Perencanaan Strategis Pen gem bangan Lem baga Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Kasus di Kawasan Wisata Baturaden, Kabupaten Banyumas)
Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik Konsentrasi Manajemen Publik
Diajukan oleh : Deskart Sotyo Djatmiko 4927/PS/MAP/99
Kepada Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2002
Tesis Perencanaan Strategis Pengembang~n Lembaga Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Kasus di Kawasan Wisata Baturraden Kabupaten Banyumas) dipersiapkan dan disusun oleh
Deskart Sotyo Djatmiko telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 24 Januari 2002
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing Pendamping I.
Drs.
H~woro,
M.Sc.
Dr. Agus Dwiyanto
Pembimbing Pendamping II
eruanto Hanna, s.iY., M.Si.
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Tanggal ... .. ... ..
2.. 0.. f.E.8. ..20U2.......................... ..
tudi : Magiste.r..Adminis.tras.i ..P.ubljk..U.G.M
PERNYATAAN
Pada hari ini Senin tanggal empat Februari tahun dua ribu dua, di yogyakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Umur Ala mat Pekerjaan
NIM
Deskart Sotyo Djatmiko 35 Tahun Hotel Kemuning Baturraden, Desa Karangmangu RT.06 I RW.02 Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas Mahasiswa Tugas Belajar pada Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik Universitas GadjahMada Yogyakarta 4927/PS/MAP/99
Menyatakan : Bahwa di dc:Uam tesis ini tidak terdapat karya yang pemah dlajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
di suatu perguruan tinggi manapun, dan tidak
terdapat karya yang peh1ah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis saya akui di dalam daftar pustaka tesis ini. Demikian pemyataan saya buat dengan penuh kesadaran, dalam keadaan sehat, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Yang membuat pemyataan,
Deskart Sotyo Djatmiko
iii
Mangkana ilmu kang nyata, mung sak nyatane weh reseping ati, Bungah ing aran cubluk sukeng ing tyas yen den ina. (llmu yang nyata, sesungguhnya adalah kemampuan membahagiakan hati orang lain, dan senantiasa merasa bergembira ketika dianggap bodoh dan merasa bersuka cita ketika dihina } .................................................. Mangkunegara IV, Wedha tama .................................................. .
IV
Ketika malam turun memeluk kesunyian, ketika hati bercumbu dengan kehampaan Ada detak menggeliat di kedalaman sunyi, detak keterpisahan yang mengiris Wahai sunyi yang menemani, adakah himbaumu menghibur laraku Tugasku, cintaku terpisah jarak, ... terjebak dalam kegalauan alam pikir mendua Bertumpuk ilmu menanti jamahan kecermelangan pencerahan hati, namun tertahan langkahku oleh cumbuan kehampaan hati Ada yang hilang rasanya digantikan oleh geliat liar yang hadir bersama kesunyian Ya Khaliq pemilik kegalauan dan kesunyian, adakah takdir-Mu akan membawa girang gemilang Ku pemah dihadapkan pada perjuangan kehormatan, ... Ku pemah dihadapkan pada harap cemas ,.. . tapi kemujuran tuk meraih bahagia terbelenggu dan dibatasi oleh kesunyian mengigit Niat yang semula membara seakan redup ketika kenyataan keterpisahan begitu terasa menyakitkan Bila malam mulai turun, hanya kecemasan yang hadir dan sulit kubunuh dengan pisau waktu .... sunyi yang menyatu selalu mengurung gerakku Cintaku, rinduku, buah hatiku, ... kebanggaanmu sedang kurajut helai ke helai, ... walau galau sunyi menghambat langkahku dan bergelayut sangat erat. (Yogya. Maret, 2000J
Pro Patria Et Populo (Untuk Negaraku dan Untuk Bangsaku)
v
KA TA PENGANTAR Tulisan
yang
sederhana
tentang
kepariwisataan
ini
sebenamya
merupakan sebuah hasil evolusi berpikir cukup lama dari suatu pengamatan fenomena yang penulis alami sehari-hari di Baturraden, meskipun dalam proses penulisannya senantiasa dibatasi oleh kendala-kendala kecerdasan yang seringkali muncul, sehingga tiada kata yang lebih indah kecuali puji syukur penulis ke hadirat Tuhan YME, karena keteguhan jiwa dan kekuatan hati yang telah dianugrahkan Nya, dalam menghadapi setiap kesulitan
mulai dari awal
sampai akhir dari proses penulisan. Keberhasilan pembuatan karya tulis ini rasanya mustahil tanpa bantuan dosen pembimbing yang dalam hal ini Bapak DR. J. Nasikun selaku dosen pembimbing utama dan Bapak Drs. Hendrie Adji Kusworo, Msc selaku dosen pembimbing pendamping, dengan tiada jemu membimbing hingga pada akhir proses penulisan ini. Di sisi lain keberhasilan penulisan ini juga tak dapat lepas dari dukungan Bapak DR. Warsito utomo, dengan semangatnya yang selalu berkobar-kobar, sehingga kadang membuat "malu" penulis yang masih muda ini,
ketika tengah mengalami keputusasaan dalam belajar dan harus dihadapkan dengan kobaran semangat beliau, namun demikian kobaran semangat itu pula yang berhasil "menyelomof' semangat penulis untuk segera menyelesaikan tugas mulia ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih setinggi-tingginya. Semangat dan pengetahuan yang telah penulis terima juga semakin lengkap ketika didukung oleh bantuan finansial yang sangat besar jumlahnya, sebagai wujud kepercayaan dari OTO Bappenas khususnya lbu lndra Tjahaja, MA selaku Pimpinan Proyek Pelatihan dan pendidikan Aparatur negara yang menjadi kunci keberhasilan penting, mengingat tanpa bantuan tersebut rasanya berat bagi penulis untuk berkesempatan mengeyam pendidikan yang memang tidak murah. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih setinggi-tingginya. Disamping itu, penghargaan dan rasa terima kasih juga penulis sampaikan atas bantuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Tengah melalui kebijakan beliau
Bapak Mardianto Gubemur Jawa Tengah yang telah
memberikan kesempatan belajar. juga Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas
VI
yang telah memberi bantuan baik yang berujud finansial maupun kesempatan belajar, melalui kebijakan beliau Bapak Aris Setiono, SH, Sip Bupati Banyumas, Bapak Drs. H. Bambang Priyono Sekda Banyumas, Bapak Drs. Slamet Sudiro Kabag Kepegawaian Setda Banyumas dan lbu lr. Hudi Utami Kabid Sosbud Bappeda Banyumas, dan semua pihak yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan belajar. Tidak cukup pada semangat yang dikobarkan dan dorongan para sesepuh diatas saja, namun dukungan segenap ternan yang ada di angkatan MAP XIX, terutama pada sahabat penulis, seperti : Ari daryono yang selalu memberikan inspirasi kepada penulis dalam menyelesaikan persoalan hitunghitungan yang tidak dikuasai penulis, Bambang Sukmawijaya dan Esti Dwi Utami yang selalu menghibur di setiap keputusasaan dengan ceritera-ceritera lucu-nya, Mba' Tiat Surtiati Suwardi yang selalu berperan sebagai kakak yang baik dengan segala pandangannya yang menyejukan, Pak Ansar sebagai ternan berdiskusi, Pak Lurah Hery
Raha~o.
Bu Lurah Fitriani, ternan-ternan asal Kalimantan,
Sumatera, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Tim-Tim dan Irian yang senantiasa menjadi jiwa dan inspirasi ketika penulis dipercaya sebagai Ketua kelas angkatan XIX, dan tak lupa saudara Hendro AUE yang senantiasa melayani kepentingan
kelas, serta Mba' Asih dan Mba' Opi yang selalu melayani administrasi dengan lemah lembut tapi tegas. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih. Selanjutnya kepada lbu penulis Eko Joeniarti, istri penulis Tri hastuti dan anak-anak penulis Dessy Pintoko Nirmolo dan Lintang Tejo Kumoro yang tidak bosan-bosan memacu semangat dengan segala macam dorongan, untuk itu penulis sampaikan penghargaan setinggi-tingginya, sekaligus penulis minta maaf bahwa pada dua tahun terakhir ini barangkali ada perilaku penulis yang kurang berkenan, adalah bukan semata-mata muncul dari kesengajaan, tapi tidak lebih dari reaksi dari ketegangan yang terkadang hadir mencengkeram ketegaran hati. Akhimya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat baik untuk waktu sekarang maupun pada masa yang akan datang bagi Kabupaten Banyumas maupun pengembangan lembaga partisipasi masyarakat pada umumnya Yogyakarta, Februari 2002 Penults
VII
DAFTARISI Halaman HALAMANJUDUL----------------------------------· HALAMAN PENGESAHAN - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - HALAMANPERNYATAAN-------------------------HALAMAN MOTTO - - - - - - - - - · HALAMANPERSEMBAHAN--------------------------KATA PENGANTAR DAFTARISI-------------------------------------DAFTAR TABEL DAN GAMBAR-----INTISARI-----------------------------·----------ABSTRACT------·--------------BAB
BAB
PENDAHULUAN
II
A. Latar Belakang Masalah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1
B. Perumusan masalah
9
C. Tujuan Penelitian
10
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Pembangunan Pariwisata -----
11
B. Pengembangan Lembaga Partisipasi Masyarakat
19
C. Perencanaan Strategis-------BAB
BAB
ii iii iv v vi viii xi xiii xiv
Ill
IV
-----
25
METODOLOGI PENELITIAN
A. Teknik Analisis Data-----------------
37
B. Difinisi Konseptual
41
C. Lokasi Penelitian ----------------------------
43
D. Teknik Pengumpulan Data
44
E. Data yang Dikumpulkan ----------------------------------
45
ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS
A. Gambaran Umum ----------------------------------------B. ldentifikasi Mandat dan Misi
50 56
C. ldentifikasi Lingkungan Ekstemal-----------------------------
59
1. Forces/Trends a. Political-------------------------------------------------------
viii
59
b. E c o n o m i c - - - - - - - - - - - - - -
62
c. S o d a l - - - - - - - - - - - - - - - -
65
d. T e c h n o l o g y - - - - - - - - - - - - - -
69
2. Key Resource Controllers a. Client------
70
b. Customers-- -----------,---
93
c. Regulators--·
96
3. Competitive F o r c : e - - - - - - - - - - - - - 4. Collaborative Forces----·--- --
99
-
100
-----------
101
2. E c o n o m i c - - - - - - - - - - - - - - -
102
3. Information------- ----
104
4. Competencies
104
5. Culture
106
0. ldentifikasi Lingkungan Internal 1. People---------- ---
BAB
V
-------------------- ----------
6. Present strategy
107
7. Performance---
109
IOENTIFIKASIISU STRATEGIS A. Analisis SWOT ------------------- -----------1. Kekuatan (Strengths) -
117 117
2. Kelemahan (Weaknesses)--------- ------------------
117
3. Peluang (Opportunities)
118
4. Ancaman (Threats)
BAB
VI
--------
119
B. Analisis lsu s t r a t e g i s - - - - - - - - - - - - - -
120
C. lsu strategis ----·-------------- --------------
121
0. Litmus T e s t - - - - - - - - - - - - - - - ·
122
PERUMUSAN STRATEGI A. Altematif Strategi B. Perumusan Strategi ---------------------- ----------
129 130
1. Strategi 1
130
2. Strategi 2------------------ --------------
132
3. Strategi 3
135
ix
4. Strategi 4 5. Strategi
138 140
BAB VII PENUTUP - 145
A Kesimpulan B. Saran
152
DAFTARPUSTAKA--------------·------------------- 154 LAMPIRAN
X
DAFTARTABEL DAN GAMBAR Tab/Gamb Tabel1 Tabel2
Tabel3 Tabel4 Tabel5 Tabel6 Tabel7 Tabel8
Tabel9 Tabel 10 Tabel11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Mata Pencaharian Penduduk 10 Tahun Ke Atas di Kabupaten Banyumas Tahun 1994 - 1998 Nilai tambah Bruto Sektor Perdagangan atas dasar Harga Konstan Tahun 1993 di Kabupaten Banyumas Tahun 1995 -1998 Analisis Strategi Dengan Pendekatan SO,WO,ST,WT Litmus Test isu Strategis Variabel dan lndikator PDRB Banyumas Menurut Sektor Usaha Berdasarkan Harga Konstan 1993 Tahun 1999 Perkembangan penerimaan Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 1995 s/d 2000 Penduduk Usia 10 tahun Ke Atas Menururt Pendidikan tertinggi Tahun 1999 yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin tahun 1999 Jenis Usaha, Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat di Objek Wisata Baturraden Tahun 2001 Tingkat Pendidikan dan Jumlah Penduduk Desa Terpengaruh Perkembangan Kepariwisataan Baturraden Akomodasi, Tingkat Hunian dan Lama Tinggal di Kabupaten Banyumas Data Perkembangan Wisata dan Pendapatan Sektor Wisata Kabupaten Banyumas tahun 1999 Realisasi Pengunjung dan pendapatan Lokawisata Baturraden Analisis isu strategis dengan pendekatan SO,WO,ST,WT Litmus Test terhadap lsu strategis bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal Litmus Test terhadap isu strategis bagaimna kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi pemda Litmus Test terhadap isu strategis Bagaimana mening katkan pengetahuan dan entrepreneurship kepariwi sataan berbasis partisipasi masyarakat Litmus test terhadap isu strategis bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikonsultasikan lebih luas di tingkat daerah I Kabupaten Litmus test terhadap isu strategis bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan masyarakat
4
6 39 40 45 64 65
66 67 89 94 95 86 121 123 124
125
126
127
Gambar 1
Hubungan Institution Variables & Linkages
21
Gambar2
The Ten Steps Strategy Change Cyde
27
Gambar3
Alur Pikir Perencanaan Strategies
36
Gambar4
Peta Wisata Kabupaten Banyumas
52
Gambar5
Pengaruh Baturraden Terhadap Daerah Sekitamya
68
XI
Gambar 6
StrukbJr Organisasi Disparbud Kabupaten Banyumas
105
Gambar 7
Pola Kedekatan dan Kemandirian LPM
115
Gambar 8
Pola Perhatian dan Kunjungan Wisnu
116
xii
INTISARI
Globalisasi yang menyebabkan persaingan tajam dan tidak seimbang antara negara maju terhadap negara berkembang berakibat keterpurukan perekonomian beberapa negara berkembang, sementara itu negara berkembang sulit untuk bangkit lagi karena pengaruh sistem yang setralistik, meskipun mereka telah berupaya merubahnya. Persoalan itu dapat diatasi melalui pengembangan lembaga partisipasi masyarakat sebagai upaya mengalokasikan kekuasaan pada masyarakat lokal. Langkah tersebut dapat menciptakan pembangunan berkelanjutan serta pemerataan kesejahteraan. Pembangunan pariwisata berbasis partisipasi akan banyak melibatkan, potensi alam dan budayanya dapat mewujudkan partisipasi masyarakat. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pariwisata tidak akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan oleh lembaga partisipasi masyarakat yang tidak berkembang. Bagi Kabupaten Banyumas, rendahnya peran lembaga partisipasi masyarakat dapat diketahui dari perilaku buruk sebagian pelaku pariwisata di Baturraden dan rendahnya sumbangan sektor pariwisata pada penerimaan daerah. Permasalahan tersebut banyak disebabkan oleh ketidakhadiran perencanaan strategis yang berpedoman pada mandat dan misi serta kekuatan internal dan eksternal yang berpengaruh dalam rangka pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata pada Dinas pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud). Tesis ini mengelaborasi strategi pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas yang dibebankan kepada Disparbud dengan mengidentifikasi misi dan mandat serta pengaruh kekuatan eksternal dan internal dengan model pendekatan manajemen strategies yang dikembangkan oleh Bryson. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan apa adanya tentang variabel atau gejala yang diperoleh dari data primer dan sekunder menggunakan wawancara terpimpin atas sekelompok lembaga sasaran penelitian yang meliputi : lembaga partisipasi masyarakat, lembaga swasta dan lembaga pemerintah. Analisis misi, mandat dan pengaruh lingkungan internal, eksternal dalam pengembangan lembaga partisipasi masyarakat di kawasan wisata Baturraden sesuai harapan pada Disparbud yang menggunakan pendekatan manajemen strategis Bryson menghasilkan lima isu strategis yang meliputi : 1). Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan entrepreneurship kepariwisataan berbasis partisipasi masyarakat, 2). Bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal, 3). Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan di tingkat daerahlkabupaten, 4). Bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan masyarakat, 5). Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi Pemda. Selanjutnya ke lima isu startegis tersebut disarankan untuk diatasi dengan strategi berikut : 1). Menyelenggarakan Pendidikaan/Penataran Entrepreneurship Kepariwisataan, 2). Membentuk Forum Komunikasi Lintas Pelaku Pariwisata, 3). Membentuk Dewan Kepariwisataan dan Kebudayaan Daerah, 4). Membentuk Lembaga Ombudsmen kepariwisataan, 5). Membentuk Forum Komunikasi Kepariwisataan Dinas lnstansi Kabupaten. Rekomendasi ini akan menjamin pengembangan lembaga partisipasi masyarakat berjalan baik serta mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banyumas dan kawasan wisata Baturraden khususnya.
XIII
ABSTRACT
Globalization causes sharp unbalance competitions between developed and developing countries and ended by loosing of the developing countries in whole economic competitions. Meanwhile, developing countries face difficulties for economic recovery because of their centralize system, even though they have changed the system instantly. The problems can be solved through community participation institution development as a tool of power sharing to local society in centralize system. That action will create sustainable development and equality of wealth. Tourism development base on nature and culture potency and human resources potency creates community participation in development processes. Participation development through tourism development is going to be useless rt that has done by undeveloped community participation institutions. The lowest of community participation in Banyumas district could detect from bad behavior of some tourism community participants and low income of tourism sector. The problem cause by the absence of strategy in community institutions participatons development that guide to mandate and missions and internal and external forces that influence to Tourism and cultural department in community participation development. This Thesis tries to elaborate a strategy to increase the capability of community institution on tourism development in Baturraden tourism area that inflicted to Tourism and cultural department through identification mandates and missions also internal and external forces that uses model of strategic management approach developed by Bryson. Furthermore, the research uses descriptive and qualitative methode of research that tries to describe about bare variables and Phenomena from primary and secondary data through guidance interview that taken from groups of institutions target such as : Community institutions, Private sectors and government institutions. Mandates, mission and internal, external environment forces analysis of communities institutions in Baturraden tourism resort development inflicted to Tourism and cultural department that uses model of strategic management approach developed by Bryson could identified five strategic issues l,e., 1). Strategy to increase tourism knowledge and entrepreneurship base on community participation, 2). Strategy to create tourism communication among local tourism community members in local level, 3). Strategy to create tourism communication in district level, 4). Strategy to eliminate every single public policy inflicted a loss upon the tourism community, 5). Strategy to create tourism communication among departments in public service level, Further, the Five's strategic issues suggest to recommendate the strategy, l,e., 1). Held tourism Entrepreneurship education I course, 2). Create tourism participant open discussion in tourism area, 3). Create district tourism and cultural Council, 4). Create district ombudsmen, 5). Create tourism open discussion for government district department. This recommendation is going to make community institutions development running well and tourism development will sustain and create the wealth for the Banyumas district communities especially Baturraden tourism area.
XIV
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Globalisasi mendorong masuk secara besar-besaran modal asing yang berakibat timbulnya persaingan tajam antara negara berkembang dan maju bersamaan dengan terjadinya stagnasi ekonomi yang menimbulkan pengangguran di banyak tempat dan Globalisasi memposisikan Indonesia menjadi tidak diuntungkan oleh negara maju, karena keberadaannya seakan menjadi bulan-bulanan atas serbuan arus modal, dimana pada akhimya keuntungan yang diharapkan negara berkembang menjadi sia-sia, karena tersedot oleh arus perputaran modal negara maju. Bersamaan dengan itu GATT melalui WfO telah mengeluakan kesepakatan organisasi berwujud prinsip-prinsip yang dikenal dengan "The four modalities" yaitu : 1. Cross border supply; 2. Consumption abroad; 3. Commercial presence; 4. Pesence of natural person. (Banuri dalam Tjokrowinoto, 2000: 6)
Yang
semakin
membuat perekonomian
Indonesia
semakin
terpuruk,
sementara keberadaan pemerintahan yang sentralistis di Indonesia telah memposisikan pemerintah sebagai "Single fighter' dalam menghadapi perubahan di semua sektor dan kian terjebak pad a "arena pertarungan" yang tidak seimbang antara negara berkembang (pemilik asset) dan negara maju (pemilik modal) yang lebih dominan dalam memperoleh keuntungan. Di sisi lain sistem pemerintahan
sentralistis menempatkan sektor swasta dan
2
masyarakat yang semestinya turut terlibat dalam menangkap peluang cenderung terabaikan dan tidak berdaya. Pembangunan sektor pariwisata kiranya dapat mengobati akibat buruk dari dampak dominasi kapital secara global oleh negara maju terhadap negara berkembang dan ketidak efektifan pemerintahan sentralistik serta stagnasi perekonomian, karena sektor pariwisata dapat dibangun dengan melibatkan banyak personel rakyat yang bermodalkan potensi alam, kehidupan
masyarakat,
kondisi
sosial
budaya
guna
meningkatkan
kesejahteraan, sebagaimana pendapat yang mengatakan bahwa : Pariwisata yang merupakan produk yang unik sifatnya merupakan elemen penting dalam memperoleh devisa negara dengan biaya yang relatif rendah dibanding sektor industri dan pertanian karena pemanfaatan potensi visual dan budaya yang telah ada. (Parikesit, 2000 : 3)
Pengutamaan sektor pariwisata yang melibatkan masyarakat cukup beralasan,
karena
secara
intemasional
telah
difasilitasi
melalui
pengembangan "The global code of ethics for tourism" sebagai kesepakatan dari the General assembly of world tourism organization yang dirumuskan di Santiago, Chili pada Oktober 1999 mencakup 10 prinsip Yaitu: 1. Tourism's contribution to mutual understanding and respect between peoples and societies; 2. Tourism as a vehicle of mutual and collective fulfilment; 3. Tourism a factor of sustainable development; 4. Tourism a user of the cultural heritage of mankind and a contributor to its enhencement,· 5. Tourism a beneficial activity for host countries and communities; 6. Obligation of stakeholder in tourism development; 7. Right to tourism; 8. Uberty of tourism movements; 9. Right of the workers and entrepreneurs in tourism industry; 10. Implementation of the principles of the global code of ethics of tourism. (Tjokrowinoto, 2000 : 8)
yang pada intinya Global code of ethics for tourism menyatakan bahwa terselenggaranya pariwisata merupakan UA beneficial activity for host coutries
3
and communities': atau dapat dikatakan bahwa keberhasilan pariwisata Nasional kita akan ditentukan oleh keputusan keputusan yang diambil oleh masyarakat, dan pariwisata bukan semata-mata sebagai bentuk dari pembangunan ekonomi tetapi pembangunan kebudayaan (Nasikun,2000: 4). Upaya menangkap peluang pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat di Indonesia temyata tidaklah mudah, karena keterlibatan partisipasi masyarakat di lingkungan publik dan pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata di Indonesia belum sepenuhnya diatur dalam Undangundang No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan ( Hidajat, 2000 : 6), yang nampaknya agak berbeda dengan apa yang tersebut dalam GBHN 19992004 menyatakan bahwa
pariwisata merupakan salah satu produk unggulan yang diharapkan mampu mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi. Di samping itu disebutkan pula :
bahwa arah kebijakan pariwisata adalah mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interclisip/iner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, agronomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan a/am dan tidak merusak lingkungan. Dimana keduanya (UU No.9 Th 1990 dan GBHN 1999-2004) nampak belum berkesesuaian
dalam
pengembangan
pariwisata
berbasis
paertisipasi
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut maka pembangunan pariwisata, di Kabupaten Banyumas pada akhir tahun 1998 masih dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi yang mulai melanda sejak pertengahan 1997, yang dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang terus menurun mulai tahun 1997, bahkan pada akhir tahun 1998 laju pertumbuhan riil Kabupaten Banyumas
4
-6,80 %. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
mencapai
periode tahun sebelumnya yang mencapai 3,61 % dan apabila dilihat lebih lanjut pada kurun waktu tahun 1994-1998 maka rata-rata laju pertumbuhan ekonomi per tahun di Kabupaten Banyumas sebesar 2,56%, meskipun mulai mengalami pertumbuhan sebesar 0,53 % di akhir 1999. Pertumbuhan ekonomi yang tidak menggembirakan tersebut menjadi alasan yang cukup kuat dalam pengembangan sektor pariwisata ke depan, mengingat biaya pengembanganya yang relatif rendah dibanding sektor industri dan pertanian karena pemanfaatan potensi visual dan budaya yang telah ada serta melibatkan banyak personel rakyat, selanjutnya keadaan ini juga cukup didukung oleh data komposisi tenaga kerja per sektor di Kabupaten Banyumas sebagai berikut : Tabel1 Mata Pencaharian Penduduk (10Th keatas) di Kabupaten Banyumas Tahun 1994-1998 1998 SEKTOR 1994 1995 1996 1997 2 3 4 5 6 1 PETANI SENDIRI 197927 205420 219205 216534 212709 BURUHTANI 172610 184483 186007 191270 191575 447 402 NELAYAN 483 479 429 29991 27800 35437 32223 32016 PENGUSAHA BURUH INDUSTRI 49081 52007 53962 54337 55060 45472 45733 53349 BURUH BANGUNAN 40922 43167 PERDAGANGAN 59337 62853 62747 65521 66118 20321 ANGKUTAN 17346 17444 19122 20185 PNS/ABRI 34598 35069 36286 39374 41138 PENSIUNAN 15899 16094 16860 16878 14098 LAIN-LAIN 130013 132331 132360 125504 123578 (Kabupaten Banyumas dalam angka tahun 1998) yang menujukan bahwa sektor pertanian, perdagangan, lndustri dan bangunan merupakan sektor dengan jumlah keter1ibatan tenaga kerja paling dominan.
Sehingga
perdagangan
menjadi
sektor makin
pariwisata penting
sebagai dalam
bagian
dari
perencanaan
sektor
kebijakan
5
peningkatan
ekonomi
rakyat
di
Kabupaten
Banyumas,
mengingat
pertimbangan sebagai berikut : 1. Sektor pertanian Memiliki produk yang bersifat "in elastis", dengan penegrtian bahwa peningkatan jumlah produksi tidak berpengaruh banyak pada pennintaan terhadap produk pertanian, demikian juga apabila diarahkan pada Agro lndustri akan memakan dana pengembangan yang tidak sedikit. 2. Sektor industri dan bangunan, Keberadaannya tak dapat secara langsung dinikmati oleh masyarakat luas mengingat sektor industri adalah sektor padat modal yang hanya mampu diselenggarakan oleh segelintir orang, sementara masyarakat hanya terlibat secara langsung menjadi pekerja saja, bahkan apabila salah urus akan menimbulkan kemiskinan struktural; 3. Sektor Pariwisata Adalah merupakan sektor dengan biaya pengembangan yang relatif rendah dibanding sektor industri dan pertanian karena pemanfaatan potensi visual dan budaya yang telah ada serta melibatkan banyak personel rakyat apabila dikembangkan secara partisipatif. Alasan pengembangan sektor pariwisata juga di dukung oleh kenyataan bahwa sampai saat ini pendapatan yang berhasil dikumpulkan dibandingkan dengan sektor lain (sehubungan dengan PAD I Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Banyumas belum menggembirakan, sebagaimana data berikut :
6
Tabel2 Nilai Tambah Bruto Sektor Perdagangan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 di Kabupaten Banyumas Tahun 1995 - 1998 1998~ 1997 1996 1995 Sub sektor Perdagangan Komoditi
I
I
I
135376668
143194726
110882255
108~194 i I
11,03
10,51
14,06
Sumbangan terhadap PDRB (%)
13,86
Hotei/Losmen Restoran/Rumah makan
4477736 18423096
4725951 21123603
4266117 22792782
3563778 24000141
Sumbangan terhadap PDRB
2,34
2,54
2,56
2,80
!I '
!
