PERFORMA SAPI MADURA YANG DIBERI PAKAN LIMBAH TANAMAN KEDELAI
SAMSU ALAM RAB
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Performa Sapi Madura yang Diberi Pakan Limbah Tanaman Kedelai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Samsu Alam Rab NIM D151140461
RINGKASAN SAMSU ALAM RAB. Performa Sapi Madura yang Diberi Pakan Limbah Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO, ASNATH MARIA FUAH dan I KOMANG GEDE WIRYAWAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas sapi potong madura dengan pemanfaatan limbah kacang kedelai dalam pakan ternak. Penelitian ini menggunakan bakalan sapi madura sebanyak 12 ekor dengan bobot awal 145-204 kg/ekor dan umur sapi I1-I2 (18-30 bulan). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga kali ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan analisis peragam analysis of covariance, untuk pengamatan pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, income over feed cost, dan kualitas karkas. Kovariabel yang digunakan yaitu bobot awal. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan menggunakan uji Least Square Means. Data daya dukung limbah dihitung menggunakan hasil analisis produksi limbah/ha dan penggunaan limbah dalam ransum ternak. Hasil pengamatan produksi segar kulit polong kedelai yaitu 1.81 ton/ha, dan produksi bahan keringnya 1.75 ton/ha. Produksi segar ampas tahu yaitu 3.04 ton/ha, sedangkan bahan kering ampas tahu sebesar 0.44 ton/ha. Luas lahan tanaman kedelai di pulau Jawa 379 ribu hektar berpotensi menghasilkan 1.326.500 ton/tahun bahan kering atau setara dengan kemampuan 1.179.111,11 ST. Hasil pengamatan menunjukkan kapasitas daya tampung tanaman kedelai dalam satu hektar/tahun dengan penggunaan 15% dan 30% kulit polong kedelai adalah 10,34 ST dan 5,17 ST . Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi bahan kering, protein kasar, dan total digestible nutrien (TDN). Pemberian konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat (70%) + kulit polong kedelai 30% (P3) memiliki nilai konsumsi yang sama dengan pemberian konsentrat 60% + rumput 40% (P1), begitu pun untuk performa pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan 30% kulit polong kedelai dalam ransum memberikan nutrisi yang cukup sehingga PBBH sapi madura pada penelitian ini cukup tinggi. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap R-C ratio. Walaupun pemberian kulit polong memiliki nilai IOFC yang rendah, namun masih menguntungkan karena memiliki nilai R-C ratio diatas 1. Perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap luas urat daging mata rusuk (P<0.05). Perlakuan dengan pemberian konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) menghasilkan luas urat daging mata rusuk yang sama, dan berbeda nyata dengan pemberian rumput 100% (P0). Kesimpulan dari hasil studi ini, pemberian konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) mampu meningkatkan produktivitas ternak dan hasil analisis ekonomi menunjukkan penggunaan limbah kedelai cukup efisien dan berpotensi sebagai pakan alternatif pengganti hijauan pada sapi madura terutama pada saat musim kemarau. Kata kunci : produktivitas ternak, sapi, kulit polong kedelai
SUMMARY SAMSU ALAM RAB. The performance of Madura cattle fed ration containin soybean waste. Supervised by RUDY PRIYANTO, ASNATH MARIA FUAH and I KOMANG GEDE Wiryawan. This study aimed to evaluate the productivity of madura cattle fed ration containing soybean waste (soybean pod skin and pulp). This study used 12 heads of madura bull aging 18 – 30 months (I1-I2) and initial liveweight of 145-204 kg. Experimental design used a randomized block design (RBD) with three replications. The data were analyzed using analysis of covariance. Parameters observed inlcuded body weight, feed intake, income over feed cost and carcass characteristics. The covariabel was initial liveweight. If there is a significant effect on the observed parameters, analysis was continued using Least Square Means test. Carrying capacity data of soybean waste was calculated using the results analysis of the waste production / ha and the utilization the waste in cattle ration. The results showed that the production of fresh soybean pod was 1.81 tonnes/ha, and the production of dry matter content 1.75 tonnes/ha. The production of fresh soybean pulp was 3.04 tonnes/ha, and the production of the dry matter content was 0.44 tonnes/ha. The land area of soybean plantation Java was 379 thousand hectares and had potentially produced soybean pod of 1.3265 million tons dray matter/year, equivalent to the ability 1,179,111.11 ST. The results showed that cattle carrying capacity of soybean pod in one hectare/year with 15% and 30% soybean pod was 10.34 5.17 ST. The treatment was highly significant (P<0.01) in the dry matter consumption, crude protein and total digestible nutrien (TDN). The addition of 85% concentrate + 15% soybean pod (P2), and 70% concentrate + 30% soybean pod (P3) had an equal value for feed consumption with 60% concentrate + 40% forage (P1), similarly for growth performance. This study showed that 30% of soybean pod provided sufficient nutrients that increased daily gain in Madura cattle. The treatment significantly affected the R-C ratio. Although the IOFC has a low value, but still has profitable because the R-C ratio above 1. The treatments significantly affected loin eye area at the 12th rib(P <0.05). Treatment with addition of 60% concentrate + 40% forage (P1), 85% concentrate + 15% soybean pod (P2), and 70% concentrate + 30% soybean pod (P3) produced similar loin eye area at the 12th rib and the three treatments produced significantly higher loin eye area at the 12th rib if compared to the treatment with 100% forage (P0).The conclusion of this study was ration treatment of 15% soybean pod (P2) and a ration of 30% soybean pod (P3) were able to increase the productivity of madura cattle and the economic analysis showed that the use of soybean waste have the potential as alternative feed subtitute of forage for local cattle especially during the dry season. Keywords: productivity, local cattle, soybean pod
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERFORMA SAPI MADURA YANG DIBERI PAKAN LIMBAH TANAMAN KEDELAI
SAMSU ALAM RAB
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Didid Diapari, MSi
Judul Tesis : Performa Sapi Madura yang Diberi Pakan Limbah Kedelai Nama : Samsu Alam Rab NIM : D151140461 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Rudy Priyanto Ketua
Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS Anggota
Prof Dr Ir I Komang Gede Wiryawan Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Salundik, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 1 September 2016
