PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN
SKRIPSI HANI’AH
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN
HANI’AH D24104046
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN
Oleh : HANI’AH D24104046
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Maret 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Nahrowi, MSc NIP. 131 625 429
Ir. Widya Hermana, MSi NIP. 131 999 586
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531
RINGKASAN HANI’AH. D24104046. 2008. Performa Ayam Broiler yang Diberi Ransum Berbasis Jagung dan Bungkil Kedelai dengan Suplementasi DL-Metionin. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, MSc Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi Kualitas protein pakan dinyatakan tinggi atau rendah, tergantung dari keseimbangan asam amino esensial yang terkandung dalam bahan pakan tersebut. Pemanfaatan asam amino sebagai suplemen dapat dilakukan dengan menambahkan asam amino sintetis ke dalam ransum basal, salah satunya metionin. Penambahan metionin ke dalam ransum unggas sangat penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, mengingat pakan unggas sebagian besar terdiri dari bahan nabati yang diketahui mengandung asam amino metionin yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan level penambahan kandungan asam amino DL-metionin yang optimal dalam ransum ayam broiler berbasis jagung dan bungkil kedelai. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Ternak yang digunakan adalah 1.000 ekor DOC (Day Old Chick) ayam pedaging strain Ross yang dipelihara selama enam minggu. Ransum tersusun dari jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, CGM (Corn Gluten Meal), MBM (Meat Bone Meal), minyak kelapa, DL-metionin, garam, vitamin dan mineral (premiks). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangannya menggunakan 40 ekor ayam. Level penambahan DL-metionin adalah 0,20%, 0,25%, 0,30% dan 0,35% untuk periode starter dan level 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30% untuk periode finisher. Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA), jika hasilnya nyata dilakukan uji polinomial ortogonal untuk mencari level optimum dan dilanjutkan uji jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam amino DL-metionin sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum, nyata (P<0,05) meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi ransum. Uji Duncan menunjukkan konsumsi ransum R2 sangat nyata (P<0,01) meningkat dibandingkan R0, namun tidak berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan lainnya. Pertambahan bobot badan R2 nyata (P<0,05) meningkat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Konversi ransum R1, R2, R3 dan R4 nyata (P<0,05) menurun dibandingkan R0. Dapat disimpulkan bahwa penambahan DL-metionin yang optimal sebesar 0,22% untuk starter dan 0,20% untuk finisher pada ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai dengan kandungan metionin ransum 0,29% untuk starter dan 0,25% untuk finisher agar menghasilkan performa yang baik dengan ditandai meningkatnya konsumsi ransum, pertambahan bobot badan yang tinggi dan konversi yang rendah. Kata-kata kunci : ayam broiler, DL-metionin, performa
ABSTRACT Broiler Performance in the Basal Diets Corn and Soybean Meal with Supplementation DL-Methionine Hani’ah, Nahrowi and W. Hermana One thousand Day Old Chick (DOC) broilers were used in the experiment to determine the optimum level of DL-methionine addition in broiler diet. Broilers were randomly distributed to five dietary treatments with five replication consisted of 40 broilers. The diets were R0 (control diet S0 and F0), R1 (control diet+0.20% DLmethionine for starter (S1) and control diet+0.15% DL-methionine for finisher (F1)), R2 (control diet+0.25% DL-methionine for starter (S2) and control diet+0.20% DLmethionine for finisher (F2)), R3 (control diet+0.30% DL-methionine for starter (S3) and control diet+0.25% DL-methionine for finisher (F3)), and R4 (control diet+0.35% DL-methionine for starter (S4) and control diet+0.30% DL-methionine for finisher (F4)). The experiment used Completely Randomized Design and any significant difference among treatments was determined using Duncan Test. There were significant effects of dietary treatments on body weight gain, feed intake and feed conversion ratio at 0 to 41 day. The usage 0.22% DL-methionine for starter and 0.20% DL-mehionine for finisher increased broiler performance by increasing consumption, body weight gain and decreasing feed conversion. Key words : broiler, DL-methionine, performance.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rosullullah SAW, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang istiqomah di jalan Islam hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul ”Performa Ayam Broiler yang Diberi Ransum Berbasis Jagung dan Bungkil Kedelai dengan Suplementasi DL-Metionin”. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (kandang C) dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama tiga bulan dimulai dari bulan Februari sampai April 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan level penambahan kandungan asam amino DL-Metionin yang optimal dalam ransum ayam broiler berbasis jagung dan bungkil kedelai sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi ayam broiler. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Terakhir kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat, baik untuk kalangan akademis maupun peternak ayam broiler yang ingin menggunakan DL-Metionin sebagai suplementasi untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik.
Maret, 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1988 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Maderiyanto dan Ibu Keni Dihartini (Alm). Pendidikan penulis dimulai dengan memasuki pendidikan di Taman Kanakkanak Insan Kamil pada tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Insan Kamil hingga tahun 1999, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Insan Kamil dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMU Insan Kamil. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan (periode 2005-2006), serta aktif dalam Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al – An’am (FAMM Al-An’am) Fakultas Peternakan (periode 2004-2006), dan dalam kepanitiaan Olimpiade Mahasiswa IPB 2005. Selain di dalam lingkungan kampus, penulis aktif mengajar kursus Bahasa Arab di Al-Ihya Insan Kamil.
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
ii
ABSTRACT ..................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan ................................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
3
Broiler ................................................................................................ Jagung ................................................................................................ Bungkil Kedelai ................................................................................. Asam Amino Metionin ...................................................................... Suplementasi DL-Metionin ................................................................ Konsumsi Ransum .............................................................................. Pertambahan Bobot Badan .................................................................. Konversi Ransum ...............................................................................
3 4 5 6 9 9 10 11
METODE .......................................................................................................
12
Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi ............................................................................................... Ternak .................................................................................... Kandang dan Perlengkapan ................................................. Ransum .................................................................................... Vitamin dan Vaksin ............................................................... Metode ................................................................................................ Perlakuan ............................................................................... Rancangan Percobaan dan Model Matematika .................... Analisis Data ............................................................................ Prosedur Pelaksanaan ............................................................ Peubah yang Diamati .............................................................
12 12 12 12 12 15 15 15 15 16 16 17
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
18
Keadaan Umum Penelitian ................................................................ Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ............................. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan ................. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ...............................
18 19 22 26
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
29
Kesimpulan ........................................................................................ Saran ..................................................................................................
29 29
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
31
LAMPIRAN ...................................................................................................
34
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Broiler ...............................................................
4
2. Komposisi Zat Makanan pada Jagung (As Fed) ..............................
5
3. Komposisi Zat Makanan pada Bungkil Kedelai (As Fed) ...............
6
4. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Starter ............................
13
5. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Finisher .........................
14
6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan ...............................................
18
7. Rataan Konsumsi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ......................................................................................
19
8. Rataan Pertambahan Bobot Badan selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ...............................................................
22
9. Rataan Konversi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ......................................................................................
26
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Proses Transmetilasi ........................................................................
7
2. Struktur Asam Amino Metionin ......................................................
7
3. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Konsumsi Ransum Starter ................................................................................
20
4. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan. ..................................................................................
21
5. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Pertambahan Bobot Badan Starter ..................................................
23
6. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Pertambahan Bobot Badan Finisher ...............................................
24
7. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan ...........................................................
25
8. Grafik Konversi Ransum selama Enam Minggu Pemeliharaan ......
27
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan ........................................................................................
35
2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan ..........................................................................
35
3. Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan ......................................................................................
35
4. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ................................................................
35
5. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ..................................................
36
6. Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ..............................................................
36
7. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ...............................................................
36
8. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ................................................................
