PERGULATAN WACANA ALQURAN BERGAMBAR KANDIDAT GUBERNUR DI PROPINSI JAMBI SUBHAN MA. RACHMAN Pascasarjana IAIN STS Jambi Abstract: The use of the Koran as a medium in PILKADA, made a new debate in various circles of society. The phenomenon of Koran that illustrated candidate for Governor, Regent, a candidate member of the House of Representatives, at last five years began to appear and it is questionable whether a discourse of religion, politics, both fused with blurred boundaries, or some sort of political domination over the discourse of religion. MUI should play a key role in this, but the institution is not enough legitimed become problem solvers on diverse issues of the people. Even the background of sociopolitical religious of personnel MUI also influence the views and decisions of MUI. Various society of the Koran Jambi respond to the charge discourse ZN display diverse, both in terms of the argument basis and in terms of the interests to be achieved. The results of this study describes the particulars of the Qur'an pictorial candidate for Governor of ZN to struggle discourse that appears above it.
A. PENDAHULUAN Par-excellent Alquran tanpa diragukan adalah kitab suci umat Islam yang bersumber dari Allah swt. dan totalitas eksistensinya sebagai perwujudan sakralitas. Keyakinan ini mengendap di hati setiap muslim. Setiap tindakan yang memberi interpretasi desakraliasi kitab suci sudah dipastikan akan menimbulkan sikap resistensi umat Islam.Alquran bergambar seorang kandidat gubernur di Provinsi Jambi pada pertengahan tahun 2005 yang lalu menjadi catatan penting apakah hal itu sebuah kasus desakralisasi atau bukan. Yayasan Al Arafah adalah lembaga yang berinisiatif menyumbangkan Alquran dengan memberi sampul bergambar Zulkifli Nurdin(ZN) yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur Jambi di ujung periode kepemimpinannya. Gambar itu sendiri berupa pasphoto dengan menggunakan peci hitam di atas sampul (stiker) yang menempel pada Alquran. Al-Quran ini disumbangkan kepada panti Asuhan anak-anak yatim pada acara buka puasa bersama dengan pengurus Yayasan di Masjid Alfalah tanggal 30 Oktober 2004. Pada stiker di atas photo diberi tulisan:” Kenang-kenangan dari” (dengan tulisan berwarna merah marun) dan di bawahnya bertulisan”H. Zulkifli Nurdin” dengan tinta warna hitam. Disain kaligrafi membentuk bulatan dengan ujung-ujung yang runcing 1
dengan pas pohto dan pada bagian bawahnya bertuliskan H. Zulkifli Nurdin, juga dengan warna merah marun. Dari penataan dan penempatan poto yang terbilang apik dan serasi ini posisinya berada pada kulit bagian belakang dari mushaf Alquran yang lazimnya dibuka atau dibaca dari kanan. Persoalan Alquran bergambar ini baru muncul menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) Mei 2005 yang mencuatkan berbagai pandangan. Dikalangan masyarakat terjadi pro dan kontra, bahkan dikalangan ulama sendiri tidak satu pandangan dalam menyikapi hal ini, sebagian memandang bentuk tindakan mencantumkan gambar pada Alquran adalah kufr, merendahkan Alquran, zhalim dan sebagainya dengan argumentasi tertentu. Kelompok ulama lain memandang hal ini tidak dapat dianggap menghina Alquran apalagi sampai kufr, bahkan status hukumnya mubah (boleh) dengan argumentasi yang lain lagi. Institusi MUI adalah institusi yang membidangi persoalan Islam dan aspek keagamaan, idealnya masyarakat menerima segala keputusan MUI serta menjadikannya pemersatu semua kelompok yang ada di Jambi dalam persoalan keagamaan. Namun harapan itu nampaknya tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini terbukti lahirnya pemikiranpemikiran tandingan karena MUI dianggap sebagai institusi yang melegitimasi otoritas pemerintah1 yang nota bene sebagai instansi yang berhajat, dan putusan MUI tidak mencerminkan aspirasi umat Islam yang sesungguhnya yang tidak menghendaki Alquran dinodai dengan kepentingan politis.2 Keluarnya fatwa yang memberi status hukum mubah menimbulkan reaksi yang beragam di masyarakat. Menurut ketua MUI putusan itu tidak dipengaruhi oleh pihak manapun dan sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Namun putusan tersebut direspon oleh masyarakat jambi dengan beragam wacana yang sebagian besar bersikap 1
Sebenarnya labeling seperti itu tidak sepenuhnya tepat, bila mengacu kepada hasil penelitian Atho yang melihat dari 22 fatwa MUI pusat. Menurutnya sebelas fatwa masuk pada tipologi netral; delapan fatwa berada di antara wilayah pengaruh kuat pemerintah dan wilayah netral; tiga fatwa masuk wilayah 1 netral atau pengaruh pemerintah paling kecil. Namun stereotife MUI sebagai perpanjangan tangan pemerintah belum hilang dari tubuh organisasi ini. Atho membuat diagram gambar untuk mengetahui tingkat pengaruh dan netralitas suatu fatwa sebb. |menunjukkan tempat fatwa dengan pengaruh terkuat dari pemerintah, FO=fatwa-fatwa yang sifatnya netral; F-1pengaruh pemerinah paling kecil atau berlawanan dengan pemerintah. Bentuk lain dari kategorisasi yang diperlihatkan Atho dalam menilai muatan keberpihakan atau netralnya fatwa MUI adalah dengan melihat kepada fatwa-fatwa itu sendiri. Ada beberapa fatwa yang pengaruh terkuat dari pemerintah, dan seterusnya, lihat Atho, Studi, hlm.253-254. 3 Dalam dua kasus yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di Jambi, yakni di Pemalang dan Cianjur, tetapi dua putusan MUI tersebut berbeda dari putusan MUI Jambi. Kedua MUI (Pemalang dan Cianjur) memutuskan bahwa hukum menempel Alquran dengan gambar adalah haram dan tidak dibenarkan dalam Islam, Henri Masyhur, Qur’an Bergambar Ulama berpolemik, Ummat bingung, Jambi Ekspres, Senin, 6 Juni 2005.