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Performa Sapi Madura yang Diberi Pakan Limbah Tanaman Kedelai. Karya ilmiah ini bukan hanya hasil kerja keras dari penulis pribadi, tetapi juga karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan terimakasih kepada komisi pembimbing Dr Ir Rudy Priyanto, Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS dan Prof. Dr. Ir. I Komang Gede Wiryawan yang telah memberikan banyak saran, masukan, dan nasehat selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak penguji sidang Dr Ir Didid Diapari, MSi dan Dr Ir Niken Ulupi MS yang telah banyak memberi saran hasil penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah membantu penulis selama studi melalui Beasiswa BPPDN Fresh Graduate, dan pihak LPDP melalui Beasiswa Tesis dan Disertasi. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh dosen ITP atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan, Muhammad Ismail, SPt MSi atas pendampingan selama penelitian, teman penelitian Arief Saefuddin, pegawai kandang Ruminansia Besar Pak Jum atas bantuannya, rekan-rekan Pascasarjana ITP khususnya angkatan 2014, staf administrasi Pascasarjana ITP atas dukungan dan kerjasamanya selama penulis menyesaikan studi serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Abd Razak dan Buhati, saudara-saudara Hamzah Rab, Suardi Rab, Asmawi Rab, Funkyswar Rab serta seluruh keluarga besar penulis atas segala doa dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya untuk diri pribadi penulis dan umumnya untuk pembaca yang memerlukan pengetahuan tentang Performa Sapi Madura yang Diberi Pakan Limbah Tanaman Kedelai. Demi kesempurnaan penelitian di tahap selanjutnya, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, November 2016 Samsu Alam Rab
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 2
2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Penelitian Prosedur Penelitian Rancangan dan Analisis Data Peubah yang Diamati
2 2 2 4 4 5
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Produksi Kulit Polong Kedelai sebagai Bahan Pakan Ternak Konsumsi Pakan Pertambahan Bobot Badan Harian Efisiensi Pakan Income Over Feed Cost ((IOFC) R-C Ratio Kualitas Karkas
7 7 9 11 12 12 13 14
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
15 15 15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Komposisi bahan pakan penelitian Perhitungan nilai income over feed kost (IOFC) Komposisi nutrisi kulit polong kedelai Produksi segar dan bahan kering limbah kacang kedelai Konsumsi zat makanan dan performa sapi madura yang diberikan pakan limbah kacang kedelai 6 Hasil perhitungan income over feed cost (IOFC), dan R-C ratio sapi madura dengan pemberian pakan limbah kacang kedelai 7 Kualitas karkas sapi madura yang diberikan pakan limbah kacang kedelai
3 6 7 8 9 12 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hasil analisis peragam konsumsi bahan kering Hasil analisis peragam konsumsi protein kasar Hasil analisis peragam konsumsi total digestible nutrien (TDN) Hasil analisis peragam pertambahan bobot badan harian (PBBH) Hasil analisis peragam efisiensi pakan Hasil analisis peragam income over feed cost (IOFC) Hasil analisis peragam R-C ratio Hasil analisis peragam tebal lemak punggung Hasil analisis peragam luas urat daging mata rusuk
19 19 19 19 19 19 20 20 20
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk ditingkatkan produksinya dalam memenuhi kebutuhan daging di Indonesia, yang setiap tahun meningkat dan tidak diimbangi dengan produksi daging dalam negeri, sehingga kekurangan tersebut dipenuhi oleh impor sapi bakalan maupun daging beku. Peternakan sapi potong yang didominasi oleh peternak kecil, berjumlah sekitar 4.6 juta kepala keluarga (KK) dengan tingkat kepemilikan ternak sebanyak 2-3 ekor sapi/KK dan sebagian besar hanya dijadikan sebagai tabungan keluarga. Keterbatasan lahan, modal, manajemen dan teknologi mengakibatkan produktivitas ternak sapi masih rendah, angka kelahiran ternak baru mencapai 21% (potensi 30%) dari populasi, jarak beranak cukup panjang sekitar 18-21 bulan (potensi 15 bulan), berat karkas sapi lokal yang hanya 156 kg (sapi potong hasil IB dan sapi impor sebesar 221 kg/ekor) (Luthan 2009). Masalah utama yang dihadapi oleh peternak khususnya di pulau Jawa adalah kurangnya ketersediaan sumber hijauan, terutama pada saat musim kemarau. Pesatnya tingkat pembangunan mengakibatkan lahan hijauan semakin berkurang karena adanya peralihan fungsi lahan. Ada beberapa strategi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yaitu melalui penyediaan bahan pakan yang cukup, antara lain adalah pemanfaatan limbah dari tanaman kedelai. Tanaman kedelai mempunyai limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti hijauan, selain itu limbah industri seperti bungkil kedelai mengandung protein kasar yang tinggi, yaitu sekitar 44% dengan asam amino yang seimbang (McDonald dan Larivire 2002). Integrasi antara sapi dan kedelai dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk meningkatkan produksi sapi potong dan juga untuk meningkatkan efisiensi pakan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan bungkil kedelai sebagai sumber pakan untuk meningkatkan produksi sapi potong. Kennedy et al. (2012) melaporkan bahwa penggunaan 15% bungkil kedelai dalam ransum domba dikombinasikan dengan tongkol jagung meningkatkan keuntungan rata-rata harian pada pemeliharaan domba. Luas kedelai di Indonesia pada tahun 2014 adalah 615 ribu hektar, di pulau Jawa seluas 379 ribu hektar dan di luar pulau Jawa 236 ribu hektar. Produksi kedelai tahun 2014 sebanyak 953,96 ribu ton, meningkat sebanyak 173,96 ribu ton dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai tersebut terjadi di pulau Jawa sebanyak 100,20 ribu ton dan di luar pulau Jawa sebanyak 73,76 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan luas panen seluas 64,23 ribu hektar (11,66 persen) dan kenaikan produktivitas sebesar 1,35 kuintal/hektar (9,53 persen) (BPS 2014). Potensi lahan tanaman kedelai sebagai pendukung budidaya ternak sangat besar karena memiliki limbah pertanian yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji produktivitas ternak madura dengan pemanfaatan limbah dari kacang kedelai.
2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi produksi dan daya dukung limbah kacang kedelai sebagai pakan ternak? 2. Bagaimana kinerja produksi sapi madura yang diberikan pakan limbah kacang kedelai? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas sapi madura dengan pemanfaatan limbah tanaman kacang kedelai (kulit polong kedelai, dan ampas tahu) dalam pakan ternak. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dengan pendekatan terpadu antara ternak sapi dan tanaman kacang kedelai dapat meningkatkan produktivitas ternak madura, mengurangi biaya produksi, dan hasil penelitian ini bisa diadaptasi oleh para peternak sapi potong.
