
APD 40 APD 60 sampel
APD 80
AD 100
Gambar 4.14. Waktu alir (t500) J-ring pada beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
80 W aktu alir t500 (detik)
70
72.68
72.85
ABD 80
AD 100
60.62
60
49.6
50 40 25.8
30 20
13.46
10 0 ABD
ABD 20
ABD 40
ABD 60
sampel
Gambar 4.15. Waktu alir (t500) J-ring pada beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang Gambar 4.16 dan 4.17 menampilkan diameter sebaran aliran J-Ring beton segar SCC dengan variasi agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang dan variasi agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang.
Diamet er se baran (cm)
80 70
69.5
65
64.5
64.5
64.5 57.5
60 50 40 30 20 10 0 APD
APD 20
APD 40 sampel
APD 60
APD 80
AD 100
Gambar 4.16. Diameter sebaran J-ring pada beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang 80
72.5
71.5
Diameter sebaran (cm)
70
61
60
58
56
57.5
ABD 60
ABD 80
AD 100
50 40 30 20 10 0 ABD
ABD 20
ABD 40 sampel
Gambar 4.17. Diameter sebaran J-ring pada beton segar SCC dengan variasi commit to user kadar agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar tinggi blocking pada tulangan J-Ring beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang dan agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 4.18 dan 4.19.
Tinggi blocking (cm)
6 5
5
5
4
3.5
3
3 2
2
1.5
1 0 APD
APD 20
APD 40 sampel
APD 60
APD 80
AD 100
Gambar 4.18. Tinggi blocking J-ring pada tulangan beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang 3.5
3.3 3
Tinggi blocking (cm)
3
2.5
2.5
2.5
2.5
2 1.5
1.5 1 0.5 0 ABD
ABD 20
ABD 40
ABD 60
ABD 80
AD 100
sampel
Gambar 4.19. Tinggi blocking J-ring pada tulangan beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang
Gambar 4.20 dan 4.21 menjukkan gambar kecepatan aliran J-Ring beton segar SCC dengan varisai kadar agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang dan variasi agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ke ce patan aliran (m m/ dt)
60.00
53.79
50.00 40.00 29.55
30.00 20.00
13.79
15.36
10.00
9.92
7.89
APD 80
AD 100
0.00 APD
APD 20
APD 40 sampel
APD 60
Gambar 4.20. Kecepatan alir J-ring pada beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu pecah dan agregat daur ulang Ke ce patan aliran (m m / dt)
60.00
53.86
50.00 40.00 27.71
30.00 20.00
12.30
10.00
9.57
7.71
7.89
ABD 60
ABD 80
AD 100
0.00 ABD
ABD 20
ABD 40 sampel
Gambar 4.21. Kecepatan alir J-ring pada beton segar SCC dengan variasi kadar agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang
4.3.3 Hasil Pengujian L-Box
Hasil pengujian L-box dari masing-masing campuran beton memadat mandiri dengan penggunaan campuran agregat kasar batu pecah dan daur ulang dapat dilihat pada tabel 4.15.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.15. Waktu aliran dan h2/h1 dari berbagai variasi agregat batu pecah dan daur ulang pada uji L-box L-Box t400 detik 18,45
h2/h1 1
No
Sampel
1
APD
t200 detik 8,16
2
APD 20
12,8
23,68
1
3
APD 40
29,00
44,00
1
4
APD 60
34,57
64,00
1
5
APD 80
63,19
133,83
1
6
AD 100
83,20
169,6
1
Tabel 4.16 menyajikan hasil pengujian L-box pada beton segar SCC dengan variasai agregat kasar batu bulat dengan agregat daur ulang. Tabel 4.16. Waktu aliran dan h2/h1 dari berbagai variasi agregat batu bulat dan daur ulang pada uji L-box No
Sampel
t200 detik
L-Box t400 detik
1
ABD
24,00
43,60
1
2
ABD 20
30,30
49,10
1
3
ABD 40
47,60
98,75
1
4
ABD 60
75,51
142,81
1
5
ABD 80
87,21
166,92
1
6
AD 100
83,20
169.60
1
h2/h1 -
Keterangan : t200
: Waktu alir beton segar SCC pada L-box saat mencapai jarak 200 mm dari pintu penghalang.
t400
: Waktu alir beton segar SCC pada L-box saat mencapai jarak 200 mm dari pintu penghalang.