(%) (BPS. Kabupaten Banyumas 1995- 1998) Yang menunjukan bahwa sub sektor Hotel/ Losmen dan Restoran I Rumah makan
sebagai
representasi
sektor
pariwisata
hanya
mampu
menyumbangkan rata-rata sebesar 2,56 % per tahun terhadap total PAD selama tahun 1995-1998 di kabupaten Banyumas. Tanpa mengabaikan keuntungan akan pengembangan pariwisata yang berbasis partisipasi masyarakat di atas dan alasan cukup mendasar dalam
pengembangan
sektor
pariwisata
di
Kabupaten
Banyumas,
nampaknya masih ada hal yang kurang mendukung , ter1ebih jika dikaitkan dengan pengembangan partisipasi masyarakat sebagaimana dalam Visi Kabupaten Banyumas 2001-2005 yang menyebutkan: " Pada tahun 2005 Kabupaten Banyumas mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera; terpenuhi pelayanan dasar secara adil dan transparan; yang didukung dengan pemerintahan yang baik dan aparat yang bersih dengan tetap memperlahankan budaya Banyumasan " (Renstra Kab.Banyumas 2001-2005),
7
dimana jika dihubungkan dengan konsep pengembangan pariwisata dalam strategi kebijakan pariwisata Kab. Banyumas dalam Renstra Kab.Banyumas 2001-2005 yang meliputi:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas obyek wisata yang lebih menarik yang menberikan pesona khas bagi para wisatawan 2. Mengembangkan agrowisata untuk memperkaya obyek wisata daerah 3. Penyediaan fasilitas pendukung pariwisata yang menarik dan bercirikan khas banyumas untuk menarik para wisatawan 4. Mengembangkan dan meningkatkan pola kemitraan pemerintah dan swasta dalam penanganan masalah-masalah bidang pariwisata 5. Menyediakan sarana informasi pariwisata yang sekaligus sebagai lembaga promosi pariwisata daerah 6. Mengembangkan budaya dan kesenian trdisional khas Banyumas untuk menarik para wisatawan 7. Mendorong tumbuhnya industri pendukung pariwisata daerah. Nampak bahwa rencana pembangunan pariwisata di Kabupaten Banyumas masih bersifat terpusat pada kehendak pemerintah (Top Down), dimana keterlibatan partisipasi masyarakat masih belum tergarap dengan baik. Sehingga seolah pemerintah telah melakukan sebagaimana dikatakan oleh Korten bahwa :
" ... The state has underestimated the extent and capacity of the systems by which People have learned through long and often difficult experience to manage locally available resources to meet their own self-defined needs. At the same time the state has often seriously over-estimated its own ability to manage these same resources ... "(Korten, 1986: 1), Pembangunan kepariwisataan yang belum melibatkan partisipasi di dalamnya dapat menimbulkan akibat buruk yang akan terjadi dalam interaksi masyarakat pariwisata, dimana jika dibiarkan akan menimbulkan persoalan yang mengganggu bagi pembangunan kepariwisataan. Untuk itu perlu segera
diupayakan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat yang ada, guna mengefektifkan keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan pariwisata, disamping itu, pengembangan lembaga partisipasi masyarakat diharapkan akan sangat membantu bagi terselenggaranya
8
pariwisata
yang
terbebas
dari
pemborosan
dana
penyelenggaraan,
pembangunan yang tidak berkelanjutan, dan permasalahan perekonomian masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Jazairy, ".. .Parlicipation may help to reduce the cost of implementation and improve maintenance, sustainability and replicability, it can also bring implementation problems similar to those of traditional, economic development projecf' (Jazairy dkk, 1992 : 358) :
sehingga keadaan yang mendukung tujuan kepariwisataan untuk dapat terwujud, seperti: 1. Ber1anjutnya pembangunan (Sustainable development) yang telah dilaksanakannya, kususnya sektor pariwisata; 2. Dapat dihilangkannya proses pemiskinan struktural, akibat penegutamaan pada orang dan kelompok tertentu; 3. Terjaganya kemungkinan akan terjadinya perusakan alam, atau dalam lingkup pariwisata ini dapat diartikan, sebagai terhindamya upaya "merusak pariwisata" oleh masyarakat sendiri karena merasa tidak ikut memiliki program dimaksud; Sehubungan
dengan
hal
tersebut,
nampaknya
persoalan
ketidakhadiran partisiapasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, khususnya di Baturraden sebagai kawasan pengembangan wisata andalan di Kabupaten Banyumas dapat ditunjukan salah satunya dengan gejala perilaku masyarakat yang buruk bagi kepariwisataan sebagaimana perilaku : 1. Penipuan; 2. Pemerasan; 3. pemalakan; 4. Premanisme; 5. 011. (Radar Banyumas & Suara Merdeka : 4 Nov 2000 s/d 27 Sept 2001) yang akan menjadi preseden buruk bagi kelanjutan penyelenggaraan pariwisata di Baturraden. Padahal posisi Baturraden saat ini cukup penting sehubungan dengan
krisis ekonomi yang
mengakibatkan
Baturraden
bagaikan "oasis kemakmuran" yang mampu mendatangkan uang ditengah
9
kemiskinan yang kian membelit di sekitamya, sehingga Baturraden diburu oleh banyak orang dari tempat lain. Namun demikian upaya pengembangan tak akan pemah berjalan dengan baik jika tidak menggunakan strategi yang baik, dalam arti suatu upaya untuk mengidentifikasi misi dan mandat dari lembaga paritsipasi masyarakat, serta mengidentifikasi tuntutan lingkungan internal dan ekstemal disekeliling lembaga partisipasi masyarakat tersebut.
B. Perumusan Masalah Uraian di atas menunjukan betapa pentingnya pengembangan lembaga partisipasi masyarakat guna mengatasi dominasi perekonomian global maupun stagnasi perekonomian dan demokratisasi yang tengah bergulir yang menuntut peran partisipasi masyarakat
serta upaya pembangunan
pariwisata yang berhasil. Sehubungan
dengan
itu,
Dinas
pariwisata
dan
kebudayaan
Kabupaten Banyurnas (Disparbud) mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan lembaga partisipasi masyarakat yang ada di kawasan wisata Baturraden. Namun demikian hingga saat ini Dinas pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas belum sepenuhnya mempunyai strategi yang memadahi guna mewujudkannya. Dalam kaitan ini upaya untuk memciptakan
perencanaan
strategis
menjadi
sangat
mendesak
keberadaannya untuk dilakukan guna mengatasi hal tersebut di atas. Berkaitan
dengan
upaya
perencanaan
strategis
pengembangan
lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata dengan studi kasus kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas yang hendak dilakukan, maka nampak permasalahan sebagai berikut:
10
10 Lingkungan internal dan ekstemal apa yang dihadapi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Banyumas dalam rangka mengembangkan
lembaga partisipasi masyarakat;
20 lsu-isu strategis apa yang dihadapi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dalam rangka mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat;
30 Bagaimanakah strategi pengembangan lembaga partisipasi masyarakat yang tepat dalam pembangunan pariwisata di kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas;
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1 Untuk mengetahui lingkungan internal dan ekstemal yang dihadapi Dinas 0
Pariwisata
dan
Kebudayaan
Kabupaten
Banyumas
dalam
rangka
mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat;
20 Untuk mengetahui lsu-isu strategis yang dihadapi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Banyumas dalam rangka mengembangkan
lembaga partisipasi masyarakat;
30 Untuk
merumuskan
masyarakat
dalam
strategi
pengembangan
pembangunan
Baturraden Kabupaten Banyumas
0
pariwisata
lembaga di
partisipasi
kawasan
wisata
BABII KERANGKA KONSEPTUAL
Guna menciptakan sebuah strategi yang baik, maka seorang pimpinan maupun manager tak pemah dapat melepaskan diri dari tempat organisasi itu bergerak dan hidup yang dipengaruhi kekuatan interen maupun eksteren, dimana keberadaan tersebut juga selalu dipengaruhi oleh mandat dan misi organisasi yang mengawalnya sebagaimana dikatakan Bryson sebagai berikut : . . . How should these leaders respond to dwindling or unpredictable resources; new public expectation or fo1111al mandates; demographic changes; deregulation or regulation; upheavals in international, national, state, and local economies; and new roles for public, nonprofitand managers and nonprofit organizations ? ...... What should their organization mission be ? ...... How can they fo1111ulate desirable strategies and implement them effectively ? ...... . (Bryson, 1995 : ix)
Sebagaimana tuntutan proses demokratisasi yang tengah bergulir yang menuntut peran serta masyarakat dalam proses politik ekonomi dengan segala implikasinya yang tengah terjadi di Indonesia dan Kabupaten Banyumas pada khususnya,
merupakan
suatu
alasan
yang
tepat
untuk
menggunakan
perencanaan strategies sebagaimana diungkapkan Bryson diatas. Untuk itu sebagaimana judul penelitian di muka maka selanjutnya secara berurutan akan dijelaskan kerangka konseptual yang melingkupi suatu proses Perencanaan strategis pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata sebagai berikut : Pembangunan Pariwisata
Guna mengetahui lebih jauh tentang pariwisata sebagai upaya menusia dalam memeperoleh kesegarannya kembali fisik dan mentalnya dengan cara melakukan kegiatan bepergian dari dan ke tempat tujuan di luar
II
12
tempat tinggalnya (Fadeli, 1995 : 37), dan secara lebih luas merupakan sesuatu yang berhubungan dengan pengusahaan proyek dan daya tarik serta
usaha yang terkait dengan bidang tersebut (UU. 9/90), dimana apabila ke dua pengertian tersebut digabungkan maka, dapat dikatakan bahwa pariwisata adalah merupakan suatu fenomena yang bermuara pada
hubungan antara petja/anan dengan hunian yang tidak bersifat permanen, dimana pariwisata sesungguhnya bukan merupakan tujuan bersifat menetap, akan tetapi terkait dengan pengeluaran sejumlah biaya (Bintek depdagri : 1) Sehubungan dengan itu, pariwisata pada dasamya adalah
bentuk
kegiatan manusia yang berpangkal tolak pada perjalanan atau dengan kata lain
pariwisata
merupakan
menimbulkan (1).
"manusia
Kebutuhan fisik,
dalam petjalanan':
yang akan
sebagai akibat aktivitas tersebut
merupakan kegiatan yang bersifat konsumtif, dan (2). lnteraksi sosial budaya yang memiliki dampak yang sangat luas.(Bintek, Depdagri, 1999:1), dan interaksi sosial budaya tersebut dapat menimbulkan pengaruh yang akibatnya menyangkut beberapa dimensi interaksi seperti : ku/tura/, bisnis
dan politik. Dimana lnteraksi kultural akan memberi ajang akulturasi budaya bagi berbagai macam etnis dan bangsa, dan melalui pariwisata, kebudayaan suatu masyarakat tradislonal seperti Indonesia sedemikian rupa bertemu dan berpadu dengan kebudayaan masyarakat modem yang kemudian akan saling bersinggungan dan beradaptasi serta tidak jarang akan menciptakan produk-produk budaya baru. Sementara lnteraksi bisnis, menawarkan bertemunya unit-unit usaha yang menyajikan bermacam-macam keperluan wisatawan,
selanjutnya
dimensi
interaksi politik,
dapat
menciptakan
kemungkinan ekstrim seperti : (1 ). Persahabatan antar etnis dan antar
13
bangsa,
maupun
(2).
Bentuk-bentuk
penindasan,
ekploitasi
dan
neokolonialisme. (Usman, 1998: 53). Akibat yang ditimbulkan oleh interaksi dalam kegiatan pariwisata tidak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi yang mengarah pada terjadinya
Borderless world dan one world development, dimana hal tersebut mengakibatkan terdorong masuknya secara besar-besaran modal asing ke Indonesia atau ucross border flow of resources" dalam bentuk modal, yang pada akhimya menimbulkan persaingan semakin tajam di sektor pariwisata yang
diwamai
oleh
stagnasi
ekonomi
yang
banyak
menimbulkan
pengangguran (Kusworo,1999 : 1). Hal tersebut sebagai akibat dari pariwisata intemasional yang dijalankan oleh negara maju tidak hanya gagal melakukan fungsinya sebagai motor bagi pembangunan ekonomi negaranegara dunia ke tiga akan tetapi sebaliknya bahkan telah berubah menjadi penyebab dari terjadinya keterbelakangan dan ketergantungan bagi banyak negara berkembang di belahan bumi (Nasikun, 1999: 4). Ketergantungan negara-negara dunia ke tiga ini terjadi melalui sub ordinasi dari ekonomi nasional akibat hubungan tidak seimbang dalam struktur pariwisata intemasional saat ini, dimana negara dunia ke tiga hanya mampu
memainkan
peranan
pasif,
sehingga
serbuan
modal
yang
melumpuhkan ekonomi dunia ke tiga di sektor pariwisata seakan tak terelakkan akibat beberapa kegiatan monopoli pariwisata intemasional dari negara maju yang dilakukan melalui : 1. Pemilikan atau investasi ekuiti (ownership or equity investment), dengan memiliki sebagian besar atau seluruh pangsa ekuiti; 2. Kontrak menejemen (Management contract), dimana 74 96 keterlibatan mereka di negara-negara dunia ke tiga dilakukan melalui kontrak menejemen;
14
3. Peljanjian sewa hotel (Hotel-leasing agreement), dengan membayar sewa hotel sesudah dikurangi dengan biaya operasi; 4. Franchise-agreement, dengan mengijinkan pemilik hotel menggunakan nama, simbol dan pelayanan mereka sebagai imbalan atas pembayaran fee oleh pemilik hotel; 5. Peljanjian pelayanan teknis (Technical service agreement). (Nasikun, 1999 : 5) Dimana
keadaan
kurang
menguntungkan
tersebut
menjadikan
pariwisata di negara berkembang cenderung dikemas secara masal , terstandarisasi dan massif tanpa memperhatikan kepentingan yang lebih
luas dari masyarakat, sebagaimana Poon (Poon dalam Nasikun, 1993 : 6) menyebut sebagai "Mass Tuorism" yang memiliki ciri-ciri :
1 . Pengemasan yang tersetandarisasi dan tidak fleksibel; 2. Replikasi atau produksi yang bersifat massif,· 3. Pemasaran bersifat massif bagi konsumen yang tidak memiliki diferensiasi; 4. Uburan atau rekreasi dikonsumsi en masse; 5. Memiliki perhatian yang minimal terhadap daerah dan kebudayaan tujuan wisata. (Nasikun, 1999 : 6) Di sisi lain, dukungan dari sistem kepariwisataan yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia lebih mengedepankan pola-pola terpusat yang sentralistik, dimana kehendak negara menjadi alasan utama bagi setiap upaya
pembangunan
yang
dilancarkan,
termasuk
dalam
upaya
pembangunan pariwisata, yang pada ujungnya tidak hanya merugikan pengembangan pariwisata itu sendiri, tetapi juga "melunturkan semangat" masyarakat untuk berperan aktif mengembangkan kepariwisataan pada umumnya, sehingga lengkaplah penderitaan kepariwisataan di Indonesia. Gejala terpusat pembangunan kepariwisataan pada negara maju dan pada pemerintah nasional, dapat diatasi ketika disadari bahwa arti "membangun" adalah suatu upaya memperbaiki (Balai Pustaka, 1993 : 89). dan merupakan proses perubahan sosial yang terencana menuju kapada
15
kondisi yang lebih baik (Tjokrowinoto, 2000). Selanjutnya pendapat itu dipertajam oleh Goodman bahwa : ... In a terms of social progress,
development means improving the quality of live for the mass of people ... should provide two important things : (1). An equitable distribution of wealth and (2). A broad popular participation in the political and economic life of the country (Goodman,
1980 : 3),
sehingga
pembangunan hendaknya
menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan berkesinambungan dalam arti tidak terjadi kerusakan baik alam maupun sosial (Budiman, 1996: 8). Pengertian pembangunan tersebut dalam good gevemance akan disangga oleh tiga kaki yaitu: economic, political dan administrative, dimana economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi dan berimplikasi pada equity, poverty, dan quality of life, dan political gevemance sebagai proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan, sementara Andministrattive gevemance sebagai sistim
implementasi
proses
kebijakan,
sehingga
dalam pelaksanaan
pembangunan perfu melibatkan tiga domain yaitu : state (negara), privat
(swasta) dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi menjalankan fungsinya
masing-masing
(LAN,2000
5-6)
yang
didukung dengan
karakteristik khas dari Good Governance yaitu: (1 ). Participation, (2). Rule of
law, (3). Tranparancy, (4). Responsiveness, (5).
Consensus orientation,
Equity, (6). Effectiveness and efficiency, (7). Accountability, (8). Strategic vision (LAN, 2000 : 7), sebagaimana dalam konteks yang lain (Partnership and paticipation : necessary element for poverty allevation) dikatakan :
To bring the rural poor onto the centre stage of development, many agents must be involved in close partnership - external agencies and donors,
16
central and local government, NGOs, grassroots institutions, and other private and commercial entities (Jazairy, 1992: 342) Selanjutnya agar lebih jelas, maka dalam kaitan ini sektor swasta dapat dibedakan dengan sektor masyarakat karena mempunyai pengaruh terhadap kebijakan sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan-perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat terdiri dari individu maupun kelompok (baik dalam organisasi maupun tidak) yang berinteraksi sosial, politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dll, dimana selanjutnya keberadaan negara menjadi paling penting, karena fungsi pengaturan yang menfasilitasi keberadaan sektor swasta dan masyarakat. (LAN,2000: 7-8). Sebagaimana konsep pembangunan yang melibatkan tiga unsur "penyangga" tersebut, maka sektor pariwisata per1u menempuh upaya untuk mencegah
merebaknya
dikembangkan secara
pola
kepariwisataan
yang
ekspansionis
dan
masif yang merugikan dengan pengembangan
kepariwisataan partisipatoris berbasis pada komunitas yang memiliki esensi tidak ada pemaksaan oleh alasan motif-motif dan kepentingan yang datang dari
luar
serta
melibatkan
masyarakat
dalam
keseluruhan
proses
perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya, termasuk pemilikan dan penguasaan aset dan infrastruktumya (Nasikun,1999 : 11 ). karena kerangka pendekatan dan skala yang tidak memperoleh dukungan masyarakat akan menimbulkan ketegangan antara kepentingan masyarakat dan wisatawan. menurunya
mutu
pengalaman
wisatawan
yang
keber1anjutan pei"Xembangan pariwisata itu sendiri.
akan
mengancam
17
Selanjutnya perlu disadari bahwa kesalahan pengelolaan pariwisata yang
"meminggirkan" masyarakat akan berakibat dampak sosial budaya
kepada pariwisata itu sendiri, seperti timbulnya semangat anti pariwisata, dan dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan sekitar yang bertentangan dengan tujuan dari pariwisata (Goal pariwisata) seperti :
1. Adanya kepuasan wisatawan yang diharapkan dapat datang kembali atau menyebarkan informasi yang baik pada orang lain; 2. Adanya imbalan yang memadahi bagi mereka yang terlibatdalam seluroh kegiatan wisata mulai dari perencanaan, pengembang, pengelola, dan penyedia layanan wisata; 3. Adanya perlindungan terhadap lingkungan hidup, sehingga pemasukan yang diharapkan tidak hilang karena perbaikan lingkungan yang telah rosak tadi; 4. Adanya kegiatan pariwisata ke dalam totalitas kehidupan masyarakat terotama aspek sosial ekonomi. Sehingga kegiatan pariwisata tersebut tidak eksklusif atau terpisah dari kehidupan sosial ekonomi penduduk /okal yang bisa menyebabkan kecemburoan sosial atau masa/ah sosial lainnya (Sugiono, 1999 : 3) Kecenderungan masyarakat untuk dijadikan obyek dan kurang terlibat dalam merumuskan masalah dan penyusunan kebijakan untuk dirinya sendiri, perlu dirubah dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang didasarkan atas keterlibatan partisipasi masyarakat, sehingga dalam kaitan ini perlu kiranya ada perbaikan konsep yang semestinya berlaku seperti :
1. Meromuskan masalah bersama-sama antara katalisator dengan masyarakat, romusan tersebut didasarkan atas masalah yang sungguhsungguh dirasakan oleh masyarakat; 2. Pemecahan didekati dengan cara yang disepakati oleh masyarakat dan katalisator disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat; 3. Haros dilakukan pula pendekatan yang justro membangun kesadaran dan memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan kekuatan mereka sendiri (Zubair, 1999 : 4) yang perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan pariwisata yang melibatkan masyarakat dengan menggunakan kiat sebagai berikut : 1. Pengembangan sikap mau be/ajar masyarakat dan sudah saatnya diubah pandangan bahwa masyarakat adalah awam dan bodoh, karena pada
18
dasamya asyarakat memiliki kearifan justro be/ajar langsung dari pengalaman hidup yang telah berfangsung sekian genearsi; 2. Berdasarkan realitas kearifan masyarakat itulah yang mendorong kata/isator agar ketika berhadapan dengan mereka, tidak bersifat mengguroi tetapi mendengarkan dan mencoba memahami apa yang menjadi masalah serta cara penyelesainnya; 3. Antara masyarakat setempat dengan orang luar yang lebih bersifat katalisator, artinya memotivasi dinamika masyarakat tanpa menghi/angkan jati diri masyarakat tersebut, tetjadi saling berbagi infonnasi, gagasan serta pengalaman.(Zubair, 1999 :4) Dimana upaya tersebut bertujuan untuk menyamakan visi tentang kesadaran, pemahaman dan komitmen terhadap kepariwisataan dimana instansi pemerintah akan mendapatkan masukan gagasan guna memperoleh suatu rumusan
program
kegiatan
bersama
dalam
rangka
meningkatkan
perkembangan pariwisata, yang akan menciptakan infonnasi pariwisata lengkap guna kepentingan masyarakat sendiri, wisatawan, para peneliti dan pemerhati masalah wisata serta lingkungan budaya, juga para pelaku transaksi bisnis, serta dapat dikenalnya potensi masyarakat. Pembangunan kepariwisataan yang partisipatif dan berbasis pada komunitas pada akhimya dapat menimbulkan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan merupakan peluang ke depan, karena:
1. Pariwisata berbasis komunitas karaktemya lebih mudah untuk diorganisasi di dalam sekala kecil, pariwisata ini pada dasamya meropakan suatu jenis pariwisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman dan tidak menimbu/kan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan jenis pariwisata konvensiona/ yang berseka/a massif; 2. Pariwisata berbasis komunitas memiliki pe/uang lebih mampu mengembangkan obyek-obyek dan atrasi-atraksi wisata bersekala kecil, dan oleh karenanya dapat dikelola oleh komunitas pengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial kultural yang kecil dan dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima masyarakat; 3. Pariwisata berbasis komunitas memberikan pe/uang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusan-keputusan dan didalam menikmati keuntungan perkembangan industri pariwisata, dan oleh karena itu lebih memberdayakan masyarakat;
19
4. Parwisata jenis ini bisa juga disebut sebagai pariwisata alternatif yang tidak hanya rnenekan "Cultural sustainability" tetapi secara aktif bahkan beropaya rnernbangkitkan penghonnatan para wisatawan pada kebudayaan lokal, antara lain melalui pendidikan dan pengembangan organisasi wisatawan. (Nasikun, 1999 : 10) B. Pengembangan Lembaga Partisipasi Masyarakat Efektifitas
proses partisipasi masyarakat tersebut per1u ditempuh
melalui wadah organisasi, agar lebih baik dalam menampung setiap aspirasi yang muncul melalui pemanfaatan unsur-unsur di dalam organisasi, seperti : (1). Struktur sebagai bentuk pembagian kewenangan/tanggung jawab dalam rangka pencapaian tujuan, (2). kultur sebagai bentuk hubungan interaksi antar anggota dengan anggota, pelanggan, dan pemasoknya, serta (3).
resources yang merupakan sumber daya yang meliputi manusia maupun aset yang dimilikinya,
sumber daya
mengingat organisasi
pada
hakekatnya merupakan perwujudan perangkat dari pencapaian tujuan yang
"diawaki" oleh orang-orang yang kedudukan dan perannya diatur secara terencana dalam struktur tertentu guna memudahkan pembagian peran dalam
pencapaian
tujuan,
dimana
keberadaannya
saling
menglsi,
mendukung satu dan lainnya, serta merupakan suatu keseluruhan sistem yang saling berhubungan dan sebagai perwujudan dari kesatuan perasaan, jiwa, keinginan-keinginan, dan berbagai macam tujuan yang dikemas dalam tujuan bersama yang searah, dimana dalam konteks yang lain Jazairy mengatakan bahwa :
... Mobilising people into collective organizations can play a role. By voicing their concern, poor rural groups can put enough pressure on local elites, local institutions and governments ... (jazairy, dkk, 1992 : 357) Namun demikian perlu diingat bahwa keberadaan pola interaksi dalam organisasi dapat menimbulkan keadaan yang sa ling "bertegangan" satu dan
20
lainnya dan dapat menimbulkan "miss match" manakala mengalami kehilangan kesatuan pandangan dan tujuan seperti yang diharapkan oleh tujuan bersamanya, oleh sebab itu sebuah organisasi dapat survive manakala keberadaannya mampu beriteraksi dengan perubahan lingkungan baik yang mempengaruhi suasana irama kerja maupun tuntutan dari lingkungan sekitar yang mempunyai peran dalam mempengaruhi nasib dan hidup organisasi sekarang dan ke depan. Selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam merespon lingkungan, perlu di dalamnya melaksanakan upaya peningkatan kemanfaatan organisasi bagi lingkungannya dalam arti organisasi sebagai sebuah lembaga, yang pengertiannya sebagai berikut :
Kumpulan sejumlah orang yang berupaya mencapai tujuan yang didalamnya terdapat hubungan ketja sama yang saling membantu dengan tujuan untuk menghasilkan, mengembangkan, memperlcenalkan hasil baru (memelihara dan mengembangkan hal-hal yang baru) (Djojowandono, Kuliah 2411 2001). dimana upaya meningkatkan kemampuan organisasi sebagai lembaga tersebut tidak dapat dipisahkan dengan pengertian "pembangunan lembaga" (Institution Building) (Eaton, 1972 : 21-39), yang di dalamnya mensyaratkan beberapa kriteria seperti : 1. Elemen dalam pengembangan lembaga Merupakan kriteria pengembangan lembaga dalam pencapaian tujuan di tengah masyarakat, yang terdiri dari a. leadership Kemampuan untuk mengajak I membuat pihak lain mau menerima I mengikuti seperti yang diajakan pada seseorang I kelompok. b. Doktrin Ajaran tentang kebaikan yang seakan tak ada tandingnya I tak ada pilihan lain.
21
c. Program Gambaran atau lukisan yang akan ditempuh dalam gerak maju, ditempuh secara bertahap (tahap demi tahap). d. Resources Segala sesuatu yang diper1ukan dalam merubah ketert>elakangan menjadi lebih maju, seperti : Man, Material, Money, Machines, dan Management. e. Internal Structure Pembagian kewenangan yang berujud pola komunikasi dan komitmen dari personilnya dalam mendukung tujuan dari organisasi. 2. Elemen pengaruh lingkungan : Merupakan hal yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan di tengah masyarakat, karena lembaga pada hakekatnya tidak dapat lepas dari kepentingan dan tujuan yang bert>eda maupun serupa dari para pihak di sekitamya (linkages), yang terdiri dari
a). Enabling linkages Para pihak yang memberi kemampuan untuk tegaknya lembaga dan berfungsi secara berkelanjutan. b).Functionallinkages Para pihak yang mensuplai sumber daya dan produk - produk dalam rangka lembaga bekerja untuk merubah input menjadi output. c). Nonnative Linkages Para pihak yang memiliki kemampuan untuk memberikan tuntunan sumber norma bagi lembaga tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. d). Diffused linkages Para pihak lain yang mampu mempengaruhi jalannya lembaga selain di atasi. Selanjutnya hubungan antara elemen kelembagaan dan lingkungan yang mempengaruhi dapat digambarkan : Gb.1 Variables dan Linkages Institution Hubungan Institution Variables 1. 2. 3. 4. 5.
Leadership Doctrine Program Resources Internal structure
Linkages
H
Transaction
f-----.
1.
2. 3. 4.
Enabling linkages Fundionallinkages Normative linkages Diffused linkages
22
3. Elemen syarat sukses lembaga Elemen sukses lain dalam pengembangan lembaga guna pencapaian tujuan di tengah masyarakat adalah meliputi kemampuan dalam berupaya agar inovasi-inovasi yang dihasilkannya dapat diterima luas oleh masyarakat, seperti:
a. Technical capacity : Kemampuan inovasi dalam memberi layanan teknis sebagaimana telah dirumuskan dan disertai kemampuan pelaksanaan tugas yang selalu meningkat pada masyarakat b. Nonnative commitment : Niat untuk selalu menyampaikan inovasi-inovasi lembaga dapat diterima oleh masyarakat c. Innovative thrust : Lembaga yang terus menerus dipercaya untuk memberikan inovasi pada masyarakat d. Environmental image: Lembaga dipandang berharga dan menguntungkan oleh lingkungannya. e. Spread effect Suatu tingkatan dimana inovasi, norma, pola prilaku suatu lembaga telah diakui dan menyatu dengan kegiatan lembaga yang lain. (Esman dalam Eaton, 1972: 21-38) Selanjutnya
konsep
pembangunan
lembaga
dalam
rangka
pengembangan lembaga partisipasi masyarakat, akan mengkait dengan proses demokrasi yang tengah mengalami proses perubahan, dalam arti peran serta masyarakat
untuk ikut serta memutuskan segala sesuatu
yang berkenaan dengan diri mereka (partisipasi) tidak dapat dilepaskan dengan "proses perubahan" yang tengah terjadi dan menuntut kesadaran tentang hakekat perubahan sebagai gejala yang : (1). Tidak dapat dihindari (Inevitable),
(2).
Merupakan sebuah
direncanakan (planned change) (Utomo,
proses,
(3).