2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai November 2015. Pemeliharaan dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A Ruminansia Besar, pengujian proksimat konsentrat dilakukan di Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, pengujian kualitas karkas dilakukan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakalan sapi madura sebanyak 12 ekor dengan bobot awal 145-204 kg/ekor. Umur bakalan sapi lokal umur sapi I1-I2 (18-30 bulan). Pakan yang digunakan selama penelitian berupa hijauan, kulit polong kacang kedelai, dan konsentrat. Hijauan pakan ternak diperoleh di kebun rumput IPB, kulit polong kacang kedelai diperoleh dari Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, dan konsentrat dibuat di Laboratorium Blok A Ruminansia, Fakultas Peternakan IPB. Bahan baku konsentrat diperoleh dari penjual pakan di daerah Bogor. Bahan baku konsentrat yang digunakan terdiri atas onggok, pollard,
3 bungkil kedelai, molases, CaCO3, urea, ampas tahu dan premix. Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien ransum tercantum pada Tabel 1. Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan meliputi kandang individu berukuran 1, 5 x 2, 5 m yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Peralatan pendukung pemeliharaan dan peralatan untuk pengujian kualitas karkas adalah ultrasound portable WED-3000V (Shenzhen Well.D Medical Electronics, China). Tabel 1. Komposisi bahan pakan penelitian Ransum Perlakuan Bahan/Nutrien P0 P1 P2 Komposisi Bahan (%) Rumput 100 40 0 Kulit Polong Kedelai 0 0 15 Konsentrat 0 60 85 Bahan penyusun konsentrat Onggok 0 21 20 Pollard 0 19.2 22 Bungkil kedelai 0 3 5 Bungkil kelapa 0 6 0 Molasses 0 9 15 CaCO3 0 0.9 1.5 Urea 0 0.6 1 Ampas Tahu 0 20 Premix 0 0.3 0.5 Total 100 100 100 Komposisi Nutrien (%) BK 22.2 60.1 72.2 Abu 13 3.50 5.57 Protein kasar 8.89 13.11 14.45 Lemak Kasar 1.78 3.61 4.75 Serat Kasar 37.87 22.51 17.65 Beta –N 38.56 57.27 57.59 TDN 54.3 66.3 71
P3 0 30 70 10 15 7 0 15 1.5 1 20 0.5 100 73.9 5.87 14.62 5.15 21.63 52.73 68
Keterangan : Hasil Analisa Proksimat Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor (2015). P0: rumput 100%, P1: konsentrat (60%) + rumput (40%), P2: konsentrat (85%) + kulit polong kedelai (15%), P3: konsentrat (70%) + kulit polong kedelai (30%).
Prosedur Penelitian Persiapan Penelitian Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan alat dan bahan, yang meliputi : persiapan bahan pakan, kandang, peralatan, dan obatobatan. Ternak sapi yang digunakan terlebih dahulu diberi obat cacing, dan vitamin B-kompleks. Sebelum perlakuan diberikan, dilakukan adaptasi pakan selama 14 hari. Sapi madura sebanyak 12 ekor dengan bobot badan 145-204 kg
4 ditempatkan didalam kandang individu untuk mendapatkan perlakuan pakan. Ternak sapi diacak berdasarkan bobot badan menjadi tiga kelompok sebagai ulangan untuk mendapatkan empat perlakuan pakan selama 90 hari pemeliharaan. Pelaksanaan Penelitian Jenis perlakuan pakan sebagai berikut : (P0) rumput 100%, (P1) konsentrat (60%) + rumput (40%), (P2) konsentrat (85%) + kulit polong kedelai (15%), dan (P3) konsentrat (70%) + kulit polong kedelai (30%). Pakan diberikan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak enam kali dengan selang waktu 06.00-08.00, pukul 09.00-11.00, pukul 13.00-15.00, pukul 16.00-18.00, pukul 19.00-20.00, dan terakhir pada pukul 22.00 WIB. Sisa pakan ditimbang untuk memperoleh data konsumsi pakan. Penimbangan ternak sapi dilakukan perbulan untuk mendapatkan data bobot badan Untuk mengetahui produksi limbah kacang kedelai dilakukan survei pada lokasi tanaman kedelai dan wawancara dengan pengrajin tahu. Produksi kulit polong kedelai diketahui dengan menggunakan cuplikan (ubinan) yang siap panen. Hasil ubinan kulit polong kedelai merupakan produktivitas kulit polong kedelai yang diperoleh dari petak ubinan seluas 6.25 m2 (2.5 m x 2.5 m) dikalikan dengan luas tanam tanaman kedelai pada bidang yang sama. Berat hasil tanaman padi dalam satuan kg per m2 dikalikan dengan luas tanam tanaman kedelai pada bidang yang sama dimana terdapat petak ubinan. Berat hasil kulit polong kedelai merupakan estimasi terhadap hasil panen tanaman kedelai pada bidang tersebut. Setiap hasil ubinan akan dilakukan pencatatan data.
Rancangan dan Analisis Data Model Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok (RAK). Model rancangan menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan: Yij = Kinerja produksi dan kualitas karkas sapi lokal dalam sistem integrasi dengan kacang kedelai ke-i (pakan 100% rumput, rumput 40% + konsentrat 60%, ransum 15% kulit polong kedelai, dan ransum 30% kulit polong kedelai ) pada kelompok ke-j (1,2, dan 3) i = Perlakuan 1,2,3,4 (banyaknya perlakuan) j = Kelompok 1,2,3 (banyaknya kelompok) µ = Nilai tengah dari semua perlakuan αi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan analisis peragam (analysis of covariance) untuk pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, income over
5 feed cost, R C ratio, dan kualitas karkas. Kovariabel yang digunakan yaitu bobot awal. Hasil yang berbeda di uji nyata menggunakan uji Least Square Means. Data daya dukung limbah dihitung menggunakan hasil analisis produksi limbah/ha dan data perlakuan pakan dengan pertambahan bobot badan tertinggi. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati meliputi : produksi limbah kacang kedelai (ton/ha), daya dukung limbah kacang kedelai, pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar, konsumsi total digestible nutrient (TDN), bobot badan akhir, income over feed cost (IOFC), R-C ratio, tebal lemak punggung (mm), dan luas urat daging mata rusuk (cm2). 1. Produksi limbah kacang kedelai, dihitung untuk mengetahui produksi segar, dan produksi bahan kering. Produksi BK = Produksi BK =
Produksi segar KPKK (ton/ha) x Kandungan BK limbah Produksi segar AT (ton/ha) x Kandungan BK limbah
2. Daya Dukung Limbah Kacang Kedelai, dihitung untuk mengetahui jumlah ternak yang bisa ditampung dalam satu hektar lahan berdasarkan data hasil perhitungan kebutuhan pakan pada penelitian ini. Asumsi yang digunakan yaitu berdasarkan penggunaan limbah kacang kedelai dalam ransum. Hasil perhitungan akan disesuaikan dengan standar satuan ternak. Produksi KPKK BK (ton/tahun) Kebutuhan KPKK BK (ton/tahun)
DDLKK (BK) =
DDLKK (BK) =
Produksi AT BK (ton/tahun) Kebutuhan AT BK (ton/tahun)
Keterangan : DDLKK = Daya dukung limbah kacang kedelai, BK = Bahan kering, KPKK = Kulit polong kacang kedelai, AT = Ampas tahu 3. Pertambahan Bobot Badan Harian (kg), diperoleh melalui penimbangan berat badan per ekor setiap 1 bulan pemeliharaan.
