Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level Arif Rahman Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
[email protected] Ceria Farela Mada Tantrika Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
[email protected] Angga Akbar Fanani Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Material Requirement Planning (MRP) merupakan metode pengendalian persediaan material melalui perencanaan kebutuhan material berdasarkan dependent demand sesuai Master Production Schedule (MPS). Dalam MRP konvensional yang mempergunakan pendekatan time bucket system, saat replenishment ditentukan pada tahap offsetting secara diskrit. Time bucket system dalam MRP konvensional dengan lead time yang lama menyebabkan lot size cukup besar dan tidak bisa overlap antara pengadaan dan penggunaan. Dalam sistem continuous flowshop, pengadaan material dari proses sebelumnya dapat overlap dengan penggunaan material pada proses berikutnya. Continuous Material Requirement Planning (CMRP) mempergunakan pendekatan bucketless system, sehingga memungkinkan overlap antara pengadaan dengan penggunaan material. Dalam sistem produksi di mana fasilitas produksinya mempunyai laju produksi level atau konstan akan mempunyai variasi lead time yang berbanding lurus dengan lot size produksinya. Penentuan lot size dalam CMRP mempergunakan lot for lot (L4L) dan terkadang terjadi overlap kebutuhan material, sehingga lead time akan semakin panjang dan waktu replenishment dimajukan lebih awal. Perencanaan waktu replenishment pada pendekatan CMRP dengan bucketless system dan L4L dilakukan dengan backward scheduling. Kata kunci— Backward scheduling, Bucketless system, Continuous Material Requirement Laju produksi level, Planning, Perencanaan waktu replenishment, Sistem continuous flowshop, Variasi lead time.
I. PENDAHULUAN Persediaan adalah stok nyata, terukur dan terhitung dari material yang disimpan perusahaan selama periode tertentu, dengan tujuan selanjutnya untuk dijual, digunakan atau ditransformasi menjadi lebih bernilai. Pengendalian persediaan adalah aktivitas untuk merencanakan dan mengendalikan tingkat stok (stock level) serta menentukan waktu pengadaan (replenishment) dan kuantitasnya (lot size) dari persediaan material yang disimpan sebelum dipergunakan, diproses atau
dijual. Perencanaan waktu replenishment termasuk sebagai bagian dalam aktivitas pengendalian persediaan. Secara garis besar, metode pengendalian persediaan dibedakan menjadi dua, yaitu pengendalian persediaan material independent demand dan pengendalian persediaan material dependent demand. Material Requirement Planning (MRP) adalah salah satu metode pengendalian persediaan material dependent demand, karena berdasarkan perencanaan
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-1
Rahman, Tantrika, Fanani
2(c) dan 2(d) menunjukkan waktu proses dari prior process. Q
LATER PROCESS
kebutuhan material sesuai dengan Master Production Schedule (MPS). Gambar 1 mengilustrasikan sistem continuous flowshop. Dalam sistem continuous flowshop, proses produksi mengalir secara kontinyu, bukan intermittent. Keberadaan persediaan material antar proses berfungsi sebagai buffer untuk menjaga (decouple) keselarasan dan keberlanjutan proses berikutnya.
Consumption
t
Q tp
Inventory Replenishment
Offsetting
(a)
Demand Fulfillment
tp
LT
(b)
t
Exploding
(c)
Offsetting
Q tp
t
tp
LT
(d)
t
Q INVENTORY
Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa pengadaan (replenishment) untuk persediaan material diperoleh dari proses pendahulu (prior process) yang nantinya akan digunakan (consumption) proses berikutnya (later process). Sedangkan hasil dari proses berikutnya adalah memenuhi demand. Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana MRP mengendalikan persediaan. MRP konvensional dengan pendekatan time bucket system, menggunakan lead time yang tetap. Lead time tidak tergantung pada lot size yang diproses, namun harus dipastikan bahwa proses sebanyak lot size membutuhkan waktu lebih dari lead time dengan mempergunakan Capacity Requirement Planning (CRP). Waktu proses untuk menyelesaikan lot size bisa lebih cepat atau sama dengan lead time. Pada Gambar 2(a) menunjukkan output dari later process, dan Gambar 2(b) menunjukkan konsumsi material untuk later process. Terdapat selisih waktu antara Gambar 2(a) dan 2(b) yang menunjukkan waktu prosesnya dari material pertama masuk ke later process hingga keluar produk pertama, atau dari material terakhir masuk ke later process hingga keluar produk terakhir. Pada Gambar 2(a) terlihat bahwa jumlah produk adalah tetap sejak produk terakhir keluar dari later process hingga lead time berakhir dan produk dikirimkan, karena waktu proses sebanyak lot size lebih cepat daripada lead time. Pada Gambar 2(c) menunjukkan output dari prior process untuk replenishment persediaan material, dan Gambar 2(d) menunjukkan penggunaan inputnya. Seperti halnya hubungan Gambar 2(a) dan 2(b), selisih antara Gambar
PRIOR PROCESS
Q
Gambar 1 Sistem Continuous Flowshop
(e)
t
Gambar 2 Pengendalian Persediaan dalam MRP (a) Output Later Proces (b) Input Later Process (c) Output Prior Process (d) Input Prior Process (e) Tingkat Stok dari Inventory Gambar 2(e) menunjukkan tingkat stok pada persediaan material yang besarnya diperoleh dari replenishment dari prior process dikurangi konsumsi untuk later process. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa tidak akan pernah terjadi overlap antara replenishment dan consumption di pengendalian persediaan. Tingkat persediaan terus meningkat dengan replenishment tanpa consumption hingga sebanyak lot size (jika tanpa safety stock) sepanjang lead time dari prior process. Selanjutnya tingkat persediaan menurun karena consumption tanpa replenishment hingga habis (jika tanpa safety stock) sepanjang lead time dari later process.
