PEMANFAATAN ASPAL SINTETIS UNTUK MATERIAL PERKERASAN JALAN Edy Hermanto Staff Pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Medan Area Jl Kolam No 1 Medan Estate-Medan. Kampus Universitas Medan Area Email :
[email protected] Abstrak Aspal alam yang dimiliki Indonesia berasal dari gunung yaitu aspal Buton dan aspal buatan (aspal minyak) yang merupakan hasil dari penyulingan minyak bumi. Limbah/sampah plastik di Indonesia sangat banyak dan tidak dapat di daur ulang, karena berbahan baku polypropylen. Melalui penelitian ini akan dibuat suatu jenis aspal dengan menggunakan sampah plastik sebagai salah satu materialnya sehingga dapat bermanfaat untuk perkerasan jalan. Bahan baku yang ramah lingkungan sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat, dan perlu diteliti lebih lanjut.Aspal yang akan diteliti adalah aspal sintetis, bahan bakunya berasal dari residu oli sintetis. Aspal sintetis ini terbuat Residu oli sintetis, sampah plastik, getah pinus, batu kapur. Perbandingan yang digunakan antara residu oli, getah pinus dan batu kapur adalah terhadap volume perbandingan 1;2;2 dan sampah plastik digunakan sebanyak 15% dari total aspal yang diinginkan. Dari hasil penelitian diperoleh titik lembek aspal sintetis; 67-69, lebih tinggi dari standar yang ditetapkan; 51-63, hal ini menunjukkan bahwa aspal sintetis tidak mudah melentur apabila digunakan sebagai perkerasan. Dengan nilai stabilitas yang cukup besar, Kadar Aspal Optimum 6,5% dengan hasil: nilai rerata Stabilitas Marshall sebesar 1216.33kg. Berdasarkan Revisi SNI 03-17371989 tentang ketentuan sifat-sifat campuran laston nilai stabilitas minimum untuk lalu lintas berat yaitu 800 kg dapat dikatakan bahwa aspal sintetis jauh lebih kuat menahan beban vertikal dibandingkan aspal biasa. Kata kunci: Aspal Sintetis, Marshall Stability. Abstract Indonesia's natural asphalt comes from the mountain that is home-made Buton asphalt and bitumen (asphalt) which is the result of petroleum refining. Waste / waste plastic in Indonesia very much and can not be recycled as raw material polypropylen. Through this study will be made of a kind of asphalt using plastic waste as a material to be useful to the pavement. Environmentally friendly raw materials to produce products that are useful and should be further investigated.Asphalt that will be examined is the synthetic asphalt, raw materials derived from synthetic oil residue. It is made of synthetic asphalt synthetic oil residues, waste plastic, pine resin, limestone. Comparisons are used between the residual oil, pine resin and limestone are to volume ratio of 1; 2; 2 and the plastic waste used as much as 15% of total asphalt desired. The results were obtained synthetic asphalt softening point; 67-69, higher than the standards set; 51-63, this suggests that the synthetic bitumen is not easily bend when used as a pavement. With a large enough value stability, Optimum Asphalt Content 6.5% with the results: the average value of Marshall Stability of 1216.33kg. Based on SNI 03-1737-1989 Revision of the terms of the properties of the mixture laston minimum value stability for heavy traffic of 800 kg can be said that the synthetic asphalt is much more powerful than the vertical load bearing ordinary asphalt. Key words: Asphalt Synthetic, Marshall Stability.
