TESIS
PERGULATAN REPRESENTASI URANG DALAM PARADIGMA MASYARAKAT MINANGKABAU: KASUS PERANTAU DI KOTA YOGYAKARTA
SUBHAN NIM 1390261020
EVA YANTI NIM 1390261019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
i
PERGULATAN REPRESENTASI URANG DALAM PARADIGMA MASYARAKAT MINANGKABAU: KASUS PERANTAU DI KOTA YOGYAKARTA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana
EVA YANTI NIM 1390261019
PROGAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
ii
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 6 JANUARI 2016
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A NIP. 196007291986011001
Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U NIP. 194807201978031001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. I GustiKetut Gde Arsana, M.Si. NIP. 195208151981031004
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 6 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. 4356/UN.14.4/HK/2015 Tanggal 30 Desember 2015
Ketua
: Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A
Anggota
: 1. Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U 2. Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S 3. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si. 4. Dr. Purwadi, M.Hum
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA
: Eva Yanti
NIM
: 1390261019
PROGRAM STUDI : S2 KAJIAN BUDAYA JUDUL TESIS
: PERGULATAN REPRESENTASI URANG DALAM PARADIGMA
MASYARAKAT
MINANGKABAU:
KASUS PERANTAU DI KOTA YOGYAKARTA.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 6 Januari 2016 Yang Membuat Pernyataan,
Eva Yanti
v
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama kali penulis kebingungan untuk menuliskan pada siapa ucapan terima kasih yang lebih agung layak dipersembahkan, Puji syukur dengan memuliakan Tuhan Allah, Tuhan Yesus atau kepada Ida sang Hyang Widhi Wasa? kepada Tuhan yang telah mati atau Tuhan-Tuhan baru yang lahir berbarengan dengan kelahiran modernitas itu sendiri. Realitasnya, halaman kertas ini harus dipenuhi dengan kalimat thanks giving. Agar tesis dengan judul “Pergulatan Representasi Urang dalam Paradigma Masyarakat Minangkabau: Kasus Perantau di Kota Yogyakarta” dapat diselesaikan menurut standarisasi aturan buku pedoman penulisan usulan tesis. Kajian ini merupakan suatu upaya pencarian identitas diri di dalam banyaknya tumpukan ideologi yang bertebaran di ruang-ruang sosialbudaya masyarakat Minangkabau. Namun di dalam tesis ini lebih banyak menjelaskan fenomena pergulatan masyarakat Minangkabau di kota Yogyakarta dalam merepresentasikan urang sebagai konstruksi identitas manusia ideal di dalam kebudayaan Minangkabau. Banyaknya ideologi baru yang bermunculan dewasa ini, menjadikan orientasi nilai-nilai ideal seperti nilai urang di dalam paradigma masyarakat Minangkabau menjadi tidak jelas, nilai- nilai lama hanya tinggal pada tingkat wacana, dalam artian nilai-nilai lama tidak menyatu dalam praktik
keseharian
kehidupan
masyarakat
Minangkabau,
masyarakat
Minangkabau kini sedang berada dalam suatu krisis identitas, krisis kepercayaan diri, seolah-olah masyarakat Minangkabau kehilangan pegangan. Tidak dapat disangkal bahwa dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis mendapatkan banyak dukungan baik dalam bentuk moral maupun materi dari
vi
segenap pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya dengan tulus penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan apresiasi yang mendalam kepada; 1. Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U dan Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A selaku pembimbing yang telah dengan sabar dan teliti dalam membimbing dan penuh perhatian telah memberikan dorongan semangat, pengarahan, ide-ide kritis dan saran-saran berkualitas dalam menyelesaikan tulisan ini. 2. seluruh pejabat struktural di lingkungan Universitas Udayana, khususnya Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp. P.D., KEMD selaku Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya sekaligus Pembimbing Akademik, dan Dr. I Nyoman Dhana, MA selaku Sekretaris Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana yang telah menyetujui dan memberi kesempatan bagi penulis untuk mengikuti studi. 