PEMANFAATAN MATERIAL DAUR ULANG ASPAL BETON UNTUK MATERIAL ASPAL BETON CAMPURAN DINGIN MEMAKAI ASPAL EMULSI Utilization of Recycled Asphalt Pavements for Cold Mixture Asphalt Concrete with Bitumen Emulsion
TESIS Untuk memenuhi sebagian syarat mencapai derajat Magister Teknik Sipil Program Studi Magister Teknik Sipil
Oleh : E M R I Z A L NIM. S 940907106
MAGISTER TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
i
PEMANFAATAN MATERIAL DAUR ULANG ASPAL BETON UNTUK MATERIAL ASPAL BETON CAMPURAN DINGIN MEMAKAI ASPAL EMULSI Utilization of Recycled Asphalt Pavements for Cold Mixture Asphalt Concrete with Bitumen Emulsion
Disusun oleh : E M R I Z A L S 940 907106
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I :
Ir. ARY SETYAWAN, MSc, PhD NIP. 132 134 685
06-01-2009
Pembimbing II :
Ir. DJOKO SARWONO, MT. NIP. 131 974 330
09-01-2009
Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof.Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 131 476 674
ii
PERNYATAAN
Nama NIM
: Emrizal : S940907106
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul
”Pemanfaatan
Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Material Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut. Surakarta,
Februari 2009
Yang membuat pernyataan
Emrizal
iii
ABSTRAK Emrizal, S940907106, 2009, Pemanfaatan Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi. Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Secara konvensional penanganan kerusakan surface dilakukan dengan memberi lapis tambahan sehingga badan jalan semakin tinggi, dan menyisakan persoalan terhadap sistem drainase terutama di perkotaan. Penggunaan teknik daur ulang dengan cara campuran dingin memakai aspal emulsi merupakan alternatif yang cukup potensial untuk diaplikasikan pada pemeliharaan perkerasan jalan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi RAP sesudah melewati masa layan dan mengetahui karakteristik perkerasan lentur yang dihasilkan serta kelayakan pemanfaatan material garukan atau Reclaimed Asphalt Pavement secara campuran dingin memakai aspal emulsi untuk kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, dengan memanfaatkan material eks garukan jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03). Aspal emulsi yang dipakai adalah jenis CSS-1H produksi PT. Hutama Prima, Cilacap. Data primer yang dipakai adalah data penelitian yang dilakukan di laboratorium jalan Raya, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, sedangkan data sekunder merupakan data instansional, dan data penelitian terdahulu yang relevan baik sebagai acuan maupun sebagai pembanding. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa karakteristik dan sifat-sifat struktural material dari bahan bongkaran aspal beton sesuai hasil pemeriksaan ekstraksi dan abrasi sudah mengalami degradasi dan perubahan konsistensi ukuran butir dan proporsi agregat tapi masih dapat digunakan sebagai material perkerasan jalan dengan menambah agregat baru sebagai peremaja. Sedang karakteristik Marshall perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok RAP dengan metode campuran dingin memakai aspal emulsi relatif memenuhi persyaratan, tapi angka porositas terlalu tinggi sehingga perkerasan cenderung bersifat porous. Hasil pengujian menunjukan bahwa kekuatan awal benda uji recycling Gradasi RAP ekstraksi lebih rendah dibandingkan benda uji gradasi RAP tanpa ekstraksi, tapi relatif lebih aman dari resiko terjadinya kerusakankerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan (bleeding, keriting, sungkur, dll). Pemanfaatan material RAP sebagai bahan campuran aspal beton campuran dingin memakai aspal emulsi pada rehabilitasi dan pemeliharaan jalan cukup layak dan memenuhi syarat dengan catatan perlu beberapa koreksi pada JMF agar didapat hasil yang optimum. Kata kunci
: rehabilitasi dan pemeliharaan jalan, daur ulang, coldmix, emulsi.
iv
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Pokok bahasan yang penulis ambil dan sekaligus merupakan judul tesis ini adalah Pemanfaatan Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Material Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi. Tesis ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari batuan banyak pihak, untuk itu perkenankan penulis secara khusus mengucapkan terimakasih dan penghargaan atas bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis antara lain kepada yang terhormat : 1.
Segenap pimpinan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Bapak Ir. Ary Setyawan, MSc(Eng), Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Dosen Pembimbing I.
4.
Bapak Ir. Djoko Sarwono, M.T. Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta sekaligus Pembimbing II.
5.
Seluruh Dosen pengajar Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6.
Kepala Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi, Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM, Departemen Pekerjaan Umum
7.
Pimpinan PT. Hutama Prima untuk penyediaan aspal emulsi
8.
Pimpinan PT. Perwita Karya untuk penyediaan RAP.
Penulis sangat menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna baik secara materi maupun ketajaman pembahasan, untuk itu kritik serta saran yang konstruktif sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tulisan dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkannya. Surakarta, Januari 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul…………………..…………………………………………
i
Halaman Pengesahan Pembimbing….……………………………..………
ii
Halaman Pengesahan Tesis ………………………………………………..
iii
Halaman Persembahan …………………………………………………….
iv
Pernyataan………………………………………………………………….
v
Kata Pengantar……………………………………………………………..
vi
Daftar Isi……………………………………………………………………
vii
Daftar Tabel ………………………………………………………………..
xi
Daftar Gambar……………………………………………………………...
xiii
Daftar Lampiran …………………………………………………………...
xv
Abstrak …………………………………………………………………….
xvi
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN ……………………….………………....
1
A. Latar Belakang .………………………………………...
1
B. Rumusan Masalah… ……….…….…………………….
3
C. Batasan Masalah ………………………………………..
3
D. Tujuan Penelitian.……………………………………….
4
E.
Manfaat Penelitian……………………………………..
5
: LANDASAN TEORI………….……………..……………..
6
A. Tinjauan Pustaka…….………………………………….
6
1.
Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan............
6
2.
Konsep Perkerasan Daur Ulang................................
10
3.
Campuran Aspal Beton ...........................................
13
4.
Aspal Beton Campuran Dingin ................................
14
B. Dasar Teori ......................................................................
16
1.
Lapisan Perkerasan Jalan.....……………………….
16
2.
Bahan Perkerasan Aspal Beton ……………………
17
a.
Aspal/Bitumen ………………………………..
17
b.
Agregat……………………………………….
20
c.
Bahan Pengisi (Filler) ………………………..
23
Bahan Capuran Aspal Dingin…………………..….
24
3.
vi
Halaman
4.
5.
a.
Spesifikasi Aspal Cair/ Aspal Emulsi…………
24
b.
Persyaratan Agregat……………..…………..
26
c.
Persyaratan Bahan Pengisi ……………………
29
Perencanaan Campuran Aspal Dingin. …………….
30
a.
Campuran Dengan Aspal Emulsi……………...
30
b.
Campuran Dengan Aspal Cair Mantap Sedang.
32
Karakteristik Campuran Aspal Beton……………...
33
a.
Stabilitas.…………….......................................
33
b.
Flow...................................................................
34
c.
Durabilitas..........................................................
34
d.
Skid Resistance………………..........................
35
e.
Berat Jenis Campuran (Specific Gravity)……...
35
f.
Kepadatan (Density)..........................................
36
g.
Porositas (VIM)….…........................................
36
h.
Kuat Desak (Unconfined Compressive
36
Strength) ………………………………………
BAB III
i.
Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength) ………………………………………
37
j.
Permeabilitas ………………………………….
37
: METODOLOGI PENELITIAN………………………..........
40
A. Metode Penelitian..............................................……......
40
B. Lokasi Penelitian....................................…………….......
40
C. Waktu Penelitian...................................................
40
D. Teknik Pengumpulan Data...............…………………..
41
1.
Data Primer ………………………………………..
41
2.
Data Sekunder ……………………………………..
41
E. Bahan dan Alat Penelitian................................................
42
1.
Bahan ........................................................................
42
2.
Peralatan …………………………………………...
43
F. Benda Uji………………………………………………..
47
G. Prosedur Pembuatan Benda Uji ………………………...
48
vii
Halaman
BAB IV
1.
Pekerjaan Persiapan ………………………………..
48
2.
Pekerjaan Penentuan Kadar Air Penyelimutan …....
49
3.
Pekerjaan Penentuan Kadar Air Pemadatan ............
50
4.
Pekerjaan Pembuatan Benda Uji ..............................
50
5.
Pekerjaan Pengujian Benda Uji.................................
51
a.
Volumetric Test ................................................
52
b.
Marshall Test.....................................................
52
c.
Indirect Tensile Strength Test ...........................
53
d.
Uncofined Comprenssive Strength Test ………
53
H. Tahapan Penelitian……………………………………....
54
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................
59
A. Hasil Penelitian.....................................................……...
59
1.
Pemeriksaan bahan Bongkaran RAP........................
59
a.
Pengambilan Bahan Bongkaran............……….
59
b.
Pemeriksaan Ekstraksi Bahan Bongkaran.........
59
c.
Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi...............
60
d.
Hasil Pemeriksaan Keausan Agregat RAP........
62
2.
Hasil Pemeriksaan Agregat Peremaja………….......
63
3.
Hasil Pemeriksaan Filler...........................................
64
4.
Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1H................
64
5.
Perencanaan Campuran dari Bahan Bongkaran
65
(RAP)……………………………………………… a.
Kadar Aspal Perkiraan Campuran RAP gradasi
65
b.
Ekstraksi ……………………………………… Kadar Aspal Perkiraan Campuran RAP tanpa
67
6.
Ekstraksi............................................................. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan ............
69
7.
Hasil Pemeriksaan Kadar Air Pemadatan ................
70
8.
Hasil Pengujian Marshall .........................................
72
9.
Penentuan Nilai Kadar Aspal Emulsi Optimum.......
74
10. Hasil Pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) ………………………………………………...
viii
78
Halaman 11. Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength)…...
80
12. Hasil Perhitungan Regangan ………………………
83
13. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas..……………
84
14 Hasil Pengujian Permeabiltas………………………
85
B. Pembahasan............................................................……..
87
1.
Analisis Pemeriksaan Bahan Bongkaran...................
87
2.
Analisis Kadar Air Pemadatan ................................
88
3.
Analisis Nilai Kepadatan (Densitas) ........................
89
4.
Analisis Nilai Porositas Campuran ..........................
91
5.
Analisis Hasil Marshall Propertis Berdasarkan
91
Optimum Bitument Contens...................................... a.
Analisis Stabilitas..............................................
91
b.
Analisis Kelelehan (Flow) ................................
94
c.
Analisis Marshall Quetiont ...............................
95
6.
Analisis Hasil Pengujian UCS...................................
96
7.
Analisis Hasil Pengujian ITS ……………………...
98
8.
Analisis Nilai Regangan …………………………..
100
9.
Analisis Nilai Modulus Elastisitas............................
102
10. Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas ....................
104
11. Rekapitulasi Hasil Penelitian ...................................
104
: KESIMPULAN DAN SARAN...............................................
106
A. Kesimpulan ..........................................................……...
106
B. Saran ................................................................................
107
Daftar Pustaka.......................………………………..……………………....
108
Lampiran ........................................................................................................
110
BAB V
ix
DAFTAR TABEL Halaman 25
Tabel 2.1.
Tipe Aspal Untuk Campuran Beraspal Dingin
Tabel 2.2.
Persyaratan Aspal Emulsi Kationik (AASHTO D M 208-8)
25
Tabel 2.3.
Persyaratan Aspal Cair Mantap Sedang (SNI 03-4799-1998)
26
Tabel 2.4.
Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal Dingin
29
Tabel 2.5.
Sifat-sifat Campuran Beraspal Emulsi
31
Tabel 2.6.
Sifat-sifat Campuran Beraspal Cair
32
Tabel 2.7.
Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Permeabilitas
39
Tabel 3.1.
Jadwal Penelitian Tesisi
40
Tabel 3.2..
Jumlah Benda Uji
48
Tabel 4.1..
Hasil Pemeriksaan Ekstraksi Bahan
60
Tabel 4.2..
Analisa Saringan Agregat RAP Hasil Ekstraksi
60
Tabel 4.3.
Analisa Saringan Agregat RAP Tanpa Ekstraksi
61
Tabel 4.4.
62
Tabel 4.5.
Hasil Pengujian Keausan Dengan Mesin Abrasi Los Angeles Hasil Pemeriksaan Agregat
Tabel 4.6.
Data Berat Jenis Filler
64
Tabel 4.7..
Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1H
65
Tabel 4.8.
Batas Gradasi Gabungan Agregat Hasil Ekstraksi
66
Tabel 4.9.
Batas Gradasi Gabungan Agregat Tanpa Ekstraksi
67
Tabel 4.10.
Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan
69
Tabel 4.11.
Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Ekstraksi
71
Tabel 4.12.
Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi
71
Tabel 4.13.
Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Hasil Ekstraksi Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Tanpa Ekstraksi Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Ekstraksi
73
Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Tanpa Ekstraksi Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Hasil Ekstraksi Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Tanpa Ekstraksi Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Ekstraksi
78
Tabel 4.14. Tabel 4.15. Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.19.
x
63
74 78
79 80 82
Halaman Tabel 4.20. Tabel 4.21. Tabel 4.22. Tabel 4.23. Tabel 4.24. Tabel 4.25. Tabel 4.26. Tabel 4.27.
Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi Hasil Perhitungan Regangan Untuk Campuran Gradasi Hasil Ekstraksi Hasil Perhitungan Regangan Untuk Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Untuk Campuran Gradasi Ekstraksi Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Untuk Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi Hasil Perhitungan Permeabilitas Untuk Campuran Gradasi Ekstraksi Hasil Perhitungan Permeabilitas Untuk Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi Rekapitulasi Hasil Penelitian
xi
82 83 84 85 85 86 87 105
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1.
Penanganan Kegiatan Pemeliharaan (Bina Marga)
7
Gambar 3.1.
Alat Pembuat Benda Uji : Oven dan Compactor
44
Gambar 3.2.
Alat Uji Marshall
44
Gambar 3.3.
Ukuran Bidang Penekanan Pada Uji ITS
45
Gambar 3.4.
Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strength)
45
Gambar 3.5.
Modifikasi Pada Uji UCS (Unconfined Compressive
46
Strength) Gambar 3.6.
Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16
47
Gambar 3.7.
Bagan Alir Penelitian
57
Gambar 4.1.
Grafik Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi
61
Gambar 4.2.
Grafik Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi
62
Gambar 4.3.
Grafik Gradasi Gabungang Agregat RAP Hasil Ekstraksi
66
Gambar 4.4.
Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP Tanpa Ekstraksi
68
Gambar 4.5.
Grafik Persentase Kadar Air Penyelimutan
69
Gambar 4.6.
Kadar Air Penyelimutan Aspal Emulsi
70
Gambar 4.7.
Grafik Kadar Air Pemadatan
71
Gambar 4.8.
Grafik Hubungan Soaked stabilitas dan Kadar Aspal
75
Residu pada Campuran RAP Gradasi Ekstraksi Gambar 4.9.
Grafik Hubungan Soaked stabilitas dan Kadar Aspal
76
Residu pada Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi Gambar 4.10.
Perbandingan Benda Uji Sebelum dan Sesudah Uji
77
Marshall Gambar 4.11.
Perbandingan Benda Uji UCS Sebelum dan Sesudah
80
Pembebanan Gambar 4.12.
Perbandingan Benda Uji ITS Sebelum dan Sesudah
82
Pembebanan Gambar 4.13.
Grafik Perbandingan Kadar Air Pemadatan
88
Gambar 4.14.
Grafik Perbandingan Nilai Densitas
90
Gambar 4.15.
Grafik Perbandingan Nilai Porositas
91
xii
Halaman Gambar 4.16.
Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling
92
Gradasi Ekstraksi Gambar 4.17.
Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling
93
Gradasi Tanpa Ekstraksi Gambar 4.18.
Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi
94
Ekstraksi Gambar 4.19.
Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi
94
Tanpa Ekstraksi Gambar 4.20.
Perbandingan Analisis Marshall Quetiont
95
Gambar 4.21.
Perbandingan Nilai UCS Campuran Gradasi RAP Hasil
97
Ekstraksi Gambar 4.22.
Perbandingan Nilai UCS Campuran Gradasi RAP Tanpa
97
Ekstraksi Gambar 4.23.
Perbandingan Nilai UCS dengan Penelitian Sebelumnya
97
Gambar 4.24.
Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Hasil
99
Ekstraksi Gambar 4.25.
Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa
99
Ekstraksi Gambar 4.26.
Perbandingan Nilai ITS Pengujian dengan DGEMs
100
Konvensional Gambar 4.27.
Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Hasil Ekstraksi
101
Gambar 4.28.
Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Tanpa Ekstraksi
101
Gambar 4.29.
Perbandingan Modulus Elastisitas Gradasi Hasil
102
Ekstraksi Gambar 4.30.
Perbandingan Modulus Elastisitas Gradasi Tanpa
103
Ekstraksi Gambar 4.31.
Perbandingan Nilai Modulus Elstisitas
103
Gambar 4.32.
Perbandingan Nilai Koefisien Permeabilitas
104
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Karakteristik Bahan
Halaman A-1 s/d A-10
Lampiran B
Analisa Saringan RAP Hasil Ekstraksi
B-1 s/d B -4
Lampiran C
Analisa Saringan RAP Tanpa Ekstraksi
C-1 s/d C-3
Lampiran D
Analisa Saringan Agregat Baru
D-1 s/d D-3
Lampiran E
Job Mix Formula Campuran Gradasi Hasil
E-1 s/d E-11
Ekstraksi Lampiran F
Job Mix Formula Campuran Gradasi Tanpa
F-1 s/d F-12
Ekstraksi Lampiran G
Analisa Marshall
G-1 s/d G-11
Lampiran H
Data JMF Eksisting
H-1 s/d H-3
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam memperbaiki dan membangun kehidupan masyarakat. Kontribusinya besar dalam rangka membina kehidupan dan keutuhan bangsa dan negara, meliputi aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan keamanan. Sejauh ini masih banyak persoalan mendasar tentang pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan di Indonesia yang belum terselesaikan. Terbatasnya biaya pembangunan dan pemeliharaan yang bisa disediakan pemerintah, beban kendaraan yang susah untuk dikendalikan, pengaruh iklim tropis mempercepat kerusakan perkerasan jalan, akan berdampak kepada rendahnya kinerja perkerasan jalan. Pada akhirnya kondisi ini akan mengakibatkan tingginya biaya operasi kendaraan (vehicle operating cost) sehingga harga komiditi menjadi lebih mahal. Secara konvensional penanganan kerusakan perkerasan seperti keausan, retak, bleeding, gelombang dan kerusakan surface lainnya dilakukan dengan memberi lapis tambahan (overlay) di atas perkerasan lama. Pelapisan ini akan berulang secara periodik sehingga badan jalan semakin tinggi, disamping mengurangi estetika juga mengakibatkan terganggunya sistem drainase terutama pada jalan-jalan di daerah perkotaan.