2
kontra. Memang hukum fatwa tidak mengikat siapapun, namun harus pula dicatat bahwa meski sebenarnya suatu fatwa secara hukum Islam tidak mengikat pihak yang memintanya itu sendiri maupun masyarakat luas, akan tetapi di Indonesia, sebuah fatwa dirasakan sebagai putusan hukum yang mengikat dan selalu mengundang perhatian masyarakat.3 Atas dasar inilah idealnya MUI bersikap arif dan mampu menyelami aspirasi masyarakat, agar tidak membuat mayoritas mereka bingung dan kecewa. Dengan demikian beredarnya Alquran bergambar ZN di Provinsi Jambi pada tahun 2004-2005 yang lalu memancing munculnya berbagai wacana dari elemen masyarakat seperti MUI Provinsi Jambi, LSM, ulama di luar organisasi MUI maupun masyarakat akademis, selain pihak Yayasan AlArafah selaku inisiator Alquran bergambar ZN. Antara satu wacana dengan wacana yang lain nampaknya tidak sama dari segi isi, basis argumentasi, maupun kepentingan yang ingin di capai oleh kelompok yang memproduksi wacana atas wacana utama Alquran bergambar ZN. Sehubungan dengan latar belakang masalah terdahulu maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. Bagaimana pergulatan wacana atas Alquran bergambar kandidat gubernur di Provinsi Jambi? Turunan pertanyaan ini ingin mengkaji dan mempetakan apa saja wacana yang berkembang mengenai Alquran bergambar ZN tersebut berikut muatan-muatan wacananya. Kemudian menafsirkan apa basis argumentasi masing-masing kelompok yang memproduksi wacana itu, serta kepentingan apa yang ditenggarai oleh masing-masing kelompok atas wacana yang diusung. Penelitian ini menggunakan kajian analisis wacana kritis. Ada banyak pengertian tentang wacana.4 Pengertian sangat umum dari wacana adalah setiap tindakan yang bermakna meliputi ucapan, tulisan dari setiap orang. Maka pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah ucapan siapa dalam konteks apa diucapkan dan dimana. Melalui media apa sebuah tulisan, gambar ditempatkan, tindakan diperagakan, pesan apa yang ingin disampaikan penulis atau pelakunya. Demikian juga mengapa dilakukan dan merefresentasikan apa suatu ungkapan dan tindakan itu, dan sebagainya. Analisis ini akan 4 “Fatwa sesungguhnya dapat digolongkan sebagai hukum normatif karena fatwa MUI meskipun tidak mengikat secara hukum, namun kenyataannya selalu menjadi pedoman berperilaku bagi umat Islam Indonesia”. Lihat Musdah Mulia, Fatwa MUI, hlm. 4. 4 Eriyanto dalam bukunya, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media memaparkan sejumlah pengertian wacana yang dibuat para ahli yang disarikannya dari Sara Mills, Discours, salah satunya adalah wacana diartikan sebagai 1. komunikasi verbal, ucapan, percakapan; 2.sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan; 3. sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat. (CollinsConcise English Dictionary, 1988), PT.LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, cet.V, 2006, hlm. 2. Secara khusus wacana yang dimaksud dalam tulisan ini akan dibicarakan tersendiri pada kerangka teori.
3
dipadukan dengan teori hegemoni dari Gramsci (1891-1937) bahwa kekuatan dan dominasi kapitalis tidak hanya melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan relasi produksi, tetapi juga kekuatan (force) dan hegemoni. Jika yang pertama mengunakan daya paksa untuk membuat orang banyak mengkuti dan mematuhi suatu syarat produksi atau nilai-nilai tertentu, maka yang terakhir meliputi perluasan dan pelestarian “kepatuhan aktif” (secara sukarela) dari kelompok-kelompok yang didominasi kelas penguasa lewat penggunaan kepemimpinan intelektual, moral dan politk.5Konsep hegemoni banyak digunakan dalam sosiologi maupun politik untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).6 Hegemoni bisa didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan.7 Teori ini digunakan untuk melihat
kasus Alquran
bergambar kandidat gubernur di Provinsi Jambi, seperti telah disinggung di atas yang melahirkan berbagai macam pandangan dari berbagai kelompok masyarakat dan institusi yang ada di wilayah ini.
B. Wacana Yang Berkembang Wacana Alquran bergambar kandidat gubernur berinisial ZN adalah layaknya sebuah teks yang diproduksi oleh penulisnya sebuah yayasan yang bernama Yayasan Arafah. Bila Alquran yang bagaikan teks tersebut dibaca, maka menurut Stuart Hall8 pembacaan atas teks melahirkan tiga bentuk pembacaan atau hubungan antara penulis (dalam hal ini pembuat produk wacana Alquran begambar) dengan pembaca (masyarakat/umat Islam) dan bagaimana pesan itu dibaca di antara keduanya. Pertama posisi pembacaan dominan (dominant hegemonic posisition), kedua pembacaan yang dinegosiasikan (negotiated posisition), dan ketiga pembacaan oposisi (oppositional posisition), yang kurang lebih semakna dengan istilah pro, kritis dan kontra. Oleh karena itu dalam melihat wacana 5
Ariyanto, Analisis, hlm. 103. Harry W.S, http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony, 1 Desember 2005.Selanjutnya disebut Harry W.S., Hegemony. 7 Pandangan lain melihat hegemoni lebih pada kerelaan didominasi jadi tanpa kekerasan. Seperti istilah “sublimasi refresif” dari Marx Weber oleh Heru Nugroho diartikan sebagai situasi tertindas tetapi yang tertindas merasa puas itulah yang dimaksud hegemoni oleh Marx Weber versi Heru. Disampaikan pada kuliah pelatihan penelitian Departemen Agama bekerjasama dengan CRCS-UGM, tanggal 16 Maret 2007. Hegemoni dalam tulisan ini dipahami sebagaimana yang disampaikan Heru Nugroho dan pendapat lain yang sejalan dalam tulisan ini. 8 Stuart Hall dalam Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media, LKIS, Yogyakarta, 2006, hlm. 94-95. 6
4
tentang Alquran yang bekembang di Jambi penulis menggunakan kerangka bepikir Hall dengan sebutan yang berbeda, dengan urutan yang pro, kontra dan kritis.
a. Wacana pro Kelompok yang menganut wacana pro dimaksud adalah kelompok yang merasa tidak ada yang salah terhadap tindakan dan bentuk ujud dari Alquran bergambar kandidat Gubernur yang
berinisial
ZN.