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-2
Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level
Dalam sistem continuous flowshop, memungkinkan terjadi overlap antara consumption untuk later process dengan replenishment dari prior process. Penerapan Continuous Material Requirement Planning (CMRP) dapat membantu perencanaan waktu replenishment yang memungkinkan overlapping dan akan menekan tingkat stok di inventory. II. KERANGKA TEORITIS A. Pengendalian Persediaan Konvensional Pengendalian persediaan merupakan aktivitas untuk merencanakan dan mengendalikan tingkat stok persediaan material, serta menentukan waktu dan ukuran replenishment dari persediaan tersebut. Terdapat 2 metode yang dipergunakan, yaitu pengendalian persediaan material dependent demand dan pengendalian persediaan material independent demand. Material Requirement Planning (MRP) termasuk metode pengendalian persediaan dependent demand, dan Economic Production Quantity (EPQ) termasuk metode pengendalian persediaan independent demand. A.1. Material Requirement Planning Material Requirement Planning (MRP) adalah metode pengendalian persediaan dari material yang dependent demand melalui perencanaan kebutuhan material berdasarkan Master Production Schedule (MPS), dan struktur hirarki produknya (Bill of Material, BOM). Mabert (2007) menyampaikan bahwa meskipun Orlicky menginisiasi MRP sejak 1961, dan mempresentasikannya dalam 13th International APICS Conference pada tahun 1970, namun Orlicky baru mempublikasikan melalui bukunya (Orlicky, 1975). Mabert (2007) juga menyatakan bahwa MRP dikembangkan bersama antara Orlicky, Wight dan Plossl sejak pertemuan mereka dalam APICS conference di tahun 1966. Davis (1977) membuat daftar beberapa penelitian MRP pada tahun 1970an. Plossl (1995) merangkai hasil kerjasama mereka mengenai sistem MRP. Mempergunakan data-data MPS, inventory master file (termasuk On-Hand Inventory dan Schedule Receipt), serta BOM, MRP menyusun perencanaan kebutuhan material untuk pengendalian persediaan melalui langkah-langkah Netting, Lotting (Lot Sizing), Offsetting dan Exploding. Langkah-langkah MRP ditunjukkan pada Gambar 3 dengan tanda lingkaran bernomer. Lingkaran 1
menunjukkan langkah netting, lingkaran 2 menunjukkan langkah lotting, lingkaran 3 menunjukkan langkah offsetting, dan lingkaran 4 menunjukkan langkah exploding. Item :___________ Level : ___ Code : ______Lot : ___ LT : ___ Gross Requirement (GR) Scheduled Receipt (SR) On-Hand Inventory (OI) Net Requirement (NR) Planned Order Receipt (PORec) Planned Order Release (PORel)
Time Bucket = 0 1 2
Item :___________ Level : ___ Code : ______Lot : ___ LT : ___ Gross Requirement (GR) Scheduled Receipt (SR) On-Hand Inventory (OI)
Time Bucket = 0 1 2
...
N
...
N
1 2 3
4
Gambar 3 Langkah-langkah MRP
Netting adalah menghitung kebutuhan bersih (net requirement) dengan berdasarkan kebutuhan bruto (gross requirement) dikurangi dengan persediaan (on-hand inventory) dan penerimaan yang telah dijadwalkan sebelumnya (scheduled receipt). Lotting atau lot sizing adalah menentukan lot pengadaan (planned order receipt) dengan mempertimbangkan efisiensi atas trade off pada frekuensi pemesanan dan tingkat persediaan. Offsetting adalah memastikan lot pengadaan pada saat pengadaan (planned order release) berdasarkan lead time pengadaannya. Exploding adalah menentukan kebutuhan bruto (gross requirement) untuk komponen penyusunnya (child level) sesuai struktur produk (bill of material) dan rencana pemesanan order (planned order release) dari induk (parent level). Metode penentuan lot size telah banyak dikembangkan. Metode-metode tersebut adalah Lot For Lot, Fixed Order Quantity, Economic Order Quantity (Harris, 1913), Fixed Period atau Periods of Supply, Period Order Quantity (Orlicky, 1975), Minimum Cost per Period atau Least Period Cost (Silver & Meal, 1973), Least Unit Cost (Orlicky, 1975), Least Total Cost (Gorham, 1968), Economic Order Period, Part Period Simplified atau Part Period Balancing (DeMatteis, 1968), Wagner & Whitin (Wagner & Whitin, 1958), McLaren’s Order Moment (McLaren, 1977) Groff’s Algorithm (Groff, 1979), Freeland & Colley Algorithm (Freeland & Colley, 1982), Maximum Part-Period Gain (Karni, 1981).