36
9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan .......................................................................
37
10. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan .............................................................
37
11. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan .......................................................................
37
12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ...................................................
37
13. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) .......................................
38
14. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ..................................................
38
15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ................................................
38
16. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ...................................
38
17. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ................................................
39
18. Rataan Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan .....................................................................................
39
19. Analisis Ragam Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan .......................................................................................
39
20. Uji Duncan Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan ........................................................................................
39
21. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ..............................................................
39
22. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) ..................................................
40
23. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ..............................................................
40
24. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) ................................................
40
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perfoma ayam broiler yaitu pakan. Pakan harus mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh yang sesuai dengan kebutuhan. Ahli pakan telah melakukan berbagai penelitian tentang sumber bahan pakan yang efisien dan ekonomis sehingga mampu menunjang produksi secara optimal, terutama aspek penggunaan asam amino sebagai suplemen di dalam ransum. Ternak memperoleh asam amino dari pencernaan enzimatik dan protein dalam ransum. Protein merupakan bahan pakan yang harganya relatif mahal sehingga perlu diusahakan agar protein ransum yang diberikan mendekati kebutuhan optimal untuk berproduksi. Pemberian protein pada ternak harus diperhatikan dari segi kuantitas maupun dari segi kualitasnya. Kualitas protein dalam bahan makanan dinyatakan tinggi atau rendah, tergantung dari keseimbangan asam amino esensial yang terkandung dalam bahan makanan tersebut. Komposisi asam amino esensial bahan pakan hewan umumnya lebih tinggi dibandingkan asam amino dari bahan pakan nabati. Bungkil kedelai secara umum dikenal sebagai salah satu sumber protein nabati terbaik untuk ayam broiler. Protein yang terdapat dalam bungkil kedelai mengandung semua asam amino esensial tetapi kurang akan sistin dan metionin, sedangkan jagung rendah protein dan defisien lisin (McDonald et al., 2002). Pemanfaatan asam amino sebagai suplemen dapat dilakukan dengan menambahkan asam amino sintetis ke dalam ransum basal, salah satunya metionin. Penelitian ini mengkaji pengaruh penambahan DL-metionin pada ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai terhadap performa ayam broiler. Perumusan Masalah Selama ransum ayam broiler mengandung bijian lebih dari 60%, maka ransum tersebut akan kekurangan asam amino esensial, sehingga perlu ada upaya untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Penambahan atau penggunaan sumber protein hewani dapat membantu mencukupi kebutuhan, tetapi penggunaan yang terlalu tinggi membuat ransum tidak ekonomis. Upaya lain diantaranya yaitu penambahan asam amino sintetis dalam ransum yang sering dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan asam amino salah satunya metionin. Mukhtar et al. (2007) menyatakan bahwa dengan melengkapi asam amino esensial ke dalam ransum yang rendah kandungan proteinnya akan menunjang produksi ayam yang baik, selain itu suplementasi metionin pada ransum secara ekonomis efisien untuk produksi ayam broiler. Aoyagi dan Baker (1993) menyatakan metionin adalah penting, karena asam amino tersebut merupakan salah satu asam amino pembatas dalam ransum dasar jagung dan bungkil kedelai. Menurut NRC (1994) kebutuhan metionin ayam broiler sekitar 0,50% untuk starter dan untuk finisher sekitar 0,38%. Kebutuhan metionin ransum pada ayam broiler cukup beragam, salah satu faktor yang berpengaruh diantaranya adalah lingkungan. Untuk kondisi ayam broiler khususnya yang dipelihara di daerah iklim tropis dengan ketinggian dari permukaan laut yang berbeda, kebutuhan metionin ransum pada ayam broiler masih perlu dilakukan pengujian dan penelitian. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menentukan level penambahan kandungan asam amino DL-Metionin yang optimal dalam ransum ayam broiler berbasis jagung dan bungkil kedelai khususnya yang dipelihara di daerah Bogor.
2
TINJAUAN PUSTAKA Broiler Strain Ross merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu yang cukup lama dengan menggunakan teknologi modern. Keunggulan yang dimiliki oleh strain Ross adalah sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah temperate tetapi juga di wilayah tropis (Aviagen, 2007). Ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana, 2005). Nilai konversi makanan ayam broiler sewaktu dipanen sekarang ini mencapai nilai dibawah 2 (Amrullah, 2003). Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan dengan jenis ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995) Perbedaan genetik strain ayam berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisinya (Ensminger et al., 1992). Adanya rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula ransum yang diberikan (Unandar, 2001). Menurut Direktorat Bina Produksi (1997), persyaratan mutu ayam umur satu hari (DOC) adalah berat minimal 37 gram, kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, tampak segar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup, warna bulu seragam sesuai strain dan kondisi bulu kering dan berkembang. Menurut Wahju (1997), ransum ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrisi broiler dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Starter Nutrien
Finisher
------------------%-------- -------
Protein Kasar (%) Energi Metabolis (kkal/kg) Ca (%) P Non Phytat (%) Asam Linoleat (%) Histidin (%) Glisin dan Serin (%) Treonin (%) Arginin (%) Metionin (%) Metionin dan Sistin (%) Valin (%) Phenilalanin (%) Isoleusin (%) Leusin (%) Lysin (%)
23,00 3.200 1,00 0,45 1,00 0,35 1,25 0,80 1,25 0,50 0,90 0,90 0,72 0,80 1,20 1,10
20,00 3.200 0,90 0,35 1,00 0,32 1,14 0,74 1,10 0,38 0,72 0,82 0,65 0,73 1,09 1,00
Sumber : NRC (1994)
Jagung Jagung adalah bahan makanan yang disukai dan sesuai untuk semua jenis ternak. Jagung kaya energi dan rendah dalam serat serta mineral. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam biji jagung yang terdiri atas amilosa dan amilopektin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Meskipun jagung sumber energi tercerna yang unggul tetapi jagung rendah protein dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin). Protein jagung sekitar 8,5% (National Research Council, 1994) Isi protein kasar jagung sangat berubah-ubah dan secara umum berkisar dari 90 sampai 140 g/kg BK (McDonald et al., 2002). McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa jagung kuning mengandung pigmen cryptoxanthin, yang merupakan prekursor vitamin A. Pigmen cryptoxanthin tersebut berguna dalam ransum unggas sebagai pemberi warna daging dan kuning telur. Menurut Amrullah (2003) jagung mengandung 5 ppm xantophil dan 0,5 ppm karoten. Ayam yang memperoleh jagung, warna pigmen dalam lemak tubuh dan kuning telurnya mempunyai skor yang tinggi.
4
Penggunaan jagung dalam ransum ayam broiler dapat mencapai hingga taraf 70%. Adanya pembatasan penggunaan jagung dikarenakan jagung mempunyai protein yang rendah dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin) (Amrullah, 2003). Menurut Goldsworthy dan Fischer (1992) komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara penanaman, iklim dan tingkat kematangan. Komposisi kimia jagung berubah selama pertumbuhan. Kandungan zat-zat makanan dalam jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan pada Jagung (As Fed) Komponen Bahan Kering (%) Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Ca (%) P Non Phytat (%) Metionin (%) Energi Metabolis (kkal/kg)
Jumlah 89 8,5 3,8 2,2 0,02 0,08 0,18 3.350
Sumber : NRC (1994)
Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara ekspeller (mekanis) atau secara solver (kimia) (Standar Nasional Indonesia, 1996). Bungkil kedelai mempunyai protein yang relatif tinggi dan memiliki keseimbangan asam-asam amino yang baik. Proporsi nutrisi bungkil kedelai cukup seimbang dengan protein rata-rata 38%, karbohidrat 31%, air 8%, beberapa mineral, dan vitamin (Lotong, 1998). Swick (2001) menyatakan bahwa bungkil kedelai sesuai sebagai sumber protein dalam pakan karena kandungan lisin yang tinggi walaupun kandungan metionin dan sistin terbatas. Menurut McDonald et al. (2002), bungkil kedelai secara umum dikenal sebagai salah satu sumber protein terbaik untuk hewan. Protein yang terdapat dalam bungkil kedelai mengandung semua asam amino esensial tetapi kurang akan sistin dan metionin. Metionin merupakan asam amino pembatas terutama ransum berenergi tinggi. Kandungan zat-zat makanan dalam bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.
