Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING UNTUK MENENTUKAN HARGA JUAL Iman Triono Adi
[email protected]
Dini Widyawati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT Activity Based Cost system is a method to determine the cost of goods sold which includes the cost throughout the activity, then the product. The different between the two existing methods are on the calculation method which is conventionally with the Activity Based Cost system is in the amount of cost driver used. Based on the data analysis which have been obtained by using ABC system calculation method, it can be concluded that there are some differences between the calculation in order to determine the cost of goods sold both the barecore product and engineering door between the conventional method and ABC method system, the difference is also on the product selling price. Product selling price of barecore per m3 is determined by using conventional method is Rp. 2,480,327 while using ABC system method is Rp. 2,413,284, so overcosted happens. The same thing with the engineering door product per m3 is determined by using conventional method is Rp. 9, 781,127 on the other hand by using ABC system method is Rp. 11,654,755 so the undercosted happens. Keywords: ABC System, Cost Driver, Selling Price Determination. ABSTRAK Activity Based Cost System merupakan metode penentuan harga pokok yang menelusuri biaya keseluruh aktivitas, kemudian pada produk. Perbedaan antara kedua metode yang ada, yaitu metode perhitungan secara konvensional dengan metode Activity Based Cost System terletak pada jumlah cost driver (pemicu biaya) yang digunakan. Berdasarkan analisis data yang telah di dapat dengan menggunakan metode perhitungan ABC System, maka diperoleh simpulan ada perbedaan antara perhitungan untuk menentukan harga pokok produk barecore dan engineering door antara metode konvensional dengan metode ABC system demikian juga dengan harga jual produk juga ada perbedaan. Harga jual produk barecore per m3 dengan menggunakan metode konvensional sebesar Rp. 2.480.327 sedangkan dengan metode ABC sistem sebesar Rp. 2.413.284, sehingga terjadi overcosted. Demikian juga dengan produk engineering door per m3 dengan menggunakan metode konvensional sebesar Rp. 9.781.127 sedangkan dengan metode ABC system sebesar Rp. 11.654.755, sehingga terjadi undercosted. Kata kunci: ABC sistem, cost driver, penentuan harga jual PENDAHULUAN Perkembangan dunia usaha yang pesat mempunyai dampak yang luas terhadap perusahaan. Perkembangan ini menimbulkan persaingan antar perusahaan yang semakin komparatif, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang mengembangkan usahanya dibidang sejenis. Oleh karena itu manajemen dituntut untuk bekerja secara efektif dan efisien agar mampu bersaing dan dapat mencapai tujuan perusahaan yang sudah ditetapkan. Keberhasilan perusahaan didalam mencapai tujuan akan terwujud apabila manajemen mampu mengelola perusahaan dengan baik. Hal ini pada umumnya ditandai
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
2
dengan kemampuan manajemen dalam melihat peluang di masa yang akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu peranan akuntansi manajemen sangat penting sebagai salah satu sumber informasi yang dibutuhkan perusahaan dalam mengambil keputusan. Dalam perkembangan saat ini perusahaan dituntut untuk dapat bersaing secara kompetitif. Persaingan yang ketat dibidang industri manufaktur membuat pihak manajemen perusahaan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Setiap perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan dan sasaran yang sama yaitu keberhasilan dalam mempertahankan hidup, melangsungkan hidup dan meningkatkan perkembangan usahanya. Tujuan ini dapat dicapai jika semua tahapkegiatan yang dilakukan perusahaan dipikirkan dan diteliti secara seksama dan mendetail. Untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan pasar yang semakin ketat, setiap perusahaan atau badan usaha membutuhkan informasi yang akurat dan tepat waktu guna menunjang berbagai keputusan yang diambil. Demikian halnya dengan PT DHARMA SATYA NUSANTARA, dengan kondisi kompetitif seperti ini memaksa pihak manajemen untuk melakukan upaya agar dapat survive dan bersaing dengan selalu menggali kebutuhan, keinginan dan permintaan pelanggan. Salah satu cara dalam memenangkan tingkat persaingan yang semakin ketat ini diantaranya yaitu dengan mempunyai keunggulan dalam harga jual. Untuk menetapkan harga pokok produksinya secara tepat guna mendukung penetapan harga pokoknya. Salah satu keputusan yang sulit dihadapi suatu perusahaan adalah menetapkan harga. Meskipun cara penetapan harga yang dipakai sama bagi setiap perusahaan yaitu didasarkan pada biaya, persaingan, permintaan dan laba. Tetapi kombinasi optimal dari faktor-faktor tersebut berbeda sesuai dengan sifat produk, pasarnya dan tujuan perusahaan. Penentuan harga jual merupakan salah satu elemen yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih perusahaan. Hal ini juga sangat dirasakan oleh manajemen PT DHARMA SATYA NUSANTARA dengan semakin berkembangnya kompetitor. Untuk dapat bersaing manajemen harus mampu menentukan harga jual yang dapat memberikan nilai yang sesuai dengan pelayanan yang diberikan sehingga menimbulkan rasa puas dan menumbuhkan kepercayaan pelanggan. Dalam menentukan harga jual harus diketahui unit cost produk, untuk itu sangat diperlukan informasi biaya-biaya yang akurat. Harga pokok produksi pada perusahaan industri terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung dapat langsung dibebankan ke produk, karena dapat secara langsung ditelusuri ke produk. Sedangkan biaya overhead pabrik ada kelompok yang dapat ditelusuri langsung ke produk dan ada yang tidak dapat ditelusuri ke produk. Pembebanan biaya overhead ke produk harus dilakukan secara tepat karena perhitungan harga pokok produksi akan berpengaruh kepada keputusan penetapan harga dan akan mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan yang ingin dicapai. Pembebanan biaya dengan sistem tradisional sebenarnya tidak menunjukkan biaya yang sesungguhnya dikonsumsi oleh setiap jenis produk. Pengalokasian dengan metode ini akan menyebabkan distorsi, karena produk tidak mengkonsumsi biaya secara proporsional terhadap volume produksi. Produksi dengan volume tinggi akan mensubsidi produk dengan volume rendah, sehingga terjadi subsidi silang. Untuk mengatasi terjadinya distorsi dan subsidi silang ini, maka diperlukan adanya metode pengalokasian yang lebih baik. Metode activity based costing (ABC) adalah sistem yang terdiri dari dua tahap, yaitu melacak biaya ke berbagai aktivitas kemudian melacak atau menelusuri biaya ke berbagai produk.dalam sistem ini yang menjadi penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk. Aktivitas
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
3