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-3
Rahman, Tantrika, Fanani
Material Requirement Planning memakai pendekatan time bucket system. Besaran lead time adalah kelipatan bilangan bulat dari ukuran time bucket-nya. Misalnya jika time bucket-nya dalam dua harian, maka besaran lead time adalah 2 hari, atau 4 hari, atau kelipatan 2 hari berikutnya, dan tidak mungkin lead time 3 hari, atau bukan kelipatan 2 hari lainnya. Lead time ditetapkan konstan dan tidak terpengaruh besaran lot size, namun tetap dapat memberikan fleksibilitas dan mengantisipasi gangguan di lantai produksi (Fogarty et.al., 1991). Meskipun lot size telah terselesaikan sebelum lead time, material tetap tinggal dan tidak dipindahkan. Narasimhan et.al. (1995) menyatakan bahwa biasanya material (jika ditinjau per satuan unit atau bagian terkecil dari lot size) membutuhkan waktu proses (termasuk setup time dan run time) relatif singkat sekitar 10-20% dari lead time, namun material tersebut tetap tinggal selama lead time, sehingga waktu terbesar atau sekitar 8090% dari lead time dipergunakan material tersebut untuk aktivitas tidak bernilai tambah (termasuk diperiksa, dipindahkan, handling, menunggu sebelum diproses dan menunggu sebelum dipindahkan). A.2. Economic Production Quantity Economic Production Quantity (EPQ) atau Economic Manufacturing Quantity (EMQ) termasuk metode penentuan besaran lot size dan waktu replenishment. EPQ dikembangkan oleh Taft (1918). EPQ merupakan pengembangan dari Economic Order Quantity (EOQ) yang dibuat oleh Harris (1913). Jika pada EOQ mempergunakan asumsi bahwa replenishment datang serentak atau instan, sebaliknya pada EPQ replenishment datang secara bertahap sesuai laju produksinya (Bedworth & Bailey, 1987). Gambar 4 mengilustrasikan pengendalian persediaan mempergunakan EPQ. EPQ mempunyai asumsi bahwa laju replenishment (RR) lebih besar daripada laju consumption (RC). Pada Gambar 4(a), ditunjukkan bahwa nilai EPQ adalah menggantikan EOQ, yaitu replenishment EPQ telah datang keseluruhan di saat replenishment EOQ, sehingga mulainya replenishment EPQ dimulai saat stok minimum (belum mempertimbangkan safety stock) sebagai reorder point. Nilai stok minimum (QL) ditunjukkan pada persamaan (1), dengan lot size sebesar QR. Pada Gambar 4(b), ditunjukkan replenishment EPQ dimulai saat
stok sudah habis (belum mempertimbangkan safety stock). Stok maksimum di Gambar 4(b) lebih rendah daripada Gambar 4(a). Nilai stok maksimum (QU) ditunjukkan pada persamaan (2). Q
-RC QR
RR
QL
LT
t
(a)
Q QU RR QR LT
-RC
(b)
t
Gambar 4 Pengendalian Persediaan dengan EPQ (a) Dengan Stok Minimum QL (b) Tanpa Stok Minimum QL R (1) QL QR C RR R QU QR 1 C RR
(2)
di mana : QL : Stok minimum (unit) QU : Stok maksimum (unit) QR : Lot size atau ukuran replenishment (unit) RR : Laju replenishment (unit/jam) RC : Laju consumption (unit/jam) Pada saat laju replenishment dari prior t process lebih besar daripada laju consumption di later process, maka EPQ memungkinkan dipergunakan untuk merencanakan replenishment. Namun di lantai produksi tidak selalu terjadi demikian. Dapat terjadi laju replenishment dari prior process lebih kecil daripada laju consumption di later process, sehingga replenishment harus direncanakan lebih awal. B. Pengendalian Persediaan Menerapkan Continuous Material Requirement Planning Material Requirement Planning (MRP) konvensional menggunakan pendekatan timephased planning, karena merencanakan kebutuhan materialnya dengan lead time yang tetap dan tidak dipengaruhi dengan besaran lot size dari replenishment-nya. Lead time merupakan kelipatan dari time bucket yang dipergunakan. Time bucket system dalam MRP
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-4
Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level
konvensional membagi waktu secara diskrit dalam time bucket. Replenishment pada MRP konvensional menggunakan waktu diskrit dengan offseting sejumlah time bucket sesuai lead time-nya. Sadeghian (2010) menyatakan meskipun MRP konvensional atau yang disebut Discrete Material Requirement Planning (DMRP) dapat diterapkan untuk replenishment dan consumption kontinyu, namun kurang mampu diterapkan untuk sistem produksi continuous flowshop. Beberapa faktor dapat menjadi alasan CMRP lebih diprioritaskan dibandingkan DMRP menurut Sadeghian (2011), antara lain : a. DMRP tidak dapat diaplikasikan di industri kimia, gas, minyak dan industri produksi kontinyu lainnya. b. Menentukan time bucket yang tepat dalam DMRP cukup sulit. Time bucket yang singkat menyebabkan banyaknya kolom yang mewakili time bucket semakin banyak, sebaliknya time bucket yang lama menyebabkan lead time terkendala overlap (material tetap di prior process hingga lead time, baru terkirimkan ke later process). CMRP tidak harus menentukan time bucket, karena menggunakan waktu kontinyu. Selain itu dalam CMRP juga memungkinkan overlap antara replenishment dari prior process dengan consumption di later process. c. Parameter kebutuhan bruto (gross requirement, GR), penerimaan yang terjadwal (scheduled receipt, SR), dan persediaan (on-hand inventory, OI) dalam DMRP ditentukan dalam format diskrit. Sedangkan dalam CMRP, parameterparameter tersebut ditentukan menggunakan fungsi kontinyu semisal fungsi regresi, interpolasi, ekstrapolasi atau fungsi lainnya. d. Pada DMRP, replenishment dan consumption terjadwal dalam time bucket, tanpa diketahui apakah di awal atau akhir periode dalam time bucket tersebut. CMRP dapat segera diketahui saat rinci dari replenishment dan consumption-nya. Pengendalian persediaan material menerapkan pendekatan CMRP dilakukan dengan mempergunakan parameter-parameter kebutuhan bruto (gross requirement, GR), penerimaan yang terjadwal (scheduled receipt, SR), dan persediaan (on-hand inventory, OI) pada saat awal (t=0), selanjutnya dipergunakan