5
Tabel 3. Komposisi Zat Makanan pada Bungkil Kedelai (As Fed) Komponen Bahan Kering (%) Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Ca (%) P Non Phytat (%) Metionin (%) Energi Metabolis (kkal/kg)
Jumlah 89 44 0,8 7 0,29 0,27 0,62 2.230
Sumber : NRC (1994)
Bungkil kedelai mengandung zat yang membahayakan yang disebut antitripsin (trypsin inhibitor) yang mempunyai kemampuan menghambat tripsin. Pembatas tripsin ini menyebabkan ketersediaan beberapa asam amino esensial terutama lisin dan arginin menjadi berkurang, namun antitripsin ini dapat dinonaktifkan dengan pemanasan (McDonald et al., 2002). Menurut Araba dan Dale (1990) selain penghambat tripsin, berkurangnya ketersediaan asam amino dan penurunan nilai nutrisi dalam bungkil kedelai disebabkan pula oleh proses pemanasan yang berlebih (over processing). Asam Amino Metionin DL-Metionin
adalah asam amino yang mengandung sulfur dan esensial
(undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik. Menurut Sutardi (1980) asam amino metionin bersifat glikogenik (menghasilkan glukosa pada waktu proses metabolisme terjadi) dan lipotropik (membantu pemecahan lemak dalam tubuh pada waktu proses metabolisme terjadi), hubungannya dengan asam amino lain yang mengandung sulfur (sistein dan sistin) adalah sebagai donor bagi sistein (CySN). Sistein (asam amino non essensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari serin (SER). Apabila sistein (CySN) dan sistin (CYS) kurang maka metionin dan serin akan dirombak melalui proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan metionin (Sanchez et al., 1984).
6
Gambar 1. Proses Transmetilasi (Sofie, 2007) Metionin juga menjadi donor metil untuk pembentukan kholin melalui transmetilasi. Sebaliknya, kholin dapat mendonorkan metilnya pada homosistein, sehingga kekurangan kholin juga dapat memperbesar kebutuhan metionin (Maynard et al., 1997). Struktur asam amino metionin dapat dilihat pada Gambar 2.
NH2 CH3
S
CH2
CH2
C
COOH
H
Gambar 2. Struktur Asam Amino Metionin (Scott et al., 1982)
7
Sigit (1995) menyatakan asam amino metionin juga merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh, sedangkan protein pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Metionin juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok semua hewan dan salah satu akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan (Prawirokusumo et al., 1987). Sutardi (1980) menyatakan metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan asam amino-L (L-AA) mengalami deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi asam keto alfa. Asam keto alfa dapat pula diaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau DAA. Metionin dapat dibuat sintesanya dalam bentuk DL-Metionin. Terdapat dua jenis asam amino metionin sintetis yang biasa ditambahkan, pertama dalam bentuk powder metionin yaitu DL-metionin dan yang kedua dalam bentuk liquid metionin yaitu analog hidroksi metionin (Vázquez-Añón et al., 2006). Metionin diketahui sebagai asam amino yang bersifat racun bila berlebihan, disamping tirosin, triptofan dan histidin. Asam amino yang bersifat racun adalah asam amino yang dalam metabolismenya dapat menempuh berbagai jalur, yaitu glikoketogenik (menghasilkan glukosa maupun ketosa pada waktu proses metabolisme terjadi) sehingga produk metabolisme ataupun sisa metabolismenya sangat banyak. Kelebihan pemberiannya akan berakibat buruk pada penambahan berat badan. Terjadinya penurunan selera makan atau penurunan laju pertumbuhan dapat disebabkan oleh antagonisme asam-asam amino yaitu antara metionin dengan leusin, alanin, isoleusin, phenilalanin, tirosin dan treonin (Sutardi, 1980). Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar dari bahan nabati (Sutardi, 1980).
Selanjutnya
dinyatakan
bahwa
dalam
pemberian
metionin
perlu
memperhatikan tingkatan protein, bentuk fisik dan palatabilitas bahan makanan.
8
Suplementasi Asam Amino Metionin Metionin adalah asam amino pembatas pertama di dalam ransum ayam (Weerden et al., 1984). Seperti dinyatakan Schutte et al. (1997), metionin adalah suatu zat yang esensial untuk unggas, ditambahkan oleh Huygherbaert et al. (1994) bahwa pembentukan daging bagian dada broiler sangat sensitif dipengaruhi oleh metionin di dalam ransum. Penambahan metionin dalam ransum dengan level 0,32%, 0,36% dan 0,40% dalam ransum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot badan akhir dan komponen karkas (Hafsah, 1999). Wiradisastra (2001) menyatakan bahwa tingkat metionin 0,392% dan 0,432% dalam ransum sangat nyata menyebabkan efisiensi penggunaan protein lebih tinggi daripada tingkat metionin 0,312% dan 0,352% dalam ransum yang kandungan proteinnya 18%. Attia et al. (2005) menyatakan bahwa terjadi peningkatan pertambahan bobot badan anak ayam pada perlakuan penambahan metionin 0,37% dan 0,42% dalam ransum. Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan secara ad libitum (Parakkasi, 1999). Sedangkan menurut Tillman et al. (1991) konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut. Wahju (1997) menyatakan bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum dapat mempengaruhi konsumsi. Sedangkan menurut National Research Council (1994) yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan. Tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi yaitu semakin tinggi energi ransum akan menurunkan konsumsi. Ransum yang tinggi kandungan energinya harus diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar ayam tidak mengalami defisiensi protein, vitamin dan mineral (Wahju, 1997). Temperatur lingkungan yang panas disertai dengan kelembaban yang tinggi disamping dapat menurunkan konsumsi ransum yang berakibat terjadinya defisensi zat-zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan produksi, juga dapat mengganggu proses metabolisme (Syamsuhaidi, 1997). 9
Dalam dunia peternakan, tingkat konsumsi dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan palatabilitas (Parakkasi, 1998). Palatabilitas didefinisikan sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan ternak. Secara umum palatabilitas ditentukan oleh rasa, bau dan warna (Pond et al., 1995). Amrullah (2003) menyatakan bahwa pada minggu-minggu terakhir, ayam broiler makan sebanyak 150-200 gram per ekor per hari. Konsumsi pakan ayam broiler strain Ross (jumbo) selama enam minggu adalah 4.075 gram/ekor dengan bobot badan 2.474 gram/ekor (Cibadak Indah Sari Farm, 2005). Pertambahan Bobot Badan Ensminger (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan sesudah lahir sampai mencapai tubuh dewasa. Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan bobot badan.. Ternak ayam akan mengalami pertambahan berat badan karena pembesaran dan pembelahan sel. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat- zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan ukuran sel-sel individual, pertumbuhan mencakup 4 komponen utama yaitu peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air, peningkatan ukuran tulang (skeleton), peningkatan lemak tubuh total di jaringan lemak dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam (Rose, 1997). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler adalah galur ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung, dalam hal ini pakan dan manajemen (Ensminger, 1991). Protein dan asam amino merupakan nutrisi yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang maksimal (National Research Council, 1994) North dan Bell (1990) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam broiler mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Menurut Rose (1997) perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan perlahan lagi
10
atau berhenti. Pertumbuhan maksimum (gram bobot badan per hari) terjadi ketika ayam mencapai setengah dari bobot badan dewasa. Menurut Amrullah (2003), laju pertumbuhan yang cepat diimbangi dengan konsumsi makanan yang banyak. Pertambahan bobot badan ayam broiler strain Ross (jumbo) pada umur enam minggu adalah 2.432 gram/ekor (Cibadak Indah Sari Farm, 2005). Konversi Ransum Konversi ransum pada ayam broiler diartikan sebagai jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, kualitas ransum, penyakit, temperatur, sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan dan manajemen kandang. Konversi ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak (Lacy dan Vest, 2004). Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas (Amrullah, 2003) North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ayam broiler jantan lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan betina. Bila nilai konversi pakan sudah jauh di atas angka dua maka pemeliharaannya sudah kurang menguntungkan lagi, oleh karena itu ayam broiler biasanya dipasarkan maksimal pada umur enam minggu. Menurut Amrullah (2003), konversi ransum yang baik berkisar 1,75-2,00. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi berarti kualitas ransum semakin baik. Konversi ransum ayam broiler strain Ross (jumbo) pada umur enam minggu adalah 1,72 (Cibadak Indah Sari Farm, 2005).
