PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI HORMON TESTOSTERON DENGAN DOSIS BERTINGKAT
REGINA WULANDARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Ayam Broiler yang diberi Hormon Testosteron dengan Dosis Bertingkat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Regina Wulandari NIM B04090168
ABSTRAK REGINA WULANDARI. Performa Ayam Broiler yang diberi Hormon Testosteron dengan Dosis Bertingkat. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan ANDRIYANTO. Testosteron merupakan hormon yang memiliki peranan penting dalam karakteristik kelamin sekunder. Testosteron diketahui sebagai hormon androgenik dan anabolik. Penelitian ini menggunakan testosteron untuk mempelajari performa ayam broiler. Sebanyak 44 ekor ayam broiler berumur 15 hari dibagi menjadi 4 kelompok: K (kontrol), T1 (dosis 1 mg), T2 (dosis 2 mg), dan T3 (dosis 4 mg). Parameter yang diukur adalah bobot badan, konsumsi pakan dan air minum, rasio konversi pakan (feed conversion ratio/FCR), dan mortalitas. Hasil menunjukkan pemberian testosteron dosis 1 dan 4 mg dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian secara signifikan (p<0.05) pada ayam broiler yang berumur antara 15 dan 18 hari. Testosteron dosis 2 mg dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian secara signifikan (p<0.05) pada ayam broiler yang berumur antara 21 dan 24 hari. Bobot badan akhir, konsumsi pakan dan air minum, rasio konversi pakan (feed conversion ratio/FCR), dan mortalitas ayam broiler yang diberi hormon testosteron tidak menunjukkan perbedaan dibanding dengan kontrol. Kata kunci: bobot badan akhir, broiler, FCR, pertambahan bobot badan harian, testosteron
ABSTRACT REGINA WULANDARI. Broiler Chickens Performance Treated with Testosterone Hormone Multilevel Dose. Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and ANDRIYANTO. Testosterone is a hormone that has an important role in secondary sex characteristics. Testosterone was known as androgenic and anabolic hormone. This research used testosterone to observe the performance of broiler chickens. Fourty four broiler chickens 15 days old were divided into 4 groups: K (control), T1 (dose 1 mg), T2 (dose 2 mg), and T3 (dose 4 mg). Parameters measured were body weight, feed and water consumption, feed conversion ratio (FCR), and mortality. The results showed that testosterone dose 1 and 4 mg could increase the daily body weight gain significantly (p<0.05) in broiler chickens aged between 15 and 18 days old. Testosterone dose 2 mg could increase the daily body weight gain significantly (p<0.05) in broiler chickens aged between 21 and 24 days old. Final weight, the amount of feed and water consumption, feed conversion ratio (FCR), and mortality of chickens given testosterone did not show any difference compare with control. Keywords: broiler, daily body weight gain, FCR, final weight, testosterone
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI HORMON TESTOSTERON DENGAN DOSIS BERTINGKAT
REGINA WULANDARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Performa Ayam Broiler yang diberi Hormon Testosteron dengan Dosis Bertingkat Nama : Regina Wulandari NIM : B04090168
Disetujui oleh
Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc Pembimbing I
drh Andriyanto, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Performa Ayam Broiler yang Diberi Hormon Testosteron dengan Dosis Bertingkat. Terima kasih penulis ucapkan kepada 1. Ibu Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc dan Bapak drh Andriyanto, MSi selaku pembimbing skripsi, yang telah banyak memberi saran, Ibu Dr drh Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc selaku pembimbing 2. akademik, yang telah banyak memberi saran, 3. Bapak Drs Pudji Achmadi, MSi selaku dosen penguji dalam seminar skripsi, yang telah banyak memberi saran. Bapak drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet selaku moderator dalam seminar skripsi, yang telah banyak memberi saran, 4. Ibu Dr drh Sri Estuningsih, MSi dan Ibu Dr drh Ni Luh Putu Ika Mayasari selaku dosen penguji dalam ujian akhir sarjana, yang telah banyak memberi saran, 5. Seluruh dosen FKH, staf AJMP FKH, staf Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, 6. Bapak, mamak, Richa, Rangga, keluarga bapak (pak de, bu de, Bang Jimmy, Bang Riki, Ari, Ayu, Kak Rina, Kak Rara, Kak Ita, Kak Eka), keluarga mamak (Ibu Neng, Ibu Leni, Om Surya, Ibu Yus, Ibu Yopie, Pak Raswan, Om Tias, Ibu One, Om Tom, Palma, Dea, Alm. Agil, Adit, Ratu, Raja, Joshua, Tinus), pengurus Gereja Katedral Medan, seluruh anggota Lingkungan Kesawan, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, 7. FKH 46, Vinda, Kak Yufi, Santa, Diah, Rini, Rahmat, Ayu, Ihsan, Fifin, Voni, Feni, Latifah, Nathasia, Risnia, Putra, Novri, Ajeng, Basa, Vinsen, Nita, Devi, Wawa, Mella. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Regina Wulandari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ayam Broiler
2
Testosteron
3
Feed Conversion Ratio (FCR)
4
Pertambahan Bobot Badan Harian
4
METODE
4
Alat dan Bahan
4
Lokasi dan Waktu Penelitian
4
Persiapan Kandang
5
Persiapan Hewan
5
Pengukuran Parameter
5
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Testosteron terhadap Bobot Badan Broiler Pengaruh Testosteron terhadap Konsumsi Pakan dan Air Minum Broiler
6 6 10
Pengaruh Testosteron terhadap Feed Conversion Ratio dan Mortalitas Broiler 10 SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1 Rataan bobot badan akhir ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 2 Rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 3 Rataan konsumsi pakan ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 4 Rataan konsumsi pakan dan air minum ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 5 Feed conversion ratio dan mortalitas ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