3. seluruh dosen di lingkungan Program Studi S2 Kajian Budaya Universitas Udayana yang selalu berkenan membagi ilmu dan membangun paradigma berpikir kritis serta Staf Sekretariat di lingkungan Program Studi S2 dan S3 Kajian Budaya, Pak Putu Sukaryawan, Bu Iluh, Bu Komang, Pak Ketut Songket dan segenap staf yang telah membantu, memberikan layanan administrasi, informasi dan suasana yang akrab selama penulis menjalani masa studi. 4. semua Narasumber yang selalu terbuka memberikan informasi yang dibutuhkan penulis selama pembuatan tesis ini, Bapak Hajizar, Pak Sahrul, Pak Andar, Pak Ali Umar. Begitu juga Da Nop, Bang Dolly, Da Arif, serta teman-teman sesama
vii
urang awak di kota Yogyakarta yang senantiasa memberi pengertian dan pemahaman 5. Happy family: Ibunda tercinta Nurbaidah, Kak Emi, Kak Ema, Uda Hen, Bang wis, Abang Uki selaku kakak-kakak yang ganteng dan cantik lagi baik, dan seluruh ponakan- ponakan yang tiada henti mendukung penulis lewat doa dan cinta yang begitu besar. 6. Dayon, Alva dan Psyche sebagai inspirasi tercantik yang selalu sabar memberikan perhatian kepada penulis 7. keluarga besar Cultural Studies UNUD angkatan 2013 atas kebersamaan dan suasana studi yang menyenangkan, akrab dan saling memotivasi. Bersama temanteman, saya tidak merasa sendirian selama hidup merantau di Bali. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar, 17 November 2015
Penulis
viii
ABSTRAK PERGULATAN REPRESENTASI URANG DALAM PARADIGMA MASYARAKAT MINANGKABAU: KASUS, PERANTAU DI KOTA YOGYAKARTA Penelitian ini menjelaskan fenomena pergulatan masyarakat Minangkabau di kota Yogyakarta dalam merepresentasikan urang sebagai identitas ideal di dalam paradigma masyarakat Minangkabau. Pergulatan ini disebabkan karena banyaknya nilai-nilai baru atau ideologi-ideologi baru yang tumbuh, seperti modernitas dengan kecendrungan individual, hedonisme dan materialisme yang berbenturan dengan budaya Minangkabau. Banyaknya ideologi baru yang bermunculan, menjadikan orientasi nilai masyarakat Minangkabau menjadi tidak jelas, nilai- nilai lama hanya tinggal pada tingkat wacana, dalam artian nilai-nilai lama tidak menyatu dalam praktik keseharian kehidupan masyarakat Minangkabau, masyarakat Minangkabau kini sedang berada dalam suatu krisis identitas, krisis kepercayaan diri, seolah-olah masyarakat Minangkabau kehilangan pegangan. Masalah yang diurai dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: (1) bagaimana urang direpresentasikan di dalam paradigma masyarakat Minangkabau, (2) apa yang menyebabkan pergulatan representasi urang dalam paradigma masyarakat Minangkabau di kota Yogyakarta, (3) bagaimana implikasi pergulatan representasi urang di dalam membangun kebudayaan Minangkabau sekarang. Penelitian ini berupaya untuk menemukan bentuk, proses dan makna urang di dalam kebudayaan Minangkabau. Teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah PsikoanalisisErich Fromm, Teori Identitas-Anthony Giddens, Teori Sistemik-Fritjof Capra. Perspektif kajian budaya merupakan fokus penelitian, sehingga pendekatan kualitatif merupakan metode utama penelitian, dengan teknik observasi partisipasi, purposive, wawancara mendalam dan studi perpustakaan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa penafsiran masyarakat Minangkabau tentang urang atau orang yang ideal dalam paradigma masyarakat Minangkabau selalu berbeda-beda, urang atau orang yang dibentuk di dalam paradigma masyarakat Minang modern mengandaikan bahwa manusia adalah sebuah mesin, yang bisa dirangkai serta dibentuk sesuai wacana yang berkembang. Konsekuensi dari paradigma ini adalah munculnya masyarakat yang berorientasi materialistik, karena diri atau orang dilihat dari perwujudan material. Sebagaimana yang dijelaskan Fromm orientasi tidak dipusatkan ke dalam diri, tetapi ke luar, mengikuti alur dan sistem yang telah ada (blueprint) di dalam suatu institusi untuk membentuk subjek. Persoalan ini sangat berbeda dan bertolak belakang dari temuan di dalam tesis ini mengenai paradigma urang pada kebudayaan Minangkabau. Dalam kebudayaan Minangkabau karakter urang di bedakan berdasarkan kepada konsepsi tumbuh dan berkembang. Hal ini dimanifestasikan kepada proses untuk manjadi urang. Kata kunci: Pergulatan, manjadi urang, paradigma masyarakat Minangkabau, paradigma kebudayaan modern