untuk mengendalikan persediaan (on-hand inventory, OI), kebutuhan bersih (net requirement, NR), dan replenishment yang direncanakan (planned order receipt, PORec). Sadeghian (2011) menunjukkan langkahlangkah pengendalian persediaan tersebut seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5. Kebutuhan Bruto GR(t) Hitung Kebutuhan Bersih NR(t)
Hitung Persediaan OI(t)
Penerimaan Terjadwal SR(t)
Hitung Replenishment PORec(t)
Persediaan Awal OI(0)
Gambar 5 Langkah-langkah Pendekatan CMRP
Sadeghian (2010 & 2011) membuat formulasi untuk mengestimasikan nilai-nilai parameter tersebut pada saat ke-t. Cara menghitung persediaan saat ke-t ditunjukkan persamaan (3). Selanjutnya, cara menghitung kebutuhan bersih saat ke-t ditunjukkan persamaan (4). Dan replenishment saat ke-t dihitung menggunakan persamaan (5). t
t
t0
t0
OI (t ) OI (t 0 ) SR(t )dt GR(t )dt
(3)
NR(t ) GR(t ) OI (t ) SR(t )
(4)
PORec (t ) NR(t LT )
(5)
di mana : OI(t) : Tingkat persediaan saat ke-t GR(t) : Kebutuhan bruto saat ke-t SR(t) : Penerimaan terjadwal saat ke-t NR(t) : Kebutuhan bersih saat ke-t OI(t) : Tingkat persediaan saat ke-t PORec(t) : Replenishment saat ke-t t : indikator waktu atau saat ke-t LT : Lead Time Implementasi dari CMRP yang dijelaskan Sadeghian (2011) mempersyaratkan GR(t) dan SR(t) diketahui kontinyu dan merupakan fungsi dari waktu t. Namun kurang ada penjelasan apabila GR(t) maupun SR(t) adalah diskrit terhadap waktu t. Produk akhir, yang menjadi item dalam struktur hirarki produk berada pada level 0, biasanya dikirim serentak sebesar demand-nya. Demand dari produk akhir menjadi GR(t) atau kebutuhan brutonya sebagai item level 0. GR(t) tersebut berada pada saat due date dan bersifat diskrit terhadap waktu t. Berbeda dengan
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-5
Rahman, Tantrika, Fanani
subassemblies, components atau parts yang kebutuhan brutonya berdasarkan consumption dari item di level parent-nya yang bersifat kontinyu. C. Kerangka Konseptual Penelitian ini berfokus studi pada lingkup pengendalian persediaan material dengan mempergunakan metode continuous material requirement plannig (CMRP). Fogarty et.al. (1991) menyatakan bucketless system akan menunjang material requirement planning menjadi lebih rinci dan spesifik dalam menempatkan kebutuhan bruto, kebutuhan bersih, persediaan dan replenishment. Narasimhan et.al. (1995) menyatakan salah satu strategi untuk memperpendek lead time adalah dengan memungkinkan overlapping antara replenishment dan consumption. Adanya kendala laju produksi level atau konstan di lantai produksi dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam pemenuhan demand dari produk akhir atau kebutuhan materialnya. Jika demand yang lebih awal direncanakan replenishment-nya terlebih dahulu dapat menyebabkan demand yang berikutnya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk replenishment-nya, sehingga menjadi terlambat. Pendekatan backward scheduling dipergunakan untuk mencegah permasalahan tersebut. Gambar 6 mengilustrasikan bagaimana kerangka konseptual dari pengendalian persediaan material dengan mempergunakan Continuous Material Requirement Planning.
INPUT: Master Production Schedule Bill of Material Inventory Master File Processing Time/ Production Rate
Mulai Pengamatan Pendahuluan Domain Masalah Continuous flowshop Level production rate
Studi Literatur CMRP EPQ Backward Scheduling
Pengembangan Algoritma Perencanaan Replenishment dengan CMRP Evaluasi Pengembangan Skenario Penerapan Algoritma
FACTORS: Continuous Flowshop Level Production Rate Bucketless System Overlapping Strategy Lot Sizing L4L
Inventory Control by CMRP
Dalam metode conceptual research, penelitian dilakukan untuk merumuskan atau mengembangkan konsep, kerangka, metode, teknik, algoritma atau teori mengenai sistem atau masalah tertentu, serta langkah-langkah untuk memperoleh solusi pemecahannya. Langkah-langkah penelitian ditunjukkan Gambar 7. Situasi masalah yang dianalisa dalam penelitian terkait dengan sistem continuous flowshop, pengendalian persediaan material dan perencanaan replenishment. Variabel yang diperlukan sebagai input meliputi kebutuhan bruto di later process, kebutuhan part sesuai struktur produk untuk exploding, laju produksi di prior process maupun later process, waktu proses (termasuk setup time dan run time), waktu penanganan (termasuk handling time, carrying time, loading-unloading time). Variabel terikat yang menjadi output meliputi waktu replenishment dan tingkat persediaan
Evaluasi Analisa OUTPUT: Replenishment Schedule On-Hand Inventory
METHODS: CMRP (Sadeghian, 2011) EPQ (Taft, 1918) Backward Scheduling
Gambar 6 Kerangka Konseptual Penelitian
II. METODOLOGI Penelitian dilakukan berdasarkan metode penelitian konseptual (conceptual research).
Selesai
Gambar 7 Langkah-langkah penelitian
Keluaran dari penelitian ini adalah sebuah algoritma perencanaan waktu replenishment pada pengendalian persediaan material di sistem produksi continuous flowshop dengan kendala laju produksi level mempergunakan continuous material requirement planning dan backward scheduling.