7 8 9 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Struktur testosteron 2 Rataan konsumsi pakan ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
3 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Anova rataan bobot badan akhir ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 2 Hasil Anova rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 3 Hasil Anova rataan konsumsi pakan ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 4 Hasil Anova rataan konsumsi air minum ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat 5 Hasil Anova feed conversion ratio ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
15 17 19 20 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini dapat dilihat dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1990 penduduk Indonesia 179 juta jiwa. Pada tahun 2000 dan 2010 penduduk Indonesia meningkat menjadi 206 dan 237 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk dalam dekade tersebut 1.49% (BPS 2010). Seyogyanya, peningkatan penduduk juga diikuti dengan peningkatan pemenuhan akan protein hewani. Sumber protein hewani terdiri atas daging, ikan, susu dan produk olahannya, serta telur. Salah satu contoh protein hewani yang disukai masyarakat adalah daging putih yang berasal dari daging ayam. Daging ayam di Indonesia dapat diperoleh dari ayam broiler. Ayam broiler menjadi pilihan karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan waktu pemeliharaan yang relatif pendek. Umumnya, ayam broiler dipotong pada usia 4, 5, atau 6 minggu. Pada usia 5 minggu, bobot ayam broiler dapat mencapai 1.6 kg (Riyanti 2006). Bobot tersebut dapat dicapai melalui berbagai usaha. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberi hormon pemacu pertumbuhan (hormone growth promoters). Hormon merupakan zat kimia yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam sirkulasi dalam jumlah kecil untuk dikirim ke jaringan target sehingga menghasilkan respons fisiologis (Hiller-Sturmhöfel dan Bartke 1998). Hormon terdiri atas dua macam berdasarkan sifatnya yaitu hormon natural dan sintetik. Hormon yang bersifat natural merupakan hormon yang secara alami diproduksi oleh tubuh dan mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis seperti fungsi reproduksi, misalnya 17 β estradiol, progesteron, dan testosteron. Hormon sintetik merupakan hormon yang tidak diproduksi oleh tubuh tetapi mempunyai sifat seperti hormon natural dan ada yang dapat digunakan sebagai hormon pemacu pertumbuhan, misalnya trenbolon asetat (TBA), melengesterol (MGA), diethylstilbestrol (DES), dan zeranol (Barantan 2008). Testosteron merupakan hormon steroid yang penting peranannya dalam karakteristik kelamin sekunder. Selain memiliki efek androgenik, testosteron memiliki efek anabolik terhadap massa otot dan hematopoietik (Bain 2010). Respons terhadap pemberian hormon testosteron berkaitan erat dengan dosis yang diberikan, dan dosis yang dianjurkan sangat bervariasi di antara peneliti dan produsen. Penentuan dosis tersebut sangat dipengaruhi keadaan fisiologis spesies. Variasi di setiap spesies dipengaruhi umur, jenis kelamin, status reproduksi, jenis organ, serta musim (Rudiono 2007). Di Indonesia, batas maksimum residu diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No.: 01–6366-2000 (BSN 2000). Batas maksimum residu testosteron propionat dalam daging adalah 0.006 mg/kg. Residu yang dihasilkan testosteron terkait dengan dosis yang digunakan. Oleh karena itu, pemilihan dosis yang tepat sangat diperlukan. Penelitian ini menggunakan testosteron dengan dosis 1, 2, dan 4 mg per ekor yang diberikan 1 kali dalam 2 hari untuk melihat performa ayam broiler. Parameter yang diukur adalah bobot badan, konsumsi pakan dan air minum, FCR, dan mortalitas setiap 3 hari selama 13 hari.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian hormon testosteron terhadap bobot badan akhir, pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan dan air minum, rasio konversi pakan (feed corversion ratio/FCR), dan mortalitas ayam broiler.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya, dan memberi informasi pengaruh hormon testosteron sebagai hormon pemacu pertumbuhan (hormone growth promoters) terhadap performa ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam unggul yang dihasilkan melalui seleksi, perbaikan mutu genetik, serta perkawinan silang dari ras ayam impor yang tingkat produktivitasnya tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan ayam broiler menghasilkan daging dalam waktu yang relatif singkat. Ayam broiler memiliki jenis kelamin jantan atau betina dan berumur di bawah 6 minggu. Banyak strain ayam broiler yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan kelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Contoh strain ayam broiler adalah Hubbard, Cobb, Ross, Lohman, dan Hybro. Ayam broiler dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani. Ayam broiler umumnya dipotong pada umur sekitar 4–5 minggu dengan bobot badan 1.2–1.9 kg (Suprijatna et al. 2005). Peningkatan bobot badan ini akan tercapai jika ayam mendapatkan pakan yang baik dan seimbang. Pakan yang baik dan seimbang terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, serta mineral dan vitamin. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi utama sedangkan lemak berperan untuk cadangan energi. Protein berfungsi sebagai zat pembangun utama tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan (Irawan 2007, Wahju 1997). Di dalam manajemen pemeliharaan ayam broiler, selain memilih pakan yang baik dan seimbang kita juga harus memilih bibit DOC yang baik. Ada beberapa pedoman yang dapat dilakukan untuk memilih bibit DOC yang baik. Pertama, DOC berasal dari induk yang sehat. Kedua, bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya. Ketiga, tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya. Keempat, DOC memiliki nafsu makan yang baik. Kelima, bobot badan antara 35–40 gram (Kementerian Ristek 2000).