PBBH =
BB akhir pengamatan ( kg ) – BB awal pengamatan ( kg ) Lama pengamatan (hari)
4. Konsumsi Bahan Kering (kg/hari), kering dihitung dari konsumsi pakan segar dikalikan kadar BK pakan. Konsumsi BK pakan = konsumsi pakan segar x kadar BK pakan (%)
6 5. Konsumsi Protein Kasar (kg/hari), dihitung dari konsumsi bahan kering pakan dikalikan kadar PK pakan. Konsumsi Protein Kasar (PK) = konsumsi bahan kering pakan x kadar PK pakan (%)
6. Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN) (kg/hari), dihitung dari konsumsi bahan kering pakan dikalikan kadar TDN pakan Konsumsi TDN = konsumsi bahan kering pakan x kadar TDN pakan (%) 7. Efisiensi Pakan, dihitung dengan membandingkan pertambahan bobot badan selama penggemukan dan konsumsi pakan dikali 100%. Efisiensi Pakan =
PBBH (kg) Konsumsi Bahan Kering dalam Pakan (kg)
x 100%
8. Income Over Feed Cost (IOFC), dihitung dari selisih penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan. Penerimaan dihitung dari perkalian rataan PBBH dengan harga sapi/kg, sedangkan pengeluaran dihitung dari perkalian rataan konsumsi pakan as fed/ekor dengan harga ransum masing-masing sapi percobaan. Adapaun perhitungan nilai IOFC disajiakan pada Tabel 2. IOFC = Penerimaan (Rp) – pengeluaran (Rp)
Tabel 2. Perhitungan nilai income over feed cost (IOFC) Faktor pengamatan Penerimaan (Ii) Pengeluaran (Ci) IOFC R-C ratio
Perlakuan P0
P1
P2
P3
(I0) (C0) (I0-C0) (I0/C0)
(I1) (C1) (I1-C1) (I1/C1)
(I2) (C2) (I2-C2) (I2/C2)
(I3) (C3) (I3-C3) (I3/C3)
Ii: penerimaan dihitung dari pertambahan bobot badan per harinya x harga jual sapi per kilogram bobot hidup,Ci: pengeluaran yang dihitung dari biaya pembuatan ransum setiap perlakuan x konsumsi as feed (kg/hari).
9. R-C ratio, diperoleh dari perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran (Tabel 2). Penerimaan diperoleh dari pertambahan bobot badan per harinya dikalikan dengan harga jual sapi per kilogram bobot hidup, sedangkan pengeluaran diperoleh dari biaya pembuatan ransum setiap perlakuan dikalikan konsumsi as fed (kg/ekor/hari). Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung R-C ratio: A = R/C Keterangan : A : Revenue Cost Ratio
7 R : total penerimaan C : total biaya pengeluaran 10. Pengukuran Kualitas Karkas, menggunakan alat ultrasonografi. Pencitraan ultrasonografi otot punggung (Longisimus dorsi) menggunakan alat ultrasound portable WED-3000V (Shenzhen Well.D Medical Electronics, China) pada daerah diantara tulang dada ke-12 dan 13 dengan sudut pandang memanjang (longitudinal) dan memotong (transversal). Data disimpan dalam bentuk JPEG dan dianalisa menggunakan software Image-J NH . Adapun kualitas karkas yang diukur yaitu, tebal lemak punggung (mm), dan luas urat daging mata rusuk (cm2).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Produksi Kulit Polong Kedelai sebagai Bahan Pakan Ternak Tanaman kacang kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat penting di Indonesia. Kacang kedelai menjadi program swasembada dari pemerintah selain padi, dan jagung. Salah satu sasaran dari pemerintah yaitu swasembada padi, jagung, dan kedelai serta peningkatan produksi daging dan gula (RENSTRA 2015). Dari tanaman kacang kedelai, selain biji kedelai sebagai produk utama, tanaman kacang kedelai juga menghasilkan limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau sebagai bahan sumber pakan alternatif. Luas kedelai di Indonesia pada tahun 2014 adalah 615 ribu hektar, di pulau Jawa seluas 379 ribu hektar dan di luar pulau Jawa 236 ribu hektar. Produksi kedelai tahun 2014 sebanyak 953,96 ribu ton, meningkat sebanyak 173,96 ribu ton dibandingkan tahun 2013 (BPS 2014). Potensi lahan tanaman kedelai sebagai pendukung budidaya ternak sangat besar karena limbah pertanian yang berupa jerami dan kulit polong kedelai dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Bagian dari tanaman kedelai yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber hijauan makanan ternak adalah kulit polong kedelai, namun belum dimanfaatkan dengan baik oleh peternak. Adapun kandungan nutrisi kulit polong kedelai seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi nutrisi kulit polong kedelai Kandungan nutrisi Bahan kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Beta-N
Kulit polong kedelai (%) 96.8 5.11 5.52 35.44 51.39
Sumber : Hasil Analisa Proksimat Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor (2015).
8 Kulit polong kedelai cukup memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan makanan ternak. Petani peternak belum memanfaatkan potensi kulit polong kedelai secara maksimal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, belum mengetahui potensi kulit polong kedelai, pengetahuan dalam memanfaatkan kulit polong kedelai, belum adanya paremeter dalam penggunaan kulit polong kedelai sebagai pakan ternak, serta belum adanya informasi mengenai daya adaptasi ternak terhadap kulit polong kedelai. Berdasarkan hasil survei produksi limbah kacang kedelai, diperoleh produksi segar, dan produksi bahan kering seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi segar, dan produksi bahan kering limbah kacang kedelai Limbah kedelai Kulit polong kedelai (ton/ha) Ampas tahu (ton/ha) Jerami kedelai*
Produksi Produksi Segar
Produksi BK
1.81 3.04 4.34
1.75 0.44 2.79
Produksi biji kedelai : 2.75 ton/ha/tahun, *Syamsu et al (2006), BK : bahan kering
Tabel 4. Menunjukkan bahwa tanaman kedelai dalam 1 ha mampu menghasilkan kulit polong kedelai 1.75 ton bahan kering. Berdasarkan hal tersebut, khusus pulau Jawa dengan luas tanaman kedelai 379 ribu hektar (BPS 2014), memiliki kemampuan produksi bahan berupa : a. Produksi kulit polong kedelai sebanyak 663.250 ton. Tanaman kedelai panen 2 kali setahun jadi, 1.326.500 ton/tahun bahan kering atau setara dengan kemampuan 1.179.111,11 ST. Perhitungan ini berdasarkan asumsi bahwa satu satuan ternak (1 ST) ruminansia membutuhkan bahan kering (BK) adalah 6.25 kg/hari (NRC 1984). b. Perlakuan konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2) dengan konsumsi kulit polong kedelai 0.94 kg/hari. Kapasitas daya tampung dengan kebutuhan 0.94 kg bahan kering per hari dapat menampung 7.839.834,5 ST. Berarti dalam 1 ha tanaman kedelai dapat menampung 10,34 ST. c. Perlakuan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) dengan konsumsi kulit polong kedelai 1.88 kg/hari. Kapasitas daya tampung dengan kebutuhan 1.88 kg/hari dapat menampung 3.919.917,26 ST. luas tanaman kedelai dalam satu hektar dapat menampung 5,17 ST. Limbah kacang kedelai memiliki potensi untuk dijadikan sebagai pakan ternak ruminansia dengan melihat potensi dan daya dukungnya. Akan tetapi penggunaan limbah tanaman sebagai pakan ternak dalam skala besar memiliki kendala karena memiliki nutrisi yang beragam (Soetanto 2001). Selain itu limbah pertanian mempunyai keterbatasan dalam penggunaannya sebagai pakan ternak karena sebagian memiliki kualitas yang rendah. Upaya untuk meningkatkan nutrisi limbah tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan cara fisik, amonisasi, dan mikrobiologis. Namun teknologi yang digunakan harus tepat, murah dan praktis agar mudah diadopsi oleh petani.