h2/h1 : Rasio self leveling beton segar SCC pada L-box. commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Waktu alir t200 dan t400 beton segar SCC pada pengujian L-box dengan variasi agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang dan variasi agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 4.22 dan Gambar 4.23. Rasio self leveling L-box pada beton segar SCC dengan variasi agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang dan varisai agregat batu bulat dengan agregat daur ulang disajikan pada Gambar 4.24 dan Gambar 4.25
W a k t u a lir2 0t 0d a n 4t 0 0(d t )
200 169.6 160
133.83
120 83.2 80
64
40
18.45 8.16
23.68 12.8
29
44
63.19
34.57
0 APD t200
APD 20 t400
APD 40
APD 60
APD 80
AD 100
sampel
Gambar 4.22. Waktu aliran t200 dan t400 pada L-box beton segar SCC dengan variasi kadar agregat batu pecah dan agregat daur ulang
W a k t u a l2i r0 t0d a n 4t 0 0( d t )
180
166.92
160
169.6
142.81
140 120
98.75
100
75.51
80 60 40
49.1
43.6 24
87.21
83.2
47.6
30.3
20 0 ABD t200
t400
ABD 20
ABD 40 sampel
ABD 60
ABD 80
AD 100
Gambar 4.23. Waktu aliran t200 dan t400 pada L-box beton segar SCC dengan variasi kadar agregat batu bulat dan agregat daur ulang
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
R as io p e r m u k a an 2/ h1h
1.2 1
1
1
1
1
1
1
APD
APD 20
APD 40
APD 60
APD 80
AD 100
0.8 0.6 0.4 0.2 0
sampel
Gambar 4.24. Rasio self leveling L-box beton segar SCC dengan variasi kadar agregat batu pecah dan agregat daur ulang 1.2
Rasio perm ukaan 2/ h h1
1
1
1
1
1
1
1
ABD
ABD 20
ABD 40
ABD 60
ABD 80
AD 100
0.8 0.6 0.4 0.2 0 sampel
Gambar 4.25. Rasio self leveling L-box beton segar SCC dengan variasi kadar agregat batu bulat dan agregat daur ulang
4.3.4 Hasil Pengujian Box- Type
Hasil pengujian box type dari masing-masing campuran beton memadat mandiri dengan penggunaan campuran agregat alami batu pecah dan daur ulang dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 menyajikan hasil uji box type beton segar SCC dengan campuran agregat alami batu bulat dan agregat daur ulang.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.17. Rasio self leveling (h2/h1) beton segar SCC dari berbagai variasi pemakaian agregat batu pecah dan daur ulang pada uji box type Box type
No
Sampel
1
APD
Self leveling h2/h1 1
2
APD 20
1
3
APD 40
1
4
APD 60
1
5
APD 80
1
6
AD 100
1
Tabel 4.18. Rasio self leveling (h2/h1) beton segar SCC dari berbagai variasi agregat batu bulat dan daur ulang pada uji box type Box type
No
Sampel
Self leveling h2/h1
1
ABD
1
2
ABD 20
1
3
ABD 40
1
4
ABD 60
1
5
ABD 80
1
6
AD 100
1
Gambar 4.26 dan Gambar 4,27 menunjukkan rasio self leveling box type beton segar SCC dengan variasi agregat batu pecah dengan agregat daur ulang dan agregat batu bulat dan agregat daur ulang.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
R asio p e r m u kaan 2/ h1 h
1.2 1
1
1
1
1
1
1
APD
APD 20
APD 40
APD 60
APD 80
AD 100
0.8 0.6 0.4 0.2 0 sampel
Gambar 4.26. Rasio permukaan self leveling uji box type beton segar SCC dengan variasi kadar agregat batu pecah dan agregat daur ulang 1.2
Rasio permukaan h2/h1
1
1
1
1
1
1
1
ABD
ABD 20
ABD 40
ABD 60
ABD 80
AD 100
0.8 0.6 0.4 0.2 0 sampel
Gambar 4.27. Rasio permukaan self leveling uji box type beton segar SCC dengan variasi kadar agregat batu bulat dan agregat daur ulang
4.3.5 Hasil Pengujian V-funnel
Hasil pengujian V-funnel dengan penggunaan campuran agregat kasar batu pecah dan daur ulang dan campuran agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang dapat dilihat pada Tabel 4.19 Tabel 4.20.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.19. Waktu tuang beton segar SCC berbagai variasi agregat batu pecah dan daur ulang pada uji V-funnel No
Sampel
1
APD
V-funnel t Detik 30,61
2
APD 20
58,15
3
APD 40
301,00
4
APD 60
445,00
5
APD 80
564,42
6
AD 100
621,50
Tabel 4.20. Waktu tuang beton segar SCC berbagai variasi agregat batu bulat dan daur ulang pada uji V-funnel No
Sampel
V-funnel t Detik
1
ABD
81,00
2
ABD 20
172,00
3
ABD 40
314,00
4
ABD 60
452,69
5
ABD 80
580,00
6
AD 100
621,50
Waktu tuang beton segar SCC pada uji V-funnel dengan variasi agregat batu pecah dengan agregat daur ulang dan agregat batu bulat dengan agregat daur ulang ditunjukkan pada Gambar 4.28 dan Gambar 4.29.