ix
ABSTRACT STRUGGLE TO REACH THE NOTION „URANG‟ WITHIN THE PERSPECTIVE OF THE MINANGKABAU PEOPLE: CASE STUDY, MIGRANTS IN THE CITY OF YOGYAKARTA This research seeks to explain the ever-present struggle the Minangkabau people put to define their most ideal identity – urang. This struggle is caused due to the presence of many contemporary values on the side of new ideologies also flowering; such as the individuality of modernity, hedonism, and materialism which seem to clash with Minangkabau traditional norms. Much new values are created, creating lasting confusion, shifting old applied values to become mere rhetorics. The Minangkabau is now experiencing a crisis of identity, an attack on self-esteem, losing the old path they once held dear. The issues addressed in this research will correspond the following questions: 1. How is urang represented within the perspective of the Minangkabau people. 2. What causes the struggle to define the most ideal urang. 3. What is the implication of the struggle to define urang towards the shaping of the Minangkabau contemporary culture today. This research attempts to find shapes, processes, and meanings of urang within the Minangkabau culture. The theories used to analyse the data would be the Psychoanalysis of Erich Fromm, the Identity theory of Anthony Giddens, and the Systemic theory of Fritjof Capra. The perspective of cultural studies will be the main focus of research, so that qualitative methodology will be widely used, alongside participatory observation technique, purposive, interviews, and literature studies. The result of this research shows that, the interpretation of the Minangkabau people on urang or the ideal form of the human individual is always different, urang or the ideal form of human shaped within the perspective of the modern Minangkabau people assume that humans are machines, that can be shaped in accordance to the present tendencies. The consequence of this paradigm is that there appears people who are materialisticly oriented, because the self or the people are regarded solely from their materialistic achievements. This is the same as what Fromm explains whereas the orientation is not centered around the self, but outside, following the existing system (blueprint) in an institution to shape subjects. This issue is very much different and contradictory to the finding of this research regarding the notion urang in the Minangkabau culture. In the Minangkabau culture, the character urang is different as it is defined as the idea that humans grow and develop. This is then shown in the notion manjadi urang. The word manjadi shows that there is no one circumstance or position that is assured, or fixed in the identity of a person. However, someone might always be seeking, searching and finding their new potentials. Key words: Struggle, manjadi urang, Minangkabau paradigm, modern paradigm
x
RINGKASAN
Pergulatan
representasi
urang
di
dalam
paradigma
masyarakat
Minangkabau di kota Yogyakarta, setidaknya ada hal-hal yang digaris bawahi, yaitu adanya dua atau lebih paradigma mengenai urang yang dipengaruhi dari luar kebudayaan Minangkabau. Pasalnya apa yang menjadi paradigma masyarakat Minangkabau mengenai urang telah dirumuskan dan disepakati di dalam sistem nilai, norma maupun falsafah hidup mereka. Pergulatan representasi urang dalam paradigma masyarakat Minangkabau lebih menekankan adanya suatu medan yang di dalamnya terjadi interaksi maupun benturan antarnilai, norma, pemahaman dan pemikiran individu di dalam kebudayaan Minangkabau mengenai nilai ideal atau identitas ideal masyarakat yang seharusnya diaplikasikan di dalam realitas sosial. Singkatnya, Pergulatan