TOPIK INDERAJA
Pengenalan Aplikasi Geologi Daerah Bojonegoro dan Sekitarnya Menggunakan Data Landsat-7 ETM+ Tri Muji Susantoro*, Projo Danoedoro**, Sutikno** * Staf Kelompok Penginderaan Jauh, KPRT Eksplorasi, PPPTMGB “LEMIGAS” ** Staf Pengajar di Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
A
plikasi data penginderaan jauh untuk geologi telah banyak dilakukan, terutama di negara-negara yang cenderung kering. Hal ini karena secara umum di daerah tersebut didominasi oleh lahan terbuka, padang rumput atau semak belukar sehingga struktur geologi dapat dikenali menggunakan data penginderaan jauh, dan sebagian batuan terekspose dipermukaan sehingga dapat dijelaskan menggunakan aspek spektral (Maruyama, 1994). Aspek spektral data penginderaan
jauh mencerminkan sifat tutupan lahan dan batuan di permukaan bumi. Hal ini dikarenakan tutupan lahan dan atau batuan di permukaan bumi mempunyai sifat memantulkan kembali gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh sumbernya dan selanjutnya diterima sensor penginderaan jauh. Pada spektrum panjang gelombang optis obyek di permukaan bumi memantulkan gelombang elektromagnetik yang diterimanya sesuai dengan karakteristik seperti obyek tersebut.
Gambar 1. Citra Landsat 7 ETM+ 3/1, 5/7, 3/5 RGB hasil fusi dengan SRTM BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
15
TOPIK INDERAJA Rationing band (hasil bagi dua kanal yang berbeda) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengoptimalkan aspek spektral obyek, sehingga di harapkan mampu menajamkan kenampakan berbagai tutupan lahan dan batuan seperti tingkat kehijauan daun, kandungan oksida besi, clay mineral dan lainnya. Melalui cara ini akan diperoleh citra baru yang merupakan hasil bagi atau ratio satu saluran dengan saluran yang lain. Secara teori hal ini akan menghasilkan nilai digital number yang baru (Drury, 1987). Sabin (1987) melakukan eksperimen rationing band menghasilkan citra komposit dengan gabungan dari tiga band hasil rationing citra penisbahan 3/1, 5/7 dan 3/5 dari data Landsat TM berturut-turut digabung sebagai RGB. Ternyata citra komposit yang dihasilkan lebih mengekspresikan informasi geologi dan mempunyai kontras yang besar diantara unit batuan dibanding citra komposit konvensional. Berdasarkan cara rationing band yang dilakukan oleh Sabin (1987), pemetaan geologi yang dilakukan di daerah Kawengan dan sekitarnya sebagai sebuah contoh pemetaan geologi di daerah tropis. Untuk lebih meningkatkan pemanfaatan citra hasil olahan perlu dilakukan penggabungan data Landsat 7 ETM+ yang terolah dengan data DEM dari SRTM, sehingga dapat meningkatkan aspek relief, topografi dan pola aliran, artinya interpretasi geologi secara visual lebih baik (lihat Gambar 1). Selain itu langkah tersebut diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar pemetaan geologi yang lebih luas aplikasinya, misalnya untuk bidang migas, mineral maupun bidang lainnya yang terkait. Penginderaan jauh sistem optis secara umum menggunakan panjang gelombang tampak, near infrared and short-wave infrared untuk membentuk citra pada permu-
Gambar 2. Kurva spektral pada obyek-obyek utama di permukaan bumi (Sanderson, 2008). 16
kaan bumi dengan mendeteksi pantulan radiasi matahari dari obyek yang diindra. Setiap obyek yang berbeda mempunyai pantulan dan penyerapan yang berbeda pada berbagai macam panjang gelombang (Gambar 2). Pantulan tubuh air yang jernih secara umum adalah rendah dan mempunyai pantulan maksimum pada spektrum biru yang kemudian menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Pada air keruh yang terdapat suspensi sedimen pantulan akan meningkat pada spektrum merah. Pada tanah terbuka secara umum tergantung dari komposisinya, sedangkan pada vegetasi mempunyai kurva spektral yang unik seperti terlihat