3 Testosteron Hormon steroid memiliki sifat lipofilik. Sifat lipofilik menyebabkan hormon steroid dapat berdifusi secara pasif ke dalam sel target yang memiliki reseptor hormon tersebut. Testosteron mempunyai reseptor yang berlokasi pada membran inti sel. Testosteron merupakan derivat hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor kolesterol, seperti hormon esterogen dan progesteron. Testosteron tergolong hormon steroid yang memiliki efek anabolik dan androgenik. Salah satu target organ testosteron adalah otot. Hormon testosteron yang diproduksi akan disekresikan di dalam darah, terutama dalam protein plasma, untuk menuju targetnya. Efek fisiologisnya yaitu meningkatkan massa otot tanpa lemak. Testosteron akan merangsang pelepasan Growth hormone (GH) dari hipofise anterior. GH akan merangsang pelepasan insulin-like growth factor I (IGF-I) dari hati menuju otot rangka, sehingga mendukung aktivasi sel satelit dalam berproliferasi dan diferensiasi (Hernandez dan Kravitz 2003). Hormon testosteron memiliki struktur kimia 4 struktur rantai yang terdiri atas tiga 6-rantai karbon dan satu 5-rantai karbon (Kersey et al. 2012). Testosteron dibawa ke dalam sirkulasi oleh steroid-binding globulin seperti α globulin. Sebesar 98% testosteron disirkulasikan dalam keadaan terikat dengan α globulin, sisanya bersirkulasi secara bebas. Testosteron secara bebas akan memasuki target ketika enzim di dalam sitoplasma mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (Hafez et al. 2000). Struktur testosteron dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur testosteron (Behre et al. 2010)
Efek testosteron dapat dikategorikan menjadi lima yaitu efek terhadap sistem reproduksi sebelum kelahiran, efek terhadap jaringan tertentu setelah kelahiran, efek lain yang berhubungan dengan reproduksi, efek terhadap karakteristik kelamin sekunder, serta aksi non reproduksi lainnya. Efek terhadap sistem reproduksi sebelum kelahiran adalah maskulinisasi saluran reproduksi dan alat kelamin eksternal (turunnya testis ke dalam skrotum). Efek non reproduksi testosteron yaitu efek anabolik protein (sintesis) dan memacu pertumbuhan tulang. Efek lainnya adalah menurunkan massa lemak dan meningkatkan massa tubuh tanpa lemak. Steroid androgenik anabolik testosterone-like dapat meningkatkan massa otot (Sherwood 2010). Efek anabolik tersebut tergantung dosis dan konsentrasinya. Respons efek anabolik testosteron tidak akan terlihat apabila dosis yang diberikan terlalu rendah. Testosteron memiliki banyak rute pemberian seperti oral, parenteral, implan subkutan, bukal, serta intradermal (Kersey et al. 2012).
4 Feed Conversion Ratio (FCR) Feed conversion ratio didefinisikan sebagai jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram bobot hidup, dengan cara menghitung rasio antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan ayam. Biaya konsumsi merupakan biaya yang penting dalam produksi ayam broiler. Biaya ini sangat berpengaruh terhadap harga day old chick (DOC). Jumlah pakan yang digunakan memengaruhi FCR. Ayam broiler memiliki FCR 1.91. Angka FCR yang kecil berarti jumlah pakan yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Semakin kecil nilai FCR maka akan semakin baik. Variasi setiap negara dalam biaya pakan per kilogram bobot hidup dipengaruhi oleh perbedaan biaya pakan yang digunakan dan efisiensi pengelolaan ayam broiler (Henry dan Rothwell 1995).
Pertambahan Bobot Badan Harian Secara umum ayam broiler memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada jenis lainnya. Bobot rata-rata ayam broiler jantan berumur 7 minggu adalah 2 673.7 g/ekor dan pada ayam broiler betina adalah 2 314.3 g/ekor. Pertambahan bobot badan harian ayam broiler adalah 54.6 g/ekor/hari pada ayam broiler jantan dan 47.3 g/ekor/hari pada ayam broiler betina. Ayam broiler yang diberi pakan dengan kadar protein yang lebih rendah memiliki bobot badan yang lebih rendah, yaitu 1 597.8 g/ekor pada ayam broiler jantan dan 1 931.1 g/ekor pada ayam broiler betina. Dengan pertambahan bobot badan harian ayam broiler adalah 39.4 g/ekor/hari pada ayam broiler jantan dan 32.6 g/ekor/hari pada ayam broiler betina. Hal ini menunjukkan ayam broiler akan tumbuh optimal jika diberi pakan dengan kadar protein yang tinggi (pakan komersial) (Haitook 2006).
METODE Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan 44 ekor ayam broiler berumur satu hari/day old chick (DOC) yang dipelihara sampai dengan umur 14 hari sebelum diberi perlakuan. Bahan lain yang digunakan adalah air, pakan, disinfektan, sekam, vitamin, vaksin Newcastle disease (ND), NaCl 0.9%, serta testosteron. Kandang yang digunakan berupa kandang dengan sistem litter yang beralas sekam padi sebanyak 4 petak. Peralatan lain yang digunakan adalah gelas ukur, syringe 1 mL, timbangan, tempat pakan, dan tempat minum.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan di Kandang Hewan Coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
5
Persiapan Kandang Sebelum pelaksanaan penelitian, kandang ayam terlebih dahulu dibersihkan, diberi kapur, kemudian disemprot dengan disinfektan. Kandang disekat menggunakan tripleks dan karton menjadi 4 bagian. Setiap bagian berukuran m. Lantai kandang dialasi dengan sekam kering. Kandang diberi pencahayaan dan penghangat ruangan dengan 2 buah lampu pijar 15 watt.