paradigma urang merupakan suatu perjuangan dan pertarungan paradigma yang sama-sama hidup di dalam suatu gelanggang kebudayaan. Urang dalam arti kriteria manusia “ideal” dalam konstruksi nilai masyarakat Minangkabau, dalam pemaknaan ini, kata urang tidak berdiri sendiri, biasanya didahului dengan kata manjadi dan digabung manjadi urang atau dalam bahasa Indonesia adalah menjadi orang. Manjadi urang atau dalam struktur ejaan bahasa Indonesia menjadi orang, merupakan dua komponen kata yang berbeda maksud dan penekanannya. Manjadi lebih pada kriteria proses, sementara urang ialah kriteria orang yang “ideal” dalam konstruksi nilai masyarakat. Maka manjadi urang adalah sebuah kriteria proses yang harus dilalui oleh seseorang
xi
supaya nantinya bisa masuk pada kriteria “urang” sebagai identitas ideal di dalam kebudayaan Minangkabau. Prinsip-prinsip manjadi urang menekankan bahwa kriteria proses lebih ditekankan dari pada hasil, karena sebuah hasil ditentukan sejauh mana usaha seseorang saat proses manjadi urang. Maka hal yang ditekankan di dalam proses manjadi urang adalah mengenai keberadaan potensi dan proyeksi. Sederhananya, pemahaman mengenai manjadi urang dalam paradigma masyarakat Minangkabau adalah apabila individu telah menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, memiliki kesadaran yang tinggi dimana mampu menggunakan akal dengan optimal untuk hidup, dan mati dalam keadaan beriman, seperti yang tertuang dalam pepatah iduik baaka mati baiman (hidup berakal mati beriman), serta memiliki
keberanian
untuk
merantau. Namun suatu pergulatan
terjadi
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dikarenakan adanya paradigma baru mengenai urang. Hal ini dapat ditelusuri dengan adanya kriteria urang yang dipengaruhi oleh kebudayaan modern karena globalisasi. Pengaruh ini, tidak hanya membawa implikasi dalam aspek-aspek kebudayaan, seperti arsitektur, hubungan sosial, relasi, dan implikasi lainnya, melainkan juga membawa nilai-nilai baru. Konsekuensinya urang sebagaimana yang dipahami di dalam kebudayaan Minangkabau sebelumnya juga bergeser dan berubah. Pergeseran ini dikarenakan paradigma yang telah berubah dari kriteria menjadi (to be) ke memiliki (to have). Akhirnya capaian-capaian yang bersifat materialistik menjadi tujuan utama, seperti jabatan, uang, gelar, dan seterusnya. Singkatnya identitas urang yang dipahami masyarakat dilihat dari capaian-capaian
xii
materialistik di dalam kebudayaan modern. Pegulatan ini secara tidak langsung mempengaruhi seluruh pola hidup masyarakat, baik itu dari aspek psikologi, sosial dan budaya. Melihat bagaimana posisi urang di dalam paradigma masyarakat Minangkabau sekarang. Penelusuran Fromm digunakan untuk melihat bentukan dan bangunan bawah sadar masyarakat Minangkabau. Selaras dengan yang dijelaskan oleh Fromm sendiri, bahwa di Minangkabau juga dipengaruhi oleh kebudayaan modern yang lebih menitik beratkan kepada pencapaian material atau yang dalam kata-kata Fromm sebagai cara memiliki. Konsekuensinya paradigma urang sebagai suatu individu yang memiliki potensi yang selalu hidup dalam manjadi atau berproses dilupakan. Urang lebih dipandang dari capaian-capaian materialnya dari pada penemuan jati dirinya. Hal ini memperlihatkan bahwa kedudukan manjadi urang terlupakan dikarenakan lebih berorientasi kepada hasil dari pada proses. Singkatnya seperti di dalam konsep Fromm mengenai alienasi atau keterasingan, bahwa urang selalu memproyeksikan dirinya kepada hal-hal diluar dirinya, seperti: manjadi urang dianggap ketika mampu memperoleh kekayaan, sekolah untuk mendapatkan pekerjaan, gelar maupun harta yang ikut andil dalam meningkatkan harga diri seseorang. Akhirnya seseorang tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri, karena selalu berorientasi kepada yang bukan dirinya tetapi diri sang liyan. Hal ini seperti yang dijelaskan masyarakat Minangkabau sebagai bukan urang, atau takah urang yaitu urang yang hanya meniru orang lain dan seolah-olah seperti orang lain, tanpa mengenal potensi dan “bijo” dirinya sendiri.