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama enam minggu yaitu mulai dari bulan Februari sampai dengan April 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 1.000 ekor ayam broiler umur sehari (DOC / Day Old Chick) strain Ross yang diperoleh dari Cibadak Indah Sari Farm. Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan berupa kandang beratap asbes dengan sistem litter beralaskan sekam padi berukuran 1 x 1,5 x 2,5 m sebanyak 25 petak. Setiap petak kandang dilengkapi dengan dua tempat pakan dan dua tempat minum serta lampu pijar 100 watt. Peralatan lain yang digunakan diantaranya timbangan untuk menimbang ayam dan ransum, plastik, tempat ransum, ember plastik, termometer dan higrometer. Ransum Ransum penelitian menggunakan dua jenis ransum, dengan kandungan energi metabolis (EM) sebesar 3.200 kkal/kg dan kandungan protein 23% untuk starter serta kandungan protein 20% untuk finisher. Bahan baku ransum yang digunakan pada penelitian diperoleh dari pabrik pakan Welgro. Bahan-bahan tersebut adalah jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, CGM (Corn Gluten Meal), MBM (Meat Bone Meal), minyak kelapa, DCP (Dicalsium phosphat), limestone, garam, premiks dan DL-metionin. Ransum dianalisa menggunakan metode proksimat dan asam amino dianalisa mengunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Komposisi ransum penelitian yang digunakan beserta kandungan nutriennya terdapat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Starter Perlakuan S0 Jagung Kuning (%) Bungkil Kedele Brazil (%) Dedak Padi (%) Corn Gluten Meal (%) Meat Bone Meal (%) Minyak Kelapa (%) DCP (%) Garam (%) Premiks (%) Limestone (%) Total (%) DL-Metionin(%) Komposisi Nutrien (as fed) Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Ekstrak Ether (%) Beta-N (%) Ca (%) P Total (%) NaCl (%) Energi Bruto (kkal/kg) Asam Aspartat (%) Asam Glutamat (%) Serin (%) Histidin (%) Glisin (%) Treonin (%) Arginin (%) Tirosin (%) Metionin (%) Metionin dan Sistin (%) Valin (%) Phenilalanin (%) Isoleusin (%) Leusin (%) Lysin (%)
S1
S2
S3
S4
47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,00
47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,20
47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,25
47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,30
47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,35
87,45 5,85 22,24 4,34 5,06 49,96 0,93 0,87 0,12 4.134 2,29 4,28 1,09 0,53 1,26 0,99 1,51 0,71 0,29 0,69 1,35 1,29 1,10 2,36 1,26
84,71 5,45 22,09 4,55 4,81 47,81 0,94 0,93 0,11 4.153 2,36 4,56 1,18 0,50 1,31 1,00 1,56 0,79 0,47 0,87 1,30 1,33 1,14 2,47 1,28
84,73 5,04 22,70 3,22 4,03 49,74 0,86 0,79 0,10 4.413 2,08 3,88 0,99 0,35 1,11 0,86 1,34 0,65 0,49 0,89 1,14 1,16 0,99 2,19 1,07
84,02 5,62 22,83 3,27 4,46 47,84 1,04 0,89 0,09 4.358 2,38 4,45 1,12 0,33 1,30 0,98 1,57 0,82 0,60 1,00 1,27 1,32 1,13 2,46 1,23
84,96 5,25 22,76 4,25 5,09 47,61 0,93 0,73 0,13 4.239 2,41 4,65 1,03 0,63 1,37 0,93 1,60 0,72 0,65 1,05 1,32 1,31 1,18 2,45 1,23
S0= tanpa DL-metionin; S1= penambahan 0,20 % DL-metionin; S2= penambahan 0,25 % DLmetionin; S3= penambahan 0,30 % DL-metionin; S4= penambahan 0,35 % DL-metionin. Keterangan: Komposisi Nutrien Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, FAPET IPB (2007)
13
Tabel 5. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Finisher Perlakuan Jagung Kuning (%) Bungkil Kedele Brazil (%) Dedak Padi (%) Meat Bone Meal (%) Minyak Kelapa (%) Corn Gluten Meal (%) Premix (%) Garam (%) Total (%) DL-Metionin (%) Komposisi Nutrien (as fed) Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Ekstrak Ether (%) Beta-N (%) Ca (%) P Total (%) NaCl (%) Energi Bruto (kkal/kg) Asam Aspartat (%) Asam Glutamat (%) Serin (%) Histidin (%) Glisin (%) Treonin (%) Arginin (%) Tirosin (%) Metionin (%) Metionin dan Sistin (%) Valin (%) Phenilalanin (%) Isoleusin (%) Leusin (%) Lysin (%)
F0
F1
F2
F3
F4
51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,00
51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,15
51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,20
51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,25
51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,30
85,48 5,18 20,32 4,10 8,04 47,84 0,87 0,65 0,13 4.356 1,78 3,32 0,77 0,47 1,16 0,66 1,21 0,53 0,25 0,59 1,02 0,94 0,86 1,73 0,86
85,60 4,31 20,57 4,17 8,17 48,38 0,87 0,77 0,20 4.396 1,92 3,43 0,79 0,48 1,10 0,68 1,27 0,55 0,35 0,69 0,99 0,95 0,89 1,68 0,87
87,28 4,99 20,79 3,48 8,50 49,52 0,95 0,82 0,18 4.382 1,75 3,26 0,79 0,44 1,25 0,64 1,26 0,52 0,37 0,71 0,94 0,86 0,82 1,51 0,83
85,20 5,38 20,75 3,37 8,50 47,20 1,04 0,81 0,16 4.272 1,73 3,26 0,70 0,49 1,04 0,62 1,20 0,52 0,40 0,74 0,95 0,88 0,84 1,55 0,80
86,30 4,51 20,14 3,06 7,33 51,26 0,99 0,80 0,18 4.309 1,85 3,48 0,76 0,42 1,12 0,66 1,29 0,51 0,42 0,76 1,00 0,91 0,88 1,65 0,79
F0= tanpa DL-metionin; F1= penambahan 0,15 % DL-metionin; F2= penambahan 0,20 % DLmetionin; F3= penambahan 0,25 % DL-metionin; F4= penambahan 0,30 % DL-metionin. Keterangan: Komposisi Nutrien Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, FAPET IPB (2007)
14
Vitamin dan Vaksin Vitamin yang digunakan selama penelitian berupa Vitastress yang diberikan seminggu sekali setelah penimbangan. Jenis vaksin yang digunakan yaitu vaksin ND 1 (Newcastle Disease 1) yang diberikan pada ayam umur 3 hari melalui tetes mata dan ND II diberikan pada ayam berumur 21 hari melalui air minum. Vaksin gumboro diberikan melalui air minum pada ayam umur 10 hari. Setiap satu kg Vitastress mengandung Vitamin A 6.000.000 IU, Vitamin D3 1.200.000 IU, Vitamin E 2.500 IU, Vitamin K 3 g, Vitamin B1 2 g, Vitamin B2 3 g, Vitamin B6 1 g, Vitamin B12 2g, Vitamin C 20g, Nicotinic Acid 15 g, Ca-DPanthotenate 5 g, Elektrolit berupa Na, Ca, K, Mg 750 g. Metode Perlakuan Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : R0 : Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin untuk starter (S0) dan untuk finisher (F0) R1 : Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk starter (S1) dan Ransum kontrol + 0,15% DL-metionin untuk finisher (F1) R2 : Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk starter (S2) dan Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk finisher (F2) R3 : Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk starter (S3) dan Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk finisher (F3) R4 : Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk starter (S4) dan Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk finisher (F4) Ransum kontrol, ransum perlakuan serta air minum diberikan ad libitum pada pagi, siang dan sore. Semua petak perlakuan dilengkapi dengan lampu bohlam 100 watt pada malam hari dengan dinding tirai ditutup dengan plastik. Rancangan Percobaan dan Model Matematika Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 40 ekor ayam.