Persiapan Hewan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam berumur 1 hari (DOC) dan dipelihara sampai dimulainya penelitian yaitu saat umur 15 hari. Air gula diberikan pada hari pertama untuk mengembalikan keadaan fisik anak ayam setelah perjalanan. Vitamin diberikan saat ayam berumur 1–3 hari. Dosis vitamin yang dilarutkan dengan air adalah 0.5 g per L air. Vaksin ND diberikan saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata. Masa adaptasi dilakukan selama 14 hari. Strain ayam broiler dalam penelitian ini adalah Lohman. Sebanyak 44 ekor ayam broiler dengan bobot badan yang sama dibagi menjadi 4 kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 11 ekor ayam. Hormon testosteron diberikan secara intramuscular (IM) saat ayam broiler berumur 15 hari. Perlakuan yang diberikan adalah K (kelompok ayam yang diberi NaCl 0.9% sebanyak 0.1 mL) dan kelompok ayam yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat, yaitu T1 (dosis 1 mg per ekor yang diberikan sebanyak 0.05 mL), T2 (dosis 2 mg per ekor yang diberikan sebanyak 0.1 mL), dan T3 (dosis 4 mg per ekor yang diberikan sebanyak 0.2 mL). Pemberian hormon testosteron dilakukan setiap 2 hari. Penelitian ini dilakukan selama 13 hari.
Pengukuran Parameter Pakan dan air minum diberikan setiap pagi dan sore. Penimbangan bobot badan, pakan, dan air minum dimulai sejak ayam berumur 15 hari. Setiap 3 hari, ayam penelitian ditimbang bobot badan, sisa pakan, serta sisa air minumnya. Penimbangan dilakukan pada sore hari. Parameter yang diukur adalah bobot badan, konsumsi pakan dan air minum, FCR, dan mortalitas ayam broiler.
Analisis Data Data yang diperoleh yaitu bobot badan akhir, pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, dan air minum dianalisis dengan analysis of variance (Anova) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Testosteron terhadap Bobot Badan Broiler Testosteron merupakan hormon steroid yang memiliki efek anabolik dan androgenik. Salah satu target organ testosteron adalah otot. Efek fisiologisnya yaitu meningkatkan massa otot tanpa lemak. Testosteron akan merangsang pelepasan Growth hormone (GH) dari hipofise anterior. GH akan merangsang pelepasan insulin-like growth factor I (IGF-I) dari hati menuju otot rangka. IGF-I akan mendukung aktivasi sel satelit dalam berproliferasi dan diferensiasi (Hernandez dan Kravitz 2003). Testosteron akan menstimulasi sintesis protein secara langsung. Testosteron beroperasi di inti sel dengan cara berdifusi atau masuk secara pasif ke dalam sel otot. Kemudian testosteron akan berikatan dengan reseptor di membran inti dan akan dibawa ke dalam inti sel. Di dalam inti sel, testosteron akan menstimulasi DNA untuk bertranskripsi menjadi mRNA. Lalu mRNA akan dibawa ke sitoplasma dan bertranslasi menjadi protein baru sehingga meningkatkan ukuran sel (Wilson 2007). Testosteron dibawa ke dalam sirkulasi oleh steroid-binding globulin seperti α globulin. Sebesar 98% testosteron disirkulasikan dalam keadaan terikat dengan α globulin, sisanya bersirkulasi secara bebas. Testosteron secara bebas akan memasuki target ketika enzim di dalam sitoplasma mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (Hafez et al. 2000). Testosteron dalam bentuk dihidrotestosteron ini akan menjadi lebih poten untuk fungsi anaboliknya. Efek anabolik testosteron pada otot tergantung dosis dan konsentrasinya. Testosteron akan menyebabkan serabut otot mengalami hipertrofi dengan meningkatkan jumlah sel satelit (Sinha-Hikim et al. 2003). Sel satelit merupakan sel yang berada di sekitar serabut otot, dan ketika serabut otot mengalami kerusakan, maka sel satelit akan aktif dan berproliferasi. Sel satelit akan memanjang dan menyatu dengan serabut otot. Saat menyatu ini, sel satelit akan memberikan inti selnya ke serabut otot. Sel satelit yang tidak menyatu dengan serabut otot pertumbuhannya akan terhenti (Wilson 2007). Respons efek anabolik testosteron tidak akan terlihat apabila dosis yang diberikan terlalu rendah. Umumnya, penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya efek testosteron terhadap massa dan kekuatan otot dalam jangka pendek. Testosteron dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang. Efek testosteron terhadap tulang ini dihasilkan oleh turunan testosteron. Pemberian testosteron dapat menurunkan massa lemak dan meningkatkan massa tubuh tanpa lemak. Akan tetapi, bobot badan secara keseluruhan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan (Saad et al. 2011). Pertumbuhan ayam tidak berlangsung konstan. Pada awalnya pertumbuhan akan dipercepat, diperlambat, dan kemudian akan stabil dibanding kontrol. Pertumbuhan ini membentuk kurva sigmoid. Anak ayam akan tumbuh dipercepat pada umur 3 minggu pertama, kemudian tumbuh dengan lambat, dan stabil saat mencapai masa tubuh dewasa (Boersma 2001). Hasil pengujian tidak menunjukkan peningkatan bobot badan akhir ayam broiler pada semua kelompok ayam perlakuan (p>0.05). Bobot badan akhir dipengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi pakan yang rendah atau kurangnya pemberian pakan dapat
