PERHATIAN KHALIFAH UMAR IBN KHATTHAB TERHADAP AL-QUR’AN M. Akbar Sekolah Tinggi Ilmu Syar’iah Al-Hilal Sigli Jl. Lingkar Keuniree Sigli Provinsi Aceh Email:
[email protected] ABSTRACT Umar bin Khattab has an important role in the formation of the basics of Islam in its various aspects. One of the considerable attention is the existence Umar copy of the Koran. Even in the history of Islam, the role of Umar to al-Qur’an less attention experts to talk about, but when investigated in more depth, it would look great roles in caring Umar to al-Qur’an. One important thing that is thought Omar was keeping al-Qur’an in one Mushaf. The results of these thoughts, eventually the books entrusted to Uthman ibn Affan as chairman of the executive team, so in the history of any known Mushhaf Utsmani. Kata Kunci: Pemeliharaan al-Qur’an, Umar Bin Khattab, Sejarah al-Qur’an Pendahuluan Al-Qur’an secara meyakinkan diakui oleh umat Islam sebagai pedoman hidup yang komprehensif. Tak dapat dibayangkan, bagaimana nasib umat Islam di masa sekarang dalam mempedomani al-Qur’an, jika ia tidak terbukukan dalam bentuk yang disebut mushaf. Para khulafa’ al-rasyidin telah memberikan peranan yang sangat serius agar al-Qur’an benar-benar menjadi pedoman yang nyata bagi semua umat di mana dan kapanpun. Dalam sejarah, Umar bin Khathab dinobatkan sebagai seorang yang sangat brillian mewacanakan berbagai pendapat yang tidak ada ketetapan dari Nabi Saw. Ijtihad Umar ini, menjadi kajian tersendiri bagi para ilmuan Islam dari dulu sampai sekarang. Tidak sedikit penelitian dilakukan untuk mengkaji ijtihad-ijtihad Umar, demi pengembangan pemikiran dalam Islam yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tidak terkecuali dalam sejarah pembukuan al-Qur’an, Umar tidak hanya dikenal sebagai pemilik ide pembukuannya, tetapi juga sekaligus sebagai pelaksananya. Dalam hal pertama, tidak ada perbedaan pendapat ulama, tetapi dalam hal sebagai pelaksana tidak merupakan pendapat mayoritas. Makalah ini mencoba menyelusuri lebih jauh tentang hal tersebut, di samping halhal lain yang memang dianggap dibutuhkan. Pengumpulan al-Qur’an Sebelum Khalifah Umar Pada masa Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, terjadi perang Yamamah yang menggugurkan 70 orang huffadz. Keadaan ini menimbulkan kegelisahan yang hebat pada diri Umar bin Khathab tentang keberadaan al-Qur’an. Kerisauan ini ia sampaikan kepada khalifah Abu Bakar. Umar menyampaikan sebuah wacana 18
M. Akbar: Perhatian Umar bin Khatthab terhadap al-Qur’an
sebagai upaya menyelamatkan al-Qur’an. Beliau mengusulkan kepada Abu Bakar, agar al-Qur’an dikumpulkan dalam satu wadah. Pada awalnya Abu Bakar tidak berani melakukan karena hal tersebut tidak dilakukan oleh Nabi. Keadaan ini juga dialami oleh hampir semua sahabat. Namun demikian, Umar dengan keyakinan yang mantap secara terus menerus meyakinkan Abu Bakar, bahwa pengumpulan al-Qur’an dalam satu wadah adalah sebuah pekerjaan mulia, walaupun Nabi tidak melakukannya. Umar sangat yakin bahwa usaha ini akan mendapat ridha dari Allah SWT.1 Setelah Nabi wafat, para sahabat secara aklamasi memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Pada awal kekhalifahannya banyak orang Islam yang belum kuat imannya menjadi murtad dari Islam, terutama di Nejed dan Yaman. Pada waktu itu muncul pula gerakan pembangkangan membayar zakat, suatu gerakan yang dipimpin oleh Musaylamah al-Kazzab, yang waktu itu mengakui dirinya sebagai nabi. Abu Bakar menanggapi keadaan ini secara tegas, dengan memerintahkan pasukan muslim untuk memeranginya. Peperangan antara pasukan muslim melawan para pengikut Musaylamah di dalam sejarah dikenal dengan perang Yamamah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak muslim. Meskipun demikian, kaum muslim menerima resiko yang sangat besar yaitu gugurnya sejumlah 70 penghafal al-Quran. Bahkan sebelum tragedi Yamamah, telah gugur pula 70 orang penghafal al-Qur’an dalam pertempuran yang berlangsung di Bi'ri Ma'unah, dekat Madinah, pada masa Nabi masih hidup. Menurut sejarah, peristiwa Yamamah inilah yang melatar-belakangi munculnya kecemasan Umar bin Khathab dan mendorongnya untuk menyarankan kepada khalifah Abu Bakar agar secepatnya mengusahakan penghimpunan ayatayat al-Qur’an menjadi satu mushaf, karena dikhawatirkan sebagian al-Qur’an akan hilang dengan gugurnya sebagian penghafal al-Quran. Setelah melalui diskusi panjang dan berbagai pertimbangan, Abu Bakar menerima ide tersebut. Ia lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit agar segera menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dalam satu mushaf.2 Dalam melaksanakan tugas yang mulia ini, Zaid bin Tsabit sangat berhatihati. Meskipun ia seorang yang hafal al-Quran, dan juga sebagai juru tulis wahyu yang utama, tetapi dalam melaksanakan tugas suci ini tetap berpegang pada dua hal, yaitu: 1. Ayat-ayat al-Qur’an yang benar-benar ditulis di hadapan Nabi dan yang tersimpan di rumah beliau; 2. Ayat-ayat al-Qur’an yang dihafal oleh para sahabat penghafal al-Qur’an yang masih hidup. Zaid bertindak sebagai ketua tim dibantu oleh beberapa anggota yang kesemuanya penghafal al-Quran, yaitu Ubay bin Ka'ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan. Tugas ini dirampungkan dalam waktu lebih kurang satu tahun, yakni seusai kejadian perang Yamamah sampai sebelum wafat Abu Bakar. Dengan demikian, tercatat dalam sejarah, bahwa Abu Bakar merupakan orang _____________ 1
Abu Abdullah al-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar (Bandung: Mizan, 1993), 83 2 Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khatthab; Sebuah Telaah Mendalam tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatan Masa itu, terj. Ali Audah (Jakarta: Litera AntarNusa, 2000), 740 Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
19
yang pertama-tama melakukan penghimpunan al-Qur’an dalam satu mushaf dan Umar sebagai orang pertama mencetuskan ide untuk menghimpun al-Quran. Adapun Zaid bin Tsabit terkenal sebagai orang pertama yang melaksanakan penulisan dalam penghimpunan al-Qur’an dalam satu mushaf. Al-Qur’an di Masa Umar Sewaktu Umar belum menjadi khalifah, beliau telah menyerukan secara meyakinkan bahwa al-Qur’an harus diselamatkan dengan berbagai cara dan upaya. Secara umum, pada masa pemerintahan Umar perhatian terhadap al-Qur’an nyaris saja tidak begitu terlihat. Keadaan seperti ini dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perluasan wilayah Islam, dan faktor kedua adalah masa pemerintahannya merupakan lanjutan dari pemerintahan Abu Bakar, di mana pada masa Abu Bakar telah terlaksana dengan baik sebuah upaya penyatuan al-Qur’an dalam satu wadah. Artinya, dalam persoalan penyatuan al-Qur’an, masa pemerintahan Umar hampir bisa dikatakan tidak adanya persoalan yang berarti untuk diselesaikan berkenaan dengan al-Qur’an. Berkenaan dengan faktor pertama, sejak awal para tokoh Islam telah mempersiapkan Umar sebagai figur pemimpin yang akan menghadapi ancaman dakwah Islam dari dua negara besar di kawasan tersebut ketika itu yaitu Negeri Persia dan Romawi.3 Pada persoalan kedua, yaitu tentang kondisi al-Qur’an yang sudah relatif “aman” dibandingkan persoalan ancaman kedaulatan, bukan berarti tidak ada sama sekali upaya menjaga situasi tersebut dari gangguan yang mungkin akan timbul. Sebagaimana dimaklumi, pada masa Abu Bakar, al-Qur’an telah ditulis secara keseluruhan oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benar