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-6
Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Algoritma Perencanaan Waktu Replenishment dengan Kendala Laju Produksi Level Mempergunakan Continuous Material Requirement Planning Pengendalian persediaan material mempergunakan MRP membutuhkan data-data dari master production schedule, inventory master file, dan bill of material. Dalam DMRP membutuhkan lead time dari setiap item dalam struktur produk yang bersifat tetap dan tidak tergantung lot size yang diproses, dan sebaliknya dalam CMRP membutuhkan waktu produksi atau laju produksi yang tergantung pada lot size yang diproses. Waktu produksi meliputi waktu proses (termasuk setup time dan run time) dan waktu penanganan (termasuk handling time, carrying time, loading-unloading time). Algoritma untuk perencanaan waktu replenishment dikembangkan dengan mempergunakan prinsip dari metode backward scheduling, yaitu perencanaan dimulai dari order produksi terakhir dalam master production schedule yang menjadi kebutuhan bruto produk akhir. Selanjutnya secara bertahap merencanakan order produksi sebelumnya, sampai semua order produksi telah direncanakan replenishment-nya. Secara rinci dan lengkap, algoritmanya adalah sebagai berikut: 1. Menentukan satuan waktu sebagai acuan besaran variabel waktu dalam perencanaan. 2. Berdasarkan master production schedule (atau daftar order produksi atau demand), menentukan kebutuhan bruto (gross requirement, GR(t)) dari order atau job J1, J2, ..., JN, termasuk ukuran volume pesanannya dan saat penyerahannya (ke gudang atau ke konsumen). Nilai variabel GR(t) pada item level 0 bersifat diskrit, sedangkan pada item child (level yang lebih rendah) bersifat kontinyu. (6) GR(ti ) J i i N di mana : GR(t) : Kebutuhan bruto saat ke-t Ji : Job ke-i ti : Saat ke-t yang menunjukkan indikator saat penyerahan job ke-i N : Banyaknya job
3. Memasukkan data persediaan awal (on-hand inventory, OI(t0)). 4. Memasukkan semua rencana replenishment (scheduled receipt, SR(t)) dari perencanaan sebelumnya 5. Menghitung banyaknya job yang telah terpenuhi (n*) dari persediaan awal dan replenishment dari perencanaan sebelumnya dengan persamaan (7). Jika jumlah antara persediaan dan replenishment tersebut kurang dari atau tidak mencukupi kebutuhan bruto job J1, maka semua job masih belum terpenuhi (n*=0). Dan jika sebaliknya, maka nilai n* dimaksimalkan di antara interval 1 dan N, yang memenuhi persamaan (8) dan persamaan (9). Persamaan (8) menunjukkan penentuan n* dimulai dengan menghitung jumlah kumulatif dari job J1 hingga Jn*, dengan batasan jumlahnya masih kurang dari jumlah persediaan dan rencana replenishment sebelumnya. Dan apabila n* ditambahkan 1 atau job berikutnya, maka jumlah kumulatif job akan lebih besar daripada jumlah persediaan dan replenishment rencana sebelumnya seperti persamaan (9). tN GR(t1 ) OI (t 0) SR(t )dt 0 n* t0 max{ n*, n* N } otherwise
n*
tN
GR(t ) OI (t ) SR(t )dt i
(8)
0
tN GR(t i ) OI (t 0 ) SR(t )dt i 1 t0 i 1
(7)
t0
n*1
(9)
di mana : SR(t) : Replenishment dari rencana sebelumnya hingga saat ke-t OI(t0) : Persediaan awal n* : Banyaknya job yang telah terpenuhi dengan persediaan atau replenishment dari rencana sebelumnya. 6. Menghitung kebutuhan bersih job yang belum terpenuhi dengan persediaan maupun replenishment rencana sebelumnya. Job yang dihitung kebutuhan bersihnya adalah J(n*+1) hingga JN. Kebutuhan bersih dari job J(n*+1) dihitung antara selisih jumlah jumlah kebutuhan bruto dengan jumlah persediaan dan replenishment rencana
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-7
Rahman, Tantrika, Fanani
sebelumnya. Sedangkan kebutuhan bersih job berikutnya adalah sebesar kebutuhan brutonya. t n*1 GR(t i ) OI (t 0 ) SR(t )dt i n * 1 (10)
tsi ke-i
: waktu mulai replenishment job tfi
: waktu selesai replenishment job ke-i OI(t) : persediaan saat ke-t
N
NR(t i ) i 1 GR(t i )
t0
otherwise
di mana : NR(t) : Kebutuhan bersih saat ke-t 7. Merencanakan replenishment yang diterima (planned order receipt, PORec(t)) secara kontinyu berdasarkan kebutuhan bersih semua job. Penentuan lot size mempergunakan metode lot for lot (L4L). Waktu replenishment ditentukan menggunakan pendekatan EPQ (economic production quantity) dengan laju replenishment yang level, namun consumption untuk produk akhir bersifat diskrit sejumlah kebutuhan bersih. Waktu replenishment dari job ke-i dimulai saat tsi hingga selesai saat tfi. Jika sebelum saat penyerahan dapat dilakukan replenishment, maka waktu selesai tfi adalah sama dengan waktu job diserahkan, ti. Sebaliknya jika tidak, maka waktu selesai tfi adalah sama dengan waktu mulai job berikutnya ts(i+1). Waktu mulai, tsi, dihitung dari saat selesai, tfi, dikurangi waktu replenishment yang lamanya diperoleh dari pembagian lot size dengan laju replenishment-nya. tN
N
t0
i n*1
PORec (t )dt NR(t )
t i tf i t i ts (i 1)
i
iN t i ts (i 1) otherwise
NR(t i ) ts i tf i RR RR ts i t tf i PORec (t ) otherwise 0 tf i
RR.dt NR(ti )
PORec(t) RR
tsi
tsi
di mana : PORec(t) : Rencana replenishment diterima saat ke-t RR : Laju replenishment
tfi ti
ts(i+1)
tf(i+1) t(i+1)
t
PORec(t) RR
tsi
tf(i+1) t t(i+1)
tfi ts(i+1) ti RR
Q RR
NR(ti) tsi
tfi ts(i+1) ti
NR(t(i+1)) tf(i+1) t t(i+1)
(b) Gambar 8 Penentuan Planned Order Receipt (a) Tanpa Konflik, ti < ts(i+1) (b) Dengan Konflik, ti > ts(i+1)
8. Menentukan waktu pemesanan replenishment (planned order release, PORel(t)) dari masing-masing job memperhatikan waktu mulai replenishment-nya (tsi) dengan juga mempertimbangkan waktu produksi (tp) yang telah meliputi waktu proses (termasuk setup time dan run time) dan waktu penanganan (termasuk handling time, carrying time, loading-unloading time).