7 menyebabkan penurunan bobot badan ayam broiler yang diteliti. Kadar protein yang rendah di dalam pakan dapat menyebabkan rendahnya bobot badan ayam broiler. Selain itu, pada umur 15 hari ayam broiler masih dalam masa pertumbuhan. Penurunan bobot badan akhir pada masa tersebut dapat terjadi karena gangguan keseimbangan hormon. Bentuk gangguan yang terjadi adalah hambatan pengeluaran GH dari hipofise karena mekanisme feedback negative akibat pemberian testosteron dari luar (Vestergaard et al. 1995). Pengeluaran GH yang tidak optimal menyebabkan rendahnya bobot badan akhir. Data rataan bobot badan akhir ayam broiler disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan bobot badan akhir ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat Bobot Badan Akhir (g) Umur ayam Testosteron (hari) Kontrol 1 mg 2 mg 4 mg a a a 15 156.4 ± 25.4 150.5 ± 24.7 160.9 ± 25.0 144.5 ± 26.6a a a a 18 221.8 ± 40.7 240.9 ± 34.5 239.1 ± 41.1 240.9 ± 45.5a 21 363.6 ± 74.7a 368.2 ± 63.2a 327.3 ± 67.5a 321.8 ± 68.5a 24 427.7 ± 84.4a 437.7 ± 79.7a 440.5 ± 63.7a 403.6 ± 92.3a 27 624.0 ± 80.4a 624.5 ± 85.5a 630.0 ± 74.4a 603.0 ± 81.1a Keterangan: Superskrip huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Secara umum, bobot badan ayam yang diberi testosteron dengan dosis berbeda pada umur antara 15 dan 27 hari tersebut tidak berbeda dengan kontrol. Sementara itu, pertambahan bobot badan harian ayam diamati setiap hari. Pertambahan bobot badan harian dilakukan selama 13 hari. Pertambahan bobot badan harian adalah rata-rata kecepatan pertambahan bobot badan yang diperoleh dengan cara bobot akhir dikurangi bobot awal kemudian dibagi lama pemeliharaan. Umumnya, pertambahan bobot badan harian dalam kondisi normal adalah 50 gram atau lebih per hari. Pertambahan bobot badan harian ini tidak sama setiap minggu, tergantung umur dan jenis kelamin ayam broiler. Pertambahan bobot badan harian ayam akan meningkat seiring pertambahan umur. Ayam broiler jantan memiliki pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi daripada betina. Hal ini disebabkan kadar testosteron di dalam tubuh ayam jantan lebih tinggi. Akan tetapi, di dalam penelitian ini tidak dibedakan antara ayam jantan dengan betina. Pertambahan bobot badan juga tidak terjadi apabila konsumsi pakan menurun. Selain itu, rendahnya pertambahan bobot badan harian dapat disebabkan rendahnya kualitas amilum di dalam bulir jagung. Jamur (mycotoxin) yang menyerang jagung apabila termakan akan menyerang bakteri di usus ayam. Hal ini akan memicu pengeluaran toksin oleh bakteri sebagai bentuk pertahanan diri dan menimbulkan masalah pencernaan di ayam. Data rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler disajikan pada Tabel 2.
8 Tabel 2 Rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat Pertambahan Bobot Badan Harian (g/ekor/hari) Umur ayam Testosteron (hari) Kontrol 1 mg 2 mg 4 mg 15–18 21.8 ± 7.6c 30.1 ± 3.8ab 26.0 ± 6.8bc 32.1 ± 7.1a 18–21 47.3 ± 13.6a 42.4 ± 10.3a 29.4 ± 9.4b 27.0 ± 8.9b 21–24 21.4 ± 8.7b 23.2 ± 9.7b 37.7 ± 10.4a 27.3 ± 9.4b a a a 24–27 60.7 ± 5.6 62.3 ± 9.4 58.3 ± 12.6 62.7 ± 5.4a Keterangan: Superskrip huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Pertumbuhan ayam broiler pada umur di bawah 4 minggu merupakan pertumbuhan aktif. Pada masa ini, pertumbuhan proporsi karkas terjadi maksimal dan setelahnya akan terjadi pertumbuhan semu. Pada saat pertumbuhan semu, yang sering terjadi adalah deposisi lemak. Testosteron berfungsi sebagai katabolik terhadap lemak (Riyanti 2006). Pada penelitian ini, ayam broiler yang diberi testosteron berumur di bawah 4 minggu agar memacu pertumbuhan aktifnya. Penelitian ini berakhir saat ayam berumur 4 minggu dengan harapan bobot badan yang didapatkan merupakan bobot badan optimal. Bobot badan akhir ayam yang diberi testosteron pada pengamatan awal (umur 15 hari) sampai dengan ayam berumur 27 hari tidak meningkat tetapi jika dihitung pertambahan bobot badan harian ayam, terlihat adanya peningkatan bobot badan harian yang signifikan pada umur-umur tertentu. Pada umur antara 15 dan 18 hari, pemberian testosteron menyebabkan peningkatan bobot badan harian ayam dibandingkan kelompok ayam kontrol dengan dosis 1 dan 4 mg per ekor. Pertambahan bobot badan ayam penelitian paling tinggi terdapat pada dosis 4 mg per ekor. Pada umur antara 18 dan 21 hari, pemberian testosteron menyebabkan penurunan bobot badan harian ayam dibandingkan kelompok ayam kontrol. Penurunan yang signifikan terjadi pada ayam kelompok testosteron 2 dan 4 mg per ekor. Pada umur antara 21 dan 24 hari, pemberian testosteron secara umum menyebabkan peningkatan bobot badan harian ayam dibandingkan kelompok ayam kontrol. Peningkatan yang signifikan terjadi pada kelompok ayam yang menggunakan testosteron dosis 2 mg per ekor. Pada umur antara 24 dan 27 hari, pemberian testosteron tidak menyebabkan peningkatan bobot badan harian ayam yang lebih baik daripada kontrol. Penurunan bobot badan ayam broiler yang diberi testosteron dapat terjadi karena menurunnya jumlah konsumsi pakan. Menurunnya jumlah konsumsi pakan akan menyebabkan penurunan tingkat kecernaan. Hasil pengujian tingkat kecernaan pada ayam kelompok perlakuan tidak berbeda dengan kontrol (p>0.05). Tingkat kecernaan ini dipengaruhi spesies ternak serta komposisi pakan. Dengan menurunnya tingkat kecernaan dapat menurunkan bobot badan ayam. Selain itu, kualitas pakan juga memengaruhi pertambahan bobot badan. Kandungan serat kasar yang tinggi dapat menurunkan tingkat kecernaan karena akan memerlukan waktu dan energi yang tinggi. Jumlah konsumsi pakan disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 2.