pada Gambar 2. pantulan pada vegetasi yang rendah pada spektrum biru dan merah karena adanya penyerapan oleh klorofil untuk fotosintesis dan sangat rendah pada spektrum hijau. Pada near infrared kurva pantulan adalah yang tertinggi karena adanya pantulan dari struktur internal daun. Hal ini dapat digunakan sebagai kunci identifikasi untuk vegetasi dan dapat ditajamkan lagi dengan rationing band (Sanderson, 2008). Metode rationing band menekankan perbedaan slope kurva pantulan spektral antara dua band. Pada visible dan inframerah pantulan perbedaan utama dari spektralnya adalah pada nilai material yang diekspresikan dalam slope kurva pantulan, tetapi dengan citra penisbahan memungkinkan untuk mengekstrak variasi pantulan pada satu material. Ouattara, et al. (2004) menyatakan pada penelitian di white mountain, beaver co., utah, USA dengan saluran tunggal hasil rationing saluran 3 dengan saluran 1 yang merupakan iron oxide menggambarkan hampir semua area diberbagai bayangan tampak abuabu gelap dengan beberapa tampak lebih terang. Hal ini sesuai dengan zona perubahan kandungan hematitic. Perbandingan saluran 5 dan 7 sangat baik untuk deteksi clay mineral. Hal ini karena pada saluran 7 clay mineral menyerap radiasi sehingga secara signifikan terjadi pengurangan pantulan sehingga nilai rationing band keduanya menjadi lebih tinggi (Gambar 3). Kelemahan dari citra hasil rationing adalah menyembunyikan perbedaan albedo sehingga material yang mempunyai perbedaan albedo tetapi slope kurva pantulan sama pada kurva pantulan memungkinkan tidak dapat dibedakan. Citra hasil rationing band juga meminimalisasikan kondisi illumination sehingga ekspresi topografi menjadi berkurang atau hilang. Kelemahan citra hasil rationing band dapat dieliminir melalui penggabungan dengan DEM dalam hal ini menggunakan data SRTM atau kontur dari peta yang ada. Penggabungan tersebut dapat dilakukan dengan metode topographic modeling. BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
TOPIK INDERAJA SRTM RAW DATA
LANDSAT 7ETM+ RAW DATA
PETA RBI Skala 1:25.000
KOREKSI GEOMETRIK KOREKSI GEOMETRIK
LANDSAT 7ETM+ TERKOREKSI
SRTM TERKOREKSI
RATIONING BAND
PETA GEOLOGI P3G BANDUNG Skala 1:10.000
ANALISIS DAN FUSI SRTM & LANDSAT 7ETM+ Gambar 3. Kurva pantulan Calcite dan clay mineral (Husen, 1994)
Pada kegiatan ini dilakukan pengolahan data penginderaan jauh menggunakan software ENVI dan Erdas Imagine sedangkan untuk visualisasi dalam sistem informasi geografis menggunakan Mapinfo. Pengolahan data penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengolahan data yang berbasis raster. Pada pengolahan data penginderaan jauh dilakukan standar pengolahan data, yaitu koreksi geometrik antara Landsat 7 ETM+ dengan referensi Peta Rupa Bumi yang bersumber dari Bakosurtanal skala 1 : 25.000. Hasil Landsat 7 ETM+ terkoreksi digunakan untuk koreksi DEM dari SRTM sehingga error posisi geografis antara kedua citra penginderaan jauh tersebut dapat dieliminir. Hal ini sangat penting untuk proses penggabungan antara kedua citra tersebut. Pengolahan selanjutnya adalah rationing band, yaitu membandingkan antara band satu dengan band yang lainnya sehingga diperoleh suatu data baru dengan nilai digital yang baru pula. Proses selanjutnya adalah pembuatan citra komposit dengan menggabungkan citra hasil rationing band sehingga diperoleh citra berwarna. Citra komposit tersebut selanjutnya dilakukan penggabungan dengan DEM dari SRTM untuk meningkatkan kenampakan morfologi. Interpretasi dilakukan secara manual pada citra hasil pengolahan dan analisis dilakukan secara deskriptif. Diagram alir studi diberikan pada Gambar 4. BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
INTERPRETASI GEOLOGI SURVEI LAPANGAN ANALISIS DAN LAPORAN Gambar 4. Diagram Alir Penelitian.