Harus
Kuliah 16/8 2000), dan
perubahan yang berencana dalam suatu lembaga hendaknya memiliki syaratsebagaiberikut:
23
1. Berencana dan beljangka panjang, artinya suatu perubahan merupakan suatu proses bukan suatu peristiwa; 2. Lembaga secara keseluruhan, artinya dalam melakukan perubahan lembaga dilihat sebagai suatu kumpulan dari bagian-bagian yang tidak terpisah satu sarna lain; 3. Dike/o/a, artinya perubahan yang efektiv akan terjadi jika dikelola atau dimanage dengan baik; 4. Efektifitas dan kesehatan /embaga, artinya usaha perubahan yang dilakukan dikatakan sehat jika dilakukan dengan disesuaikan potensi dan kemampuan lembaga; 5. lntervensi yang berencana, artinya perubahan harus terencana dengan saksama agar dicapai efektivitas perubahan; 6. Pengetahuan i/mu peri/aku, artinya bahwa kegiatan dan pengembangan dan pembinaan lembaga tidak saja menangani pekerjaan manusia di dalam suatu kelompok secara fisik, melainkan meliputi perasaan, sikap, tingkah laku, kebutuhan dan motivasinya bekerja di dalam kelompok tersebut. (Thoha, 1989: 13-16) Oleh karena itu terbentuknya partisipasi masyarakat bukan merupakan hal yang mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu singkat, ter1ebih dengan pengaruh kepolitikan "sentralistis" sebelumnya,
sehingga
pengembangan lembaga partisipasi masyarakat memer1ukan proses yang benar-benar akomodatif, edukatif, komunikatif dan bertanggung jawab dalam arti dapat diterima oleh semua kalangan sebagai bentuk peroses pembelajaran seluruh komponen yang ter1ibat (Negara, masyarakat dan swasta), serta merupakan hasil "tawar menawar matang" sebagai perwujudan dari partisipasi dalam berdemokrasi yang mengandung unsur
Decentralization, accountability, education, obligation dari masyarakat yang hendak melakukan pembangunan komunitasnya (lfe, 1996 :76-78). Guna menjawab ke empat unsur persyaratan partisipasi dalam berdemokrasi di atas biasanya akan dicari jalan untuk mengakomodasi energi positif dari kehendak partisipasi masyarakat ke bentuk seperti berikut :
dalam bentuk
24
1. Lembaga Konsultasi, Sebagai bentuk pengungkapan peran serta masyarakat yang pertama dalam pembangunan prasarana dan sarana publik, dimana lembaga ini bertujuan untuk melibatkan prosedur-prosedur untuk melakukan konsultasi dengan individu dan kelompok kepentingan tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan pembangunan di tingkat komunitas, dan merupakan suatu bentuk pengumpulan infonnasi dari organisasi birokrasi dalam suatu perencanaan pembangunan, serta lembaga ini merupakan instrumen untuk mendidik publik agar memahami nilai-nilai profesional dan sebagai cara untuk meyakinkan bahwa para perencana telah memperoleh dukungan publik. 2. Desentralisasi administrasi/birokrasi pembangunan di tingkat lokal, Sebagai bentuk dukungan terhadap peranserta masyarakat dengan menempatkan operasi administrasi pembangunan pada tingkat komunitas local, sebagai cara untuk meningkatkan komunikasi antara warga komunitas lokal dengan birokrasi atau administrasi pembangunan, dengan tujuan untuk mendekatkan pusat-pusat pelayanan administrasi di tingkat komunitas untuk mempennudah pelayanan dan komunikasi, sehingga te~adi perluasan pendekatan korporalistik ke tingkat akar rumput, sehingga pelayanan publik lebih sensitif terhadap kepentingan-kepentingan lokal dan kasus-kasus lokal. 3. Desentralisasi Fungsional, Sebagai bentuk upaya menempatkan wakil-wakil komunitas lokal pada dewan-dewan atau badan-badan yang dibentuk oleh induk otoritas. Dimana badan dimaksud pada umumnya memilki tujuan tunggal dan berusia pendek sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, seperti program : pembangunan sekolah, rumah sakit, taman kanak-kanak, pusat-pusat rekreasi. Merupakan badan perwakilan yang mewadahi masyarakat awam bersama-sama dengan orang-orang profesional untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lembaga tersebut. 4. Lembaga ombudsmen, Sebagai bentuk upaya mengatasi kegelisahan atau gugatan-gugatan masyarakat terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh otoritas publik, dengan tujuan menyelidiki gugatan masyarakatterhadap keputusan di semua otoritas lokal di setiap kawasan dan selalu memelihara saluran-saluran komunikasi pada tingkat lokal. 5. Community action dah self- help group, Sebagai bentuk perwujudan gotong royong dalam mewujudkan partisipasi dan tuntutan akan peningkatan pelayanah yang diberikan pemerintah melalui peningkatan mutu antara berbagai instansi pada tingkat komunitas dan daya tanggap lebih besar terhadap kepentingankepentingan masyarakat lokal. Sehingga partisipasi masyarakat di tingkat lokal dapat dimobilisasi dalam detenninasi motivasi, kebutuhan dan tindakan untuk mengatasi masalah-masalah di tingkat lokal. (Smith, dalam Nasikun, 2000: 12-14) Sehingga
tercapainya
perkembangan
lembaga
masyarakat dalam pembangunan pariwisata merupakan
partisipasi 1). Hasil
25
perencanaan pembangunan melibatkan masyarakat dan dianggap sesuatu yang penting oleh masyarakat, 2). Hasil perencanaan pembangunan dapat merubah situasi kesejahteraan menjadi lebih baik, 3). Hasil perencanaan pembangunan akan mendorong terjadinya perubahan di tingkat individu,4). Hasil perencanaan
pembangunan
akan
didukung
sepenuhnya
oleh
masyarakat 5). Hasil perencanaan pembangunan akan memutuskan rantai keterasingan (alienation) jati diri masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan. C. Perencanaan Strategis
Pengembangan kelembagaan partisipasi masyarakat sebagaimana di atas per1u diupayakan melalui kiat tersendiri, atau biasa disebut sebagai strategi untuk menghasilkan sebuah keputusan strategis yang langka dan benar-benar "menohok" pada pennasalahan yang sebenamya dihadapi (Utomo, Kuliah 8112 2000), dan akan dituangkan dalam suatu proses "perencanaan strategis", sebagai upaya menjawab persoalan I isu strategies pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata yang memperhatikan tuntutan kepentingan-kepentingan internal dan eksternal dari lingkungan disekitar temasuk tuntutan misi serta mandat lembaga tersebut. Perencanaan strategis, sebagai out put dari suatu proses interaksi antara tujuan awal (Plan for planning) yang didukung oleh mandat dan misi dari para stakeholder yang dipengaruhi dan diarahkan oleh tuntutan lingkungan internal dan ekstemal sehingga menghasilkan isu strategis yang selanjutnya akan digunakan untuk menemukan strategi kelembagaan, dan Bryson memberikan pengertian strategi sebagai :
26
"A plan to achive the mission and meet the mandates". (Bryson, 1995: ix) Lebih jauh Bryson mengatakan bahwa :
"A strategy, therefore, is the extension of an organization's (or community's) mission, forming a bridge between the organization its environment.. ... Strategies are typically developed to deal with strategic issue; that is, they out line an organization's response to fundamental challenges it faces" (Bryson,1995 : 130) dimana pengertian itu memuat upaya tentang jawaban terhadap persoalanpersoalan dalam isu-isu strategis dan respon lembaga terhadap pilihan kebijakan pokok berujud strategi, yang dalam kaitan ini mensyaratkan adanya komitmen serta konsistensi lembaga terhadap apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Selanjutnya untuk menjaga akurasi suatu strategi maka Bryson membagi
strategi menurut level dan waktu yaitu : (1) Grand Strategy, (2)
Strategic Public planning unit, (3) Program or service, (4) Functional strategic (Bryson,1995 : 132) dan proses formulasi strategi yang menuntut adanya komitmen manager puncak untuk menggarap lingkungan dengan segala bentuk perubahan dan ketidak pastian menjadi bagian integral dari proses perencanaan strategis dimana nasib lembaga menjadi pertaruhan ke depan. Untuk itu proses strategi dalam model pemetaan atau siklus perencanaan strategies akan mencakup : 1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategies; 2. Mengidentifikasi mandat organisasi; 3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi; 4. Menilai lingkungan ekstemal: peluang dan ancaman; 5. Menilai lingkungan internal: kekuatan dan kelemahan; 6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi; 7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu; 8. Menciptakan visi organisasi yang efektif; 9. Mengembangkan suatu proses implementasi yang efektif; 10. Menilai kembali strategi dan proses perencanaan strategis. (Bryson,1995 : 23)
27
Dan pemetaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Bryson, 1995 : 24-25):
Gb.2 (The Ten Step Strategy Change Cycle /Bryson, 1995 : 24-25) -r---------T---------------~--------------T--------------------------------------------1 I
Forces/trend •Political •Economic •Social • Technological •Educational •Phcical
~·I
Key Resource Controller •Glints •Customers •Payers •Members •Regulators
I I
Strategic Issue •Direc Approach •Goal Approach • Visson of success approach •Indirect Approach
Initial Agreement (Plan for Ianning)
Mission I alues •By Stakeholder
Recources •People •Economic •Information • Competencies •Culture
Strengths and weaknesses
Present Strategy •Overall •Departement •Business Process •Functional
I
I I I
Collaborators • Colaborative Forces
Opportunities ~ And Threats
Mandates
I I
Competitors •Competitive Forces
Strategy and plan eview and adaption
'l \\ Strategy Formulation
Implementation
~
!; Description of organiza tion in the future (vision of success)
Performance •Indicators •Results •History
model pemetaan yang dikembangkan Bryson mengenai perencanaan strategis tersebut, mengikuti suatu pola yang dimulai dari tahapan kegiatan kualitatif sampai dengan bentuk yang paling teknis dengan melakukan penyesuaian sebagaimana Disparbud sebagai obyek penelitian yang keadaannya tidak sedemikian kompleks sebagaimana disyaratkan di atas,
Performance •Indicators •Results •History
28
demikian juga apabila dikaitkan dengan tujuan untuk memperoleh strategi terbaik, maka kesepuluh langkah sebagaimana disebutkan hanya akan dipergunakan mulai langkah ke 2 (dua) sampai dengan langkah ke 7 (tujuh) yang meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengidentifikasi mandat organisasi; Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi; Menilai lingkungan ekstemal : peluang dan ancaman; Menilai lingkungan internal: kekuatan dan kelemahan; Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi; Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu; Untuk itu selanjutnya langkah-langkah sebagaimana disampaikan
Bryson dapat dijelaskan dalam uaraian sebagai berikut :
1. ldentifikasi mandat dan misi Lembaga Mandat lembaga merupakan tuntunan, norma, aturan, arahan,
amanat atau tugas yang mengatur tindakan lembaga, dimana mandat dalam perwujudannya dapat berbentuk formal maupun informal yang menjadi landasan bagi lembaga, tentang apa yang akan dilakukan atau tidak dilakukan. Kejelasan mandat akan mempertegas pembentukan misi lembaga, karena misi merefleksikan secara eksplisit apa yang harus dicapai oleh suatu lembaga dan kegiatan spesifik apa yang penting dan menjadi cakupan operasinya, selanjutnya misi akan merefleksikan identitas dari suatu lembaga serta membimbing upaya pencapaian visi yang ditetapkan. Penyu!Sunan visi dan misi ini akan mempedomani bagi komponen-komponen
lembaga
dalam
melaksanakan
memberi arah tujuan dari lembaga (Bryson, 1995: 26-27)
tugas
serta
29
2. Penilaian lingkungan ekstemal dan internallembaga a. Menilai lingkungan eksternal, Upaya mengeksplorasi lingkungan di luar lembaga adalah untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi lembaga pada saat ini maupun mendatang (Bryson, 1995 : 89), dimana tahapanya
untuk mengetahui peluang dan ancaman dapat diketahui dengan mengidentifikasi tiga kategori yaitu (a). kekuatan kecenderungan (forces I trends), (b). kekautan pengendalian (controllers), (c). Competitors dan Colaborators. Kekuatan kecenderungan (forces I trends) dapat dipecahkan dengan karegori PEST yaitu : Politic, economic, social, technological. Dimana (a). politic adalah situasi dan konfigurasi kekuatan politik di suatu wilayah yang mencetuskan berbagai kebijakan yang dapat mendorong maupun menghambat gerak lembaga, (b). Economic melihat dari berbagai faktor di bidang ekonomi, lingkungan maupun di luar lingkungan dimana lembaga beroperasi. (c). Social merupakan kaitan kejadian yang berujud pergeseran pola kehidupan sosial seperti perubahan perilaku, gaya hidup, sikap, preferensi. (d). Technological menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pengaruh penggunaan teknologi dalam lembaga. Pengendali I controllers adalah sumber kontrol terhadap kerja lembaga yang meliputi : Clients, Customers, Regulators, dimana (a). Client merupakan kekuatan pengontrol yang menentukan arah gerak lembaga yang meliputi swasta dan pemerintahan saat ini maupun yang
akan
datang,
Client
dalam
penelitian
ini
menyangkut
30
keberadaan dari pengembangan lembaga partisipasi masyarakat di kawasan wisata Baturraden, maka sebagaimana Esman (dalam Eaton,
1972
: 21-39)
dengan
pembangunan
lembaga
yang
mengkaitkan unsur-unsur lembaga dengan kondisi lingkungan internal lembaga (elemen lembaga) yang dipengaruhi kondisi lingkungan ekstemal (elemen linkages) serta dampaknya terhadap masyarakat pada saat ini maupun akan datang (elemen sukses), maka Bryson dengan sudut pandangnya, jika dikaitkan dengan keberadaan client dalam kaitan pengembangan lembaga perlu ditambahkan unsur unsur sebagaimana dimaksud Esman sebagaimana tersebut pada uraian terdahulu, (b). Customers merupakan kekuatan pengontrol yang menentukan arah pengunjung
gerak lembaga yang meliputi pelanggan I
kawasan
wisata
Baturraden
kuhususnya
maupun
nusantara dan manca pada umumnya pada saat ini maupun yang akan datang, (c). Regulators merupakan kekuatan pengontrol yang menentukan arah
gerak lembaga yang meliputi aturan-aturan
pemeritah yang saat ini maupun yang akan datang. Sedangkan competitors adalah merupakan lembaga pesaing yang keberadaannya dapat mengancam keberadaan lembaga pada saat ini maupun yang akan datang disebabkan oleh sumberdaya yang terbatas, sementara itu apabila tidak dapat ditaklukan sebagai lembaga pesaing maka alangkah bijaksananya apablla lembaga partisipasi kemudian memperlakukan lembaga tersebut sebaga lembaga colaborator yang dapat mendorong kemajuan lembaga
31
partisipasi tersebut, untuk saat ini maupun untuk saat yang akan datang dalam suatu hubungan kerja sama.
b. Menilai lingkungan internal, Upaya yang dilakukan adalah mengeksplorasi lingkungan di dalam lembaga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang
dimiliki lembaga pada saat ini, dimana tahapan menilai lingkungan internal menurut (Bryson,1995 : 90), diperoleh dengan meng identifikasi tiga kategori yaitu (1). Sumber daya (Resources), (2). Kegiatan yang dilaksanakan dilaksanakan (Present strategy), (3). lndikator perumusan keberhasilan (Performance). Untuk itu selanjutnya diuraikan tentang kategori identifikasi kekuatan internal sehubungan dengan sumber daya (Resource), seperti : (a). People,
meruapakan input bagi lembaga yang
menyangkut Sumber daya Manusia yang dihubungkan dengan kemampuan personal yang dilihat dari tingkat pendidikan, dan jumlahnya. (b). Economic, menilai lembaga dari segi kemampuan ekonominya dalcim membiayai lembaga yang bersangkutan, seperti aset, sumber keuangan lembaga. (c). Information adalah sejauh mana organisasi memahfaatkan informasi guna kemajuan lembaga yang Competensi~es
bersangkutan.
(d).
pengalokasian
kewenangnan
yang
adalah
berkenaan
disesuaikan
dengan
dengan tujuan
organisasi secara keseluruhan. (e). Culture adalah berkenaan dengan nilai-nilai yang semestinya dianut I ditaati oleh lembaga bersangkutan dalam kaitan dengan sesama anggota, pelanggan dan pemasok.
32
Sehubungan dengan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi (present strategy), maka dalam Bryson membagi kegiatan tersebut dalam tiga tingkatan kegiatan yang meliputi : Overall,
Departement,
Business
Process,
Functional.
Namun
demikian
mengingat keberadaan Disparbud yang pembagian depertemennya tak ter1ampau luas maka dalam penelitian ini hanya menggunakan sampai dengan Business Process saja. Selanjutnya
guna
mengetahui
kriteria
keberhasilan
sehubungan dengan kinerja yang telah dilakukan organisasi dalam mencapai tujuan, maka Bryson mensyaratkan pengukur seperti : Indicator,
result,
History sebagai
prasyarat atas
keberhasilan
pencapaian tujuan yang dilihat dari perkembangan dan hasil dari waktu ke waktu. 3. ldentifikasi isu strategis lsu merupakan pertanyaan kebijakan yang mendasar I basic policy
question, yang mempengaruhi proses perubahan sekarang dan yang akan datang, dalam arti kalau hal tersebut gagal dijawab akan berisiko besar terhadap masa depan lembaga terse but Menurut Barry (dalam Bryson 1994 : 111-113) ada empat pendekatan bagi identifikasi isu strategis, yaitu : (a). Pendekatan langsung (The Direct approach), (2). Pendekatan sasaran (The Goal approach), (c). Pendekatan visi keberhasilan (The vission of succes approach), (d). Pendekatan tidak langsung (indirect approach), dijelaskan berikut :
33
a. Pendekatan langsung Relatif paling relefan bagi sebagian besar lembaga publik dan lembaga nir1aba, yang menggunakan proses perencanaan bergerak lurus dari peninjauan terhadap mandat, misi dan SWOT hingga identifikasi isuisu strategis. Penggunaan pendekatan ini digunakan apabila : (a). Tidak ada kesepakatan tentang tujuan atau tujuan tidak jelas, (b). Tidak ada misi keberhasilan dan mengembangkan visi yang didasarkan pada konsensus akan sulit, (c). Tidak ada otoritas hirarki yang bisa memaksakan tujuan kepada stakeholder lain, (d). Lingkungan sangat turbulence. b. Pendekatan sasaran, Digunakan bagi lembaga yang telah memiliki tujuan dan sasaran dan telah mengidentifikasikan isu-isu atau mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan dalam lembaga dengan struktur kewenangan yang hirarkis, dimana ada upaya pemaksaan sasaran pada orang lain yang dipengaruhi oleh pelaksanaan perencanaan, dengan kata lain pendekatan ini lebih cocok digunakan pada lembaga publik dan nir1aba yang yang tersusun secara hirarkis yang telah memiliki misi sederhana dan jelas, dengan sedikit jumlah stakeholder. c. Pendekatan visi keberhasilan Digunakan bagi lembaga yang telah memiliki gambaran ideal tentang lembaganya di masa yang akan datang ketika misi yang ditentukan telah mencapai keberhasilan. Pendekatan ini berguna apabila ada kesulitan dalam mengidentifikasi isu-isu strategis secara langsung karena sebelumnya tidak ada tujuan dan sulit berkembang serta mengalami perubahan yang drastis. Selanjutnya pendekatan ini lebih cocok digunakan bagi organisasi I lembaga nir1aba, daripada organisasi publik yang dibatasi ketat oleh mandat. d. Pendekatan Tidak langsung, Digunakan sebagaimana pendekatan langsung namun perbedaan disini adalah ketika anggota yang ter1ibat dalam analisis isu strategies itu fidak memiliki keyakinan terhadap strategi perubahan yang hendak dilakukan Pendekatan di atas apabila dikaitkan dengan Disparbud dan perencanaan strategis pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Baturraden lebih cocok dengan menggunakan pendekatan langsung, mengingat : a) Disparbud tidak mempunyai kesepakatan pencapaian tujuan, tujuannya tidak jelas dalam pengembangan lembaga partisipasi masyarakat;
34
b) Disparbud tidak ada I mempunyai misi keberhasilan dalam pengembangan lembaga partisipasi masyarakat; c) Disparbud Tidak punya kewenangan hirarkis yang bisa memaksakan tujuan pada para stakeholder dalam pengembangan lembaga partisipasi masayrakat; d) Lingkungan sangat cepat berubah (turbullance), terutama menyangkut kondisi kepariwisataan yang ada. Sehubungan dengan upaya perumusan strategi dimaksud per1u langkah analisis terhadap kekuatan-kekuatan internal dan ekstemal dengan menggunakan teknik analisis SWOT guna menemukan isu strategis yang tengah terjadi pada pendekatan langsung (Bryson, 1995: 113). Sehingga perencanaan strategis
adalah identifikasi terhadap isu-isu strategis,
dimana isu strategis dikembangkan melalui cara memanfaatkan peluang, menghindari kelemahan dan ancaman dengan menggunakan kekuatan, sehingga dengan upaya tersebut dapat dihindari : a. Pembangunan tanpa preferensi; b. Pembangunan hanya berdasarkan "teste", suatu preferensi yang bersifat subyektif; c. Kebijakan yang tidak konsisten;Perubahan radikal yang tidak disepakati masyarakat; d. Tidak dicapainya pembangunan yang berkelanjutan. (Dwiyanto, Kuliah 2/3 2001) Kemudian
suatu
isu
dikatakan
strategis
apabila
kegagalan
merespon isu membawa konsekwensi dan resiko besar bagi lembaga, karena itu isu strategis didifinisikan sebagai tantangan atau pertanyaan kebijakan yang mendasar yang mempengaruhi mandat, misi, tingkat pelayanan, pelanggan dan client, pembiayaan dan manajemen dari suatu lembaga. Disamping itu per1u dipahami bahwa strategi merupakan hasil pengidentifikasian dari isu yang sangat menentukan terhadap langkah strategi selanjutnya dari tiga macam jenis isu trategis berikut :
35
a) lsu-isu yang tidak membutuhkan tindakan sekarang, tetapi harus selalu dipantau secara terus menerus; b) lsu-isu yang bisa ditangani sebagai dari lingkaran perencanaan strategis reguler organisasi; c) lsu-isu yang memerlukan tanggapan segera dan karenannya tidak bisa ditangani dengan cara yang lebih rutin (Bryson, 1999 : 105) Kemudian untuk mengetahui derajat kestrategisan suatu isu, dilakukan dengan melakukan evaluasi atas masing-masing isu. Evaluasi isu-isu tersebut oleh Bryson dinamakan Tes Litmus I Litmus test (Bryson,1995: 126), dimana jawaban atas kriteria tersebut dikategorikan dalam tingkatan skor yang akan menentekun kestrategisannya yang terbagi dalam tiga kategori skor yaitu : rendah, sedang, dan tinggi.
4. Prumusan strategi Perlu disadari bahwa strategi merupakan sebuah pola dari suatu rencana tujuan yang berbentuk kebijakan, program, aksi, keputusan dan atau pengalokasian sumber daya kepada organisasi yang menjelaskan apa dan bagaimana pelaksanaannya. Sebuah strategi merupakan perluasan dari misi sebuah organisasi atau sekelompok masyarakat yang menghubungkan antara organisasi dan lingkungannya. Beberapa strategi dibangun sehubungan dengan upaya menjawab isu strategis sebagai upaya respon dari sebuah organisasi terhadap tantangan mendasar yang tengah dihadapi.Selanjutnya setelah ditemukanya isu strategis maka menurut Bryson, kemudian strategy dirumuskan dengan kriteria sebagai berikut: a. b. c. d.
e.
Apa altematif untuk menjawab isu strategies; Apa hambatan dan kendala untuk melaksanakan altematif itu; Apa usulan untuk melaksanakan altematif atau mengatasi kendala; Apa tindakan yang akan dilakukan dalam satu tahun Yad untuk melaksanakan usulan diatas; Apa langkah spesifik yang akan dilakukan dalam enam bulan mendatang dan siapa yang akan melakukan. (Bryson, 1995 : 139)
36
Selanjutnya setelah mengalami proses penyesuaian sebagaimana Esman dan Bryson , maka proses perumusan perencanaan strategis sapat digambarkan sebagai berikut : Gb.3 Alur Pikir Perencanaan Strategis
Key Resource
Contrail•:
Forces/trend: •Political •Economic •Social • Technological
•Clients »-Leadership »-Program »- Resources C... »- Internal structure .....,. ... »- Technical capacity »-Normative commitment »- Inovative trust »- Environmental image »- Spread effect
•Customers • RPn111;itnrc;
Pengaruh "Esman"
)>
Competitors Collaborators
External environment
I I
Mandates
Mission I values
,,
r--
r
r+
Anal isis SWOT
f-t
~~
partisipasi masyarakat
lnernal environment
Recources: •People •Economic •Information •Competencies •Culture
Strategi
Isu Strategis
Pengembangan Lembaga
Present
Strategy: •Overall •Departement
Performance : • Indicators • Results • History
~
Utmus Test
~
pengembangan lembaga partisipasi masyarakat
BAS Ill METODOLOGI PENELITIAN
A.
Teknik analisis data
Sehubungan dengan perencanaan strategis dalam pengembangan lembaga partisipasi di atas, maka jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif kualitatif, dengan pendekatan studi kasus tentang perencanaan strategis pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas,
dimana
penggunaan
pendekatan
diskriptif
kualitatif
ini
mengusahakan untuk memberikan suatu uraian diskriptif mengenai suatu kolektivitas yang syarat representativitas terjamin. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cerrnat terhadap fenomena sosial tertentu (Singarimbun, 1989 : 4), dimana selanjutnya dijelaskan oleh Bagman dan Taylor bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penulisan yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata teknis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diuruti (Moleong, 1989 : 3). Untuk itu penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel gejala atau keadaan yang dilengkapi uraian dengan menggambarkan
identifikasi
pengembangan
variabel-variabel
tentang
pengembangan lembaga, dan penggunaan data kuantitatif di dalamnya digunakan untuk memudahkan interpretasi data yang selanjutnya dilakukan analisis kualitatif, sebagaimana kajian teoritik perencanaan strategis yang memuat tahapan sebagai berikut :
37
38
1. ldentifikasi misi dan mandat lembaga; Merupakan identifikasi misi dan mandat lembaga yang dimaksudkan untuk mempertegas mandat dan misi lembaga sebagai pedoman untuk mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di kawasan wisata Baturraden; 2. Analisis lingkungan internal dan ekstemal; Merupakan upaya untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan lingkungan internal pada saat ini serta peluang dan tantangan lingkungan eksternal pada saat ini dan masa akan datang. Dalam kaitan ini ana/isis lingkungan ekstemal lembaga mencakup :
(1 ).
Mengamati terhadap ragam
kecenderungan dan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, sosial, dan teknologi (2). Mengamati stakeholder pelanggan,
dan penentu kebijakan; (3).
yang penting seperti klien, Mengamati terhadap pesaing
dan pendukung yang ada. Sementara ana/isis lingkungan internal meliputi : (a). Mengamati keberadaan sumber daya manusia, sumber-sumber ekonomi lembaga,
pemanfaatan informasi dalam penyelenggaraan
kelembagaan, kepemimpinan dalam lembaga, struktur lembaga dan budaya lembaga dalam arti interaksi antara anggota dengan para stakeholder yang lain; (b). Program yang dipergunakan saat sekarang; (c). Penampilan lembaga dalam kaitan keberhasilan dalam memberikan sumbangan
kepada
lingkungan
masyarakat
dan
lembaga
lain
sehubungan dengan keberadaannya. Kemudian hasil dari analisis lingkungan internal dan eksternal ini dituangkan dalam pengelompokan : (1 ). Kekuatan dan kelemahan dari keadaan lembaga pada saat ini dari isu internal yang diperoleh dan, (2).
39
Peluang dan ancaman dari keadaan lembaga pada saat ini dan yang akan datang dari isu ekstemal yang diperoleh. 3. ldentifikasi isu strategis; Sebagai upaya menganalisis
isu strategies dengan menggunakan
pendekatan langsung (direct approach) dan difasilitasi teknis analisis SWOT, yang meliputi : (1) Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman yang dilanjutkan dengan upaya memanfaatkan kekuatan
untuk menangkap peluang
(SO),
mengatasi kelemahan
menangkap peluang (WO), menggunakan kekuatan mengatasi ancaman (ST), dan diakhiri dengan mengurangi kelemahan menghindari ancaman (WT); (2) Selanjutnya langkah-langkah tersebut disesuaikan dengan misi
dan mandat yang dimiliki guna mendapatkan isu strategies, sebagaimana terdapat dalam sistimatika berikut ini :
Tabel4 Analisis Strategi dengan pendekatan SO, WO ST dan WT IFAS ___. Stengths
Weaknesses
Anallsls SO
Anallsls WO
EFAS ~
Opportunities
Memanfaatkan kekuatan tuk menangkap peluang
un
Membenahi kelemahan tuk menangkap peluang
un
------
Threats
Analisis ST
Anallsts WT
Memanfaatkan kekuatan un tuk menghadapi tantangan
Membenahi kelemahan un tuk menghadapi tantangan ---
(Keban, kuliah 16/2 2001)
40
kemudian guna mengetahui kesetrategisan isu strategis tersebut, dilakukan identifikasi dan menentukan tingkat "ke-strategis-an" suatu isu dengan menggunakan tes Utmus. Sebagaimana tabel berikut Tabel3 Litmus test untuk isu strategis trateg1s Operasional ~
... s
Pertanyaan a. Apakah isu itu memiliki jangkauan yang panjang b. Apakah isu memiliki dampak yang luas terhadap organisasi c. Seberapa dampak fiansial yang diakibatkan d. Strategi pemecahan isu akan memerlukan pro gram dan pelayanan baru e. Strategi pemecahan isu akan memerlukan sumber keungan baru f. Strategi pemecahan isu akan memerlukan aturan I Perda baru g. Strategi pemecahan isu akan memerlukan modifikasi fasilitas utama h. Strategi pemecahan isu akan memerlukan perubahan struktur staf i. Bagaimana pendekatan bagi pemecahan isu dapat dilaksanakan j. Tingkat manajemen mana yang dtlibatkan dalam dapat memecahkan isu k. Konsekwensi apa apabila isu gagal diselesaikan
I. Berapa satuan banyak organisasi/instansi lain dipengaruhi oleh isu tersebut. m.Sensitifitas publik terha dap isu
Jumlah
Skor- 1 Sekarang
Skor = 2 Tahun depan
-
Skor = 3 Dua tahun ke depan Seluruh org_anisasi Tinggi >15% Ya
Satu bidang
Bebarapa bidang Sedang 10%-15%
Tidak
-
Ya
Tidak Tidak
-
Tidak
-
Kecil < 10% Tidak
I
Ya
I I
Ya
I
Ya
i
Sang at terbuka Kabupaten
Jumlah
i :
Siap dilaksanakan Des a
Parameter terlalu luas Kecamatan
I
i lnefisiensi
Program tak terarah
I
Tidak ada
1 sampai 3 instansi
I
Kurang sensitive
Agak sensitif
Ketidak terarahan I pelayanan/pro i gramjangka panjang dan I biaya tinggi 4 atau lebih
i , Sangat sensitif
I i
(Bryson, 1995: 126)
4. Perumusan strategi; lssue-isu paling strategies selanjutnya dirumuskan menjadi strategi untuk memecahkan masalah sebagaimana yang terdapat pada isu strategies terdahulu, dimana menurut Byson, bahwa proses perumusan strategi adalah mengacu pada "The Five Step Development Process", yaitu: a) Mengidentifikasi altematif-altematif umum yang dapat digunakan untuk menjawab isu strategis;
41
b) Mempelajari kendala-kendala yang mungkin akan muncul dalam pelaksanaan altematif-altematif umum tersebut; c) Merumuskan usulan-usulan utama yang dapat digunakan untuk mewujudkan altematif-altematif tersebut sekaligus menghilangkan kemungkinan kendala; d) Merumuskan kegiatan utama apa yang harus dilakukan satu atau dua tahun ke depan; e) Merumuskan langkah-langkah khusus yang harus dilakukan dalam enam bulan ke depan dan menetapkan siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya. B. Difinisi Konseptual i. lsu strategis Pertanyaan kebijakan yang mendasar I basic policy question, yang mempengaruhi proses perubahan sekarang dan yang akan datang, dalam arti kalau hal tersebut gagal dijawab akan berisiko besar terhadap masa depan lembaga tersebut. ii. Perencanaan Strategis Suatu upaya dalam rangka menjawab persoalan I isu strategies dengan memperhatikan
tuntutan
dari
kepentingan-kepentingan
internal
dan
ekstemal dari lingkungan disekitar lembaga tersebut serta misi dan mandat yang telah dibebankan padanya.
iii. Strategi Strategi merupakan sebuah pola dari suatu rencana tujuan yang berbentuk kebijakan, program, aksi, keputusan dan atau pengalokasian sumber daya kepada organisasi yang menjelaskan apa dan bagaimana pelaksanaannya. Strategi merupakan perluasan dari misi sebuah organisasi atau sekelompok masyarakat yang menghubungkan antara organisasi dan lingkungannya. iv. Mandat Tuntunan, nonna, aturan, arahan, amanat atau tugas yang mengatur tindakan lembaga, berbentuk fonnal maupun infonnal yang menjadi
42
landasan bagi lembaga tentang apa yang akan dilakukan atau tidak dilakukan. iv. Misi Apa yang harus dicapai oleh suatu lembaga dan menjadi cakupan operasinya, merefleksikan identitas dari suatu lembaga, berbentuk fonnal maupun infonnal v. Lingkungan eksternal Lingkungan di luar lembaga yang diidentifikasi dengan melihat kekuatan maupun kecenderungan seperti : politik, ekonomi, sosial dan teknologi dan Kunci-kunci pengontrol organisasi seperti Klien, pelanggan, anggota, peraturan serta pengaruh kekuatan pesaing maupun mitra pendukungnya yang
tengah
terjadi
maupun
akan
terjadi
dan
berpotensi
untuk
menimbulkan peluang dan ancaman yang akan dialami oleh organisasi pada saat ini maupun akan datang. vi. Lingkungan internal Lingkungan
di
dalam
lembaga
yang
diidentifikasi
dengan
melihat
sumberdaya yang dimiliki seperti : SDM, kemampuan ekonomi, infonnasi, kompetensi, budaya organisasi dan teknologi dan strategi yang tengah dilakukan pada tingkat yang menyeluruh maupun pada tingkat departemen dan funsional serta kinerja organisasi tersebut dalam menyelesaikan setiap tujuan yang telah ditentukan dari masa kemasa maupun indikator yang telah ditentukan yang tengah terjadi berpotensi untuk menimbulkan kekuatan dan kelemahan yang akan dialami oleh organisasi pada saat ini.