LATAR BELAKANG Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong distribusi barang dan jasa sekaligus mobilitas penduduk. Ketersediaan jalan adalah prasyarat mutlak bagimasuknya investasi kesuatu wilayah. Jalan memungkinkan seluruh masyarakat mendapatkan akses pelayanan pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Untuk itu diperlukan perencanaan struktur perkerasan yang kuat, tahan lama dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap deformasi plastis yang terjadi. Faktor yang mempengaruhi umur dari perkerasan jalan adalah: mutu aspal tidak sesuai dengan persyaratan serta aspal yang digunakan secara fisik tidak sesuai dengan kondisi struktur dan cara penanganan pada pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan sehingga menyebabkan penurunan mutu campuran aspal. Kerusakan jalan yang umum terja di Indonesia yang beriklim tropis adalah deformasi dan retak, kedua kerusakan ini harus mendapat perhatian dalam memilih aspal untuk perencanaan campuran beraspal, guna mendapatkan perkerasan yang awet. Pemanfaatan limbah produk hidrokarbon ternyata menghasilkan inspirasi yang dapat menghasilkan senyawa kimia dan dapat digunakan untuk mengaspal jalan raya, disamping aspal buatan lokal yang dibuat dari ampas hasil penyulingan minyak bumi yang selama ini dibuat oleh Pertamina di Cilacap, serta beberapa produk aspal impor yang beredar di pasaran dalam negeri. Disamping itu karena aspal sintetis ini dalam proses pembuatannya menggunakan sisa/limbah proses hidrokarbon maka produksi pada skala industri dapat membantu usaha untuk mencapai kebersihan lingkungan, terutama pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah
plastik. Limbah/sampah plastik di Indonesia sangat banyak dan tidak dapat di daur ulang, hal tersebut perlu dimanfaatkan. Limbah plastik yang ada tidak sulit untuk dikumpulkan karena pada tempat pembuangan sampah, dan plastik tersebut sudah dipisahkan oleh para pemulung. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas penulis melakukan penelitian sejenis aspal sintetis’ dengan menggunakan limbah plastik, Rasido oli, Getah Pohon pinus, batu Kapur sebagai bahan campuran sehingga dapat bermanfaat untuk perkerasan jalan, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium. STUDI LITERATUR 1. Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan terdiri dari: 1. Lapisan permukaan (surface course). Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan, dan berfungsi sebagai : • Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. • Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisanlapisan tersebut. • Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. • Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih buruk. 2.Lapisan pondasi atas (base course). Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain: • Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya. • Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. • Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3.Lapisan pondasi bawah (sub base course). Fungsi lapisan pondasi bawah ini antara lain: • Bagian konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. • Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya. • Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal. • Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. 4. Lapisan tanah dasar (subgrade), adalah lapisan tanah yang terletak di atas lapisan pondasi bawah. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan, jika tanah aslinya baik, atau tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan. 2.Aspal Aspal merupakan campuran dari bitumen dan mineral, yang sering juga disebut bitumen. Hal tersebut disebabkan karena bahan dasar utama dari aspal adalah bitumen merupakan material yang bersifat thermoplastis. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk lapisan perkerasan. Aspal digunakan sebagai bahan pengikat agregat dan bahan penutup lapisan pemukaan supaya kedap air. Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Disamping itu setiap sumber dari minyak bumi menghasilkan komposisi molekul yang beragam. Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltene dan maltene. Asphaltene sebagai filler merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltene larut dalam heptane, heptane merupakan material cairan kental yang terdiri dari resin dan oil. Resin
merupakan prapolimer yang memiliki plastisitas tinggi, berwarna kuning atau coklat yang memberikan sifat adhesi dari aspal dan merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltene dan resin. Proporsi dari asphaltene, resin, dan oil berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran. Aspal berfungsi sebagai: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta antara aspal tersebut sendiri. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat. Untuk itu aspal harus mempunyai sifat sebagai berikut: 1. Daya tahan (durability), kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanannya. 2. Adhesi, gaya tarik menarik molekulmolekul yang berlainan jenis. 3. Kohesi, gaya tarik menarik molekulmolekul yang sejenis. 4. Kekerasan Aspal 3.Aspal Keras/Padat (Asphalt Cement, AC) Aspal yang berbentuk padat pada suhu ruang (25°C–30°C). Jika aspal ini akan digunakan maka terlebih dahulu harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar menjadi cair. Aspal padat dapat dibedakan berdasarkan kekerasannya yang dinyatakan dengan nilai penetrasi pada suhu 25 °C atau berdasarkan nilai viskositasnya. Di Indonesia aspal padat umumnya dikelompokkan berdasarkan nilai penetrasinya, yaitu :
a. Asphalt Cement pen 40/50, yaitu aspal dengan penetrasi antara 40 – 50. b. Asphalt Cement pen 60/70, yaitu aspal dengan penetrasi antara 60 – 70. c. Asphalt Cement pen 85/100, yaitu aspal dengan penetrasi antara 85 – 100. d. Asphalt Cement pen 120/150, yaitu aspal dengan penetrasi antara 120 – 150. e. Asphalt Cement pen 200/300, yaitu aspal dengan penetrasi antara 200 – 300. Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100. 4 Aspal sintetis Untuk membuat Aspal sintetis di penilitian ini adalah: Residu oli sintetis, sampah plastik, getah pinus, batu kapur. Perbandingan yang digunakan antara residu oli, getah pinus dan batu kapur adalah terhadap volume perbandingan 1;2;2 dan sampah plastik digunakan sebanyak 15% dari total aspal yang diinginkan. Hasil dari pemeriksaan aspal sintetis dapat dilihat pada Tabel 2.1, berikut dengan persyaratan dari Bina Marga. Tabel 1. Persyaratan dari Bina Marga.