15
Model matematika dari rancangan tersebut sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991): Yij = µ + βi + €ij Keterangan: Yij
: Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
: Rataan umum
βi
: Efek perlakuan ke-i
€ij
: Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis ragam (Analysis of Variance/ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji polinomial ortogonal untuk mencari level optimum dan dilanjutkan uji jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie, 1991). Prosedur Pelaksanaan Persiapan kandang, persiapan peralatan kandang dan persiapan pakan dilakukan sebelum DOC datang yaitu membersihkan kandang dari kotoran dan mencuci peralatan kandang dengan desinfektan. Setelah 3 hari dilakukan pengapuran pada dinding dan lantai kandang, kemudian dilakukan fumigasi kandang. Sekam ditaburkan dengan ketebalan 5-8 cm di lantai yang telah dipasang kertas koran terlebih dahulu. Anak ayam dimasukan ke dalam kandang, setiap kandang terdapat 40 ekor ayam, dengan pemberian tanda sebanyak 10 ekor yang diambil secara acak dan telah dilakukan penimbangan. Pakan dan minum diberikan adlibitum setiap pagi, siang dan sore. Pemeliharaan ayam dilakukan selama enam minggu. Pada minggu pertama dan kedua, tempat pakan dan air minum diletakkan di atas sekam yang dilengkapi dengan kertas koran diatasnya, sedangkan untuk minggu ketiga sampai pemanenan tempat pakan dan air minum digantung sejajar dengan punggung ayam. Lampu dinyalakan 24 jam selama 14 hari dan setelah ayam berumur 2 minggu lampu hanya dinyalakan pada malam hari. Penimbangan konsumsi pakan dan bobot badan dilakukan seminggu sekali setiap pagi hari.
16
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian adalah: 1. Konsumsi Ransum (gram/ekor) Konsumsi ransum dihitung dari jumlah ransum yang diberikan pada awal minggu dikurangi dengan sisa ransum pada akhir minggu. 2. Pertambahan bobot badan (gram/ekor) Pertambahan bobot badan dihitung dari bobot badan minggu terakhir ayam dikurangi dengan bobot badan awal ayam. 3. Konversi pakan Konversi ransum diperoleh dengan membagi antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rataan temperatur dan kelembaban udara lingkungan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan Minggu 1 2 3 4 5 6 Rataan
Pagi Suhu (oC) RH (%) 24,3 76,0 25,5 72,6 24,6 75,5 25,2 72,1 24,2 74,8 24,5 77,3 24,72 74,72
Siang Suhu (oC) RH (%) 30,5 60,1 31,7 57,5 30,9 58,7 31,4 55,2 30,8 57,8 31,0 54,3 31,05 57,27
Sore Suhu (oC) RH (%) 26,7 59,6 27,5 58,5 28,5 60,7 25,5 69,5 26,8 62,8 28,7 70,7 27,28 63,63
Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan suhu pada pagi hari yaitu 24,72oC, dan rataan suhu pada siang hari 31,05oC. Kondisi suhu lingkungan tersebut masih berada pada kisaran suhu normal di Darmaga Bogor, dengan rataan suhu 20,63 oC sampai 32,30oC (BPS, 2004). Amrullah (2003) menyatakan bahwa pada suhu lingkungan diatas 27 oC, ayam mulai menggunakan energi lebih banyak sebagai usaha agar tetap nyaman. Ayam mulai mendilatasikan pembuluh darah untuk mengalirkan darah lebih banyak ke gelambir (perifer), kaki dalam usaha untuk meningkatkan kapasitas pendinginan. Jika suhu lingkungan tinggi, yang lebih mudah diamati yaitu ditandai dengan panting (meningkatkan frekuensi pernapasan) sebanyak 140 kali/menit, dan sayap turun begitu suhu mulai meningkat dan udara mudah mengalir bebas menyentuh kulit dan menyerap lalu membuang panas. Ayam yang digunakan dalam penelitian adalah broiler strain Ross yang memiliki keunggulan yaitu sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah temperate tetapi juga diwilayah tropis (Aviagen, 2007).
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum selama periode starter (0-3 minggu), finisher (4-6 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Periode Pemeliharaan Broiler
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
------------------------------ (g/ekor)----------------------------Starter (0-3 minggu) Finisher (4-6 minggu)
830,89A ± 48,85 2642,32 ± 85,96
936,42B ±26,17 2707,94 ± 117,51
959,74B ± 22,00 2842,21 ± 110,77
935,66B ± 13,29 2744,85 ± 112,53
903,77B ± 43,47 2840,63 ± 189,52
Kumulatif (0-6 minggu)
3433,30A ± 143,28
3704,41AB ±168,04
3801,95B ± 117,88
3680,51AB ± 111,07
3553,22AB ± 200,69
Keterangan : Superskrip hurup besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01) R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4)
Pemberian asam amino DL-metionin pada ransum ayam broiler periode starter (0-3 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsumsi ransum, akan tetapi perlakuan tidak nyata mempengaruhi konsumsi ayam selama periode finisher. Hal ini terkait dengan kebutuhan asam amino esensial dalam tubuh, yang sangat dibutuhkan pada masa pertumbuhan yaitu saat periode starter. Berdasarkan Uji Duncan, pada periode starter pemberian DLmetionin 0,20% (R1), 0,25% (R2), 0,30% (R3) dan 0,35% (R4) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (R0). Secara kumulatif perlakuan R2 sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum ayam broiler dibandingkan perlakuan R0, namun tidak berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut National Research Council (1994) yang dapat
19
mempengaruhi konsumsi adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan. 1000
Konsumsi (gram/ekor)
950 900 850
y = -2453x 2 + 1081.8x + 829.83 R2 = 0.968
800 750 700 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Level m etionin (%)
Gambar 3. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Konsumsi Ransum Starter Hasil uji polinomial ortogonal didapatkan persamaan regresi kuadratik untuk konsumsi ransum periode starter yaitu y = -2453x2 + 1081,8x + 829,83 (Gambar 3). Level optimum DL-metionin yang diperoleh dari perhitungan sebesar 0,22% agar menghasilkan konsumsi ransum maksimum. Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar dari bahan nabati. Penambahan DL-metionin yang melebihi level optimum akan menurunkan konsumsi ransum. Hal ini diakibatkan adanya antagonisme asam-asam amino yaitu antara metionin dengan leusin, alanin, isoleusin, phenilalanin, tirosin dan treonin sehingga terjadi penurunan selera makan, selain itu metionin merupakan asam amino yang bersifat racun bila berlebihan karena dalam metabolismenya
dapat
menempuh
berbagai
jalur,
yaitu
glikoketogenik
(menghasilkan glukosa maupun ketosa pada waktu proses metabolisme terjadi) sehingga produk metabolisme ataupun sisa metabolismenya sangat banyak (Sutardi, 1980).