mengkonsumsi sumber daya perusahaan dan mengalokasikan pada produk untuk menunjukkan secara tepat biaya yang melekat pada produk tersebut. Sehingga biaya over head pabrik yang dibebankan ke produk merupakan biaya yang benar-benar dikonsumsi oleh produk tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk Menghitung harga pokok produksi dengan menggunakan metode activity based cost. Kemudian Menentukan harga jual dari perhitungan harga pokok produksi dengan metode activity based cost TINJAUAN TEORETIS Konsep Biaya Biaya sebagai ekuivalen kas karena sumber daya non kas dapat pula digunakan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan. Akibatnya, kita dapat menganggap biaya sebagai ukuran jumlah rupiah atau satuan moneter atas sumber daya yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu berkaitan dengan proses bisnis perusahaan. Biaya dikeluarkan dalam mewujudkan manfaat masa depan. Bagi perusahaan yang bertujuan menghasilkan laba, manfaat masa depan ini biasanya diartikan sebagai pendapatan. Pada setiap produk, beban dikurangkan dari pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menentukan laba periode berjalan.Bagi perusahaan agar dapat tetap bertahan dalam bisnis, maka pendapatan secara konsisten harus melebihi jumlah beban yang dikeluarkan, artinya laba yang dihasilkan harus cukup besar untuk memuaskan para pemilik perusahaan atau pemegang sahamnya. Jadi hubungan antara harga dan biaya sangatlah erat dalam arti bahwa harga hasruslah melebihi biaya agar laba dan jumlah yang diinginkan dapat tercapai. Lebih jauh lagi, menurunkan harga berarti meningkatkan nilai pelanggan lewat penurunan pengorbanan konsumen dan kemampuan untuk menurunkan harga ini berhubungan erat dengan kesempatan untuk menurunkan biaya. Jadi seorang manajer sangat berkepentingan untuk memahami biaya dan trend atas biaya yang terjadi dalam perusahaan mereka. Berikut ini adalah konsep dasar biaya yang harus dipahami : Biaya (cost) adalah kas
atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan dapat memberi manfaat saat ini atau dimasa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber non kas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Contohnya adalah menukar peralatan dengan bahan yang diproduksi. Opportunity cost adalah manfaat yang diserahkan atau dikorbankan ketika satu alternatif dipilih dari beberapa alternatif lain. Objek biaya, dapat berupa apapun seperti produk, pelanggan, departemen, proyek, aktivitas dan sebagainya yang diukur biayanya dan dibebankan. Aktivitas tidak hanya bertindak sebagai objek biaya, tapi juga memiliki peran utama dalam pembebanan biaya untuk objek biaya lainnya. Contoh aktivitas adalah pemasangan peralatan untuk produksi, pemeliharaan perusahaan, pengiriman tagihan ke pelanggan dan kain-lain. Ketelusuran (traceability) adalah kemampuan untuk membebankan biaya ke objek biaya dengan cara yang layak secara ekonomi berdasarkan hubungan sebab akibat. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi adalah total biaya produk jadi selama satu periode tertentu yang dikeluarkan dari persediaan barang dalam proses. Dalam suatu perusahaan manufaktur harga pokok produksi merupakan seluruh biaya dalam proses pembuatan produk dari bahan mentah menjadi barang jadi dan siap dipasarkan ke konsumen.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
4
Dengan demikian unsur pembentuk harga pokok produksi terdiri dari : bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, overhead pabrik. Dalam pertanyaan mengenai unsur-unsur biaya mana yang akan dialokasikan ke harga pokok produksi. Ada tiga kemungkinan metode penentuan harga pokok produksi yaitu dengan menggunakan kalkulasi biaya absorpsi penuh (full costing), dan kalkulasi biaya langsung (variable costing) dan Activity Based Costing. (1) Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variable kepada produk. Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik tetap, biaya overhead pabrik variabel, harga pokok produk. (2) Variabel costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Harga pokok produk menurut variabel costing terdiri dari : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja variable, biaya overhead pabrik variable, harga pokok produk. (3) Full costing dan variabel costing dalam perhitungan harga pokok produksi termasuk dalam metode perhitungan tradisional, sedangkan yang dalam penelitian ini adalah perhitungan harga pokok produksi memakai metode Activity Based Costing. Activity Based Costing Definisi Activity Based Costing, perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (ABC) menurut Blocher (2005:222) adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke obyek biaya berdasarkan aktifitas yang dilakukan untuk obyek biaya tersebut. Dari definisi diatas, produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas yang menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sistem biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based Costing) menurut Hansen dan Mowen adalah sistem biaya yang pertama-tama menulusuri biaya ke aktivitas dan kemudian menelusuri biaya dari aktivitas ke produk ( 2006). Syarat-syarat Penerapan Activity Based Costing Sistem akan dapat dilaksanakan apabila persyaratan untuk menerapkan sistem tersebut dapat terpenuhi. Menurut Supriyono (2002:247) ada 2 hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan sistem ABC, yaitu : (1) Biaya-biaya berdasar
perunit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada setiap produk. (2) Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas nonunit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio kira-kira sama, maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk. Jika berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem konvensional atau Activity Based Costing membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi, perusahaan yang produk homogen (diversifikasi produk rendah) mungkin dapat menggunakan sistem konvensional tanpa masalah. Manfaat Activity Based Costing Adapun manfaat Activity Based Costing menurut Tunggal (2002;23), yaitu : (a) Suatu pengkajian Activity Based Costing dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokus pada mengurangi biaya. (b) Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
5
penawaran kompetitif yang lebih wajar. (c) Activity Based Costing dapat membantu dalam keputusan membuat membeli yang manajemen lakukan. (d) Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah. (e) Melalui analisis dan biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat merekayasa kembali (re-engineer) proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih tinggi. Penentuan Harga Pokok Produksi berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing) Sistem biaya berdasarkan aktivitas (ABC system) adalah sistem yang terdiri dari 2 tahap yaitu pertama melacak pada berbagai aktivitas, dan kemudian ke berbagai produk. Sistem penentuan harga pokok secara ABC menggunakan cost driver yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang digunakan oleh sistem tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit. Sebagai hasilnya, metode ini meningkatkan ketelitian. Namun apabila ditinjau dari sudut manajerial, sistem ABC lebih hanya sekedar member ketelitian dalam menetapkan harga pokok produksi. Sistem ini juga memberikan informasi tentang biaya dari berbagai macam aktivitas. Pengetahuan atas biaya dari berbagai aktivitas tersebut memungkinkan para manajer untuk memfokuskan diri pada aktivitasaktivitas yang memberikan peluang untuk melakukan penghematan biaya dengan cara ; menyederhanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas dengan efisien , meniadakan aktivitas yang tidak bernilai tambah, dan sebagainya. Klasifikasi biaya berdasar Ativity Based Costing Pengklasifikasian biaya dengan menggunakan Activity Based Costing berbeda dengan pengklasifikasian sistem tradisional. Menurut Tunggal (2000;29) biaya dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu : (1) Biaya variabel jangka pendek (short-therm variable cost) merupakan biaya-biaya yang bervariasi sesuai dengan volume produksi dan juga diklasifikasikan sebagai biaya variabel dalam metode tradisional. Contohnya yaitu biaya tenaga listrik, dimana biaya ini bervariasi dengan hubungan langsung terhadap volume produksi, dinyatakan sebagai jam mesin. Untuk biaya variabel jangka pendek disarankan untuk menggunakan pemacu biaya yang berhubungan dengan volume produksi. Contohnya termasuk jam tenaga kerja, jam mesin, biaya material langsung. Tidak seperti sistem tradisional yang hanya satu atau dua basis penyerapan, ABC mengakui bahwa terdapat beberapa pemicu pada kapan saja. (2) Biaya variabel jangka panjang (long-therm variable cost) merupakan biaya overhead yang tidak bervariasi dengan volume produksi, akan tetapi bervariasi dengan tolak ukur aktivitas yang lainnya. Contohnya : biaya untuk aktivitas pendukung, sepeti penanganan bahan penjadwalan produksi, set up, dan sebagainya adalah tetap dalam jangka pendek, akan tetapi bervariasi dalam jangka panjang sesuai dengan kisaran (range) dan kompleksitas produk yang diproduksi. ABC mensyaratkan biaya ini ditelusuri ke produk berdasarkan pemacu biaya berbasis transaksi. Dalam sistem tradisional, kebanyakan biaya ini diklasifikasikan sebagai biaya tetap. (3) Biaya tetap (fixed cost) dengan menggunakan ABC biaya-biaya ini diklasifikasikan sebagai biaya yang tidak bervariasi, dalam periode waktu tertentu dengan setiap indikator aktivitas. Contohnya adalah gaji direktur pengelola. Biaya-biaya ini merupakan proporsi yang relatif kecil dari biaya total.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