tersusun menurut ayat-ayatnya dengan benar pula.4 Pada masa Abu Bakar, mushaf al-Qur’an tidak diperbanyak. Demikian pula Umar tidak memperbanyaknya sebagaimana yang telah disusun oleh tim yang diketua Zaid bin Tsabit. Alasannya karena memang motif penghimpunan alQur’an waktu itu bukan untuk kepentingan orang-orang yang hendak menghafalnya, namun hanya untuk menjaga keutuhan dan kemurnian al-Qur’an saja. Pada masa kedua khalifah ini, para sahabat yang pernah belajar al-Qur’an dari Nabi masih cukup banyak yang hidup. Orang yang belajar al-Qur’an dan yang mengajarkannya secara hafalan juga masih banyak. Peranan Umar dalam hal pemeliharaan al-Qur’an dalam arti yang sifatnya gerakan, tidak begitu menonjol, sebagaimana halnya Abu Bakar dan khalifah sesudahnya (Usman bin Affan). Pada masa Umar al-Qur’an mendapatkan perlindungan dan pengamanan. Dengan kata lain, al-Qur’an tetap mendapat penjagaan pada masa Umar. Sebagian ahli berpendapat bahwa sikap Umar semasa pemerintahannya dalam rentang waktu 10 tahun dalam hal pemeliharaan alQur’an berimplikasi kepada terjadinya beberapa hal, antara lain: 1. Munculnya mushaf pribadi dari beberapa orang sahabat. Kondisi ini dalam satu segi lebih lanjut menimbulkan ketidak-seragaman, terutama dalam hal bentuk dan model penulisan al-Qur’an. 2. Tidak adanya keseragaman dalam hal cara membaca al-Qur’an. Hal ini pada satu sisi oleh sebagian ulama bukan dianggap masalah, karena Nabi _____________ 3
M. Hasbi Amiruddin, Republik Umar bin Khattab (Yogyakarta: Totalmedia, 2010), 27 Tim Penulis Depag, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, t.th), 20 4
20
M. Akbar: Perhatian Umar bin Khatthab terhadap al-Qur’an
sendiri membolehkan membaca al-Qur’an dengan beberapa qira’at, selama tidak melenceng dari kaedah dasarnya. Pada sisi lain, oleh para ulama yang tidak sependapat dengan adanya ragam bacaan tersebut, dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik, karena terkesan tidak adanya kesatuan dan persatuan umat Islam dalam membaca al-Qur’an. Namun demikian, berseberangan dengan pendapat yang mayoritas, bahwa orang yang paling berjasa baik dalam mengemukakan ide maupun ”action” adalah Khalifah Abu Bakar. Pendapat minoritas (satu versi lain) tentang orang yang paling berpengaruh dalam menjaga keberadaan al-Qur’an justru Khalifah Umar. Versi pendapat ini bahkan cenderung mengatakan bahwa segala upaya pengumpulan al-Qur’an berada di pundak Umar bin Khathab. Dalam riwayat ini dikisahkan bahwa suatu ketika Umar bertanya tentang suatu bagian al-Qur’an dan dikatakan bahwa bagian tersebut berada pada seseorang yang syahid dalam pertempuran Yamamah. Ekpresi Umar pasca terjadi perang Yamamah – dalam versi ini – menjadi salah satu tonggak dalam menyimpulkan ”Umar adalah orang pertama yang mengumpulkan al-Qur’an ke dalam satu mushaf”. Di sini, secara implisit disebutkan bahwa baik proses awal maupun proses akhir pengumpulan al-Qur’an berlangsung pada masa pemerintahan Umar.5 Ibnu Abu Dawud6 dalam kitab al-Masahifnya mengatakan bahwa Umar bin Khattab memutuskan mengumpulkan al-Qur’an. Ia berdiri di tengah manusia dan berkata: “Barang siapa yang menerima bagian al-Qur’an apapun langsung dari Rasulullah, bawalah kepada kami”. Mereka telah menulis yang mereka dengar dari Rasulullah Saw. di atas lembaran-lembaran, dan pelepah-pelepah kurma. Umar tidak menerima sesuatupun dari seseorang hingga dua orang menyaksikan (kebenarannya). Tetapi ia terbunuh ketika tengah melakukan pengumpulannya. Utsman bin Affan bangkit (melanjutkannya) dengan berkata: “Barang siapa yang memiliki sesuatu dari al-Qur’an, bawalah kepada kami”.7 Bila dikembalikan kepada salah satu pendapat yang memang agak lemah, maka dapatlah dikatakan bahwa Umar