xiii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi ABSTRAK ....................................................................................................... ix ABSTRACT ..................................................................................................... x RINGKASAN .................................................................................................. xi DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xx DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA ...................................................... xxi GLOSARIUM .................................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 14 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 14 1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 14 1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 15 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 15
xiv
1.4.1 Manfaat teoretis/Akademis ..................................................................... 15 1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ................................................................... 17 2.1 Kajian Pustaka............................................................................................ 17 2.2 Konsep ....................................................................................................... 20 2.2.1 Pergulatan Representasi Urang ............................................................... 21 2.2.2 Paradigma Masyarakat Minangkabau ..................................................... 22 2.3 Landasan Teori ........................................................................................... 24 2.3.1 Teori Psikoanalisis- Erich Fromm .......................................................... 24 2.3.2 Teori Identitas- Anthony Giddens ........................................................... 28 2.4 Model Penelitian ........................................................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 35 3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................................ 35 3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 36 3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 38 3.4 Teknik Penentuan Informan ....................................................................... 38 3.5 Instrumen Penelitian................................................................................... 39 3.6 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 39 3.6.1 Observasi ................................................................................................. 40 3.6.2 Wawancara .............................................................................................. 41 3.6.3 Kepustakaan ............................................................................................ 42 3.7 Teknik Analisis Data .................................................................................. 43
xv
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data........................................................ 44
BAB 1V DAERAH RANTAU YOGYAKARTA ......................................... 45 4.1 Wilayah Rantau dan Kampung .................................................................. 45 4.2 Sistem Matrilineal Sebagai Basis Terbentuknya Kehidupan Berkelompok .......................................................................................................................... 53 4.3 Sistem Sosial dan Kultural Masyarakat Minangkabau di Kota Yogyakarta ....................................................................................................... 61 4.4 Sistem Pendidikan ...................................................................................... 78 4.5 Agama dan Kepercayaan Masyarakat Minangkabau ................................. 83 4.6 Mata Pancarian Masyarakat Minangkabau di Kota Yogyakarta................ 85
BAB V REPRESENTASI URANG DALAM PARADIGMA MASYARAKAT MINANGKABAU .............................................. 88 5.1 Urang Sebagai Identitas Individu dan Identitas Kultural Minangkabau ... 88 5.1.1 Urang Minang-Urang Awak ................................................................... 91 5.1.2 Manjadi Urang ........................................................................................ 93 5.1.3 Proses Manjadi Urang ............................................................................ 98 5.2 Representasi Urang dalam Kebudayaan Minangkabau ............................. 109
BABVI PERGULATAN REPRESENTASI URANG DALAM PARADIGMA MASYARAKAT MINANGKABAU DI KOTA YOGYAKARTA ............................................................................................................ 115 6.1 Sebuah Pergulatan dalam Manjadi Urang ................................................. 115 6.2 Manjadi Urang: Pergulatan Mengenai Hari Depan ................................... 118
xvi
6.3 Manjadi Urang dalam Paradigma Masyarakat Minang Modern ............... 121 6.3.1 Standardisasi ........................................................................................... 132 6.3.2 Spesialisasi .............................................................................................. 134 6.3.3 Maksimalisasi.......................................................................................... 135 6.4 Tantangan Manjadi Urang di Kota Yogyakarta dari Paradigma “Menjadi” (To Be) ke “Memiliki” (To Have) ................................................................... 138
BAB
VII
IMPLIKASI
PERGULATAN
TERHADAP
SISTEM
KEBUDAYAAN MINANGKABAU .................................. 144 7.1 Aspek Psikologi ......................................................................................... 145 7.1.1 Alienasi ................................................................................................... 145 7.1.2 Liminal: Lahirnya Masyarakat Galau...................................................... 147 7.1.3 Pamaleh: Kurangnya Daya Etos Kerja Masyarakat Minangkabau......... 150 7.2 Sosial Budaya : Peralihan Kekuasan Tungku Tigo Sajarangan ................. 152
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 156 8.1 Simpulan .................................................................................................... 156 8.2 Saran ........................................................................................................... 162
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 165 LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Informan Lampiran 2 Pedoman Wawancara Lampiran 3 Kaba Rantau Lampiran 4 Koran Suara Minang
xvii
Lampiran 5 Bulletin Urang Awak Lampiran 6 Katalog Seni Lukis Bakaba #3 Lampiran 7 Katalog Seni Lukis Bakaba #4 Lampiran 8 Panitia Musyawarah Besar IV Keluarga Besar Minangkabau Yogyakarta Lampiran 9 Daftar Organisasi Lokal Sumatra Barat di Yogyakarta Lampiran 10 Anggaran Dasar IKBMY Lampiran 11 Proposal Halal Bi Halal Masyarakat Minang Yogyakarta
xviii
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1
Peta wilayah Minangkabau, Sumatera barat ....................................................................