9 Tabel 3 Rataan konsumsi pakan ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) Umur ayam Testosteron (hari) Kontrol 1 mg 2 mg 4 mg 15–18 48.4 50.9 49.1 49.8 18–21 76.8 79.8 75.9 75.7 21–24 69.8 71.6 75.0 69.1 24–27 89.2 87.6 91.6 82.1
Pada umur 15–18 hari, konsumsi pakan ayam kelompok kontrol dan testosteron dosis 2 mg per ekor lebih rendah daripada dosis 1 dan 4 mg per ekor. Rendahnya konsumsi pakan berdampak pada rendahnya bobot badan harian ayam. Pada umur 21–24 hari, konsumsi pakan ayam kelompok testosteron 2 mg per ekor paling tinggi daripada kelompok lainnya. Tingkat konsumsi tergantung pada palatabilitas bahan pakan. Palatabilitas yang tinggi dapat diperoleh dari campuran bahan-bahan yang memiliki palatabilitas rendah dengan bahan-bahan yang memiliki palatabilitas tinggi. Ayam broiler lebih menyukai pakan dengan kadar lemak yang tinggi karena memiliki aroma yang lebih baik. Pengaturan selera makan terdapat di hipotalamus bagian lateral dan pusat kenyang. Rangsangan pada pusat makan akan menimbulkan perilaku makan. Rangsangan pada pusat kenyang akan menyebabkan ayam berhenti makan. Apabila jumlah konsumsi ayam rendah karena berbagai faktor seperti kurangnya asupan pakan atau adanya gangguan atau penyakit, maka ayam akan melakukan kompensasi pertumbuhan pada masa selanjutnya. Konsumsi pakan yang rendah pada saat ayam berumur 21–24 hari kemudian diimbangi dengan pemenuhan pakan yang lebih tinggi pada saat ayam berumur 24–27 hari. Hal ini sesuai pernyataan Abed et al. (2011) tentang kompensasi pertumbuhan di ayam broiler.
Gambar 2 Rataan konsumsi pakan ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat. Kontrol = NaCl 0.9% 0.1 mL per ekor, T1 = testosteron 1 mg per ekor, T2 = testosteron 2 mg per ekor, T3 = testosteron 4 mg per ekor.
10 Pengaruh Testosteron terhadap Konsumsi Pakan dan Air Minum Broiler Kondisi lingkungan kandang adalah salah satu faktor yang menentukan kenyamanan ayam dalam kesehariannya. Temperatur dan kelembapan lingkungan ini berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan. Tingginya temperatur dan kelembapan adalah salah satu permasalahan yang dihadapi di daerah tropis. Efisiensi pakan dan optimalisasi lingkungan akan sulit dicapai apabila ayam broiler dipelihara di daerah dengan temperatur dan kelembapan yang tinggi (Alimuddin et al. 2011). Dalam penelitian yang dilakukan, kandang ayam diberi lampu pijar yang dapat menghangatkan kandang. Kandang juga memiliki ventilasi yang baik. Testosteron yang diberikan tidak memiliki pengaruh terhadap konsumsi pakan dan air minum. Hal tersebut ditunjukkan melalui hasil Anova yang dilakukan. Data jumlah konsumsi pakan dan air minum ayam disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan konsumsi pakan dan air minum ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat Testosteron Parameter Kontrol 1 mg 2 mg 4 mg Konsumsi pakan 71.6 ± 24.4a 72.7 ± 22.6a 74.0 ± 24.6a 70.2 ± 21.9a (g/ekor/hari) Konsumsi air minum 14.6 ± 7.0a 14.2 ± 4.8a 13.9 ± 6.3a 12.8 ± 5.1a (mL/ekor/hari) Keterangan: Superskrip huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Konsumsi pakan dan air minum ayam broiler yang diberi testosteron tidak mengalami peningkatan secara berbeda nyata. Menurut Kementerian Ristek (2000), jumlah pakan ayam pada umur antara 1 dan 7 hari adalah 17 gram per ekor per hari. Pada umur antara 8 dan 14 hari adalah 43 gram per ekor per hari. Pada umur antara 15 dan 21 hari adalah 66 gram per ekor per hari. Pada umur antara 22 dan 28 hari adalah 91 gram per ekor per hari. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis hewan, jenis pakan, serta keadaan lingkungan pemeliharaan.
Pengaruh Testosteron terhadap Feed Conversion Ratio dan Mortalitas Broiler Feed conversion ratio ayam broiler kontrol dan perlakuan di dalam penelitian tidak meningkat secara berbeda nyata. Beberapa hal yang memengaruhi FCR yaitu kualitas bibit day old chick (DOC), kualitas nutrisi (air, pakan), kualitas manajemen pemeliharaan, dan kualitas kandang. Nilai FCR yang semakin kecil berarti efisiensi pakan semakin baik (Winarno 2012).