43
C. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ter1etak di kawasan wisata Baturraden, desa Karangmangu, Kecamatan Baturraden dan Kabupaten Banyumas pada umumnya, dimana di lokasi penelitian dapat dikembangkan pada responden yang terdiri dari : lemabaga-lembaga pemerintah, swasta, masyarakat yang sekiranya berkaitan dengan masalah pemberdayaan masyarakat pariwisata di Baturraden seperti :
Lembaga Pemerintah : a. Kepala Dinas pariwisata dan kebudayaan; b. Kepala seksi pengembangan masyarakat dan ketenagaan lndustri wisata; c. Kabid Perencanaan Pembangunan Badan penelitian dan pembangunan daerah (Bapelitbangda); d. Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat (KPM) e. Kepala Lokawisata Baturraden; f. Kades Karangmangu; Lembaga Swasta : a. Ketua PHRI Purwokerto; b. Ketua ASITA Purwokerto; c. Ketua HPI Purwokerto. Lembaga Masyarakat: a. Komisi A DPRD Kabupaten Banyumas; b. Ketua BPD Desa Karangmangu; c. Ketua kelompok pedagang bunga; d. Ketua kelompokjuru photo; e. Ketua kelompok pedagang souvenir; f. Ketua kelompok pedagang dawet; g. Ketua kelompok pedagang pecel; h. Ketua kelompok pedagang sate; i. Ketua kelompok pedagang asongan; j. Ketua kelompok pedagang bakso, soto dan tahu campur; k. Ketua kelompok penawarjasa terminal bawah; I. Ketua kelompok penawar jasa terminal tengah; m. Ketua kelompok penawar jasa terminal atas; n. Ketua kelompok pedagang toko, warung dan kaki lima; o. Ketua PHRI Korwil Baturraden; p. Ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis); q. Ketua HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Pokja Baturraden; r. Ketua FKPPL (Forum Komunikasi Pemuda Peduli Lingkungan); s. Ketua paguyuban "kos Putri" RT 05/07 RW 02 (Pekerja Sex Komersial I PSK); t. Ketua paguyuban Pengantar tamu; u. Ketua paguyuban Ojeg; c. Ketua paguyuban Angkuta wisata "Wahana Wisata".
44
D. Teknik Pengumpulan data :
Studi dilakukan dengan alat menggunakan data sekunder dan primer
1. Data Sekunder : Adalah data tertulis sebagai bentuk penelitian sebelumnya yang tertuang dalam buku, tulisan maupun bentuk data yang lain, dan data sekunder tersebut meliputi : a) b) c) d) e)
Data statistik Pariwisata; Kabupaten Banyumas dalam angka 1999; Kecamatan Baturraden dalam angka; Renstra Kabupaten Banyumas 2001 - 2005; Peraturan daerah Kabupaten Banyumas No. 2 Tahun 2001 tentang Propeda; f) Juklak dan Juknis Disparbud Kabupaten Banyumas; g) Laporan hasil penelitian lainnya; h) Dll
2. Data Primer :
Data sebagai kelengkapan data sekunder, data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam (Depth lntervew), yang disertai dengan : a) Pengamatan, merupakan kegiatan yang dalam melihat keadaan kepariwisataan sebagaimana yang ter1ihat pada subyek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subyek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan
para
subyek
pada
keadaan
waktu
itu.
Pengamatan
memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek, sehingga memungkinkan pula bagi peneliti sebagai sumber
data.
Pengamatan
memungkinkan
pembentukan
pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun pihak subyek. (Moleong, 1989 : 126)
45
b) Wawancanr: adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara
dan
yang
dengan
diwawancarai
maksud
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan, dengan menggunakan petunjuk umum wawancara berupa kerangka garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara agar pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya (Moleong, 1989 : 135 - 136) terhadap responden yang terdiri dari masyarakat dan pengusaha pariwisata di lingkungan kawasan wisata Baturraden, juga para pejabat sebagaimana tersebut dalam unsur lembaga pemerintahan.
E. Data yang dikumpulkan : Sehubungan dengan kerangka penulisan tersebut di atas, maka dalam pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dapat dirumuskan bagan kebutuhan data yang memuat variabel dan indikator penelitian yang diperlukan dalam penelitian sebagai berikut : Tabel5 Variabel dan lndikator VARIABEL
JENIS DATA/ INDIKATOR
SUMBER DATA
!
METODE PENGUMPULAN DATA
PERENCANAAN STRATEGIS :
~
I
! ! !
a)
MISSION
a)Landasan formal
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
b)Fungsi dan tugas pokok
b)
MANDATES
a)Landasan formal
b)Kondisi ideal lem bag a Disparbud
Studi Studi Studi Studi
Undang - undang Perda Renstra Program
Wawancara (Guidance interview)
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Studi Studi Studi Studi
Undang - undang Perda Renstra Program
•DPRD,
Wawancara (Guidance interview)
I
I
46
terhadap pen gem bangan lembaga Partisipasi masya rakat (LPM) c)Tuntutan dan hara paan bagi lemba ga partisipasi rna syara kat
•Disparbud, • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta. •DPRD, • Disparbud. •Bapelitbangda •KPM •LPM
Wawancara (Guidance interview)
c) lJNGKUNGAN INTERNAL 1. RESOURCES
a. Peoples
a) Pendidikan I kur sus I penataran diperoleh yang SDM dalam hubu ngan pengemba ngan LPM
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Wawancara(Guidance interrview) Studi Data Pegawaian
b)Jumlah SDM b. Economi
a)Biaya yang dikelu arkan dalam rang membangun ka LPM
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Wawancara( Guidance interrview) Studi Program organisasi
b)Aset organisasi da lam rangka pe ngembangan LPM
c. Information
a)Bagaimana me manfaatkan infor masi untuk pe ngembangan LPM
d. Kompeten cies
a) Seberapa jauh peran yang dibe bankan pada se truktur organisasi pengem dalam bangan LPM.
e. Culture
a)Upaya yang dikem bangkan organisa si dalam melaku kan kontak dgn LPM
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Wawancara(Guidance interrview)
Wawancara(Guidance interrview) Studi Struktur organisasi
Wawancara( Guidance interrview) Studi Program organisasi
2. PRESENT STRATEGY
a. Overall
b. Department
a)program pengem bangan lembaga partisipasi masya rakat di tingkat Dinas. peng a)Program embangan lemba ga partisipasi rna syarakat di tingkat Seksi.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Wawancara(Guidance interrview) Studi Program Organisasi
Wawancara(Guidance interrview) Studi Program Organisasi ·-
-·--
47
3. PERFORMANCE
a)Upaya organisasi dalam melaksana kan pengembang an LPM dan pe ngaruhnya pad a masyarakat dan pembangunan ke pariwisataan.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
a) Pengaruh kejadi an politik dan ke bijakan politik se karang dan akan da tang
•DPRD, •Disparbud • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
Wawancara (Guidance interview) Studi Tugas pokok fungsi Pengamatan lapangan
C. LJNGKUNGAN EKSTERNAI..
1. FORCE a. Political
b. Economic
c. Social
d. Tecnologic al
a) Pengaruh kejadi an ekonomi dan ke bijakan ekono mi sekarang dan akan da tang
a) Pengaruh kejadi an sosial terha dap pengembang anLPM
•DPRD, •Disparbud •Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
•DPRD, •Disparbud • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
Wawancara(Guidance interrview) Pengamatan
Wawancara(Guidance interteview) Pengamatan
Wawancara (Guidance interteview) Pengamatan
a) Pemanfaatan tek nologi informasi yg tengah ber kembang
•DPRD, •Disparbud • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
Wawancara (Guidance interteview)
a) Keadaan klien (LPM) pada saat sekarang dan a kan datang terha dap pengembang an LPM yang meliputi: pen • Elemen gembangan lembaga • Elemen syarat sukses lemba ga
LPM,
Wawancara (Guidance interview)
wisa a) Pengaruh tawan pada saat sekarang dan a kan datang terha
Disparbud
Pengamatan
2. KEY RESOURCE
CONTROLLER
a. Clients
b. Customers
Pengamatan
Wawancara(Guidance interrview) Studi Statistik pariwisata
48
kan datang terha dap lembaga partisipasi masya rakat c. Regulators a) Pengaruh kebija kan sekarang & akan datang ter hadap pengem bangan LPM
Wawancara (Guidance interview) •DPRD, •Disparbud • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
studi studi studi Studi Studi studi
Undang-undang Perda SK Bupati Renstra Propeda Data Statistik Pariwisata
Wawancara( Guidance interrview) Pengamatan
3. COMPEllTORS fORCES
a) Pengaruh lemba ga pesaing
COLLABOt..A TORS fORCES
•DPRD, •Disparbud • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
a) Pengaruh lemba ga pendukung
•DPRD, •Disparbud • Bapelitbangda •KPM •LPM, •Swasta
a) Leadership Meliputi dukungan anggota pada ke pemimpinan, sis tern pendelegasi an kewenangan, keterlibatan pada institusi, kemam puan pemimpin da lam menyelesai kan konflik. b) Program Target kelembaga an yang diharap kan ke depan c) Resources Sumberdaya yang dimiliki lembaga seperti SDM, ekonomi d) Internal Structure Pembagian kewe nangan dalam se truktur LPM. a) Kemampuan ino vasi dalam mem beri Jayanan tek nis sebagaimana telah dirumuskan dan disertai ke
•LPM
Wawancara(Guidance interview) Pengamatan
Wawancara(Guidance interview) Pengamatan
PENGEMBANG AN LEMBAGA PARTISIPASI MASYARAKAT A Elemen peng embangan lem bag a
B. Elemen syarat sukses lemba ga.
Wawancara(Guidance interview) Pengamatan
•LPM
Wawancara( Guidance interview) Pengamatan
49
b)
c)
d)
e)
mampuan pelak tugas sanaan yang selalu me ningkat pada rna syara kat Niat untuk selalu menyampaikan inovasi-inovasi dapat lembaga oleh diterima masyarakat yang Lembaga menerus terus dipercaya untuk memberikan pad a inovasi masyarakat Lembaga dipan berharga dang dan menguntung kan oleh lingkung annya. Suatu tingkatan dimana inovasi, norma, pola prila ku suatu lemba ga telah diakui dan menyatu de kegiatan ngan yang lembaga lain.
PEMBANGUNAN PARIWISATA: A Penerimaan sektor pariw sata di kabupa ten Banyumas 8. Keterlibatan LPM dalam pe rencanaan ke pariwisataan
a) Penerimaan sek pariwisata tor dari tahun ke tahun
•Disparbud, •LPM •Swasta
a) Keterlibatan Iem bag a partisipasi masyarakat da lam proses peren pemba canaan kepari ngunan wisataan
•Disparbud, •LPM •Swasta
Studi laporan statistik Wawancara(Guidance interview)
Wawancara( Guidance interview)
BAB IV ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS
A. Gambaran Umum Pariwisata tak dapat dilepaskan dari pengaruh yang berasal dari tempat tumbuh berkembangnya. Untuk itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dispart>ud) dalam rangka mengembangkan Jembaga partisipasi masyarakat di kawasan wisata Baturraden per1u melihat Jingkungan yang akan mempengaruhi upaya tersebut mulai dari Jetak geografis Kabupaten Banyumas pada 109 derajat
dan 109 derajat 30' Garis Bujur Timur dan
sekitar 7 derajat 30' Lintang Selatan yang secara administratif dibatasi oleh : Sebelah Utara
: Kabupaten Tegal Kabupaten Pekalongan
Sebelah Timur
: Kabupaten Purt>alingga, Kabupaten Kebumen
Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap Sebelah Barat
: Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes.
Posisi dan batas dimaksud menempati ruang seluas
132.759 Ha
(hektare), yang tert>agi dalam 27 kecamatan, 30 kelurahan dan 299 desa. dan merupakan 4,80% dari Juas wilayah jawa tengah atau 132,759 Ha, yang tert>agi dalam 24,83 % atau 32,965 Ha Jahan sawah, 75,17% atau 99,794 Ha Jahan bukan sawah dan 19,90 % atau 19,860 Ha Jahan pekarangan. Keseluruhan Jahan tersebut ter1etak dalam bentang alam yang meliputi dataran rendah, pert>ukitan dan Jereng gunung, dan ter1etak di ketinggian antara 10M Dpl (di atas permukaan Jaut) s/d 700 Dpl, dengan hujan rata-rata 131 hari /tahun dan rata-rata curah hujan 2656 mm, dihuni penduduk sebesar 1.470.188 jiwa I pada tahun 1999, dengan Jaju pertumbuhan penduduk
50
51
sebesar 0, 78 % (1994-1999) berkepadatan penduduk sebesar 1.107 jiwalkm2, dengan mata pencaharian di sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa, dan pegawai negeri. Selanjutnya kepariwisata Kabupaten Banyumas, tak dapat dilepaskan dari Baturraden yang menempati 30 % dari luas Desa Karangmangu Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas, dengan luas sebesar 335,1 00 Ha yang berada pada ketinggian .:!:...._600 Dpl dan memiliki atraksi wisata seperti : (1 ). Pancuran pitu, (2). Gua Sarabadak, (3). Pancuran Telu, (4). Wana wisata, (5). Telaga Sunyi, Banyumas, 2001 ).
(6). Curug Gede, (Diparbud Kab.
Merupakan obyek wisata yang sudah berkembang dan
keberadaannya diharapkan mampu menjadi "lokomotif penarik gerbong" perkembangan obyek pariwisata yang lain, mengingat sampai dengan saat ini Kabupaten Banyumas memiliki obyek-obyek yang cukup potensial di luar Baturraden yang mulai dikembangkan seperti : (1 ). Curug Cipendok, (2). Pemandian Kalibacin, (3). Curug ceheng dan curug lawa, (4). Gua Darma kradenan, (5). Wisata Spiritual Gua Maria Kaliori, (6). Peninggalan sejarah purbakala seperti : Masjid saka tunggal Cikakak, Mesjid saka tunggal Pekuncen, Komplek Pendopo Sipanji, Museum wayang sendang mas, Museum Ki Diso, Museum Uang BRI, Situs Sambirata Cilongok, Situs datar Sumbang, Batu Lumpang Kemawi Soma gede, Situs Batur Agung Kedung Banteng, Situs Baseh, Situs Lembuayu Sumbang, Makam Adipati Mrapat. (Kabupaten Banyumas dalam angka tahun 1999) Data di atas dapat dipetakan sebagaimana gambar berikut
52
Ke Tegal I Jakarta
Gb.4
Keterangan :
• •
GRI::.mP.t
Kabupaten Banyumas
Baturraden Purwokerto Obyek lain
0 ~.
0
Gambar tersebut menunjukan kawasan wisata yang ter1etak di Kabupaten Banyumas berada pada jalur yang mudah dijangkau dari jalan raya utama yang menghubungkan pantai utara dan selatan Jawa dan arus pertemuan jalan Jawa Tengah dan Jawa Barat, dimana di tempat ini memiliki potensi besar sebagai daerah transit wisata menuju Yogyakarata dan Bali dari Jakarta/ja\-wa Barat melalui sarana transportasi darat. Baturraden sebagai kawasan wisata andalan bagi Kabupaten Banyumas di dalamnya mewadahi berbagai bentuk kelompok masyarakat yang mengadu nasib, dimana keberadaan mereka hinggt'i e:.-s:~
st=~t=~t
ini
t.tlktl!i
seh;:;g;:;: "O:Oke:·3!TI!}Cok masyarakat yang memang memiliki sumbangan
usaha modal kecil sampai der:gan modal besar, yang dilakukan dnngan
54
khususnya UU no. 9 tahun 1990 yang dalam polanya lebih banyak mengedepankan
upaya
eksploatasi
industri
kepariwisataan
yang
mengabaikan aspek partisipasi masyarakat (Pasal 30 ayat 2, UU No. 9 Tahun 1990 : Dalam rangka proses pengambilan keputusan, pemerintah dapat mengikut serlakan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
melalui penyampaian saran, pendapat dan perlimbangan ) dan kemudian
secara bertururt turut diikuti oleh peraturan dibawahnya sebagaimana pada Disparbud Kabupaten Banyumas dengan perangkat peraturanya yang lebih mengedepandan kepariwisataan sebagai "mesin pengumpul uang " bagi peningkatan PADS daerah sebagaimana tersebut dalam : (1 ). Pasal 26, 33 Perda No. 23 Tahun 2000 tentang bentuk susunan organisasi dan tata kerja dinas daerah Kabupaten Banyumas, (2). Pasal 36 huruf g dan i SK Bupati No. 127 tahun 2000 tentang Tugas pokok dan fungsi uaraian tugas dan tata kerja Disparbud Kabupaten Banyumas, (3). Pasal 6 dan 8 Perda No. 42 tahun 2001 tentang Tugas pokok dan fungsi uaraian tugas dan tata kerja UPD lokawisata Baturraden Kabupaten Banyumas, yang pada pokoknya tidak
pemah
menyertakan
peran
partisipasi
masyarakat,
bahkan
menimbulkan kesan upaya eksploatasi bagi industrialisasi pariwisata, sehingga pola pembinaan yang dilancarkan lebih condong kepada lembaga partisipasi masyarakat yang mempunyai peran penyumbang retribusi daerah dari sektor pariwisata. Akibatnya terjadi perbedaan pola pembinaan terhadap lembaga partisipasi masyarakat yang ada di kawasan wisata Baturraden ke dalam tiga bentuk pola pembinaan seperti berikut : (1). lembaga partisipasi yang mendapat perhatian besar dari Disparbud/lokawisata meliputi : a. Kelompok pedagang bunga diketuai Taryono, beranggota 12 orang; b. Kelompokjuru photo diketuai Hartono, beranggota 10 orang;
55
c. d. e. f. g. h. i. j. k. I.
Kelompok pedagang souvenir diketuai M. ghozali, beranggota, 15 orang ; Kelompok pedagang dawet diketuai Tarsan, beranggota 31 orang; Kelompok pedagang pecel diketuai Karsem, beranggota 71 orang; Kelompok pedagang sate diketuai T. Fedianto, beranggota 7 orang; Kelompok pedagang asongan diketuai Purwanto, beranggota 41 orang; Kelompok pedagang bakso, soto dan tahu campur diketuai Narsilah beranggota 18 orang; Kelompok penawarjasa terminal bawah diketuai Oori, beranggota 6 orang; Kelompok penawar jasa terminal tengah diketuai Sharief H, beranggota 5 orang; Kelompok penawar jasa terminal atas diketuai Kosim, beranggota 6 orang; Kelompok pedagang toko, warung dan kaki lima diketuai Slamet S, beranggota 78 orang
(2). Lembaga partisipasi yang mendapat perhatian sedang, Disparbud I
Lokawisatadan meliputi : a. PHRI Baturraden diketuai Darseno, beranggotakan 81 Orang; b. Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) diketuai Tarykuntoro, beranggota 25 orang; c. HPI (Himpunana Pramuwisata Indonesia) Pokja Baturraden, diketuai Tekad santoso, beranggota 13 orang d. FKPPL (Forum Komunikasi Pemuda Peduli Lingkungan) diketuai Setyo warsito, beranggota 78 orang ; (3). Lembaga partisipasi yang kurang mendapat perhatian dari Disparbud I Lokawisata meliputi : a. Paguyuban "kos Putri" RT 05107 RW 021 Pekerja Sex Komersial (PSK) Karanggmangu diketuai Hendra Kirana (Un wie), beranggotakan PSK : 115 orang dan Pengasuh (germo): 34 orang; b. Paguyuban Pengantar tamu diketuai Catun arif gunawan, beranggota 38 orang; c. Paguyuban Ojeg diketuai Oaswan, beranggota 28 orang; d. Paguyuban Angkuta wisata "Wahana Wisata" diketuai Muritno, Bsc, beranggota 148 orang; dimana hal tersebut dapat dibuktikan dengan SK Kepala Lokawisata Baturraden Nomor : 5561209NI2001 tentang Penunjukan ketua kelompok dagang/usaha di lokawisata Baturraden yang mengarahkan pembinaan kepada kelompok pelaku pariwisata tertentu saja.
56
B. ldentifikasi mandat dan misi Ketika
Disparbud
Kabupaten
Banyumas
bersentuhan
dengan
kepentingan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat, maka aktifitas Disparbud tersebut memerlukan suatu landasan gerak yang disebut mandat, dimana dalam kaitan ini
mandat bagi Dinas pariwisata dan kebudayaan
untuk pengembangan lembaga partisipasi masyarakat yang berada di Baturraden tidak pemah terungkap secara jelas, namun berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, mandat tersebut dapat diketahui dari harapan para pihak yang terlibat : Seperti dikatakan Slamet Sosilo (Paguyuban pedagang) : Keberadaan pedagang agar lebih diperhatikan oleh pemerintah terutama berkenaan dengan keberadaan pungutan yang membebani dan aturan yang tidak ajeg, melalui penegakan peraturan yang memang sejak semula sudah ada, serta diharapkan untuk selalu diajak berembug jika ada pengenaan ketentuan baru. (Wawancara 4/9 2001) Kosim (Tukang Parkir) : Kula mboten tau dijek ngomomg babar pisan dalam perencanaan pariwisata malah di jor klowor, malahan nek di kritik pada kesuh (Tidak pemah diajak dalam proses perencanaan pariwisata, bahkan aparat cenderung anti kritik) (wawancara 9/9 2001) Tony (Kades Karangmangu) : Agar masyarakat diberi kesempatan untuk berperan dalam kegiatan perencanaan pariwisata Baturraden dan pembangunan pariwisata diarahkan pada peningkatan kunjungan wisata (Wawancara 15/9 2001) Hendra Kirana (Oen Wie) ("Kos Putri" RT.5 RW .2) : Saya berusaha membenahi lembaga guna meningkatkan keterampilan anggotanya untuk dapat segera terentaskan dari dunia kelam (prostitusi) yang memerlukan uluran bantuan pemerintah. (wawancara 4/9 2001)
57
Disamping itu, secara formal Dinas pariwisata dan kebudayaan memiliki kewajiban untuk : (1) Perumus kebijakan teknis di bidang (2). Penyusunan rencana dan program
kepariwisataan dan kebudayaan,
kerja dinas, (3). Pelaksana kebijakan, pemberi bimbingan, pembinaan dan pengawasan di bidang kepariwisataan dan kebudayaan, (4). Pemberian perizinan di bidang kepariwisataan dan kebudayaan, (5). Pelaksanaan inventarisasi, pendataan dan pemutahiran data, (6). Pelaksanaan koordinasi dengan
instansi
pemerintah
dan
swasta,
(7).
Pelaksana
urusan
ketatausahaan dan rumah tangga dinas, (8). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati. (Pasal 26, Perda Kab. Banyumas No. 23 tahun 2000), dan dalam Pasal 8 huruf k SK Bupati banyumas No. 42 Tahun 2001 tentang Uraian Tugas Lokawisata Baturraden secara khusus memiliki tugas untuk memberikan masukan untuk PADS Kabupaten Banyumas berupa kewajiban pemenuhan target retribusi. Sementara di tempat lain perubahan lingkungan internal dan ekstemal dari Disparbud juga menjadi perhatian yang tidak boleh dilupakan seperti, perubahan
lingkungan
kepolitikan
yang
semakin
demokratis
dengan
diberikan kesempatan untuk tumbuhnya "Civil society" dan merosotnya tingkat ekonomi yang berimplikasi pada tingkat kunjungan wisata serta makin marak tumbuhnya konsep "reinventing govemmenf' yang menjurus pada eksploatasi wilayah berpola kapitalisme birokrasi yang terkadang melupakan aspek pemberdayaan masyarakat dalam penumbuhan partisipasi masyarakat menjadi faktor yang cukup "crucial" ( lihat Perda Kabupaten Banyumas 23 Tahun 2000).
58
Demikian juga masalah luar negeri yang menyangkut buruknya keamanan dan kapitalisme global, sehingga sangat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan kepariwisataan di Indonesia, dimana semua hal tersebut akan mempengaruhi mandat Dinas pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Banyumas (Disparbud) ke depan. Dengan memeperhatikan kondisi semacam itu, diharapkan Disparbud yang sampai saat ini secara formal belum memiliki perencanaan strategis organisasi tentang pengembangan lembaga partisipasi masyarakat perlu memempertimbangkan untuk mecantumkan mandat bagi pengembangan partisipasi masyarakat sebagai berikut : a. b. c. d.
Meningkatkan komunikasi dengan pelaku pariwisata Melibatkan para pelaku pariwisata dalam setiap keputusan yang dibuat Membangun demokratisasi penyelenggaraan kepariwisataan; Menumbuhkan kepariwisataan menjadi lebih maju dan mampu menjadi sumber andalan PADS daerah dengan cara-cara yang lebih uelegant" dan berkeadilan serta memberdayakan masyarakat pariwisata;; e. Menjawab tantangan global dalam kepariwisataan baik yang berasal dari faktor keamanan maupun kapitalisme global. Apabila misi adalah apa yang harus dicapai oleh suatu lembaga dan menjadi cakupan operasinya, merefleksikan identitas dari suatu lembaga, berbentuk formal maupun informal, maka misi bagi Disparbud Kabupaten Banyumas dalam rangka mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat yang ada di kawawasan wisata Baturraden sudah selayaknya untuk dapat mengacu pada lima tuntutan mandat tersebut, dengan misi sebagai berikut : a. Menciptakan komunikasi yang lebih erat dengan pelaku pariwisata b. Meningkatkan peran partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan kepariwisataan; c. Mendorong terbentuk dan bekerjanya Civil society di kawasan pariwisata; d. Mengupayakan kiat dan investasi baru dalam menciptakan sumber baru PADS dari sektor kepariwisataan; e. Menumbuhkan jiwa entrepreneurship pemerintahan dan para pelaku pariwisata (Masyarakat Pariwisata).