Citra Landsat 7 ETM+ yang telah dilakukan koreksi geometrik dengan peta RBI skala 1 : 25.000 dilakukan pengolahan data dengan cara rationing band, yaitu menggunakan perbandingan band 3/band 1, band 5/ band7 dan band3/band 5. Selain itu juga dilakukan koreksi geometrik DEM dari SRTM dengan referensi citra Landsat ETM+ yang telah terkoreksi geometrik dengan tujuan penyamaan posisi geografis keduanya. Hal hal penting yang perlu diketahui dari hasil pengolahan citra, lihat (Gambar 5). a. Rationing band 3 dengan band 1. Pada Gambar 5.a citra hasil rationing band 3 dengan band 1 merupakan iron oxida index, sehingga pada hasilnya pada saluran tunggal obyek yang mempunyai oksida besi yang tinggi akan tampak keputihan dan cerah. Hal 17
TOPIK INDERAJA ini dikarenakan pantulan obyek yang mengandung oksida besi pada umumnya tinggi di band 3 dan rendah di band 1 sehingga nilai digital yang dihasilkan pada citra hasil rationing band menjadi tinggi. Citra ini dapat dimanfaatkan untuk membedakan satuan –satuan batuan yang mempunyai oksida besi. Pada sampel citra yang diolah, oksida besi yang tinggi terletak di bagian Timur sebelah Utara yang merupakan formasi Tawun dan Ngrayong. Hal ini sesuai dengan penelitian. Pringgoprawiro (1983) yang mennyatakan bahwa satuan ini mempunyai oksida besi yang tinggi. Hasil survei lapangan menunjukan bahwa daerah ini kebanyakan digunakan untuk ladang yang tergantung pada hujan. Pada survei lapangan ditemukan pasir kuarsa lepas yang tebal berwarna putih
a. Citra hasil rationing band 3/1
kotor sampai kemerahan dan mudah diremas. Di beberapa lokasi ditemukan sisipan batugamping tipis dan sisipan batulempung. Pada lembah-lembah soil relatif tebal dan berwarna merah dan singkapan tidak begitu baik. Lembah – lembah tersebut digunakan untuk sebagai sawah tadah hujan dan sebagian lagi untuk ladang. Perlapisan jarang ditemukan kecuali pada sisipan batugamping. Warna gelap pada citra hasil rationing index band 3/ band 1 yang berwarna gelap merupakan vegetasi. Hal ini karena pada umumnya vegetasi pada band 3 pada umumnya lebih rendah pantulannya dibandingkan dengan band 1, sehingga nilai digital citra hasil rationing band menjadi rendah.
b. Citra hasil rationing band 5/7 ZONA REMBANG
ZONA RANDUBLATUNG
ZONA KENDENG
a. Citra hasil rationing band 3/5
b. Citra Komposit 3/1, 5/7 dan 3/5 (RGB)
Gambar 5. Citra hasil Rationing Band dan penggabungannya dalam bentuk Citra Komposit (RGB). 18
BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
TOPIK INDERAJA b. Rationing band 5 dengan band 7. Citra hasil rationing band 5 dengan band 7 merupakan clay mineral index Gambar 5.b). Pada saluran 5 clay yang mengandung mineral memantulkan secara maksimal energi elektromagnetik sehingga pada kurva pantulan menjadi tinggi (Gambar 3). Pada saluran 7 radiasi diserap oleh clay yang mengandung mineral, sehingga secara signifikan perbandingan antara keduanya pada lapisan clay yang mengandung mineral mempunyai nilai digital yang tinggi. Pada citra hasil clay mineral index terlihat bahwa di daerah yang bermorfologi datar dan bergelombang lemah mempunyai nilai digital yang tinggi. Daerah ini merupakan endapan aluvium yang didominasi oleh clay. Mineral yang diduga tertransportasi dan terendapkan di daerah ini. Daerah yang merupakan satuan batugamping mempunyai nilai digital yang rendah sehingga berwarna gelap pada citra hasil rationing band 5/7. Hal ini berarti batugamping menyerap radiasi gelombang electromagnetik secara maksimal pada saluran 5 sehingga memudahkan dalam membedakan satuan batugamping dengan batuan lainnya. c. Rationing band 3 dengan band 5. Citra hasil rationing band 3 dengan band 5 dapat membedakan kelembaban tanah. Pada band 3 masih peka terhadap kebasahan, sedangkan band 5 kurang peka, sehingga perbandingan keduanya akan meningkatkan kecerahan pada tanah-tanah