6
Harga Jual Pengertian dan Pentingnya Harga Jual Setiap perusahaan mempunyai strategi tertentu dalam menentukan kebijaksanaan harga jual. Sebab sulit atau malahan tidak mungkin bagi perusahaan untuk dapat menjalankan usahanya tanpa menetapkan harga yang pasti terhadap produknya, karena perubahaan dan penawaran akan terus menerus selama hidup perusahaan tersebut. Meskipun demikian bukan berarti bahwa perusahaan dapat menetapkan harga sekehendak hatinya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan pasar. Sebab hal itu berarti juga bahwa perusahaan mengorbankan konsumen demi karena semata-mata untuk mengejar profit. Tindakan ini kurang bijaksana, untuk itu perusahaan harus mencari jalan sebaik-baiknya guna menetapkan kebijaksanaan harga, dimana satu pihak perusahaan harus mencari pasar yang seluas-luasnya. Menurut Sugiri (2004;106) harga adalah hasil akhir dari interaksi dua kekuatan, yakni permintaan dan penawaran produk. Sedangkan yang dimaksud dengan penetapan harga jual hanya meliputi pembentukan struktur harga, baik ditinjau dari tiap-tiap produk, maupun antar produk. Konsep harga bersih digunakan ketika membahas hubungan antara produk dan harga jual. Dari definisi dapat disimpulkan bahwa harga jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan perusahaan, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan adalah salah satu cara yang dilakukan untuk menarik minat konsumen adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk produk yang terjual. Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu barang, dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Penentuan harga jual berhubungan dengan : (1) kebijakan penentuan harga jual (2) keputusan penentuan harga jual. Kebijakan penentuan harga jual adalah pernyataan sikap manajemen terhadap penetuan harga jual produk. Kebijakan tersebut tidak menentukan harga jual, namun menetapkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan aturan dasar yang perlu diikuti dalam penentuan harga jual. Keputusan harga jual adalah penentuan harga jual produk atau jasa suatu organisasi yang umumnya dibuat untuk jangka pendek. Keputusan ini dipengaruhi oleh kebijakan penentuan harga jual, pemanfaatan kapasitas, dan tujuan organisasi. Keputusan penentuan harga jual biasanya harus dibuat berulang-ulang karena harga jual dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal dan eksternal. Perubahan harga jual bertujuan agar harga jual yang baru dapat mencerminkan biaya saat ini maupun biaya masa depan, kondisi pasar, reaksi pesaing, laba atau return yang diharapkan dan sebagainya. Metode Penetuan Harga Jual Menurut Mulyadi (2001:348-365), ada 4 metode didalam menentukan harga jual produk. Empat metode penentuan harga jual tersebut, biaya merupakan titik tolak untuk perumusan kebijakan harga jual. Keempat metode penentuan harga jual tersebut adalah sebagai berikut : (1) Penentuan Harga Jual Normal adalah metode penetuan harga jual normal seringkali disebut dengan istilah Cost-plus Pricing karena harga jual ditentukan dengan menambah biaya masa yang akan datang dengan suatu prosentase mark up (tambahan diatas jumlah biaya) yang dihitung dengan formula tertentu. Harga jual produk atau jasa dalam keadaan normal ditentukan dengan formula sebagai berikut : Harga Jual = Taksiran Penuh Biaya + Laba yang Diharapkan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
7
Penentuan harga jual dalam keadaan normal ada 2 yaitu : (a) Cost Plus Pricing adalah penentuan harga jual dengan cara menambahkan laba yang diharapkan diatas biaya penuh masa yang akan datang untuk memproduksi dan memasarkan produk. Taksiran biaya penuh dapat dihitung dengan dua pendekatan : full costing dan variabel costing. Terdapat perbedaan konsep antara biaya langsung dan biaya tidak langsung dengan volume antara metode full costing dan metode variabel costing. Konsep biaya yang berhubungan langsung dengan volume menurut metode full costing adalah biaya produksi, sedangkan biaya yang tidak berhubungan dengan volume adalah biaya non produksi. Dalam pendekatan variabel costing, biaya penuh yang dipengaruhi secara langsung oleh volume produk terdiri dari biaya variabel, sedangkan biaya yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh volume produk terdiri dari biaya tetap. (b) Penentuan Harga Jual Waktu dan Bahan (Time and Material Pricing) metode penentuan harga jual ini digunakan oleh perusahaan bengkel mobil, dok kapal dan perusahaan lain yang menjual jasa reparasi dan bahan serta suku cadang sebagai pelengkap penjualan jasa. Volume jasa dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan untuk melayani customer, sehingga perlu dihitung harga jual per satuan waktu yang dinikmati oleh customer. Sedangkan volume bahan dan suku cadang yang diperlukan sebagai pelengkap penyerahan jasa dihitung berdasarkan kuantitas dan suku cadang yang diserahkan kepada customer, sehingga perlu dihitung harga jual per satuan bahan dan suku cadang yang dijual kepada customer. (2) Penentuan Harga Jual Cost-Type Contract (Cost-Type Contract Pricing) adalah kontrak pembuatan produk atau jasa yang pihak pembeli setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yang didasarkan pada total biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi dan memasarkan produk ditambah dengan laba yang dihitung sebesar persentase tertentu dari total biaya sesungguhnya tersebut. (3) Penentuan Harga Jual Pesanan Khusus merupakan pesanan yang diterima oleh perusahaan diluar pesanan regular perusahaan. Biasanya customers yang melakukan pesanan khusus ini meminta harga dibawah harga jual normal, bahkan seringkali harga yang diminta customer berada dibawah biaya penuh, karena pesanan khusus mencakup jumlah yang besar. Dalam mempertimbangkan penerimaan pesanan khusus, informasi akuntansi diferensial merupakan dasar yang dipakai sebagai landasan penentuan harga jual. Jika harga yang diminta oleh pemesan lebih besar dari biaya diferensial yang berupa biaya variabel untuk memproduksi dan memasarkan pesanan khusus tersebut, maka pesanan dapat dipertimbangkan untuk diterima. (4) Penentuan Harga Jual Produk atau Jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah adalah biaya penuh masa yang akan datang yang dipakai sebagai dasar peknentuan harga jual tersebut dihitung dengan menggunakan full costing saja, karena pendekatan variabel costing tidak diterima dengan prinsip akuntansi lazim. Hubungan Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Mencari keuntungan atau berusaha untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Dalam masalah ini perhitungan harga pokok produksi yang dihasilkan dari informasi biaya harus dilakukan secara tepat dalam menentukan harga jual. Perhitungan harga pokok produksi harus dilakukan secara tepat dan teliti agar penentuan harga jual tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. Penentuan harga jual yang terlalu tinggi dapat merugikan perusahaan sebab harga jual yang ditetapkan dapat mengakibatkan perusahaan gagal memperoleh pesanan. Sebaliknya, bila harga yang ditawarkan terlalu rendah dapat mengakibatkan laba yang ditargetkan perusahaan tidak tercapai. Oleh karena itu perhitungan harga pokok produksi harus diperhitungkan setepat mungkin. Haruslah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