terdiri dari aspal aspal Sintetis, agregat kasar batu pecah, agregat halus pasir sungai dan filler dari batu kapur. Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap aspal sintetis, diperoleh hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 Persiarataan Bina Marga Tabel 2. Hasil pemeriksaan aspal Sintetis
HASIL PENGUJIAN MARSHALL Hasil pengujian marshall terhadap campuran beton aspal panas yaitu nilai kepadatan (density), stabilitas (stability), VMA ( voids in mineral aggregate), VFA (voids filled with asphalt), VIM (voids in the mix), kelelehan (flow) dan Marshall Quotient (MQ) pada benda uji masingmasing kadar aspal 3 buah benda uji. Untuk mendapatkan nilai karakteristik aspal yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi Revisi RSNI M 01-2003, maka perlu dicari kadar aspal optimum ditentukan dengan cara percobaan pengujian marshall dengan variasi kadar aspal 5%; 5.5%; 6%. Hasil pengujian Marshall untuk menentukan kadar aspal optimum seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 3. Hasil pengujian Marshall No Jenis
3 4 5 6 7
VIB (%) Stabilitas (kg) flow (mm) MQ (kg/m)
1 2
HASIL PENELITIAN 1. Pemeriksaan Aspal Bahan yang digunakan untuk campuran Beton aspal pada penelitian ini
Spesifikasi Kadar aspal (%)
Pemeriksaan Densty(gr/cm3) >13 VMA (%) >60 VFB (%) 3,5-5,5 >800 >3 >250
4,5 2.29 15.75
5 2.31 15.19
5,5 6 6,5 2.30 2.28 2.27 16.22 17.13 18.04
54.15
54.13
66.9
69.48 71.13
7.26 992 3.53 344
5.46 1089 3.6 349
5.42 1170 3.85 350
5.27 1179 3.95 340
5.13 1114 4 305
4.Pemeriksaan Aspal sinetetis Dari hasil pengujian aspal sintetis yang ditunjukkan pada pembahasan sebagai berikut: a.Pemeriksaan Penetrasi Aspal sintetis’. Dari hasil pemeriksaan penetrasi aspal sintetis diperoleh nilai rata-rata penetrasi 33.92 dengan hasil tersebut maka nilai penetrasi aspal sintetis tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Persyaratan yang ditentukan untuk penetrasi aspal adalah 40-59 b.Pemeriksaan Titik Lembek Aspal sintetis Pemeriksaan titik lembek yang untuk mengukur batas kekerasan aspal dengan cara membebani dengan bola baja dan memanaskan didalam media air. Dari hasil pengujian diperoleh nilai rata-rata suhu dari kondisi titik lembek adalah sebesar 68⁰C dan mendekati dalam rentang batas suhu kondisi titik lembek yang disyaratkan yaitu antara 51-63 ⁰C. c.Pemeriksaan Titik Nyala dan Bakar Aspal sintetis Tujuan pemeriksaan suhu kondisi titik nyala dan titik bakar adalah untuk menentukan suhu dimana aspal mulai mengalami perubahan sifat sebagai akibat pemanasan yang terlalu tinggi serta untuk mengetahui suhu maksimum dalam memanaskan aspal sehingga aspal tidak terbakar. Besarnya titik nyala yang disyaratkan minimal sebesar 200⁰C dan dari hasil pemeriksaan menunjukkan titik nyala dan bakar rerata berturut-turut sebesar 140⁰C dan 142 ⁰C. d.Penurunan berat (denganTFOT) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kehilangan berat menyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu. Yang dinyatakan dalam persen berat semula. Persiaratan yang ditentukan untuk penurunan berat (TFOT) adalah 0,8⁰C , Dari pemeriksaan menunjukan hasil 0.76 0C