9 Konsumsi Pakan
Secara umum konsumsi pakan dinyatakan sebagai perhitungan antara jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al.1998). Performa produksi dalam usaha budidaya ternak dipengaruhi beberapa faktor diantaranya genetik (bangsa), nutrisi, dan kerangka tubuh (Field 2007). Tingkat konsumsi pakan dan performa sapi madura dengan pemberian pakan limbah kacang kedelai disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Konsumsi zat makanan dan performa sapi madura yang diberikan pakan limbah kacang kedelai Peubah
Perlakuan P0
P1
P2
P3
Konsumsi (kg/ekor/hari) BK PK
4.63±0.24b 0.37±0.02b
7.36±0.29a 0.88±0.03a
6.92±0.24a 0.97±0.02a
6.53±0.24a 0.93±0.02a
TDN Efisiensi pakan (%)
2.53±0.13b 5.54±1.00
4.86±0.22a 9.83±1.23
4.92±0.13a 9.82±1.00
4.55±0.18a 8.86±1.00
PBBH (kg/ekor/hari)
0.26±0.06b
0.71±0.08a
0.73±0.06a
0.64±0.06a
Data dikoreksi dengan rataan bobot awal 175 kg. Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5%. P0: rumput 100%, P1: konsentrat (60%) + rumput (40%), P2: konsentrat (85%) + kulit polong kedelai (15%), P3: konsentrat (70%) + kulit polong kedelai (30%). BK: bahan kering, PK: protein kasar, TDN: total digestible nutrient, PBBH: pertambahan bobot badan harian.
Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi bahan kering sapi penelitian yang diberikan pakan limbah kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan sangat berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering (P<0.01). Secara umum rataan konsumsi bahan kering pada penelitian ini adalah 6.11 kg/ekor/hari, hasil sesuai dengan kebutuhan sapi berdasarkan Kearl (1982) dimana sapi dengan bobot badan 175 kg dengan pertambahan bobot badan harian 0.5 kg memerlukan konsumsi bahan kering sebesar 4.9 kg/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan kering dengan perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) berbeda nyata dengan perlakuan rumput 100% (P1). Hal ini diduga ransum pada perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) memiliki tingkat palatabilitas yang sama. Dengan tingkat palatabilitas yang tinggi akan mengakibatkan aktivitas makan lebih banyak. Musrifah et al. (2011) menyatakan bahwa palatabilitas ternak dipengaruhi oleh perbedaan jenis pakan yang menyusun ransum dan kandungan nutrisi yang pada akhirnya menyebabkan perbedaan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak.
10 Palatabilitas ransum dipengaruhi oleh bau, rasa, dan tekstur ransum yang diberikan (Pond et al. 2005). Konsumsi BK penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Yuliantonika et al. (2013) yang menggunakan sapi jawa dengan bobot badan awal penelitian 270.6 kg memperoleh konsumsi bahan kering 5.69 kg/ekor/hari dengan PBBH 0.50 kg dan konversi pakan 12.80%. Konsumsi Protein Kasar (PK) Konsumsi protein kasar sapi penelitian yang diberikan pakan limbah kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan sangat bepengaruh nyata terhadap konsumsi protein kasar (P<0.01). Secara umum konsumsi protein kasar pada penelitian ini lebih tinggi (0,79 kg/ekor/hari) dari pada standar Kearl (1982) (0.55 kg/ekor/hari). Konsumsi protein kasar pada rumput 100% (P0), konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) berturut-turut 0.37, 0.88, 0.97, dan 0.93 kg/ekor/hari. Konsumsi protein kasar perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) berbeda nyata terhadap perlakuan rumput 100% (P0). Hasil ini menunjukkan bahwa konsumsi protein kasar berkorelasi positif dengan konsumsi bahan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra dan Puger (1995) menyatakan bahwa nilai protein pakan berkolerasi positif dengan konsumsi BK, BO, dan energi. Ditambahkan oleh Purbowati et al. (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi protein kasar adalah konsumsi bahan kering dan kandungan protein kasar. Kebutuhan protein untuk pertambahan bobot hidup meningkat dengan meningkatnya bobot hidup (NRC 1980). Konsumsi Total digestible nutrien (TDN) Konsumsi total digestible nutrien (TDN) sapi penelitian yang diberikan pakan limbah kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan sangat bepengaruh nyata terhadap total digestible nutrien (P<0.01). Secara umum nilai total digestible nutrien pada penelitian ini 4.21 kg/ekor/hari. Hasil ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kebutuhan sapi potong berdasarkan Kearl (1982) dengan bobot badan 175 kg dan pertambahan bobot badan harian 0,5 kg memerlukan konsumsi energi sebesar 2.5 kg/ekor/hari. Konsumsi TDN pada perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) sama dan berbeda nyata dengan perlakuan rumput 100% (P0). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kandungan energi pakan yang diberikan. Selain itu, semakin tinggi konsumsi BK maka akan diikuti oleh peningkatan konsumsi PK dan TDN pakan. Endrawaty et al. (2010) menjelaskan bahwa konsumsi BK berkorelasi posistif dengan konsumsi PK dan TDN pada ternak. Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang bisa digunakan untuk menilai performa ternak selama pemeliharaan. Pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan
11 (McDonald dan Larivire 2002). Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot badan perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan perlakuan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) berbeda nyata (P<0.01) terhadap perlakuan rumput 100% (P0), tapi antara ketiganya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan 30% kulit polong kedelai dalam ransum memberikan nutrisi yang cukup sehingga PBBH sapi madura pada pada penelitian ini cukup tinggi. Selain itu hasil ini menunjukkan bahwa nilai pertambahan bobot badan harian sebanding dengan konsumsi ransum yang dihasilkan. Nilai PBBH yang didapat sudah sesuai dengan standar PBBH sapi lokal yang ada di Indonesia. Umar et al. (2007) melaporkan bahwa sapi madura yang dipelihara secara intensif dengan pakan konsentrat dan rumput gajah menghasilkan PBBH sebesar 0.60 kg. Selanjutnya japi jawa yang diberi pakan jerami padi (30%) dan konsentrat (70%) dengan level protein yang berbeda menghasilkan PBBH sebesar 0.59-0.72 kg/ekor/hari (Adiwinarti et al. 2011). Qomariyah dan Bahar (2010) melaporkan bahwa sapi bali yang dipelihara dengan sistem feedlot di PT Agricinal dengan ransum komplit menghasilkan