11 Penghitungan FCR digunakan untuk memperbaiki efisiensi dari suatu pakan dengan merasiokannya secara matematis. Dengan memperbaiki nilai FCR, akan berefek terhadap emisi lingkungan dan dapat menurunkan dampak buruk dari hewan produksi terhadap lingkungan. Produksi amonia yang dihasilkan hewan produksi di dunia saat ini cukup tinggi. Penurunan emisi lingkungan dapat terjadi melalui perbaikan terhadap efisiensi pakan yang akan menurunkan jumlah manur. Menurunnya jumlah manur akan mengurangi amonia dan gas rumah kaca (N2O, CO2 dan CH4). Maka, dalam perbaikan efisiensi pakan, selain meningkatkan keuntungan usaha perunggasan karena menurunnya biaya produksi, peternak juga dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan (Willems et al. 2013). Kadar protein untuk pakan masa finisher pada ayam broiler adalah 18% dalam Standar Nasional Indonesia No.: 01-3931-2006 (BSN 2006). Kadar protein pakan di dalam penelitian adalah 17.54%. Rendahnya kadar protein dapat menurunkan pertambahan bobot badan harian. Pakan dengan kadar protein yang rendah juga dapat menurunkan rasio konversi pakan dan tingkat pertumbuhan (Bregendahl et al. 2002). Mortalitas atau tingkat kematian di ayam broiler adalah sekitar 4%. Kematian ayam broiler pada masa starter lebih tinggi dibanding masa finisher (Lacy dan Vest 2000). Day old chick yang bertubuh kecil tidak mampu bertahan hidup karena tidak mampu bersaing dengan DOC yang bertubuh lebih besar. Data FCR dan mortalitas ayam broiler disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Feed conversion ratio dan mortalitas ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat Testosteron Parameter Kontrol 1 mg 2 mg 4 mg a a a FCR 1.9 ± 0.2 1.8 ± 0.2 2.0 ± 0.3 1.9 ± 0.3a Mortalitas (%) 9.1 0 9.1 9.1 Keterangan: Superskrip huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Pada parameter FCR yang diamati, pemberian testosteron tidak meningkatkan FCR ayam broiler kelompok testosteron dibanding kelompok kontrol. Feed conversion ratio pada ayam broiler adalah antara 1.9–2.0. Angka FCR yang kecil berarti jumlah pakan yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram bobot hidup semakin sedikit. Semakin kecil nilai FCR maka akan semakin baik (Henry dan Rothwell 1995). Mortalitas yang cukup tinggi terjadi pada ayam broiler kelompok kontrol, testosteron 2 mg per ekor, dan testosteron 4 mg per ekor. Sebanyak 1 ekor ayam broiler mewakili mortalitas senilai 9.1% di dalam penelitian. Dalam penelitian ini, testosteron tidak memiliki pengaruh terhadap mortalitas ayam. Ayam yang mengalami kematian memiliki ukuran dan bobot badan yang rendah pada saat pengamatan. Umumnya, ayam mengalami kematian karena adanya serangan virus Newcastle disease (ND) yang merupakan penyakit endemik di Indonesia. Oleh karena itu, vaksin ND perlu diberikan. Newcastle disease merupakan penyakit yang menyerang ayam dengan gejala yang ditimbulkan ayam sulit bernafas,
12 batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, sayap terkulai, feses encer kehijauan, tortikolis (leher memutar), dan lumpuh. Penyakit ini disebut juga tetelo. Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai usaha pengendalian ND selain dengan pemberian vaksin ND adalah menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan kandang, memisahkan ayam yang sehat dan sakit, serta meminimalisir masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan di dalam kandang. Kebersihan lingkungan juga dapat dijaga dengan membakar bangkai ayam yang diduga terjangkit ND (Kementerian Ristek 2000). Pemberian testosteron sebanyak 1 kali setiap 2 hari pada ayam broiler dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian ayam berumur 15–18 hari dan 21– 24 hari. Pada umur 15–18 hari, pertambahan bobot badan harian ayam mengalami peningkatan dengan pemberian testosteron dosis 1 dan 4 mg per ekor. Pada umur 21–24 hari, pertambahan bobot badan harian ayam mengalami peningkatan dengan pemberian testosteron dosis 2 mg per ekor. Bobot badan akhir, konsumsi pakan dan air minum, FCR, dan mortalitas ayam broiler tidak mengalami peningkatan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian testosteron dosis tertentu dapat meningkatkan bobot badan harian ayam broiler. Bobot badan harian ayam broiler berumur antara 15 dan 18 hari meningkat dengan dosis 1 dan 4 mg per ekor. Bobot badan harian ayam broiler berumur antara 21 dan 24 hari meningkat secara signifikan dengan dosis 2 mg per ekor. Bobot badan akhir, konsumsi pakan dan air minum, FCR, maupun mortalitas ayam broiler tidak meningkat.
Saran Saran yang dapat diberikan adalah diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hormon testosteron dengan dosis yang lebih bervariasi. Pengamatan komposisi pakan diperlukan sebagai salah satu faktor dalam meningkatkan palatabilitas ayam broiler terhadap pakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abed F, Karimi A, Sadeghi GH, Shivazad M, Dashti S, Sadeghi-Sefidmazgi A. 2011. Do broiler chicks possess enough growth potential to compensate long-term feed and water depravation during the neonatal period?. South African J of Anim Sci. 41(1):33–39. Alimuddin, Seminar KB, Subrata IDM, Sumiati, Nomura N. 2011. A supervisory control system for temperature and humidity in a closed house model for broilers. IJECS-IJENS. 11(6):33–41.