(14)
(16)
t
NR(t(i+1))
NR(ti)
(a)
(13)
t t N OI (t ) OI (t 0 ) SR(t )dt PORec (t )dt GR(t i ) i 1 t0 t0 ti t
tf(i+1) t(i+1)
RR RR
(12)
tsi
ts(i+1)
Q
(11)
(15)
tfi ti
tf i tp
tf i
tsi tp
tsi
PORel (t )dt PORec (t )dt
(17)
RR (ts i tp ) t (tf i tp ) PORel (t ) otherwise 0
(18)
tri ts i tp
(19)
di mana : PORel(t) : Rencana replenishment saat ke-t
pemesanan
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-8
Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level
tri ke-i
: waktu pesan replenishment job
PORec(t) RR
replenishment-nya (PORel(t)) dengan berdasarkan laju replenishment dan waktu produksi di child level. t t (21) NR(t )dt GR(t )dt
t0
t0
(22)
RC child RR parent cchild tsi
tfi ti
t
t
t
t0
t0
PORec (t )dt NR(t )dt
(23)
Jika RR > RC di child level
Q
ts child ts parent tp parent
RR NR(ti) tsi
(a)
tfi ti
t
Q tp
tri tsi
NR(ti) tfi ti
(25)
Jika RR < RC di child level
tp tfi ti
NR(t )dt tf ts RR
t
PORel(t) RR
tri tsi
(24)
tf parent tp parent no conflict tf child otherwise ts childnextjob NR(t )dt ts tf RR RR ts t tf PORec (t ) otherwise 0
tf tp
tf
ts tp
ts
PORel (t )dt PORec (t )dt
(26) (27) (28) (29)
t
(b) Gambar 9 Penentuan Planned Order Release (a) Planned Order Receipt (b) Offsetting Planned Order Release
9. Menggunakan rencana pemesanan replenishment (planned order release, PORel(t)) dari induk (parent level) untuk menentukan kebutuhan kotor (gross requirement, GR(t)) dari komponen penyusunnya (child level) sesuai struktur produk (bill of material) (20) GR(t ) child PORel (t ) parent cchild di mana : c : banyaknya komponen child untuk setiap satu satuan parent 10. Menghitung kebutuhan bersih (NR(t)) yang bersifat kontinyu berdasarkan kebutuhan brutonya (GR(t)). Jika penentuan lot size mempergunakan L4L serta tidak ada persediaan awal dan replenishment dari rencana sebelumnya, maka kebutuhan bersih ekivalen dengan laju consumption untuk kebutuhan di parent level. Merencanakan waktu replenishment (PORec(t)) dan waktu pemesanan
t t t OI (t ) OI (t 0 ) SR(t )dt PORec (t )dt GR(t )dt t t0 t0 0
(30) di mana : RC : Laju consumption Q RR
-RC NR(t) t
(a) Q NR(t)
-RC
RR t
(b) Q
-RC NR(t) RR
(c)
t
Gambar 10 Persediaan Material dengan Replenishment dari Child Level dan Consumption untuk Parent Level
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-9
Rahman, Tantrika, Fanani
(a) Laju Replenishment lebih besar daripada Laju Consumption (b) Laju Replenishment lebih kecil daripada Laju Consumption, tanpa konflik Replenishment. (c) Laju Replenishment lebih kecil daripada Laju Consumption, dengan konflik Replenishment.