PBBH 0.60 kg/ekor/hari. Pertambahan bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 0.55 kg/ekor/hari. Pencapaian PBBH sapi madura pada penelitian ini mendekati hasil penelitian Moran (1978) dan Wardhani et al. (1992) yang menggunakan sapi madura dengan pakan tambahan konsentrat sebesar 1.5% bobot badan dengan kandungan PK pakan 15.97% memperoleh PBBH 0.6 kg/ekor/hari. Adanya perbedaan PBBH dari bangsa sapi yang berbeda tidak terlepas dari potensi genetiknya terutama dari ukuran kerangka (Frame size) yang menentukan tingkat kecepatan pertumbuhan (Firdausi et al. 2012). Efisiensi Pakan Efisiensi pakan adalah perbandingan pertambahan bobot badan dibagi dengan jumlah konsumsi bahan kering. Efisiensi penggunaan pakan mengukur efisiensi ternak dalam mengubah pakan menjadi produk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efesiensi penggunaan pakan, diantaranya kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan (Sagala 2011). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap efisensi pakan. Nilai efisensi pakan pada perlakuan ini adalah rumput 100% (P0) sebesar 5.54%, konsentrat 60% + rumput 40% (P1) sebesar 9.83%, konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2) sebesar 9.82%, dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) sebesar 8.86%. Efisiensi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 9.83%. Walaupun nilai perlakuan konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2) dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) lebih rendah dari pada perlakuan rumput 40% + konsentrat 60% (P1), tetapi sudah memenuhi standar efisiensi pakan untuk sapi potong. Menurut Siregar (2001) efisiensi penggunaan pakan untuk sapi potong berkisar 7.52%-11.29%. Neto (2012) melaporkan dalam penelitiannya yang melihat performa kualitas karkas pada sapi jantan Red Norte jantan muda dengan pemberian ransum bungkil kedelai 100%, bungkil kedelai + vitamin E, bungkil kapas, bungkil kapas + vitamin E mempunyai nilai efisiensi pakan masing-masing sebesar 0.131, 0.136, 0.142, dan 0.136 kg.
12 Nilai efisiensi terendah pada penelitian yaitu perlakuan rumput 100% (P0) sebesar 5.54% (0.05) artinya 1 kilogram ransum menghasilkan pertambahan bobot badan 0.05 kg. Nilai efisiensi pakan yang rendah disebabkan karena rendahnya rataan PBBH dan rendahnya nilai nutrien ransum yang diberikan. Dengan hanya memberikan rumput selama penelitian belum bisa mencukupi kebutuhan nutrisi pada ternak hal ini dibuktikan dengan rendahnya PBBH dan efisiensi pakan pada P0. Walaupun secara kuantitas sudah mencukupi tetapi dari kandungan gizi rumput masih belum bisa memenuhi kebutuhan ternak, oleh karena itu diperlukan adanya pakan tambahan. Income Over Feed Cost (IOFC) Nilai income over feed cost dihitung untuk mengetahui nilai ekonomis pakan yang diberikan ke ternak selama pemeliharaan. Penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan dengan biaya ransum yang dikeluarkan merupakan pendekatan yang bisa dilakukan untuk menghitung nilai income over feed cost. Nilai income over feed cost sapi madura dengan pemberian pakan limbah kacang kedelai disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil perhitungan income over feed cost (IOFC), dan R-C ratio sapi Madura dengan pemberian pakan limbah kacang kedelai Peubah Ransum(Rp/kg) Penerimaan (Rp/ekor/hari) Pengeluaran (Rp/ekor/hari) IOFC (Rp/ekor/hari) R-C ratio
Perlakuan P0
P1
P2
P3
200
1 944
2 692
2 444
14 394
34 375
34 470
29 167
4 222
23 192
25 911
21 742
9 927±3 229
12 016±4 069
8 433±3 296
7 240±3 297
3.12±0.32a
1.6±0.5b
1.3±0.32b
1.32±0.32b
Harga sapi Rp50 000,-/kg bobot hidup. Data dikoreksi dengan rataan bobot awal 175 kg Angkaangka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5%.
Ternak sapi yang diberi perlakuan menggunakan pakan kulit polong kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap nilai IOFC (P>0.05). Hasil dapat dilihat pada Tabel 6. diperoleh nilai IOFC perlakuan rumput 100% (P0) (Rp9 927), konsentrat 60% + rumput 40% (P1) (Rp12 016), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2) (Rp8 433), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) (Rp7 240). Perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1) memiliki nilai IOFC tertinggi sebesar Rp12 016 per ekor/hari tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Nurdiati et al. (2012) menyatakan bahwa keuntungan yang kecil disebabkan oleh income yang berasal dari PBBH yang rendah, sehingga hal-hal yang mempengaruhi PBBH perlu diperhatikan untuk mendapatkan PBBH yang maksimal. Suharno dan Afandi (2009) menyatakan bahwa walaupun PBBH yang dihasilkan tinggi tetapi biaya produksi juga tinggi, akan tetap menghasilkan
13 income yang rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan harga pakan selama pemeliharaan. Berdasarkan dari segi ketersediaan sumber hijauan, terutama pada saat musim kemarau, hasil ini dapat menjadi dasar penggunaan kulit polong kedelai dalam ransum untuk diimplementasikan karena memiliki nilai ekonomis yang sama dengan penggunaan rumput dan konsentrat. Namum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pakan kulit polong kedelai adalah kualitas nutrisinya, sehingga dalam penggunaan dalam jumlah yang besar perlu adanya teknologi pakan untuk lebih meningkatkan kandungan nutrisinya. R-C Ratio Nilai R-C ratio ternak sapi yang diberi pakan limbah kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai R-C ratio (P<0.05). Hasil perhitungan R-C ratio rumput 100% (P0), konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) berturut-turut 3.12, 1.6, 1.3, dan 1.32. Jika dilihat dari nilai R-C ratio dari masingmasing perlakuan, maka semuanya menguntungkan karena memiliki nilai R-C ratio > 1. Usaha ternak dikatakan efisien atau menguntungkan jika nilai R-C ratio lebih dari 1, sebaliknya jika R-C rationya kurang dari 1 maka usaha tersebut tidak efisien atau merugikan (Teken dan Asnawi 1983). Nilai R-C ratio dengan pemberian kulit polong kedelai sebesar 1.3 dan 1.32 berarti bahwa setiap pengeluaran Rp 1000 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp1 330 dan Rp1 320. Adapun hasil penelitian Amalia et al. (2003) yang menggunakan ransum tongkol jagung fermentasi yang dicampur dengan dedak padi dengan perbandingan 1:3 yang memiliki nilai R-C ratio sebesar 1.08.