Tindakan
memperbanyak
Alquran
bergambar
maupun
menyumbangkannya kepada kelompok tertentu dianggap bertujuan baik yang dipandang sebagai murni sumbangan. Oleh karena itu dalam perspektif pro,wacana Alquran bergamabr tersebut tidak menyalahi perundangan seperti undang-undang politik dan ajaran agama sekalipun. Demikian juga tidak dipandang sebagai penghinaan kepada Alquran dengan adanya gambar orang atau manusia yang ditempelkan pada Alquran tersebut. Mereka yang memiliki cara pandang yang demikian adalah dimulai oleh ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi, yang semula merupakan pandangan individu kemudian menjadi pendapat institusi MUI Provinsi, selain pihak inisiator dan pemerakarsa tindakan memperbanyak dan menyumbangkan kitab suci umat Islam itu sendiri, yaitu Yayasan AlArafah. Temuan dilapangan membuktikan bahwa tindakan menempelkan gambar pada kulit Alquran secara utuh tiga puluh juz maupun pada surat Yasin sebelumnya telah pernah dilakukan oleh inisiator yang sama dalam rangka pencalonan dirinya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat kabupaten, juga memicu protes keras dari masyarakat sehingga berujung dengan ditariknya peredaran kedua bentuk ”sumbangan” tersebut. Adakah pertalian antara modus tindakannya yang awal dengan tujuan meraih social capital bagi dirinya dan ZN pada tindakan paling akhir? Untuk menemukan hubungan yang tegas dan pasti, tidaklah mudah, akan tetapi sangat mungkin hal itu bertalian mengingat dilakukan oleh aktor yang sama dengan modus yang hampir sama. Anehnya sang aktor mengulangi modus tindakan yang sebelumnya terbukti kontra produktif, untuk ZN. Sehingga ZN- karena besarnya wacana kontra-merasa dirinya disudutkan, dan mengklaim bahwa dirinya tidak tahu menahu persoalan beredarnya Alquran bergambar dirinya.9 Meskipun sebenarnya ia sendiri yang menyerahkan sumbangan Alquran tersebut kepada pihak panti asuhan dalam acara buka puasa bersama
9
Lihat Jambi Independen 30 Mei 2005 dengan judul: ”ZN Mengaku Disudutkan”
5
pada 30 Oktober 2004 yang lalu. Sikap seperti itu muncul dari ZN, bisa dimengerti sebagai sikap bela diri. Untuk mengurangi tekananan, ZN meminta fatwa MUI Provinsi Jambi. Secara personal maupun kelembagaan, hubungan ZN-MUI sangat baik. Para ulama yang tergabung dalam MUI dari Kabupaten dan Kota dalam Provinsi Jambi diminta melakukan sidang membahas ulang setelah ketua komisi fatwa membuat statemen tertulis bahwa Alquran bergambar ZN tidak dianggap sebagai suatu kesalahan yang kemudian memicu hujatan melalui aksi demo dan sebagainya. Pilihan yang dilakukan ZN ini sejalan dengan tuntutan massa sebelumnya bahwa putusan komisi fatwa tersebut hanyalah pendapat individual menggunakan nama institusi MUI oleh karena itu harus dilakukan sidang dengan mengumpulkan ulama MUI se Propinsi Jambi. Pemprov dalam hal ini bertindak hanya sebagai pasilitator. Ungkapan di media massa memperlihatkan bahwa Pemprov melalui asisten II Setda menyatakan bahwa sepenuhnya persoalan tersebut diserahkan kepada MUI dan Pemprov tidak akan mencampuri, karena itu apapun keputusannya adalah keputusan ulama MUI tegasnya.10 Sorotan tajam mata publik yang semula mengarah langsung kepada ZN mulai terpecah dan bergeser kepada MUI. Kedekatan personal dan kelembagaan dengan MUI membuat ZN khususnya dan pihak yang pro percaya bahwa institusi itu akan ”menyelmatkannya”. Bahkan sinyal ini juga diperoleh sebelumnya dari pihak Yayasan AlArafah sendiri yang bergerak cepat mendatangi personal MUI pusat KH. Umar Syihab di Jakarta pasca keluarnya pernyataan tertulis dari ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi yang menuai kontra. Menurut H. Bakri ketua Yayasan AlArafah KH Umar Syihab sependapat dengan MUI Jambi.11 Fenomena Alquran bergambar tokoh politik seperti yang terjadi dijambi, bukanlah satu-satunya. Di Pemalang dan Cirebon juga terjadi. Di Pemalang munculnya Alquran bergambar photo Bupati Pemalang HM Machroes SH,12 sedangkan di Cirebon adanya Alquran bergambar Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin 13. Menariknya pihak yang memproduk wacana masing masing berargumentasi memberi hadiah atau semacam kenang-kenangan. Institusi MUI dan masyarakat di daerah ini mensikapi wacana ini dengan pandangan negatif. Bahkan MUI di kedua tempat mengeluarkan fatwa haram atas 10
Jambi Independen, ZN Diminta gugat Yayasan AlArafah, 31 Mei 2005. Jambi Independen, Yayasan Al-Arafah Siap Bertanggung Jawab: MUI: Peredaran Alquran gambar ZN tidak melecehkan Islam, 26 Mei 2005. 12 Suara Merdeka, MUI Studi Kasus ke Indramayu, 17 Mei 2005. 13 Suara Merdeka, Dikecam, Penerbitan Alquran Bergambar Bupati, 06 Juni 2005. 11
6