e.Daktilitas 25o C -5 detik Daktilitas bahan bitumen yang diuji dilaboraterium adalah untuk menentukan apakah nilai daktalitas yang di tetapakan sesuai dengan atau tidak dengan spesifikasi BINA MARGA, daktilitas bahan bitumen yang memenuhi syarat adalah lebih besar mengikat butiran - butiran agregat yang lebih baik, tetapi lebih peka terhadap perobahan temperatur. Dengan kata lain, aspal tersebut akan lebih mudah menjadi lemak atau cair dengan perobahan temperatur yang tidak terlalu besar. Pada prinsipnya percobaan ini adalah pengukuran parpanjangan aspal setelah diadakan penarikan . penarikan dilakukan dengan mesin penguji dengan kecepatan penarikan 5cm/menit dan pada umumnya dilakukan pada suhu 250. Akibat penarikan ini aspal akan mengalami perpanjangan sehingga sampel akan putus sampai batas penarikan. Inilah yang merupakan nilai daktalitas aspal yang dinyatakan dalam satuan cm. semakin tinggi nilai daktalitas suatu percobaan maka aspal tersebut akan semakin bagus. Tes daktilitas merupakan salah satu percobaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah aspal memenuhi persyaratan atau tidak sesuai spesifikasi BINA MARGA . Jadi tes daktilitas ini kita dapat mengetahui aspal tersebut layak dipakai atau tidak. Untuk aspal jenis sintetis, daktalitas yang di peroleh ternyata kurang dari 100 cm maka aspal sintetis’ kurang baik. f. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal sintetis. Berat jenis merupakan perbandingan antara berat aspal dengan berat air suling dengan volume yang sama. Persyaratan yang ditentukan untuk berat jenis aspal adalah 1 gr/cc. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan hasil 1,2 gr/cc. aspal sintetis dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran beton aspal panas. 1. Pengujian Marshall
Tabel 4. (density).
Hasil
Pengujian
Kepadatan
2,320 2,315 2,310 2,305 2,300 2,295 2,290 2,285 2,280 2,275 2,270 2,265 2,260 4,00
Bulk Density (gr/cc)
a. Kepadatan (density) Kepadatan merupakan tingkat kerapatan campuran setelah dipadatkan. Kepadatan (density) adalah berat campuran pada setiap satuan volume,. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan adalah gradasi agregat, kadar aspal, berat jenis agregat, kualiitas penyusunya dan proses pemadatan yang melimuti suhu dan jumlah tumbukannya. Campuran yang mempunyai nilai kepadatan akan mampu menahan beban yang lebih besar jika dibandingkan dengan campuran yang memiliki kepadatan rendah. Berikut ini adalah tabel dan gambar hubungan kadar aspal dan kepadatan (density).
4,50
5,00 5,50 6,00 6,50 % Bitument by Total mix
7,00
Gambar 1. Grafik Hubungan Kepadatan (Density) dan Kadar Aspal Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, pada Kadar Aspal 4,5% yaitu dengan rerata nilai 2,29 %. Pada setiap penambahan kadar aspal nilai density mengalami peningkatan, pada kadar aspal 5% sebesar 0,9%. Kadar aspal 5,5% mengalami penurunan sebesar 0,3%, kadar aspal 6% sebesar 0,3 %, pada kadar aspal 6,5% mengalami penurunan sebesar 0,9%. Nilai density tertinggi terdapat pada kadar aspal 5% dengan nilai sebesar 2,31%. b. Stabilitas Stabilitas campuran dalam pengujian marshall ditunjukan dengan pembacaan nilai stabilitas yang dikoreksi dengan angka tebal benda uji. Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja di atasnya, tanpa mengalami perubahan bentuk seperti gelombang dan alur. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh gesekan antar butiran agregat (internal friction), penguncian antar butir agregat (interlooking) dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal (kohesi), disamping itu proses pemadatan, mutu agregat, dan kadar aspal juga berpengaruh.