Kualitas Karkas Produktivitas karkas sapi dapat ditentukan dengan memperhitungkan indikator-indikator kualitas karkas yang meliputi berat karkas, persentase karkas, ketebalan lemak punggung (subkutan), luas urat daging mata rusuk (longissimus dorsi), dan persen lemak viceral, yaitu lemak penyelubung ginjal, pelvis, dan jantung terhadap karkas (Swatland 1984). Nilai rataan kualitas karkas sapi penelitian yang diberikan pakan kulit polong kedelai disajikan pada Tabel 7.
14 Tabel 7. Kualitas karkas sapi madura yang diberikan pakan limbah kacang kedelai Peubah Bobot Akhir (kg) Tebal lemak punggung (mm) Luas urat daging mata rusuk (cm2)
Perlakuan P0
P1
P2
P3
200.34±5.92b
238.15±7.3a
236±5.92a
226.52±592a
2.5±0.6
4.13±0.74
3.97±0.6
3.06±0.6
42.1±2.03a
49.52±2.5b
50.51±2.03 b
46.31±2.03 ab
Data dikoreksi dengan rataan bobot awal 175 kg. Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5%.
Tebal Lemak Punggung Salah satu tolak ukur untuk menentukan perlemakan adalah nilai tebal lemak punggung. Hafid dan Priyanto (2006) bahwa ketebalan lemak subkutan memberikan peranan penting dalam pendugaan persentase lean dan persentase lemak karkas. Ditambahkan oleh Gupta et al. (2013) bahwa tebal lemak punggung merupakan salah satu parameter untuk menunjukkan produksi karkas dan daging. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini tidak mempengaruhi tebal lemak punggung. Nilai rataan pada perlakuan rumput 100% (P0), konsentrat 60% + rumput 40% (P1), konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3) berturut-turut 2.5 mm, 4.13 mm, 3.97 mm, dan 3.06 mm. Zorzi et al. (2013) yang menyatakan bahwa efisiensi pakan yang tinggi menghasilkan karkas lebih banyak dengan ketebalan lemak subkutan lebih tinggi dan lemak intramuskular pada otot Longissimus yang merupakan ciri penting untuk menilai kualitas daging. Adapun hasil penelitian Putri et al. (2015) melaporkan bahwa tebal tebal lemak punggung pada sapi bali yaitu 1.935 ±0.157 dan 2.324 ±0.097 mm. Halomoan et al. (2001) menunjukkan bahwa kisaran tebal punggung untuk pasar tradisional adalah dari 1 sampai 5 mm. Hasil penelitian ini sudah masuk dalam persyaratan mutu pertama menurut SNI tentang mutu karkas dan daging sapi (3932 2008) yaitu < 12 mm. Luas Urat Daging Mata Rusuk Luas urat daging mata rusuk berhubungan dengan proporsi daging yang dihasilkan, semakin luas urat daging mata rusuk maka semakin besar proporsi daging yang dihasilkan (Romans dan Ziegler 1977). Perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap luas urat daging mata rusuk (P<0.05). Perlakuan konsentrat 85% + kulit polong kedelai 15% (P2) menghasilkan luas urat daging mata rusuk lebih tinggi, tidak berbeda dengan perlakuan konsentrat 60% + rumput 40% (P1), dan konsentrat 70% + kulit polong kedelai 30% (P3). Ngadiyono (1995) menyatakan bahwa luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh bobot potong, semakin tinggi bobot potong maka luas urat daging mata rusuk yang dihasilkan akan semakin luas pula. Selain itu luas udamaru dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan khususnya protein kasar. Pakan dengan kandungan protein yang tinggi dapat meningkatkan laju pertumbuhan jaringan otot selama pertumbuhan sapi.
15
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian pakan limbah kacang kedelai berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar, konsumsi total digestible nutrien, R-C ratio, dan luas urat daging mata rusuk. Penggunaan kulit polong kedelai sebanyak 30% dalam ransum menunjukkan performa pertumbuhan, konsumsi pakan, nilai ekonomis yang baik, sehingga pakan limbah kacang kedelai ini dapat dijadikan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan terutama pada pada saat musim kemarau. Saran Penggunaan kulit polong kedelai di dalam ransum ternak sebagai pengganti hijauan dapat ditingkatkan untuk lebih menekan biaya pakan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat performa dan kualitas karkas ternak dengan penggunaan konsetrasi kulit polong kedelai dalam ransum yang lebih tinggi.
16
DAFTAR PUSTAKA Aditia EL, Priyanto R, Baihaqi M, Putra BW, Ismail M. 2013. Performa produksi sapi bali dan peranakan ongole yang digemukkan dengan pakan berbasis sorghum. J IPTHT. ISSN 2303-2227. Vol. 01 No.3, Oktober 2013.Hlm:155159 Adiwinarti R, Lestari SCM, Widyastuti DK. 2011. Efisiensi penggunaan pakan jerami padi dan konsentrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH). Prosiding Seminar Nasional ”Perspektif Pengembangan Agribisnis Peternakan di Indonesia”. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Hal:177-181. Amalia N, Rohaeni S, Darmawan A, Sumanto, Subhan A, Pagiyanto, Nurawaliyah S. 2003. Pengkajian adaptif sapi potong dalam SUT pangan di lahan kering Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Banjarbaru: BPTP Kalimantan Selatan. Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Endrawati E, Baliarti E, Budhi SPS. 2010. Performans induk sapi silangan Simmental-Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole dengan pakan hijauan dan konsentrat. J Bul Pet Vol. 34(2): 86-93. Field TG. 2007. Beef Production and Management Decisions. Edisi ke-5. New Jersey (US) : Pearson Prentice Hall. Firdausi A, Susilawati T, Nasich M, Kuswati. 2012. Pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross pada bobot badan dan frame size yang berbeda. J Ternak Trop. 13(1):48-62. Hafid H. Priyanto R. 2006. Pertumbuhan dan distribusi potongan komersial karkas sapi Australian Commercial Cross dan Brahman Cross hasil penggemukan. Med Pet. vol.29. no. (2).p. 63-69. Gupta S, Kumar A, Kumar S, Bhat ZF, Hakeem HR, Abrol APS. 2013. Recent trends in carcass evaluation techniques: A review. J Meat Sci. 2: 50-55. Halomoan F, Priyanto R, Nuraeni H. 2001. Karakteristik ternak dan karkas sapi untuk kebutuhan pasar tradisional dan pasar khusus. Med Pet. Edisi Khusus 24: 12-17. Kearl LC. 1982. Nutrient Requirements of Ruminant in Developing Countries. 1st Ed. International Feedstuff Institut. Utah Agricultural Experiment Station University, Logan. Kennedy C, Baker L, Dhakal S, Ramaswami A. 2012. Sustainable urban system an integrated approarch. J Nutr. 9: 882-826. Khasrad, Saladin R, Arnim, Jamarun N. 2005. Pengaruh tingkat pemberian ransum dan lama penggemukan terhadap karakteristik karkas sapi pesisir. J Indon Trop Anim Agric. 30(4): 193-200. Luthan F. 2009. Peluang Pencapaian dan Kebijakan Swasembada Daging 2014. Disampaikan dalam Seminar Tematik HUT Badan Litbang Pertanian Indonesia Keluar dari Perangkap Impor Sapi Potong. Bogor, 12 Agustus 2009. Matjik AA. Sumertajaya IM. 2002. Perencanaan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-2. IPB Press, Bogor.