tindakan menggandakan dan mendistribusikan Alquran bergambar kandidat kedua Bupati tersebut serta agar Alquran yang telah beredar ditarik kembali 14 sesuatu yang berbeda dari fatwa yang terjadi di Jambi yang memfatwakan boleh atas tindakan yang kurang lebih sama15. Wacana agama yang diintervensi oleh wacana politik kepentingan seperti tergambar di atas menunjukkan rendahnya aspek kognisi (pengetahuan) keagamaan dan “mlorot”nya aspek apeksi (moral) pelaku dalam melahirkan hak-hak politiknya yang cenderung menghalalkan segala cara. Kode etik perpolitikan di Indonesia dan pihak yang berkompeten seperti KPU belum memiliki aturan yang jelas mengenai pendomplengan tindakan politik yang menggunakan atribut agama. Harus diakui bahwa hal ini sebagai persoalan yang sulit. Akan tetapi tidak berarti tidak proaktif dan tetap menelisik setiap tindakan yang memanipulasi agama untuk tujuan politik. Bila tidak “carut marut” wajah perpolitikan kita tak pernah selesai.16
b. Wacana Kontra Kelompok yang menganut wacana kontra dimaksud adalah kelompok yang
merasa
tindakan memperbanyak Alquran bergambar kandidat Gubernur yang berinisial ZN tersebut tidak seharusnya dilakukan. Tindakan memperbanyak Alquran bergambar tokoh politik maupun menyumbangkannya kepada kelompok tertentu dianggap memiliki maksud politis. Menjadikan Alquran sebagai instrumen politik tidak dapat dibenarkan dalam agama. Bahkan tindakan yang demikian merupakan perbuatan yang melecehkan agama. Ekspresi sikap kontra dilahirkan dengan cara unjuk rasa dan pertemuan – pertemuan ulama yang mengkaji perspektif hukum Islam maupun opini dan komentar di masmedia. Kelompok LSM dan ormas Islam seperti HMI memilih jalur demonstrasi dan dialog dengan pihak Pemprov, Ulama yang tidak tergabung dalam MUI, memilih membahas Alquran bergambar melalui bahsul masail dan diskusi intensif. Sebagian yang lain memilih menulis dikoran atau berkomentar di koran maupun menulis opininya seperti makalah. Dari spanduk-spanduk dapat ditangkap pesan-pesan kemarahan, kecewa dan kritik kepada oknum kandidat ZN maupun MUI Provinsi Jambi. Karena dianggap telah
14
Jambi Ekspres, Qur’an Bergambar Ulama berpolemik, Ummat bingung, , Senin, 6 Juni 2005. Fatwa MUI Provinsi Jambi Nomor:01/KP-MUI/VI/2005. 16 Lihat Benny Susetyo, Hancurnya Etika Politik, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004, hlm. 121. 15
7
melecehkan Alquran, komersialisasi Alquran, dan membuat umat bingung. Sedangkan ulama tandingan MUI menggelar pertemuan-pertemuan di beberapa tempat. Bertempat di Ponpes As‟ad dilakukan Bahsul Masail yang menyimpulkan bahwa menempatkan Poto ZN pada Alquran
tersebut adalah haram. Demikian juga bertempat di Ma’had Al-
Mubarak Litahfiz Alquran sekitar 20 orang ulama berkumpul mendiskusikan keberadaan Alquran bergambar ZN dan menurut M.Room yang oleh media disebut-sebut sebagai rival ZN, bahwa kesimpulan dari pertemuan mengenai pemasangan gambar ZN di sampul ALQURAN hukumnya KUFR (sesat) dan merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap Alquran. Para ulama itu juga menolak keputusan Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi dan meminta agar ZN dan MUI meminta maaf kepada umat Islam.17 Pada umumnya argumentasi yang dimajukan para ulama selain mencoba menggali dari kitab-kitab klasik tentang hukum yang terkait, juga kontekstualisasi waktu. Kontekstualisasi waktu yang dimaksud adalah bahwa saat pergulatan wacana mengenai Alquran bergambar kandidat Gubernur tersebut berlangsung dalam masa menjelang Pilkada Gubernur meskipun kemunculannya sebelum itu. Dalam situasi seperti itu, apa saja yang muncul khususnya dari tokoh politik di Jambi akan mudah digiring memasuki wacana politik; suatu hal yang realistis sebenarnya. Di sinilah mestinya dilihat secara jernih ketidak terpisahan antara wacana dan suasana yang mempengaruhinya. Sehingga muatan makna yang dikandung oleh suatu wacana memiliki bobot politik yang lebih besar atau lebih kecil. Eskalasi pro-kontra wacana Alquran ini terlihat lebih membesar setelah jauh dari waktu kemunculannya, namun kian dekat menghampiri Pilkada seiring dengan semakin tinggi suhu politik saat itu.
c. Wacana Kritis Wacana kritis yang dimaksud adalah kelompok yang melihat persoalan Alquran bergambar kandidat Gubernur ZN dan putusan komisi fatwa MUI, maupun Fatwa MUI hasil pertemuan kolektif, tidak terpolarisasi kedalam kelompok yang menyetujui atau menolak secara ekstrim. Melainkan menilainya secara proporsional namun memiliki kecenderungan yang lebih terhadap salah satu dari dua wacana yang berkembang. Kelompok yang mengusung wacana seperti ini relative tidak banyak jumlahnya. Dengan kata lain mereka yang mengusung wacana kritis ini tidak berada di luar dari dua kelompok wacana yang telah dibicarakan di atas. Mereka juga terdapat pada kedua kelompok 17
ZN diminta Gugat Yayasan AlArafah, Jambi Independen, 31 Mei 2005.
8
tersebut dengan ciri kritis. Dengan demikian wacana kritis dapat dibagi kepada dua kelompok lagi, yakni kelompok yang mengusung wacana kritis yang berorientasi pro dan wacana kritis yang berorientasi kontra.