yang lembab atau basah (Gambar 5.c). Citra yang berwarna cerah pada Gambar 5.c menunjukkan bahwa citra tersebut mempunyai kebasahan yang tinggi. Hal ini biasanya digunakan untuk mengidentifikasi satuan endapan aluvial dan tubuh air. d. Penggabungan citra hasil Rationing dengan DEM dan SRTM. Penggabungan antara tiga citra hasil rationing band (3/1, 5/7 dan 3/5) diperlukan untuk mengoptimalkan keunggulan dari masing-masing citra tersebut dan mengeliminir kelemahannya. Kelemahan dari citra hasil rationing band adalah hilangnya atau berkurangnya kenampakan suatu obyek karena ingin menonjolkan suatu obyek yang lain. Kelemahan lainnya yang diperlukan dalam pemetaan geologi adalah hilangnya efek topografi, sehingga perlu ditambahkan data lain yang dapat mengekspresikan efek topografi tersebut. Oleh karena itu citra komposit hasil rationing band digabungkan dengan DEM dari SRTM. Keuntungannya adalah ekspresi topografi menjadi sangat baik dan dapat mempertegas kenampakan resistensi batuan (Gambar 5.d). BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
Interpretasi pada citra hasil rationing band citra Landsat 7 ETM+ yang digabungkan dengan SRTM dilakukan secara visual dan digitasi langsung pada layar (on screen digitizing). Obyek utama yang diinterpretasi adalah litologi dan struktur geologi dengan memperhatikan unsur dasar pengenalan citra dan unsur dasar interpretasi geologi. Prinsip pengenalan suatu obyek mendasarkan karakteristiknya pada citra yang merupakan penciri obyek tersebut sehingga dapat dibedakan dengan obyek lain. Dasar interpretasi batas litologi dan struktur geologi adalah Peta Geologi P3G Lembar Bojonegoro. Struktur geologi menjadi sangat jelas, terutama struktur antiklin, sinklin dan kelurusan-kelurusan baik yang diduga sebagai sesar maupun kelurusan lainnya. Sementara batas litologi kurang begitu jelas, tetapi untuk batugamping terlihat sangat jelas perbedaannya dengan batuan lain. Demikian juga dengan endapan aluvial yang berupa dataran. Batas perlapisan secara umum mulai dapat teramati, sebagiannya relatif jelas dan sebagian lainnya kurang begitu jelas. Batas perlapisan yang jelas terutama di daerah antiklin di sekitar zona Rembang. Sementara di zona Kendeng batas perlapisan sebagian jelas sebagian lagi samar. Struktur pada citra hasil rationing band terlihat jelas sebagai kenampakan kelurusan dan bidang perlapisan (bedding trace). Struktur yang dimaksud adalah Sesar, perlipatan dan kelurusan lainnya yang dimungkinkan sebagai kekar. Faktor pengenal dalam interpretasi struktur antara lain perbedaan besar kemiringan lapisan batuan, perbedaan rona/warna tutupan lahan, ketidak sesuaian bidang perlapisan, kelurusan sungai dan pergeseran morfologi. Faktor tersebut di atas juga digunakan sebagai penentu untuk mengidentifikasi jenis strukturnya. Berdasarkan interpretasi citra dikenali adanya struktur lipatan sinklin dan antiklin. Struktur Lipatan sinklin diinterpretasikan berdasarkan arah dip yang ke dalam. Hal ini dibuktikan pada survei lapangan, dimana berdasarkan pengukuran kemiringan diperoleh kemiringan yang menuju pusat sumbu. Pada interpretasi struktur lipatan sangat dipengaruhi oleh kemampuan interpreter dalam menentukan jurus dan kemiringan (strike & dip). Hal ini relatif sulit, terutama pada struktur lipatan yang bersifat asimetri, sedangkan pengenalan yang paling mudah adalah berdasarkan pola elips/ lonjong pada citra. Struktur lipatan antiklin di Zona Rembang mempunyai kecenderungan kemiringan bidang perlapisan di bagian Selatan lebih curam dibanding bagian Utara. Struktur lipatan antiklin ini merupakan struktur lipatan antiklin asimetri dan menunjam. Perbedaan cukup je19
TOPIK INDERAJA
a. Sinklin b. Antiklin Asimetri Gambar 6. Kenampakan Struktur Lipatan pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM+ yang digabungkan dengan SRTM.