8
diusahakan agar perhitungan harga pokok produksi suatu produk tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah dari harga sebenarnya. Metode Penentuan Harga Jual Berdasarkan Activity Based Costing System Titik berat dari proses penerapan harga jual adalah harga pada berbagai pasar. Untuk itu harga suatu barang mungkin merupakan suatu struktur yang kompleks daripada syaratsyarat penjualan yang saling berhubungan. Setiap perubahan struktur merupakan keputusan harga dan akan merubah pendapatan yang diperoleh. Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga jual produk sangat berbeda. Menurut Mulyadi (2007:347) metode penentuan harga jual berdasarkan Activity Based Costing System (ABC) adalah sebagai berikut: % markup = Laba yang diharapkan Markup = % Markup x Unit Level Activity Cost Harga jual per unit = Total cost + Markup METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode studi kasus. Hal ini sesuai karena tipe pertanyaan penelitian yang menggunakan “bagaimana” dalam penelitian. Alasan yang mendasari digunakannya metode studi kasus ini adalah bahwa metode studi kasus dirancang untuk meneliti suatu kasus tertentu yang terjadi dalam ruang lingkup yang terjadi dalam kehidupan nyata. Seperti halnya untuk menentukan berapa besar biaya yang menjadi beban tiap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Objek yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dua buah produk berasal dari kayu, yang masing-masing produk harus memiliki nilai jual secara akurat sehingga dapat diketahui berapa keuntungan atau bahkan merugi dari setiap penjualan. Tekhnik Pengumpulan Data Data merupakan faktor yang sangat penting dalam pembuatan suatu karya ilmiah yang mempunyai manfaat untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang suatu persoalan atau keadaan, selain itu data dapat juga digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (a) Wawancara, yang dimaksud dengan wawancara menurut (Subiyanto, 2010:66) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat dinamakan interview guide (panduan wawancara). Sedangkan wawancara disini, yaitu bertanya langsung kepada pihak-pihak tertentu pada PT Dharma Satya Nusantara. (b) Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek peneliti, namun melalui dokumen yang ada pada PT Dharma Satya Nusantara. Sedangkan dokumen yang dimaksud adalah dokumen-dokumen tertulis yang berupa : sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, aktivitas perusahaan, data yang berkaitan dengan biaya produksi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Perusahaan PT. Dharma Satya Nusantara mulai berdiri tahun 1980 berkantor pusat di Jakarta dan lokasi kegiatan industrinya berada di Kalimantan. Tahun 1988 kegiatan industri
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
9
dipindahkan dari Kalimantan ke Jawa, mula-mula di Jawa Timur ( Gresik dan Surabaya ). Seiring dengan perkembangan bisnisnya maka dibangun juga industri di kota-kota lainnya : Tahun 1995 di Bekasi ( Jawa Barat ), tahun 2002 di Temanggung ( Jawa Tengah ), tahun 2005 di Banyumas ( Jawa Tengah ). PT. Dharma Satya Nusantara mulai berproduksi dengan bahan baku sengon sejak berlokasi di Gresik, yaitu tahun 1988. Adapun produksinya saat itu adalah Barecore dan Blockboard. Hasil produksi tersebut sebagian besar ( +/- 90 % ) diekspor. Saat ini PT Dharma Satya Nusantara menghasilkan produk Block Board sebagai produk utama dan terbesar selain Barecore, flooring dan door. Untuk menghasilkan output produksi diatas PT. Dharma Satya Nusantara saat ini mempekerjakan +/- 4000 karyawan. Penentuan Harga Pokok Produksi oleh Perusahaan
Volume Produksi Volume produksi yaitu jumlah produk yang dihasilkan selama proses produksi. Dapat diketahui volume produksi pada PT Dharma Satya Nusantara Surabaya dalam tahun 2011 nampak pada tabel 1 : Tabel 1 Volume Produksi Tahun 2011 Jenis Produksi
Hasil Produksi 53.833 m3
Barecore Engineering Door
5.762 m3
59.595 m3 Total Sumber: Bagian Produksi PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Kuantitas Pemakaian Bahan Baku Kuantitas pemakaian bahan baku PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya selama tahun 2011 nampak pada tabel 2 :
Jenis Bahan Baku STBR Sengon STBR Meranti DTBR W Oak Veneer Meranti Veneer W Oak Jumlah
Tabel 2 Kuantitas Pemakaian Bahan Baku Tahun 2011 Kuantitas Pemakaian Bahan Baku Barecore Engineering Door 103.525 m3
103.525 m3
22.044 m3 720 m3 1.134 m3 450 m3 58 m3 24.406 m3
Jumlah 125.569 m3 720 m3 1134 m3 450 m3 58 m3 127.931 m3
Sumber: Bagian Produksi PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Biaya Bahan Baku Biaya bahan baku merupakan biaya atas bahan yang merupakan bagian integral dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara mudah terhadap produk jadi tersebut. Perhitungan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
10
biaya bahan baku dilakukan dengan cara mengalikan volume produksi dengan biaya bahan baku. Dalam penggunaan bahan baku, dalam tahun 2011 PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya telah mengkonsumsi bahan baku senilai Rp. 87.290.758.000 nampak seperti tabel 3 : Tabel 3 Biaya Bahan Baku Tahun 2011 Jenis Produk Barecore Engineering Door Total
Jumlah Produk m3
Biaya Bahan Baku per m3 (Rp)
Jumlah Biaya Bahan Baku (Rp)
53.833
1.066.000
57.385.978.000
5.762
5.190.000
29.904.780.000
59.595
6.256.000
87.290.758.000
Sumber: Bagian Produksi PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya yang dikeluarkan untuk jasa-jasa tenaga kerja yang secara langsung ikut terlibat dalam proses produksi sehingga produk tersebut siap untuk dijual. Biaya tenaga kerja langsung yang dikeluarkan oleh PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya nampak pada tabel 4 : Tabel 4 Biaya Tenaga Kerja Langsung Tahun 2011
Barecore
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 384.000 / m3
Engineering Door
Rp 2.344.000 / m3
Jenis Produk
53.833
Jumlah Biaya TKL (Rp) 20.671.872.000
5762
13.506.128.000
Jumlah Produk m3
Total Rp 2.729.000 / m3 59.595 34.178.000.000 Sumber: Bagian Produksi PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi yang berhubungan dengan pabrik dan secara tidak langsung ikut berperan dalam jalannya proses produksi. Biaya-biaya overhead yang telah terkonsumsi dalam proses produksi pada PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya, sebagian nampak pada tabel 5 :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
11
Tabel 5 Biaya Overhead Pabrik Tahun 2011 No
Biaya Overhead
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Listrik BBM Biaya Packing Biaya Bahan Penolong Biaya Preparation Biaya Processing Biaya Finishing Biaya Pengujian produk Biaya Pemeliharaan Gedung Biaya Asuransi Gedung Biaya Mesin Biaya Gedung Biaya Office Biaya Depresiasi Biaya Penyusutan Gedung Biaya Penyusutan Mesin Biaya Penyusutan Peralatan
Jumlah 2.758.009.000 4.901.570.000 883.772.000 2.651.315.000 1.857.633.000 2.157.249.000 1.977.479.000 758.654.000 852.135.000 828.830.000 3.944.579.000 852.135.000 2.047.782.000 1.972.162.000 376.188.000 659.784.000 177.536.000
Jumlah 29.656.812.000 Sumber: Bagian Produksi PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Biaya overhead pabrik seperti yang terlihat pada tabel 5, pembebanannya berdasarkan pada biaya TKL yang dikeluarkan sesuai dengan produk masing-masing.