53
Gambar 4.2 Diagram Struktur Masyarakat Minangkabau Dalam Sebuah Nagari ....................................
56
Gambar 4.3 Peta Kota Yogyakarta ............................................................................................................
63
Gambar 4.4
Halal bi Halal masyarakat Minangkabau di kota Yogyakarta ..........................................
76
Gambar 4.5
Acara Pembukaan Pameran Akbar Komunitas seni Minangkabau (formmisi) di kota Yogyakarta ...............................................................................................................
xix
78
DAFTAR TABEL Tabel 4.1
Tabel Jumlah Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2015 .......................................
Tabel 4.2
Tabel jumlah dan nama organisasi maupun komunitas Minang di kota Yogyakarta..........................................................................................................................
xx
63
71
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
IWS
: Ikatan Warga Saniang Baka
IWATAR
: Ikatan Warga Atar
IKPBT
: Ikatan Keluarga Pitalah Bungo Tanjung
KBTD
: Keluarga Besar Tanah Datar
IKK
: Ikatan Keluarga Kacang
IKBY
: Ikatan Keluarga Pasaman Barat Yogyakarta
IKBMY
: Ikatan Keluarga Besar Minang Yogyakarta
IKPS
: Ikatan Keluarga Pesisir Selatan
IKMGK
: Ikatan Keluarga Minang Gunung Kidul
IKISM
: Ikatan Keluarga Istri Seniman Minang
PKDP
: Perkumpulan Keluarga Daerah Pariaman
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
xxi
GLOSARIUM
awak
: aku dalam Bahasa Indonesia, Awak dalam kehidupan sehari-hari berhubungan dengan identitas, awak merupakan penanda (signified) untuk membedakan aku (sebagai identitas individu maupun kelompok) dengan yang lain (urang), awak juga berhubungan dengan kepunyaan dan ruang lingkup kedudukan diri, contoh suku awak
alim-ulama
: selain penghulu dan cadiak pandai, yang juga diperhatikan di dalam struktur kepemimpinan kelompok di Minangkabau adalah alim ulama. Sama statusnya dengan penghulu maupun cadiak pandai, namun alim ulama lebih kepada bidang keagamaan. Oleh karenanya di Minangkabau peran dari ketiga itu (penghulu, cadiak pandai, dan alim ulama) disebut sebagai tigo tungku sajarangan atau sebagai tiga pilar dalam sebuah kelompok.
autopoesis
: kata yang dikemukakan oleh Varella dan Maturana, pengertiannya adalah berdasarkan kepada prinsip dari alam ini yang “hidup”. Alam semesta bukanlah benda mati tetapi hidup yang mampu mempertankan hidupnya sendiri, di dalam dinamika kehidupan perubahan-perubahan merupakan cara organisme hidup menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Karena sistem keseimbangan yang hidup di dalam segala sistem hidup.
alienasi
: keterasingan, di dalam konsepsi Karl Marx pengertian ini mengindikasikan sikap asing dengan diri sendiri karena pekerjaan yang berulang-ulang yang dilakukan oleh industri.
bijo
: (blue print) atau cetak biru realitas diri.
bujang
: bujang adalah laki-laki yang belum menikah, biasanya seorang bujang juga disebut pada fase remaja, namun juga ada ungkapan kepada seorang
xxii
laki-laki yang belum menikah namun sudah dewasa juga disebut sebagai bujang.
cadiak pandai
: cadiak pandai adalah orang yang dipercaya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak. Di dalam status politis, cadiak pandai sama dengan penghulu tetapi lebih di bidang pengetahuan dan di dalam rapat-rapat adat dia diprioritaskan untuk pemberi pertimbangan dalam bidang pengetahuan.
darek
: sebagai pusat kebudayaan masyarakat Minangkabau, yang terdiri dari tiga Luhak, yaitu luhak Agam, luhak Tanah Data dan luhak 50 Koto.
fluktuatif
: sifat yang berubah-rubah, tak dapat diprediksi dan dipastikan.