a. Formasi Paciran b. Anggota Dander Formasi Lidah Gambar 7. Kenampakan pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM+ yang digabungkan dengan SRTM.
las pada citra dengan melihat perbedaan bayangan dan ekspresi morfologi yang ditimbulkan pada citra. Hal ini dikuatkan denga hasil survei lapangan, dimana hasil pengukuran memperlihatkan kemiringan di bagian Selatan lebih curam dibanding bagian Utara dengan arah kemiringan yang menjauhi pusat sumbu antiklin. Di Zona Kendeng struktur lipatan antiklin yang terbentuk merupakan struktur lipatan antiklin normal, kecuali satu buah di daerah Ngluyu yang relatif lebih curam di bagian Selatan. Hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa struktur lipatan antiklin ini mempunyai dip dengan arah kemiringan yang menuju pembaca (Gambar 6). Fenomena sesar atau kekar dikenali dengan kenampakan kelurusan pada citra. Kelurusan-kelurusan tersebut dibedakan sebagai sesar normal, sesar geser, sesar naik atau pun kelurusan biasa (sebagai kekar). Sesar dikenali dengan kenampakan kelurusan yang relatif panjang, pergeseran kenampakan morfologi untuk sesar geser, kelurusan sungai dan kelurusan lembah. Kelurusan dapat dianggap sebagai kekar apabila kelurusan tersebut relatif pendek dibandingkan kelurusan pada sesar. Beberapa litologi terlihat jelas pada citra, misalnya 20
Formasi Paciran dan Anggota Dander Formasi Lidah. Formasi Paciran tampak berwarna magenta yang menandakan satuan ini tidak bervegetasi/ vegetasi tipis (dimungkinkan semak). Ciri khusus satuan ini adalah relief yang tinggi, tekstur halus sedang dan pola pengaliran subdendritik pada bagian atas dan paralel di lerengnya. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa pada satuan ini adalah batugamping. Ciri batugampingnya adalah berwarna putih abu-abu, apabila ditumbuk berbutir halus seperti lanau, masif membentuk morfologi yang khas yaitu berbukit-bukit dan bersifat kapuran (Chalky) pada bagian atasnya. Selain itu batugamping tersebut berongga halus (porous), rapuh lunak dan kaya akan fosilfosil. Batugamping ini dimanfaatkan oleh warga sekitar dengan ditambang untuk bahan bangunan. Secara stratigrafi satuan ini ekuivalen dengan formasi Paciran pada Peta Geologi Lembar Bojonegoro (Gambar 7.a). Anggota Dander Formasi Lidah pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM+ yang digabungkan dengan SRTM terlihat jelas berwarna magenta, biru dan hijau ke arah kecoklatan dengan batas yang relatif tegas. Warna magenta menunjukkan bahwa daerahnya relatif terbuka BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
TOPIK INDERAJA
a. Formasi Notopuro
b. Kemampuan Formasi Kabuh
Gambar 8. Kenampakan pada citra hasil rationing band Landsat ETM+ yang digabungkan dengan SRTM.