Tabel 5. Marshall. Notasi benda Uji
Hasil
Pengujian
Stabilitas
Kadar Aspal (%)
Nilai Stabilitas (kg)
1 2 3
4.5 4.5 4.5 Rata-rata
II
1 2 3
5 5 5 Rata-rata
III
1 2 3
5.5 5.5 5.5 Rata-rata
1107.00 1107.00 1078.00 1097.33 1274.00 1122.00 1169.00 1188.33 1302.00 1197.00 1259.00 1252.67
IV
1 2 3
6 6 6 Rata-rata
V
1 2 3
6.5 6.5 6.5 Rata-rata
Stability (Kg)
I
1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 4,00
1271.00 1259.00 1256.00 1262.00 1184.00 1212.00 1253.00 1216.33
4,50 5,00 5,50 6,00 6,50 % Bitument by Total mix
7,00
Gambar 2. Grafik hubungan kadar stabilitas dan kadar aspal. Dari gambar 1 hubungan stabilitas dan kadar aspal di atas, pada penambahan kadar aspal 5% mengalami peningkatan sebesar 9,8%. Kadar aspal 5,5% sebesar 17,9%, kadar aspal 6% sebesar 18,9%, kadar aspal 6,5% sebesar 12,3%. Nilai stabilitas Marshall Optimum tercapai pada campuran beton aspal dengan kadar aspal 6% dengan hasil rerata nilai stabilitas sebesar 1216.33kg.
Berdasarkan Revisi SNI 03-1737-1989 tentang ketentuan sifat-sifat campuran laston nilai stabilitas minimum untuk lalu lintas berat yaitu 800 kg, sehingga semua kadar aspal yang digunakan dalam penelitian Proyek Akhir ini memenuhi persyaratan. c. Flow Flow atau kelelehan menunjukkan besarnya penurunan atau deformasi yang terjadi pada lapis keras akibat menahan beban yang diterimanya. Penurunan atau deformasi yang terjadi erat kaitannya dengan nilai karakteristik Marshall lainnya, seperti VFB (Vold Filled Bitumen), VIM (Void In Mix) dan stabilitasnya. Nilai flow dipengaruhi antara lain oleh gradasi agregat, kadar aspal dan proses pemadatan yang meliputi suhu pemadatan dan energi pemadatan. Campuran yang memiliki nilai kelelehan (Flow) yang rendah dan stabilitas yang tinggi, cenderung menjadi kaku dan getas (brittle), sedangkan campuran yang memiliki nilai kelelehan (Flow) yang tinggi dengan stabilitas yang rendah cenderung plastis dan mudah berubah bentuk apabila mendapatkan beban lalu lintas. Aspal terdiri dari dua komponen utama yaitu asphalteness dan malteness. Asphalteness yang memberikan warna cokelat atau hitam pada aspal sedangkan malteness dan oil yang juga akan mempengaruhi nilai flow. Tabel 6. Hasil Pengujian Flow Notasi
I
II
benda Uji
Kadar Aspal (%)
Nilai Flow(mm)
1
4.50
3.15
2
4.50
3.21
3
4.50 Rata-rata
3.22
1
5.00
3.37
2
5.00
3.40
3.19
3
III
IV
V
5.00 Rata-rata
3.44
1
5.50
3.61
2
5.50
3.63
3
5.50 Rata-rata
3.51
1
6.00
3.89
2
6.00
4.00
3
6.00 Rata-rata
3.23
1
6.50
3.82
2
6.50
3.98
3
6.50 Rata-rata
4.17
5,50
6,50
3.40
3.58
3.71
3.99
7 Flow ( mm )
6
5 4 3 2 1 4,00
4,50
5,00
6,00
7,00
d. Void Filled Bitumen VFB (Void Filled Bitumen), menyatakan prosestase rongga udara yang terisi aspal pada campuran yang telah mengalami pemadatan, Nilai VFB ini merupakan pada sifat kekedapan air dan udara, maupun sifat elastis campuran. Nilai VFB dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: energi, suhu pemadatan, jenis dan kadar aspal, serta gradasi agregatnya. Nilai VFB yang semakin besar berarti semakin banyaknya rongga udara yang terisi aspal sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara akan semakin tinggi. Nilai VFB yang terlalu tinggi akan menyebabkan lapis perkerasan mudah mengalami bleeding atau naiknya aspal kepermukaan. Nilai VFB (Void Filled Bitumen) yang terlalu kecil akan menyebabkan kedapan campuran terhadap air berkurang karena sedikit rongga yang terisi aspal. Dengan banyaknya rongga yang kosong, air dan udara akan mudah masuk kedalam lapis keras sehingga keawetan dari lapis keras akan berkurang.