1
2
Penanganan dengan pola lapis tambahan juga dinilai memerlukan material baik aspal maupun agregat yang
banyak, sementara perolehan agregat semakin
langka, disamping itu harga aspal cenderung naik, seiring dengan naiknya harga minyak bumi. Penggunaan teknik daur ulang sangat potensial untuk diterapkan pada rehabilitasi dan pemeliharaan perkerasan jalan dimana dari hasil uji pit yang sudah dilaksanakan pada perkerasan jalan beraspal di wilayah perkotaan dan jalan-jalan utama di Indonesia pada umumnya mempunyai ketebalan lebih besar dari 10 cm. Sedangkan kadar aspal rata-rata untuk beton aspal sekitar 5,5-6,5%, (Soedarmanto & Dardak, 1991). Secara teknis proses daur ulang bisa dilakukan bila nilai sisa struktur minimal 40%,
sehingga bahan dan material perkerasan yang akan didaur ulang secara
kualitas masih layak untuk dipergunakan (penambahan dari agregat baru dan aspal baru tidak terlalu banyak), sehingga masih menguntungkan dari segi ekonomis dan dalam proses pengerjaannya. Teknik daur ulang ini dilaksanakan dengan menggaruk lapis permukaan jalan dengan ketebalan tertentu, menggemburkan dan mencampurkan secara panas ataupun dingin dengan menambahkan aspal, agregat dan asphalt modifier bila perlu. Kemudian menggelarnya di atas jalan lama tanpa terjadi penambahan tinggi permukaan. Pencampuran secara panas (hot mix) ataupun dingin (coldmix) pada dasarnya memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri, namun hotmix yang populer pada
3
penanganan jalan di Indonesia dinilai tidak cukup ramah lingkungan dan tidak hemat energi dimana proses pembakaran yang dilakukan menggunakan energi yang cukup banyak serta menyebabkan polusi udara. Untuk itu perlu dikembangkan inovasi dan teknologi yang menghasilkan efisiensi, optimalisasi pemanfaatan bahan, pengembangan bahan alami, dan ramah lingkungan serta perkerasan yang berkualitas terutama untuk program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan pada daerah yang memiliki quary agregat terbatas. Salah satu alternatif mengatasi permasalahan itu penggunaan teknik daur ulang dengan aspal emulsi. Aspal emulsi mempunyai bentuk fisik cair sehingga mudah untuk dihamparkan, tidak perlu dibakar sehingga bebas polusi dan mengurangi pemakaian BBM. Pelaksanaan campuran aspal emulsi bisa dilakukan dengan mesin pencampur aspal untuk pekerjaan skala besar, dan juga bisa dilakukan dengan peralatan pencampur sederhana (beton mollen) dan dilakukan di lapangan (insitu) untuk pekerjaan skala kecil. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah komposisi, gradasi dan keausan material dari bahan bongkaran aspal beton setelah melewati pembebanan selama umur pelayanan. 2. Bagaimanakan karakteristik perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok reclaimed asphal pavement pada perencanaan aspal beton campuran dingin. 3. Apakah Reclaimed Asphalt Pavement
masih layak dipakai sebagai material
perkerasan jalan untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
4
C. Batasan Masalah Untuk mendapatkan hasil yang lebih fokus dan terarah maka penelitian ini dibatasi hanya meliputi : 1. Bahan daur ulang aspal beton memakai material garukan Jalan Yogyakarta – Prambanan (BP – 03) 2. Aspal emulsi memakai produksi PT. Hutama Prima Cilacap dengan tipe CSS-1H. 3. Perkerasan lentur yang direncanakan adalah campuran dingin asphalt concrete atau dense grade emulsion mixtures (DGEMs). 4. Pengujian menggunakan metode Marshall, ITS (Indirect Tensile Strenght), dan UCS (Uncofined Compressive Strenght) serta Uji Permeabilitas . 5. Pemadatan yang dilakukan untuk tiap sisi benda uji adalah 75 kali tumbukan. 6. Air yang dipakai untuk penelitian adalah dari PDAM Surakarta. 7. Penelitian dan validasi data dilakukan pada kondisi laboratorium. D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui komposisi, gradasi dan keausan material dari bahan bongkaran aspal beton setelah melewati pembebanan selama umur pelayanan. 2. Mengetahui karakteristik perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok reclaimed material pada perencanaan aspal beton campuran dingin. 3. Mengetahui kelayakan Reclaimed Asphalt Pavement sebagai material perkerasan jalan untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
5
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Dapat memberi solusi dan alternatif
dalam mengatasi keterbatasan material
perkerasan jalan sebagai sumber daya yang tidak bisa diperbaharui dengan memanfaatkan material bongkaran seoptimal mungkin. 2. Terjaganya geometri, elevasi permukaan, drainase, trotoar, serta utilitas jalan lainnya dari penambahan lapis perkerasan secara overlay. 3. Dapat memberikan solusi dan alternatif penerapan pembangunan yang ramah lingkungan serta pemakaian energi (bahan bakar) seminimal mungkin karena dilakukan dengan campuran dingin. 4. Menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembanganan keilmuan di bidang rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan sipil khususnya di bidang jalan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang dilakukan dalam penulisan dan penelitian pemanfaatan material daur ulang aspal beton untuk material aspal beton campuran dingin memakai aspal emulsi ini adalah tentang lapis perkerasan secara umum dan lapis perkerasan lentur khususnya serta sifat-sifat material perkerasan beton aspal yaitu agregat dan aspal secara fisik. 1. Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan Lapisan perkerasan jalan selalu cenderung mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan. Maka untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi dan mempertahankannya pada tingkat yang layak, perlu dikelola pemeliharaannya dengan baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi sepanjang waktu. Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan yang mudah, lebih-lebih pada saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Pemeliharaan jalan didefinisikan sebagai fungsi pelayanan, perbaikan dan pemulihan jalan dan menjaga jalan dalam kondisi yang aman, nyaman dan ekonomis selama masa pelayanannya. Tidak termasuk dalam pemeliharaan adalah aktivitas pembangunan kembali (rekonstruksi) dan rehabilitasi yang lebih besar (major rehabilitation). Meskipun dilaksanakan usaha pemeliharaan yang hati-hati
6
7
dan mantap, kemampuan pelayanan (service ability) jalan akan tetap mengalami kemunduran, sehingga ada saatnya jalan memerlukan rehabilitasi yang lebih besar (Wright dan Pequette, 1979). Secara jelas konsep penanganan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut. Nilai Kemantapan
IP0
Pembangunan Jalan
Peningkatan Penunjangan
Rehabilitasi IPt
1 2
Waktu Tingkat Pelayanan Mantap Tingkat Pelayanan tidak Mantap Tingkat Pelayanan Tidak Terukur 1 Batas Kemantapan 2 Batas Kekritisan
Gambar 2.1. Penanganan Kegiatan Pemeliharaan (Bina Marga). Pada awal masa layan atau saat jalan baru selesai dibangun maka nilai kondisi fisik jalan adalah mantap dan diharapkan mampu memberikan pelayanan selama umur rencana. Agar kondisi pelayanannya dapat dipertahankan dan menurun secara wajar seperti yang diperhitungkan maka perlu dilakukan perawatan jalan yaitu kegiatan
8
merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan setempat secara terencana sesuai dengan kebutuhan. Rehabilitasi jalan dilakukan pada setiap kerusakan diluar perhitungan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan secara tidak wajar pada segmen tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap. Penunjangan jalan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan jalan pada kondisi tidak mantap atau kritis, agar tetap berfungsi melayani lalu lintas. Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan jalan yang bersifat darurat. Peningkatan jalan dilakukan untuk memperbaiki kondisi jalan yang kemampuannya tidak mantap atau kritis, sampai suatu kondisi pelayanan yang mantap sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan struktural jalan sesuai dengan umur rencana. Kondisi pelayanan mantap adalah kondisi pelayanan konstruksi sejak awal umur rencana (IP0 ) sampai dengan kondisi pelayanan pada batas kemantapan atau akhir umur rencana (IPt), dengan penurunan nilai kemantapan wajar. Yang termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Baik (B) dan sedang (S). Kondisi pelayanan tidak mantap adalah keadan jalan yang berada diantara batas kemantapan sampai dengan batas kritis. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi rusak (R ) atau kurang baik (KB). Kondisi kritis adalah keadaan dengan nilai kemantapan mulai dari batas kekritisan sampai dengan tidak terukur, dimana kondisi tersebut penyebabkan kapasitas jalan menurun. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Rusak Berat (RB) atau Buruk.
9
Menurut Organisation for Economic Co-Operation and Development terdapat hubungan yang erat dan nyata antara pembangunan dan pemeliharaan jalan jika ditinjau dari segi pembiayaan. Suatu jalan yang dibuat secara benar akan menghemat biaya pemeliharaan. Sebaliknya suatu standar perencanaan yang rendah akan mengurangi pembiayaan awal, tetapi biaya pemeliharaan akan menjadi tinggi Untuk itu harus dilakukan optimasi dengan mengingat studi ekonomi antara biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh serta pengetahuan tentang konsep konsep pemeliharaan (OECD, 1978). Oglesby dan Hicks pada bukunya Highway Engineering menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemeliharaan (maintenance) dan rehabilitasi (Oglesby dan Hicks, 1932). Hal yang sama dikemukakan oleh Wright dan Pequeete bahwa pemeliharaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencegahan (preventive) dan perbaikan (correction), sedangkan rehabilitasi merupakan tindakan perbaikan yang bersifat lebih luas terdiri dari : 1) Reconstruction, yaitu penggantian sistem lapis perkerasan yang ada dengan lapis perkerasan baru, 2) Overlay, yaitu penempatan lapis permukaan di atas sistem lapis perkerasan yang sudah ada, dan 3) Recycling, yaitu pengolahan kembali bahan lapis perkerasan yang sudah ada dan memasangnya kembali (Wright dan Pequeete, 1979).
10
Umur pelayanan perkerasan beraspal tergantung pada beberapa faktor antara lain jumlah dan berat beban lalu lintas, cuaca, kualitas material, kekuatan sub grade, drainase serta kualitas struktur lapis perkerasan itu sendiri. Pemeliharaan yang tepat pada waktunya akan dapat memperpanjang umur pelayanan lapis perkerasan. (The Asphalt Institute, IMS-20, 1981). 2. Konsep Perkerasan Daur Ulang
Konsep perkerasan daur ulang
pada dasarnya merupakan upaya untuk
melakukan penghematan energi dan bahan perkerasan seperti aspal dan agregat. Metoda daur ulang menjadi suatu pilihan yang menarik untuk rehabilitasi perkerasan. Daur ulang meliputi pengelupasan perkerasan, penghancuran, penambahan aspal atau bahan peremaja dan agregat baru jika diperlukan (Epps, 1980). Salah satu keuntungan dari perkerasan beraspal atau lentur dibandingkan dengan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah material aspal dapat didaur ulang. Aspal yang menyelimuti material perkerasan dapat dilunakkan kembali kemudian digunakan beberapa kali baik dengan menambahkan aspal baru, agregat baru maupun bahan peremaja dengan berbagai metode pelaksanaan. Walaupun aspal dan agregat telah kehilangan beberapa sifat-sifatnya karena oksidasi, volatilisasi maupun pengaruh cuaca yang lain selama masa layan, namun kehilangan sifat-sifat ini relatif kecil pada lapis perkerasan dimana rongga udara lebih kecil dari 5%. Pada beberapa kasus, kedalaman yang lebih besar dari 1/4 inchi (± 0,6 cm) dari permukaan lapis keras, material aspal akan masih memiliki komposisi yang sama seperti saat pertama kali dihamparkan (Simanski, 1978).
11
Metode daur ulang juga bisa diterapkan untuk perbaikan kerusakan pada lapis pondasi. Lapis pondasi perkerasan lentur umumnya terdiri atas lapis yang tidak diberi aspahlt treatment (granular base course) dan lapis permukaan dengan bahan aspal. Pada awal pembangunan keduanya dalam kondisi baik, nilai struktural lapis perkerasan beraspal kurang lebih 2-3 kali nilai struktural lapis bergranular (Williams. 1978). Teknik daur ulang bisa dilakukan pada perkerasan dengan lapis pondasi tanpa aspal atau granular base course dapat didaur ulang menjadi lapis pondasi beraspal (asphalt base course). Dengan tidak menambah tebal total, nilai struktural lapis perkerasan jalan dapat dinaikan, sehingga dapat memperbaiki serta meningkatkan kapasitas pelayanannya. Metode daur ulang pada dasarnya dapat dilakukan melalui proses campuran panas (hot mix recycling), campuran dingin (cold mix recycling) dan lapis permukaan (surface mix recycling). Proses recycling dapat dilaksanakan insitu (in place) atau pada mesin pencampur aspal (in plant), sedangkan peralatan disesuaikan dengan metode daur ulang yang dipakai. Pada dasarnya perbaikan lapis perkerasan dengan metode daur ulang dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan awal untuk mengetahui kondisi permukaan dan kondisi material perkerasan. Dari pemeriksaan awal ini akan diketahui metode apa yang sesuai untuk digunakan dalam teknik daur ulang maupun cara modifikasi yang harus dilakukan, agar menghasilkan lapis perkerasan daur ulang yang memenuhi kualitas dan kuantitas optimal yang direncanakan.
12
Pengambilan contoh material perkerasan yang akan di daur ulang dilakukan melakukan core drill pada ruas jalan yang akan ditangani. Bahan hasil core drill dari perkerasan, selanjutnya diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui kualitas dan sifatsifat yang dimiliki. Secara garis besar evaluasi bahan-bahan ini dibagi menjadi 3 yaitu : a. Evaluasi campuran perkerasan lama b. Evaluasi agregat c. Evaluasi aspal. a. Evaluasi Campuran Perkerasan Lama Pemeriksaan campuran perkerasan diperlukan untuk mengetaui komposisi material pada campuran dan untuk mengetahui kualitas campuran perkerasan. Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan
tersebut adalah
pemeriksaan maksimum specific gravity, density, dan pemeriksaan ekstraksi. Dari pemeriksaan density akan diketahui kepadatan campuran. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk menentukan volume bahan tambahan dalam proses daur ulang. Besarnya rongga udara dalam campuran dapat dapat dihitung dari pemeriksaan density dan maximum specific gravity. Maksimum specific gravity ini menggambarkan kepadatan campuran yang sesungguhnya atau merupakan berat per unit volume tanpa rongga udara. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk menghitung kepadatan teoritis daur ulang yang direncanakan. Besarnya komposisi agregat dan aspal dalam campuran diperoleh dari pengujian ekstraksi dengan demikian kadar aspal dalam campuran dapat diketahui.
13
b. Evaluasi Agregat. Evaluasi agregat dilakukan setelah pemeriksaan ekstraksi. Agregat yang telah terpisah dari campuran perkerasan diperiksa untuk mngetahui gradasinya. Gradasi agregat ini diperlukan untuk menentukan kombinasi agregat yang harus ditambahkan ke dalam campuran kerja. Persyaratan pokok yang harus dipenuhi oleh batuan yang akan dipergunakan sebagai bahan campuran lapis perkerasan jalan antara lain tahan terhadap kehausan, serta mempunyai kekerasan yang dapat mendukung beban kendaraan. c. Evaluasi Aspal Kandungan aspal dalam campuran perkerasan lama perlu diperiksa untuk mengetahui sifat fisiknya dan kualitas aspal serta seberapa jauh perubahan sifat-sifat fisik akibat pengaruh lingkungan dan pembebanan. 3. Campuran Aspal Beton Aspal beton merupakan suatu bahan lapisan perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat kasar, agregat sedang, dan halus seta bahan mineral sebagai pengisi dengan aspal sebagai pengikat dalam perbandingan yang proporsional dan teliti serta diatur dalam suatu perencanaan campuran. Jika campuran tersebut dibuat dalam perbandingan yang semestinya diharapkan akan menghasilkan lapis perkerasan yang tahan lama dan mampu memikul beban lalu lintas sesuai rencana. Asphalt Institute menyatakan aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambah. Materialmaterial pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan (Asphalt Institute 2001). Aspal beton digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan baik untuk jalan, dengan lalu lintas ringan sampai berat maupun landasan pacu lapangan terbang.
14
Aspal beton juga dibedakan berdasakan jenis aspal yang digunakan : 1) Aspal beton campuran panas (hot mix) aspal yang digunakan adalah aspal keras (asphalt cement) 2) Aspal beton campuran hangat (warm mix) aspal yang digunakan adalah aspal cair (cutback asphalt). 3) Aspal beton campuran dingin (cold mix) aspal yang digunakan adalah aspal emulsi (emulsion asphalt). 4. Aspal Beton Campuran Dingin Campuran beraspal dingin adalah campuran yang terdiri dari aspal dingin (aspal emulsi atau aspal cair) dengan agregat bergradasi menerus, dicampur secara dingin, dan digunakan sebagai lapis permukaan maupun untuk penambalan (patching). Campuran beraspal dingin sebagai lapis permukaan mempunyai nilai struktural dan kedap air. Beberapa keuntungan dari campuran beraspal dingin adalah: 1) Tidak tergantung temperatur campuran karena berupa campuran dingin 2) Campuran dapat disimpan dalam waktu tertentu (tidak cepat mengeras), sangat praktis untuk pekerjaan penambalan. 3) Bertoleransi dalam menggunakan agregat yang lembab/agak basah. 4) Dapat
dilaksanakan
dengan
peralatan
yang
relatif
sederhana
baik
pencampuran maupun penghamparan. 5) Ramah lingkungan karena agregat tidak perlu dipanashan sehingga emisi debu rendah tidak menimbulkan asap. Campuran dingin, yaitu campuran batuan dengan aspal tanpa memerlukan proses pemanasan. Beton aspal campuran dingin atau bisaa disebut Dense Graded
15
Emulsion Mixtures (DGEMs) adalah campuran dari bitumen emulsi (aspal cair, dingin dan siap pakai) dengan agregat bergradasi tertutup dicampur sebagai campuran dingin serta mengandung lebih banyak agregat halus dan filler dibanding agregat kasar (Brown, 1990). Gradasi tertutup yaitu suatu komposisi yang menunjukan pembagian butir yang proporsional mulai dari ukuran terkecil sampai terbesar dengan material penyusunnya yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan .filler. Filler adalah agregat yang lolos saringan No 200, bersifat non plastis. Filler bersifat mendukung agregat kasar bersama dengan agregat halus dan binder. Filler dapat memperluas bidang kontak yang ditimbulkan butiran, sehingga mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser bertambah. Aspal emulsi yaitu aspal yang dilarutkan dalam air melalui proses teknologi tertentu, berwarna coklat kehitaman dan encer. Bahan aspal emulsi adalah dari aspal keras dengan cara mendispersikan ke dalam air dengan bantuan bahan pengemulsi teremulsi homogen. Aspal emulsi mengandung butiran/ tetesan aspal yang terambur/tersebar di dalam air, campuran ini dicampur dengan cara mengemulsikan agents (substansi jenis sabun). Aspal dilarutkan dengan air, hal ini dimaksudkan agar aspal yang dihasilkan lebih encer dan tidak memerlukan permanasan pada saat pencampuran (Wignall, et al, 1999). Campuran emulsi bergradasi terbuka (Open Graded Emulsion Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi tunggal yang digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis permukaan, serta untuk penambalan.
16
B. Dasar Teori 1. Lapisan Perkerasan Jalan Lapisan perkerasan jalan ialah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar (sub grade) dan berfungsi untuk memikul beban lalu lintas selanjutnya diteruskan dan disebarkan ke tanah dasar, sehingga beban yang akan diterima tanah dasar tereduksi dan tidak melebihi daya dukungnya. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jalan harus diperhitungkan dengan matang sehingga mampu mengatasi pengaruh beban lalu lintas maupun kondisi lingkungan. Jenis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu 1) Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal. 2) Perkerasan kaku/tegar (rigid pavement), yaitu perkerasan dengan bahan ikat semen portland. 3) Perkerasan composit (composite pavement), Pada prinsipnya komponen perkerasan lentur terdiri atas tiga bagian : 1) Lapis pondasi bawah (subbase course), 2) Lapis pondasi atas (base course), dan 3) Lapis permukaan (surface course) yang terdiri atas binder course (lapis pengikat) dan wearing course.