bin Khathab merupakan orang yang paling banyak jasanya dalam pengumpulan dan pemeliharaan al-Qur’an. Namun pendapat ini juga dikemukakan oleh Dawud al-Athar, bahwa ketika banyak penghafal al-Qur’an dalam perang Yamamah, Umar melontarkan pendapat tentang mendesaknya penghimpunan al-Qur’an. Abu Bakar dengan cukup tegas menolaknya, karena tidak ada dalil yang kuat tentangnya. Akan tetapi Umar tidak mau mengurungkan niatnya, dan sejak itu Umar melakukan kompilasi al-Qur’an, dan menuliskannya dalam sebuah mushaf, yang sebelumnya berserakan dalam lembaran-lembaran kulit dan benda-benda lain.8 Atas dasar pendapat tersebut, tidak tertutup kemungkinan bahwa perhatian yang diberikan oleh Umar terhadap pemeliharaan al-Qur’an sangat besar, _____________ 5
167
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005),
6
Ia adalah Abdullah bin Sulaiman bin Asy’as al-Azadi, salah seorang tokoh penghafal hadits. Ia mempunyai banyak kitab, antara lain: al-Mashahif, al-Musnad, al-Tafsir, al-Sunan, alQiraat dan al-Nasikh wa al-Mansukh. Manna’ Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2007), 190 7 Ibn Abu Dawud, al-Masahif 8 Dawud al-Aththar, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, terj. Afif Muhammad dan Ahsin Muhammad (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1979), 166 Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
21
melebihi perkiraan kalangan mayoritas ulama. Peranan yang tidak kalah pentingnya terhadap pemeliharaan al-Qur’an yang dilakukan oleh Umar adalah melalui kegiatan talaqin, yaitu suatu kegiatan rutin para sahabat memperdengarkan hafalan al-Qur’an mereka kepada Umar. Hal ini merupakan salah satu kegiatan penting, untuk menjaga kemurnian al-Qur’an. Kegiatan ini lebih mudah dilakukan oleh para sahabat ketika itu karena kekuatan hafalan para sahabat sangat baik. Sedangkan penulisan al-Qur’an, ketika itu cenderung lebih sulit dilakukan, mengingat minimnya media tulis, di samping juga jumlah sahabat yang dapat menulis sangat minim. Kesimpulan Tidak sedikit para ilmuan Islam yang mengemukakan bahwa tidak terjadi gerakan yang besar pada masa Umar bin Khathab seputar penjagaan al-Qur’an. Bahkan dalam karya-karya yang ada, tidak sedikit yang tidak menyebutkan sama sekali pembahasannya. Tetapi mereka menjelaskan rentetan pemeliharaan alQur’an setelah masa Abu Bakar, langsung kepada masa Utsman bin Affan. Hal ini menjadi salah satu sinyalemen tidak menonjolnya usaha Umar bin Khattab. Namun demikian, sebelum berkuasa Umar telah melontarkan pemikiran tentang persoalan tersebut. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa ide Umar tentang penyatuan al-Qur’an merupakan tonggak sejarah yang paling menentukan di masa selanjutnya bagi perkembangan al-Qur’an.
22
M. Akbar: Perhatian Umar bin Khatthab terhadap al-Qur’an
DAFTAR KEPUSTAKAAN Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’a. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005 Amiruddin, M. Hasbi. Republik Umar bin Khattab. Yogyakarta: Totalmedia, 2010 Al-Aththar, Dawud. Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, terj. Afif Muhammad dan Ahsin Muhammad. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1979 Haekal, Muhammad Husain. Umar bin Khatthab; Sebuah telaah Mendalam tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatan Masa itu, terj. Ali Audah. Jakarta: Litera AntarNusa, 2000 Al-Qattthan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Jakarta: Litera Antar Nusa, 2007 Tim Penulis. Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI, t.th. Al-Zanjani, Abu Abdullah. Wawasan Baru Tarikh al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar. Bandung: Mizan, 1993
Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
23