Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Agus Setiawan* Mutiara R. Putri** Fitri Suciati** *Balai Riset dan Observasi Kelautan Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan Jalan Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali **Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB Labtek XI, Jl. Ganesha 10 Bandung
PIT VII ISOI, Pangkal Pinang, 6-7 Oktober 2010
Ikhtisar Latar Belakang dan Pendahuluan Metodologi dan Data yang Digunakan Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran
Gilimanuk, photo courtesy of Agus Setiawan
Latar Belakang dan Pendahuluan
Alasan Perlunya Menghitung Fluks Karbon di Laut Agar lebih memahami siklus karbon di Bumi. Mengurangi ketidakpastian dalam memperkirakan dampak emisi CO2 antropogenik pada iklim.
Sumber: Baliño et al. (2001)
Fluks CO2 di Laut
Takahashi et al., 2002
Distribusi fluks total bersih CO2 laut-udara. Warna lebih gelap menunjukkan pelepasan CO2 ke atmosfer sementara warna lebih terang menunjukkan penyerapan CO2 oleh laut. Pasifik katulistiwa merupakan sumber pelepas CO2 ke atmosfer sepanjang tahun sebagai akibat dari upwelling yang membawa massa air dari kedalaman yang kaya akan CO2 ke permukaan di kawasan tengah dan timur (terjadi pelepasgasan). Upwelling ini sangat dipengaruhi oleh siklus ENSO. Saat tahun El Niño kuat, CO2 yang dilepaskan ke atmosfer dapat turun hingga 0 karena melemahnya upwelling, sementara itu pada saat La Niña jumlah CO2 yang dilepas ke atmosfer mengalami peningkatan. Pelapasgasan yang tinggi juga ditemukan di Samudera Atlantik dan Hindia katulistiwa di sepanjang tahun. Laut Arab juga merupakan sumber pelepas CO2 ke atmosfer yang signifikan di akhir musim panas dan awal musim gugur karena monsun tenggara akan membangkitkan upwelling yang kuat di Jazirah Arab.
El Nino dan Fluks CO2
Sumber: Baliño et al. (2001)
Algoritma perhitungan yang digunakan: Zhu et al. (2009), pCO2 sebagai fungsi dari SST dan klorofil-a
Keterbatasan Data pCO2 Keterbatasan data pCO2 menjadi kendala dalam memperkirakan fluks karbon di perairan Indonesia
Produksi Primer
Metodologi
Kumpul Bocah, photo courtesy of Agus Setiawan
dan Data yang Digunakan
Perhitungan Fluks Bersih CO2 Laut-Udara Pengumpulan data sekunder: SST, klorofil-a, dan angin 10 meter
Perhitungan kecepatan transfer gas CO2 di permukaan laut berdasarkan data kecepatan angin 10m (k)
Data sekunder : xCO2, SST dan SSS
Wanninkhof, 1992
Perhitungan tekanan parsial CO2 di permukaan laut berdasarkan data SST dan klorofil-a (pCO2)laut
Solubilitas CO2 di permukaan laut berdasarkan SST (s) Weiss, 1974
Tekanan Parsial CO2 Udara (pCO2)udara
Zhu et al., 2009 (pCO2)laut > (pCO2)udara : emisi CO2 ke atmosfer (pCO2)laut < (pCO2)udara : penyerapan CO2 oleh laut
Peta Potensi CO2 Sink-Source Perairan Indonesia
Fluks Bersih CO2 Laut-Udara (F)
Penginderaan Jauh
Model Matematika Carbon-based Productivity Model
Data Konsentrasi KlorofilKlorofil- a (SeaWiFS, SeaWiFS, MODIS)
NPP = µ x C Behrenfeld et al. (2005)
Photosynthetically Active Radiation (SeaWiFS) SeaWiFS) Koefisien Atenuasi pada Panjang Gelombang 490 nm (SeaWiFS, SeaWiFS, MODIS)
Peta Produktivitas Primer Bersih Perairan Indonesia
Jenis Data
Sumber
SST Bulanan Klimatologis