17
2. Bahan Perkerasan Aspal Beton Bahan perkerasan jalan terdiri dari agregat sebagai bahan pokok dan bahan pengikat aspal untuk perkerasan lentur (flexible pavement) atau portland semen untuk perkerasan kaku (rigid pavement). Jenis, keadaan fisik, dan kualitas bahan baik untuk perkerasan
lentur maupun kaku harus diperiksa di laboratorium untuk menjamin
kesesuaiannya dengan spesifikasi yang disyaratkan. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan sebab bahan perkerasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kestabilan konstruksi jalan. a. Aspal/ Bitumen Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pclayanan (DPU,1994). Umumnya aspal dapat diperoleh dari alam maupun residu hasil proses destilasi minyak bumi. Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal alam dan aspal buatan. Aspal alam adalah aspal yang terjadi secara alamiah di alam, dapat dibedakan menjadi dua kelompok : 1) Aspal danau (lake asphalt), aspal ini terdapat di danau Trinidad, Venezuela, dan Lawele. Aspal ini tersusun oleh bitumen, mineral dan
18
bahan organik lainnya. Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat tinggi. 2) Aspal batu (rock asphalt) Aspal ini terdapat di Pulau Buton Indonesia dan Kentucky USA. Aspal ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12-35% dari massa batu tersebut dan rnemiliki tingkat penetrasi 0-40. Aspal buatan atau aspal minyak dan merupakan hasil penyulingan minyak bumi. Minyak bumi disuling dengan proses destilasi yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut dengan disertai kenaikan temperatur pemanasan. Aspal minyak dapat dikelompokkan menjadi : 1) Aspal keras (asphalt cement) Aspal yang berbentuk solid pada suhu ruang dan menjadi cair bila dipanashan, maka di dalam penggunaannya perlu dipanashan terlebih dahulu. Persyaratan umum aspal keras adalah berasal dari destilasi minyak bumi, bersifat homogen. Kadar farafin dalam aspal tidak lebih dari 2 %, serta tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanashan sampai 175 C. (Bahan dan Struktur Jalan Raya,1995) 2) Aspal cair (cutback asphalt) Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak seperti minyak tanah, bensin atau solar dan berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair dapat dibedakan menjadi 3 macam :
19
1. Aspal cair cepat mantap (RC, rapid curing), yaitu aspal cair yang cepat menguap dengan bahan pelarut bensin. 2. Aspal cair mantap sedang (MC, medium curing), yaitu aspal, cair yang memiliki kecepatan menguap sedang dengan bahan pelarut minyak tanah. 3. Aspal cair lambat mantap (SC, slow curing), yaitu aspal cair yang lambat menguap dengan bahan pelarut solar. Aspal cair dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). 3) Aspal Emulsi Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal. Pada proses ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang
mengandung
emulsifier
(emulgator).
Jenis
emulsifier
yang
digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan kecepatan pengikatan maka aspal emulsi dapat dibedakan menjadi : 1. CRS : Cationic Rapid Setting (kecepatan pengikatannya cepat) 2. CMS : Cationic Medium Setting (kecepatan pengikatannya sedang) 3. CSS : Cationic S1ow Setting (kecepatan pengikatannyya lambat) Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas:
20
1. Aspal Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan listrik positif 2. Aspal Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif. 3. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak bermuatan listrik. b. Agregat Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran yang terdiri dari berbagai butiran atau pecahan. Jumlah agregat pada campuran perkerasan umumnya adalah 90 % – 95 % berat, atau 75 % – 85 % volume. Agregat adalah kombinasi dari pasir, krikil, batu pecah, slag atau material lainnya yang digunakan sebagai salah satu bahan untuk pengikat pada campuran beton, macadam, mastic, mortar, plaster dan kegiatan manufaktur lainnya. Agregat merupakan faktor yang paling penting dalam biaya konstruksi perkerasan, berdasarkan hitungan lebih dari 30 % biaya total konstruksi (Kenneth, et al (1998). Agregat yang digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar campuran beraspal, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumus perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3%, berat jenis (bulk specific grafity) agregat kasar dan agregat halus minimum 2,5 dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
21
Agregat menurut ukuran butirnya diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: 1) Agregat kasar (course aggregate), mempunyai ukuran antara 2,36 mm sampai 20 mm, jenisnya; gravel, crushed aggregate atau artificial aggregate. 2) Agregat halus (fine aggregate), mempuyai ukuran antara 0,075 mm sampai 2,36 mm, jenisnya; pasir sungai alam, pasir laut, bottom ash, crushed fines. 3) Agregat pengisi ( fine filler ), mempunyai ukuran antara 2 micron sampai 0,075 mm, jenisnya; limestone powder, ordinary portland cement, fly ash, extract asbuton dan gilsonit. Berdasarkan bentuk butiran, yaitu ada beberapa butiran agregat seperti kubikal (cubical), bulat (rounded), tidak teratur (irreguler) dan lain-lain. Suparma menyatakan bahwa dalam lapis keras agregat dapat diklasifikasikan agregat menjadi : 1) Batuan alam (natural aggregate) terdiri dari gravel, yaitu agregat yang langsung dari quarry, permukaannya bulat mempunyai kelekatan terhadap aspal rendah dan kualitasnya kurang. Agregat ini juga dikenal dengan istilah pit atau benkrun agregat (pitrun) dalam bentuk pasir dan kerikil,
merupakan agregat yang tersingkap
mengalami erosi dan degradasi akibat proses fisika dan proses kimia secara alami.
Hasil proses tersebut kemudian terbawa oleh angin, air, es yang
bergerak dan kemudian diendapkan sebagai tanah/daratan dalam berbagai
22
bentuk. Endapan kerikil tersebut tercampur dengan perbandingan yang tidak teratur dari pasir bahkan lempung. Pasir laut umumnya seragam, sedangkan pasir sungai mengandung sejumlah kerikil, lempung dan lanau. 2) Agregat batu pecah sebagai hasil pengolahan mesin pemecah batu (stone crusher) atau dipecah secara manual kemudian disaring . Hal ini dilakukan untuk meningkatkan mutu agregat baik ukuran butir, gradasi maupun bentuk serta susunan permukaannya dari bulat menjadi bersudut dan kasar mempunyai daya lekat tinggi serta kualitas baik. Pemecahan agaregat yang berasal dari batu gunung dan crushed run berasal dari agregat asal sungai (crushed pit-run). 3) Artificial aggregate, hasil dari manufactured, ini menjadi penting karena ramah lingkungan dan bisaanya berasal dari limbah, seperti: steel slag, bottom ash, crushed brick sythetic aggregate, soil cement, crushed waste concrete, dan granulated waste plastic (Suparma, 2001). Berdasarkan Engineering Properties, yaitu pada cara ini kadang-kadang ditemui pada jenis batu (menurut ilmu batuan) yang sama tetapi sifatnya berbeda. Berdasarkan proses alami terbentuknya batuan, yaitu pada cara ini akan didapat agregat yang berasal dari: 1) Batuan alami: batuan beku (igeous rock), batuan sedimen (sedimentary), batuan metamorf (metamorphic rock). 2) Batuan buatan (artificial rock). 3) Batuan sisa/bekas (waste materials).
23
Berdasarkan tekstur permukaan (surface texture), yaitu tekstur permukaan agregat dapat berbentuk kasar, sedang dan halus. Khusus bahan jalan dari sisa/ bekas dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Kelas I : Bahan yang berpotensi tinggi karena karakteristik bahannya secara alami, contoh : Steel slag, Nicle slag, Demoltion waste, Colliery spoil. 2) Kelas II : Bahan yang memerlukan proses lanjut karena kualitasnya tidak masuk kategori I, contoh : Cooper slag, Quarry waste, Mine refuse, Tyres and Rubbers. 3) Kelas III : Bahan yang tidak masuk kategori I dan II dan hanya digunakan pada kondisi tertentu, contoh : ceramic and refractory waste, mine waste dan waste glass and cullet. 4) Kelas IV: Bahan yang tidak dapat dipergunakan untuk perkerasan jalan, contoh: selain yang termaksud kategori I, II dan III. c. Bahan Pengisi (Filler) Totomiharjo menyatakan filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan no.30 (595 μ) US Standard Sieve dan 65% lewat ayakan no.200 (74 μ). Bahan filler berupa debu batu, kapur, portland cement atau bahan lain (Totomiharjo, 1994). Semen portland, sebagai bahan pengisi (filler) rongga harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki dan tidak menggumpal sehingga akan memberikan ikatan atau senyawa yang lebih baik secara kualitas, kekuatan, tahanan, warna, kehausan. Pengaruh semen dalam campuran perkerasan jalan antara lain adalah kekuatan awal
24
tinggi, reaksi dengan agregat kuat, mengikat dengan cepat, mengurangi bleding dan retak. Sedangkan debu batu (stonedust) yang digunakan sebagai filler harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 034142-1996 harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% dan mempunyai sifat non plastis (Departemen PU, 2007) Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viscositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly dalam meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar rongga udara (air void) dalam campuran. Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi, karena terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan mengakibatkan campuran menjadi getas (brittle) dan akan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan mengakibatkan campuran akan terlalu lunak pada saat cuaca panas (Hatherly, 1967).
3. Spesifikasi dan Persyaratan Bahan Campuran Aspal Dingin a. Spesifikasi Aspal Cair/Aspal Emulsi Campuran beraspal dingin mengunakan jenis aspal emulsi kationik (CSS/CMS) atau aspal cair mantap sedang (MC). Tipe aspal emulsi kationik dan aspal cair mantap sedang (MC) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1
25
Tabel 2.1. Tipe Aspal Untuk Campuran Beraspal Dingin Aspal untuk campuran beraspal dingin
Standar rujukan
Tipe aspal yang digunakan
Aspal Emulsi
Pd. S-01-1995-03
CMS-2, CMS-2h, CSS-1, CSS-1h
Aspal Cair
SNI 03-4799-1998
MC-250, MC-800, MC-3000
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
Persyaratan tipe aspal emulsi kationik (CSS/CMS) atau aspal cair mantap sedang (MC), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3. Tabel 2.2. Persyaratan Aspal Emulsi Kationik (AASHTO D M 208-98) Jenis Aspal Emulsi Jenis Pengujian
CMS-2
CMS-2h
CSS-1
CSS-1h
Min.
Mak.
Min.
Mak.
Min.
Mak.
Min.
Mak.
Kekentalan Saybolt Furol pada 25°C, detik
-
-
-
-
20
100
20
100
Kekentalan Saybolt Furol pada 50°C, detik
50
450
50
450
-
-
-
-
-
1
-
1
-
1
-
1
Test stability penyimpanan 24 jam (%) Kelekatan dan daya tahan terhadap air : - Kelekatan agregat kering - Kelekatan agregat basah
Baik Sedang
Baik Sedang
Muatan listrik
Positif
Positif
Analisa ayakan (saringan #20) (%)
0,10
0,10
Penyulingan : % Minyak terhadap volume emulsi
12
12
Residu (%)
60
65
positif
Positif
0,10
57
0,10
57
Uji terhadap residu : - Penetrasi 25°C, detik, 100 gr 5detik, 100 (d ) ° - Daktilitas 25 C, detik, 5 cm/menit, (cm) 40 - Kelarutan pada Trichlorethilene, (%) 97,5
250
40 40
90
100 40
97,5 97,5 Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
250
40 40 97,5
90
26
Tabel 2.3. Persyaratan Aspal Cair Mantap Sedang (SNI 03-4799-1998) Jenis Aspal Cair Jenis Pengujian Kekentalan kinematic, pada 60°C, Centistokes Titik nyala (TOC), °C Penyulingan: - Penyulingan sampai 225 °C
Metode Pengujian
MC-250
MC-800
MC-3000
Min.
Mak.
Min.
Mak.
Min.
Mak.
SNI 06-6721-2002
250
500
800
1600
3000
6000
SNI 06-6722-2002
66
-
66
-
66
-
-
-
-
-
SNI 06-2489-1991 0
10
- sampai 260 °C
15
55
0
35
0
15
- sampai 315 °C
60
87
45
80
15
75
- sisa pada 360 °C
67
-
75
-
80
-
Daktilitas, 5 cm/menit, cm
SNI 06-2432-1991
100
-
100
-
100
-
Kekentalan absolute pada 60 °C, poise
SNI 03-6440-2000
300
1200
300
1200
300
1200
Kelarutan dalam TCE, % Kadar air, (%)
SNI 06-2438-1991
99
-
99
-
99
-
SNI 06-2490-1991
-
0,2
-
0,2
-
0,2
Uji bintik
SNI 03-6885-2002
Penetrasi, 0,1 mm
SNI 06-2456-1991
negatif 120
250
Negatif 120
Pelekatan dalam air, % SNI 03-2439-1991 80 80 permukaan Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
Negatif
250
-
-
-
80
-
b. Persyaratan Agregat Agregat yang akan digunakan harus bersih dari berbagai material yang tidak diinginkan, sebaiknya digunakan agregat hasil produksi dari mesin pemecah batu agar keseragaman ukuran agregat dapat terjamin. Untuk coldmix menggunakan aspal emulsi kadar air agregat yang diperbolehkan 3% atau lebih dan kadar air untuk campuran dingin dengan menggunakan aspal cair mantap sedang harus kurang dari 3%. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3%. Berat jenis agregat kasar dan agregat halus minimum 2,5 dengan perbedaan tidak boleh lebih dari 0,2. 1) Agregat Kasar Agregat kasar adalah yang tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan lain yang tidak
27
dikehendaki lainnya. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Nilai abrasi maksimum 40% (SNI 03-1971-1990) b. Kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95% (SNI 03-2439- 1991) c. Indek kepipihan maksimum 10% (ASTM D-4791) d. Butiran yang memiliki 2 bidang pecah minimum 65%. 2) Agregat halus Agregat halus dapat berupa pasir alam atau produk mesin pemecah batu yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, bebas dari lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Nilai setara pasir minimum 50% (SNI 03-4428-1997) b. Penggunaan pasir alam maksimum 15%. 3) Gradasi agregat campuran Menurut Asphalt Institute analisa gradasi agregat dan campuran agregat untuk mendapatkan gradasi agregat yang diinginkan merupakan langkah penting dalam merancang campuran aspal panas. Gradasi agregat harus memenuhi persyaratan gradasi dari spesifikasi proyek dan membuat campuran memenuhi kreteria metode desain campuran. Gradasi harus disusun dengan susunan agregat yang paling ekonomis dan dapat memberikan kualitas yang baik (Asphal Institute, MS-2, 1997)
28
Agregat suatu bahan lapis perkerasan yang merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu disebut gradasi agregat. Gradasi terdiri dari : 1. Gradation Master Bands; Gradasi ini mempunyai nilai maksimum dan minimum presentase lolos setiap diameter saringan pada setiap spesifikasi jenis gradasi campuran. Distribusi gradasi agregat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gradasi menerus (well graded), gradasi timpang (gap graded) dan gradasi seragam ( uniform graded). 2. Gradation Control Points (CP) dan Restricted Zone (RZ); Gradasi ini mempunyai batasan yang lebih besar sehingga target gradasi bisa dibuat lebih banyak. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam pekerjaan. Menurut jenisnya gradasi agregat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Gradasi seragam (uniform graded ), gradasi ini mempunyai ukuran butiran yang hampir sama atau sejenis. 2. Gradasi terbuka/timpang (openlgap graded ), terdiri dari agregat halus dalam jumlah yang terbatas sehingga tidak cukup untuk mengisi ruang antara agregat kasar.