terjadi konflik, dan laju replenishment di child level lebih besar daripada laju consumption di parent level. Tabel 1 Skenario dalam Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level Perbandingan Antara Laju Replenishment dan Laju Consumption RR > RC RR < RC
11. Ulangi langkah 9 untuk perhitungan MRP dari komponen penyusun hingga semua level yang paling rendah. Algoritma yang terdiri dari 11 langkah tersebut dipergunakan untuk pengendalian persediaan material mempergunakan CMRP dengan kendala laju produksi level di tiap proses namun berbeda antar proses. Kebutuhan bruto dan bersih di tingkat produk akhir bersifat diskrit, tetapi replenishment bersifat kontinyu. Sedangkan kebutuhan bruto dan bersih di tingkat komponen bersifat kontinyu dan replenishment juga bersifat kontinyu, tetapi lajunya berbeda. Waktu produksi meliputi waktu proses (termasuk setup time dan run time) dan waktu penanganan (termasuk handling time, carrying time, loading-unloading time) mempengaruhi offsetting saat mulai replenishment dengan saat pemesanan replenishment. B. Pengembangan Skenario Dalam sistem continuous flowshop, posisi later process menjadi parent level dan posisi prior process menjadi child level-nya. Terdapat beberapa skenario yang dapat terjadi dalam sistem continuous flowshop. Skenario dipengaruhi oleh kondisi di parent level, kondisi di child level, serta perbedaan laju replenishment di child level dengan laju consumption di parent level. Tabel 1 menyatakan skenario yang dapat terjadi di sistem continuous flowshop pada saat implementasi continuous material requirement planning dengan kendala laju produksi level. Tanda cek () mengindikasikan skenario mungkin terjadi, dan tanda silang () mengindikasikan skenario tidak mungkin terjadi. Konflik menyatakan kondisi di mana waktu penyerahan terakhir job Ji lebih lambat daripada saat mulai replenishment job J(i+1), sehingga saat selesai replenishment job Ji dimajukan dari waktu penyerahan terakhirnya ke saat mulai replenishment job J(i+1). Pada penelitian ini mempergunakan skenario parent level tidak terjadi konflik, child level tidak
Tanpa Konflik
Child Level
Parent Level Konflik
Child Level
Tanpa Konflik
Konflik
Tanpa Konflik
Konflik
C. Implementasi Algoritma Perencanaan Waktu Replenishment Tabel 2 menunjukkan daftar data-data yang dipergunakan sebagai contoh numerik implementasi algoritma perencanaan waktu replenishment pada continuous material requirement planning dengan kendala laju produksi level. Skenario yang dipergunakan sebagai contoh numerik adalah kondisi di mana tidak terjadi konflik baik di parent level maupun child level, serta laju replenishment lebih besar daripada laju consumption. Tabel 2 Daftar Data Contoh Numerik Data Kebutuhan hari ke-4, GR(4) Kebutuhan hari ke-7, GR(7) Persediaan awal produk Scheduled receipts di produk, SR(t) Laju produksi produk, RRparent Waktu produksi produk, tpparent Persediaan awal komponen Scheduled receipts di komponen, SR(t) Kebutuhan komponen tiap satu produk Laju produksi komponen, RRchild Waktu produksi produk, tpchild
Nilai 400 150 0 200 0,1 0 0,4 100 0,05
Satuan liter liter liter liter/hari hari kg kg/liter kg/hari hari
Berdasarkan data di Tabel 2, terdapat dua job yang direncanakan mempergunakan CMRP, yaitu job J1 yang besarnya 400 liter di hari ke-4 dan job J2 yang besarnya 150 liter di hari ke-7. Sebagai titik awal perencanaan, hari ini adalah hari ke-0, sehingga jika diperoleh nilai waktu, t, bilangan bulat maka bermakna hari berbeda di jam yang sama. Karena tidak ada persediaan awal dan scheduled receipt, maka semua job harus direncanakan produksinya dengan kebutuhan bersih sama dengan kebutuhan brutonya (melompat ke langkah ke 6 dalam algoritma).
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-10
Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level
Sesuai persamaan (10) dihitung kebutuhan bersih masing-masing job. NR(t ) GR(t ) NR(7) GR(7) 150 NR(3) GR(3) 400
Gambar 11 Kebutuhan Bersih, NR(t)
Perencanaan dilakukan dengan backward scheduling dimulai job J2. Merencanakan replenishment yang diterima (planned order receipt, PORec(t)), termasuk saat mulai dan selesai replenishment-nya, berdasarkan persamaan (12), (13) dan (14). tf 2 t 2 7
NR(t 2 ) 150 ts 2 tf 2 7 6,25 200 RR tf 1 t1 3 NR(t1 ) 400 ts1 tf 1 4 2 RR 200 PORec (t ) RR ts i t tf i PORec (t ) 200 6,25 t 7 PORec (t ) 200 2 t 4
t t N OI (t ) OI (t 0 ) SR(t )dt PORec (t )dt GR(t i ) i 1 t0 t0 ti t
OI (t ) RR (t ts i )
ts i t tf i
OI (t ) 200 (t 6,25) 6,25 t 7 OI (t ) 200 (t 2) 2t4
Gambar 13 Tingkat Persediaan Produk
Menentukan waktu pemesanan replenishment (planned order release, PORel(t)) berdasarkan persamaan (18) dan (19). PORel (t ) RR (ts i tp ) t (tf i tp ) PORel (t ) 200 6,15 t 6,9 PORel (t ) 200 1,9 t 3,9 tri ts i tp tr2 ts 2 tp 6,25 0,1 6,15 tr1 ts1 tp 2 0,1 1,9
Menentukan kebutuhan kotor (gross requirement, GR(t)) dan kebutuhan bersih (net requirement, NR(t)) dari komponen (child level) sesuai struktur produk (bill of material), berdasarkan persamaan (20) dan (21) NR(t ) child PORel (t ) parent cchild NR(t ) 200 0,4 80 NR(t ) 200 0,4 80
Gambar 12 Planned Order Receipts, PORec(t)
Berdasarkan persamaan (16), serta Gambar 11 yang menunjukkan kebutuhan bersih dan Gambar 12 yang menunjukkan rencana replenishment yang diterima (planned order receipt, PORec(t)), maka diperoleh tingkat persediaan seperti yang ditunjukkan Gambar 13. Persediaan produk meningkat saat replenishment sesuai laju replenishment hingga saat diserahkan atau dikirimkan.