C. Basis argumentasi yang memproduksi wacana: a. Agama Terlihat wacana yang banyak dikemukakan oleh baik pihak pro maupun kontra tidak melepaskan diri dari wacana agama. Hanya saja ada yang memandang bahwa Alquran bergambar kandidat gubernur berinisial ZN tersebut memang tidak ada masalah dengan agama, dengan kata lain pandangan hukum agama tidak menyalahkan berdasarkan argumentasi-argumentasi keagamaan yang terbangun sebagaimana yang diyakini oleh mereka yang mengusung wacana pro. Sedangkan kelompok kontra juga menggunakan argumentasi keagamaan dan sampai pada kesimpulan
menolak
kebolehan Alquran
bergambar kandidat Gubernur berinisial ZN tersebut yang sekaligus menggugat legitimasi kebenaran wacana pro. Pada kelompok pro argumentasi keagamaan yang dibangun dengan menggunakan sejumlah rujukan kitab-kitab fiqh, ushul fiqh dan juga kitab-kitab yang membahas tentang Alquran dari yang klasik sampai kontemporer. Demikian pula yang kontra juga mendasarkan diri pada rujukan kitab-kitab agama. MUI Provinsi Jambi sebagai kelompok pro mengajukan argumentasi keagamaan (fiqh), sebagaimana petikan wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi berikut ini. ”...dalam Alquran dan hadits maupun dalam kitab adab tehadap Alquran (hamalat Alquran) tidak dibicarakan tentang boleh atau tidak boleh menempelkan photo pada Alquran. Jadi dalam kasus ini dikembalikan kepada hukum photo itu sendiri. Photo yang ukuran satu dimensi hukumya mubah. Photo yang ukuran dua dimensi ada yang membolehkan ada yang mengharamkan, namun kebanyakan ulama mengharamkan. Dan photo ukuran tiga dimensi ulama sepakat mengharamkan, karena tinggal memberi nyawa saja lagi. Photo pak Zul itukan ukuran satu dimensi. Lagi pula dalam bentuk sticker yang baru ditempelkan bukan dicetak bersamaan”.18 MUI juga memandang bahwa Alquran bergambar ZN tersebut tidak termasuk kategori menghina Alquran atau menodai kesakralan Alquran:”...kalau kita lihat bahwa photo pak Zul di situ cukup sopan dengan
18
Wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah tanggal 27 Maret 2007.
9
memakai kemeja hitam tanpa dasi, dan memakai peci hitam. Jadi tidak bisa dianggap menghina Alquran...”.19 Sedangkan kelompok kontra juga membangun argumentasi keagamaan. Mereka mengutip pendapat Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin tentang keagungan Alquran. Alquran yang pada asalnya berada di lauhil mahfuz lebih besar dari gunung Qaf . Sekiranya para malaikat berkumpul pada satu huruf untuk memindahkannya niscaya mereka tidak kuat melakukannya, sampai datang malaikat Israfil petugas Lauhil Mahfuz yang dapat memindahkannya dengan izin Allah swt. bukan kekuatan malaikat itu sendiri melainkan Allah yang memeberikannya kekuatan.20 Muatan yang dikutip oleh pihak ulama kontra ini menunjukkan tentang keagungan Alquran baik suara dari bacaan Alquran maupun huruf-hurufnya. Ilustrasi yang digunakan antara suara Alquran dengan hurufnya seperti roh manusia dengan jasadnya, kedua-duanya adalah mulia. Demikian juga Alquran yang disebut dengan Kalamullah adalah agung, bagi orang yang membacanya hendaklah mengagungkannya.”Bagi pembaca, pertama kali hendak membaca Alquran semestinya menghadirkan dalam hatinya pengagungan terhadap Allah (Al-mutakallim) dan menyadari bahwa yang dibacanya bukanlah perkataan manusia. Sesungguhnya perkataan Allah puncak segala pembicaraan dan Allah swt. berfirman:”Tidak menyentuhnya (Kalamullah) itu kecuali mereka yang suci”.21
b. Politik Seperti terlihat dari sepak terjang H. Bakri baik yang pernah ia lakukan untuk dirinya maupun untuk ZN, sebenarnya menunjukkan bahwa landasan/basis argumentasi politisnya tidak memberi batasan yang tegas antara satu wilayah wacana dengan wilayah wacana lainnya. Sehingga antara memberi kenang-kenangan dengan cara ada photo tokoh politik (wacana politik) dan simbol yang digunakan untuk ditempeli photo itu yakni Alquran (wacana agama) tak perlu ada batas. Menyatunya photo dengan Alquran sebenarnya adalah penyatuan dua wacana, wacana politik dan wacana agama. Hal ini Sejalan dengan pandangan Durkheim tentang definisi agama atau “relijius”
22
bahwa relijius adalah untuk
semua kepercayaan dan praktek yang diyakini mengandung kebenaran, jadi bukan karena 19
Ibid. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, jilid 1.(di photo-copi 1 lembar oleh kelompok Ulama Kontra). 21 Ibid. 22 Jean Toumon, Religion and Ritual, dalam Ensiklopedi IlmuIlmu Sosial, jilid 2, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 914-915. 20
10
merupakan cara terbaik untuk melakukan sesuatu berdasarkan kriteria praktis. Tipe keyakinan dan praktik yang pertama, menurutnya suci “(sacred); yang kedua adalah duniawi (profane) tetapi dalam kenyataannya menurut Weber tidak mungkin membedakan berdasarkan Kriteria ini, karena ini sama saja memisahkan sesuatu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Perspektif yang berbeda, apa yang dikatakan oleh Weber sebagai tidak mungkin dipisahkan, benar, tetapi mungkin dibedakan, karena itu wacana agama dan wacana politik dari kasus Alquran bergambar kandidat dapat dibedakan sebagai murni politik, murni agama, atau menggabungkan keduanya. Kesulitan seperti ini juga terjadi dalam sejarah Alquran yang dijadikan alat arbitrase yang diproduksi oleh „Amr ibn al-Ash, dalam perang saudara antara „Ali bin Abi Thalib dan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan. Apakah tindakan menjadikan Alquran sebagai alat arbitrase dalam suasana peperangan, murni agama, murni politik, atau agama mengintrupsi politik, atau sebaliknya? Karena itu muncul ungkapan yang tajam atas wacana tersebut, dari pihak Ali: “kalimatul haq yurîdu bihi al-bâtil-ungkapan yang benar namun yang dituju adalah kebalikannya, yakni kebatilan. Dalam hal, analisis terhadap MUI Provinsi Jambi, penelitian Atho Mudzhar terhadap lembaga MUI Pusat, sedikit banyaknya juga memperlihatkan tingkat ”kendurnya” independensi MUI dalam putusan-putusan fatwanya manakala berhadapan dengan kebijakan pemerintah pusat, mengingat kedekatan satu sama lain. Hal yang sama hadir, yakni segi kedekatan antara MUI dan pemerintah (ulama’ dan umaro‟) ditingkat daerah di Jambi baik hubungan secara struktural kelembagaan PEMDA-MUI maupun hubungan personal Gubernur-Ketua MUI. Jalinan hubungan baik ini indikatornya adalah dalam berbagai bentuk perhatian pribadi Gubernur pada aktivitas MUI maupun aktivitas dan situasi personal MUI sendiri. Seperti disampaikan oleh ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah, ketika ia menderita sakit dan dirawat di RSUP, ZN selaku Gubernur datang membezuk, membantu biaya pengobatan, demikian juga membantu beberapa aktivitas MUI. Begitu pula kepribadian Gubernur sendiri yang hormat dan bersikap santun pada ulama.23 Sementara kelompok lain yang basis wacananya bersifat politis namun tidak terang-terangan menempatkan dirinya pada pro atau kontra adalah kubu kandidat gubernur – wakil gubernur Hasip-Nasrun. Tetapi secara diam-diam mendukung gerakan ulama 23
Kesimpulan yang diperdapat dari wawancara dengan Ketua Majelis Ulama Provinsi Jambi tanggal 27 Maret 2007.