galanggang
: semacam arena untuk silat, namun kata ini juga sering digunakan untuk kebutuhan metafora. Pengertiannya menekankan adanya pertarungan dan perjuangan di dalamnya. Seperti gelanggang pacuan kuda, juga seperti kata galanggang gadang (gelanggang besar)
gadang
:secara harfiah gadang berarti besar.
interpretatif
: sikap dan aktivitas menafsirkan sesuatu.
kampuang
: kampuang pengertiannya hampir sama dengan kampung, dimana bagi masyarakat Minangkabau yang namanya kampung adalah nagari masingmasing.
kurenah
: perilaku dan kelakuan seseorang.
kooperatif
: suatu sistem kenegaraan yang memiliki basis kekeluargaan, namun juga dikembangkan kepada sistem ekonomi dan sosial. Ini juga diterapkan oleh Bung Hatta di dalam sistem koperasi, karena merasa lebih cocok dan tepat dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang basisnya adalah gotong royong.
lapau
: tempat atau warung yang di dalamnya banyak aktivitas duduk dan bermain domino. Tempat ini
xxiii
sangat diminati oleh sebagian besar remaja Minangkabau. Namun di dalam kebudayaan Minangkabau, para remaja diharapkan dapat bergabung di sini untuk mampu beradaptasi dengan orang-orang di lingkungannya. Karena lapau adalah tempat aktualisasi dan sumber informasi bagi sebagian besar masyarakat di dalam sebuah kampung atau nagari. liminal
: istilah Turner maupun Van Gennep menjelaskan bahwa liminal adalah sebuah fase, yaitu waktu ambang, transisi atau diantara. Kata liminal diambil dari istilah limen dalam bahasa latin yang berarti ambang.
manjadi
: menjadi atau proses menuju sesuatu, selalu dalam proses menjadi, sebuah kata kerja (verb) bukan kata benda.
ma-rantau
: merupakan aktivitas pergi ke rantau.
malawan dunia urang
: suatu sikap hidup masyarakat Minangkabau untuk menyaingi orang lain. Sikap ini adalah perilaku dalam berkompetisi tanpa menyakiti orang lain. Artinya seseorang dijadikan sebagai motivasi untuk bergerak dan berjalan.
mangaji
: aktivitas belajar Alquran di Surau.
maukua bayang-bayang
: konsepsi mengenai pentingnya untuk mengukur diri, mengukur bayangan diri supaya tahu siapa dan kemampuan diri.
nagari
: jika diandaikan nagari seperti pembagian desa, namun karena masyarakat Minangkabau bersifat desentralisasi, maka nagari bersifat otonom. Nagari merupakan kelompok terbesar yang di dalamnya terdapat, beberapa suku, disetiap nagari memiliki sistem ekonomi, politik, dan sosial sendiri. Oleh sebab itu para budayawan baik dalam maupun luar negeri menyebut keberadaan nagari-nagari itu seperti Negara-negara kecil, karena sifatnya yang otonom tersebut.
xxiv
Pasisia part time
: berarti Pesisir, yaitu wilayah di pinggir pantai Sumatra. : paruh waktu.
parewa
: pengertiannya ada yang menyebut sebagai “pendekar” yaitu seseorang yang sudah memiliki sistem kebertahanan diri melalui silat. Namun pengertian luas adalah sekelompok remaja yang yang sudah diberi tanggung jawab untuk menjaga dan membela nagarinya.
paga nagari
: remaja-remaja yang bertanggung jawab sebagai pelindung dan penjaga kelompoknya dari gangguangangguan baik luar maupun dalam kelompok.
pamaleh
: perilaku malas, atau seseorang yang tidak mau bekerja atau belajar.
panopticon
: konsepsi Foucault mengenai kecenderungan pendisiplinan di dalam kebudayaan modern, yang disebutnya strategi pengawasan untuk mengoreksi dan memperbaiki tubuh seseorang.