Pembebanan BOP a.
Volume produksi per jenis produk x BOP Total volume produksi
Biaya overhead pabrik barecore
53.833 m 3 x Rp 29.656.812.000 Rp 26.789.414.555 59.595 m 3 b.
Biaya overhead pabrik engineering door
5.762 m 3 x Rp 29.656.812.000 Rp 2.867.397.445 59.595 m 3 Penentuan Harga Pokok Produksi Selanjutnya jumlah biaya produksi masing-masing produk barecore dan engineering door nampak pada tabel 6 :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
12
Tabel 6 Harga Pokok Produksi Tahun 2011 Jenis Biaya Pemakaian Bahan Baku Biaya TKL
Barecore
Engineering Door
Jumlah Biaya
Rp 57.385.978.000
Rp 29.904.780.000
Rp 87.290.758.000
Rp 20.671.872.000
Rp 13.506.128.000
Rp 34.178.000.000
BOP Rp 26.789.414.555 Rp 2.867.397.445 Rp 29.656.812.000 Jumlah Biaya Rp 104.847.264.555 Rp 46.278.305.445 Rp 151.125.570.000 Produksi Volume 53.833 m3 5.762 m3 Produksi Harga Pokok Rp 1.947.639,Rp 8.031.639,Produksi/m3 Sumber: Bagian Keuangan PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Volume Aktivitas Volume aktifitas PT. Dharma Satya Nusantara nampak pada tabel 7 : Tabel 7 Penggunaan Bahan Baku dan Jam Mesin Tahun 2011 Penggunaan Aktivitas Unit Produksi Jam Mesin Kg Bahan Penolong (lem) M3 Bahan Baku
Jenis Produk Barecore E Door
Jumlah
53.833 2.345 357.142
5.762 1.010 44.642
59.595 3.355 401.784
103.525
24.406
127.931
Sumber: PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya Biaya Non Produksi Biaya non produksi adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan selain biaya produksi. Besarnya biaya non produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat nampak pada tabel 8: Tabel 8 Biaya Non Produksi Tahun 2011 Jenis Biaya Biaya Pemasaran Beban Angkut Pengiriman Komisi pemasaran Jumlah Biaya Pemasaran
Jumlah Biaya Rp 857.981.000 Rp 576.563.000 Rp 1.434.544.000
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
13
Biaya Administrasi & Umum Biaya gaji staff & Direktur Biaya gaji karyawan Biaya THR dan tunjangan Biaya listrik Biaya telepon dan faxcimil
Rp 4.256.379.000 Rp 700.350.000 Rp 380.450.000 Rp 42.780.000 Rp 30.522.000
Biaya Transportasi Biaya Alat Tulis Kantor Biaya PDAM Biaya Astek
Rp 43.675.000 Rp 4.500.000 Rp 12.458.000 Rp 106.409.000
Biaya Pemeliharaan Bangunan Biaya Penyusutan Kendaraan Biaya Peny. Perlengkapan kantor Biaya lain-lain
Rp Rp
34.627.000 53.673.000
Rp
1.984.000
Rp
7.352.000
Jumlah Biaya Adm. & Umum
Rp 5.675.159.000
Total Biaya Non Produksi
Rp 7.109.703.000
Sumber: Bagian Keuangan PT Dharma Satya Nusantara Surabaya Pembebanan biaya non produksi ke masing-masing produk untuk kepentingan harga jual adalah:
Volume produksi perjenis produk x Biaya non produksi Total Volume Produksi 1. Biaya non produksi untuk barecore
53.833 m 3 x Rp 7.109.703.000 Rp 6.422.294.515 ,59.595 m 3 2. Biaya non produksi untuk engineering door
5.762 m 3 x Rp 7.109.703.000 Rp 687.408.485,59.595 m 3 Dari hasil perhitungan tersebut di atas dapat diketahui bahwa biaya operasional perusahaan (non produksi) yang dikeluarkan oleh PT Dharma Satya Nusantara Surabaya operasional untuk barecore sebesar Rp 6.422.294.515,- dan untuk biaya operasional engineering door sebesar Rp 687.408.485,- dari total biaya operasional (non produksi) secara keseluruhan selama tahun 2011 sebesar Rp 7.109.103.000,Penentuan Nilai Jual Dalam penentuan harga jual produksi, perusahaan menggunakan cara dengan menambahkan biaya produk dengan prosentase mark-up untuk menutup seluruh biaya. Biaya produk yang menjadi dasar penetapan harga tersebut adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead.Biaya bahan baku dihitung atas dasar jumlah pemakaian bahan baku untuk setiap bahan dikalikan dengan harga bahan. Biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan sistem upah yang berlaku di perusahaan dimana tarif untuk masing-masing pekerjaan ditentukan berdasarkan kebijakan pimpinan. Biaya
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
14
overhead pabrik dihitung berdasarkan unit yang diproduksi dikalikan dengan biaya overhead per bal. Penetapan harga jual produk di PT Dharma Satya Nusantara Surabaya didasarkan pada biaya penuh ditambah dengan laba yang diinginkan. Laba yang diinginkan oleh PT Dharma Satya Nusantara adalah 20% dari total biaya. Nilai produk masing-masing produk dihitung nampak pada tabel 9 :
Jenis Produk Barecore
Tabel 9 Nilai Jual Produk Barecore dan Engineering door Tahun 2011 Bi. Produksi Bi. Non Produksi
Engineering Door
Jumlah
Rp 104.847.264.555
Rp 6.422.294.515
Rp 111.269.559.070
Rp 46.278.305.445
Rp 687.408.485
Rp 46.965.713.930
Jumlah Biaya Laba yang diinginkan
Rp 158.235.273.000 Rp 31.647.054.600
Nilai Jual
Rp 189.882.327.600
Sumber: Bagian Keuangan PT Dharma Satya Nusantara Surabaya Selanjutnya jumlah harga jual akan dialokasikan ke masing-masing produk dengan dasar alokasi volume produksi perjenis produk. Harga jual barecore Nilai penjualan barecore
Rp 104.847.264.555 x Rp 189.882.327.600 Rp 133.523.470.884 ,Rp 158.235.273.000 Harga jual barecore per m3
Rp 133.523.470.884 Rp 2.480.327 per m 3 53.833 m 3 Harga Jual engineering door Nilai penjualan engineering door
Rp 46.965.713.930 x Rp 189.882.327.600 Rp 56.358.856.716 ,Rp 158.235.273.000 Harga jual engineering door per m3
Rp 56.358.856.716 Rp 9.781.127 per m 3 3 5.762 m Dari penjelasan tersebut diatas dapat diketahui harga jual barecore dan engineering door yang ditetapkan oleh PT Dharma Satya Nusantara Surabaya untuk barecore sebesar Rp 2.480.327,- per m3, untuk engineering door sebesar Rp9.781.127,- per m3. Pembahasan Berdasarkan data-data perusahaan dan mengacu pada permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan, maka disini akan diterapkan Activity Based Costing System. Dimana sistem ini terdiri dari dua tahap. Yang pertama, yaitu menelusuri biaya pada berbagai aktivitas dan kemudian ke berbagai produk. Sistem penetapan harga pokok
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
15