29
3. Gradasi rapat/menerus (dense/ well graded ), agregat ini memiliki susunan ukuran butir dari butiran halus hingga butiran kasar, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded). Gradasi agregat gabungan untuk campuran ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat, harus memenuhi batas toleransi yang ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal Dingin Jenis Aspal
Aspal Emulsi (CMS/CSS)
Aspal Cair (MC)
Ukuran Butiran (mm)
19
9,5
19
9,5
Tebal nominal Lapisan (mm)
40
20
40
20
Ukuran Saringan Mm
Persentase agregat terhadap total agregat yang lolos saringan
Inci
25
1”
100
19,0
¾”
80 – 100
12,7
½”
65 – 80
9,5
3/8”
53
- 70
4,75
No.4
30
- 50
2,36
No.8
18
- 34
20
- 35
0,300
No.50
8
- 20
10
- 22
0,075
No.200
2
- 8
2
- 10
3
- 5
3
- 6
3,3
- 5,5
3,9
- 6,2
5,0
- 5,5
5,5
- 6,0
Kadar aspal residu (%)
100 100 75
- 100
60
- 85
95
- 100
100
60
35 - 55
- 75
85
15
- 100 -
- 25
15
-
- 25 -
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
Catatan : - Kadar Total Residu
=
- Kadar aspal cair
=
- Kadar aspal emulsi
=
Kadar aspal residu efektif + % aspal residu yang terabsorsi oleh agregat. 100 x kadar aspal yang diperlukan (100 - % minyak tanah pada aspal cair) 100 x kadar yang diperlukan (100 - % air dalam emulsi)
c. Persyaratan Bahan Pengisi Bahan pengisi jika dibutuhkan dalam gradasi campuran, dapat berupa
30
semen portland, atau bahan serupa lainnya. Penggunaan bahan pengisi maksimum sebesar 2%. 4. Perencanaan Campuran Beraspal Dingin a. Campuran Dengan Aspal Emulsi Langkah-langkah untuk penentuan kadar aspal optimum adalah sebagai berikut: 1) Agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan ketentuan di atas dan gradasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi gradasi agregat pada Tabel 2.4. 2) Aspal emulsi yang digunakan sudah ditentukan tipenya dan harus memenuhi persyaratan pada Tabel 2.2. 3) Air, yang digunakan untuk membasahi agregat yang akan dicampur adalah air tawar yang bersih. 4) Kadar aspal emulsi perkiraan yang direncanakan menggunakan rumus : P = ( 0,05 A + 0,1 B + 0,5 C) x 0,7.………………………….………(2.1) dimana : P = Kadar aspal emulsi rencana A = Persentase agregat tertahan saringan No.8 B = Persentase agregat lolos saringan No.8 tertahan No.200 C = Persentase agregat lolos saringan No.200 5) Persen aspal baru dalam campuran daur ulang dihitung dengan menggunakan rumus :
Pr = P −
( PaxPp) ……………………………….…………..………....…(2.2) R
dimana : Pr = Persen aspal baru dalam campuran daur ulang
31
P = Kadar aspal perkiraan Pa= Persentase aspal dalam RAP Pp= Persentase RAP dalam campuran dinyatakan dalam desimal R = 1,0 untuk asphal cement 0,6 sampai 0,65 untuk aspal emulsi 0,7 sampai 0,8 untuk aspal cut back 6) Menentukan kadar air penyelimutan agregat dengan penambahan air dengan
interval 1% yang dimulai dari keadaan agregat pada kadar air kering permukaan jenuh (ssd). 7) Menetukan kadar air pemadatan dengan memadatkan campuran pada kadar
aspal perkiraan dengan kadar air interval naik 1% dan turun 1 % dari kadar air penyelimutan sebanyak 5 benda uji dan dipadatkan sesuai prosedur Marshall kemudian dilakukan perhitungan volumetrik sehingga didapatkan kadar air pemadatan optimum. 8) Menentukan kadar aspal emulsi optimum dengan menggunakan prosedur
pengujian Marshall modifikasi yaitu benda uji dites pada stabilitas kering dan stabilitas basah setelah benda uji yang direndam selama 4 hari. 9) Buat grafik hubungan variasi kadar aspal residu dengan kepadatan, stabilitas,
rongga terhadap campuran, kelelehan, dan kehilangan stabilitas setelah perendaman selama 4 hari. Tabel 2.5. Sifat-sifat campuran beraspal emulsi Uraian Stabilitas (kg) Rongga terhadap campuran (%)
Persyaratan Min. 300 2–8
Penyerapan setelah 4 hari rendaman (%)
Maks. 4
Kehilangan stabilitas setelah divacuum (%)
Maks. 50
Sumber Puslibang Jalan dan Jembatan
32
b. Campuran Dengan Aspal Cair Mantap Sedang Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan kadar aspal optimum adalah: 1) Agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan dan gradasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi gradasi agregat pada Tabel 2.4. 2) Aspal cair yang digunakan sudah ditentukan tipenya dan harus memenuhi salah satu persyaratan pada Tabel 2.3. 3) Aspal cair pada saat akan dicampur harus dipanaskan terlebih dahulu untuk mencapai viskositas pencampuran yang diinginkan. Temperatur pemanasan sesuai dengan tipe aspal cair sebagai berikut; MC-250 = 60°C, MC-800 = 90°C dan MC-3000 = 100°C. 4) Menentukan kadar aspal cair optimum yang direncanakan, dilakukan dengan menggunakan prosedur pengujian Marshall, dan dipadatkan dengan 50 kali tumbukan untuk setiap sisi. Campuran yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan sifatsifat campuran seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6. 5) Buat
grafik
hubungan
variasi
kadar
aspal
residu
kepadatan, stabilitas, rongga terhadap campuran, kelelehan. Tabel 2.6. Sifat-Sifat Campuran Beraspal Cair Uraian Stabilitas (kg)
Rongga terhadap campuran (%) Sumber : Puslitbang jalan dan Jembatan
Persyaratan Min. 300
2–8
dengan
33
5. Karakteristik Campuran Aspal Beton
Karakteristik campuran aspal beton mesti dapat memberikan jaminan bahwa lapisan perkerasan kuat menahan beban lalu lintas, aman untuk dilalui pemakai, serta juga memiliki tingkat kenyamanan bagi pengendara. a. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi permanen, dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Stabilitas sendiri menunjukan kekakuan campuran. Untuk bebagai agregat stabilitas meningkat seiring dengan kepadatan partikel yang tertekan dan gradasi yang rapat serta pemadatan yang cukup. Asphalt Institute menjelashan bahwa dua sifat yang diperoleh dengan menggunakan metode marshall adalah stabilitas dan kekelahan. Melalui metode marshall juga diperoleh analisa rongga yang dilakukan dengan pengukuran terhadap benda uji dan menghasilkan parameter-parameter seperti, kepadatan (density), VMA (void in mineral aggregate), VITM (void in the mix), VFWA (void filled with asphalt), nilai stabilitas, kelelehan (flow), dan MQ (Marshall Quotient) merupakan hasil bagi stabilitas dan kelelahan. Nilai MQ dipakai sebagai pendekatan tingkat kekakuan dan fleksibilitas campuran (Asphalt Institute MS-2 , 1997). S = p x k x h x 0,4536 .................................................................................(2.3) dimana : S = Stabilitas (kg) p = pembacaan stabilitas alat (lb) k = faktor kalibrasi alat h = koreksi tebal benda uji 0,4536 = konversi satuan dari lb ke kg
34
MQ = S/F ...................................................................................................(2.4) dimana : MQ = Marshall Quotient (Kg/mm) S = Nilai stabilitas terkoreksi F = nilai flow b. Flow
Flow pada pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur (dinyatakan dalam satuan mm). Pengukuran flow dilakukan bersamaan dengan pengukuran stabilitas Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal, viscositas aspal, suhu, gradasi, dan jumlah pemadatan. Nilai flow yang tinggi adalah indikasi sifat campuran elastis dan mampu mengikuti deformasi akibat beban. Flow juga mengindikasikan fleksibelitas campuran , dimana fleksibelitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengunakan gradasi senjang, aspal penetrasi tinggi dan kadar aspal yang tinggi. c. Durabilitas
Suparma menyatakan iklim/ pelapukan
durabilitas (awet) yaitu ketahanan terhadap cuaca/
dan perusakan dari beban roda kendaraan yang masuk dalam
"Durabel" (tahan dan awet). Tahan terhadap pengaruh oksidasi dan suhu udara, tahan terhadap aksi perusakan air, tidak mudah pecah/ kokoh akibat tumbukan roda (resistance to brittle cracking) ( Suparma, 2007). Asphalt Institute menyatakan bahwa durabilitas adalah kemampuan atau daya tahan suatu perkerasan terhadap beberapa faktor seperti perubahan-perubahan dalam
35
bitumen yang disebabkan oleh oksidasi, disintegrasi agregat, dan pelepasan lapisanlapisan bitumen dari agregat akibat kondisi basah dan beban lalulintas (Asphalt Institute, MS-22, 1983) d. Skid Resistance
Skid resistance menunjukkan kekesatan pennukaan untuk mengurangi slip pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan perkerasan walaupun tidak sarnpai tcrjadi aquaplaning. Skid resistance dari aspal porus yang basah pada kecepatan tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis perkerasan lain. e. Berat Jenis Campuran(Specific Gravity)
Berat Jenis Campuran (Specific Gravity) adalah perbandingan antara persen berat tiap komponen pada campuran dan Specific Gravity tiap komponen. Besarnya berat jenis campuran penting untuk menentukan besarnya porositas. Berat jenis campuran (Specific Gravity) diperoleh dari rumus berikut:
SGmix =
100 %Wa %Wf %Wb + + SGagr SGf SGb
…………...…..................…………(2.5)
dimana : SGmix = Specific Gravity (berat jenis) cumpuran (gr/cm3) %W = % Berat tiap komponer pada campuran SG = Specific Gravity tiap komponen (gr/cm3) (agr) = agregat, f =filler, b=aspal)
36
f. Kepadatan (density)
Selain Specific Gravity campuran, untuk menentukan besarnya porositas juga menggunakan densitas (kepadatan) campuran. D=
4Ma πd 2 h
………………………………………………...………..… (2.6)
dimana : D = Berat isi (Densitas) Ma = Berat benda uji di udara d = diameter benda uji h = tebal rata-rata benda uji
g. Porositas (VIM)
Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan. Fungsi utama dari aspal porus yaitu untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan. D ⎤ ⎡ Po = ⎢1 + x100 ⎣ SGmix ⎥⎦
………………..........................................……(2.7)
dimana : Po = Porositas (VIM) benda uji (%) D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3 ) SGmix = Specific gravity campuran (gr/cm3) h. Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test)
Unconfined Compressive Strength Test ini suatu metode untuk mengetahui kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan pembebanan secara vertikal. Hal
37
ini menunjukkan langsung berapa beban yang mampu ditumpu perkerasan di lapangan. Pengujian ini menggunakan mesin Marshall Test yang telah dimodifikasi. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut dilakukan dengan perhitungan rumus : f ' co =
P A
……..........................................………...................……… (2.8)
dimana : f’c = nilai Unconfined Compressive Strength (kPa) P = beban maksimum (KN) A = luas permukaan benda uji tertekan (mm2) i. Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test)
Pengujian kuat tarik tidak langsung bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik dari asphalt concrete. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya retak di lapangan. Sr =
2 Ft …………………………………….…………………….(2.9) 3,14 x(h.d )
dimana : Sr = Gaya tarik tidak langsung Pa (psi) Ft = Kegagalan total beban vertikal N (lb) H = Tinggi benda uji mm (inc) D = diameter benda uji mm (inc) j. Permeabilitas
Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir (fluida)baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas
38
campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm²) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k adalah : …………………………………. ….......(2.10) dimana: γ µ K k
= berat jenis zat alir (gr/cm³) = viskositas zat alir (gr.detik/cm²) = Permeabilitas (cm²) = koefisien permeabilitas (cm/detik)
Permeabilitas campuran asphalt concrete dapat diukur dengan nilai yang menunjukkan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt). Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan dari hukum Darcy dalam Suparma (1997) adalah sebagai berikut : …………………………..…………………......………….. (2.11) Rumus di atas diturunkan menjadi : ……..……………………………………..………….....….... (2.12) ……………………….……….…………………..…......... ( 2.13) ……………………………….……………….....……....... ( 2.14) dimana : q = = debit rembesan (cm³/detik) V = volume rembesan (cm³) T = lama waktu rembesan terukur (detik) i
=
= gradient hidrolik, parameter tak berdimensi
39
h = = selisih tinggi tekanan total, (cm) P = tekanan air pengujian, (dyne/cm²) γair = ρair x g = berat unit, (980,7 dyne/cm²) A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²) Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran Asphalt Concrete (AC) dapat diklarifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam suparma (1997) menetapkan pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti pada tabel 2.7 berikut : Table 2.7. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas
K (cm/detik)
Permeabilitas
1.10-8
Impervious
1.10-6
Practically impervious
1.10-4
Poor drainage
-2
1.10
Fair drainage
1.10-1
Good drainage
Sumber : Mullen, 1967 Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16 yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji. \
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode penelitian pada penulisan tesis ini adalah metode eksperimen, dimana kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium, menggunakan bahan garukan atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03). B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah pada Laboratorium Transportasi JTS-FT Universitas Sebelas Maret Surakarta. C. Waktu Penelitian Penelitian Tesis ini dilakukan mulai minggu pertama Juli 2008 sampai akhir minggu ke dua Desember 2008, jadwal terinci dapat sebagaimana jadwal berikut : Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tesis Bulan No
Kegiatan
Juli
Agust.
Sept.
Okt.
Nop.
Des.
Jan.'09
Feb. Mar.
1234123412341234123412341234123412 1
Pengajuan Proposal
2
Seminar Proposal
3
Pengambilan Sampel Material
4
Pembuatan Sampel di Laboratorium
5
Perawatan Benda Uji
6
Pengujian Benda Uji
7
Analisis data dan Pembahasan
8
Pengajuan Laporan Tesis
9
Seminar Pra Pendadaran
10
Ujian Komprehensif
11
Revisi Tesis
12
Pengumpulan Tesis Final
40
Ket
41
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu pengumpulan data-data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari penelitian ini, sedangkan data sekunder adalah data yang telah tersedia sebelumnya atau data yang diambil dari penelitian lain.
1. Data Primer Data primer yang didapat dari penelitian langsung di laboratorium adalah : 1) Data Pemeriksaan Ekstraksi RAP 2) Data Hasil Abrasi dengan Mesin Los Angeles 3) Data pemeriksaan kadar air penyelimutan 4) Data pemeriksaan kadar air pemadatan 5)
Data pembacaan nilai stabilitas
6)
Data pembacaan nilai flow
7)
Data kadar aspal emulsi optimum (Optimum Bitumen Content)
8)
Data kuat tekan (Unconfined Compressive Strenght)
9)
Data kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strenght)
10) Data Pengujian Permeabelitas
2. Data Sekunder Data sekunder yang telah ada sebelumnya yaitu : 1) Data gradasi agregat 2) Data berat jenis agregat 3) Data berat jenis filler
42
4) Data kadar air dalam aspal emulsi 5) Data berat jenis aspal emulsi 6) Data nilai residu aspal emulsi 7) Data pemeriksaan filler fly ash
E. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain : a) Bahan Bongkaran/Reclaimed Asphalt Pavement Bahan utama percobaan di laboratorium adalah bahan bongkaran lapis perkerasan jalan Yogyakarta – Prambanan (Packege BP-03) yang dibangun pada tahun Anggaran 2000-2001 melalui Heavy Loaded Road Improvement Project – II dibiayai oleh Loan JBIC IP-466. Saat dilakukan pembongkaran untuk proses daur ulang umur pelayanan sudah 9 tahun. b) Aspal Emulsi Aspal emulsi yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal emulsi CSS1 produksi PT.Hutama Prima, Cilacap. c) Agregat Agregat peremaja atau tambahan yang digunakan berasal dari PT. Stone Crusher Masaran. Garadasi yang digunakan adalah gradasi DGEMs dari DPU (Departemen Pekerjaan Umum). d) Filler Filler yang digunakan adalah semen portland
43
e) Air Air digunakan untuk mempermudah pencampuran antara aspal emulsi dan agregat. 2. Peralatan Alat-alat yang digunakan dalam penilitian ini seluruhnya berasal dari Laboratorium Jalan Raya JTS FT-UNS. Alat-alat yang digunakan antara lain : 1) Alat Pembuat Benda Uji a) Satu set saringan (sieve) standar ASTM beserta alat penggetar ( sieve shaker). b) Oven lengkap dengan pengatur suhu. c) Termometer. d) Timbangan triple beam dengan ketelitian 0,1 gram. e) Timbangan digital dengan ketelitian 1 gram. f) Wadah air. g) Satu set alat pencampuran (sendok, dan baskom plastik kecil). h) Plastik bening dengan ukuran 28cm x 15cm. i)
Satu set cetakan (mold) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm dan tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung.
j)
Satu set alat pemadat briket (compactor) yang mempunyai permukaan rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm (l8 inc).
k) Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan sejenisnya), berukuran
kira-kira 20x20x45cm (12"x12"xl") yang dilapisi dengan plat besi 304,8 x 304,8 x 25,4 mm dibagian dasarnya.
44
l)
Oli mesin bekas untuk memudahkan mengeluarkan benda uji dari mold.
m) Dongkrak hidrolis untuk mengeluarkan benda uji dari mold.
Gambar 3.1. Alat Pembuat Benda Uji : Oven dan Compactor 2) Alat Uji Marshall Alat yang digunakan adalah Marshall Test dengan kelengkapan sebagai berikut: a) Ujung penekan (breaking head) berbentuk lengkung. b) Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500-5000 kg dilengkapi dengan arloji
tekan. c) Alat pengukur kelelehan (flow). d) Ember untuk merendam benda uji sebelum dilakukan pengujian.
Gambar 3.2. Alat Uji Marshall
45
3) Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strenght) Alat yang digunakan sama dengan alat uji marshall hanya ada modifikasi pada bidang penekan berbentuk persegi panjang (tidak melengkung) dengan ukuran 80 mm x 12.7 mm dan variasi suhu yaitu suhu ruang (25 °C) dan 40 °C. Variasi suhu di sini adalah untuk mengetahui kuat tarik tidak langsung benda uji di lapangan seperti kita tahu bahwa suhu perkerasan jalan pada siang hari di Indonesia adalah sekitar 40°C. 80 mm
12,7 mm
Gambar 3.3. Ukuran bidang penekan pada uji ITS.
Gambar 3.4. Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strenght)
46
4) Alat Uji UCS (Unconfined Compressive Strenght) Alat yang digunakan sama dengan alat uji marshall hanya ada modifikasi pada bidang penekan datar dengan luas bidang Iebih besar dari benda uji dan posisi benda uji tegak lurus dan variasi suhu yaitu suhu ruang (25 °C) dan 40 °C. Variasi suhu di sini adalah untuk mengetahui kuat tekan benda uji di lapangan seperti kita tahu bahwa suhu perkerasan pada siang hari di Indonesia adalah sekitar 40°C.
Gambar 3.5. Modifikasi Pada Uji UCS (Unconfined Compressive Strenght)
5) Alat Uji Permeabilitas Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari, alat ukur tekanan: 35 kg/cm² (tekanan tinggi) dan 10 kg/cm² (tekanan rendah), tekanan normal: 3-10 kg/cm² (dengan katup pengatur tekanan), tabung gas Nitrogen (N2)m, tangki air pengumpul tekanan, bejana rembesan, tabung pengukur 1000cc
47
Gambar 3.6. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16
5) Alat Penunjang Alat penunjang dalam penelitian ini yaitu sarung tangan, jas laboraturium, kunci L, obeng dan lain-lain. F. Benda Uji Benda uji pada penelitian ini adalah campuran daur ulang cara dingin asphalt concrete ( Dense Graded Emulsion Mixture) berbentuk silinder dengan ukuran diameter 101,45 mm dan berat 1100 gram. Nilai OBC (Optimum Bitumen Content) benda uji harus dicari terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan uji UCS (Unconfined Compressive Strenght) dan ITS (Indirect Tensile Strenght). Untuk jumlah benda uji yang akan dibuat akan disajikan pada tabel di bawah ini :
48
Tabel 3.2. Jumlah Benda Uji No. Jenis Benda Uji/Pengujian
1) 2)
1.
Kadar Air Penyelimutan
2.
Kadar air pemadatan
3.
Penentuan OBC
4.
UCS
5. 6
ITS Uji Permeabilitas
Keterangan
Jumlah Benda Uji
Kadar air :1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan kadar aspal perkiraan Kadar aspal perkiraan dan kadar air perkiraan
5
5
Kadar aspal : + 1 dan -1 2x(3+3) x 5 = 60 1) kadar aspal perkiraan OBC 2x3 x 2=122) OBC 2x3 x2=122) OBC 2x3= 6 Total Benda Uji 105 buah
3 benda uji untuk oven curing dan 3 benda uji untuk soaked conditioning curing. 3 benda uji tiap variasi suhu yaitu 25°C dan 40°C. G. Prosedur Pembuatan Benda Uji
1. Pekerjaan Persiapan Pada tahap persiapan ini diperlukan semua data sekunder, bahan-bahan, alatalat dan urutan pekerjaan sebagai berikut : 1) Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. 2) Menyaring agregat campuran sesuai gradasi spesifikasi rencana. 3) Menentukan kadar aspal emulsi perkiraan. 4) Melakukan penimbangan campuran berdasarkan komposisi perbandingan agregat dan filler yang telah ditentukan untuk masing-masing benda uji. Contoh : Kadar air
: 5 % dari total berat campuran = 55 gram
49
Kadar aspal emulsi perkiraan: 9.25 % dari berat total campuran = 101.75 gram Berat Agregat
: 998.25 gram
Berat total campuran
: 1100 gram
Prosentase berat aspal emulsi dan agregat : 100 % Berat air tidak masuk dalam berat total karena air disini hanya untuk mempermudah proses pencampuran saja. 2. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Penyelimutan Penentuan kadar air penyelimutan bertujuan untuk mencari kadar air dimana agregat dapat dikerjakan dengan mudah dan dapat terselimuti oleh aspal emulsi sebanyak mungkin. Untuk menentukan kadar air penyelimutan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
Menyiapkan campuran agregat dan filler sesuai dengan perbandingan komposisi yang ditentukan.
2)
Menuangkan air ke dalam campuran dengan takaran tertentu, dan mengaduk hingga merata.
3)
Menuangkan aspal emulsi perkiraan pada campuran dan mengaduk kembali campuran hingga merata.
4)
Menghamparkan adukan campuran pada kondisi terbuka selama 24 jam agar kandungan air menguap sehingga dapat lebih jelas mengetahui persen penyelimutan aspal terhadap campuran agregat dan filler.
5)
Mengamati
secara
visual
campuran
tersebut
dan
membuat
tabel
50
perbandingan antara persen kadar air dengan nilai penyelimutan aspal terhadap campuran. Nilai penyelimutan minimal 65% dari luas permukaan agregat. 6)
Mengulangi pencampuran dengan variasi kadar air dengan interval 1%.
3. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Pemadatan Penentuan kadar air pemadatan bertujuan untuk mendapatkan kepadatan yang optimum. Kadar air pemadatan diketahui dengan cara memadatkan beberapa Campuran aspal emulsi pada kadar aspal emulsi perkiraan dan kadar air penyelimutan minimal 65%, kemudian campuran tersebut dipadatkan 2 x 75 tumbukan pada berbagai kadar air yang berasal dari pengurangan kadar air penyelimutan. Setiap variasi kadar air pemadatan dicari nilai kepadatan. Kemudian dibuat grafik hubungan antara kepadatan dan kadar air. Kadar air optimum untuk pemadatan adalah kadar air yang menghasilkan kepadatan campuran optimum. 4. Pekerjaan Pembuatan Benda Uji Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan kadar aspal optimum yaitu berdasarkan pengujian stabilitas campuran pada variasi atas dan bawah kadar air pemadatan dengan cara sebagai berikut : 1) Membuat variasi kadar aspal emulsi dibawah dan di atas kadar aspal emulsi
perkiraan dengan interval 1%. Setiap variasi dipadatkan 2 x 75 tumbukan. 2) Benda uji yang baru dicetak didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang (25°-
30°C), kemudian dikeluarkan dari cetakan 3) Kemudian dilakukan dua prosedur desain curing yaitu :
51
a) Oven curing compacted samples for dry stability test 1.
Benda uji dioven selama 1 hari atau sampai dicapai massa sampel yang konstan.
2.
Benda uji dikeluarkan dari oven, kemudian didiamkan selama 24 jam untuk mencapai suhu ruang.
3.
Dilakukan pengujian marshall untuk mengetahui stabilitas kering.
b) Water coditioning sample for soaked stability test 1. Benda uji dioven selama 1 hari atau sampai dicapai massa sampel yang konstan. 2. Benda uji dikeluarkan dari oven, kemudian direndam selama 4 hari dalam bak perendam (water bath) pada suhu ruang (benda uji direndam seluruhnya kecuali bagian atasnya dibiarkan terbuka) 3. Kemudian benda uji dikeluarkan dari water bath dan dilakukan pengujian marshall untuk mengetahui stabilitas basah 4. Membuat grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan stabilitas kering dan stabilitas terendam. 5. Pekerjaan Pengujian Benda Uji Setelah mengetahui kadar air pemadatan optimum dan kadar aspal optimum, dilakukan pengujian ITS (Indirect Tensile Strenght) dan UCS (Unconfined Compressive Strenght) dengan kadar air pemadatan optimum dan kadar aspal optimum.
52
a. Volumetric Test Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji permukaan kering jenuh seperti prosedur ASTM D 2726. Berat jenuh disini adalah berat benda uji setelah ditumbuk dan sebelum dikeluarkan dari mold, karena bila direndam lebih dar 1 hari seperti pada campuran panas benda uji tersebut akan hancur. Spesific Gravity campuran menunjukkan berat jenis pada campuran. Besarnya Spesific Gravity campuran (SG
mix),
kemudian setelah diketahui berat isi dan berat
jenis maka dapat dicari nilai porositas. b. Marshall Test Langkah-langkah dalam pengujian Marshall yaitu : 1) Meletakkan benda uji pada alat Marshall test. 2) Memasang arloji kelelehan (flow meter) pada salah satu batang penuntun dan
mengatur petunjuk pada angka nol. 3) Menghidupkan mesin Marshall untuk memberi pembebanan nada benda uji
sampai beban maksimum yang ditandai dengan runtuhnya benda uji. Pada saat ini jarum arloji akan berhenti atau berbalik arah. 4) Mencatat besarnya pembebanan maksimum pada arloji atas dan kelelehan
pada arloji bawah. Pembacaan stabilitas satu putaran sama dengan 100 lb pada pembacaan flow meter satu putaran sama dengan 1 mm. 5) Mengeluarkan benda uji dari mesin Marshall dan mengulangi pada semua
benda uji.
53
c. Indirect Tensile Strenght Test Langkah-langkah dalam pengujian ITS (Indirect Tensile Strenght) yaitu : 1) Membuat benda uji dummy yaitu benda uji untuk mengetahui suhu dalam
benda uji tersebut. Benda uji dummy ini diberi lubang kecil pada sisi atas dan samping dengan kedalaman ±3 cm. 2) Meletakkan benda uji dan dummy pada ruang alat modifikasi Marshall test
untuk uji ITS. 3) Mengatur suhu ruang pengujian dan menunggu sampai suhu pada dummy
mencapai 40°C. 4) Menghidupkan mesin Marshall untuk memberi pembebanan pada benda uji
sampai beban maksimum yang ditandai dengan runtuhnya benda uji. Pada saat ini jarum arloji akan berhenti atau berbalik arah. 5) Mencatat besarnya pembebanan maksimum pada arloji. 6) Mengeluarkan benda uji dari mesin Marshall. °
7) Untuk benda uji pada suhu ruang (25 C) langsung dilakukan pengujian seperti
pada no.4 sampai dengan no.6. d. Unconfined Compressive Strenght Test Langkah-langkah pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) yaitu : 1) Membuat benda uji dummy yaitu benda uji untuk mengetahui suhu dalam
benda uji tersebut. Benda uji dummy ini diberi lubang kecil pada sisi atas dan samping dengan kedalaman ±3 cm.
54
2) Meletakkan benda uji dan dummy pada ruang alat modifikasi Marshall test
untuk uji UCS. 3) Mengatur suhu ruang pengujian dan menunggu sampai suhu pada dummy
mencapai 40°C. 4) Menghidupkan mesin Marshall untuk memberi pembebanan pada benda uji
sampai beban maksimum yang ditandai dengan runtuhnya benda uji. Pada saat ini jarum arloji akan berhenti atau berbalik arah. 5) Mencatat besarnya pembebanan maksimum pada arloji. 6) Mengeluarkan benda uji dari mesin Marshall. 7) Untuk benda uji pada suhu ruang (25°C) langsung dilakukan pengujian seperti
pada no.4 sampai dengan no.6. H. Tahapan Penelitian Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Persiapan penelitian. 1) Pengambilan garukan perkerasan/RAP jalan Yogyakarta - Prambanan (BP-
03), pengambilan diusahakan pada satu lokasi agar didapat material yang relatif homogen baik umur perkerasan maupun job mix formula 2) Pengadaan agregat baru, aspal emulsi, dan peralatan 3) Ekstraksi bahan perkerasan lama
Proses ekstraksi dilakukan untuk memisahkan agregat dengan aspal. 4) Pengujian sifat-sifat fisik material perkerasan yang lama
55
Untuk mendapatkan sifat-sifat fisik, perubahan dan karakteristik bahan perkerasan lama
selama umur pelayanan dilakukan dilakukan sesuai
spesifikasi dan dibandingkan dengan spesifikasi bahan perkerasan yang lama baik agregat maupun aspalnya. 5) Perencanaan Campuran Kerja a) Penentuan Kadar Aspal emulsi perkiraan b) Penentuan Kadar air penyelimutan, yang menghasilkan penyelimutan
aspal terhadap agregat > 65 %. c) Penentuan kadar air pemadatan yaitu kadar air yang menghasilkan
kepadatan optimum. d) Pembuatan Benda Uji aspal emulsi optimum (OBC)
Membuat benda uji masing-masing 6 benda uji setiap variasi kadar aspal Dry stability 5 variasi campuran aspal x 3 benda uji = 15 bh Soaked stability 5 variasi campuran aspal x 3 benda uji = 15 bh e) Pengovenan benda uji (curing)
Mengoven benda uji dalam oven listrik pada suhu 40° C selama 1 hari f) Merendam benda uji
Merendam benda uji untuk uji Soaked stability (stabilitas rendaman) dalam water bath selama 4 hari pada suhu udara setelah dioven. g) Pengujian Marshal
Pengujian Marshall untuk mendapatkan kadar aspal residu optimum Stabilitas kering
: Pungujian Marshall setelah benda uji dioven
Stabilitas basah
: Pengujian Marshall setelah benda uji direndam
56
6) Pembuatan Benda Uji ITS, UCS serta Permeabilitas
Pembuatan 6 buah benda uji untuk pengujian ITS dan 6 buah benda uji untuk pengujian UCS serta 6 buah untuk pengujian permeabilitas. 7) Pengujian Unconfined compressive test
Pengujian UCS 6 buah benda uji. 8) Pengujian Indirect Tensile Strenght
Pengujian ITS sebanyak 6 buah benda uji. 9) Pengujian Permeabelitas
Pengujian Permeabilitas sebanyak 6 buah benda uji. 10) Analisis dan Pembahasan
Melakukan analisis, sehingga didapat grafik hubungan kadar aspal residu dengan stabilitas dan stabilitas rendaman densitas, porositas (VIM), flow, dan Marshall Quetion, kuat tarik rata-rata dan kuat desak rata-rata. Pembahasan dengan membandingkan hasil dengan spesifikasi atau penelitian sebelumnya. 11) Kesimpulan
Dari hasil analisa data dan pembahasan tersebut diatas kemudian ditarik kesimpulan.
57
MULAI
STUDI PUSTAKA
PERSIAPAN ALAT & BAHAN
AGREGAT BARU
ASPAL EMULSI
BAHAN REKCLAIMED
PENGUJIAN AGREGAT
EKSTRAKSI
Penambahan Agregat Baru
Tidak
ANALISA SARINGAN
AGREGAT
SPESIFIKASI
PENGUJIAN AGREGAT
ya ANALISA SARINGAN
Penambahan Agregat Baru
Tidak SPESIFIKASI ya
Penentuan JMF Gradasi RAP E
Penentuan JMF RAP Gradasi A
A
PENGUJIAN ASPAL
% Aspal RAP
58
A
Perhitungan Kadar Aspal Emulsi Perkiraan
Penentuan Kadar Air Penyelimutan
Penentuan Kadar Air Pemadatan
Pembuatan Benda Uji OBC
Water conditioning curing for soaked stability test
Oven curing for stability test
Uji Marshall Penentuan OBC
Pembuatan Benda Uji, ITS, UCS, Permeabilitas Pengujian ITS, UCS, Permeabilitas Analisis dan Pembahasan Kesimpulan
SELESAI Gambar 3.7. Bagan Alir Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Pemeriksaan Bahan Bongkaran RAP a. Pengambilan Bahan Bongkaran. Bahan bongkaran aspal beton atau reclaimed asphalt pavement (RAP) diambil dari hasil penggarukan jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03) dengan alat cold milling. Untuk mendapatkan material yang relatif homogen maka pengambilan dilakukan pada satu lokasi. b. Pemeriksaan Ekstraksi Bahan Bongkaran Pemeriksaan bahan bongkaran Prambanan (BP-03)
beton aspal bekas ruas jalan Yogyakarta –
yang digunakan pada studi ini mengacu kepada
Standar
Nasional Indonesia (SNI) dan metoda standar lainnya seperti American Association of State Highway and Transportation Officials (AASTHO), American Society for Testing and Material (ASTM) dan British Standar (BS), bilamana pengujian tidak termuat dalam Standar Nasional Indonesia. Pemeriksaan ekstraksi dilakukan terhadap reclaimed beton aspal untuk memisahkan agregat dan aspal, agar kandungan kadar aspal yang ada pada RAP eks Jalan Jurusan Yogyakarta – Prambanan (BP-03) dapat ditentukan. Adapun hasil pemeriksaan sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.1. berikut.
59
60
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Ekstraksi Bahan No Berat Sampel Berat Aspal Persentase Aspal (gram) (gram) (%) 1 1500 48,00 3,25 2. 1500 58,10 3,87 3. 1500 75,50 5,03 4. 1500 60,60 4,04 5. 1500 55,35 3,69 6. 1500 61,70 4,11 Rata-rata 4,80 . Pada penelitian ini pengujian konsistensi serta prediksi kemungkinan perubahan sifat aspal lama tidak dapat dilakukan dikarenakan terbatasnya material RAP yang tersedia. c. Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi. Gradasi agregat merupakan faktor kunci terhadap mix desain suatu campuran. Gradasi yang tepat
untuk konstruksi yang sesuai akan menghasilkan struktur
perkerasan yang baik, termasuk juga adanya efisiensi penggunaan bahan perekat atau aspal. Dari hasil ekstraksi bahan bongkaran yang sudah disediakan dilakukan lima kali percobaan diperoleh gradasi agregat sebagaimana Tabel 4.2. berikut, sedangkan data analisis saringan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B halaman 120. Tabel 4.2. Analisa Saringan Agregat RAP Hasil Ektsraksi No Saringan mm Inch 19,1 12,5 9,52 4,75 2,36 0,30 0,075 PAN
¾" ½" 3/8 " #4 #8 # 50 # 200 PAN
% Lolos E-4
E-1
E-2
E-3
100,00 95,75 86,13 49,08 30,61 12,37 3,85 0,00
100,00 97,51 88,03 50,48 31,04 13,55 4,90 0,00
100,00 98,23 91,18 62,62 45,40 19,97 7,76 0,00
100,00 96,36 84,26 49,34 31,27 16,30 8,68 0,00
E-5 100,00 94,89 87,20 52,11 35,69 16,40 6,30 0,00
Rata-rata 100,00 96,55 87,36 52,73 34,80 15,72 6,30 0,00
61
100 90
Lolos Saringan (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,01
0,1
1
10
100
Ukuran Saringan (mm) Bts Bw h
Bts Ats
Gradasi RAP E
Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi Sesuai dengan desain penelitian selanjutnya dilakukan juga grading pada bahan bongkaran sebagai acuan untuk kondisi pemakaian RAP dalam campuran dingin dengan asumsi RAP sebagai agregat dan kandungan aspalnya diabaikan. Data dan hasil analisis saringan gradasi RAP tanpa ekstraksi dapat diliha pada Lampiran C halaman 124, sedangkan rekapitulasinya disajikan dalam Tabel 4.3. berikut. Tabel 4.3. Analisa Saringan Agegat RAP tanpa Ekstraksi No Saringan Mm Inch 19,1 12,5 9,52 4,75 2,36 0,30 0,075 PAN
3/4 " 1/2 " 3/8 " #4 #8 # 50 # 200 PAN
A.1
A2
100,00 91,76 77,84 42,74 31,88 7,85 2,02 0,00
100,00 94,02 76,44 39,08 25,19 5,00 1,60 0,00
% Lolos A3 100,00 87,35 77,01 45,49 35,55 9,09 2,65 0,00
A4 100,00 88,47 72,19 39,40 24,83 6,53 2,18 0,00
Rata-rata 100,00 90,40 75,87 41,68 29,36 7,12 2,11 0,00
62
100 90 Lolos Saringan (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,01
0,1
1
10
100
Ukuran Saringan (mm) Bts Bw h
Bts Atas
RAP A
Gambar 4.2. Grafik Gradasi RAP tanpa Ekstraksi d. Hasil Pemeriksaan Keausan Agregat RAP Pengujian keausan agregat dengan mesin Los Angeles untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap repetisi beban dan seberapa besar keausan yang terjadi. Tabel 4.4. Hasil Pengujian Keausan Dengan Mesin Abrasi Los Angeles GRADASI PEMERIKSAAN UKURAN SARINGAN LOLOS TERTAHAN 76,2 mm (3") 63,5 mm (21/2") 63,5 mm (21/2") 50,8 mm (2") 50,8 mm (2") 36,1 mm (11/2") 36,1 mm (11/2") 25,4 mm (1") 25,4 mm (1") 19,1 mm (3/4") 19,1 mm (3/4") 12,7 mm (1/2") 12,7 mm (1/2") 9,52 mm (3/8") 9,52 mm (3/8") 6,35 mm (1/4") 6,35 mm (1/4") 4,75 mm ( No. 4 ) 4,75 mm ( No. 4 ) 2,36 mm ( No. 8 ) JUMLAH BERAT BERAT TERTAHAN SARINGAN # 12
JUMLAH PUTARAN = 500 PUTARAN I II BERAT ( a ) BERAT ( a )
2500 2500 5000 3396
63
Dari pengujian didapat : Jumlah berat (a)
= 5000 gram
Berat tertahan saringan # 12 (b)
= 3396 gram
a–b
= 1604 gram
Keausan
= a – b x 100 % a = 1604 x 100 % 5000 = 32,08 %
Jadi abrasi agregat bahan bongkaran RAP hasil perhitungan adalah 32,08 % 2. Hasil Pemeriksaan Agregat Peremaja Hasil pemeriksaaan secara visual dan laboratorium terhadap agregat yang diproduksi oleh PT. Bangun Persada Kontraktor Masaran, Sragen menunjukkan bahwa agregat kasar yang digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar dan cukup baik.
Sedangkan data yang dihasilkan dari laboratorim
merupakan data sekunder yang diambil dari penelitian di Laboratorium Transportasi FT-UNS. Data yang didapat dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa agregat tersebut telah memenuhi syarat yang telah ditentukan. : Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Agregat Syarat* No. Nama Pengujian I max. 40% Keausan dengan mesin Los Angeles 2 Peresapan terhadap air max. 3% Berat jenis (apparent spesific gravity) min. 2,5 gr/cc 3 * Petunfuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya. ** Penetitian Laboratorium Transportasi FT-UNS.
Hasil** 26.48 % 2.9 % 2,74 gr/cc
64
3. Hasil Pemeriksaan Filler Pemeriksaan filler disini meliputi pemerikasaan filler abu batu dan semen portland jenis 1. Pemeriksaan meliputi menyaring material yang lolos saringan nomor 200 (0,075 mm) dan berat jenis, ini akan didapat nilai Spesific Gravity dari masingmasing filler, yang kemudian akan digunakan dalam mencari nilai Spesiflc Gravity campuran, densitas dan porositas. Dari penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Mustofa (2006) terhadap beberapa filler dipakai sebagai data sekunder disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler Jenis Filler No
Berat Jenis (gr/cc)
1.
Abu Batu
2,6134
2.
Semen Portland Jenis 1
2,8398
Sumber : Ahmad Mustofa (2006) Tabel tersebut di atas selanjutnya dijadikan acuan dan referensi untuk perhitungan selanjutnya. Adapun filler yang dipakai untuk penelitian ini adalah semen portland tipe 1, agar didapat efek ikatan yang lebih baik
campuran
recycling disamping fungsinya sebagai bahan pengisi. 4. Hasil Pemeriksaaan Aspal Emulsi CSS – 1H Karakteristik dan sifat-sifat aspal emulsi CSS - 1H yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh PT. Hutama Prima Cilacap perusahaan pembuat aspal emulsi sebagaimana sertifikat analisis Nomor 123/L.HPC/11/08 yang dikeluarkan pada tanggal 20 November 2008. Adapun hasil pemeriksaan karakteristik aspal emulsi CSS-1H tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
65
Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS - 1H No. Property Unit Metode 1 Kekentalan Sayboltbolt furol pada 25°C Detik ASTM D-244 2 Stabilitas penyimpanan 24 jam % ASTM D-244 3 Muatan Listrik partikel ASTM D-244 % ASTM D-244 4 Campuran Semen 5 Analisa Saringan % ASTM D-244 6 - Kadar Minyak % ASTM D-244 - Kadar residu % ASTM D-244 7 Penetrasi residu Mm ASTM D-5 8 Daktilitas Residu Cm ASTM D-113 9 Kelarutan residu dalam C2HCL3 % ASTM D-2042 10 Kadar Air % Somber: PT. Hutama Prima
Hasil 37 0,8 Positif 0,4 0 0 60,03 136 >140 99,8 -
Spesifikasi 20-100 1 Positif Maks 2,0 Maks 0,1 Maks 3,0 Min 57 100-250 Min 57 Min 97,5 -
5. Perencanaan Campuran dari Bahan Bongkaran (RAP) Perencanaan campuran
daur ulang dilakukan dengan dua perlakuan.