Pedati
: Pedati merupakan alat transportasi tradisional yang digunakan oleh binatang, seperti kuda maupun kerbau. Biasanya yang menggunakan kuda adalah pedati untuk kebutuhan penumpang, sementara yang menggunakan kerbau adalah pedati untuk mengangkut barang atau beban.
penghulu
: penghulu merupakan jabatan tertinggi di dalam sebuah kelompok, maka setiap kelompok memiliki penghulunya. Baik kelompok suku sampai pada kelompok nagari.
pulang basamo
: pulang basamo pengertiannya adalah pulang dengan bersama-sama, biasanya aktivitas ini di lakukan oleh para perantau pada saat menyambut lebaran.
raso jo pareso
: suatu basis hukum dan aturan di Minangkabau, dimana raso adalah wilayah rasa dan pareso adalah pikiran (logika). Setiap perilaku dan sikap kepada orang lain diharapkan memiliki basis dengan cara merasa dan memikirkan supaya orang lain tidak tersinggung atau sakit hati.
xxv
rantau
: rantau memiliki dua pemahaman bagi masyarakat Minangkabau. Pertama pemahaman rantau yang pengertiannya daerah yang berada di luar nagari. Kedua pengertian pembagian wilayah, yaitu daerah yang berada di luar pusat Minangkabau (Luhak), maka dibedakan menjadi wilayah darek (daratan yang menjadi pusat budaya Minangkabau), dan daerah rantau persebaran masyarakat ke wilayah lainnya.
rantau cino
: merantau yang tidak pulang lagi ke kampung halamannya.
rezim of light
: pemahaman dari Gilles Deleuze dalam memperkuat konsepsi dari Foucault mengenai panopticon, yaitu pengawasan dimungkinkan dengan keberadaan cahaya, sebagai pengawasan bagi seseorang atau kelompok.
representasi
:menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktik penting yang memproduksi kebudayaan. Representasi merupakan proses dari „representing‟. Representasi juga bisa diartikan sebagai proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk kongkrit. Disni bahasa memegang peran penting, dimana Bahasa juga merupakan system representasi, bahasa (symbol, tanda, lisan maupun gambar) dapat mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang realitas. Dengan mengamati kata, symbol maupun gambar yang merepresentasikan suatu realitas, maka akan terlihat jelas nilai-nilai yang di berikan kepada realitas tersebut. Jadi dapat di simpulkan bahwa representasi urang di dalam tesis ini adalah suatu konsep yang digunakan untuk mewakili kriteria manusia “ideal” dalam paradigma masyarakat Minangkabau yang diwakili dengan system penandaan berupa bahasa (lisan) urang.
sistemik
: sistemik merupakan kata lawan dari analitik, dimana pengertiannya lebih kepada cara berpikir. Penekanan pemikiran sistemik kepada sifatnya yang holistik dan menyeluruh, dimana bagian menentukan keseluruhan dan keseluruhan menentukan bagian.
xxvi
sang liyan
: liyan atau sang liyan diartikan sebagai lain, seperti kata the others, namun pengertian kata ini juga mengimplikasikan bahwa identitas dan konstitusi diri juga dibangun dari kamu atau hadirnya liyan yang bukan aku. Maka pengertian liyan tidak hanya memiliki pengertian lain, tetapi implikasinya kepada terbangunnya persepsi, keadaan bawah sadar sampai pada identitas diri dalam tradisi psikoanalisis.
takah urang
: seperti orang lain, urang yang hanya meniru orang lain dan seolah-olah seperti orang lain
tungku tigo sajarangan
: pilar dari struktur kepemimpinan adat di Minangkabau yang terdiri dari penghulu, cadiak pandai dan alim ulama. Dimana masing-masing pemimpin itu memiliki perannya masing-masing.
urang
: dalam tatanan bahasa Minangkabau bermakna ganda, yaitu urang sebagai orang, merujuk kepada kata ganti orang ketiga tunggal misalnya orang lain, Ani, Budi, atau Badu. Dan urang dalam arti kriteria manusia “ideal” dalam konstruksi nilai masyarakat Minangkabau, dalam pemaknaan ini, kata urang tidak berdiri sendiri, biasanya didahului dengan kata manjadi dan digabung manjadi urang
urang sabana urang
: konsep ini ditafsir sebagai core value dari filsafat Minangkabau tentang manusia. Orang yang sebenarnya orang Minangkabau adalah „orang yang baik‟, „orang yang tahu‟, dan memiliki „kearifan akal budi‟ sesuai dengan alur dan patut, tidak meninggalkan adat dan melupakan agama (adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah-alam takambang jadi guru).
xxvii