59
C. ldentifikasi Lingkungan Ekstemal
Setelah mengetahui tentang madat dan misi tersebut, selanjutnya per1u disadari bahwa pengaruh lingkungan luar (ekstemal) sangat penting bagi perkembangan lembaga partisipasi masyarakat ke depan. Dimana pengaruh lingkungan luar tersebut akan meliputi tiga unsur besar seperti : (1) Kekuatan lkecenderungan (force/trends) yang meliputi : Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi, (2) Kekuatan pengontrol (Key resource controllers) yang meliputi : Clien, pelanggan dan regulator, (3) Kekuatan pesaing dan sekutu (Competitors & Collabolators) yang meliputi : kekuatan untuk berkompetisi dan kekuatan untuk bekerjasama. Selanjutnya pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Forces I Trends : a. Political :
Membahas pengaruh lingkungan luar dari segi politik, segera mengingatkan kita tentang dunia yang tengah berubah formatnya kepada bentuk yang lebih demokratis (UU No. 22 dan 25 Tahun 1999), sehingga berpengaruh pada negara-negara yang menganut sistem monolitik sentralistik seperti Indonesia per1u mendorong tert>entuknya Civil society sebagai "ruang tert>uka bagi masyarakar untuk dapat mengejawantahkan
kehendaknya
dalam
turut
serta
menentukan
kebijakan. Dimana dalam kaitan ini sektor pariwisata mengalami tuntutan perubahan pola pembangunan kepariwisataan dari yang bersifat masif dengan pembangunan industri pariwisata padat modal yang tidak akrab dengan lingkungan dan mengabaikan pemberdayaan partisipasi masyarakat oleh sektor swasta kuat yang difasilitasi
60
pemerintah
monolitik
sentralistik, kepada pola pengelolaan yang
berbasis pada masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam turut memutuskan kebijakan. Keadaan tersebut sebagaimana ditangkap oleh kosep good gevemance yang meliputi tiga domain yaitu : state (negara), privat (swasta) dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi menjalankan
fungsinya masing-masing. (LAN,2000 : 5-6). Dengan karakteristik tuntutan pada lembaga
pemerintahan untuk melaksanakan : (1 ).
Participation, (2). Rule of law, (3). Tranparancy, (4). Responsiveness, (5). Consensus orientation, (6). Equity, (7). Effectiveness and efficiency, (8). Accountability, (9). Strategic vision (LAN, 2000 : 7). Dimana dalam
hubungan ini keberadaan negara menjadi paling penting dalam mewujudkan
good
gevemance
karena
fungsi
pengaturan
yang
menfasilitasi keberadaan sektor swasta dan masyarakat. (LAN,2000: 78).
Kejadian
penting
lain
dalam
kepolitikan
Indonesia
adalah
menyangkut dengan berakhimya UU 5 Th. 1974 yang memberi tempat pada hubungan antar pusat dan daerah yang lebih secara riil bersifat desentralistis sebagciimana diatur dalam UU no. 22 Th. 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999, dimana Kedua produk perundangan demokrasi,
ini
juga
partisipasi
mendorong dan
terjadinya
keadilan,
terutama
Penyerahan wewenang atau urusan yang
kemajuan pada
prinsip masalah
menggunakan prinsip
residual, artinya semua urusan dan wewenang diserahkan kepada daerah, kecuali beberapa kewenangan spesifik (Tjokrowinoto, 2000: 7),
61
dimana lambat laun keadaan ini juga akan merambat ke sektor kepariwisataan. Sedangkan bagi Kabupaten Banyumas sepirit demokratisiasi sektor pembangunan juga sudah nampak jelas pelaksanaan, Kabupaten
mengingat Banyumas
wawancara
dengan
(wawancara,
18
dalam proses
Komisi
A
September
DRPD 2001),
Bapelitbangda (dulu Bappeda)) (wawancara, 10 September 2001) dan Kantor
Pemberdayaan
Masyarakat (dulu
PMD)
(wawancara,
5
September 2001) nampak telah ada upaya megarah pad a perencanaan pembangunan partisipasif, meskipun baru sebatas pada perencanaan yang bersifat "ground nonn" (aturan dasar) seperti pembuatan Restra yang mendasari Properda (Perda No. 2 tahun 2001) dan pelaksanaan Rakorbang, meskipun pada kegiatan ini masyarakat peserta yang hadir masih awam dan tidak begitu tertarik dengan konsep pembangunan daerah (Rakorbang Kab. Banyumas 3 November 2001). Sehingga nampaknya pelaksanaan perencanaan pembangunan di Kabupaten Banyumas , dengan melibatkan partisipasi masyarakat belum meyentuh pada aplikasi dilapangan, terbukti pelaksanaan proyek pembangunan yang
berjalan
dengan
melibatkan
partisipasi
masyarakat
pada
umumnya masih berasal dari proyek-proyek berasal dari Pusat seperti : P3DT, P2 LDT,PDMKE, PABPL-MPR, PPK dan Proyek-proyek jenis JPS {jaring Pengaman Sosial) lainnya, sementara proyek berasal dari daerah belum nampak melibatkan partisipasi masyarakat.
62
b. Economic
Fonnat kepolitikan yang tengah berubah cukup merepotkan penataan sektor pariwisata di Indonesia dan menjadikan semakin sulit ketika kejadian lain yang dapat
mempengaruhi sektor pariwisata,
seperti serangan teroris pada tanggal 11 September 2001 di USA dan dibalas dengan aksi serbuan pada Afganistan yang diyakini sebagai sarang teroris serta berujung pada perang terbuka antara USA dan Afganistan, yang mengakibatkan wisatawan Eropa dan USA ketakutan untuk melaksanakan perjalanan wisata ke negara-negara berpenduduk mayoritas Islam, karena munculnya aksi balas dendam dan anti USA (Kompas
18 Oktober 2001 ), ter1ebih dengan munculnya rumor
sweeping wisatawan mancanegara di Indonesia, dan nampaknya perang tersebut tidak berhenti dalam waktu singkat, mengingat beratnya medan serta militannya musuh USA ini (Kompas 22 Oktober 2001), dan kondisi ini dapat memicu dendam berkepanjangan diantara Barat dan kelompok islam yang tiada kunjung henti, sehingga pariwisata manca yang mengandalkan kunjungan turis Eropa dan USA sangat sulit diharapkankembali membaik. Selanjutnya krisis ekonomi yang berkempanjangan di Indonesia, nampaknya belum dapat diatasi bersamaan dengan pertikaian di sementara
wilayah
seperti
Ambon
dan
Poso
serta
ancaman
disintergrasi Irian dan Aceh telah berakibat menggoyang pemasukan sektor pariwisata. Dimana hal tersebut nampak dari turunya jumlah wisman dari 6 pintu masuk : a. Entikong b. Hasanudin
turun turun
84,02 % 48,63 %
63
c. Adi Sumanno turun 30,00 % d. Sukamo Hatta turun 22, 29% e. Sam Ratulangi turun 21, 55 % f. Tabing turun 17,09% (Pariwisata Dalam Angka 1999) Meskipun dalam sudut pandang yang positif, perang yang merusak infra struktur dan mengalirkan barang dan jasa bagi keperluan perang serta berkurangnya jumlah orang di wilayah yang terlibat peperangan maupun tempat krisis lain dapat menggerakan arus keuangan yang stagnan saat ini, sehingga dalam tempo yang tidak terlalu lama dapat menimbulkan peningkatan kesempatan kerja, berusaha dan daya beli yang bennuara pada dorongan kemajuan iklim kepariwisataan kedepan. Disamping itu proses percepatan Asean Free Trade Area
(AFTA) (wilayah perdagangan bebas yang mencakup se/uruh batasbatas negara-negara anggota ASEAN, dimana barang dagangan, uang pembayaran dan faktor penunjang lain yang berasal dati negara anggota bebas keluar masuk dalam wilayah ASEAN hanya dengan hambatan tarif 0-5 % dan tidak boleh lagi ada hambatan non-tarif (NTB's) ) yang disepakati pada KTT lnfonnal ASEAN tanggal 28
November 1999 di Manila dari tahun 2003 menjadi 2002 dengan akibat langkah-langkah kesepakatan target bea masuk 0-5 % menjadi 85 % dari Inclusion List (IL) di tahun 2000; 90% dari IL di tahun 2001 dan 100 % dari IL di tahun 2002 dengan fleksibelitas (Dannadi, 2001 : 1), dimana hal tersebut dapat menimbulkan persaingan tidak seimbang di bidang pengadaan infrastruktur pariwisata, terutama dalam kaitan serbuan modal kuat ke dalam negeri.
64
Sementara
itu
secara
umum
kondisi
pembangunan
di
Kabupaten Banyumas sampai saat ini masih memiliki petumbuhan ekonomi rata-rata di semua sektor ekonomi sebesar 2,58 % I Tahun 1999, dan secara sektoral pertanian dan jasa turun, semantara sektor listrik, gas dan air minum serta sektor angkutan dan komunikasi yang pada tahun 1999 mengalami pertumbuhan riil yang baik, dimana angka tersebut nampak pada tabel berikut :
N
Tabel6 PDRB Ka b Ba nyumas Menurut SktUhA e or sa a tas harga konstan 1993 Periode Pertumb Sek tor Tahun 1995 Tahun 1999
0
1 2
Pertanian Pertambangan dan Penggalian
286.746.612 13.011.010
257.096.932 15.885.345
-2,69 5,11
3
lndustri Pengolahan
166.288.437
187.170.869
3,00
4 5 6 7 8 9
Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdgn, Restoran & Hotel Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan,persewaan Jasa-jasa PDRB
7.412.125 44.999.159 125.489.458 71.613.802 79.311.225 182.150.957 977.022.785
13.378.485 34.676.703 136.191.794 93.710.433 83.964.348 166.729.766 988.804.675
15,90 -6,31 2,06 6,95 1,43 -2,18
PDRB Kab. Banyumas 1999 (diolah). Di sisi lain, Penerimaan daerah Kabupaten Banyumas tahun anggaran 1995 s/d 2000 diprediksikan tumbuh sebagaimana data berikut:
65
Tabel7 Perkembangan Penerimaan Daerah Kabupaten Banyumas Tahun An1ggaran 199511996 h.mgga 1999/2000 (daIam n"buan rup1a . h Jenls
No
1995/1996
1.
Sisa perhitungan tahun lalu
2.
PADS
1.384.303
%
1999/2000
1.73
2.292.046
%
R
1.40
13.5
9.179.886
11,5
14.095.458
8.65
11.34
a. Pajak daerah
2.068.830
2.59
3.630.500
2.22
15.08
b. Retribusi
5.251.599
6.58
8.422.953
5.17
12.46
296.188
0.37
1.295.255
0.79
44.77
1.563.269
1.95
746.750
0.46
-16,22
3.785.132
86.75
6.741.187
91.33
15.89
3.683.156
4.61
6.628.000
4.06
15.89
101.976
0.13
113.187
0.06
1.51
c.SDO
50.623.166
63.43
117.572.640
72.17
23.67
d. Bantuan
14.836.148
18.58
24.507.096
15.04
13.59
79.806.635
100
162.916.381
100
19.6
c. bagian laba BUMD d. lain-lain pdpt
3.
Penerimaan Dr lnstansi yang lebih tinggi a. bagi hasil pajak b. bagi hasil bukan pajak
Jumlah PDRB Kab. Banyumas (d1olah)
dimana tabel di atas menunjukan perkembangan APBD selama kurun waktu 1995 s/d 2000 diprediksikan terus meningkat sebesar 19.6 %, PADS meningkat sebesar 11.34 %, terutama pendapatan yang berasal dari instansi yang lebih tinggi terutama sumbangan sebesar 23.67 %, sehingga
hal
ini
menunjukkan
fingginya
fingkat ketergantungan
pemerintah Kabupaten Banyumas terhadap pemerintah pusat, karena jika dilhat dari proporsi jumlah APBD, maka proporsi terbesar temyata berasal dari penerimaan dari instansi yang lebih tinggi, sebagaimana data anggaran tahun 1999/2000 sebesar 87,21% dari jumlah APBD, yaitu sebesar 117.572.640.
c. Social Selanjutnya masalah sosial di Kabupaten Banyumas yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti masalah ketenaga kerjaan yang ditunjukan oleh sebagian besar pencari kerja berumur 25-
66
54 tahun sejumlah 5.455 orang atau sekitar 50,76 %, dan jumlah tersebut didominasi oleh pencari kerja berpendidikan 8L TA sebesar 57,04 % dari total pencari kerja usia 10 tahun ke atas di tahun 1999 (8usenas) atau sebesar 50.050 orang. 8elanjutnya data 8usenas 1999 menunjukan bahwa Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK laki-laki sebesar 73,14 % dan perempuan sebesar 44,31 %, dengan tingkat pengangguran terbuka laki-laki 7,44% dan perempuan sebesar 6,84 %. (Kabupaten Banyumas dalam angka Th. 1999) Namun
demikian,
keadaan
ketenagakerjaan
apabila
dibandingkan dengan sektor pendidikan secara keseluruhan, nampak masih didominasi oleh tamatan 8DIMI sebesar 436.589 (36,98 %), sebagaimana data berikut : Tabel8 Penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi Th. 1999 Yang ditamatkan dan jenis kelamin Tahun 1999 Pendidikan tertinggi yang ditamatkan L+P Jenis Kelamin p L Tidaklbelum tamat sekolah 59.807 16.729 76.536 Tidaklbelum tamat 80 162.352 171.796 334.148 ' Tamat8DIMI 218.190 218.399 436.589 8LTP I sederajat 92.314 79.238 171.552 8MU I sederaj_at 48.428 79.166 30.688 8MK/ sederajat ' 31.180 16.082 47.262 D II II 3.647 4.312 7.959 DIll/ 8M 5.642 2.156 7.798 ' I D IV I 81 11.451 6.638 18.089 82/83 498 996 1.494 Jumlah 590.112 590.431 1.180.543 ' 8usenas 1999 I
I
I
'I
Disamping
situasi
sosial
sebagaimana
tersebut
diatas,
selanjutnya dapat dilihat kondisi sosial di Kecamatan Baturraden yang memiliki jumlah penduduk sebesar 41.106 jiwa terdiri dari 10.617 KK yang terbagi dalam 12 buah desa dengan pertumbuhan rata-rata
67
sebesar 0,81 %, dan secara khusus dapat dilihat keadaan sosial yang berada dilingkungan wilayah pengembangan pariwisata di Baturraden, dimana
Disparbud
telah
membentuk sebuah
lembaga
bemama
Lokawisata Baturraden sebagai kepanjangan tangan dari Disparbud yang membina setiap kegiatan yang melibatkan pengusaha maupun masyarakat, sebagai bentuk partisipasi dalam proses pembangunan pariwisata di Baturraden, sebagaimana tabel berikut : Tabel9 Jenis Usaha, Jumlah dan Tenaga Kerja yang Terlibat di Obyek Wisata Baturraden Kab Banyumas Tahun 2001 Jenis Usaha Hotel melati dan bintang Karaoke Panti Pijat Rumah makan Warung makan Pedagang pecel Pedagang nasi Pedagang keleman Pedagang rujak Pedagang asongan Pedagang dawet Pedagang pakaian Pedagang sovenir Pedagang bakso,soto Pedagang jagung bakar Juru toto dan pijat Pedagang sate Pedagang susu Jasa Parkir Pedagang mendoan Pedagang es Pengamen Jumlah (LokaWJsata Baturraden, Th. 2001)
Jumlah 81 5 4
6 94 66 3 1 1 41 31 17 15 18 3 3 7
Tenaga kerja 489
-
37 30
94 66 3 1 1 41 31 17 15 18 3 3 7
6
6
15 1 1 1 410
15 1 1 1
866
Dari sini nampak bahwa 96 orang adalah pemilik usaha dengan modal menengah keatas dari memiliki hotel, panti pijat, Karaoke dan rumah makan, yang banyak digeluti oleh pengusaha berasal dari penduduk lokal, kota Purwokerto maupun kota-kota lain. Selanjutnya apabila diamati lebih lanjut, maka nampak bahwa, 314 orang pengusaha sektor informal berasal dari masyarakat desa sekitar Baturraden, seperti : Desa Karangmangu, Rempoah, Kemutug Kidul, Kemutug Lor, Karang tengah,
68
Ketenger Kecamatan Baturraden yang bermodal kecil s/d menengah. Meskipun pada kenyataannya tabel tersebut di atas belum mencakup sejumlah sektor pekerjaan yang banyak digeluti di Baturraden, dimana keberadaanya mempengaruhi interaksi kepariwisataan di Baturraden seperti : Guide wisata (HPI), Jasa ojeg, Angkutan umum pariwisata, Pengantar tamu, Jasa kos, Penjaja Sex Komersial (PSK), pencuci kendaraan dan masyarakat pengusaha kecil mandiri lainnya. Terlepas dari itu semua nampak bahwa Baturraden memiliki pengaruh cukup kuat pada desa sekitamya maupun kota purwokerto dan kota lainnya, sebagaimana dapat ditunjukan pada gambarkan sbb : Gb. 5 Pengaruh Baturraden terhadap daerah di sekitamya
Kota Purwokerto
• Ds.R empoah Ds.IC etenger Ds. Ke nub.lg Lor
....
Batlln"aden II
_..
...
Ds. Ke11 ~ub.lg Kidul Ds.Ka rangmangu Ds. Kar ~ng Tengah Kota lain
Dimana gambar tersebut menunjukan pengaruh Baturraden terhadap desa dan kota yang terlibat dalam bisnis di Baturraden melalui pasokan modal baik di sektor informal dan di sektor formal, dan gambar tersebut menjelaskan betapa Baturraden mempunyai peran yang penting dalam
69
meningkatkan ekonomi desa-desa sekitamya dan Purwokerto pada umumnya maupun kota-kota lain. Sefanjutnya keadaan sosial masyarakat desa-desa yang memiliki pengaruh langsung kepada pengembangan kepariwisataan tersebut dapat ditunjukan dengan data sebagai berikut : Tabel 10 Tingkat pendidikan dan jumlah penduduk desa terpengaruh perkembangan kepariwisataan Baturraden
so
SLTP
SLTA
PT
Jml Penduduk
Karang Tengah
3616
207
127
6
5464
Kemutug Kidul
1565
124
72
14
2535
Kemutug Lor
1692
498
391
26
3732
Karangmangu
1457
319
154
56
2601
Ketenger
1617
116
164
16
2505
Rempoah
3154
769
448
35
6194
Nama Desa
Kecamatan baturraden dalam angka 1999 (D10Iah)
Data tersebut menunjukan bahwa di seputar desa dimaksud memiliki angka partisipasi pendidikan pada tingkat : SO SLTA
~
12%, PT
~
~
70 %, SLTP
~
14%,
1% dengan tingkat terendah pada desa Karang
tengah sebesar: SO 91,4%, SLTP 5,2%, SLTA 3,2%, PT 0,2% d. Technology
Sementara itu terjadinya perkembangan teknologi infonnasi yang dapat dimanfaatkan dalam promosi dan mengakses selera pasar rupanya belum banyak dimanfaatkan, terbukti para pelaku pariwisata masih
sangat
menggantungkan
dari
upaya
pemerintah
dalam
meningkatkan volume kunjungan di kawasan Baturraden, sementara, Disparbud sendiri dalam memanfaatkan teknologi yang ada belum seluas seperti yang dituntut oleh pasar pariwisata yang mensyaratkan
70
berbagai aspek dalam meningkatkan kunjungannya wisata. (Wawancara dan Pengamatan 1 September s/d 10 Oktober 2001)
2. Key Resource controllers a. Client Apabila
client
diartikan
sebagai
pihak
yang
memiliki
ketergantungan tanpa ada kemampuan tawar menawar terhadapnya (Keban, 26/1/2001), maka dalam kaitan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat di Baturraden, Disparbud memiliki keterkaitan client dengan : lembaga-lembaga partisipasi masyarakat yang ada di Baturraden, sebagaimana tersebut dalam penjelasan terdahulu disinggung tentang tiga macam "pola pembinaan" terhadap lembaga partisipasi masyarakat yang ada di Baturraden. Dimana dalam kaitan ini lembaga partisipasi masyarakat yang ada pada umumnya belum memiliki sistim kelembagaan yang tertib, meskipun ada beberapa diantaranya telah melaksanakan dengan baik. Utuk itu perlu dilihat seberapa jauh lembaga-lembaga dimaksud telah memenuhi unsur pengembangan kelembagaan sebagai mana pola pembinaan yang telah disebutkan pada bab sebelumnya dalam uraian berikut : 1. Kelompok pedagang usaha yang mendapat perhatian besar dari Disparbud/Lokawisata, sebagaimana diatur dalam SK Kepala Lokawisata Baturraden sebagai kepanjangan tangan Disparbud Kabupaten Banyumas tanggal 1 Mei 2001 Nomor : 556/209/2001 (nama
kelompok
usaha/pedagang/paguyuban
sebagaimana
diuraikan di atas) pada umumnya memiliki tipe kelembagaan yang sama, dimana hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
71
a. Resource : Keluar masuknya orang sebagai anggota di kelompok ini lebih banyak dikendalikan oleh SIK (Surat ijin kerja) yang dikeluarkan oleh Lokawisata Baturraden pada sekitar 300 orang, dan kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO s/d SL TA namun masih didominasi oleh pendidikan SO maupun yang tidak lulus SO. Pada umumnya masyarakat yang terlibat di sini terbagi dalam kelompok yang memiliki modal kecil berkisar antara 10.000 s/d 50.000 terutama pada pedagang asongan dan pendagang berpindah tempat, sementara pada pedagang toko memiliki modal yang cukup besar sekitar Rp. 1000.000 s/d 10.000.000,-, selanjutnya pada interaksi internal yang terjadi, mereka telah menghimpun dana bersama dalam bentuk arisan dengan tempat berpindah-pindah karena tak mempunyai tempat berkumpul. lnformasi yang mereka peroleh pada umumnya hanya datang dari pemerintah/lokawisata Baturraden karena mereka belum banyak memanfaatkan informasi dari media yang ada, khususnya yang berkenaan dengan kepariwisataan dan pengembangan lembaga mereka, sementara secara internal mereka memperoleh informasi melalui arisan dan penyuluhan pemerintah. b. Leadership Karena struktur yang mereka miliki belum tertulis, maka hubungan penugasan yang mereka miliki hanya terpaku pada ketua kelompok yang telah dipilih secara aklamasi dan bertugas
72
menjembatani
kepentingan
lokawisata
Baturraden
dan
pedagang saja, belum sampai pada hal yang menyangkut pengembangan kelembagaan mereka. c.lntemal structure
Sampai
saat
ini
struktur
lembaga
belum
banyak
berkembang kecuali hanya sebuah pola hubungan keanggotaan yang dikoordinir oleh seorang ketua kelompok yang bertanggung jawab
kepada
diantaranya
lokawisata
telah
Baturraden,
membentuk
meskipun beberapa
unsur-unsur
kepengurusan
mengarah pada bentuk lembaga. Sementara konflik yang terjadi antara mereka seakan menjadi "bara dalam sekam" tak pemah diselesaikan secara tuntas, meskipun secara implisit mereka telah meyakini bahwa usaha yang ditekuni dapat menjadi altematif terbaik bagi pencahariaannya. Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk berkat pembinaan yang terus menerus oleh lokawisata dan kesadaran yang mereka miliki, demikian juga pola hubungan antar mereka sendiri, melalui norma yang telah mereka sepekati bersama, termasuk dengan para pemasok barang dagangan yang mereka jual. Dimana keadaan tersebut telah menunjukan adanya upaya untuk mewujudkan sukses dalam nafkahnya, dan keberadaan mereka merupakan suatu komunitas yang sinergis dengan lingkungan lembaga lain, seperti PHRI misalnya.
d. Program:
73
Program yang dikembangkan lebih banyak direncanakan oleh lokawisata Baturraden, bagi mereka hanya mengurusi kepentingan
dagang masing masing yang mengharapkan
peningkatan pendapatannya dengan menyerahkan pada nasib kunjungan wisata dari hari ke hari. Dalam berinteraksi dengan kelompoknya,
mereka
selama
ini
hanya
terikat
dengan
peraturan yang ditentukan oleh Lokawisata Baturraden dan pada umumnya hanya memperjuangkan kepentingan sendirisendiri serta mereka hanya akan bekerja sama sepanjang ada hal hal yang per1u kebersamaan seperti perkulakan dan ketertiban,
kebersihan
bersama.
Sementara
upaya
pengembangan teknik-teknik baru bagi pengembangan lembaga nampaknya sudah mulai diupayakan dengan pembentukan pengurus interen dan keberadaan mereka sampai dengan saat ini cukup berpengaruh bagi ketersediaan kelengkapan arena hiburan wisata sebagaimana dagangan yang mereka tawarkan. (wawancara dan pengamatan 1 September s/d 10 Oktober 2001) 2. Kelompok Lembaga Partisipasi masyarakat yang mendapat
perhatian
sedang,
dari
Disparbud/Lokawisata,
memiliki ciri
kelembagaan yang berbeda-beda. Untuk itu hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. PHRI Baturraden • Resource:
74
Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota di kelompok ini lebih banyak dikendalikan oleh jumlah lahan yang terbatas dan memusatnya centre of interest pembangunan kepariwisataan di RW 02 Desa Karangmangu serta mahalnya harga lahan yang dialami oleh 81 anggotanya. Sementara kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO sld S1 namun masih didominasi oleh pendidikan SL TA. Pada umumnya masyarakat yang terlibat di sisni memiliki modal besar
berkisar antara 50.000.000 sld
500.000.000 terutama pada pemilik hotel kelas melati 1 dan rumah makan, dengan pemasukan yang diharapkan sebesar 15.000 sld 60.0001 per kamar I malam dan harga makanan mulai Rp. 1.000 sld 60.0001 menu makanan. Sementara pemilik hotel kelas Melati 2 sld Bintang 3 memiliki modal yang lebih besar, sekitar Rp. 600.000.000 sld 10.000.000.000,-. Dengan pemasukan yang diharapkan dri sewa kamar yang berkisar Rp. 60.000 sld 400.000 I kamar I malam. Selanjutnya pada interaksi yang terjadi, mereka telah menghimpun dana bersama dalam bentuk kas, dan arisan untuk kesejahteraan bersama dengan sekretariat tetap berada di Hotel Moro Seneng Baturraden. lnformasi yang mereka peroleh pada umumnya hanya datang dari pemerintah, maupun informasi mandiri dari petemuan interen maupun arisan, disamping upaya sementara hotel berbintang yang memang telah memiliki akses di luar
75
negeri. Namun bagi hotel kelas melati dan rumah makan keberadaannya belum banyak memanfaatkan informasi yang ada, khususnya yang berkenaan dengan pengembangan lembaga pariwisa. Namun secara umum keberadaan informasi ten tang pengembangan kelembagaan belurn tersentuh. • Leadership
Karena struktur yang mereka miliki sudah cukup baik dalam bentuk tertulis, maka pembagian tugas yang mereka miliki cukup baik, dengan pemimpin yang dipilih secara aklamasi, namun akibat kurangnya pembinaan dan kurangnya keteribatan langsung para pemilik hotel dan rumah makan dalam interaksi kelembagaan yang ada, maka lembaga ini lebih bersifat formalitas saja, dan sampai saat ini lembaga ini hanya
tampak
membutuhkan
sebagai
kumpulan
tempat berteduh
orang
saja,
orang
sementara
yang dalam
pengembangan usaha mereka cenderung melakukan sendirisendiri. • Internal Structure
Sampai saat ini struktur sudah cukup berkembang dalam sebuah pola hubungan keanggotaan yang dikoordinir oleh seorang ketua terpilih yang bertanggung jawab kepada lembaga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama yang diatur secara terstruktur dalam susunan Ketua, wakil Sekretaris, praktek
Bendahar dan
sehari-hari
seksi-seksi,
meskipun
dalam
masih didominasi oleh upaya-upaya
76
mandiri
dalam
menentukan
kehidupannya,
mengingat
lembaga ini tidak mempunyai kekuatan tawar menawar yang kuat dengan anggotanya. Sementara itu konflik yang terjadi akan selesai dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu, tanpa penyelesaian tuntas Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk berkat
pembinaan
yang
terus
menerus
oleh
pemerintah/Disparbud dan niat baik mereka, seperti normanorma yang telah mereka sepekati, termasuk hubungan dengan biro perjalanan yang berada di luar Kabupaten Banyumas dan lembaga lain disekitamya seperti pedagang misalnya. Dimana kesemua itu merupakan perwujudan dari suatu keyakinan bahwa usaha yang yang digeluti merupakan lahan yang menguntungkan. • Program:
Program
yang
dikembangkan
lebih
banyak
direncanakan oleh pemerintah, bagi mereka hanya mengurusi kepentingan
masing-masing
yang
mengharapkan
peningkatan pendapatannya dengan menyerahkan pada nasib kunjungan wisata dari hari ke hari, tanpa ada upaya yang terkoordinasi. Dalam berinteraksi dengan kelompoknya, para anggota selama ini terikat dengan peraturan yang ditentukan oleh lembaga maupun pemerintah dan pada umumnya hanya memperjuangkan kepentingan sendiri-sendiri serta mereka hanya akan bekerja sama sepanjang ada hal hal yang per1u
77
kebersamaan seperti menghadapi event besar. Selanjutnya upaya terobosan yang selalu diupayakan dalam meningkatkan pendapatan masih bersifat sporadis, meskipun itu cukup berpengaruh pada kehidupan lingkungannya seperti pedagang keliling maupun usaha lainnya. (Wawancara 12 mei 2001) b. HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) • Resource:
Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota di kelompok ini lebih banyak dikendalikan oleh mereka sendiri secara terbuka yang saat ini berjumlah 13 orang, me ski pun demikian dalam mempertahankan eksistensinya lembaga ini telah berupaya melakukan recruitment dari kalangan pemuda yang mereka latih sendiri dalam bahasa Belanda, sementara kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO s/d S1, namun masih didominasi oleh pendidikan SO dan SLTP, tapi karena semangat belajar yang tinggi mereka lebih banyak menjadi juru bahasa yang autodidak. Pada umumnya yang ter1ibat di sini memiliki modal kemampuan berbahasa asing autodidak dan modal yang mereka miliki hanya diper1ukan bagi hubungan korespoden baik dengan tamu asing secara pribadi maupun denga hotel tempat tamu asing menginap dan biro perjalanan, sementara pembiayaan mandiri bagi penyelenggaraan kesekretariatan yang pada umumnya tidak ter1alu besar ditanggulangi oleh uang kas yang sudah berjumlah Rp. 1.500.000,- sebagai hasil
78
masukan yang mereka terima dari jasa mereka sebesar ~ Rp. 700.000/ kelopok turis yang terdiri dari 4 s/d 10 orang, yang dibagi kepada 2 s/d 3 orang pramuwisata yang mengantar. Selanjutnya guna mengisi kas lembaga, maka mereka telah bersepakat untuk setor dana kas sebesar Rp. 1000 I turis, dan sejumlah setoran tertentu melalui arisan yang diadakan. lnformasi yang mereka peroleh pada umumnya hanya datang dari upaya mandiri melalui koresponden, internet maupun hubungan
langsung
dengan
hotel
tempat orang
asing
menginap dan biro perjalanan. • Leadership Keanggotaannya yang hanya mencakup 13 orang saja menimbulkan interaksi yang cukup kuat diantara mereka, sehingga hubungan pembagaian tugas yang mereka miliki telah
merata
pada
setiap anggota.