20
Grafik konsumsi ransum ayam broiler selama enam minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4. 1400
Konsumsi Ransum (gram/ekor/minggu)
1200 1000
R0 R1
800
R2 600
R3 R4
400 200 0 1
2
3
4
5
6
Um ur Ayam (m inggu)
Keterangan : R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4)
Gambar 4. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Gambar 4 menunjukkan bahwa konsumsi ransum akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam. Seperti yang dikemukakan North dan Bell (1990) menyatakan bahwa konsumsi ransum setiap minggu akan bertambah sesuai dengan pertambahan berat badan. Hal ini berarti pemberian DL-metionin dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi ransum. Kenaikan konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor yaitu tingkat palatabilitas, kandungan nutrisi ransum dan bobot badan (Pond et al., 1995). Konsumsi ransum perlakuan meningkat disebabkan oleh kandungan metioninnya tidak mengalami defisien, sehingga kebutuhan asam amino metioninnya dapat tercukupi dengan baik.
21
Konsumsi ransum perlakuan selama enam minggu pemeliharaan berkisar antara 3.553,22-3.801,95 gram/ekor. Bila dibandingkan dengan standar konsumsi pakan strain Ross (jumbo) umur 42 hari yang dikeluarkan oleh Cibadak Indah Sari Farm (2005) yaitu 4.075 gram/ekor, maka rataan konsumsi ransum penelitian lebih rendah dibandingkan dengan standar. Hal ini disebabkan suhu selama penelitian tinggi sehingga terjadi stres pada ayam broiler. Untuk mengatasi stres panas tersebut, ayam akan melakukan panting dan banyak minum sehingga berdampak terhadap pengurangan konsumsi pakan (Amrullah, 2003). Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Rataan pertambahan bobot badan selama periode starter (0-3 minggu), finisher (4-6 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Periode Pemeliharaan Broiler
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
------------------------------ (g/ekor)----------------------------Starter (0-3 minggu) Finisher (4-6 minggu)
546,70A 623,19B ± 51,55 ± 26,45 1032,85a 1211,88b ± 49,93 ± 69,33
649,35B ± 4,19 1289,54b ± 72,19
630,88B ± 9,95 1196,51b ± 54,91
599,68AB ± 30,93 1227,19b ± 79,60
Kumulatif (0-6 minggu)
1579,56a 1835,08b ± 39,59 ± 64,73
1938,89c ± 69,26
1827,39b ± 60,40
1826,87b ± 95,61
Keterangan : Superskrip hurup besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01), hurup kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4)
22
Pemberian asam amino DL-metionin sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler. Pada periode starter, perlakuan R1, R2 dan R3 sangat nyata (P<0,01) meningkatkan pertambahan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0), namun tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan R4. Pada periode finisher pemberian DL-metionin nyata meningkatkan pertambahan bobot badan dibandingkan kontrol. Secara kumulatif pemberian DL-metionin R2 nyata (P<0,05) meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi ransum pada perlakuan R2 yang dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, selain itu kandungan asam amino metionin dalam ransum R2 mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan yang baik.
PBB (gram/ekor)
650
600
550
y = -1899.1x 2 + 837.39x + 545.38 R2 = 0.9312
500
450 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Level m etionin (%)
Gambar 5.
Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Pertambahan Bobot Badan Starter
23
PBB (gram/ekor)
1350 1250 1150 y = 9477.8x 3 - 9095.9x 2 + 2492x + 1031.8 R2 = 0.884
1050 950 850 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Level m etionin (%)
Gambar 6.
Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Pertambahan Bobot Badan Finisher
Hasil uji polinomial ortogonal didapatkan persamaan regresi kuadratik untuk pertambahan bobot badan periode starter yaitu y = -1899,1x2 +837,39x +545,38 (Gambar 5). Level optimum DL-metionin yang diperoleh dari perhitungan adalah sebesar 0,22% agar menghasilkan pertambahan bobot badan yang maksimum pada periode starter, sedangkan untuk periode finisher didapatkan persamaan regresi kubik yaitu y = 9477,8x3 – 9095,9x2 + 2492x + 1031,8 (Gambar 6). Level optimum DL-metionin yang diperoleh dari perhitungan sebesar 0,20% agar menghasilkan pertambahan bobot badan yang maksimum pada periode finisher. Menurut NRC (1994) kebutuhan metionin untuk starter sebesar 0,5% dan untuk finisher sebesar 0,38%. Pada perlakuan R2 untuk periode starter mengandung metionin sebesar 0,49% dan ransum finisher sebesar 0,37%, sehingga kandungan metionin ransum R2 (DL-metionin 0,25% untuk starter dan 0,20% untuk finisher) kandungan metionin ransumnya mendekati kebutuhan ayam broiler untuk menghasilkan performa yang baik. Selain itu metionin juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok semua hewan. Salah satu akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan (Prawirokusumo et al., 1987).
24
Grafik pertambahan bobot badan ayam broiler selama enam minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 7.
Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/minggu)
600 500 R0
400
R1 300
R2 R3
200
R4
100 0 1
2
3
4
5
6
Um ur Ayam (m inggu)
Keterangan : R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4)
Gambar 7. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Gambar 7 menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam sigmoid. Perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan perlahan lagi atau berhenti (Rose, 1997). Puncak pertumbuhan dicapai pada minggu kelima yang ditandai dengan pertambahan bobot badan maksimum. Penurunan pertambahan bobot badan terjadi pada minggu keenam. Hal ini disebabkan proses pembentukan tulang, otot dan daging telah sempurna sehingga tidak mengalami pembesaran dan pembelahan sel, akibatnya ternak tidak mengalami pertambahan berat. Tingkat pertumbuhan ayam berbeda pada setiap minggunya, tergantung pada galur ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung, dalam hal ini pakan dan manajemen (Ensminger, 1991). Rataan pertambahan bobot badan selama penelitian berkisar antara 1.826,87-1.938,89 g/ekor. Rataan diatas lebih rendah dari standar strain Ross (jumbo) umur 42 hari yang dikeluarkan oleh
25
Cibadak Indah Sari Farm (2005) yaitu 2.432 g/ekor. Hal ini disebabkan oleh suhu lingkungan yang tinggi selama penelitian, sehingga menyebabkan turunnya konsumsi ransum, sehingga pertambahan bobot badan lebih rendah. Ayam broiler termasuk hewan homeotermis yakni suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun suhu lingkungan berubah-ubah, sehingga tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya penimbunan panas tubuh yang mutlak harus dikeluarkan. Pada unggas termasuk ayam broiler, pengeluaran panas tubuh akan terbatas karena adanya bulu serta tidak aktifnya kelenjar keringat. Akibat utama ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi, dapat menurunkan konsumsi ransum, tiada lain merupakan usaha ayam dalam mengurangi penimbunan panas dalam tubuh, yang tentunya akan diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan (Kusnadi, 2004). Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Rataan konversi selama periode starter (0-3 minggu), finisher (4-6 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Konversi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Periode Pemeliharaan Broiler
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
------------------------------ (g/ekor)----------------------------Starter (0-3 minggu) Finisher (4-6 minggu)
1,45 ± 0,06 2,44 ± 0,13
1,44 ± 0,04 2,30 ± 0,04
1,41 ± 0,03 2,22 ± 0,11
1,42 ± 0,02 2,31 ± 0,07
1,40 ± 0,05 2,26 ± 0,15
Kumulatif (0-6 minggu)
1,96a ± 0,06
1,87b ± 0,02
1,82b ± 0,05
1,86b ± 0,04
1,83b ± 0,09
Keterangan : Superskrip hurup kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4)
26
Pemberian asam amino DL-metionin nyata (P<0,05) mempengaruhi konversi ransum selama enam minggu
pemeliharaan, namun tidak nyata (P<0,05)
mempengaruhi konversi ransum pada periode starter dan periode finisher. Secara kumulatif penambahan DL-metionin nyata (P<0,05) menurunkan konversi ransum dibandingkan dengan kontrol. Penurunan angka konversi ransum ini menunjukkan efisiensi ransum semakin baik. Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik (Amrullah, 2003). Grafik konversi ransum ayam broiler selama enam minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 8.