Nat. Oceanographic Data Center (NODC)
SSS Bulanan Klimatologis
NODC
SST 2002-2009 MODIS
Balai Riset Observasi Kelautan (BROK)
Klorofil-a 2002-2009 MODIS
BROK
Klorofil-a 1998-2006 SeaWIFS
Oregon State University (OSU)
Particulate Backscattering Coeff. 1998-2006
OSU
Mixed Layer Depth
OSU
Photosynthetically Active Radiation
OSU
Kecepatan Angin 10 meter
Nat. Centers for Env. Prediction (NCEP)
Sea Level Pressure
NCEP
Fraksi Molar CO2
GLOBALVIEW-CO2
Meja Kursi, photo courtesy of Agus Setiawan
Hasil dan Pembahasan
Faktor-faktor yang membatasi biomassa fitoplankton (Falkowski, 1994): - metrik biomassa (rasio karbon organik terhadap klorofil) - rasio Redfield (C:N:P) - kedalaman mixed layer (fluks bahang) - euphotik zone - kedalaman kritis (kedalaman upper mixed layer relatif terhadap kedalaman euphotic zone) - fluks vertikal dan distribusi vertikal - distribusi horisonatl dan temporal fitoplankton
Perhitungan dengan CbPM
1998
Produktivitas Primer Bersih (Pg C/tahun) 2,218
1999
2,150
2000
2,146
2001
2,145
2002
2,288
2003
2,273
2004
2,273
2005
2,275
2006
2,560
Tahun
Catatan: NPP Laut Global ~ 52 Pg C/tahun (Westberry et al., 2006)
Hasil perhitungan masih menggunakan algoritma berdasarkan pengamatan pCO2 di Laut Cina Selatan. Penyempurnaan perlu dilakukan terutama jika data pCO2 di perairan Indonesia sudah semakin memadai untuk membangun algoritma yang sesuai. Perlu dilakukan pula perhitungan yang menggabungkan data pengamatan lapangan, penginderaan jauh, dan pendekatan model sirkulasi umum dan biogeokimia laut, sehingga proses fisis-kimia-biologis dan faktor-faktor yang mempengaruhi siklus karbon di perairan Indonesia dapat dianalisis dengan lebih terperinci.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
Fluks Bersih CO2 (Pg C) -0.03 -0.02 -0.01 -0.01 -0.03 -0.04 -0.04 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 -0.02 -0.30
• •
•
Perhitungan potensi penyerapan dan emisi karbon ini merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia. Hasil dari pekerjaan ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dalam merancang dan menyusun kegiatan lebih lanjut untuk mengurangi ketidakpastian yang masih ada dalam menghitung fluks CO2 laut-udara di perairan Indonesia. Berkaitan dengan hasil yang telah diperoleh, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk perbaikan, yaitu: – Algoritma Zhu et al. (2009) yang digunakan untuk menghitung pCO2 air laut dalam penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan terkait dengan posisi geografis (terdapat beberapa perbedaan karakteristik antara perairan subtropis dengan perairan tropis, seperti rasio karbon dalam fitoplankton dan zooplankton yang berbeda antara kedua kawasan perairan tersebut). – Pengaruh organik karbon dari sungai-sungai dan proses remineralisasi belum masuk ke dalam persamaan. – Perhitungan konsentrasi klorofil-a yang masih menggunakan algoritma global dan belum mempertimbangkan faktor case-2 water. – Perlunya validasi lebih lanjut menggunakan data klimatologis lainnya (khususnya untuk data SST dan klorofil-a) yang telah benar-benar diverifikasi untuk wilayah perairan Indonesia.
Pura Beratan, Bedugul, Bali Photo courtesy of Agus Setiawan
Terimakasih