atau hanya terdapat semak tipis, warna hijau kecoklatan menunjukkan bahwa daerahnya tertutup vegetasi, survei lapangan menunjukan bahwa daerahnya tertutup hutan jati. Warna kebiruan menunjukkan daerahnya mengandung air atau kelembaban tinggi. Hal ini terjadi pada lembah-lembah dimana konsentrasi air terkumpul (Gambar 7.b). Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa batugamping yang ada merupakan batugamping terumbu dengan warna putih kekuningan, berlubanglubang, sebagian kristalin dan mengandung koral. Batugamping yang ada mempunyai bentuk tidak beraturan membentuk morfologi bergelombang karst. Soil tipis diatas permukaan batugamping dimanfaatkan untuk penanaman jati. Daerah ini merupakan milik perhutani, dimana warga sekitar boleh memanfaatkan hasil hutan berupa ranting-ranting kayu jati untuk bahan bakar. Litologi lainnya yang terlihat jelas pada citra adalah Formasi Notopuro dan Formasi Kabuh. Formasi Notopuro merupakan bagian dari zona Kendeng yang berumur paling muda. Dibedakan dengan satuan yang lainnya berdasarkan perbedaan teksturnya, dimana satuan ini mempunyai tekstur lebih halus ke arah sedang dibandingkan dengan satuan batuan lainnya. Kedudukan relief termasuk sedang dan secara morfologi merupakan bagian dari lereng gunungapi dengan pola pengaliran paralel. Satuan ini pada citra berwarna hijau dan merah kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa permukaannya masih tertutupi vegetasi dengan baik. Hasil survei menunjukkan bahwa daerah ini ditutupi oleh hutan jati pada sebagian besar tutupannya dan sedikit hutan campur di Selatan Breksi Pandan. Menurut Pringgoprawiro (1983) batuapung merupakan ciri kusus dari satuan ini dan ditemukan sebagai fragmen dalam breksi vulkanik oleh batulempung pasiran. Batulempung berwarna kuning kecoklatan dan batupasir berwarna putih ke arah BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009
kuning hingga kemerahan. Batupasir yang ada merupakan batuan lepas yang mudah diremas dan mengandung kuarsa. Sisipan batugamping yang ada berwarna abuabu coklat sampai kuning kecoklatan dan tersementasi dengan baik dengan penyusun utama fosil foraminifera (Gambar 8.a). Formasi Kabuh pada citra masih dapat dibedakan dengan satuan yang lainnya berdasarkan perbedaan teksturnya, pola pengaliran dan reliefnya. Formasi mempunyai tekstur halus ke kasar dan mempunyai pola pengaliran paralel. Tekstur halus terdiri dari batupasir tufan dan tekstur kasar berupa konglomerat. Satuan ini dari citra mirip dengan Formasi Notopuro hanya saja dibedakan dan terlihat adanya batas perlapisan yang agak jelas. Formasi ini pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM+ yang digabungkan dengan SRTM berwarna hijau cerah, hijau kecoklatan sampai merah. Perbedaan vegetasi yang ada sangat mempengaruhi perubahan warna tersebut. Di sebelah Timur bagian Selatan ketersedian air lebih banyak sehingga dimanfaatkan untuk pertanian bukan kehutanan. Hasil survei lapangan menunjukan bahwa satuan ini ditempati batupasir kasar yang berwarna abu-abu kecoklatan, konglomerat dan debu tufa yang berwarna kekuningan dan terkadang batulempung dan batulanau yang berwarna coklat. Melihat dari penyusunnya satuan ini masih terpengaruh dari aktivitas vulkanik. Hal ini ditegaskan oleh Pringgoprawiro (1983) bahwa di Zona Kendeng bagian Timur formasi ini terdiri dari dua facies, yaitu facies vulkanik dan facies lempung laut (Gambar 8.b) Pemetaan geologi dapat dilakukan dengan menggunakan data Landsat 7 ETM+ dan SRTM. Penggunaan cara rationing band (3/1, 5/7 dan 3/5) pada Landsat 7ETM+ yang dikompositkan dalam RGB dan digabungkan dengan SRTM menunjukkan hasil yang baik untuk 21
TOPIK INDERAJA
Gambar 9. Peta geologi Kab. Bojonegoro dan sekitarnya hasil interpretasi dari citra Landsat 7 ETM+ 3/1, 5/7, 3/5 RGB hasil fusi dengan SRTM.
pemetaan geologi. Fungsi SRTM tersebut adalah untuk meningkatkan efek topografi dan relief pada citra hasil rationing band sehingga mempertegas kenampakan resistensi batuan dan pola aliran. Pada hasil rationing band yang digabungkan dengan SRTM tersebut dapat dibedakan dengan jelas berbagai struktur yang ada (sinklin, antiklin dan kelurusan) dan litologi. Kenampakan struktur menjadi lebih detil dengan adanya penggabungan tersebut. Demikian juga dalam hal litologi, penggunaan metode tersebut dengan jelas dapat membedaan satuan-satuan litologi tertentu. Dan hasil kegiatan pada pembuatan peta interpretasi geologi Kab. Bojonegoro dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 9.
22
BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009