11
tandingan MUI dengan memfasilitasi dan mempublikasi kegiatan tersebut.24 Sikap ”see and action” dari kubu ini mudah dimengerti karena ingin memberi kesan agar rival politiknya di ”hakimi” murni karena alasan agama dan kesalahan dalam perspektif agama, bukan rekayasa dari lawan politik, aksi dilakukan dalam konteks ini, disatu sisi. Pada sisi yang lain, meski tidak mencuat ke permukaan dengan isu sebesar kasus ZN, kelompok ini juga merasa was-was bila kasus yang menimpa ZN juga berimbas kepadanya. 25 Kelompok ini menempuh modus propaganda atau kampanye dengan menggunakan sticker bertuliskan ayat Alquran dan doa-doa dengan–tentu saja- gambar pasangan kandidat ini di bawahnya. Hanya saja sticker ini tidak beredar diperkotaan tapi beredar di desa-desa dalam wilayah Kabupaten Muaro Jambi.
D. Kepentingan Dominan Pememproduksi Wacana a. Dominan politik Dari tiga kategori wacana yang telah dikemukakan di atas yaitu wacana pro, kontra dan kritis, secara umum ketiganya menggunakan wacana agama dan poltik dengan berbagai muatan variannya sebagai isu yang dimunculkan maupun basis argumentasinya. Pada pembahasan ini akan dianalisis fenomena wacana yang dibangun untuk melihat kepentingan dominan dari mereka yang memproduksi wacana tersebut. Kelompok yang mengusung wacana pro seperti telah dikemukakan adalah pihak Yayasan Arafah, kubu ZN, MUI Provinsi Jambi, Akademisi yang bercorak kritis berorientasi pro. Sedangkan yang mengusung wacana kontra adalah LSM yang telah disebutkan, ulama tandingan MUI, politisi PKS, dan Akademisi yang bercorak kritis berorientasi kontra. Kepentingan dominan dari yang memproduksi wacana atas kasus Alquran bergambar kandidat gubernur berinisial ZN di Provinsi Jambi pada kenyataannya tidak selalu bersifat linear dengan wacana yang dihembuskan. Disamping memang ada yang paralel antara wacana yang dihembuskan dengan kepentingan yang ingin dicapai. Kelompok pro dari kubu ZN, maupun dari Yayasan Arafah tampak jelas kepentingan politik yakni sosialisasi ZN. Kata sosialisasi selalu dipakai oleh politisi untuk membedakan dari kampanye. Pada hakekatnya kata sosialisai lebih bermakna kampanye 24
Kegiatan Bahstul Masail yang digelar di Ponpes As’ad tanggal 11 Juni 2005 dengan siaran langsung RRI, liputan tak langsung TV RI, dan mobilisasi ulama daerah ditenggarai didanai oleh kelompok Hasip-Nasrun. 25 Mediator Edisi 16 tahun 1, 4 -10 Mei 2005, menurunkan berita:”Dikritik, Sticker Cagub-Cawagub Bertuliskan Ayat Al-Qur’an.
12
terselubung. Hal tersebut dianalisis sebagai berikut: Pertama, dari segi waktu pemberian Alquran bergambar ZN kepada pihak panti asuhan yang ada di kota Jambi, berada pada akhir masa jabatan Gubernur Jambi ZN periode pertama, yakni pada tanggal 30 Oktober 2004 (ia dilantik 10 Desember 1999-2004), berarti 2 bulan dari masa berakhir jabatan ZN kegiatan tersebut dilaksanakan. Sudah tentu ZN dengan tim suksesnya mempersiapkan diri untuk pemilihan gubernur periode kedua (2005-2010). Meskipun inisiatif menempelkan photo ZN berasal dari Ketua Yayasan Arafah H.Bakri bukan dari ZN, namun hal ini sepengetahuannya karena ia sendiri yang menyerahkan Alquran tersebut kepada pihak panti asuhan. Sulit dipercaya bila ZN tidak tahu-menahu prihal gambarnya menghiasi Alquran yang diserahkan sebagai kenang-kenangan. Kedua, Ketua Yayasan Arafah sendiri hubungannya dengan ZN adalah sangat dekat. Baik dalam hal keorganisasian politik, Bakri adalah sebagai bendahara PAN Propinsi dan ZN adalah ketua, maupun latar belakang sama-sama pengusaha yang punya hubungan baik, dan perlu dicatat bahwa H. Bakri adalah salah seorang Tim Sukses ZN-AZA sendiri. Apa yang dikerjakan Bakri adalah upayanya menanam ”kebaikan politis” kepada ZN dipenghujung jabatannya, hal mana dapat dilihat dari Alquran bergambar ZN itu yang bertuliskan: ”Kenang-kenangan dari H. Zulkifli Nurdin”.