17 McDonald RA. Larivire. 2002. Captive husbandry of stoats Mustela erminea. New Zealand. J Zool. 29. Moran JB. 1978. Perbandingan performance jenis sapi daging Indonesia. Pros. Seminar Ruminansia. P3T Ciawi, Bogor. Musrifah N, Ristianto U, Soeparno. 2011. Pengaruh Penggunaan Tongkol Jagung Dalam Complete Feed Dan Suplementasi Undergraded Protein Terhadap Pertambahan Bobot Badan Dan Kualitas Daging Pada Sapi Peranakan Ongole. J Bul Pet. Vol. 35(3): 1-9. Neto ORM, Ladeira MM. Chizzotti ML, Jorge AM. Olivera DM, Carvalho JRR, Ribeiro JS. 2012. Performance, carcass traits, meat quality and withhout supplementation of vitamin E. Revista Brasileira de Zootecnia. V.41, n.7, p.1756-1763,2012. Ngadiyono N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross, dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th rev.ed. Washington DC: National Academy Press. Nurdiati K. Handayanto E. Lutojo. 2012. Efisiensi produksi sapi potong pada musim kemarau di peternakannrakyat daerah pertanian lahan kering kabupaten gunungkidul. Tropic Anim Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:52-58. Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2006. Karakteristik fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J Protein. 33(2):147‐153. Pond WG, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA. 2005. Basic Animal Nutrion and Feeding. 5th ed. New York: John and Sons Inc. Putri R, Priyanto R, Gunawan A, Jakaria. 2015. Association of Calpastatin (CAST) Gene with Growth Traits and Carcass Characteristics in Bali Cattle. Med Pet, December 2015, 38(3):145-149. Qomariyah N, Bahar S. 2010. Kajian usaha penggemukan sapi Bali di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Hal.270-275. Romans RJ, Ziegler PT. 1977. The Meat We Eat. Edisi ke-7. Vermilion (US): The Interstate Printers and Publisher, Inc. Sagala W. 2011. Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal Pada Ransum Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak). [Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor. Siregar SB. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada.University Pr. Yogyakarta. Suharno H. Dan Afandi. 2009. Perbedaan waktu pemberian pakan pada sapi jantan lokal terhadap income over feed cost. J Agroland 16 (1) : 72 – 77, Maret 2009. ISSN : 0854 – 641X.
18 Swatland HJ. 1984. Structure and Development of Meat Animals. New Jersey (USA) Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. Syamsu JA. 2006. Analisis potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Umar M, Arifin M, Purnomoadi A. 2007. Studi Komparasi Produktivitas Sapi Madura dengan Sapi Peranakan Ongole. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal:132-136. Wardhani NK, Musofie A, Aryogi, Rasyid A. 1992. Pengaruh tingkat energi ransum terhadap pertambahan berat badan dan efisiensi pakan sapi Madura. J Ilmiah Penelitian Ternak Grati. Pasuruan. hlm. 1 – 6. Yuliantonika AT, Lestari SCM, Purbowati E. 2013. The Productivity of Jawa Bulls Fed Rice Straw with Various Levels of Concentrate. J Anim Agric, Vol. 2. No. 1, 2013, p 152 – 159. Zorzi K, Bonilha SFM, Queiroz AC, Branco, BRH, Sobrinho TL, Duarte MS. (2013). Meat quality of young Nellore bulls with low and high residual feed intake. Meat Science, 93, 593–599.
19
LAMPIRAN
20
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisis peragam konsumsi bahan kering Sumber
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Model Galat Total
4 6 10
15. 43144612 1.01135388 16.44280000
3.85786153 0.16855898
22.89
0.0009
Lampiran 2. Hasil analisis peragam konsumsi protein kasar Sumber
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Model Galat Total
4 6 10
0.72854080 0.01115011 0.73969091
0.18213520 0.00185835
98.01
<0.0001
Lampiran 3. Hasil analisis peragam konsumsi total digestible nutrien (TDN) Sumber Model Galat Total
DB 4 6 10
JK 11.93707511 0.32061580 12.25769091
KT 2.98426878 0.05343597
F hit 55.85
Pr >F <0.0001
Lampiran 4. Hasil analisis peragam pertambahan bobot badan harian (PBBH) Sumber
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Model Galat Total
4 6 10
0.46091745 0.07495528 0.53587273
0.11522936 0.01249255
9.22
<0.0098
Lampiran 5. Hasil analisis peragam efisiensi pakan Sumber
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Model Galat Total
4 6 10
39.67415010 18.02161354 57.69576364
9.91853752 3.00360226
3.30
<0.0933
Lampiran 6. Hasil analisis peragam income over feed cost (IOFC) Sumber
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Model Galat Total
4 6 10
106486948.3 195471309.5 301958257.8
26621737.1 32578551.6
0.82
0.5583
21 Lampiran 7. Hasil analisis peragam R-C ratio Sumber Model Galat Total
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
4 6 10
8.60811974 1.88189845 10.49001818
2.15202993 0.31364974
6.86
0.0200
Lampiran 8. Hasil analisis peragam tebal lemak punggung Sumber Model Galat Total
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
4 6 10
5.80621775 6.43627316 12.24249091
1.45155444 1.07271219
1.35
0.3521
Lampiran 9. Hasil analisis peragam urat daging mata rusuk (UDAMARU) Sumber Model Galat Total
DB
JK
KT
F hit
Pr >F
4 6 10
255.7518268 73.9102278 329.6620545
63.9379567 12.3183713
5.19
<0.0375
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Mei 1991 di Enrekang, Sulawesi Selatan, dari pasangan Abd. Razak dan Buhati. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan sekolah menengah atas di selesaikan di SMA N 1 Maiwa pada tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan S1 di Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin pada tahun 2010 dan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studi S2 di Program Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2014. Selama menempuh pendidikan pascasarjana, penulis mendapatkan beasiswa BPPDN Fresh Graduate dan Beasiswa Tesis LPDP.