Perlakuan pertama campuran gradasi agregat RAP hasil ekstraksi ditambah agregat baru dan filler. Perhitungkan pemakaian aspal baru disesuaikan dengan kandungan aspal yang menyelimuti RAP, selanjutnya disebut Campuran E. Campuran kedua adalah gradasi agregat RAP tanpa memperhitungkan kadar aspal yang ada. RAP dianggap murni sebagai agregat kemudian ditambah agregat baru dan filler agar memenuhi gradasi campuran aspal emulsi, disebut campuran A. a. Kadar Aspal Emulsi Perkiraan Campuran RAP Gradasi Ekstraksi Untuk mendapatkan gradasi sesuai spesifikasi campuran aspal emulsi, hasil analisa saringan agregat hasil ekstraksi sebagaimana Tabel 4.3. ditambah agregat peremaja dengan kombinasi 90 % RAP, 8 % CA dan 2 % filler. Gradasi gabungan campuran tersebut disajikan pada Tabel 4.8 sedangkan perhitungan Job Mix Formula dapat dilihat pada Lampiran E halaman 130.
66
Tabel 4.8. Batas Gradasi Gabungan Agregat Hasil Ekstraksi No Saringan mm 19,1 12,5 9,52 4,75 2,36 0,30 0,075 PAN
Batas Gradasi
Inch 3/4 " 1/2 " 3/8 " #4 #8 # 50 # 200 PAN
% Lolos 100,00 90,27 81,87 49,56 33,40 16,20 7,69 0,00
Spesifikasi
% Tertahan 0 9,73 8,40 32,32 16,16 17,20 8,51 7,69
100,00 75 – 100 60 – 85 35 – 55 20 – 35 10 – 22 2 – 10 0,00
100 90
Lolos Saringan (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,01
0,1
1
10
100
Ukuran Saringan (mm) Bts Bw h
Bts Ats
Gradasi Gab
Gambar 4.3. Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP hasil Ekstraksi Kadar aspal emulsi perkiraan ditentukan dengan cara perhitungan data persentase agregat tertahan tiap saringan dengan menggunakan Rumus 2.1, dimana : A = 9,73 % + 8,40% + 32,32% + 16,16% = 66,60% B = 17,20% + 8,51% =25,71% C = 7,69%
67
P = 0,05A+0,1B+0,5C = (0,05 x 66,60%) + (0,1 x 25,71%) - (0,5 x 7,69%) = 9.75% Selanjutnya kebutuhan penambahan aspal baru untuk campuran ini dihitung dengan menggunakan Rumus 2.2 sebagai berikut : P Pa Pp R maka :
= % aspal emulsi perkiraan = 9,75 % = % kandungan aspal pada RAP = 4,8 % = % desimal RAP dlm Campuran = 0,9 = koef untuk aspal emulsi (0,60-0,65)= 0,65
Pr =9,75 −
4,8 − 0,90 0,65
= 5,43 % Jadi kebutuhan penambahan aspal emulsi adalah 5,43 %. b. Kadar Aspal Emulsi Perkiraan Campuran RAP tanpa Ekstraksi Untuk mendapatkan gradasi gabungan sesuai spesifikasi, hasil gradasi analisa saringan agregat tanpa ekstraksi ditambah agregat peremaja dengan kombinasi 95 % RAP, 3 % agregat halus dan 2 % filler. Analisis secara rinci disajikan pada Lampiran F halaman 141, sedangkan batas gradasi gabungan disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Batas Gradasi Gabungan Agregat tanpa Ekstraksi No Saringan Mm Inch 19,1 3/4 " 12,5 1/2 " 9,52 3/8 " 4,75 #4 2,36 #8 0,30 # 50 0,075 # 200 PAN PAN
Batas Gradasi % Lolos % Tertahan 100,00 0 90,88 9,12 77,07 13,81 44,55 32,53 31,95 12,60 9,21 22,74 4,21 5,00 0,00 4,21
Spesifikasi 100,00 75 – 100 60 – 85 35 – 55 20 – 35 10 – 22 2 – 10 0,00
68
100 90
Lolos Saringan (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,01
0,1
1
10
100
Ukuran Saringan (m m ) Bts Bw h
Bts Atas
Gradasi Gab
Gambar 4.4. Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP tanpa Ekstraksi Kadar aspal emulsi perkiraan ditentukan dengan cara perhitungan data persentase agregat tertahan tiap saringan dengan menggunakan Rumus 2.1 sebagai berikut. Dari gradasi gabungan tersebut di atas diketahui : A = 9,12 % +13,81% + 32,48% + 11,70% = 68,05% B = 21,13% + 4,76% =27,73% C = 8,28% P = 0,05A+0,1B+0,5C = (0,05 x 68,05%) + (0,1 x 27,73%) - (0,5 x 8,28%) = 8,28% Jadi kadar aspal emulsi perkiraan untuk campuran gradasi tanpa ekstraksi adalah sebesar 8,28%.
69
6. Hasil Pemeriksan Kadar Air Penyelimutan Kadar air penyelimutan ini didapat dari pengamatan visual pencampuran pada kadar aspal emulsi perkiraan. Jumlah benda uji adalah 5 buah. Setelah campuran didiamkan selama 24 jam dan air menguap kemudian baru dapat dilakukan pengamatan secara visual dan syarat minimal campuran terselimuti aspal adalah 65%. Hasil pengamatan visual kadar air penyelimutan campuran gradasi RAP hasil ekstraksi adalah 5 % dengan penyelimutan sebesar 75%. Sedangkan campuran gradasi RAP tanpa ekstraksi pada kadar air 3% penyelimutan yang terjadi 85%. Tabel 4.10. Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan No
Kadar Air
Penyelimutan Aspal Emulsi Terhadap Agregat (%)
%
Campuran E
1 2 3 4 5
Campuran A
1 2 3 4 5
15 30 40 65 75
40 60 85 85 85
Penyelimutan Agregat (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 1
2
3
4
5
Kadar Air (% ) Poly. (Campuran A)
Poly. (Campuran E)
Gambar 4.5. Grafik Persentase Kadar Air Penyelimutan
70
Sebelum
Sesudah
Gambar 4.6. Kadar Air Penyelimutan Aspal Emulsi
Hasil kadar air penyelimutan yang memenuhi syarat untuk campuran gradasi hasil ekstraksi (campuran gradasi E) adalah sebesar 3 % sedangkan untuk campuran gradasi tanpa ekstraksi (campuran gradasi A) sebesar 5 %. 7. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Pemadatan Kadar air pemadatan diketahui dengan cara memadatkan beberapa campuran aspal emulsi pada kadar aspal emulsi perkiraan dengan
variasi kadar air
penyelimutan hasil pengujian. Pada pengujian ini dari persentase kadar air penyelimutan divariasi naik sebesar 0.5% dan turun juga sebesar 0,5 %. Setelah dilakukan pencampuran kemudian benda uji dipadatkan 2 x 75 tumbukan Marshall. Setelah didiamkan selama 24 jam kemudian benda uji dikeluarkan dari mold. Benda uji ditimbang dan diukur ketebalannya pada 4 sisi. Kadar air optimum
adalah kadar air yang menghasilkan campuran yang
menghasilkan kepadatan tertinggi. Hasil pemeriksaan kadar air pemadatan campuran selengkapnya disajikan pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12. di bawah ini :
71
Tabel 4.11. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Ekstraksi Kode Sampel
KADAT.E.1 KADAT.E.2 KADAT.E.3 KADAT.E.4 KADAT.E.5
Kadar
Berat
Densitas
Tebal
Air
Sampel
H1
h2
h3
h4
(%) 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00
(gram) 989,25 976,00 992,00 976,20 985,00
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
63,33 61,78 60,10 61,25 62,00
62,61 61,68 62,23 58,69 61,80
63,03 61,75 61,55 62,06 61,50
63,40 63,96 60,88 61,25 60,74
Ratarata (mm) 63,09 62,29 61,19 60,81 61,51
(g/cm3) 1,9389 1,9375 2,0048 1,9851 1,9803
Tabel 4.12. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi Kode Sampel KADAT.A.1 KADAT.A.2 KADAT.A.3 KADAT.A.4 KADAT.A.5
Kadar Air (%) 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00
Berat Sampel (gram) 969,60 952,60 983,40 959,90 913,30
Densitas
Tebal h1
h2
(mm) 58,25 55,46 59,76 58,05 56,16
(mm) 58,55 56,19 58,32 58,43 55,73
h3 (mm) 59,64 56,42 57,89 57,15 56,10
h4 (mm) 59,65 56,52 58,08 57,60 56,22
ratarata (mm) 59,02 56,15 58,51 57,81 56,05
(g/cm3) 2,0315 2,0980 2,0783 2,0534 2,0149
3
Densitas (kg/cm )
2,15 y = -0,0615x2 + 0,3537x + 1,5788 2,10 2,05 2,00 1,95 1,90 2,00
y = -0,0268x2 + 0,2939x + 1,1827 3,00
4,00
5,00
6,00
Kadar Air Pemadatan (%) Poly. (Campuran A)
Poly. (Campuran E)
Gambar 4.7. Grafik Kadar Air Pemadatan Dari grafik sesuai Gambar 4.7. di atas menujukan penambahan kadar air akan membuat densitas naik dan akan turun setelah pada titik optimum. Selanjutnya kadar air pemadatan optimum campuran gradasi hasil ekstraksi sebagai berikut :
72
Y = - 0,0268 x2 + 0,2939x + 1,1872 dy =0 dx
0 = - (2 * 0,0268x) + 0,02939 Wopt =
0,2939 = 5,48 % 2 * 0,0268
Jadi kadar air pemadatan untuk campuran gradasi hasil ekstraksi adalah 5,48 %. Untuk campuran gradasi RAP hasil ekstraksi persamaannya adalah sebagai berikut: Y = - 0,0615 x2 + 0,3537x + 1,5788 dy =0 dx
0 = - (2 * 0,0615x) + 0,3537 Wopt =
0,3537 = 2,88 % 2 * 0,0615
Maka kadar air pemadatan campuran gradasi RAP tanpa ekstrasi, adalah 2,88%. 8. Hasil Pengujian Marshalll Dari hasil perencanaan campuran kemudian dibuat benda uji dengan 5 kombinasi kadar aspal emulsi dan masing-masing kadar aspal dibuat 3 sampel pada kadar air pemadatan optimum untuk pengujian stabilitas kering (oven condition). Kemudian 5 kombinasi kadar aspal emulsi dengan masing-masing 3 sampel pada kadar air pemadatan optimum untuk pengujian stabilitas terendam (soaked codition). Pemadatan dilakukan 2 x 75 tumbukan, didiamkan 24 jam kemudian baru dibuka dari mold. Setelah itu dicuring selama 24 jam pada suhu 40°C.
73
Setelah dikeluarkan dari oven benda uji didiamkan selama 24 jam atau sampai mencapai suhu ruang. Untuk benda uji stabilitas rendaman (soaked condition) selanjutnya direndam selama 4 x 24 jam (4 hari). Sedangkan untuk kondisi kering (oven condition) setelah benda uji mencapai suhu ruang bisa dilakukan pengujian Marshall. Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan volumetrik untuk mengetahui densitas, specyfic gravity campuran serta porositas. Dari hasil pengujian Marshall kemudian dibuat grafik hubungan kadar aspal residu dengan densitas, porositas, stabilitas dan Marshalll quetient untuk kedua desain campuran recycling. Perhitungan
volumetrik dan analisis pengujian Marshall untuk kedua
perlakuan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran G, sedangkan rekapitulasi hasil pengujian disajikan pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14 berikut. Tabel 4.13. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Hasil Ekstraksi
Kondisi
Dry Soaked dry Soaked dry Soaked Dry Soaked Dry Soaked
Kadar aspal residu (%) 4,20 4,80 5,85 6,00 6,60
Densitas (g/cm3) 1,952 1,847 2,071 1,949 1,944 1,873 2,012 1,884 1,971 1,945
Porositas (%)
Stabilitas (kg)
Flow (mm)
Marshalll Quetient (kg/mm)
28,381 31,958 23,538 27,043 25,152 27,904 22,614 27,549 22,625 23,659
1183,18 833,61 1702,81 1092,33 1266,70 1187,04 1197,41 990,52 1185,77 992,79
4,9 3,6 6,3 3,1 5,8 4,0 6,0 4,1 5,2 2,8
243,57 236,42 272,20 404,84 222,25 303,36 208,54 247,45 230,38 363,91
Stability Los Ratarata ( %) 29,55 35,85 6,29 17,28 16,27
74
Tabel 4.14. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Tanpa Ekstraksi Kondisi
Dry Soaked Dry Soaked Dry Soaked Dry Soaked Dry Soaked
Kadar aspal residu (%) 3,60 4,20 4,95 5,40 6,00
Densitas (g/cm3) 1,930 2,072 2,011 2,031 1,938 2,027 2,012 2,086 1,971 2,132
Porositas (%)
Stabilitas (kg)
Flow (mm)
Marshalll Quetient (kg/mm)
26,970 21,565 23,460 22,673 25,688 22,285 22,541 19,682 23,701 17,443
1097,05 974,31 1260,55 1239,25 1167,59 1162,52 1134,93 983,05 1105,45 1092,63
6,0 3,4 6,3 3,8 6,7 5,1 6,0 3,9 6,0 3,4
190,01 290,98 202,28 333,75 182,08 228,30 191,87 253,75 186,12 326,03
Stability Los Ratarata ( %) 11,19 1,69 0,43 13,38 1,16
9. Penentuan Nilai Kadar Aspal Emulsi Optimum Penentuan kadar aspal obtimum (OBC) pada perkerasan campuran dingin (Cold Mixture) didasarkan pada nilai stabilitas optimum terendam (optimum soaked stability) (Thanaya,2003). Kadar aspal optimum atau OBC (Optimum Bitumen Content) adalah kadar aspal yang akan menghasilkan sifat karakteristik terbaik pada suatu campuran aspal. Kadar aspal optimum ini akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kadar aspal untuk pembuatan benda uji berikutnya. Penentuan kadar aspal optimum (OBC) pada perkerasan campuran dingin (Cold Mixture) didasarkan pada nilai stabilitas optimum terendam (optimum soaked stability). Nilai OBC ditentukan dengan menggunakan persamaan garis dari hasil pengujian Marshall pada nilai stabilitas rendaman seperti terlihat pada Grafik 4.7. sebagai berikut.
75
1200
Stabilitas (Kg)
1150 1100 1050 1000 2
y = -156,98x + 1740,3x - 3685,5
950 900 850 800 4,20
4,60
5,00
5,40
5,80
6,20
6,60
Kadar Aspal Residu (% )
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Soaked Stabilitas dan Kadar Aspal Residu pada Campuran RAP gradasi Ekstraksi Dari persamaan garis pada Gambar 4.8. tersebut di atas kemudian dicari kadar aspal residu optimum sebagai berikut : Y = - 156,98 x2 + 1740,3x -685,5 dy =0 dx
0 = - (2 * 156,98x) + 1740,3 KadarAspal =
1740,3 = 5,54 % 2 * 156,98
Sedangkan kadar aspal emulsi optimum adalah : Kadar Aspal Emulsi Optimum =
5,44 x100 = 9,23 % 60,03
Selanjutnya kebutuhan penambahan aspal baru untuk campuran ini dihitung dengan menggunakan Rumus 2.2 dimana dari perhitungan sebelumnya diketahui : P
= % aspal emulsi optimum
= 9,23 %
Pa
= % kandungan aspal pada RAP
= 4,8 %
76
Pp
= % desimal RAP dlm Campuran
= 0,9
R
= koef untuk aspal emulsi (0,60-0,65)= 0,65
maka : Pr =9,23 −
4,8 − 0,90 = 3,23% 0,65
Jadi persentase penambahan aspal emulsi baru untuk campuran gradasi hasil eksraksi adalah sebesar 3,23 %. Dari grafik Hubungan kadar aspal dengan Stabiltas sebagaimana Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa stabilitas cenderung naik sampai titik optimum dan kemudian turun, artinya stabiltas benda uji akan menurun kalau persentase aspal melebihi kadar optimum.
1250
Sta b ilita s (K g )
1200 1150 1100 1050
2
y = -82,755x + 791,79x - 743,52
1000 950 3,6
4
4,4
4,8
5,2
5,6
6
Kadar Aspal Residu (% )
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Soaked Stabilitas dan Kadar Aspal Residu pada Campuran Gradasi RAP tanpa ekstraksi Untuk perhitungan OBC pada campuran recyling gradasi RAP tanpa ekstraksi didapat dari persamaan garis pada Gambar 4.9. hubungan stabiltas rendaman dengan kadar aspal residu.
77
Dari persamaan garis pada Grafik 4.9. tersebut di atas kemudian dicari kadar aspal residu optimum sebagai berikut : Y = - 82,755 x2 + 791,79x -743,52 dy =0 dx
0 = - (2 * 82,755x) + 791,79 Kadar aspal residu =
791,79 = 4,78 % 2 * 82,755
Dari hasil perhitungan tersebut di atas kadar aspal emulsi optimum dapat dihitung sebagai berikut : Kadar Aspal Emulsi Optimum =
4,78 x100 = 7,97% 60,02
Jadi kadar aspal emulsi optimum untuk campuran gradasi RAP tanpa ekstrashi adalah sebesar 7,97 %.