Meski niat baik Bakri pada kenyataannya menjadi kontra
produktif karena kurang piawai membaca aspirasi –terutama- umat Islam Jambi yang agamis. Atau dengan kata lain tidak cukup wawasan mengenai sosial keagamaan di Jambi. Tindakannya nyaris membuat ZN dicoret dari calon Gubernur sekiranya fatwa MUI menentukan lain. Sebagai pengusaha rantau yang sukses di Jambi, nampaknya dalam bidang politik berbeda, Bakri tidaklah sesukses dirinya sebagai pengusaha. Ketiga, idealnya sumbangan yang murni tanpa muatan tertentu, tidaklah penting mencantumkan identitas diri penyumbang. Argumentasi kubu ZN bahwa Alquran tersebut bukan untuk Pilkada mungkin bisa dibenarkan, mengingat tindakan tersebut tidak diputuskan secara matang secara internal, melainkan kehendak pihak Yayasan dengan berkoordinasi langsung dengan ZN. Tetapi untuk menghindari Alquran tersebut dari muatan politik adalah mustahil berdasarkan analisis di atas. MUI dengan fatwa yang bersifat pragmatis situasional sebagaimana telah disebut pada tabel 3, tak bisa mengelak dari muatan dominan politis, setelah memaknai secara ”lugu” atas teks keagamaan dan begitu responsif pada konteks politik yang terjadi. Tetapi dominan politik di sini adalah politik mempertahankan hubungan baik dengan
13
menghindarkan ZN dari cedera politik dan mengantisipai kekacauan yang mungkin timbul akibat protes pendukung ZN, karena asumsi yang terbangun di tubuh MUI Provinsi maupun berdasarkan respon singkat MUI Pusat, wacana kontra yang ada bermuatan politis ingin menjatuhkan kandidat ZN. Hal ini tergali dari wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi: ”Persoalan ini sudah dipolitisir orang dengan maksud ingin mendiskriditkan Zul agar tidak masuk sebagai calon dengan cara membunuh karakter, kita hanya ingin meluruskan dari pitnah”26 katanya. Dari kalangan pendukung wacana kontra yang terlihat kepentingan dominan politis adalah M.Room, meski wacana yang dimunculkan adalah wacana agama melalui pendapat para ulama kontra MUI. Dengan kata lain ada upaya ingin menjatuhkan ZN secara politis dan agama dengan menggunakan wacana agama karena latar belakang rivalitas antara dirinya dan ZN sejak lama, jauh dari masa kemunculan wacana Alquran bergambar ZN tersebut. Sedangkan kelompok yang lain tidak termasuk ke dalam berkepentingan politis secara dominan.
b. Dominan Agama Dimaksudkan dengan dominan agama adalah dimana kepentingan dari wacana yang diusung adalah semata-mata untuk tujuan keagamaan. Ghirah keagamaanlah yang menyulut maraknya sikap kontra atau pro atas wacana yang mereka gulirkan. Pada umumnya argumen keagamaan dan pandangan politik ideal sebagai pendukung kelompok ini. Mereka adalah kalangan ulama kontra fatwa MUI, dan kalangan akademisi. Secara politis mereka tidak mendapatkan apa-apa atau kehilangan apa-apa dari wacana yang ditenggarainya, kecuali merasa sebagai panggilan moral untuk mempertahankan kesakralan Alquran agar tidak dinodai oleh kepentingan sesaat yang provan seperti kepentingan politik. Jalan pikiran seperti ini nampaknya juga dimiliki beberapa tokoh LSM yang merasa ”jengah” dengan prilaku politik lokal selama ini, dan kini mulai bermain di wilayah paling sakral bagi agama Islam, yaitu kitab suci Alquran. Nama-nama yang bisa disebut seperti Agus, Joni, dari LSM Palm dan Dahril dari Aksi Post.
c. Dominan Netral Dimaksudkan dengan dominan netral adalah kelompok yang tidak mendukung wacana pro atau kontra. Kelomp[ok ini lebih pada menjaga aturan main yang ada. Persoalan yang 26
Wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdulah tanggal 27 April 2007.
14
tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mereka cenderung abstain dan mengembalikan kepada lembaga yang dipandang berkompeten. Kelompok ini adalah Panwas Pilkada Provinsi Jambi sebagaimana terlihat dari komentar ketuanya, Tabrani:”Kita hanya berupaya untuk menjernihkan persoalan. Kalau soal sanksi ya, tergantung kepolisian, Sedangkan soal fatwa tergantung dari MUI”.27 Jawaban ini menunjukkan posisi kerja dan ingin memberi kesan bahwa Panwas bersikap netral dan berlaku adil kepada semua pihak. Netralitas kelompok ini dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) merupakan tuntutan formal konstitusi, namun hal itu tidak selalu membuat kedua lembaga ini konsisten bersikap demikian, selalu ada peluang untuk keberpihakan mereka, seperti terlihat dari terang atau kaburnya gambar kandidat sebagai alat kampanye yang mereka pasang. Keberpihakan akhirnya terlihat dari harus membuat lebih terang dan lebih jelas atas gambar pasangan tertentu dan membuat kabur atas gambar pasangan yang lain.
E. SIMPULAN Fenomena Alquran bergambar kandidat Gubernur Jambi berinsial ZN telah menjadi pergulatan wacana dari berbagai elemen masyarakat di daerah ini. Secara umum wacana yang terbentuk adalah wacana pro dengan keberadaan maupun status hukum yang mendukungnya. Demikian juga adanya wacana kontra, yakni wacana yang tidak sejalan dengan wacana pro. Selain itu terbentuknya wacana kritis. Ketiga kelompok masingmasing menggunakan basis argumentasi agama dan politik atas mencuatnya wacana Alquran bergambar tersebut dan masing-masing kelompok mempunyai ragam pendukungnya sendiri. Demikian juga basis argumentasi baik wacana pro maupun kontra ada yang berbasis agama, politik dan ada pula yang memberi garis batas (demarkasi) antara wilayah agama dan wilayah politik agar suatu wacana tidak menerobos wilayah wacana yang lain. Demikian pula kepentingan apa yang ditenggarai oleh kelompok yang memproduk wacana ada yang dominan politis baik untuk menjatuhkan pihak lawan secara social dan politik, maupun mengambil manfaat dari hal itu, begitu pula politik rivalitasperseteruan. Sedangkan yang kepentingannya dominan agama adalah pihak-pihak yang merasa terpanggil nuraninya untuk mempertahankan kesakralan Alquran semata-mata, dan kelompok yang tidak masuk pada dua wilayah itu, yaitu kelompok yang dominan netral 27
Jambi Independen, ZN diminta gugat Yayasan AlArafah:Hari ini, MUI:kaji kasus Alquran bergambar ZN, 31 Mei 2005.