6,15 t 6,9 1,9 t 3,9
Merencanakan replenishment yang diterima (planned order receipt, PORec(t)), termasuk saat mulai dan selesai replenishmentnya, berdasarkan persamaan (23), (24) dan (25). Sebelumnya menghitung laju consumption mempergunakan persamaan (22). RC child RR parent c child RC 200 0,4 80
ts child ts parent tp parent ts 2 6,25 0,1 6,15 ts1 2 0,1 1,9
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-11
Rahman, Tantrika, Fanani
NR (t )dt tf ts RR 60 tf 2 6,15 6,75 100 160 tf 2 1,9 3,5 100
PORec (t ) RR ts i t tf i PORec (t ) 100 6,15 t 6,75 PORec (t ) 100 1,9 t 3,5
Gambar 15 Tingkat Persediaan Material
Karena strategi overlapping, maka tingkat persediaan komponen tidak terlalu besar dan menjadi lebih kecil dibandingkan besarnya lot size. Saat pemesanan replenishment (planned order release, PORel(t)) menggunakan persamaan (29). PORel (t ) RR (ts i tp ) t (tf i tp ) PORel (t ) 100 6,1 t 6,7 PORel (t ) 100 1,85 t 3,45
(a)
(b)
Gambar 14 Offsetting dan Exploding dalam CMRP (a) Planned Order Release di Parent Level (b) Net Requirement di Child Level
Dan menghitung tingkat persediaan sesuai persamaan (30). Terlebih dahulu menghitung persediaan maksimum, yaitu persediaan pada saat selesai pengadaan. Gambar 15 mengilustrasikan tingkat persediaan material atau komponen. OI max ( RR RC ) (tf i ts i )
ts i t tf i
OI max (100 80) (6,75 6,15) 12 6,15 t 6,75 OI max (100 80) (3,5 1,9) 32
1,9 t 3,5
t t t OI (t ) OI (t 0 ) SR(t )dt PORec (t )dt GR(t )dt t t0 t0 0
OI (t ) ( RR RC ) (t ts i ) ts i t tf 1 OI (t ) 20 (t 6,15) 6,15 t 6,75 OI (t ) 20 (t 1,9)
1,9 t 3,5
OI (t ) OI max ( RC (t tf )) tf child t (tf parent tp parent ) OI (t ) 12 (80 (t 6,75)) 6,75 t 6,9 OI (t ) 32 (80 (t 3,5)) 3,5 t 3,9
IV. PENUTUP Algoritma perencanaan waktu replenishment pada continuous material requirement planning terdiri dari 11 langkah dan 25 persamaan. Terdapat 5 skenario yang dapat terjadi dalam sistem continuous flowshop berdasarkan aspek kondisi di parent level, kondisi di child level, serta perbedaan laju replenishment dengan laju consumption. Penerapan strategi overlapping dalam CMRP dapat menekan tingkat persediaan. DAFTAR PUSTAKA Bedworth, D.D. & Bailey, J.E., 1987, Integrated Production Control System, New York: John Wiley & Sons Inc. Davis, E, 1977, Studies in Materials Requirements Planning: A Collection of Company Case Studies, Falls Church: APICS DeMatteis, J.J., 1968, ―An Economic Lot Sizing Technique: The Part Period Algorithm‖, dalam IBM Systems Journal, Vol. 7, No. 1, hlm. 3038 Fogarty, D.W., Blackstone, J.H. & Hoffmann, T.R., 1991, Production and Inventory Management, Cincinnati: South-Western. Freeland, J.R. & Colley, J.L., ―A Simple Heuristic Method for Lot Sizing in A Time Phased Reorder System‖, dalam Production and Inventory Management, Vol. 23, No. 1, hlm. 15-21 Gorham, T., 1968, ―Dynamic Order Quantities‖, dalam Production and Inventory Management, Vol. 9, No. 1, hlm. 75-81
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-12
Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi Level
Groff, G.K., 1979, ―A Lot Sizing Rule for Time Phased Component Demand‖, dalam Production and Inventory Management, Vol. 20, No. 4, hlm. 66-74 Harris, F.W., 1913, ―How Many Parts to Make at Once‖, dalam The Magazine of Management, Vol. 10, No. 2, hlm. 135-136. Karni, R., 1981, ―Maximum Part-Period Gain (MPG): A Lot Sizing Procedure for Unconstrained and Constrained Requirements Planning Systems‖, dalam Production and Inventory Management, Vol. 22, hlm. 91-98 Mabert, V.A., 2007, ―The Early Road to Material Requirements Planning‖, dalam Journal of Operations Management Vol 25, hlm. 346–356 McLaren, B.J., 1977, ―A Study of Multiple Level Lot Sizing Procedures for Material Requirements Planning‖, PhD Dissertation, Purdue University. Narasimhan, S., McLeavy, D.W. & Billington, P.J., 1995, Production Planning and Inventory Control, New Jersey: Prentice Hall Inc. Orlicky, J., 1975, Material Requirements Planning, New York: McGraw-Hill Book Company Plossl, G., 1995, Orlicky’s Material Requirements Planning, New York: McGraw-Hill Book Company
Sadeghian, R, 2010, ―How to Use MRP in Continuous Production Industries When Order Type is Lot for Lot‖, dalam International Journal of Industrial Engineering & Production Research, Vol. 21, No. 1, hlm. 1722 Sadeghian, R., 2011, ―Continuous Materials Requirements Planning (CMRP) Approach When Order Type is Lot for Lot and Safety Stock is Zero and Its Applications‖, dalam Applied Soft Computing, Vol. 11, hlm. 56215629. Silver, E.A. & Meal, H.C., 1973, ―A Heuristic for Selecting Lot Size Quantities for The Case of A Deterministic Time Varying Demand Rate and Discrete Opportunities for Replenishment‖, dalam Production and Inventory Management, Vol. 14 No. 2, hlm. 64-74. Taft, E.W., 1918, ―The Most Economical Production Lot‖, dalam Iron Age, Vol. 101.18, hlm. 1410-1412. Wagner, H.M. & Whitin, T.M., 1958, ―Dynamic Version of The Economic Lot Size Model‖, dalam Management Science, Vol. 5, No. 1, hlm. 89-96.
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-13
Rahman, Tantrika, Fanani
(halaman ini sengaja dikosongkan)
Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang C-9-14