produksi berdasarkan Activity Based Costing System menggunakan cost driver yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem tradisional. Dengan menggunakan Activity Based Costing System, perusahaan akan mendapatkan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai aktivitas yang mengkonsumsi biaya. Dengan memusatkan perhatian pada aktivitas-aktivitas sebagai objek biaya yang pokok, maka sistem ini akan lebih meningkatkan ketelitian dalam penentuan harga pokok produksi. Sistem penentuan harga pokok produksi pada metode Activity Based Costing System menggunakan cost driver yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan sistem tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya untuk penentuan harga pokok produksi yang terdapat pada PT Dharma Satya Nusantara Surabaya, sebagian nampak pada tabel 9. Untuk melakukan penentuan harga pokok produksi berdasarkan metode Activity Based Cost System pada PT Dharma Satya Nusantara Surabaya, dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
Tahap Pertama Tahap pertama di dalam Activity Based Costing System adalah mengelompokan sumber daya ke aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya yang dimiliki perusahaan. Dengan adanya konsumsi sumber daya oleh aktivitas yang dilakukan, maka akan menimbulkan biaya. Pengelompokan tahap pertama memerlukan pemicu biaya (cost driver) dari setiap sumber daya yang diserap oleh aktivitas. Pengelompokan Berbagai Aktivitas Setelah cost driver tahap pertama telah diidentifikasi, langkah berikutnya adalah mengelompokan berbagai macam aktivitas yang dilakukan perusahaan. Level aktivitas terbagi menjadi empat level aktivitas, yaitu: (1) Unit-Level Activity Cost, Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit yang di produksi. Biaya yang termasuk dalam level unit Pada PT Dharma Satya Nusantara Surabaya adalah: (a) Aktivitas finishing, proses ini merupakan tahap akhir dimana setiap produk output dari aktifitas processing akan diberikan sedikit polesan dan sizing agar ukuran dan output yang dihasilkan sesuai dengan standar dan dapat diterima oleh pembeli. Dalam proses ini dibutuhkan jumlah man power yang besar karena dalam proses ini dilakukan pada setiap pcs output yang dihasilkan oleh aktifitas processing. (b) Aktivitas Pengepakan, aktivitas ini dilakukan untuk mengemasi barang jadi dan siap dijual dengan menggunakan plastic dan di tumpuk diatas pallet untk mempermudah saat barang jadi tersebut di masukkan kedalam container. (c) Aktivitas Penggunaan Bahan Penolong, bahan penolong ini digunakan sebagai perekat untuk merekatkan bahan baku yang sudah siap untuk dirakit dan dijadikan barang jadi. (2) BatchRelated Activity Cost Merupakan aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Biaya aktivitas berlevel batch adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Biaya ini bervariasi dengan jumlah batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap batch. Aktivitas-aktivitas berlevel batch yang terjadi pada PT Dharma Satya Nusantara Surabaya adalah sebagai berikut: (a) Aktivitas Preparation, aktivitas preparation yaitu suatu proses dalam suatu produksi dengan memotong STBR dengan cara dimasukkan ke dalam mesin Rajang setelah itu dipilih kayu yang sesuai dengan standart yang telah diberlakukan. Aktivitas ini dilakukan supaya memperoleh hasil yang maksimal dalam pemilihan bahan sesuai standart qualitas yang telah ditentukan. (b) Aktivitas processing, aktivitas ini adalah dimana bahan yang telah disiapkan diproses dengan mesin
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
16
laminating dan hotpress untuk diassembling sesuai dengan bentuk dan ukuran yang sesuai, dalam proses ini menentukan kualitas barang jadi sesuai dengan standar. Dalam aktivitas ini sangat diperhatikan sekali untuk menjaga produktifitas dalam pencapaian output produksi sesuai dengan kapasitas mesin. (c) Aktivitas Penyortiran (Inspeksi) dalam proses ini dalam setiap output produksi akan dilakukan penyortiran dengan metode sampling untuk barecore, sedangkan untuk engineering door akan disortir 100%. Setelah dilakukan penyortiran bila dinyatakan ok maka dilakukan proses pengepakan. (3) Product-Sustaining Activity Cost, aktivitas ini berhubungan dengan biaya pengembangan produk tertentu dan biaya untuk mempertahankan produk agar tetap dipasarkan. Biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk menunjang proses menjaga kwalitas produk yang dihasilkan. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Aktivitas berlevel produk yang terjadi pada PT Dharma Satya Nusantara Surabaya adalah: (a) Aktivitas Pengujian Produk, aktivitas ini dilakukan perusahaan untuk menunjang proses menjaga kualitas produk yang dihasilkan. (b) Facility-sustaining Activity Cost, aktivitas ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan kapasitas yang dimiliki oleh PT Dharma Satya Nusantara Surabaya untuk proses produksi. Aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Aktivitas berlevel fasilitas yang dilakukan PT Dharma Satya Nusantara Surabaya adalah : (a) Biaya Pemeliharaan Gedung adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperbaiki bangunan termasuk fasilitas di dalamnya. (b) Asuransi Bangunan merupakan biaya asuransi bangunan dibebankan secara merata untuk kedua jenis produk. (c) Penyusutan Gedung, biaya penyusutan gedung dibebankan secara merata untuk kedua jenis produk. (d) Penyusutan Mesin, biaya penyusutan mesin dibebankan secara merata untuk kedua jenis produk.(e) Penyusutan Peralatan, biaya penyusutan peralatan dibebankan secara merata untuk kedua jenis produk. Menghubungkan Berbagai Biaya Aktivitas Penghubungan berbagai biaya aktivitas dilakukan setelah pengelompokan berbagai aktivitas dengan menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok aktivitas perusahaan berdasarkan pelacakan langsung dan cost driver. Nampak pada tabel 10 :. Tabel 10 Penggolongan Berbagai Biaya Aktivitas Tahun 2011 Kategori Aktivitas Tingkat Unit
Tingkat Batch
Tingkat Produk
Jenis Biaya
Cost Driver
BBM Listrik Biaya Packing
Jam mesin Jam mesin Jam mesin
Biaya Bahan Penolong
Kg bahan penolong
Biaya Preparation Biaya Processing Biaya Finishing Pengujian Produk
Jam mesin Jam mesin Jam mesin Unit produksi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
17
Biaya pemeliharaan gedung Asuransi bangunan Biaya mesin Biaya Gedung Biaya kantor Biaya Depresiasi Biaya penyusutan gedung Biaya penyusutan mesin Penyusutan peralatan Sumber: Data diolah dan mengacu pada tabel 7 dan 9 Tingkat fasilitas
Unit produksi Unit produksi Unit produksi Unit produksi Unit produksi Unit produksi Unit produksi Unit produksi Unit produksi