Sebelum
Sesudah
Gambar 4.10. Perbandingan Benda Uji Sebelum dan sesudah Uji Marshalll
78
10. Hasil Pengujian UCS (Unconfined Compresive Strength) Pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) dengan alat Marshalll yang dimodifikasi baik alat maupun suhunya. Sebelumnya pengujian benda uji harus dicuring dengan oven pada suhu 40°C selama 24 jam sehingga dicapai berat yang tetap, selanjutnya didiamkan sehingga mencapai suhu ruang. Pengujian Unconfined Compressive Strength ini dilakukan dalam dua variasi suhu yakni ada suhu ruang 25 ºC dan pada suhu 40 ºC. Tabel 4.15. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Ekstraksi Kode sampel UCS.E.1 UCS.E.2 UCS.E.3 Rata-rata UCS.E40.1 UCS.E40.2 UCS.E40.3 Rata-rata
Kadar aspal Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
9,23
5,54
9,23
5,54
Massa sampel (gram) 996,00 1003,00 991,00 996,67 981,80 987,20 976,20 981,73
Tebal Sampel (cm)
Densitas (g/cm3)
Berat Jenis
Porositas (%)
6,045 5,884 5,981 5,970 6,128 6,293 6,222 6,214
2,038 2,108 2,049 2,065 1,981 1,940 1,940 1,954
2,616 2,616 2,616
22,102 19,411 21,673 21,062 24,253 25,842 25,823 25,306
2,616 2,616 2,616
Tabel 4.16. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi tanpa Ekstraksi Kode sampel
UCS.A.1 UCS.A.2 UCS.A.3 Rata-rata UCS.A40.1 UCS.A40.2 UCS.A40.3 Rata-rata
Kadar aspal Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
7,97
4,78
7,97
4,78
Massa sampel (gram) 964,70 978,65 976,80 973,38 967,00 967,00 960,30 964,77
Tebal Sampel (cm) 6,036 6,029 6,127 6,064 5,974 5,880 6,122 5,992
Densitas (g/cm3)
Berat Jenis
Porositas (%)
1,976 2,007 1,971 1,985 2,002 2,034 1,940 1,992
2,564 2,564 2,564
22,926 21,718 23,125 22,589 22,675 21,439 25,061 23,059
2,589 2,589 2,589
79
Berikut akan disajikan contoh perhitungan dari uji UCS (Unconfined Compressive Strenght) dengan menggunakan Rumus 2.8. Beban terkoreksi ( P)
= 1208,439 kg
Luas Benda Uji
= 0,25 x 3,14 x 0,10145² = 0,0086 =
1208,439 x9,81x10 −3 2 0,25πx0,10145
= 1467,30 KPa' Perhitungan yang lengkap tentang hasil pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength, pada suhu ruang 25 °C dan 40°C disajikan pada lampiran H, sedangkan rekapitulasi pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 berikut : Tabel 4.17. Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Hasil Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
UCS.E.1 UCS.E.2
9,23
5,54
UCS.E.3
Deformasi Vertikal (mm)
Dial (lb)
Konversi (kg)
Beban Terkoreksi (kg)
3,2
80
36,32
1208,439
1467,30
3,5
65
29,51
981,857
1192,18
4,9
75
34,05
1132,9116
1375,60
Rata-rata
1345,03
UCS.E40.1 UCS.E40.2 UCS.E40.3 Rata-rata
UCS (KPa)
9,23
5,54
4,4
52
23,608
785,48538
953,75
3,8
61
27,6032
918,41367
1115,15
4,0
66
29,7824
990,92001
1203,19 1090,70
80
Tabel 4.18. Hasil Pengujian UCS Campuran Gradasi RAP tanpa Ekstraksi Kode sampel
Kadar aspal Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
UCS.A.1 UCS.A.2
7,97
4,78
UCS.A.3
Deformasi Vertikal (mm)
Dial (lb)
Konversi (kg)
Beban Terkoreksi (kg)
3,4
82
37,228
1238,650
1503,99
2,2
89
40,406
1344,388
1632,38
3,9
79
35,866
1193,3336
1448,96
Rata-rata
1528,44
UCS.A40.1 UCS.A40.2
UCS (KPa)
7,97
4,78
UCS.A40.3
3,8
64
29,056
966,75123
1173,84
4,1
59
26,786
891,22379
1082,14
5,7
57
25,878
861,01282
1045,45
Rata-rata
1100,48
Sebelum
Sesudah
Gambar 4.11. Perbandingan Benda Uji UCS sebelum dan sesudah Pembebanan
11. Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile strength) Pengujian kuat tarik tidak langsung (indirect tensile strenght) merupakan suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian ini
81
bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya deformasi pada lapisan perkerasan. Pada pengujian ITS juga didapat nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan pound (lb). Kemudian dari hasil pengujian tersebut dilakukan perhitungan nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan KPa. Berikut ini disajikan contoh perhitungan benda uji ITS. Hasil pembacaan dial
= 5,0 lb
Konversi satuan dial
= 5,0 x 0.454 = 2,27 kg
Hasil kuat tarik tidak langsung terkalibrasi (F)
= 2,27 x 33.272 = 75,527 kg
Tinggi rata-rata benda uji (h)
= 0,0605 m
Diameter benda uji (d)
= 0,10145 m
Besarnya kuat tarik tidak langsung terkoreksi dihitung memakai Rumus 2.9 sebagai berikut : ST
=
2 Ft πxhxd
=
2 x75,527 3.14 x0.0605 x0,10145
= 7837,8177 kg/m2 Konversi kg/cm2 Æ KPa
= 7837,8177 x 9.81 x 10 -3 = 76,96 KPa
Perhitungan nilai konversi ITS selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.19 dan Tabel 4.20 untuk masing-masing campuran gradasi RAP.
82
Tabel 4.19. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Ekstraksi
Kode sampel ITS.E.1 ITS.E.2 ITS.E.3 Rata-rata ITS.E40.1 ITS.E40.2 ITS.E40.3 Rata-rata
Kadar aspal residu (%)
Deformasi vertikal
Tebal Sampel (m)
5,54
0,6 0,6 0,5
5,54
1,1 0,6 0,9
0,06045 0,05884 0,05981 0,05970 0,06128 0,06293 0,06222 0,06214
Konversi (kg)
Beban Terkoreksi (kg)
5,0 4,0 8,0
2,27 1,816 3,632
75,527 60,422 120,844
3,0 3,0 2,5
1,362 1,362 1,135
45,316 45,316 37,764
Dial (lb)
ITS (KPa) 76,96 63,25 124,44 88,22 45,55 44,35 37,38 42,43
Tabel 4.20. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi Kode sampel ITS.A.1 ITS.A.2 ITS.A.3 Rata-rata ITS.A40.1 ITS.A40.2 ITS.A40.3 Rata-rata
Kadar aspal residu (%)
Deformasi vertikal
Tebal Sampel (m)
4,78
2,2 1,9 1,4
4,78
2,5 1,9 1,8
0,05968 0,06108 0,06145 0,06073 5,882 5,925 6,018 5,942
Sebelum
Konversi (kg)
Beban Terkoreksi (kg)
5,0 4,0 8,0
2,27 1,816 3,632
75,527 60,422 120,844
3,0 3,0 2,5
1,362 1,362 1,135
45,316 45,316 37,764
Dial (lb)
ITS (KPa) 77,95 60,93 121,12 86,67 47,45 47,10 38,65 44,40
Sesudah
Gambar 4.12. Perbandingan Benda Uji ITS sebelum dan sesudah Pembebanan
83
12. Hasil Perhitungan Regangan Pengujian kuat tarik tidak langsung juga menghasilkan nilai regangan suatu campuran. Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai regangan adalah diameter sampel dan deformasi horizontal yang dicari dengan mengalikan deformasi vertikal yang didapatkan dari pengujian dengan angka poisson ratio dari campuran. Berikut contoh perhitungan regangan campuran Diameter benda uji
= 101,45 mm
Deformasi vertikal
= 0,6 mm
Poisson ratio (υ)
= 0,35
Deformasi horizontal
= 0,35 x 0,6 = 0,21 mm
Regangan horizontal
=
0,21 101,45
= 0,002 Untuk perhitungan regangan selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.21 dan Tabel 4.22. untuk masing-masing campuran gradasi recycling. Tabel 4.21. Hasil perhitungan regangan untuk campuran gradasi hasil ekstraksi Kode sampel ITS.E.1 ITS.E.2 ITS.E.3 Rata-rata ITS.E40.1 ITS.E40.2 ITS.E40.3 Rata-rata
Diameter (mm)
ITS
KPa
Deformasi Vertikal (mm)
Deformasi Horizontal (mm)
101,45
77,0 63,2 124,4
0,6 0,6 0,5
0,210 0,210 0,175
101,45
45,3 45,3 37,8
1,1 0,6 0,9
0,385 0,210 0,315
Regangan (εh) 0,00207 0,00207 0,00172 0,0020 0,00379 0,00207 0,00310 0,0030
84
Tabel 4.22. Hasil perhitungan regangan untuk campuran gradasi RAP tanpa ekstraksi
Kode sampel
ITS.A.1 ITS.A.2 ITS.A.3 Rata-rata ITS.A40.1 ITS.A40.2 ITS.A40.3 Rata-rata
Diameter (mm)
ITS
KPa
Deformasi Vertikal (mm)
Deformasi Horizontal (mm)
101,45
78,0 60,9 121,1
2,2 1,9 1,4
0,770 0,665 0,490
101,45
47,5 47,1 38,6
2,5 1,9 1,8
0,875 0,665 0,630
Regangan (εh) 0,00759 0,00655 0,00483 0,0063 0,00862 0,00655 0,0061 0,0071
13. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Modulus elastisitas didapatkan dengan membagi tegangan dengan regangan, dalam penelitian ini tegangan didapatkan dari pengujian kuat tarik tidak langsung. Berikut contoh perhitungan modulus elastisitas Tegangan (σ)
= 77,0 KPa
Regangan(ε)
= 0,00207 mm
Modulus elastisitas (E)
=
σ ε
=
77,0 0,00207
k =
σ × L ×γ
A×P×T
= 37178,721 KPa Untuk perhitungan modulus elastisitas selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.23 dan Tabel 4.24 untuk masing-masing campuran
85
Tabel 4.23. Hasil perhitungan modulus elastisitas untuk campuran gradasi ekstraksi
Kode sampel
Regangan (ε) (mm)
ITS (KPa)
ITS.E.1 ITS.E.2 ITS.E.3 Rata-rata ITS.E40.1 ITS.E40.2 ITS.E40.3
77,0 63,2 124,4
0,00207 0,00207 0,00172
45,3 45,3 37,8
0,00379 0,00207 0,00310
Rata-rata
Modulus Elastisitas (KPa) 37178,721 30555,585 72138,000 46624,102 11941,183 21892,168 12162,316 15331,889
Tabel 4.24. Hasil perhitungan modulus elastisitas untuk campuran tanpa ekstraksi
Kode sampel
ITS.A.1 ITS.A.2 ITS.A.3 Rata-rata ITS.A40.1 ITS.A40.2 ITS.A40.3 Rata-rata
Regangan (ε) (mm)
ITS (KPa) 78,0 60,9 121,1
0,00759 0,00655 0,00483
47,5 47,1 38,6
0,00862 0,00655 0,00621
Modulus Elastisitas (KPa) 10270,485 9295,633 25077,032 14881,050 5501,642 7186,163 6223,481 6303,762
14. Hasil Pengujian Permeabilitas Pengujian permeabilitas bertujuan untuk mendapatkan koefisian permeabilitas yaitu kemampuan lapisan aspal beton dalam mengalirkan zat alir (fluida). Pengujian dilakukan dengan mengalirkan air bertekanan melewati benda uji, waktu yang perlukan untuk melewatkan air dalam volume merupakan salah satu variable dalam menentukan besarnya koefisien permeabilitas. Data lain yang diperlukan dalam
86
perhitungan adalah diameter sampel (cm), volume tampungan air (ml) dan tekanan air (kg/cm2). Kemudian dari data tersebut dilakukan perhitungan koefisien permeabilitas dalam satuan cm/detik, berikut disajikan contoh perhitungan permeablitas : Volume rembesan (V)
= 1000 ml
Waktu rembesan terukur (T) = 29,00 detik Tebal banda uji (L)
= 6,20 cm
Diameter benda uji (d)
= 10,145 cm2
Luas benda uji (A)
= 0,25 x π x d2 = 0,25 x 3,14 x 10,1452 = 80,793 cm2
Berat jenis air (γ)
= 0,001 kg/cm3
Tekanan air pengujian (P)
= 2,5 kg/cm²
k=
V × L×γ A× P ×T
=
1000 x6,20 x0,001 80,793 x 2,5 x 29,00
= 0.00106 = 1,06 E-03 cm/detik Untuk perhitungan koefisien permeabilitas selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.25 dan Tabel 4.26 untuk masing-masing agregat. Tabel 4.25. Hasil perhitungan permeabilitas untuk campuran gradasi ekstraksi Kode Sampel
Kadar Aspal Residu (%)
P.E.1 P.E.2 P.E.3 Rata-rata
5,54
Tebal Rata-rata (mm)
(cm)
Diameter (cm)
Luas (cm2)
T (detik)
K (cm/dt)
61,98
6,20
10,145
80,793
29,00
1,06E-03
61,83
6,18
10,145
80,793
31,95
9,58E-04
61,55
6,16
10,145
80,793
48,00
6,35E-04
6,18
8,84E-04
87
Tabel 4.26. Hasil perhitungan permeabilitas untuk campuran gradasi tanpa ekstraksi Kode Sampel
Kadar Aspal Residu ( %)
P.A.1 P.A.2
4,78
P.A.3 Rata-rata
Tebal Rata-rata (mm)
(cm)
Diameter (cm)
Luas (cm2)
T (detik)
k (cm/dt)
58,38
5,84
10,145
80,793
37,50
7,71E-04
58,03
5,80
10,145
80,793
48,81
5,89E-04
57,18
5,72
10,145
80,793
40,89
6,92E-04
5,79
6,84E-04
B. Pembahasan 1. Analisis Pemeriksaan Bahan Bongkaran Dari hasil pemeriksaan bahan bongkaran beton aspal (RAP) bekas ruas jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03) dimana perubahan sifat-sifat fisik dari bahan berupa penurunan konsistensi baik aspalnya maupun agregatnya. Penurunan konsistensi dari agregat selama masa layan jalan jurusan Yogyakarta-Prambanan, dimana nilai abrasi agregat naik dari 25,42 % (JMF Heavy Loaded Road Improvement Project-II Pacage BP-03 Yogyakarta-Prambanan, Under Loan JBIC No, IP-466) menjadi 32,08 % < 40 % masih dapat digunakan sebagai bahan lapis permukaan . Pada gradasi agregat RAP hasil ekstraksi terjadi perubahan komposisi agregat dimana fraksi agregat kasar sudah berkurang karena mengalami degradasi saat dimilling. Untuk mencapai gradasi gabungan sesuai persyaratan ditambah fraksi agregat kasar. Sedangkan untuk gradasi RAP tanpa ekstraksi fraksi agregat halus ternyata kurang karena sebagian melekat pada agregat kasar sehingga untuk mencapai gradasi gabungan sesuai spesifikasi dibutuhkan penambahan fraksi agregat halus.
88
2. Analisis Kadar Air Pemadatan
Kadar air pemadatan adalah kadar air pada saat campuran menghasilkan kepadatan optimum. Kadar air ini dibuat pada kadar air yang menghasilkan penyelimutan aspal terhadap agregat dengan batas atas dan bawah adalah 65% sampai dengan 100%. Dari variasi tersebut campuran mana yang menghasilkan kepadatan optimum. Kemudian kadar air yang menghasilkan kepadatan optimum tersebut digunakan sebagai kadar air untuk pencampuran benda uji pada tahap berikutnya. 5,48
Kadar Air (%)
6 5 4 3
2,28
2 1 0
Cam A
Cam E
Benda Uji
Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Kadar Air Pemadatan
Pada Gambar 4.9. terlihat bahwa campuran dengan agregat gradasi RAP hasil ekstraksi membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan gradasi tanpa ekstraksi.
Campuran recycling gradasi
RAP hasil ekstraksi untuk
mendapatkan kepadatan optimum dibutuhkan kadar air sebesar 5.48% sedang untuk campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi dibutuhkan kadar air sebesar 2,88%. Perbedaan disebabkan oleh persentase pemakaian aspal emulsi efektif pada
89
campuran recycling dengan gradasi RAP hasil ekstraksi relatif lebih sedikit, karena telah dikurangi dengan persentase aspal yang ada pada RAP. Sedangkan pada campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi sebagian kebutuhan air untuk pemadatan diambil dari kandungan air yang ada pada aspal emulsi. Berdasarkan pengamatan pada saat pemadatan kadar air yang terlalu tinggi benda uji menjadi jenuh air dan pada saat pemadatan campuran air dan aspal akan keluar sehingga kadar aspal pada campuran akan, sedangkan bila kadar air terlalu rendah akan menyebabkan berkurangnya kepadatan pada benda uji. Pada aplikasi pencampuran aspal emulsi Dense Graded Emulsion Mixtures konvensional oleh para peneliti terdahulu kadar air pemadatan untuk campuran DGEMs memakai filler abu batu adalah 5 % dan filler fly ash sebesar 5 %.( Hanief, 2006). Sedangkan berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh laboratorium pengujian PT. Hutama Prima menyatakan bahwa kadar air pemadatan yang dibutuhkan adalah sebesar 6%. 3. Analisis Nilai Kepadatan (Density) Kepadatan pada campuran beraspal meningkat seiring dengan meningkatnya kadar aspal hingga mencapai nilai optimum dan setelah itu nilainya akan menurun, tetapi masing-masing jenis campuran memberikan perilaku yang berbeda. Gradasi yang lebih rapat pada campuran akan mengakibatkan volume rongga yang ada dalam campuran menjadi lebih kecil. Kenaikan proporsi jumlah agregat kasar akan meningkatkan volume rongga dalam campuran sehingga kepadatan campuran menurun. Demikian juga sebaliknya, jika proporsi jumlah agregat kasar menurun,
90
maka proporsi agregat halusnya akan meningkat sehingga menyisakan sedikit rongga saja, campuran akan lebih rapat dan kepadatan meningkat. Pada campuran recycling gradasi tanpa ekstraksi fraksi agregat kasar cukup dominan, sehingga untuk mendapatkan gradasi sesuai spesifikasi dilakukan penambahan agregat halus dan filler. Sedangkan pada campuran recycling dengan gradasi hasil ekstraksi diketahui bahwa fraksi agregat kasar yang kurang sehingga untuk mendapatkan gradasi sesuai spesifikasi dilakukan penambahan agregat kasar. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana nilai densitas dari benda uji recycling gradasi RAP hasil ekstraksi sebesar 2.065 gr/cm3, sedangkan nilai densitas benda uji recycling campuran RAP gradasi tanpa ekstraksi adalah 1,085 gr/cm3.
2,065
2,337
Densitas (gr/cm 3)
2,50 2,00
1,085
1,50 1,00 0,50 0,00 Cam A
Cam E DGEMs Konvensional
Benda Uji
Gambar 4.14. Grafik Perbandingan Nilai Densitas Pada campuran gradasi tanpa ekstraksi nilai densitasnya tidak memenuhi persyaratan spesifikasi sifat campuran asphalt concrete (2 g/cm3 – 3 g/cm3) maka perlu dilakukan evaluasi terhadap gradasi gabungan yakni dengan menambah persentase proporsi agregat halus supaya nilai densitasnya meningkat.
91
4. Analisis Nilai Porositas Campuran Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai porositas dari benda uji menunjukan bahwa benda uji yang menggunakan campuran gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi didapat nilai porositas sebesar 22,589 %, sedangkan campuran recyling dengan memakai gradasi RAP hasil ekstraksi mempunyai nilai porositas sebesar 21,062 %. Perbedaan nilai porositas ini disebabkan persentase pemakaian RAP pada campuran gradasi tanpa ekstraksi cukup besar yakni 95 % tentunya nilai specific gravity juga lebih kecil, maka akan membuat nilai porositas lebih besar. Hal ini sesuai dengan hubungan nilai densitas dengan porositas dari benda uji, dimana semakin menurunnya tingkat kepadatan benda uji maka semakin besar porositasnya.