13 Bain J. 2010. Testosterone and the aging male: to treat or not to treat?. Maturitas. 66(2010):16–22. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2008. Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan Segar Asal Hewan. Jakarta: BKP. Behre HM, Wang C, Handelsman DJ, Nieschlag E. 2010. Pharmacology of testosterone preparations [internet]. [diunduh 2013 Juni 26]. Tersedia dari: http://www.anabolicsteroidcalculator.com/resources/articles/ebooks/testoste rone_ads/chapter14.pdf. Boersma S. 2001. Managing rapid growth rate in broilers. World Poultry. 17(8):20-21. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 [internet]. [diunduh 2013 Mei 10]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel= & daftar=1&id_subyek=12¬ab=1. Bregendahl K, Sell JL, Zimmerman DR. 2002. Effect of low-protein diets on growth performance and body composition of broiler chicks. Poultry Sci. 81:1156–1167. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan [internet]. [diunduh 2012 Oktober 8]. Tersedia dari: http:// pphp.deptan.go.id. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) [internet]. [diunduh 2013 Juli 14]. Tersedia dari: http:// pphp.deptan.go.id. Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Reproduction in Farm Animals. Edisi ke-7. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins. Haitook T. 2006. Study on chicken meat production for small-scale farmers in Northeast Thailand. J of Agriculture and Rural Development in the Tropics and Subtropics. Supplement 2006(87):1-178. Henry R, Rothwell G. 1995. The World Poultry Industry. Washington (US): Library of Congress Cataloging. Hernandez RJ, Kravitz L. 2003. The mystery of skeletal muscle hypertrophy. ACSM’s Health Fitness J. 7:18–22. Hiller-Sturmhöfel S, Bartke A. 1998. The endocrine system. Alcohol Health & Research World. 22(3):153–164. Irawan MA. 2007. Karbohidrat. PSSPLab. 1(3):1–4. [Kementerian Ristek] Kementerian Negara Riset dan Teknologi. 2000. Budidaya ayam ras pedaging [internet]. [diunduh 2013 Juli 13]. Tersedia dari: http://www.warintek.ristek.go.id/peternakan/budidaya/ayam_pedaging.pdf Kersey RD, Elliot DL, Goldberg L, Kanayama G, Leone JE, Pavlovich M, Pope HG. 2012. National Athletic Trainers’ Association position statement: anabolic-androgenic steroids. J of Athletic Training. 47(5):567–588. doi: 10.4085/1062-6050-47.5.08. Lacy M, Vest LR. 2000. Improving Feed Conversion in Broiler: A Guide for Growers. New York (US): Springer Sci and Business Media. Riyanti. 2006. Performans karkas broiler pada umur pemotongan yang berbeda. J of Anim Prod. 8(3):211–215. Rudiono D. 2007. Pengaruh hormon testosteron dan umur terhadap perkembangan otot pada kambing kacang betina. J of Anim Prod. 9(2):59–66.
14 Saad F, Aversa A, Isidori AM, Zafalon L, Zitzmann M, Gooren L. 2011. Onset of effects of testosterone treatment and time span until maximum effects are achieved. Eur J Endocrinol. 165(5):675–685. doi: 10.1530/EJE-11-0221. Sherwood L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi ke-7. Belmont (US): Brooks/Cole. Sinha-Hikim I, Roth SM, Lee MI, Bhasin S. 2003. Testosterone-induced muscle hypertrophy is associated with an increase in satellite cell number in healthy, young men. Am J Physiol Endocrinol Metab. 285:E197–E205. doi: 10.1152/ajpendo.00370.2002. Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Depok (ID): Penebar Swadaya. Vestergaard M, Purup S, Henckel P, Tonner E, Flint DJ, Jensen LR, Sejrsen K. 1995. Effects of growth hormone and ovariectomy on performance, serum hormones, insulin-like growth factor-binding proteins, and muscle fiber properties of prepubertal Friesian heifers. J Anim Sci. 73:3574–3584. Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisis Unggas. Cetakan ke IV. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University. Willems OW, Miller SP, Wood BJ. 2013. Aspects of selection for feed efficiency in meat producing poultry. World's Poultry Sci J. 69(1):77–88. doi: 10.1017/ S004393391300007X. Wilson J. 2007. Testosterone as a mediator of muscle tissue growth. J of Hyperplasia Research. 7: http://www.abcbodybuilding.com/testosterone.pdf. Winarno. 2012. Tips memperbaiki FCR pada broiler [internet]. [diunduh 2013 Mei 10]. Tersedia dari: http://arboge.com/wp-content/uploads/2012/12/ TIPS-MEMPERBAIKI-FCR-PADA-BROILER.pdf.
15 Lampiran 1 Hasil Anova rataan bobot badan akhir ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
H1 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
4
9
142.22
1
11
150.45
0
10
160.00
2
10
165.00
Sig.
.054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
H4 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
0
10
226.00
4
9
238.89
1
11
240.91
2
10
247.00
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.247
16 H7 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
4
9
317.78
2
10
339.00
1
11
368.18
0
10
376.00
Sig.
.059
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
H10 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
4
9
398.89
1
11
437.73
0
10
442.00
2
10
455.00
Sig.
.111
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
H13 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
4
9
590.0000
0
10
624.0000
1
11
624.5455
2
10
630.0000
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.312
17 Lampiran 2 Hasil Anova rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
d1 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
3
0
10 2.199999E1
2
10 2.733334E1 2.733334E1
1
11
3.015153E1 3.015153E1
4
10
3.333333E1
Sig.
.054
.300
.242
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
d2 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
4
10
2.766667E1
2
10
3.066669E1
1
11
4.242425E1
0
10
5.000000E1
Sig.
.492
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.088
18 d3 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
0
10
2.200001E1
1
11
2.318183E1
4
10
2.833334E1
2
10
3.866666E1
Sig.
.168
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
d4 Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
10
58.333340
0
10
60.666670
1
11
62.272736
4
10
62.666660
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.317
19 Lampiran 3 Hasil Anova rataan konsumsi pakan ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
Pakan Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1
4
13
70.251748
0
13
71.587413
1
13
72.692308
2
13
73.986014
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.716
20 Lampiran 4 Hasil Anova rataan konsumsi air minum ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat
Minum Duncan Dosis
Subset for alpha = 0.05
N
1 4
13
139.377622
2
13
148.741259
0
13
154.335664
1
13
156.503497
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.501
21 Lampiran 5 Hasil Anova feed conversion ratio ayam broiler yang diberi testosteron dengan dosis bertingkat FCR Duncan Subset for alpha = 0.05 Dosis
N
1
1
2
1.864379
4
2
1.923076
0
2
1.924840
2
2
2.005083
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.624
22
RIWAYAT HIDUP Regina Wulandari dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 31 Oktober 1991 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Michael Kho Sin Hin dan Ibu Maria Dewi. Penulis merupakan adik dari Richa Giacinta serta kakak dari Rangga Aditya. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Medan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakutas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis merupakan anggota di organisasi keagamaan Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KeMaKI). Selama menjadi mahasiswa di FKH IPB, penulis merupakan anggota di Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwaliar, Sorcherry Riding Club (SRC), serta Gita Klinika (GK).