Namun mengingat
pengetahuan kelembagaan yang belum cukup memadahi, maka
keberadaan
mereka
masih
jauh
dari
upaya
pengembangan kelembagaan. • Internal Structure Sampai saat ini struktur lembaga sudah cukup berkembang yang dikoordinir oleh seorang ketua kelompok yang
bertanggung
jawab
kepada
seluruh
anggota
kelompoknya yang diatur secara terstruktur dalam susunan Ketua, wakil Sekretaris, Bendahara dan seksi-seksi, dengan pembagian tugas yang cukup tertib dan mengatasi konflik
79
yang mungkin timbul di antara mereka dalam kebersamaan mewujudkan kesejahteraan bersama. Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk berkat pembinaan yang terus menerus antar mereka sendiri melalui norma-norma yang telah mereka sepekati bersama, termasuk dengan hotel, biro perjalanan dari kota-kota besar seperti Jakarta. Lebih jauh mereka sangat mengharapkan kemajuan lembaga ini sebagai tempat meraih kesejahteraan.
• Program: Program
yang
dikembangkan
lebih
banyak
direncanakan oleh mereka sendiri, meskipun dalam upaya meningkatkan kunjungan mereka hanya berupaya melakukan koresponden baik melalui surat maupun internet. Selanjutnya secara
interen
mereka
terus
berupaya
meningkatkan
kemampuan bahasa tulis dan menambah keaneka ragaman bahasa yang dikuasai. Dalam berinteraksi dengan kelompoknya, para anggota terikat oleh peraturan yang ditentukan oleh mereka bersama dalam memperjuangkan kepentingan bersama dan sampai saat ini masih terus berupaya mengembangkan kemampuan dalam bahasa tulis yang membantu koresponden dengan para pelancong manca selanjutnya guna menciptakan sebuah net working. Namun demikian upaya mereka berkesan masih bersifat internal kepada kebutuhan lembaga sendiri, dan
80
belum menyentuh kepentingan pelaku pariwisata lebih luas terutama kelembagaannya. (Wawancara 12 September 2001) c. FKPPL (Forum Komunikasi Pemuda Peduli Lingkungan) • Resource: Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota di kelompok bersifat terbuka, dimana sementara ini berjumlah 78 orang, dan kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO s/d SLTA.
Pada umumnya masyarakat yang ter1ibat di sini tidak memiliki modal dan 90 % dari mereka nganggur. Meskipun demikian mereka telah memiliki aset kelembagaan berupa sekretriat di rumah saudara Setyo Warsito. Selanjutnya pada interaksi yang
terjadi
mereka telah
menghimpun dana
bersama dalam bentuk arisan. lnformasi yang mereka peroleh pada umumnya hanya datang dari pemerintah I lokawisata Baturraden karena mereka belum banyak memanfaatkan informasi dari media yang ada, khususnya yang berkenaan dengan kepariwisataan dan pengembangan lembaga mereka. • Leadership Struktur yang mereka miliki sudah cukup baik dalam bentuk tertulis dengan pembagian tugas cukup baik, namun akibat
kurangnya
pengetahuan
tentang
pengembangan
kelembagaan, maka hingga sampai sekarang lembaga ini
81
hanya
tampak
sebagai
kumpulan
orang
orang
yang
membutuhkan tempat berteduh saja. • Internal Structure Sampai saat ini struktur sudah dalam sebuah pola hubungan keanggotaan yang dikoordinir dibawah seorang ketua terpilih yang bertanggung jawab kepada lembaga yang diatur
secara
Sekretaris,
terstruktur dalam
Bendahar dan
praktek sehari-hari mandiri
dalam
susunan
seksi-seksi,
Ketua,
wakil
meskipun dalam
masih didominasi oleh upaya-upaya
menentukan
kehidupannya,
mengingat
lembaga ini tak begitu besar mempunyai kekuatan tawar menawar terhadap kesejahteraan anggotanya. Pola hubungan internal sudah terbentuk berkat pembinaan yang
terus
menerus oleh ketua lembaga dan kepala desa Karangmangu, dan norma yang telah mereka sepekati bersama, termasuk dengan lingkungan pariwisata. Namun akibat tidak jelasnya tujuan dalam berinteraksi dengan pariwisata, maka lembaga ini seolah menjadi penting bagi anggotanya hanya pada saat tertentu saja. • Program: Program diperuntukan sementara
yang
dikembangkan
menghadapi kegiatan
event
anggota
lebih
banyak
besar pariwisata sehari-hari
di
saja,
lapangan
pariwisata seolah tidak termonitor dengan baik. Disamping itu anggota yang berafiliasi pada Parpol tertentu dalam jangka
82
panjang
dapat
berakibat
partisipasi
mereka
dalam
kepariwisataan bisa tidak mencapai sasaran. Lembaga ini secara umum belum banyak menguasai teknik-teknik pengembangan kepariwisataan mengingat pada awalnya
mereka
dikumpulkan
pengangguran dalam
hanya
untuk
mewadahi
ikatan sebuah partai politik yang
mungkin dalam jangka panjang dapat menjadi kekuatan politik yang eksklusive di tingkat desa. (Wawancara 17 September 2001) c. Pokdarwis (Kelompok sadar wisata) Meskipun paguyuban ini memiliki struktur organisasi yang tertib dan sudah tertulis beranggotakan 25 orang, namun karena pada awal pembentukannya lebih banyak memenuhi keinginan pemerintah, maka samapai dengan saat ini hanya berakhir sebagai lembaga papan nama. (Wawancara 22 september 2001 ). 3. Kelompok
Lembaga
Partisipasi
masyarakat
yang
kurang
mendapat perhatian dari Disparbud/Lokawisata, memiliki ciri kelembagaan yang berbeda-beda. Untuk itu hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a. Paguyuban "kos putri" RT 05 I 07 RW 02 • Resource: Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota di kelompok ini lebih banyak dikendalikan oleh terbatasnya jumlah sarana tempat yang dikelola sebanyak 34 rumah dan
83
dapat menampung 34 orang pengasuh (germo) dan 115 anak asuh (PSK), serta status "abu-abu"-nya usaha ini. Sementara kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO sld SLTP. Pada umumnya masyarakat yang ter1ibat di sini memiliki modal berupa rumah kontrakan milik warga setempat maupun rumah pribadi mereka sendiri dengan nilai aset :t Rp. 30.000.000 sld Rp. 50.000.000, sementara para "pengusaha kos" ini mendapat pemasukan lain dari sebagian bayaran "anak kos" ini sebesar :t 40 % dari total pendapatan mereka Rp. 70.000 I sort time dan Rp. 150.000 I long time atau menurut kesepakatan. Disamping itu diantara mereka juga telah
menghimpun
penyelenggaraan
dana
keamanan,
melalui
paguyuban
kesehatan,
guna
humas
dan
kebersihan, serta dana dari arisan yang diselenggarakan sebulan sekali untuk pengasuh dan sebulan sekali bagi anak asuh. Mereka belum banyak memanfaatkan informasi dari media yang ada,
khususnya
yang berkenaan
dengan
kepariwisataan dan pengembangan lembaga mereka. • Leadership
Karena struktur yang mereka miliki sudah baik dalam bentuk tertulis maka pembagian tugas sudah cukup jelas dan dipimpin oleh seorang ketua yang secara aklamasi terpilih dengan tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan dan menjebatani kepentingan dengan aparat keamanan. Selain
84
itu konflik yang mungkin terjadi biasanya dapat diatasi dengan baik. • Internal Structure Sampai saat ini struktur lembaga sudah berkembang dalam hubungan keanggotaan yang dikoordinir oleh seorang ketua paguyuban terpilih yang bertanggung jawab kepada peningkatan kesejahteraan anggotanya yang diatur secara terstruktur dalam susunan Ketua, wakil Sekretaris, Bendahar dan seksi-seksi. Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk, demikian juga antar mereka sendiri melalui nonnanonna yang telah mereka sepekati bersama, tennasuk dengan
para
pemasok
tamu
yang
tergabung
dalam
paguyuban pengantar tamu. Sehingga diatara mereka cukup meyakini
bahwa
lemabaga
tersebut
dapat
menjamin
kesejahteraan mereka ke depan.
• Program: Program mereka
sendiri,
yang
dikembangkan direncanakan
terutama
dalam
rangka
oleh
meningkatkan
kesejahteraan dan upaya lain seperti peningkatan kesehatan mandiri dan pengentasan anggota mereka untuk dapat keluar dari "lingkaran hitam" tersebut, meskipun dalam kaitan ini mereka belum mempunyai sarana dan prasarana yang cukup memadahi. Sampai anggota
yang
sekarang ada
upaya
tetap
pengentasan
terus
berjalan
terhadap tennasuk
85
pemeliharaan kesehatan diantara mereka sendiri, dan sampai saat ini keberadaan lembaga ini cukup penting, sebagaimana diakui oleh lembaga lain yang memer1ukan kehadirannya sebagai daya
t~rik ~ng
Baturraden.
Dimana
cukup penting bagi kepariwisataan di hal
ini
dapat
dibuktikan
melalui
wawncara dengan lembaga partisipasi yang lain bahwa ada hubungan kor,lasi yang cukup signifikan ketika lembaga ini tutup praktek pada saat "Jamnas" misalnya. Sementara sebagaian mereka yang berada di luar lembaga tersebut percaya bahwa lembaga ini sampai sekarang secara tertutup mempunyai kekuatan tawar yang kuat bagi pengembangan kepariwisataan di Baturraden mengingat belum adanya upaya defersifikasi atraksi wisata. (Wawancara 4 September 2001) b. Paguyuban Vftl'hana Wisata (Angkutan Wisata) • Resource: Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota banyak dibatasi oleh ijin usaha agkutan dan tingkat kunjungan yang hanya menjanjikan pada saat hari besar dan hari libur saja. Selanjutnya sampai dengan saat ini jumlah anggota yang ada meliputi : 42 orang pemilik kendaraan (pengusaha), 63 sopir dan 9 kemet, 17 orang pengelola (mantan preman), dan kualitas pendidikan mereka berkisar antara SD s/d S1 namun masih didominasi oleh pendidikan SD maupun yang tidak lulus SD, bahkan yang buta huruf.
86
Pada umumnya anggota masyarakat yang ter1ibat di sini memiliki modal besar mulai dari Rp. 70.000.000 sld 500.000.000 pada kategori pemilik kendaraan, sementara supjr dan kemet hanya bermodal keahlian
dan biaya
penfidaan SIM, ditambah dengan pengelola yang hanya bermodalkan keberanian untuk mengamankan jalur angkutan dari pemerasan yang mungkin akan dilakukan oleh preman lain. Dalam interaksi selanjutnya setiap angkutan diwajibkan setor setiap hari pada pengelola untuk dana tabungan, administrasi dan kesejahteraan seluruh anggota sebesar ~ Rp. 4.000, 1O.oqp
d~~~mbah
I
dengan uang arisan setiap bulan sebesar Rp.
kepala anggota. Dilain pihak lembaga ini juga
men'tlpat masukan dari penumpangnya sebesar Rp. 2.000 sld 'lf>.3.000 I kepala untuk tujuan Purwokerto Baturraden dan
lembaga ini sudah memiliki skretariat di rumah Saudara Muritno, Bsc selaku ketua harian. lnformasi yang mereka peroleh pada umumnya hanya datang dari pemerintahiDLLAJ, Disparbud, penguasa wilayah, aparat keamanan apabila ada event besar dimana mereka diper1ukan dalam koordinasi, seain itu mereka belum banyak memanfaatkan informasi dari media yang ada, khususnya yang ber1<:enaan dengan kepariwisataan dan pengembangan lembaga mereka.
87
• Leadership
Karena struktur yang mereka miliki sudah baik dalam bentuk tertulis maka pembagian tugas sudah cukup jelas yang dipimpin oleh seorang ketua yang secara aklamasi terpilih dan bertugas
untuk
menyelenggarakan
kesejahteraan
dan
menjebatani kepentingan antar mereka. Oilain pihak, dalam konflik yang mungkin terjadi dapat diatasi dengan baik. • Internal Structure
Sampai saat ini struktur lembaga sudah berkembang dalam hubungan keanggotaan yang dikoordinir oleh seorang ketua paguyuban terpilih yang bertanggung jawab kepada peningkatan kesejahteraan anggotanya yang diatur secara terstruktur dalam susunan Ketua, wakil Sekretaris, Bendahar dan seksi-seksi. Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk, demikian juga antar mereka sendiri melalui normanorma yang telah mereka sepekati bersama. Sehingga diatara mereka cukup meyakini bahwa lembaga tersebut dapat menjamin kesejahteraan mereka ke depan.
• Program: Program mereka
sendiri,
yang
dikembangkan
terutama
dalam
direncanakan
rangka
oleh
meningkatkan
kesejahteraan dan upaya lain seperti kesehatan dan segala macam urusannya jika terjadi kecelakaan dan aturan iteren tentang hak kewajian serta aturan PHK.
88
Dalam berinteraksi dengan kelompoknya, para anggota terikat oleh peraturan yang ditentukan oleh mereka bersama dalam memperjuangkan kepentingan bersama dan sampai saat ini masih terus berupaya mengembangkan kemampuan melayani konsumen dengan baik, terutama pada hari besar yang selama ini banyak diprotes oleh tokoh masyarakat, karena sering mengabaikan penumpang lokal. Sementara itu keberadaan angkutan ini menjadi urat nadi utama begi penghubung jalur wisata yang selama ini menjadi pemasok pelancong ke Baturraden, bahkan hampir setiap orang yang ter1ibat bisnis di Baturraden memanfaatkan jasa ini, mulai dari transport
pegawai
sampai
pada
komoditi
dan
barang
dagangan. Namun demikian upaya pengembangan lembaga, berkesan masih bersifat internal kepada kebutuhan lembaga sendiri, dan belum menyentuh kepentingan pelaku pariwisata lebih
luas
terutama
kelembagaannya.
(Wawancara
12
September 2001) c. Paguyuban Pengantar Tamu RT 05/07 RW.02 Baturraden • Resource: Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota di kelompok ini besifat terbuka beranggota sebanyak 38 orang namun
terbatasnya
jumlah
komoditi
yang
dimiliki
oleh
paguyuban "anak kos" menjadi pedomannya, seperti tempat yang hanya berjumlah 34 rumah dengan 115 anak asuh
89
(PSK), dan kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO sld SLTA.
Pada umumnya masyarakat yang ter1ibat di sini tidak memiliki modal kecuali sebuah sekretariat yang berupa gardu penjagaan yang berfungsi sebagai pengawas bagi keluar masuknya pengunjung ke dalam kompleks "anak kos", sementara itu para "pengantar tamu" ini mendapat pemasukan dari sebagian bayaran "anak kos" ini sebesar ~ 10 % dari total pendapatan mereka Rp. 70.000 I sort time dan Rp. 150.000 I long time, dan diantara mereka juga telah menghimpun dana melalui
paguyuban
guna
penyelenggaraan
keamanan,
kesehatan, humas dan kebersihan, serta dana dari arisan yang diselenggarakan sebulan sekali. Kecuali dari lemabga penyelenggara anak kos, mereka belum banyak memanfaatkan informasi dari media yang ada, khususnya yang berkenaan dengan kepariwisataan dan pengembangan lembaga mereka. • Leadership
Karena struktur yang mereka miliki sudah baik dalam bentuk tertulis maka pembagian tugas sudah cukup jelas dan dipimpin oleh seorang ketua yang secara aklamasi terpilih dengan tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan dan menjebatani kepentingan dengan aparat keamanan dan pemerintahan desa. Dilain pihak , dalam konflik yang mungkin te~adi
biasanya dapat diatasi dengan baik.
90
• Internal Structure
Sampai saat ini struktur lembaga sudah ber1<:embang dalam hubungan keanggotaan yang dikoordinir oleh seorang ketua paguyuban terpilih yang bertanggung jawab kepada peningkatan kesejahteraan anggotanya yang diatur secara terstruktur dalam susunan Ketua, wakil Sekretaris, Bendahar dan seksi-seksi. Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk, demikian juga antar mereka sendiri melalui normanorma yang telah mereka sepekati bersama, termasuk dengan penyelenggara "kos-kos an". Sehingga diatara mereka cukup meyakini
bahwa
lembaga
tersebut
dapat
menjamin
kesejahteraan mereka ke depan. • Program: Program mereka
sendiri,
yang
dikembangkan
terutama
dalam
direncanakan
rangka
oleh
meningkatkan
kesejahteraan seperti upaya meningkatkan jumlah simpanan dan kedisiplinan dalam menjaga gardu/skretariat. Dalam berinteraksi dengan kelompoknya, para anggota terikat oleh peraturan yang ditentukan oleh mereka bersama dalam memperjuangkan kepentingan bersama dan sampai saat ini masih terus berupaya mengembangkan kemampuan melayani konsumen dengan baik. Sementara itu keberadaan paguyuban pengantar tamu ini menjadi urat nadi utama bagi pemasok pelancong ke Baturraden yang datang ke paguyuban Kos. Namun demikian upaya mereka ber1<:esan masih bersifat
91
internal kepada kebutuhan lembaga sendiri, dan belum menyentuh kepentingan pelaku pariwisata lebih luas terutama kelembagaannya. (Wawancara 29 September 2001) d. Paguyuban Ojeg • Resource:
Arus Keluar masuknya orang sebagai anggota dibatasi hanya 28 orang saja (tertutup), guna mencegah persaingan diantara mereka, mengingat tingkat kunjungan yang hanya menjanjikan pada saat hari besar dan hari libur saja, dan kualitas pendidikan mereka berkisar antara SO s/d SLTA namun masih didominasi oleh pendidikan SO maupun yang tidak lulus SO. Pada umumnya anggota masyarakat yang terfibat di sini memiliki modal besar mulai dari Rp. 5.000.000 s/d 15.000.000 sebagai wujud harga kendaraan roda dua, serta biaya pengadaan SIM. Oalam interaksi selanjutnya setiap pengojeg diwajibkan iuran setiap bulan untuk dana tabungan, administrasi dan kesejahteraan seluruh anggota sebesar Rp. 5.000, ditambah dengan uang arisan setiap bulan sebesar Rp. 10.000. Oilain pihak anggota ojeg ini akan mengenakan biaya jasa agkutan lokal sebesar Rp. 5.000 dan ke Purwokerto sebesar Rp. 20.000, selanjutnya lembaga ini juga sudah memiliki skretariat di depan wartel terminal Baturraden. lnformasi yang mereka peroleh pada umumnya hanya datang dari pemerintah/Oisparbud, penguasa wilayah, aparat
92
keamanan apabila ada event besar dimana mereka diperlukan dalam
koordinasi,
selain
itu
mereka
belum
banyak
memanfaatkan informasi dari media yang ada, khususnya yang berkenaan dengan kepariwisataan dan pengembangan lembaga mereka. • Leadership Karena struktur yang mereka miliki sudah baik dalam bentuk tertulis maka pembagian tugas sudah cukup jelas yang dipimpin oleh seorang ketua yang secara aklamasi terpilih dan bertugas
untuk
menyelenggarakan
kesejahteraan
dan
menjebatani kepentingan antar mereka. Dilain pihak, dalam konflik yang mungkin terjadi dapat diatasi dengan baik. • Internal Structure Sampai saat ini struktur lembaga sudah banyak berkembang dalam hubungan keanggotaan yang dikoordinir oleh seorang ketua paguyuban terpilih yang bertanggung jawab kepada peningkatan kesejahteraan anggotanya yang diatur
secara
terstruktur
dalam
susunan
Ketua,
wakil
Sekretaris, Bendahar dan seksi-seksi. Pola hubungan dengan konsumen sudah terbentuk, demikian juga antar mereka sendiri melalui norma-norma yang telah mereka sepekati bersama. Sehingga diatara mereka cukup meyakini bahwa lemabaga tersebut dapat menjamin kesejahteraan mereka ke depan.
93
• Program: Program mereka
yang
sendiri,
dikembangkan
terutama
dalam
direncanakan
rangka
oleh
meningkatkan
kesejahteraan dan upaya lain seperti kesehatan terjadi kecelakaan dan upaya mencegah tindak kejahatan pada para pengojeg, serta aturan iteren tentang hak kewajiban. Dalam berinteraksi dengan kelompoknya, para anggota terikat oleh peraturan yang ditentukan oleh mereka bersama dalam memperjuangkan kepentingan bersama dan sampai saat ini masih terus berupaya mengembangkan kemampuan melayani konsumen dengan baik, terutama pada saat ini banyak kasus kriminal yang merugikan pengojeg. Sementara itu keberadaan angkutan ini menjadi urat nadi utama begi penghubung jalur wisata yang selama ini menjadi pemasok pelancong ke Baturraden, bahkan hampir setiap orang yang ter1ibat binis di Baturraden memanfaatkan jasa ini, mulai dari transport
pegawai
sampai
pada
komoditi
dan
barang
dagangan. Namun demikian upaya mereka berkesan masih bersifat internal kepada kebutuhan lembaga sendiri, dan belum menyentuh kepentingan pelaku pariwisata lebih luas terutama kelembagaan. (Wawancara 3 September 2001)
b. Customers Pengaruh lingkungan lain adalah customer yang banyak dipengaruhi oleh penurunan jumlah Wisman yang masuk di Indonesia pad a medio 1992-1997, yang ditunjukan oleh angka penurunan
94
tingkat hunian dan pengeluaran diperkirakan .:t US $ 1.006,03 I orang per1c:unjungan atau turun 0,87 %, sementara mulai tahun 1998 sudah menunjukan kenaikan sebesar 0,9 % dan naik sebesar 0,2 % pada tahun 1999. lni merupakan data yang tidak menggembirakan bagi peningkatan kepariwisataan ke depan (Statistik Pariwisata, 1999). Sementara di Kabupaten Banyumas data statistik akomodasi dan kenjungan wisata pada pada tiga bulan berbeda di tahun 1999 menunjukan data sebagai berikut :
Hotel
Melati 1 Melati 2 Melati 3 Bintang 1 Bintang 3 Hotel
Melati 1 Melati 2 Melati 3 Bintang 1 Bintang 3 Hotel
Melati 1 Melati 2 Melati 3 Bintang 1 Bintang 3 Stat1st1k
Tabel11 Akomodasi, tingkat hunian dan lama tinggal Di Kabupaten Banyumas Januari 1999 Kamar Jumlah Jml. Manca Dalam Negara T.Tidur Negeri Km Terjual 206 272 1.058 1.429 324 622 4.868 2.328 314 603 2 2.528 1.275 39 70 416 203 284 515 3.154 1.510 319 Juni1999 Kamar Jumlah Manca Dalam Jml. T.Tidur Negara Negeri Km Terjual 206 262 1.465 1.055 324 604 4.567 2.212 314 603 2.073 998 39 70 346 190 284 317 515 1.625 3.214 Desember 1999 Jml. Kamar Jumlah Manca Dalam T.Tidur Negara Negeri Km Terjual 272 1.170 206 1.632 622 5.131 2.566 324 1.799 314 7 603 3.618 3 70 530 294 39 165 515 4.064 2.411 284 .. Panw~sata Kab. Banyumas Th. 1999 (d1olah)
Tingkat Hunian
Lama Tinggal
1,35 2,09 1,98 2,05 2,30
1,00 0,98 0,97 1,00 1,00
Tingkat Hunian
Lama Tinggal
1,39 2,06 2,08 1,82 2,17
1,02 1,26 1,08 1,00 1,39
Tingkat Hunian
Lama Tinggal
1,39 2,07 2,01 1,81 1,75
1,03 1,26 1,66 1,00 1,07
95
Dimana tersebut menunjukan bahwa kepemilikan jumlah kamar didominasi oleh hotel melati yang merupakan 61,72 % dari keseluruhan jumlah kamar hotel yang ada di Kabupaten Banyumas. Sementara kunjungan menginap banyak diperoleh dari wisatawan dalam negeri oleh hotel melati. Namun, meskipun hotel bintang memiliki jumlah kamar lebih sedikit (38,27 %) tapi keberadaannya cukup menarik orang asing menginap, Disampimg itu tingkat hunian hotel di Kabupaten Banyumas hanya sebesar 1 s/d 2,5 kamarlbulan dengan lama tingga selama 1 s/d 1,66 harilbulan, lebih rendah jika dibandingkan Tingkat hunian kamar hotel bintang
di Jawa Tengah
sebesar 31,58 %. Dan rata-rata propinsi sebesar 3,37 %. Sementara dalam kaitan ini sektor pariwisata Kabupaten Banyumas telah megalami pertumbuhan pada lima tahun terakhir, sebagaimana data berikut : Tabel12 Data Perkembangan kunjungan wisata dan pendapatan sektor pariwisata di Kabupaten Banyumas Tahun 1999 I Kuniungan Pendapatan No Tahun 588.081 478.030.000 1 1996 I 1997 633.200 574.502.300 2 -------- ----( 613.191 488.371.935 3 1998 1999 659.998 521.083.785 4 2000 726.947 978.325.195 5 3.221.417 3.040.313.215 Jumlah 5,44% 19,6% Pertumbuhan Statistik Pariwisata Tahun 1999 (diolah) ~
Data
-
tersebut
menunjukan
bahwa
pariwisata
mengalami
pertumbuhan pada tingkat kunjungan sebesar 5,44 % dan tingkat pendapatan sebesar 19,6 % selama lima tahun terakhir, Kawasan wisata Baturraden sebagai kawasan wisata andalan, mengalami pertumbuhan pengunjung Wisnu sebesar 3,47 % dan tingkat
96
pendapatan sebesar 10,53 % selama tahun 1995 s/d 1999, serta memiliki jumlah kamar hotel 159 buah dan tempat tidur 288 buah, atau 56,02 % dari total hotel yang ada di Kabupaten Banyumas (Statistik Pariwisata Kabupaten Banyumas, 1999). Selanjutnya obyek wisata Baturraden sebagai kawasan wisata andalan, telah berhasil menyumbangkan pendapatan pada PAD Kabupaten Banyumas melalui
masuknya
wisatawan
di
wilayah
pariwisata
tersebut
sebagaimana nampak pada data pertumbuhan pengunjung dan masukan dari tahun ke tahun sebagai berikut : Tabel13 Realisasi Pengunjung dan pendapatan Lokawisata Baturraden No Tahun Wisnu Wisman Pendapatan Kendaraan 1 1995 432.346 2.953 37.541 420.223.950 2 1996 158.139 2.265 447.252.750 39.948 3 1997 489.902 1.640 45.206 485.233.900 4 1998 363.763 884 60.309 380.453.400 5 1999 495.535 736 627.255.950 44.556 Pertumbuhan 3,47% -29,34% 4,38% 10,53% Statistik Pariwisata Kab. Banyumas (diolah) c. Regulators
Selanjutnya masalah partisipasi masyarakat yang mengacu pada Pasal 30 UU. NO. 9 Tahun 1990, temyata belum cukup menyediakan
ruang
bagi
pengembangan
lembaga
partisipasi
masyarakat dalam kepariwisataan, karena aspek yang diatur hanya berkenaan dengan masalah pemberdayaan masyarakat yang masih berpusat pada inisiatif pemerintah, hal tersebut berakibat pada perkembangan peraturan yang berkenaan dengan kepariwisataan di Kabupaten Banyumas yang nampaknya belum cukup kondusif, khususnya perkembangan lembaga pertisipasi masyarakat. Hal ini
97
dapat dibuktikan salah satunya adalah upaya penataan wilayah pariwisata Baturraden yang bertujuan mencabut atas pengusahaan tanah (kalping) di atas Hak Pengelolaan (HPL) tanah Pemda dari para pengusaha yang telah mengelolanya lebih dari 30 tahun (Sosialisasi berdasar surat : No. 005/6602/2001) dalam kurun waktu 15 tahun ke depan, dengan dalih pelaksanaan Perda Kab. Banyumas No.7 Tahun 1973 tentang "Mendirikan dan menyewakan bangunan di atas Tanah Milik Pemerintah Daerah". Dimana di sini nampak telah terjadi kekeliruan penerapan aturan hukum, dan Pemda telah menciptakan "kekaburan" penerapan ketentuan HPL dengan aturan tentang Hak milik (HM) (sebagaimana Pasal 7 Perda NO 7 tahun 1973 dan Surat Perjanjian Sewa Kapling I contoh, No. 974/94/2001), dimana secara yuridis fonnal pengeloalan atas
hak
HPL
(Hak
mengusai
negara
yang
kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan, dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagianbagian tanah tersebut kepada pihak ke tiga atau bekerja sama dengan pihak ke tiga I Pasal 2 ayat 3 huruf f UU No. 21 Tahun 1997) tidak dapat disamakan dengan HM (Hak milik adalah hak turon
temurun, terlcuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial I Pasal 20 ayat 1 UU No. 5 tahun 1960) (Harsono, menjadikan
2000
peralihan
: 74, pola
174).
Sehingga akhimya justru
pembangunan
kepariwisataan
yang
bersifat masif dari sektor swasta sebelumnya, kepada sektor
98
pemerintah lokal dengan mengabaikan partisipasi masyarakat, karena lebih mudah untuk mendatangkan uang.