% Bitument by Total Mix
Tabel 7. Hasil pengujian VFB (Void Filled Bitumen) Gambar 3. Grafik hubungan flow dan kadar aspal Pada penambahan kadar aspal 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% nilai flow mengalami peningkatan berturut-turut yaitu sebesar 2%,9,3%, 11,9% dan 13,3% terhadap kadar aspal 4,5%. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar kadar aspal yang digunakan maka nilai flow juga semakin meningkat. Dari besarnya nilai flow tertinggi terdapat pada kadar aspal 6,5% dengan rerata sebesar 3,99 mm. Sedangkan jika ditinjau dari Revisi SNI 03-1737-1989 tentang ketentuan sifat-sifat campuran Laston nilai flow harus >3mm. Nilai flow yang memenuhi persyaratan yaitu pada kadar aspal 4,5%,5%5,5%,6dan 6,5%.
5) Pada kadar Aspal 6%, 6,5% dan 7% memenuhi persyaratan nilai Flow yang ditentukan. 6) Pada nilai KAO (Kadar Aspal Optimum) kadar aspal 5,5% dan 6%, memenuhi semua persyaratan VIM, VFB, Stabilitas, Flow dan MQ.
Gambar 4. Grafik hubungan VFB dan kadar aspal. b.
Penentuan Kadar Aspal Optimum Kadar aspal optimum adalah jumlah aspal yang digunakan dalam campuran agar dapat tercapai mencapai persyaratan Stabilitas, Flow, VMA, VIM, density dan Marshall Quotient. Penentuan kadar aspal optimum untuk menetepkan besarnya kadar aspal efektif dalam campuran yang diperlukan untuk pembuatan benda uji baru dengan komposisi agregat sama tetapi dengan kadar aspal optimum yang telah ditentukan.
Flow
VMA VF
9 8 7 6 5 4 3
VI 2 Sta Density 1 0
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
Gambar 5. Grafik penentuan Kadar Aspal Optimum. 1) Nilai VIM memenuhi syarat pada aspal 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5 2) Nilai VFB memenuhi syarat pada aspal 5,5%, 6%, dan 6,5%. 3) Kadar aspal 4.5% sampai memenuhi syarat Nilai VMA. 4) Kadar aspal 4,4% sampai memenuhi syarat nilai stabilitas.
kadar kadar 6.5% 6,5%
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian yang dilakukan terhadap aspal sintetis’ menyimpulkan sebagai berikut: 1. Nilai Penetrasi yang cukup rendah, sehinga baik digunakan untuk daerah bersuhu tinggi dan volume lalu lintas yang besar. 2. Titik Lembek aspal sintetis yaitu 67-69 lebih tinggi dari standar yang ditetapkan Bina Marga yaitu 51-63,menunjukkan bahwa aspal sintetis tidak mudah melentur apabila digunakan sebagai perkerasan. 3. Nilai VIB,VMA,dan Flow lebih besar, menunjukkan bila campuran tersebut berkadar pori tinggi sehingga sangat mudah menyerap air. Meninjau dari bahan material aspal sintetis yang terbuat dari bahan yang mengandung plastik maka faktor air berpengaruh sangat kecil pada ketahanan campuran aspal. 4. Dengan nilai stabilitas yang cukup besar yaitu diatas 800 kg, dapat dikatakan bahwa aspal sintetis jauh lebih kuat menahan beban vertikal dibandingkan aspal biasa. Saran Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang “Optimasi Kadar Aspal sintetis Terhadap Karakteristik Marshall Pada Lalu Lintas Berat Menggunakan Material Plastik, Rasido oli, getah pinus/(aspal sintetis)” dengan komposisi volume campuran yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA
Anis Tahir dan Ariel Setiawan.pebuari 2009:45-61 Asphalt concrete, Compacting temperature, Marshall immersion, Jurnal smartek.vol.7 Direktorat Jendral BinaMarga ,2009, Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
RSNI M-01-2003 Sukirman, S., 2003, Material Perkerasan Jalan, Nova, Bandung. Unty Azizah 18-04-2009 Polietilen, polimer termosetting, polivinilklorida, termoplastik.
Hunter,R.N.,1994,Bituminous Mixturesin Road Construction,Thomas,Telford,London, United Kingdom. www.dephud.go.id/uploads/INFORMASI/sni/gondorukem.htm