3.5
Konversi Ransum
3 2.5
R0 R1
2
R2 1.5
R3 R4
1 0.5 0 1
2
3
4
5
6
Um ur Ayam (m inggu)
Keterangan : R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4)
Gambar 8. Grafik Konversi Ransum selama Enam Minggu Pemeliharaan
27
Gambar 8 menunjukkan bahwa konversi ransum minggu pertama hingga minggu keempat meningkat, namun terjadi penurunan konversi pada minggu kelima. Hal ini disebabkan pertambahan bobot badan maksimum yang dicapai pada minggu kelima, sedangkan pada minggu keenam konversi ransum sangat tinggi. Hal ini dikarenakan konsumsi ransum yang tinggi dan pertambahan bobot badan yang rendah. Angka konversi ransum perlakuan berkisar antara 1,82-1,87. Konversi pakan penelitian kurang baik bila dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh Cibadak Indah Sari Farm (2005) yaitu 1,72. Hal ini dikerenakan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan standar.
28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pakan berbasis jagung dan bungkil kedelai dengan suplementasi DL-metionin sebesar 0,25% untuk starter dan 0,20% untuk finisher mampu meningkatkan performa ayam broiler. Saran DL-metionin dapat ditambahkan ke dalam ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai sebesar 0,25% pada periode starter dan 0,20% pada periode finisher. Perlu kajian selanjutnya untuk melihat efek penambahan DL-metionin hanya pada periode finisher.
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Pertama. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Aoyagi, S., and D.H. Baker. 1993. Nutritional evaluation of copper – methionine complex for chicks. Poultry Sci. 72: 2309-2315. Araba, M. and N. Dale. 1990. Evaluation of protein solubility as an indicator of over processing soybean meal. Poultry Sci. 69: 76-83. Attia, Y.A., R.A. Hassan, M.H. Shehatta and Slawa B. Abd El-Hady. 2005. Growth, carcass quality and serum constituents of slow growing chicks as affected by betaine addition to diets containing 2 different levels of methionine. International Journal of Poultry Science 4 (11): 856-865. http://www.pjbs.org/ijps/ab463.html [1 Oktober 2007]. Aviagen. 2007. Ross 308 Broiler Performance Objectives. United Kingdom. http://www.aviagen.com/. [13 November 2007]. Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Statistika Indonesia 2001. Jakarta. Cibadak Indah Sari Farm. 2005. Standar Broiler Jumbo. http://www.cibadak.com/ [11 Februari 2008]. Direktorat Bina Produksi. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science (Animal Agriculture Series). 9th Ed. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illinois. Ensminger, M. E., J. E. Oldfield and W. W. Heinemann. 1992. Feed and Nutrition. 2nd Edition. Ensminger Publishing Company. California, USA. Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fischer. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hafsah. 1999. Respon ayam broiler pada penggunaan DL-metionin sebagai salah satu campuran bahan pakan dalam ransum. Jurnal Agroland (Indonesia). http://www.fao.org/agris/search/display.html [1 Oktober 2007]. Huygherbaert, G., M. Pack, and g. De Groohe. 1994. Influence of protein concentration on the response of broilers to supplemental DL-methionine. Arch. Gefhegelhd 58 (1):23-29. Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran, Bandung. Kusnadi, E. 2004. Peranan antanan dan vitamin C sebagai penangkal cekaman panas ayam broiler dalam ransum yang mengandung hidrolisat bulu ayam. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lacy, M. and R. Vest. 2004. Improving feed conversion in broiler : A guide for growers. http://www.agricoat.nedfeedconversion.html [11 Februari 2008]. Lotong, N. 1998. Koji: In: Microbiology of Fermented Foods. Vol. 2. 2nd Ed. J. B. Wood, Blackie Academic and Professional. London, pp : 659-660. Maynard, L.A, J.K. Looli, H.E. Hintz and R.G. Warner. 1997. Animal Nutrition. 8th Ed. Tata McGrow-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. McDonald, P., R.A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Longman Singapore Publisher Itd. Singapore. Mukhtar, M. A., A. Mekkawi and M. ELTigani. 2007. The effect of feeding increasing levels of synthetic lysine and methionine in broiler chicks. Animal and Veterinary Sciences. 2: 18-20. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press. Washington DC. North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edit. Van Nostrad, New York. Parakkasi, A. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Edisi Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Pond, W.G., D.C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition. John Wiley and Sons, New York. Prawirokusumo, S., Nasrudin dan Umiyeni. 1987. Suplementasi methionin pada ransum ayam pedaging berkadar cassava tinggi. Proceding Seminar Penelitian Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International. London. Rubatzky, V. E. and M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan Gizi. Jilid I. Edisi ke-2. Terjemahan : Catur Herison. Penerbit ITP. Bandung. Sanchez, W.K., P.R. Cheeke and N.M. Patton. 1984. Influence of diatery of soybean meal, methionin and lysine on the performance of weaning rabbits fed high alfalfa diets. J. Appl. Rabbit Res. 7: 109-116. Schutte, J.B., J. De jong, W, smink, and M. Pack. 1997. Replacment value of betaine for DL-methionine in male broiler chicks. Poultry Science 76: 321-325. Scott, M.L, M.C.Nesheim, and R.J.Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Edition. M.L, Scott and Associates. Ithaca, NewYork. Sigit, N. 1995. Penggunaan zeolit beramonium dan analog hidroksi methionin dalam ransum sapi perah laktasi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32
Sofie. 2007. Methionine Biochemical Pathway. http://www.metionin.navajo.com/. [11 Februari 2008]. Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI Bungkil Kedelai. SNI. 01-4227-1996. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Swick, R. A. 2001. An update on soybean meal quality consideration. American Soybean. Association. Orchard Road, Liat Tower. Singapore. Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan duckweed (famili Lemnaceae) sebagai pakan serat sumber protein dalam ransum ayam pedaging. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Unandar, T. 2001. Titik Lemah Broiler Modern. Bulletin Elanco, Elanco, Jakarta. Vázquez-Añón, M., D. Kratzer, R. Gonza´lez-Esquerra, I. G. Yi, and C. D. Knight. 2006. A multiple regression model approach to contrast the performance of 2hydroxy-4-methylthio butanoic acid and DL-methionine supplementation tested in broiler experiments and reported in the literature. Poultry Sci. 85: 693-705. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Weerden, E.J., J.B. Schutte and H.L. Bertean. 1984. Comparison of DL-methionine, DL-methionine analogue free with layers. Poultry Sci. 63: 1793-1799. Wiradisastra, D.H. 2001. Pengaruh tingkat metionin dalam ransum terhadap retensi nitrogen dan efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler umur 4-6 minggu. Jurnal Ilmu Ternak 1 (1): 7-10.