Pola
mempero/eh
uang
secara
mudah
dalam
mengembangkan sektor pariwisata kern bali terulang, "ketika tali komando" antara desa dan pemerintahan Kabupaten terputus (ps. 102 UU. No.22 Tahun. 1999) sehingga menimbulkan tambahan "pemerahan" di sektor pariwisata oleh desa di tempat pariwisata berkembang, seperti pengenaan retribusi desa yang mengabaikan akibat ekonomi biaya tinggi {Peraturan Desa Karangmangu No. 2 Tahun 2001). Kenyataan di atas menunjukan bahwa telah ada pola pengembangan
pariwisata
yang
berada dipersimpangan jalan,
dimana di satu pihak hendak memajukan kepariwisataan, sementara di lain pihak ada tuntutan untuk segera mendapat pemasukan cepat {PADS) dengan pola pengembangan kepariwisataan yang masif, yang pada akhimya merugikan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat yang ada, atau dalam kata lain yang lebih tepat dapat disebut sebagai gejala "Autonomy Panic" yang berkaitan dengan "nafsu" perolehan PADS di tengah iklim demokrasi yang tengah berkembang. Namun, perbaikan dari keadaan ini masih bisa disandarkan pada terbitnya undang-undang baru melalui diajukan RUU-nya {No. Surat : KS.001/72/Kom.IV/2000, tanggal, 28 Febuari 200), tentang "Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan" yang di dalam pasal-pasalnya menyebutkan tentang :
99
pasal 3 tentang partisipasi dan pemberdayaan ekonomi rakyat, pasal 17 tentang penyelenggaraan objek oleh perseorangan, pasal 29 B disebutkan tentang larangan praktek monopoli, pasal 30 A tentang promosi pariwisata oleh masyarakat, dan RUU ini menunjukan sangat kentalnya nuansa pengembangan demokratisasi yang berbasis pada partisipasi masyarakat dan pemberdayaan dalam pembangunan Kepariwisataan Indonesia ke depan.
3. Competitive forces Pei'Xembangan
lembaga
partisipasi
masyarakat
pada
pei'Xembangan kepolitikan terakhir, banyak dipengaruhi oleh kekuatan partai politik saling bei'Xompetisi untuk mendapat pengaruh di tingkat desa melalui terbentuknya BPD, Seperti dikatakan Sarno Ketua BPD Desa Karangmangu : Kami akan berusaha mengarahkan warga desa karangmangu yang sejak dahulu memang sudah menjadi warga PNI untuk menjadi pendukung Parpol tertentu (wawancara 23 September 2001) , hal tersebut juga nampak di desa Karangmangu
yang mulai
menfungsikan lembaga partisipasi masyarakat pariwisata seperti FKPPL misalnya sebagai wadah kekuatan masa parpol tertentu. seperti yang diakui oleh Tony Kades Karangmangu: FKPPL yang dibentuk oleh saya ketika menjadi ketua ranting Parpol tertentu, sampai sekarang keanggotaannya didominasi oleh orang-orang dari parpol tertentu (wawancara 15 September 2001 ). Hal ini cukup serius menjadi ancaman bagi Lembaga Partisipasi yang tengah bei'Xembang dalam arena civil society yang akhimya menjadi obyek perebutan, karena keberadaan kelembagaanya belum mantap dan
100
belum mempunyai landasan hukum yang lemah (AD/ART) dalam membedakan dengan kekuatan parpol di tingkat desa, sehingga pada suatu saat dapat digiring masuk kedalam kancah kepolitikan, yang pada akhimya per1<:embangan demokrasi dalam arti partisipasi dalam turut serta menentukan keputusan perencanaan pembangunan akan banyak dirasuki oleh kepentingan politik.
4. Collaborative forces Meskipun belum benar-benar sempuma dalam turut serta melakukan pengembangan Lembaga partisipasi masyarakat namun Dinas instansi di Kabupaten Banyumas bisa dijadikan collabolators, yang meliputi : Dinas pendidikan, Dinas kesehatan dan kesejahteraan sosial, Dinas kependudukan, catatan sipil, tenaga kerja dan transmigrasi, Dinas Binamarga, Dinas Cipta karya, Dinas pengairan, pertambangan dan energi, Dinas perhubungan dan lalulintas angkutan jalan, Dinas pertanian tanaman pangan, Dinas petemakan dan perikanan, Dinas perhutanan dan per1<:ebunan, Dinas Perindustrian perdagangan dan koperasi, Dinas pertanahan, Dinas pendapatan daerah (Perda Kabupaten Banyumas No. 23 tahun 2000) dan UPD Lokawisata Baturraden (SK Bupati Banyumas No. 42 tahun 2001 ), dimana hal tersebut cukup beralasan mengingat Pasal 33 Perda No. 23 Th. 2000 yang menyatakan bahwa : Dalam melaksanakan tugasnya Kepala dinas, wakil kepala dinas, kepala bagian tata usaha, kepala sub dinas, kepala sub bagian,kepala seksi, kepala cabang dinas, kepala unit pelaksana teknis dinas dan ketua kelompok jabatan fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan siplifikasi secara vertikal dan horizontal baik dalam lingkungan kerja masing-masing maupun dengan unit kerja lainnya sesuai dengan tugas pokoknya.
101
Keberadaan dinas/instansi yang cukup bisa diandalkan untuk menjadi
kolaborator
masyarakat,
bagi
pengembangan
tennasuk di dalamnya
Lembaga
kelompok
Partisipasi
pengusaha
swasta
penyedia jasa pariwisata di luar Baturraden seperti ASITA, HPI dan PHRI Cabang Purwokerto, meskipun sampai saat ini perannya belum jelas karena Baturraden yang bertingkat kujungan wisata tidak menentu dan ter1alu jauh untuk diharapkan sebagai sumber keuntungan
yang
menjanjikan. D. ldentifikasi Lingkungan Internal
a. Resource: • People Disparbud apabila dilihat dari sisi sumberdaya manusia yang menggerakan kehidupanya maka akan nampak bahwa terdapat 78 orang pegawai tetap (PNS) berdasarkan Daftar urutan kepangkatan Disparbud per Agustus tahun 2001, dimana dari sejumlah PNS tersebut terbagi dalam kelopok pendidikan
seperti : 17 orang
berpendidikan setara S1, 7 orang berpendidikan setara 03, 22 orang berpendidikan setara SLTA, 9 orang berpendidikan setara SLTP dan 23 orang berpendidikan setara SO. Ditambah dengan sejumlah orang berasal dari pegawai kontrak yang didasari aturan : SK Bupati Banyumas No. 814 I 045 I 51-2001 tentang perpanjangan kontrak kerja tenaga kontrak di lingkungan pemerintah kabupaten Banyumas sejumlah 61 orang yang terdiri dari sebagai berikut : 1 orang pendidikan setara S1, 2 orang berpendidikan setara 03, 25 orang berpendidikan setara SL TA, 11 orang berpendidikan setara SLTP
102
dan 22 orang berpendidikan setara 80. Oimana dari penjelasan tersebut nampak bahwa 80M Oisparbud didominasi secara berturutturut oleh: 1. 2. 3. 4. 5.
33,8% pendidikan setara 8lTA; 33,4% pendidikan setara 80; 14,4% pendidikan setara 8lTP; 12,94% pendidikan setara 81; 6,5% pendidikan setara 03.
Oimana urutan data tersebut menunjukan bahwa dari 20 kotak jabatan struktural yang notabene sebagai tenaga perancang kebijakan hanya diduduki oleh 12,94% tenaga berkualifikasi 81 dan 6,5% berkualifikasi 03, sementara kelompok
stat pemikir dan
pelaksana kebijakan lebih banyak diduduki oleh 80M sebesar 33,8% dengan kulifikasi 8lTA dan 14,4% berkualifikasi 8lTP serta 33,4% oleh kualifikasi pendidikan setara 80. • Economic 8ecara
ekonomi
Oisparbud
telah
mampu
menyelengarakan
kegiatanya karena didukung oleh barang/alat inventaris yang meliputi tanah,
bangunan,
kendaraan
per1engkapan
kantor
dan
alat
kesenianlbudaya senilai Rp. 2.798.800.000,- (daftar lnventaris Oisparbud per 9 januari 2002). Oisisi lain dalam melaksanakan kegiatannya sejak tahun 1997 nampak bahwa Oisparbud telah melaksanakan jenis-jenis kegiatan yang mampu dibiayai sebagai berikut: APBD Tahun 1997: a. Promosi wisata daerah b. Penanganan musibah c. 8oaialisasi Perda 1/99 URHU 3/99 d. Pembangunan Pintu gerbang Baturraden
Rp. Rp. Rp. RP. Rp.
60.000.000 4.964.000 10.000.000 132.000.000 206.964.000
103
APBD Tahun 1998 : a. Pembinaan dan pengembangan usaha rekreasi hiburan umum b. Pengembangan kendalisada c. Pengembangan musium Pangsar d. Pengembangan pengadaan sarana wisata e. Pengembangan sarana fisik lokawisata f. Ppromosi wisata daerah & pengem Bangan wisata remaja g. Pembinaan naker wisata & Pokdarwis h. Pengembangan curug gede i. Pengembangan atraksi wisata budaya j. Pengelolaan museum pangsar APBD Tahun 1999: a. Pengembangan kolam wisata b. Pengembangan curug gede c. Penyempumaan jembatan lokawisata
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
5.000.000 10.000.000 45.000.000 20.000.000 61.106.600
Rp. 57.000.000 Rp. 18.000.000 Rp. 20.000.000 Rp. 20.000.000 Rp. 10.000.000 Rp.266.106.000 Rp. 94.500.000 Rp. 18.044.800 Rp. 6.000.000 Rp.118.544.000
APBD Tahun 2000 : a. Pembangunan Jalan setapak Rp. 35.000.000 b. Rehab Lokawisata Rp. 50.000.000 c. Pembangunan TIC Mandala Wisata Rp. 50.000.000 d. Pengembangan wisata nusantara Rp. 25.000.000 e. Pengembangan fasilitas lokawisata Rp. 85.000.000 f. Pembangunan pengawas retribusi Rp. 15.000.000 g. Pengembangan atraksi wisata budaya Rp. 40.000.000 h. Penyuluhan Naker wisata & sadar wisata Rp. 50.000.000 i. Pengembangan & pengelolaan sar. Wisata Rp. 90.000.000 j. Promosi wisata daerah Rp. 70.000.000 k. Pembangunan Lavatoti Lokawisata Btr Rp. 50.000.000 I. Pembuatan panggungwisata Rp. 35.000.000 m. Pemeliharaan kendalisada Rp. 15.000.000 Rp.610.000.000
Temyata memang secara ekonomi Oisparbud kabupaten Banyumas telah mampu mengembangkan setiap program kepariwisataannya dengan biaya yang memadahi meskipun masih berputar pada pola eksploatasi industri pariwisata masif yang belum akrab dengan polapola pengembangan wisata akrab dengan lingkungan dan partisipasi masyarakat, yang dalam jangka panjang dapat diarahkan pada pola sustainable development di sektor kepariwisataan.
104
• lnfonnation lnformasi yang diperoleh oleh Disparbud berkaitan dengan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat seakan menjadi tertutup, mengingat keberadaan peraturan pokoknya (Pasal 30 UU No. 9 Tahun 1990) seolah mengarahkan keberadaannya untuk selalu menjadikan masalah partisipasi menjadi keper1uan yang tidak begitu panting. Meskipun dalam arti pengembangan kepariwisataan dengan pola UU No. 9 Tahun 1990 nampak telah mengalami kemajuan. Hal ini nampak pada upaya pengembangan promosi melalui jalur promosi langsung dan Web/internet
yang diharapkan akan
memunculkan feed back bagi kemajuan kepariwisataan ke depan. Di sisi lain hubungan dengan masyarakat meskipun baru menggunakan pola satu jalur, dalam arti belum menggunakan pola feed back telah dibangun dan diselenggarakan dengan baik melalui program penyuluhan dan pertemuan terprogram yang baik. (Pengamatan sejak 1 September s/d 10 Oktober 2001) • Competencies Kompetensi
Disparbud
dalam
kaitan
pengurusan
pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dapat dilihat dari aturan bakunya (Keputusan Bupati Nomor 127 Tahun 2000) dimana disini diatur tentang struktur kewenangan dalam pembagian tugastugas sehubungan dengan kepariwisataan dalam bagan sebagai berikut:
105
Gb.6 Struktur Organisasi Disparbud Kab. Banyumas KADINAS WAKA DINAS
I
KEL. JABATAN FUNGSIONAL
I
~
I
SUBAG UMUM
I
BAG IAN TATAUSAHA
I
SUBAG KEUANGAN
I
I
I
SUBAG BINA PROGRAM
I
-
SARANA
r--
SEKSI OBJEK DAN DAYATARIK WISATA
r--
SEKSIUSAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM
~ -
SUBDINAS PEMASARAN DAN PENYULUHAN WISATA
SUB DINAS OBJEKDAN
SEKSI PRASARANA WISATA SEKSI PELAYANAN INFORMASI WISATA
SEKSISARANA WISATA
SEKSI PENGEMBANGAN MASY& KETENAGAAN INDUSTRI WISATA
SEKSI AKOMODASI DAN RUMAHMAKAN
r-
-
SUBDINAS KEBUDAYAAN
-
SEKSI SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL
-
~ -
~
I
SEKSI KESENIAN
SEKSIBAHASA DAN SASTRA
-
I
I
I
CABANG DINAS
Apabila
UPTD
dilihat dari
segi
pengembangan
lembaga
partisipasi
masyarakat, memang secara eksplisit belum disebutkan dalam struktumya. Namun demikian dari struktur pembagian tugas yang ada temyata seksi pengembangan masyarakat dan ketenagakerjaan industri
wisata
memiliki
hubungan
paling
dekat
dengan
106
pengembangan lembaga partisipasi, meskipun sampai saat ini program yang dilakukan belum ter1alu jauh atau bahkan belum menyentuh hal dimaksud. Hal tersebut nampak pada program kerja Seksi pengembangan masyarakat dan ketenagakerjaan industri wisata yang belum menyentuh masalah pengembangan lembaga partisipasi masyarakat. (Wawancara 12 September 2001) • Culture
Apabila culture merupakan pola hubungan antar anggota dan anggota maupun anggota dengan pelanggan dan pemasoknya maka di sini jelas bahwa hubungan antara SDM dalam lingkungan Disparbud sudah terjalin dengan baik, mengingat sampai dengan saat ini semua pelaksanaan tugas proyek dan tugas rutin dapat dilaksanakan dengan baik dari tahun ke tahun. Di samping itu hubungan Disparbud selama ini dengan Wisman dan Wisnu belum sampai pada hubungan yang dekat dalam arti belum dapat menciptakan Value dalam produk kepariwisataannya yang dalam jangka panjang akan menciptakan loyalitas pada konsumennya dalam mengkonsumsi setiap barang dan jasa yang ditawarkan, dan selama ini hubungan yang diciptakan hanya bersifat hubungan pamrih belaka selayaknya penjual dan pembeli yang bersepakat tanpa keter1ibatan emosi dalam pasar tradisional. Demikian halnya hubungan kerja sama dengan daerah maupun para pihak dan lembaga partisipasi masyarakat yang diharapkan mampu mendatangkan wisatawan atau erat dengan pasokan pelancong, temayata
masih terasa hambar. Bahkan
107
kedatangan wisatawan seolah hanya mengharapkan hujan yang turun dari langit, meskipun kunjungan muhibah promosi pariwisata telah sering dailakukan namun hanya sebatas planning dan programing saja
belum
ditindak
lanjuti
dengan
upaya
pengawasan
dan
pembiayaan agar promosi yang telah dilakukan berhasil guna dan berdampak luas. (Data APBD Kab. Banyumas Th 1997 s/d 1999)
e. Present strategy : Sebagaimana ter1ihat pada program kerja dari tahun ke tahun yang tercennin kegiatan proyek Disparbud yang dibiayai oleh Pemda Kabupaten Banyumas maupun rencana kegiatan yang telah dibuat, nampak bahwa strategi yang sekarang dilakukan lebih banyak berorientasi pada upaya pemupukan keuntungan sebesar-besamya dari pengelolaan objek wisata dan kepariwisataan pada umumnya. Di sisi lain upaya mengedepankan industrialisasi pariwisata yang pada dasamya bersifat masif dan jauh dari peran partisipasi yang selama ini lebih banyak diupayakan, sehingga pada titik tertentu upaya demikian akan jauh dari partisipasi yang akan mendukung sustainabilitas suatu pola pembangunan yang diterapkan. Hal tersebut dapat diamati dari kegiatan Disparbud dari tahun ke tahun maupun pada program Seksi pengembangan masyarakat dan ketenagaan industri pariwisata sebagai berikut: Tahun 1997: a. Promosi wisata daerah b. Penanganan musibah Soaialisasi Perda 1/99 URHU 3/99 c. Pembangunan Pintu gerbang Baturraden Tahun 1998: a. Pembinaan dan pengembangan usaha rekreasi hiburan umum b. Pengembangan kendalisada c. Pengembangan musium Pangsar
108
d. e. f. g. h.
Pengembangan pengadaan sarana wisata Pengembangan sarana fisik lokawisata Promosi wisata daerah & pengembangan wisata remaja Pembinaan naker wisata & Pokdarwis Pengembangan curug gede i. Pengembangan atraksi wisata budaya j. Pengelolaan museum pangsar Tahun 1999: a. Pengembangan kolam wisata b. Pengembangan curug gede c. Penyempumaan jembatan lokawisata Tahun 2000 a. Pembangunan Jalan setapak b. Rehab Lokawisata c. Pembangunan TIC Mandala Wisata d. Pengembangan wisata nusantara e. Pengembangan fasilitas lokawisata f. Pembangunan pengawas retribusi g. Pengembangan atraksi wisata budaya h. Penyuluhan Naker wisata & sadar wisata i. Pengembangan & pengelolaan sar. Wisata j. Promosi wisata daerah k. Pembangunan Lavatoti Lokawisata Btr I. Pembuatan panggungwisata m. Pemeliharaan kendalisada Program Seksi pengembangan masyarakat dan ketenagaan industri pariwisata pada tahun 2001 sbb : a. Pendataan Naker usaha wisata b. Merekam pesan-pesan pariwisata c. Peningkatan mutu pelayanan home stay d. Pembangunan Home stay e. Pembinaan kelompok sadar wisata f. Pembinaan masyarakat wisata Baturraden g. Pembinaan sadar wisata h. Pembentukan P3K bagi pelayanan wisata i. Pembinaan Saka Pandu Wisata Program untuk tahun 2002 adalah : a. Pembinaan Kelompok sadar wisata b. Pembinaan saka pandu wisata c. Pembinaan masyarakat di sekitar objek wisata d. Merekam pesan-pesan pariwisata e. Pembinaan sadar wisata f. Pembinaan pengusaha pariwisata g. Pemberdayaan dan pembinaan pemilik sanggar kesenian h. Pelatihan managemen hotel melati dan Rumah makan (Data Disparbud Kab. Banyumas 2001)
109
Dalam data tersebut belum menunjukan proses pengikut sertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan pariwisata melalui lembaga partisipasi masyarakat yang ada, bahkan menurut informasi yang disampaikan oleh Kasubag Bina Program Disparbud, bahwa sampai dengan saat ini Disparbud belum memiliki program yang bertujuan
meningkatkan
pengembangan
lembaga
pertisipasi
masyarakat. f. Perfonnance : Sehubungan
dengan
pengembangan
lembaga
partisipasi
masyarakat maka mengingat (1). Pasal 26, 33 Perda No. 23 Tahun 2000 tentang bentuk susunan organisasi dan tata kerja dinas daerah Kabupaten Banyumas :
Pasal26: Tugas pokok Disparbud kabupaten banyumas meliputi : 1) Perumus kebijakan teknis di bidang kepariwisataan dan kebudayaan, (2). Penyusunan rencana dan program kerja dinas, (3). Pelaksana kebijakan, pemberi bimbingan, pembinaan dan pengawasan di bidang kepariwisataan dan kebudayaan, (4). Pemberian perizinan di bidang kepariwisataan dan kebudayaan, (5). Pelaksanaan inventarisasi, pendataan dan pemutahiran data, (6). Pelaksanaan koordinasi dengan instansi pemerintah dan swasta, (7). Pelaksana urusan ketatausahaan dan rumah tangga dinas, (8). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati. Pasal33: Dalam melaksanakan tugasnya Kepala dinas, wakil kepala dinas, kepala bagian tata usaha, kepala sub dinas, kepala sub bagian,kepala seksi, kepala cabang dinas, kepala unit pelaksana teknis dinas dan ketua kelompok jabatan fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi. integrasi. sinkronisasi dan siplifikasi secara vertikal dan horizontal baik dalam lingkungan kerja masing-masing maupun dengan unit kerja lainnya sesuai dengan tugas pokoknya. (2). Pasal 36 huruf g dan i SK Bupati No. 127 tahun 2000 tentang Tugas pokok dan fungsi uaraian tugas dan tata kerja Disparbud Kabupaten Banyumas:
110
Pasal 36 huruf g : Menyiapkan bahan dan melaksanakan fungsionalisasi dalam rangka pengembangan masyarakat dan ketenagaan industri pariwisata. Pasal 36 huruf i : Menetapkan target kelompok masyarakat sarana pembangunan yang didasarlcan pada tingkat kepentingan, kompensasi dan relevansi pada sasaran pengembangan sasaran pariwisata yang ditetapkan. (3). Pasal 6 dan 8 Perda No. 42 tahun 2001 tentang Tugas pokok dan fungsi uaraian tugas dan tata kerja UPD Lokawisata Baturraden Kabupaten Banyumas : Pasal6: Kepala Lokawisata baturraden mempunyai tugas pokok melaksanakan koordinasi pemungutan retribusi, pengaturan perparlciran dan me/aksanakan pemeilharaan, pengembangan, menjaga ketenteraman, ketertiban, kebersihan,keindahan dan melestarikan tata lingkungan lokawisata serta memelihara pelayanan dan kenyamanan wisatawanlpengunjung. Pasal 8 huruf k : Membantu Kepala Dinas dalam pencapaian target pendapatan asli daerah sesuai peraturan daerah tentang APBD untuk tahun yang bersangkutan. yang pada pokoknya tidak pemah menyertakan peran partisipasi masyarakat,
bahkan
menimbulkan
kesan
upaya
eksploatasi
industrialisasi pariwisata, sehingga pola pembinaan yang dilancar1
condong
kepada
lembaga
partisipasi
masyarakat
yang
mempunyai oeran oenvumbang retribusi daerah dari sektor pariwisata. Akibatnya terjadi perbedaan pola pembinaan terhadap lembaga partisipasi masyarakat yang ada ke dalam tiga bentuk pola pembinaan di Baturraden seperti berikut : (1 ). Lembaga partisipasi yang mendapat perhatian besar dari Disparbud/Lokawisata, (2). Lembaga partisipasi yang mendapat perflatian sedang, Lembaga
partisipasi
yang
kurang
Disparbud/Lokawisatadan (3). mendapat
perhatian
dari
Ill
Disparbud/Lokawisata, dimana "Mendapat perhatian" disini diartikan bahwa
keseharian
dalam
diarahkan,
lembaga
partisipasi
tersebut
banyak
diatur dan wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban
tertentu. Perbedaan pola pembinaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Lembaga partisipasi yang mendapat
perhatian besar dari
Disparbud I Lokawisata, sebagaimana diatur oleh : SK Kepala Lokawisata Baturraden tanggal 1 Mei 2001 Nomor : 556/209/2001 tentang penunjukan ketua kelompok dagang/usaha di Lokawisata Baturraden yang
mengkategorikan mereka
sebagai
kelompok
pedagang/usaha. Meskipun berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan, mereka telah cukup memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai lembaga meskipun dengan bentuk yang masih sederhana, karena mereka telah memiliki tujuan bersama yang mulai jelas, seperti hendak menciptakan suatu perubahan, dengan di
dukung oleh struktur lembaga yang mulai nampak meskipun tidak tertulis, sementara hubungan antar anggota telah diatur sedemikian rupa secara tidak tertulis dengan nonna tertentu, seperti perilaku interaksi dengan konsumen, dan pola hubungan tertentu dengan para pemasok barang dagangan (culture), serta telah nampak aliran dana
diantara
mereka
yang
ditujukan
bagi
peningkatan
kesejahteraan antar mereka (resource). Sebagaimana diuraikan diatas hampir semua kelompok paguyuban
ini
menjadi
alat
penertiban
dan
alat
koordinasi
penyelenggaraan kepariwisataan di Baturraden dengan keanggotaan
112
diatur dan dibatasi oleh SIK (Surat ijin Kerja), dimana keberadaan dan fungsinya sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang utuh belum nampak. Dalam kategori ini, hasil pengamatan menunjukan adanya persaingan diantara mereka yang cukup ketat, bahkan di sini mulai nampak hadimya
orang
dari luar kelompok yang
mencoba
mengganggu dengan memanfaatkan belum mapannya sistem kelembagaan yang mereka punyai , bahkan tak jarang muncul aksiaksi kekerasan yang menjurus pada tindakan kriminil seperti pemerasan dan teror. b. Kelompok berikut adalah lembaga partisipasi yang mendapat
perhatian
sedang
keberadaannya
lebih
dari baik
Disparbud/Lokawisata, dari
kelompok
pertama,
dimana dimana
berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan mereka telah memiliki tujuan bersama yang jelas dengan di dukung oleh struktur organisasi yang tertulis, sementara hubungan antar anggota telah diatur sedemikian rupa dengan nonna yang jelas (culture) dengan keluar masuk anggota bersifat terbuka, dan di antara mereka sudah ada
ketentuan
penetapan
harga,
perilaku
interaksi
dengan
konsumen, dan pola hubungan tertentu dengan para pemasok barang dagangan I infonnasi I tamu serta telah nampak aliran dana diantara mereka dengan tujuan peningkatan kesejahteraan antar mereka (resource) dan telah memiliki tempat berkumpul (skretariat) yang menetap serta fungsi partisipasinya mulai nampak meskipun belum sepenuhnya diperhatikan. PHRI sebagai urat nadi dari
113
pariwisata, dimana di sektor ini diharapkan akan mengalirkan investasi swasta, meskipun keberadaannya hingga saat ini hanya sebagai obyek pembinaan ketertiban yang tidak lebih dari upaya "mendongkrak" bagi tingkat kunjungan dan lama tinggal wisatawan tanpa solusi lanjut tentang pembinaan kelembagaanya. Disamping itu Pokdarwis keadaannya bagai hidup segan mati tak mau dan seakan hanya menjadi organisasi papan nama, sementara HPJ keberadaannya masih menjadi POKJA (Kelompok kerja) bagian dari HPJ Cabang Kabupaten Banyumas, meskipun kegiatannya sangat aktif dan dapat dikatakan sebagai pokja paling aktif di Kabupaten Banyumas, dan mereka selalu berkutat dengan permasalahan mereka sendiri yang seolah lepas keterkaitannya dengan usur-unsur kelembagaan kepariwisataan yang lain. Selanjutnya keberadaan FKPPL hanya muncul ketika terjadi kegiatan besar pariwisata seperti Hari raya ldul Fitri maupun liburan lain, dimana mereka lebih menjadi petugas keamanan yang tak jarang menjadi rancu dengan kegiatan keamanan liar yang biasanya muncul pada saat yang sama. c. Sementara itu di lain tempat terdapat lembaga partisipasi yang
kurang mendapat perhatian dari Disparbud/Lokawisata, dimana keberadaannya sudah lebih baik dari kedua jenis kelompok di atas, dan keberadaannya dapat dijadikan contoh bagi lembaga partisipasi yang lain. Selahjutnya berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan mereka telah telah memiliki tujuan bersama yang jelas dengan di dukung oleh struktur organisasi yang tertulis, sementara
114
hubungan antar anggota telah diatur sedemikian rupa dengan norma yang jelas (culture) seperti penetuan penetapan harga, perilaku interaksi dengan konsumen, dan pola hubungan tertentu dengan para pemasok barang dagangan I informasi I tamu, serta telah nampaknya aliran dana diantara mereka dengan tujuan peningkatan kesejahteraan antar mereka (resource) dan telah memiliki tempat ber1<:umpul (skretariat) yang menetap serta fungsi partisipasinya sudah nampak meskipun belum sepenuhnya diperhatikan, Dalam kategori paguyuban, nampak hubungan yang tertib, dimana intervensi luar dapat diatasi dengan baik dan tidak terdapat perebutan I persaingan yang tajam diantara mereka, karena aturan yang telah disepakati dan peran pimpinan lembaga sudah nampak dalam penyelesaian konflik yang mungkin muncul, meskipun pola keaggotaannya yang cenderung tertutup dan protektif terhadap pertambahan jumlah anggota. Bahkan pada paguyuban Wahana wisata (angkutan) telah berhasil mengintemalisasikan kelompok orang yang semula menjadi "preman pemeras" angkutan wisata menjadi bagian integral organisasi dengan tugas menarik iuran wajib (pengelola) pada setiap angkutan setiap hari untuk digunakan bagi kesejahteraan bersama. Sedangkan
"Paguyuban
kos
Putri"
secara
nyata
keberadaannya sampai dengan saat ini mempunyai pengaruh sangat luas dan menjadi penyedia masukan pengunjung/pelancong pada paguyuban lain melalui daya tarik anggotanya, meskipun hal tersebut tidak pemah diakui secara terbuka.