22,58
Porositas (%)
23,00 22,50 21,062
22,00 21,50 21,00 20,50 20,00
Cam A
Cam E
Benda Uji
Gambar 4.15. Grafik Perbandingan Nilai Porositas 5. Analisis Hasil Marshalll Properties Berdasarkan Optimum Bitumen Contens a. Analisis Stabilitas. Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban yang bekerja tanpa perubahan bentuk, dan merupakan indikasi utama dalam pembuatan Asphalt
92
Concrete agar mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beban lalu lintas. Dalam campuran aspal emulsi dikenal dua macam stabilitas, yaitu stabilitas kering (dry stability) dan stabilitas rendaman (soaked stability). Pada stabilitas kering setelah dilakukan curing, benda uji langsung diuji Marshalll. Sementara pada stabilitas rendaman, pengujian dilakukan setelah benda uji direndam selama empat hari, untuk mengetahui
ketahanan atau keawetan campuran terhadap pengaruh air dan perubahan temperatur. Nilai ini dipengaruhi oleh tingkat kelekatan agregat dengan aspal yang antara lain bergantung pada bentuk dan jumlah pori agregat, sifat rheologi aspal, kadar aspal, kepadatan, kandungan rongga dan gradasi agregat. Kepadatan yang tinggi, atau porositas (VIM) yang kecil akan mengurangi infiltrasi air, maka kepadatan menjadi faktor penting dalam mempertahankan stabilitas. Parameter pengukurannya dinyatakan dengan nilai stabilitas sisa. Perbandingan nilai stabilitas kering dan stabilitas setelah rendaman dari
Stabilitas (Kg)
campuran recycling dapat dilihat dari grafik pada Gambar 4.16 dan 4.17 berikut. 1750 1700 1650 1600 1550 1500 1450 1400 1350 1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 4,20
2
y = -156,98x + 1740,3x - 3685,5
4,60
5,00
5,40
5,80
6,20
6,60
Kadar Aspal (% ) Poly. (Soaked condition)
Poly. (Oven condition)
Gambar 4.16. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling Gradasi Ekstraksi
93
1300
Stabilitas (Kg)
1250 1200 1150 1100 1050
2
y = -82,755x + 791,79x - 743,52
1000 950 3,60
4,00
4,40
4,80
5,20
5,60
6,00
Kadar Aspal Residu (% ) Poly. (Oven Codition)
Poly. (Soaked Condition)
Gambar 4.17. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling Gradasi Tanpa Ekstraksi Berdasarkan grafik pada Gambar 4.16 dan 4.17 dapat dilihat bahwa penambahan aspal akan meningkatkan stabiltas campuran sampai pada titik optimum. Penurunan stabilitas perendaman pada campuran recycling disebabkan air masuk ke dalam rongga campuran dan melemahkan ikatan antar partikel agregat. Dari kondisi di atas juga terlihat bahwa nilai stabilitas kering benda uji dari gradasi hasil ekstraksi cenderung lebih tinggi dibandingkan benda uji gradasi tanpa ekstraksi. Hal ini disebabkan presentase agregat baru pada campuran gradasi hasil ekstraksi lebih besar dibandingkan campuran gradasi tanpa ekstraksi. Persentase kehilangan stabilitas akibat perendaman selama 4 hari dilihat dengan membandingkan nilai stabiltas kering dengan nilai stabilitas basah. Stabilitas sisa pada pengujian ini > 50 % masih memenuhi persyaratan campuran DGEMs. Sedangkan nilai stabilitas kering pengujian lebih besar dari 800 kg sebagaimana disyaratkan untuk campuran memakai aspal emulsi (Dense Graded Emulsion Mixture), berarti nilai stabilitas kedua jenis campuran memenuhi syarat.
94
b. Analisis Kelelehan ( Flow ) Kelelehan merupakan parameter empiris sebagai indikator kelenturan atau perubahan bentuk plastis campuran beraspal akibat
beban.
Faktor yang
mempengaruhi nilai kelenturan yaitu penggunaan aspal dan rongga dalam mineral agregat. Campuran dengan nilai VMA kecil menyebabkan penggunaan aspal rendah, dan menghasilkan nilai VIM yang kecil akibatnya nilai kelenturan campuran rendah. 6,50
Flow (mm)
6,00 5,50 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 4,20
4,60
5,00
5,40
5,80
6,20
6,60
Kadar Aspal Residu(% ) Linear (Soaked Condition)
Linear (Oven Condition)
Gambar 4.18. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi Ekstraksi 7,00 6,50
Flow (mm)
6,00 5,50 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 3,60
4,00
4,40
4,80
5,20
5,60
6,00
Kadar Aspal Residu (%) Linear (Soaked Conditiaon)
Linear (Oven condition)
Gambar 4.19. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi Tanpa Ekstraksi
95
Kecenderungan nilai kelelehan akan
naik seiring dengan penambahan
prosentase kadar aspal. Berdasarkan hasil pengujian Marshalll pada campuran
recycling dengan
memakai gradasi RAP hasil ekstraksi maupun gradasi RAP tanpa ekstraksi mempunyai nilai kelelehan cukup besar, menunjukkan bahwa campuran mempunyai daya tahan yang cukup baik terhadap deformasi. Berdasarkan grafik pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19, dapat dilihat bahwa nilai flow campuran recycling > 2 mm, memenuhi persyaratan spesifikasi minimal 2 mm. c. Analisis Marshalll Quotient Hasil Bagi Marshalll atau Marshalll Quotient (MQ) adalah perbandingan antara stabilitas dan kelelehan merupakan indikator terhadap kekakuan empiris campuran. Makin tinggi nilai MQ, maka makin tinggi kekakuan campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan. Perbandingan Marshalll Question disajikan dalam Grafik 4.20 berikut. 326,28
Marshall Quetiont (kg/mm)
350,00
259,57
300,00
200
250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Cam A
Cam E Spesifikasi
Benda Uji
Gambar 4.20. Perbandingan Hasil Marshall Quotient
96
Nilai Marshalll Quotient benda uji yang menggunakan campuran gradasi agregat RAP hasil ekstraksi menghasilkan Marshalll Quotient yang lebih tinggi dibanding benda uji dari campuran gradasi RAP tanpa ekstraksi. Hal ini disebabkan persentase pemakaian aspal pada campuran gradasi RAP hasil ekstraksi menjadi relatif berkurang karena sudah dikurangi dengan kandungan aspal dalam RAP. Perkerasan
yang dihasilkan lebih kaku dan cenderung
lebih cepat retak
dibandingkan campuran dengan gradasi RAP tanpa ekstraksi. Nilai Marshalll Quotient hasil penelitian campuran recycling gradasi RAP hasil Ekstraksi pada kadar aspal optimum adalah 326,28 kg/mm dan campuran gradasi tanpa ekstraksi pada kadar aspal optimum adalah 259,57 kg/mm, jadi lebih besar dari 200 kg/mm. Bila dibandingkan dengan persyaratan campuran laston yaitu
yaitu
200kg/mm sampai dengan 500 kg/mm maka nilai Marshall Quotient masih memenuhi. 6. Analisis Hasil Pengujian UCS Berdasarkan penelitian terhadap nilai kuat tekan dari benda uji pada kondisi suhu ruang 25 °C memiliki nilai kuat tekan vertikal yang lebih tinggi dibandingkan benda uji kondisi 40 °C. Untuk benda uji dengan campuran gradasi RAP hasil ekstraksi kehilangan nilai kuat tekan sebesar 18,90%, sedangkan untuk campuran gradasi RAP tanpa ekstraksi kehilangan nilai kuat tekan sebesar 27,99%.
97
1345,028 1400,000
1090,696
1200,000 UCS (Kpa)
1000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0,000 25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.21. Perbandingan nilai UCS Campuran Gradasi RAP Hasil Ekstraksi
1528,44
UCS (Kpa)
1.600 1.400 1.200
1100,478
1.000 800 600 400 200 0
25 ºC
40 ºC
Suhu Pengujian
Gambar 4.22. Perbandingan nilai UCS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi 2489,594
2500,00 1528,44 1345,028
UCS (Kpa)
2000,00 1500,00 1000,00 500,00 0,00 Cam. A
Cam. E
Benda Uji
DGEMs Konvensional
Gambar 4.23. Perbandingan nilai UCS dengan Penelitian sebelumnya.
98
Dari hasil pengujian kuat tekan yang telah dilakukan menunjukan bahwa benda uji dengan agregat RAP gradasi ekstraksi mempunyai nilai tekan sebesar 1345,023 KPa sedangkan benda uji dari agregat tanpa ekstraksi mempunyai kuat tekan lebih besar yaitu 1528,44 KPa berarti kemampuan menahan beban yang lebih baik dibandingkan benda uji dengan agregat hasil ekstraksi. Kondisi ini disebabkan rendahnya persentase aspal baru serta belum terjadinya ikatan yang baik dengan aspal lama pada campuran. Nilai kuat tekan hasil pengujian ini juga lebih kecil dibandingkan pengujian campuran aspal emulsi oleh Hanief, 2006, dimana nilai UCS untuk benda uji dengan filler abu batu sebesar 2480,504 KPa. Hal ini disebabkan bentuk agregat hasil bongkaran sudah mengalami perubahan dan deformasi akibat pegarukan dan pembebanan selama masa layan. Sesuai dengan konsep dasar aspal beton yang memiliki gradasi menerus, bentuk agregat yang mendekati kubus akan membuat susuan agregat yang lebih baik dari agregat batuan yang memiliki sudut lebih banyak sehingga kemampuan perkerasan akan lebih baik dalam menahan beban vertikal. 7. Analisis Hasil Pengujian ITS Hasil pengujian kuat tarik tidak langsung untuk campuran recycling campuran gadasi RAP pada suhu ruang 25 °C adalah 77,87 KPa, pengujian pada suhu 40 °C nilainya tinggal 37,406 KPa. Berarti terjadi kehilangan kuat tarik tidak langsung sebesar 48, 04%. Nilai ITS campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi pada suhu 25 °C adalah 86,669 KPa, pada suhu
40 °C nilainya adalah 44,401 KPa, persentase
99
kehilangan kuat tarik tidak langsung 55,23% .Jadi pada suhu 40 °C tersebut kemungkinan deformasi lebih tinggi dibanding pada suhu 25 °C. Perbandingan hasil pengujian disajikan pada Gambar 4.24dan Gambar 4.25.
ITS (Kpa)
77,877 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000
37,406
25 ºC
40 ºC
Suhu Pengujian
Gambar 4.24. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Hasil Eksraksi
86,669 100,000
ITS (Kpa)
80,000 44,401 60,000 40,000 20,000 0,000
25 ºC
40 ºC
Suhu Pengujian
Gambar 4.25. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Eksraksi Nilai ITS sebesar campuran aspal emulsi DGEMs dengan filler fly ash 161,883 KPa sesuai penelitian Hanief (2006). Nilai ITS campuran penelitian ini lebih rendah sekitar 50 %. Gambaran perbandingan dapat dilihat pada Gambar 4.26. berikut.
ITS (Kpa)
100
180,000 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000
161,88
86,669
Cam. A
77,877
Cam. E
DGEMs Konvensional
Benda Uji
Gambar 4.26. Perbandingan Nilai ITS Pengujian dengan DGEMs Konvensional Dari Gambar 4.26 langsung
tersebut di atas dapat dilihat bahwa kuat tarik tidak
campuran agregat gradasi RAP tanpa ekstraksi lebih baik 10,14%
dibandingkan gradasi agregat hasil ekstraksi. Penyebabnya adalah belum terjadinya ikatan yang sempurna antara agregat dengan aspal serta persentase kandungan aspal efektif yang rendah pada campuran gradasi agregat hasil ekstraksi. Rendahnya nilai kuat tarik tidak langsung secara umum dibandingkan campuran DGEMs konvensional disebabkab oleh tingginya persentase pemakaian RAP yakni 90% - 95%, serta belum tercapainya ikatan yang sempurna antar agregat akibat kurangnya kohesi pada material bongkaran. 8. Analisis Nilai Regangan Perhitungan nilai regangan untuk campuran recycling campuran gadasi RAP pada suhu ruang 25 °C adalah 0,00195, pengujian pada suhu 40 °C nilainya naik 35% menjadi 0,003. Nilai regangan campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi pada
101
suhu 25 °C adalah 0,00632 sedang pada suhu 40 °C nilainya adalah 0,00713, persentase peningkatan regangan 11,36%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa nilai regangan benda uji akan naik pada suhu 40 °C . Secara lengkap perbandingan nilai regangan terhadap suhu pengujian dapat kita lihat pada grafik yang disajikan pada Gambar 4.27 dan 4.28 berikut.
0,003 0,00300
Regangan
0,00250
0,00195
0,00200 0,00150 0,00100 0,00050 0,00000
25 ºC
40 ºC
Suhu Pengujian
Gambar 4.27. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Hasil Ekstraksi
0,00713 0,00720
Regangan
0,00700 0,00680 0,00660
0,00632
0,00640 0,00620 0,00600 0,00580
25 ºC
40 ºC
Suhu Pengujian
Gambar 4.28. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Tanpa Ekstraksi
102
9. Analisis Nilai Modulus Elastisitas Bila nilai regangan cenderung naik sesuai kenaikan suhu benda uji tapi nilai modulus elastisitas akan turun sesuai kenaikan suhu benda uji. Sesuai hasil perhitungan nilai modulus elastisitas campuran recycling campuran gadasi RAP pada suhu ruang 25 °C adalah 39625,98 KPa, pengujian pada suhu 40 °C nilainya turun 65 % menjadi 13702,11 KPa. Nilai modulus elastisitas campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi pada suhu 25 °C adalah 14881,05 KPa sedang pada suhu 40 °C nilainya adalah 6303,76 KPa persentase peningkatan regangan 57,64%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa nilai modulus elastisitas benda uji akan akan turun pada suhu 40 °C. Perbandingan nilai modulus elastisitas terhadap suhu pengujian dapat kita lihat pada grafik seperti Gambar 4.29 dan 4.30 berikut.
39625,98
Modulus Elastsitas (KPa)
40000 35000 30000 25000 20000
13702,11
15000 10000 5000 0
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.29. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas Gradasi hasil Ekstraksi
103
14881,05
Modulus Elastsitas (KPa)
16000 14000 12000 10000
6303,76
8000 6000 4000 2000 0
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.30. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas Gradasi Tanpa Ekstraksi
Modulus elastistas campuran recycling gradasi RAP hasil ekstraksi lebih tinggi sebesar 62,45% dibandingkan modulus elastisitas campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.31. berikut.
39625,98
Modulus Elastisitas (Kpa)
40000 35000 30000 25000
14881,05
20000 15000 10000 5000 0
Cam A
Cam E
Benda Uji
Gambar 4.31. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas
104
10. Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas. Dari hasil penelitian terlihat bahwa campuran agregat gradasi hasil ekstraksi memiliki angka permeabelitas lebih besar yaitu 8,84x10-4 m/dt sedangkan campuran gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi mempunyai angka permeabelitas sebesar 6,84x10-4.cm/dt Perbedaan sebesar 22,62% ini terjadi karena porositas dan kepadatan campuran gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi lebih kecil dibandingakan campuran dengan agregat gradasi hasil ekstraksi. Kondisi ini menunjukan bahwa densitas berbanding lurus dengan koefisien permeabilitas yang dimiliki campuran. Perbandingan permeabilitas campuran daur ulang hasil pengujian dengan permeabilitas penelitian hotmix disajikan pada Gambar 4.32 berikut.
Permeabilitas (cm/dt)
8,84E-04 9,00E-04 8,00E-04 7,00E-04 6,00E-04 5,00E-04 4,00E-04 3,00E-04 2,00E-04 1,00E-04 0,00E+00
7,82E-04 6,84E-04
Cam. A
Cam. E
Hotmix
Benda Uji
Gambar 4.32. Perbandingan Nilai Koefisien Permeabilitas
11. Rekapitulasi Hasil Penelitian Dari keseluruhan hasil penelitian direkapitulasi dalam Tabel 4.27 berikut ini.
105
Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Penelitian Campuran No
Jenis Pengujian
Agregat Ekstraksi
1
Stabilitas (kg)
2
Flow (mm)
3
Marshalll Quotient (kg/mm) 3
Spesifikasi Pengujian
Agregat tanpa
Min
Maks
Lain
Ekstraksi
1137,95
1150,42
800
-
-
3,5
3,92
2,00
-
-
326,29
259,57
200
350
-
4
Densitas (gr/cm )
2,065
1,985
2
3
-
5
Porositas (%)
21,062
22,589
3
5
-
6
UCS (KPa)
1345,03
1528,44
-
-
2489,59
7
ITS (KPa)
77,87
86,67
-
-
161,88
8
Regangan
0,002000
0,006300
-
-
-
9
Modulus elastisitas (KPa)
46624,100
14881,050
-
-
-
10
Permeabilitas (cm/detik)
8,84x10-4
6,84x10-4
Poor drainege
-
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Dari hasil pengujian ekstraksi bahan bongkaran aspal beton diketahui kadar aspal pada RAP adalah 4,80 %. Hasil pemeriksaan abrasi dan analisa saringan menujukan adanya degradasi ukuran butir dan perubahan proporsi agregat. 2. Karakteristik Marshall perkerasan lentur dengan bahan pokok reclaimed asphalt pavement secara campuran dingin memakai aspal emulsi
relatif memenuhi
persyaratan, tapi angka porositas terlalu tinggi sehingga perkerasan cenderung bersifat porous. Hasil pengujian menunjukan bahwa kekuatan awal benda uji recycling Gradasi RAP hasil ekstraksi
lebih rendah dibandingkan benda uji
gradasi RAP tanpa ekstraksi, namun relatif lebih aman dari resiko terjadinya kerusakan-kerusakan
akibat pemakaian aspal yang berlebihan (bleeding,
keriting, sungkur, dll). 3. Pemanfaatan material RAP sebagai bahan campuran aspal beton campuran dingin memakai aspal emulsi untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan cukup layak dan memenuhi syarat dengan catatan perlu beberapa koreksi pada JMF agar didapat hasil yang optimum.
106
107
B. Saran Beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pada penelitian lebih lanjut material daur ulang dengan campuran dingin untuk Open Graded Emulsion Mixture (OGEMs). 2. Guna mengkaji tingkat kesulitan pekerjaan daur ulang dengan aspal emulsi perlu pengujian lebih lanjut antara lain dengan mengadakan pengujian skala lapangan,. dengan memakai gradasi RAP hasil ekstraksi sehingga nilai aspal lama yang terkandung dalam RAP tetap bermanfaat dan aman dari resiko kerusakankerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1976. Manual Pemeriksaan Bahan Jalan. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Brown, Stephen. 1990. The Sheel Bitumen Handbook. United Kingdom. Cabrera, J.G and Dixon, JR. 1994. Performance and Durability of
Bituminous
Materials. The University of Leeds. UK. Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton (Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta Epps J. A., Little D. N. and Holmgreen R. J. 1980. Guidelines for Recycling Pavement Materials. Transportation Research Board. Washington D. C. Hutama Prima, PT. Aspal Emulsi. Brosur PT. Hutama Prima. Cilacap OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). 1978. Road Research Maintenance Technique for road Surfacings. Publication Office OECD. Paris Prancis. Reichert, U. 2004. Wirtgen Cold Recycling Manual. Wirtgen GmbH. West Germany. Setyawan, A. 2003. Development of Semi flexible Heavy-Duty Pavement. The University of Leed. UK. Silvia Sukirman. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung. Stock, A. 1998. Asphalt Surfacings : Recycling Materials. Edited by C.J. Nicholls. Cambridge University Press. U.K. Thanaya, I.N.A. 2003. Improving The Performance of Cold Bituminous Emulsion Mixtures (CBEMs) Incorporating Waste Material. The University of Leeds. UK.
108
109
The Asphalt Institut. 1991. Asphalt Hot Mix Recycling, MS-20. Agustus 1981. Maryland USA. Totomiharjo, S. 1994. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit. KMTS JTS FT UGM. Yogyakarta Woodside, A. P. Phillips, and A. Mills. 1999. Performance and Durability of Bituminous Material and Hydraulic Stabilised Composites: Maximisation of Recycled Asphalt Use In Cold Mix and Hot Mix. Proc. 3rd European Symposium. Leeds University. U.K. Wright, H. Paul and Paquette, J.R. 1979. Highway engineering. John Willeey and Sons, Inc. New York.