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
W akt u tu ang (d t)
700 564.42
600 500
621.5
445
400
301
300 200 100
30.61
58.15
0 APD
APD 20
APD 40
APD 60
APD 80
AD 100
sampel
Gambar 4.28. Waktu tuang beton segar SCC pada uji V-funnel dengan variasi
W a k tu tu a n g ( d t )
kadar agregat batu pecah dan agregat daur ulang 700 580
600
621.5
452.69
500 400
314
300 172
200 100
81
0 ABD
ABD 20
ABD 40
ABD 60
ABD 80
AD 100
sampel
Gambar 4.29. Waktu tuang beton segar SCC pada uji V-funnel dengan variasi kadar agregat batu bulat dan agregat daur ulang
4.4 Analisa Beton Segar SCC Hasil pengujian slump flow menunjukkan bahwa dengan penggantian agregat alami batu pecah dengan agregat daur ulang akan meningkatkan waktu alir t500 dari 5,69 detik menjadi 16,50 detik untuk penggunaan agregat daur ulang 100% atau meningkat 189,98%. Diameter sebaran slump flow beton segar SCC mengalami penurunan 11,18% dengan penggantian agregat batu pecah dengan agregat daur ulang sebesar 100%. Hasil waktu alir dan diameter tersebut akan didapatkan kecepatan aliran beton segar SCC. Penggunaan agregat daur ulang commit to user 100% akan menurunkan kecepatan aliran sebesar 69,37%.
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Waktu alir t500 slump flow meningkat 122,97%, dari 7,4 detik menjadi 16,5 detik dengan penggunaan 100% agregat daur ulang sebagai pengganti agregat alami batu bulat, diameter sebaran dan kecepatan aliran slump flow mengalami penurunan sebesar 9,40% dan 59,37%.
Penggunaan 100% agregat alami batu pecah dan 100% agregat alami batu bulat juga memiliki perbedaan. Waktu alir t500 dan kecepatan aliran beton segar 100% agregat batu pecah lebih cepat 22,13% dan 32,67% dari pada penggunaan 100% agregat batu bulat dalam campuran beton segar SCC. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan 4.10 serta ditunjukkan pada Gambar 4.8 sampai 4.13 yang menunjukkan bahwa dengan penambahan agregat daur ulang akan menurunkan waktu alir, diameter, dan kecepatan alir.
Pengujian J-Ring juga menunjukkaan bahwa penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan aliran beton segar SCC. Waktu alir J-Ring akan meningkat 46,39% untuk penggunaan 100% agregat daur ulang sebagai pengganti agregat batu pecah dan 44,12% untuk penggunaan 100% agregat daur ulang sebagai pengganti agregat batu bulat. Diameter sebaran yang terjadi mengalami penurunan seperti halnya pengujian slump flow.
Hal ini berbanding terbalik dengan tinggi blocking, dengan penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan tinggi blocking sebesar 60% untuk 100% agregat daur ulang sebagai pengganti agregat batu pecah dan 38,46% untuk 100% agregat daur ulang sebagai pengganti agregat batu bulat. Penurunan tinggi blocking ini dikarenakan gradasi agregat daur ulang yang menunjukkan bahwa 10,98 % berat agregat daur ulang lolos saringan ukuran 4,75 mm, sedangkan untuk agregat batu pecah dan batu bulat hanya 5,03% dan 2,81%. Peningkatan penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti agregat kasar akan meningkatkan jumlah agregat yang berukuran maksimal 4,74 mm sehingga akan lebih mudah melewati tulangan dan menurunkan tinggi blocking di tulangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
Bentuk agregat batu bulat memiliki tinggi blocking yang rendah dari pada agregat batu pecah. Tinggi blocking pada pemakaian 100% agregat batu bulat adalah 3,25 cm, sedangkan tinggi beton segar yang tersangkut pada tulangan J-Ring dengan penggunaan 100% agregat batu pecah sebesar 5 cm. Hasil pengujian J-Ring dapat dilihat pada Gambar 4.14 sampai 4.21.