Penentuan Kelompok Biaya yang Homogen (Homogeneous Cost Pool ) Penentuan kelompok biaya yang homogen dilakukan dengan cara menggolongkan biaya-biaya dalam tiap level yang mempunyai pemicu biaya (cost driver) yang sama ke dalam satu kelompok biaya yang homogen. Hasil pengelompokan biaya yang homogen nampak pada tabel 11 : Tabel 11 Kelompok Biaya yang Homogen Tahun 2011 Kategori Aktivitas
Jenis Biaya
Cost Driver
Pool 1
BBM Listrik
Jam mesin
Pool 2
Biaya packing
Jam mesin
Pool 3
Biaya Bahan Penolong
Kg Bahan Penolong
Tingkat Batch
Pool 4
Biaya preparation Biaya processing Biaya finishing
Jam Mesin
Tingkat Produk
Pool 5
Pengujian produk
Unit Produksi
Tingkat Unit
Pool
Biaya pemeliharaan gedung Asuransi gedung Biaya mesin Biaya gedung Tingkat Fasilitas Pool 6 Biaya kantor Biaya Depresiasi Biaya penyusutan gedung Biaya penyusutan mesin Penyusutan peralatan Sumber: Data diolah dan mengacu pada tabel 10
Unit Produksi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
18
Penentuan Tarif Kelompok Cara menentukan tarif overhead yaitu dengan membagi total aktivitas setiap kelompok dengan total pemicu biayanya. Perhitungan tarif kelompok nampak pada tabel 12: Tabel 12 Tarif BOP Berdasarkan Kelompok Aktivitas Tahun 2011 Kategori Aktivitas
Pool Pool 1
Tingkat Unit
Pool 2 Pool 3
Tingkat Batch
pool 4
Tingkat Produk
Pool 5
Jenis Biaya Listrik BBM Total Biaya packing Biaya Bahan Penolong (lem dan tepung) Biaya preparation Biaya processing Biaya finishing Total Biaya Pengujian Produk
Jumlah Biaya (Rp) 2.758.009.000 4.901.570.000 7.659.579.000 883.772.000
Cost Driver
Tarif (Rp)
3.355
2.283.033,9
3.355
263.419,4
2.651.315.000
401.784
6.598,8
1.857.633.000 2.157.249.000 1.977.479.000 5.992.361.000
3.355
1.786.098,6
758.654.000
59.595
12.730,1
59.595
196.512
Biaya pem. gedung 852.135.000 Asuransi bangunan 828.830.000 Biaya mesin 3.944.579.000 Biaya gedung 852.135.000 Tingkat Biaya office 2.047.782.000 Pool 6 fasilitas Biaya depresiasi 1.972.162.000 Biaya peny. gedung 376.188.000 Biaya peny. mesin 659.784.000 Biaya peny. peralatan 177.536.000 Total 11.711.131.000 Sumber: Data diolah dan mengacu pada tabel 5 dan 7
Tahap Kedua Pada tahap kedua ini yaitu menghitung dan membebankan biaya overhead pabrik per unit untuk masing-masing produk, yaitu dengan cara mengalikan biaya Overhead pabrik masing-masing jenis produk berdasarkan tarif kelompok dengan konsumsi cost driver. Perhitungan biaya overhead pabrik per unit untuk masing-masing produk nampak pada tabel 13 dan 14 :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
19
Tabel 13 Pembebanan BOP Pada Barecore Tahun 2011 Kategori Aktivitas Tingkat Unit
Tingkat Batch Tingkat Produk Tingkat Fasilitas
Cost Driver Jam mesin Jam mesin Kg Bahan Penolong Jam Mesin Unit Produksi Unit Produksi
Volume Driver 2.345 2.345 357.142 2.345 53.833 53.833
Tarif (Rp) 2.283.033,9 263.419,4 6.598,8 1.786.098,6 12.730,1 196.512
Jumlah BOP Barecore Sumber: Data diolah dan mengacu pada tabel 7 dan 12
Jumlah Biaya Dibebankan (Rp) 5.353.714.681 617.718.432 2.356.728.844 4.188.401.355 685.302.807 10.578.829.015 23.780.695.134
Tabel 14 Pembebanan BOP Pada Engineering Door Tahun 2011 Kategori Aktivitas
Cost Driver
Volume Driver
Tingkat Unit
Jam mesin Jam mesin Kg Bahan Penolong Tingkat Batch Jam Mesin Tingkat Produk Unit Produksi Tingkat Fasilitas Unit Produksi Jumlah BOP Engineering Door
1.010 1.010 44.642 1.010 5.762 5.762
Tarif (Rp) 2.283.033,9 263.419,2 6.598,8 1.786.09,8,6 12.730,1 196.512
Jumlah Biaya Dibebankan (Rp) 2.305.864.319 266.053.567 294.586.156 1.803.959.645 73.351.193 1.132.301.985 5.876.116.865
Sumber: Data diolah dan mengacu pada tabel 7 dan 12 Perhitungan Harga Pokok Produksi Sistem Activity Based Cost System Dari hasil pembebabanan biaya overhead pabrik berdasarkan Activity Based Cost System, maka selanjutnya dapat diketahui jumlah biaya produksi masing-masing produk barecore dan produk engineering door berdasarkan pada Activity Based Cost System nampak pada tabel 15 : Tabel 15 Biaya Produksi Dengan Activity Based Cost System Tahun 2011 Jenis Biaya Pemakaian Bahan Baku Biaya TKL BOP Jumlah Biaya
Barecore Rp 57.385.978.000 Rp 20.671.872.000 Rp 23.780.695.134 Rp 101.838.545.134
Engineering Door Rp 29.904.780.000 Rp 13.506.128.000 Rp 5.876.116.865 Rp 49.287.024.865
Jumlah Biaya Rp 87.290.758.000 Rp 34.178.000.000 Rp 29.656.811.999 Rp 151.125.569.999
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
20
Produksi Volume Produksi 53.833 m3 5.762 m3 Harga Pokok Rp 1.891.749,Rp 8.553.805 ,Produksi/m3 Sumber: PT Dharma Satya Nusantara (Data diolah dan mengacu pada tabel 3, 4, 13 dan 14) Perbandingan HPP Berdasarkan Sistem Tradisional dengan Activity Based Cost System Sehubungan dengan hasil analisis tersebut di atas, penggunaan kedua system menghasilkan harga pokok produksi yang berbeda. Tabel 16 berikut ini memperlihatkan perbandingan penetapan harga pokok produksi metode tradisional (konvensional) dengan metode Activity Based Cost System. Tabel 16 Perbandingan Penetapan Harga Pokok Produksi Per m3 Metode Tradisional Dengan Sistem Activity Based Cost System Tahun 2011 HPP Per m3 No Jenis Produk Activity Based Cost Keterangan System Barecore 1. Rp 1.947.639,Rp 1.891.749,Overcosted Engineering Door Undercosted 2. Rp 8.031.639,Rp 8.553.805,Sumber: Dharma Satya Nusantara (Data diolah dan mengacu pada tabel 6 dan 15) HPP Per m3 Konvensional
Berdasarkan tabel 16, dapat diketahui apabila perusahaan menggunakan sistem tradisional maka harga pokok produksi kedua jenis produk terlalu besar, hal ini merupakan akibat dari pembebanan biaya overhead pabrik yang kurang akurat karena sistem tradisional membebankan biaya overhead pabrik secara merata kepada semua jenis produk tanpa memperhatikan aktivitas yang dikonsumsi oleh masing-masing jenis produk. Dengan menggunakan metode Activity Based Costing System, maka akan diperoleh informasi biaya yang lebih akurat karena Activity Based Costing System mengalokasikan jumlah yang tepat dari sumber daya yang dikonsumsi ke setiap produk. Dari hasil penentuan harga pokok dengan menggunakan metode Activity Based Costing System, maka untuk penentuan harga jual, perusahaan menetapkan laba yang diharapkan adalah sebesar 20% dari total biaya produksi, maka harga jual per m3 untuk setiap jenis produk dapat dihitung dengan pendekatan Activity Based Costing System sebagai berikut:
Harga jual per unit 1. Barecore Biaya produksi Biaya non produksi Total cost
Total Cost Markup Volume produksi (Unit) Rp. 101.838.545.134 Rp. 6.423.372.300 ( + ) Rp. 108.261.917.434
Laba yang diharapkan (20% x Rp108.261.917.434) Unit level activity cost
Rp. 21.652.383.487 Rp. 8.328.161.957 ( : )
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
21
Markup Markup
259,98% = % markup x unit level acitivity cost = 259,98% x Rp. 8.328.161.957 = Rp. 21.652.383.487
Total Cost Markup Volume produksi (Unit) Rp 108.261.917.434 Rp 21.652.383.487 = 53.833 m 3
Harga jual per unit
= Rp 2.413.284,2. Engineering Door Biaya produksi Biaya non produksi
Rp. 49.287.024.865 Rp. 6.875.223.800
Total cost
(+)
Rp. 55.962.248.665
Laba yang diharapkan (20% x Rp 55.962.248.665) Rp. 11.192.449.733 Unit level activity cost Rp. 2.866.504.042 ( : ) Markup Markup
390,45% = % markup x unit level acitivity cost = 390,45% x Rp.2.866.504.042 = Rp. 11.192.265.032
Total Cost Markup Volume produksi (Unit) Rp 55.962.248.665 Rp 11.192.265.032 = 5.762 m 3
Harga jual per unit
= Rp 11.654.755,Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dibuatkan perbandingan harga jual menurut harga jual tradisional dan harga jual berdasarkan Activity Based Costing System dapat dilihat dalam tabel 17 berikut: Tabel 17 Harga Jual Per m3 Menurut Konvensional dan Menurut Activity Based Cost System Harga Jual/Per m3 Konvensional Sistem ABC Barecore Rp. 2.480.327,Rp. 2.413.284,Engineering door Rp. 9.781.127,Rp. 11.654.755,Sumber: Data diolah dan mengacu pada tabel 17 Produk
Selisih Overcosted Undercosted
Dengan melihat perbandingan harga pokok produksi maupun harga jual terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan PT Dharma Satya Nusantara Surabaya seperti yang terlihat pada tabel 16 dan 17, maka untuk masa mendatang perlu diingat bahwa preferensi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
22
konsumen dan harga yang ditawarkan oleh pesaing untuk produk ini harus terus dipertahankan agar perusahaan tetap dapat bersaing dengan memproduksi produk dengan harga dan spesifikasi serta kualitas yang diinginkan. Untuk ini perusahaan PT Dharma Satya Nusantara Surabaya harus terus melakukan perbaikan atas aktivitas-aktivitas yang ada, disertai dengan komitmen yang tinggi dari setiap orang dalam perusahaan untuk mewujudkannya. Membina hubungan baik dengan konsumen, misalnya menanggapi setiap keluhan yang disampaikan. Perusahaan juga harus menghadapi resiko untuk dapat menjadi produsen berbiaya rendah dalam industri, yaitu: perubahan teknologi yang menghapuskan investasi masa lalu, Proses belajar untuk menjadi produsen berbiaya rendah, ketidakmampuan untuk melihat perubahan produk atau pemasaran yang dibutuhkan karena perhatian manajemen pada cost saja, adanya inflasi mempersempit kemampuan Perusahaan menjaga perbedaan harga dengan pesaing. Selain itu dari hasil analisis diatas dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC) dapat disimpulkan bahwa: sistem Activity Based Costing (ABC) merupakan sistem manajemen biaya yang lebih akurat dan bermakna dari pada metode alokasi biaya tradisional, alokasi biaya tradisional tidak dapat menghitung true cost sebuah produk, sistem Activity Based Costing (ABC) dapat memperbaiki biaya melalui perbaikan aktivitas-aktivitas, secara keseluruhan, sistem Activity Based Costing (ABC) memberikan informasi bahwa aktivitas-aktivitas dan bukan produk yang menentukan profit perusahaan. SIMPULAN Simpulan
(1) PT Dharma Satya Nusantara Surabaya perusahaan manufaktur di bidang pembuatan barecore dan engineering door , dalam menentukan harga pokok produk dan harga jual produk PT Dharma Satya Nusantara Surabaya masih menggunakan perhitungan konvensional. (2) Dalam menentukan harga pokok produk barecore dan engineering door dengan Activity Based Cost System, lebih mengacu pada aktivitas-aktivitas produksi karena dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan relevan mengenai biaya produksi. (3) PT Dharma Satya Nusantara Surabaya lebih baik menggunakan Activity Based Cost System, karena akan meningkatkan keakuratan penghitungan biaya produksi yang berkaitan dengan penentuan harga pokok produk yang akurat. (4) Penetapan harga jual yang selama ini dilakukan PT Dharma Satya Nusantara Surabaya kurang tepat yang menyebabkan harga jual menjadi tidak kompetitif, dimana harga jual barecore per m3 dengan menggunakan metode konvensional sebesar Rp. 2.480.327,- sedangkan dengan Activity Based Cost System sebesar Rp. 2.413.284,- Demikian juga dengan engineering door per m3 dengan menggunakan metode konvensional sebesar Rp. 9.781.127,- sedangkan dengan Activity Based Cost System sebesar Rp. 11.654.755,Saran (1) PT Dharma Satya Nusantara Surabaya sebaiknya menggunakan Activity Based Cost System untuk menenetapkan harga pokok produk karena memberikan tingkat keakuratan penghitungan biaya-biaya yang terlibat pada proses produksi. (2) Informasi harga pokok produksi yang diperoleh dari metode penggunaan activity based cost system akan dapat membantu pihak manajemen dalam pengambilan keputusan terkait dengan penetapan harga jual masing-masing produk secara tepat.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
23
DAFTAR PUSTAKA Blocher. E. J, King H. C dan T. W. Lin. 2005. Cost Management : A strategic Emphisis. Terjemahan Asusty Ambarriani : Manajemen biaya dengan penekanan emphasis. Edisi I. Horgren, C. T. 2006. Akuntansi Biaya dengan penekanan manajerial, Terjemahan. Buku I. Edisi 12. Mowen, M. M dan D. R. Hansen. 2006. Manajemen Biaya : akuntansi dan pengendalian, Jilid I. Edisi I. Mulyadi. 2001. Akuntansi manajemen : konsep, manfaat dan rekayasa, edisi ketiga. _______. 2003. Activity Based Costing : Sistem informasi biaya untuk pengurangan biaya, edisi 6. _______. 2007. Akuntansi Biaya, edisi kelima. Supriyono, R.A. 2001. Akuntansi Manajemen II : Struktur pengendalian manajemen, edisi pertama. ______________. 2002. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen untuk Teknologi dan Globalisasi, edisi kedua. Tunggal, A W. 2000. Activity Based Costing System untuk Manufakturing dan Pemasaran, edisi revisi. Ary. W. 2008. Activity Based Cost System : Sebuah pendekatan guna meningkatkan keakuratan perhitungan biaya proses industri manufaktur. jurnal penelitian, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. ●●●