15
untuk tidak bersikap pro atau kontra atas wacana Alquran bergambar ZN tersebut untuk memberi kesan rasa adil atau tidak memihak kepada salah satu kandidat kontestan. Baik wacana pro maupun wacana kontra ternyata tidak selalu konsisten dan sejalan dengan basis argumentasinya maupun kepentingan yang melandasinya. Dengan kata lain ada yang konsisten dan ada yang tidak. Sebagai contoh wacana pro yang diusung oleh MUI; kepentingan yang kuat dan dominan adalah bersifat politis yakni ingin mempertahankan hubungan baik dan agar tidak terjadi cedera politik pada kandidat ZN dengan asumsi bahwa cagub ini ingin dijatuhkan dari daftar calon oleh kelompok yang lain. Padahal muatan wacana yang diusung dominan agama. Varian berbasis politik yang lain seperti wacana yang dimunculkan dengan muatan agama yang diproduksi oleh ketua Gerakan Peduli Putra Daerah Jambi (GPPDJ) tetapi basis argumentasi politiknya rivalitas (perseteruan) bukan agama. Demikian juga kelompok Hasip-Nasrun yang mengusung wacana kontra dengan argumentasi yang berbasis agama, tetapi dari segi kepentingan adalah politik memanfaatkan situasi. Sedangkan yang relatif konsisten adalah para ulama yang kontra, dengan melihat isi wacana yang dimunculkan pada umumnya adalah wacana agama, basis argumentasi kontra juga adalah agama dengan kepentingan yang diperjuangkan juga adalah bersifat agama. Sayangnya ulama kelompok ini dihegemoni oleh kelompok kecil yang memiliki kepentingan politis. Indikator hal ini terlihat dari inisiasi bertemu dan membahas kasus sepenuhnya muncul dan di danai oleh kelompok kecil ini (kubu Hasip-Nasrun dan GPPDJ-M.Room). Ke dalam kategori konsisten ini bisa dimasukkan juga kalangan akademisi dan tokoh LSM kontra Alquran bergambar ZN, seperti telah disebutkan. Secara teoritis, teori hegemoni yang digunakan tidak sepenuhnya berjalan dalam kasus Alquran bergambar kandidat ZN. Bila pemunculan Alquran bergambar itu dianggap sebagai proses hegemoni, maka proses ini telah ditentang masyarakat sejak awal, atau apa yang bisa disebut dengan munculnya counter hegemoni (hegemoni tandingan) dengan maraknya aksi unjuk rasa, munculnya bahstul masail (membahas permasalahan keagamaan) dan diskusi di kalangan ulama yang menentang hal tersebut. Aka tetapi hal ini tidak berarti secara keseluruhan hegemoni tidak terjadi. Sekelompok kecil orang yang memiliki kepentingan politis tertentu telah berhasil memainkan perannya dengan baik sehingga sebagian besar elit masyarakat sebut saja guru-guru (ulama di Jambi disebut guru) menyambut baik isu penolakan atas wacana Alquran bergambar kandidat ZN sebagai kebolehkan dalam agama, yang merupakan lawan dari isi fatwa MUI Provinsi
16
Jambi. Dengan kata lain secara tidak sadar sebagian besar ulama tersebut memasuki pusaran politik yang dihembuskan kelompok kecil Hasip-Nasrun dan GPPDJ. MUI Provinsi Jambi juga mengalami hal yang serupa dengan modus yang berbeda. Yang terakhir ini menjadi sejalan dengan kubu kandidat ZN dan pihak Yayasan AlArafah karena diciptakan sedemikian rupa oleh keduanya baik melalui koran maupun mendatangi personal-personal MUI Provinsi bahkan Pusat dengan cara yang lunak dan santun. Demikian juga suhu politik yang tinggi saat itu sangat berperan membuat MUI rela mengakomodir argumentasi kelompok yang memproduk wacana utama tersebut, dengan dalih ancaman yang lebih besar dan pembunuhan karakter ZN oleh lawan-lawan politiknya. Dengan demikian teori hegemoni pada proses awal tidak berhasil bila dilihat dari penanaman pengaruhnya secara massif, namun selanjutnya teori ini berfungsi pada kelompok yang dalam jumlah terbatas.
BIBLIOGRAFI Benny Susetyo, Hancurnya Etika Politik, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004 Collins Concise. English Dictionary. 1988 Eriyanto. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. PT. LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, cet.V, 2006 Fatwa MUI Provinsi Jambi Nomor:01/KP-MUI/VI/2005 Harry W.S, http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony, Jambi Ekspres, Qur’an Bergambar Ulama berpolemik, Ummat bingung, , Senin, 6 Juni 2005 Jambi Independen. 30 Mei 2005 dengan judul: ”ZN Mengaku Disudutkan” -----------------------. ZN Diminta gugat Yayasan AlArafah, 31 Mei 2005. -----------------------. Yayasan Al-Arafah Siap Bertanggung Jawab: MUI: Peredaran -------------------------------. Alquran gambar ZN tidak melecehkan Islam, 26 Mei 2005 Jean Toumon, Religion and Ritual, dalam Ensiklopedi IlmuIlmu Sosial, jilid 2, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2000 Mediator. Edisi 16 tahun 1, 4 -10 Mei 2005, menurunkan berita:”Dikritik, Sticker CagubCawagub Bertuliskan Ayat Al-Qur’an Suara Merdeka. MUI Studi Kasus ke Indramayu, 17 Mei 2005 -------------------. Dikecam, Penerbitan Alquran Bergambar Bupati, 06 Juni 2005 Wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah tanggal 27 Maret 2007.
17