Waktu alir t200 dan t400 pada pengujian L-box mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kadar agregat daur ulang yang digunakan. Sedangkan rasio self leveling pada pengujian L-box dan box type adalah 1, permukaan yang sama rata setelah beton segar diuji L-box dan box type.
Waktu penuangan beton segar menjadi lebih lambat dengan penambahan agregat daur ulang. Penggunaan agregat batu bulat juga mengakibatkan waktu tuang juga menjadi lebih lambat dari pada beton segar SCC dengan batu pecah. Waktu tuang beton segar SCC dengan batu pecah lebih cepat 62,21% dari pada menggunakan agregat batu bulat untuk pemakaian 100%. Hal ini terlihat pada pengujian Vfunnel pada Gambar 4.28 dan Gambar 4.29.
Hasil pengujian beton segar menunjukkan bahwa dengan penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan pengerjaan, pengaliran beton segar SCC, dan kemampuan mengisi ruang menjadi lebih lambat. Sifat agregat daur ulang memiliki retak mikro yang dikarenakan proses pembuatanya menyebabkan agregat daur ulang lebih porous dan juga kandungan mortar yang terdapat pada agregat daur ulang juga menyebabkan agregat daur ulang memiliki sifat absorbsi yang lebih besar dari pada agregat alami, yaitu 5,37%.
Sifat ini akan mempengaruhi proses pengerjaan beton segar karena kebutuhan air akan menjadi berkurang karena terserap oleh agregat daur ulang. Sehingga dengan penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan proses pengerjaan, diameter sebaran, dan kecepatan aliran beton segar SCC. Hasil pengujian beton segar juga menunjukkan bahwa kinerja beton segar SCC dengan agregat batu pecah lebih baik dari pada menggunakan agregat batutobulat. commit user Hal ini karena sifat agregat batu
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bulat yang memiliki banyak pori sehingga daya serap air menjadi besar dari pada agregat batu pecah.
Kemampuan untuk melewati tulangan dipengaruhi gradasi agregat, semakin banyak agregat yang tidak terlalu besar maka kemampuan melewati tulangan semakin baik. Bentuk agregat juga mempengaruhi blocking yang terjadi pada daerah tulangan. Bentuk agregat yang bulat dan halus lebih mudah melewati tulangan, sedangkan bentuk agregat yang pipih, tidak beraturan, dan kasar akan mudah tersangkut pada tulangan.
Penggunaan fly ash dan silica fume akan meningkatkan workability beton segar karena bentuk fly ash yang bulat dan silica fume yang berbentuk agak bulat. Bentuk fly ash dan silica fume ini akan menyebabkan beton segar SCC lebih mudah mengalir.
Rekapitulasi hasil pengujian beton segar SCC menggunakan agregat batu pecah dan agregat batu bulat dapat dilihat pada Tabel 4.21.