33
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobil`alamin. Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Nahrowi, MSc sebagai Dosen Pembimbing Utama, dan Ir. Widya Hermana, MSi sebagai Dosen Pembimbing Anggota yang telah membimbing penelitian atas segala kemudahan, kesabaran untuk memberikan tuntunan, dan pengorbanan waktu serta pikirannya dari mulai penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Kepada Dr. Ir. Rita Mutia, MAgr sebagai Dosen Pembimbing Akademik atas segala arahan, dukungan dan nasehatnya. Kepada Ir. Lilis Khotijah, MS selaku dosen penguji seminar terimakasih banyak masukan ilmunya. Kepada Dosen penguji sidang Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria MSc dan Zakiah Wulandari STP, MSi terimakasih atas saran dan masukan ilmu selama ujian sidang berlangsung. Ucapan terimakasih yang teramat besar kepada ibu yang telah tiada semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, ayah, abi, nenek, kakek, kakak, adik Penulis Salma dan Adnan atas doa, dukungan moral ataupun materi, serta kasih sayang selama ini. Seluruh staff dan karyawan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas bantuannya kepada Penulis. Sahabat Penulis Sakinah, Saidah atas dukungan kepada Penulis, dan rekan-rekan sepenelitian Zee, Galih dan Jule yang senantiasa saling membantu, dan teman-teman INTP’41 yang memberikan semangat kepada Penulis. Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu persatu terimakasih semuanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis maupun Pembaca.
Bogor, Maret 2008
Penulis
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
3433,30 ± 143,28
3704,41 ±168,04
3801,95 ± 117,88
3680,51 ± 111,07
3553,22 ± 200,69
Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
403.754,03
4
100.938,51
4,56**
2,90
4,50
Linier
34.058,03
1
34.058,03
1,54
4,38
8,18
Kuadratik
351.362,99
1
351.362,99 15,86**
4,38
8,18
Kubik
13.573,66
1
13.573,66
0,613
4,38
8,18
Kuartik
4.759,34
1
4.759,34
0,215
4,38
8,18
Eror
420.822,93
19
22.148,58
Total
824.576,96
23
Lampiran 3. Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan R0 A
R1 AB
Perlakuan R2 B
R3 AB
R4 AB
Lampiran 4. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
830,89 ± 48,85
936,42 ±26,17
959,74 ± 22,00
935,66 ± 13,29
903,77 ± 43,47
35
Lampiran 5. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
50.272,78
4
12.568,19
11,59**
2,90
4,50
Linier
12.105,15
1
12.105,15
11,17**
4,38
8,18
Kuadratik
35.466,66
1
35.466,66
32,71**
4,38
8,18
Kubik
2.699,33
1
2.699,33
2,49
4,38
8,18
Kuartik
1,64
1
1,64
0,002
4,38
8,18
Eror
20.598,83
19
1.084,15
Total
70.871,61
23
Lampiran 6. Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) R0 A
Perlakuan R2 B
R1 B
R3 B
R4 B
Lampiran 7. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
2642,32 ± 85,96
2707,94 ± 117,51
2842,21 ± 110,77
2744,85 ± 112,53
2840,63 ± 189,52
Lampiran 8. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
127.157,10
4
31.789,28
1,99
2,96
4,67
Eror
271.079,50
17
15.945,85
Total
398.236,60
21
36
Lampiran 9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
1579,56 ± 39,59
1835,08 ± 64,73
1938,89 ± 69,26
1827,39 ± 60,40
1826,87 ± 95,61
Lampiran 10. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
352.882,31
4
88.220,58
18,90**
2,87
4,43
Linier
118.554,49
1
118.554,49 25,39**
4,35
8,10
Kuadratik
188.963,19
1
188.963,19 40,48**
4,35
8,10
Kubik
34.504,05
1
34.504,05
7,39*
4,35
8,10
Kuartik
10.860,58
1
10.860,58
2,33
4,35
8,10
Eror
93.372,73
20
4.668,64
Total
446.255,04
24
Lampiran 11. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan R0 a
R1 b
Perlakuan R2 c
R3 b
R4 b
Lampiran 12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
546,70 ± 51,55
623,19 ± 26,45
649,35 ± 4,19
630,88 ± 9,95
599,68 ± 30,93
37
Lampiran 13. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
31.356,10
4
7.839,02
8,85**
2,87
4,43
Linier
6.456,21
1
6.456,21
7,29*
4,35
8,10
Kuadratik
24.143,63
1
24.143,63
27,25**
4,35
8,10
Kubik
707,29
1
707,29
0,80
4,35
8,10
Kuartik
48,97
1
48,97
0,06
4,35
8,10
Eror
17.722,50
20
888,13
Total
49.078,60
24
Lampiran 14. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) R0 A
Perlakuan R2 B
R1 B
R3 B
R4 AB
Lampiran 15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
1032,85 ± 49,93
1211,88 ± 69,33
1289,54 ± 72,19
1196,51 ± 54,91
1227,19 ± 79,60
Lampiran 16. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
182.478,52
4
45.619,63
10,43**
2,87
4,43
Linier
69.678,53
1
69.678,53
15,94**
4,35
8,10
Kuadratik
78.017,85
1
78.017,85
17,84**
4,35
8,10
Kubik
25.331,20
1
25.331,20
5,79*
4,35
8,10
Kuartik
9.450,94
1
9.450,94
2,16
4,35
8,10
Eror
87.452,65
20
4.372,63
Total
269.931,18
24
38
Lampiran 17. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
a
b
b
b
b
Lampiran 18. Rataan Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
1,96 ± 0,06
1,87 ± 0,02
1,82 ± 0,05
1,86 ± 0,04
1,83 ± 0,09
Lampiran 19. Analisis Ragam Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
0,050
4
0,012
3,76*
2,90
4,50
Linier
0,024
1
0,024
7,13*
4,38
8,18
Kuadratik
0,015
1
0,015
4,58*
4,38
8,18
Kubik
0,007
1
0,007
2,10
4,38
8,18
Kuartik
0,004
1
0,004
1,25
4,38
8,18
Eror
0,063
19
0,003
Total
0,113
23
Lampiran 20. Uji Duncan Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan R0 a
R1 b
Perlakuan R2 b
R3 b
R4 b
Lampiran 21. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
1,45 ± 0,06
1,44 ± 0,04
1,41 ± 0,03
1,42 ± 0,02
1,40 ± 0,05
39
Lampiran 22. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan) Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
0,008
4
0,002
1,09
2,87
4,43
Eror
0,036
20
0,002
Total
0,044
24
Lampiran 23. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Rata-rata
2,44 ± 0,13
2,30 ± 0,04
2,22 ± 0,11
2,31 ± 0,07
2,26 ± 0,15
Lampiran 24. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan) Sumber Keragaman
JK
db
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Perlakuan
0,114
4
0,029
2,54
2,87
4,43
Eror
0,214
19
0,011
Total
0,328
23
40