commit to user
37
Tabel 4.21. Hasil pengujian beton segar SCC menggunakan agregat batu pecah dan batu bulat
Nama Sampel APD ABD APD 20 ABD 20 APD 40 ABD 40 APD 60 ABD 60 APD 80 ABD 80 AD 100 t500 = 5.69 dtk t500 = 7.4 dtk t500 = 5.94 dtk t500 = 9.7 dtk t500 = 10.4 dtk t500 = 13.4 dtk t500 = 14.5 dtk t500 = 17.61 dtk t500 = 15.77 dtk t500 = 19.07 dtk t500 = 16.5 dtk D = 76 cm D = 74.5cm D = 76 cm D = 73.5 cm D = 73.5 cm D = 69 cm D = 74 cm D = 68 cm D = 73 cm D = 66.5 cm D = 67.5 cm v = 133.57 mm/dtk v = 100.68 mm/dtk v = 127.95 mm/dtkv = 75.77 mm/dtk v = 70.67 mm/dtk v = 51.49 mm/dtk v = 51.03 mm/dtk v = 38.61 mm/dtk v = 46.29 mm/dtk v = 34.87 mm/dtk v = 40.91 mm/dtk
N0
Pengujian
1
Slump Flow
2
J-Ring
t500 = 12.92 dtk D = 69.5 cm v = 53.79 mm/dtk h = 5 cm
t500 = 13.46 dtk D = 72.5 cm v = 53.86 mm/dtk h = 3.5 cm
t500 = 22 dtk t500 = 25.8 dtk D = 65 cm D = 71.5 cm v = 29.55 mm/dtkv = 27.71 mm/dtk h = 5 cm h = 3 cm
t500 = 46.77 dtk D = 64.5 cm v = 13.79 mm/dtk h = 3.5 cm
t500 = 49.6 dtk D = 61 cm v = 12.30 mm/dtk h = 2.5 cm
t500 = 42 dtk D = 64.5 cm v = 15.26 mm/dtk h = 3 cm
t500 = 242.85 dtk D = 46 cm v = 1.89 mm/dtk h = 3.5 cm
t500 = 72.68 dtk D = 56 cm v = 7.71 mm/dtk h = 2.5 cm
t500 = 72.85 dtk D = 57.5 cm v = 7.89 mm/dtk h = 1.5 cm
3
L-Box
t200 = 8.16 dtk t400 = 18.45 dtk h2/h1 = 1
t200 = 24 dtk t400 = 43.6 dtk h2/h1 = 1
t200 = 12.8 dtk t200 = 30.3 dtk t400 = 23.68 dtk t400 = 49.1 dtk h2/h1 = 1 h2/h1 = 1
t200 = 29 dtk t400 = 44 dtk h2/h1 = 1
t200 = 47.6 dtk t400 = 98.75 dtk h2/h1 = 1
t200 = 34.57 dtk t400 = 64 dtk h2/h1 = 1
t200 = 75.51 dtk t200 = 63.19 dtk t200 = 114.46 dtk t400 = 142.81 dtk t400 = 133.83 dtk t400 = 204.68 dtk h2/h1 = 1 h2/h1 = 1 h2/h1 = 1
t200 = 83.2 dtk t400 = 169.6 dtk h2/h1 = 1
4
Box type
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
h2/h1 = 1
5
V-Funel
t = 30.61 dtk
t = 81 dtk
t = 58.15 dtk
t = 172 dtk
t = 301 dtk
t = 314 dtk
t = 445 dtk
t = 452.69 dtk
t = 564.42 dtk
t = 580 dtk
t = 621 .5 dtk
6
Kadar agregat daur ulang
0%
0%
20%
20%
40%
40%
60%
60%
t500 = 65 dtk D = 64.5 cm v = 9.92 mm/dtk h = 2 cm
80%
80%
100%
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengujian, analisa data dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Penurunan perilaku beton segar antara lain pengerjaan (workability), pengaliran (flowability), dan kemampuan mengisi ruang tergantung dari jumlah agregat daur ulang yang digunakan. Semakin banyak agregat daur ulang yang di gunakan maka kinerja beton segar SCC juga akan semakin menurun. b. Kemampuan melewati tulangan dipengaruhi pada bentuk agregat yang digunakan.
Penggunaan
agregat
daur
ulang
tidak
mempengaruhi
passingability beton segar. Beton segar ini dapat diaplikasikan pada struktur yang memiliki tulangan yang rumit dan rapat atau pada tulangan struktur rumah tahan gempa. c. Kinerja beton segar SCC dengan menggunakan agregat batu pecah lebih baik dari pada menggunakan agregat alami batu bulat. Hal ini diperkirakan karena sifat agregat batu bulat yang memiliki pori yang besar sehingga daya serap air juga meningkat.
5.2. Saran Penelitian ini kiranya perlu dilakukan beberapa koreksi yang diperlukan agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk penelitian selanjutnya antara lain: a. Perlu memastikan bahwa alat-alat yang akan digunakan dalam kondisi baik. b. Perlu diperhatikan volume agregat kasar dan agregat halus yang akan digunakan dalam rancang campur. commit to user
72
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Perlu kehati-hatian dalam penggunaan Superplasticizer (Viscocrete 10) karena sangat sensitif terhadap perubahan viskositas dan jika kadar yang digunakan terlalu besar, maka beton akan cepat mengeras. d. Perlu diperhatikan dalam jenis material yang akan dijadikan agregat daur ulang. Jenis material (limbah konstruksi) akan mempengaruhi sifat dari agregat daur ulang.
commit to user