115
Apabila
diperhatikan lebih lanjut maka uraian di atas
menunjukan bahwa semakin jauh lembaga dari perhatian pemerintah (diatur, diarahkan dan dituntut dengan kewajiban) keberadaannya semakin mandiri dan tidak rentan terhadap tidak menentunya keadaan (turbulence), untuk itu keadaan tersebut dapat digambarkan menurut tingkat kemandirian lembaga sbb : Gb. 7
Pola kedekatan dan Kemandirian lembaga Sedang -
L;;l
• •
+(] Mandiri dengan kualitas lembaga baik
Kurang mandiri dengan kualitas lembaga sedang
Tidak mandiri dengan kualitas lembaga rendah
0 I
s p
A R B
u 0
Selain itu keberadaan lembaga partisipasi masyarakat di sini seolah tidak memiliki keterkaitan yang erat diantaranya, terbukti dengan uapaya-upaya mandiri cenderung dilakukan tidak lebih dart keinginan untuk memajukan lembaganya sendiri tanpa ada kepedulian pada keadaan kepariwisataan secara menyeluruh yang memerlukan
upaya lintas sektor dan kolaborasi diantara mereka, tennasuk di dalamnya dengan pemerintah yang di Baturraden diwakili oleh Lokawisata Baturraden. Penjelasan di atas apabila dirujuk dengan kenyataan bahwa tingkat kunjungan wisata di Baturraden dan Kabupaten Banyumas pada umumnya dilakukan oleh wisatawan domestik (terutama di luar
ll6
hari libur), maka keadaan lembaga tersebut terhadap pengaruh arus masuk wisatawan domestik di Baturaden sebagaimana yang mereka (responden) akui dalam wawancara, dapat digambarkan sbb : Gb.8 Pola perhatian dan kunjungan Wisnu
~
•
Mendapat perhatian besar, memiliki sumbangan
kecil terhadap arus masuk wisata
~
G G• • ~
Mendapat perhatian sedang, memiliki sumbangan sedang terhadap arus masuk wisata
Kurang mendapat perhatian, memiliki sumbangan besar terhadap arus masuk wisata
K
u N J
u
N G A N
lA I
s
A
T A
Dimana dari gambar tersebut menjelaskan, bahwa perhatian yang selama ini banyak dilakukan pada kelompok satu (1) yang meliputi kelompok pedagang temyata tidak berpengaruh banyak dalam peningkatan jumlah kunjungan wisata, sementara perhatian sedang terhadap kelompok dua (2) memiliki pengaruh sedang terhadap tingkat kunjungan pariwisata, dan perhatian yang kurang pada kelompok tiga (3) yang temyata cukup memiliki potensi dalam mendatangkan wisatawan domestik di Baturraden.
BAB V IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS
A. Analisis SWOT (Kekuatan, Klemahan, Peluang dan Ancaman) Dari berbagai hal yang melingkupi keberadaan lembaga partisipasi masyarakat yang mencakup lingkungan internal dan ekstemal nampak bahwa persoalan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kekuatan (Strengths) a. Kemampuan ekonomi Disparbud sampai saat ini baik, terbukti dengan aset yang dimiliki dan kemampuan membiayai semua kegiatan yang dilakukan dari tahun ke tahun; b. Struktur yang dimiliki Disparbud sudah baik, terbukti dengan kinerja yang dilakukan sampai dengan saat ini telah memenuhi apa yang diharapkan oleh tugasnya dan telah terjalin interaksi yang baik antar para pelaku organisasi di dalamnya; c. Pola hububungan antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang dibangun oleh Disparbud sudah berjalan dengan baik; 2. Kelemahan (Weaknesses) a. SDM yang dimiliki oleh Disparbud sampai dengan saat ini didominasi oleh tamatan SLTA dan SO (rendah); b. Disparbud sampai dengan saat ini masih miskin informasi, terutama yang bemubungan dengan kepariwisataan pada umumnya; c. Disparbud dalam kegiatannya
sampai saat ini belum banyak
menyentuh masalah partisipasi masyarakat;
117
118
3. Peluang (Opportunities) a. Pengaruh lingkungan politik yang semakin demokratis mendorong terbentuknya Civil society sebagai ruang terbuka bagi masyarakat untuk dapat "mengejawantahkan" kehendaknya dalam turut serta menentukan kebijakan perencanaan pembangunan, yang kemudian diujudkan oleh pemerintah dalam kerangka partisipasi masyarakat dalam rangka good governance; b. Diajukannya RUU "Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan"; c. Di kawasan wisata Baturraden telah tumbuh Lembaga Partisipasi Masyarakat (LPM) sejumlah 20 buah, dimana keadaan mereka secara kelembagaan tengah berkembang dan mempunyai peranan yang penting; d. Letak geografis dan bentang a lam Kabupaten Banyumas penyediaan atraksi wisata alam dan budaya serta posisi yang menguntungkan bagi upaya menangkap peluang arus manusia melalui jalur pantura menuju ke jalur pantisel Pulau Jawa yang berpotongan dengan arus jalur selatan Pulau Jawa. e. Kabupaten Banyumas secara umum telah megalami pertumbuhan kunjungan pariwisata pada lima tahun terakhir dan memiliki sejumlah kamar hotel melati dan hotel bintang, terrnasuk kawasan wisata Baturraden yang memiliki jumlah kamar hotel melati dan hotel bintang sebesar 56,02 % dari total hotel di Kabupaten Banyumas juga mengalami pertumbuhan pengunjung, sehingga cukup berpotensi
ll9
menangkap peluang membaiknya perekonomian pasca krisis dan pasca perang. f.
Baturraden memiliki pengaruh ekonomi cukup kuat pada desa-desa dan kota-kota di sekitamya dalam bisnis pariwisata baik pada sektor informal maupun sektor formal.
4. Ancaman (Threats) a. Proses percepatan Asean Free Trade Area (AFTA) dari tahun 2003 menjadi 2002, akan menimbulkan persaingan tidak seimbang di bidang investasi pengadaan infrastruktur dan jasa pariwisata lintas negara ASEAN, terutama dalam kaitan serbuan modal yang kuat ke dalam negeri. b.
"Autonomy Panic" yang dialami oleh daerah dengan ketergantungan DAU kepada pemerintah pusat seperti Kabupaten Banyumas. Nampak
pada
kesulitan
untuk
membedakan
antara
upaya
memperoleh sumber PAD baru dan menjalankan reformasi demokrasi dimana hal serupa juga dialami desa tempat tumbuh kembang kawasan pariwisata. c. BPD (Badan Perwakilan Desa) yang cenderung mewakili kepentingan parpol tertentu di tingkat desa, keberadaanya akan membuat rancu antara
perjuangan
mumi lembaga partisipasi masyarakat dan
perjuangan kepentingan kelompok politik. d. Gerak LPM
dalam
kepariwisataan tidak terkoordinasi,
bahkan
cenderung sendiri-sendiri mengikuti kepentingan masing-masing;
120
e. Rendahnya tingkat pendidikan desa-desa penyangga pariwisata atau desa-desa yang secara langsung terpengaruh dan mempengaruhi kepariwisataan di Baturraden; f.
Kurang berperannya lembaga-lembaga swasta seperti ASITA, PHRI dalam
pembangunan
pariwisata,
karena
mereka
cenderung
mengurusi kepentingan masing-masing. B. Analisis lsu Strategis Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman maka selanjutnya akan ditentukan sejauh mana hal tersebut dapat ditarik ke dalam bentuk isu strategis sebagai wujud masalah mendasar yang mengancam kelangsungan perkembangan lembaga partisipasi masyarakat ke depan. Untuk itu selanjutnya akan dibuat tabel analisis SWOT sebagai perwujudan upaya : (1 ).Analisis SO, yang artinya memanfaatkan kekuatan untuk menangkap peluang, (2).Analisis WO, yang artinya mengatasi kelemahan untuk menangkap peluang yang ada, (3).Analisis ST, yang artinya memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman, dan (4). Analisis WT, yang artinya mengatasi kelemahan untuk menghidari ancaman, sebagaimana dituangkan dalam tabel berikut :
121
Tabel14 Analisis isu strategis dengan pendekatan SO, WO, ST dan WT Strengths I Kekuatan WeaknessesiKelemahan ~!~-
IFAS
a. Kemampuan ekonomi Dispar bud baik; b. Disparbud memiliki Struktur dan sistem kerja yang tera tur; c. Pola hubungan antara Peme rintah, swasta dan masya rakat sudah dibangun Dis parbud;
a. SDM Disparbud didominasi oleh tingkat pendidikan ren dah; b. Disparbud miskin informasi; c. Pola kerja Disparbud belum menyentuh masalah partisipa si masyarakat;
Opportunities I Peluang
lsu Strategis (SO)
lsu Strategis (WO)
1. Pengaruh lingkungan politik yang
a. Bagaimana menciptakan ko munikasi kepariwisataan antar warga lokal;
a. Bagaimana meningkatkan pe ngetahuan dan entrepreneur ship kepariwisataan berbasis partisipasi masyarakat.
(internal strategic factors analysis summary)
EFAS (external strategic factors analysis summary)
semakin demokratis; 2. Diajukannya RUU "Perubahan perundangan Kepariwisataan"; 3. Letak geografis dan bentang alam Kab. Banyumas yg menguntung kan; 4. Kabupaten Banyumas megalami pertumbuhan kunjungan wisata; 5. Baturraden memiliki pengaruh ekonomi yang kuat; 6. LPM sudah ada 20 bh, sedang berkembang dan mempunyai peran penting;
b. Bagaimna
kepentingan kepa riwisataan dapat dikomunikasi kan pada level dinas instansi pemda
Threats I Ancaman
lsu Strategis (ST)
1. "Autonomy Panic".
a. Bagaimana kepentingan kepa cenderung mewakili ke riwisataan dapat dikonsultasi pentingan politik. kan lebih luas di tingkat 3. Percepatan AFTA. daerah I Kabupaten 4. Tingkat pendidikan desa penyang ga wisata rendah; 5. Gerak dan peran LPM tidak terkoordinasi; I 6. Lembaga swasta Kurang ber l___..per...,_..
lsu Strategis (WT) a. Bagaimana mencegah kebija
2. BPD
kan kepariwisataan yang meru gikan masyarakat
_________ _
C. lsu Strategis : Dengan mempertimbangkan analisis tersebut. maka selanjutnya diketahui
bahwa
pengembangan
isu
strategis
lembaga
yang
partisipasi
sebenamya
berlangsung
masyarakat dalam
pada
pembangunan
pariwisata di Kawasan Wisata Baturraden Kabupaten Banyumas, adalah sebagaiberikut: a. Bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal;
122
b. Bagaimna kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi pemda; c. Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan entrepreneurship kepariwi sataan berbasis partisipasi masyarakat; d. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikonsultasikan lebih luas di tingkat daerah I Kabupaten; e. Bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan masyarakat; Dimana menurut hemat penulis, apabila ke lima isu strategis tersebut tidak segera
ditanggulangi
keberadaannya
akan
mengancam
keberadaan
pengembangan lembaga partisipasi masyarakat ke depan, dan lebih jauh akan mengancam kepariwisataan Kabupaten Banyumas secara keseluruhan, dimana pariwisata merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Banyumas. Namun demikian isu strategis itu tidak demikian saja dapat dilaksanakan tanpa menguji tingkat kesetrategisannya, melalui proses selanjutnya. D. Litmus Test Untuk mengetahui derajat kestrategisan suatu isu, dilakukan dengan melakukan evaluasi atas masing-masing isu. Evaluasi isu-isu tersebut oleh Bryson (1995: 126) dinamakan Litmus test akan disajikan dalam bentuk tabel yang akan dilanjutkan dengan proses scoring yang mencakup : a. Nilai 0 - 14 b. Nilai 15 - 28 c. Nilai 29 - 42
=Rendah
=Sedang =Tinggi
(Tidak Strategis) (Strategis) (Sangat Strategis)
Kemudian untuk mengetahui proses tersebut dapat dilihat pada proses dalam table-tabel sebagai berikut :
123
Tabel15 Litmus tes terhadap isu strategis Bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal Pertanyaan
Skor -1
Skor -2
Skor- 3
Jumlah
a. Apakah isu itu menjadi agenda Policy
Tidak
-
Ya
1
Sekarang
Tahun depan
Oua tahun
3
makers dan pimpinan eksekutif; b. Apakah isu itu memiliki jangkauan
yang panjang
ke depan
c. Apakah isu memiliki dampak yang luas
Satu bidang
terhadap organisasi d.Seberapa
dampak
yang
pemecahan
Seluruh
bidang
organisasi
3
Kecil
Sedang
Tinggi
<10%
10%-15%
>15%
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
3
akan
Tidak
-
Ya
3
akan
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
3
Siap dilaksanakan
Parameter
Sangat
3
fiansial
diakibatkan e. strategi
Bebarapa
akan
isu
3
memerlukan program dan pelayanan baru f. strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan sumber keuangan baru g. strategi
pemecahan
isu
memerlukan aturan I Perda baru h. strategi
pemecahan
isu
memerlukan modifikasi fasilitas utama i. strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan perubahan struktur staf
j. Bagaimana
pendekatan
bagi
pemecahan isu dapat dilaksanakan k. Tingkat manajemen mana yang dapat
terlalu luas
terbuka
Des a
Kecamatan
Kabupaten
3
inefisiensi
Program tak
Ketidak
3
dilibatkan dalam memecahkan isu I. Konsekwensi apa apabila isu gaga!
disetesaikan
terarah
terarahan pelayanan/ program jangka panjang dan biaya tinggi
m.Berapa
banyak
organisasilinstansi
lain
satuan
Tidak ada
dipengaruhi
1 sampai 3
4 at lebih
3
San gat
3
instansi
oleh isu tersebut. n. Sensitifitas publik terha dap isu
Kurang sensitif
Agak sensitif
sensitif
Jumlah
40
124
Tabel16 Litmus tes terhadap isu Strategis Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi pemda Pertanyaan
Skor -1
Skor- 2
Skor- 3
Jumlah
a. Apakah isu itu menjadi agenda Policy
Tidak
-
Ya
1
Sekarang
Tahun depan
Dua tahun
3
makers dan pimpinan eksekutif; b. Apakah isu itu memiliki jangkauan yang panjang
ke depan
c. Apakah isu memiliki dampak yang luas
Satu bidang
terhadap organisasi d. Seberapa
dampak
fiansial
yang
pemecahan
Seluruh
bidang
organisasi
3
Kecil
Sedang
Tinggi
< 10%
10%-15%
>15%
Tidak
-
Ya
1
Tidak
-
Ya
3
akan
Tidak
-
Ya
3
akan
Tidak
-
Ya
1
Tidak
-
Ya
1
1
diakibatkan e. Strategi
Bebarapa
isu
akan
1
memerlukan program dan pelayanan baru f. Strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan sumber keuangan baru g. Strategi
pemecahan
isu
memerlukan aturan I Perda baru h. Strategi
pemecahan
isu
memerlukan modifikasi fasilitas utama i. Strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan perubahan struktur staf j. Bagaimana
pendekatan
bagi
Siap dilaksanakan
Parameter
Sang at
terlalu luas
terbuka
Desa
Kecamatan
Kabupaten
3
inefisiensi
Program tak
Ketidak
3
terarah
terarahan
pemecahan isu dapat dilaksanakan k. Tingkat manajemen mana yang dapat dilibatkan dalam memecahkan isu I. Konsekwensi apa apabila isu gagal
diselesaikan
pelayanan/pr ogram jangka panjang dan biaya tinggi m.Berapa
satuan
banyak
organisasi/instansi
lain
Tidak ada
dipengaruhi
1 sampai 3
4 atau lebih
3
Sangat
2
instansi
oleh isu tersebut. n. Sensitifitas publik terha dap isu
Kurang sensitif
Agak sensitif
sensitif
Jumlah
29
125
Tabel17 Litmus tes terhadap isu Strategis Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan entrepreneurship kepariwisataan berbasis partisipasi masyarakat Pertanyaan
Skor -1
Skor -2
Skor = 3
Jumlah
a. Apakah isu itu menjadi agenda Policy
Tidak
-
Ya
1
Sekarang
Tahun depan
Dua tahun
3
makers dan pimpinan eksekutif; b. Apakah isu itu memiliki jangkauan yang panjang
ke depan
c. Apakah isu memiliki dampak yang luas
Satu bidang
Bebarapa
Seluruh
bidang
organisasi
Kecil
Sedang
Tinggi
< 10%
10%-15%
>15%
Tidak
-
Ya
terhadap organisasi d. Seberapa
dampak
fiansial
yang
diakibatkan e. strategi
pemecahan
isu
akan
3
3
3
memerlukan program dan pelayanan
I
baru f. strategi
pemecahan
isu
akan
i
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
3
memerlukan sumber keuangan baru g. strategi
pemecahan
isu
akan
1
memerlukan aturan I Perda baru h. strategi
pemecahan
isu
l i !
.
akan
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
3
Siap dilaksanakan
Parameter
Sangat
3
tertalu luas
terbuka
Kecamatan
Kabupaten
memerlukan modifikasi fasilitas utama i. strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan perubahan struldur staf j. Bagaimana
pendekatan
bagi
pemecahan isu dapat dilaksanakan k. Tingkat manajemen mana yang dapat
Desa
3
I. Konsekwensi apa apabila isu gagal
I '
dilibatkan dalam memecahkan isu
'
inefisiensi
diselesaikan
Program tak terarah
Ketidak
3
terarahan pelayananlpr
:
ogram jangka panjang dan
I
biaya tinggi
I ' !
m.Berapa
banyak
organisasi/instansi
lain
satuan
Tidak ada
dipengaruhi
1 sampai 3
4 atau lebih
3
instansi
I
oleh isu tersebut. n. Sensitifitas publik terha dap isu
i Kurang sensitif
Agak sensitif
Sangat
3
l
sensitif
Jumlah
i
40
I
126
Tabel18 Litmus tes terhadap isu Strategis Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikonsultasikan lebih Iuas d"I f 1ng1ka t daera h I Ka bupaten Pertanyaan
Skor -1
Skor -2
Skor -3
Jumlah
a. Apakah isu itu menjadi agenda Policy
Tidak
-
Ya
1
Sekarang
Tahun depan
Dua tahun
3
makers dan pimpinan eksekutif; b. Apakah isu itu memiliki jangkauan yang panjang
ke depan
c. Apakah isu memiliki dampak yang ruas
Satu bidang
terhadap organisasi d. Seberapa
dampak
pemecahan
Seluruh
bidang
organisasi
3
Kecil
Sedang
Tinggi
< 10%
10%-15%
>15%
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
3
akan
Tidak
-
Ya
3
akan
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
3
Siap dilaksanakan
Parameter
Sangat
2
terlalu luas
terbuka
Des a
Kecamatan
Kabupaten
3
inefisiensi
Program tak
Ketidak
3
terarah
terarahan
fiansial
yang
diakibatkan e. Strategi
Bebarapa
akan
isu
3
memerlukan program dan pelayanan baru f. Strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan sumber keuangan baru g. Strategi
pemecahan
isu
memerlukan aturan I Perda baru h. Strategi
pemecahan
isu
I
memerlukan modifikasi fasilitas utama i. Strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan perubahan struktur staf j. Bagaimana
pendekatan
bagi
pemecahan isu dapat dilaksanakan k. Tingkat manajemen mana yang dapat dilibatkan dalam memecahkan isu
I. Konsekwensi apa apabila isu gagal diselesaikan
pelayanan/pr ogram jangka panjang dan biaya tinggi m.Berapa
banyak
organisasi/instansi
lain
satuan
Tidak ada
dipengaruhi
1 sampai 3
4 atau lebih
3
San gat
3
instansi
oleh isu tersebut. n. Sensitifitas publik terha dap isu
Kurang sensitif
Agak sensitif
sensitif
Jumlah
39
i !
127
Tabel19 Litmus tes terhadap isu Strategis Bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan masyarakat Pertanyaan
Skor = 1
Skor -2
Skor- 3
Jumlah
a. Apakah isu itu menjadi agenda Policy
Tidak
-
Ya
1
Sekarang
Tahun depan
Dua tahun
3
makers dan pimpinan eksekutif; b. Apakah isu itu memiliki jangkauan
yang panjang
ke depan
c. Apakah isu memiliki dampak yang luas
Bebarapa
Seluruh
bidang
organisasi
Kecil
Sedang
Tinggi
< 10%
10%-15%
>15%
Tidak
-
Ya
3
Tidak
-
Ya
1
akan
Tidak
-
Ya
1
akan
Tidak
-
Ya
1
Tidak
-
Ya
3
3
Satu bidang
terhadap organisasi d. Seberapa
dampak
yang
fiansial
diakibatkan e. Strategi
pemecahan
akan
isu
3
1
memerlukan program dan pelayanan baru
f. Strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan sumber keuangan baru g. strategi
pemecahan
isu
memerlukan aturan I Perda baru h. strategi
pemecahan
isu
memerlukan modifikasi fasilitas utama i. strategi
pemecahan
isu
akan
memerlukan perubahan struktur staf j. Bagaimana
pendekatan
bagi
Siap dilaksanakan
Parameter
Sangat
terlalu luas
terbuka
Desa
Kecamatan
Kabupaten
3
inefisiensi
Programtak
Ketidak
3
pemecahan isu dapat dilaksanakan k. Tingkat manajemen mana yang dapat dilibatkan dalam memecahkan isu
I. Konsekwensi apa apabila isu gagal diselesaikan
terarah
terarahan pelayanan/pr ogram jangka panjang dan biaya tinggi
m.Berapa
banyak
organisasi/instansi
lain
satuan
Tidak ada
dipengaruhi
1 sampai 3
4 atau lebih
3
Sangat
3
instansi
oleh isu tersebut. n. Sensitifitas publik terha dap isu
Kurang sensitif
Agak sensitif
sensitif
Jumlah
32
128
Apabila merujuk pada derajat kestrategisan suatu isu dengan proses scoring yang mencakup: (a). Nilai 0-14 Strategis, dan (c). Nilai 29 - 42
=Tidak Strategis, (b). Nilai 15-28 =
= Sangat
Strategis, maka isu strategis
sebagaimana disebutkan di muka dapat dikategorikan tingkat kesetrate gisannya dalam urutan sebagai berikut : a. Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan entrepreneurship kepariwisa taan berbasis partisipasi masyarakat, dengan jumlah skor 40; (sangat strategis) b. Bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal, dengan jumlah skor 40; (sangat strategis) c. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan lebih luas di tingkat daerah I Kabupaten, dengan jumlah skor 39; (sangat strategis) d. Bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan masyarakat, dengan jumlah skor 32; (sangat strategis) e. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi pemda, dengan jumlah skor 29; (sangat strategis) Sehubungan dengan itu maka langkah berjenjang sebagaimana disebutkan dalam urutan tersebut sebaiknya dapat dilaksanakan sesuai dengan tingkat nilai
kesetrategisanya
guna
melaksanakan
pengembangan
lembaga
partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas sekarang dan ke depan.
BAB VI PERUMUSAN STRATEGI
A. Alternatif Strategi :
... Strategic issues that are framed in multifunctional terms will have to be addressed by more than one department. And strategic issues that are framed in multi organizational, multi-institutional terms will have to be addressed by more than one organization or institution... (Bryson, 1995 : 127), Untuk itu upaya mengangkat isu strategis sebelum sampai pada perwujudan strategi, per1u kiranya diketahui bahwa isu strategis yang diangkat sebaiknya dapat mewakili permasalahan yang kompleks dari berbagai rembildif partisipasi masyarakat yang ada dan organisasi lain yang menjadi stakeholder pariwisata di Baturraden, sehingga akibat penyelesaiannya perfiPmempergunakan
strategi yang tepat dan mempunyai ke~~
memecahkan masalah secara lintas sektor, dimana dalam hubungan ini keberadaan negara menjadi paling penting karena fungsi pengaturan yang menfasilitasi keberadaan sektor swasta dan masyarakat. (LAN,2000 : 7-8). Sehubungan dengan itu, maka isu strategis yang akan diangkat dalam perumusan strategi adalah isu strategis dengan kategori sangat strategis
dengan skor 29- 42 sbb : a. Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan entrepreneurship kepariwisa taan berbasis partisipasi masyarakat, dengan jumlah skor 40; (sangat strategis) b. Bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal, dengan jumlah skor 40; (sangat strategis) c. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan lebih luas di tingkat daerah I Kabupaten, dengan jumlah skor 39; (sangat strategis) d. Bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan. masyarakat, dengan jumlah skor 32; (sangat strategis) e. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi pemda, dengan jumlah skor 29; (sangat strategis)
129.
130.
Dimana dalam proses selanjutnya akan digunakan beberapa kriteria yang digunakan untuk merubah isu strategis ke dalam strategi sebagai berikut : a. Apa altematif untuk menjawab isu strategis; b. Apa hambatan dan kendala untuk melaksanakan altematif itu; c. Apa usulan untuk melaksanakan altematif atau mengatasi kendala; d. Apa tindakan yang akan dilakukan dalam satu tahun Yad. untuk melaksanakan usulan diatas; e. Apa langkah spesifik yang akan dilakukan dalam enam bulan mendatang dan siapa yang akan melakukan. B. Perumusan Strategi Selanjutnya
isu
strtegis
tersebut
secara
berturut-turut
dapat
diwujudkan ke dalam strategi yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana disebutkan diatas, sebagaimana urutan berikut : 1. Strategi 1 : Melaksanakan Pendidikan I Penataran Entreprenurship Kepariwisataan a. Faktor tingkat pendidikan yang rendah dan kurangya kesadaran potensi dan peluang yang menghadang di depan serta minimnya pengetahuan tentang
partisipasi
kepariwisataan
sebagai
yang
menyelenggarakan
faktor
penentu
berkesinambungan
Pendidikan
I
dapat
Penataran
bagi
tumbuhnya
diatasi
dengan
Entrepreneurship
Kepariwisataan bagi Pegawai di lingkungan Disparbud dan Pegawai pada umumnya,
masyarakat umum dan lembaga pendidikan formal,
seperti SO, SMP dan SMU/K, dimana di sini dapat dimasukan sebagai
muatan /okal yang mencerminkan kondisi kepariwisataan ditinjau dari berbagai aspek yang memungkinkan bagi kemajuannya ke depan dan dikemas dalam silabi pelajaran sebagaimana keadaan kepariwisataan di Kabupaten Banyumas, seperti diatur dalam PP Rl No. 28 Tahun 1990
tentang Pendidikan dasar Bab VII tentang kurikulum pasal 14 ayat 3,
131.
menyebutkan : Satuan pendidikan dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan ... (UU 2 Tahun 1989, 1995) Meskipun dalam upaya ini tidak menghilangkan peluang bagi dikembangkan program semacam ini pada kelompok-kelompok Pegawai di lingkungan Disparbud I PNS, sektor informal seperti : Pokdarwis, Dawis (Dasawisma), PKK, Karang taruna dan interest group lain, dengan pola pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing kelompok sasaran (Seperti pembuatan bentuk permainan Monopoli I simulasi). b. Penerapan sebuah konsep memang tak pemah akan lepas dari hambatan, mengingat ini merupakan konsep baru dan mungkin akan dianggap sebagai penghamburan dana daerah apabila pola pikir yang berkembang tidak dapat diarahkan pada pola "investasi jangka panjang", di sisi lain membentuk sebuah change of mental attitudes untuk menuju pada pembentukan mind set kepariwisataan baru bukanlah sesuatu yang mudah. Disamping itu, pembentukannya juga akan melibatkan masalah dana dan managemen yang perlu disikapi dengan bijaksana. c. Sebagaimana sebuah proses yang berjenjang, perlu ditempuh upayaupaya penyadaran melalui sosialisasi bagi konsep tersebut, baik di level pemerintah yang biasanya banyak terkontaminasi oleh patologi birokrasi yang sulit menerima perubahan dan pada level masyarakat memerlukan penjelasan lebih lanjut tentang pentingya pembangunan pariwisata sebagai pilihan paling menguntungkan ke depan bagi Kabupaten Banyumas. Sementara untuk urusan pendanaan bisa dibebankan pada biaya proyek pembangunan dan rutin Dinas Depdiknas dan Disparbud,
132.
dan masalah managemennya diserahkan pada kebijakan lintas sektor lembaga yang nantinya akan ter1ibat. d. Kemudian untuk tahun berikutnya konsep ini dapat mulai digulirkan di tengah masyarakat dalam bentuk forum-forum brain storming yang dapat mengarahkan pada pengkristalan konsep, sehingga akan muncul
alasan moral dan sense of purpose yang kuat di kalangan aparatur birokrasi dan masyarakat untuk segera mendorong departemen terkait menciptakan petunjuk teknis dan pelaksanaan bagi ter1aksananya pendidikan kepariwisataan kepada kelompok sasaran masyarakat lokal. e. Langkah tersebut secara spesifik per1u segera dikemukakan secara formal dihadapan para tokoh masyarakat, politik dan birokrasi secara lintas sektor dalam enam bulan ke depan, guna mendapat respon dan apabila mungkin formulasi lanjut dalam mewujudkan ke dalam level sosialisasi dan gerakan kristalisasi konsep di tengah masyarakat melalui
planning action berjenjang sampai kepada proses penetapan oleh Disparbud, Bapelitbangda dan Disdepdiknas.
2. Strategi 2 : Membentuk Forum komunikasi lintas pelaku pariwisata di kawasan wisata a. Jarak yang cukup jauh antara perencana kepariwisataan dengan masyarakat dan hubungan yang renggang antara masyarakat pelaku sendiri banyak menimbulkan kesenjangan informasi dan komunikasi yang pada akhimya "berbuntut" pada perilaku saling anti pati yang merugikan. Untuk itu per1u ditanggulangi dengan membentuk Forum
komunikasi lintas pelaku pariwisata di kawasan wisata, untuk menghidupkan semangat kekeluargaan yang pada dasamya telah hidup
133.
dan ber1c:embang menjadi bagian dari citra masyarakat Indonesia pada umumnya yang sementara ini telah surut, seiring dengan ketatnya persaingan ekonomi sebagai akibat rendahnya tingkat kunjungan dan tumbuhnya
semangat
individualistik karena
pengaruh
liberalisasi
perokonomian yang semakin terasa. Dengan forum lintas pelaku diharapkan akan terwujud kepaduan pandangan keinginan dan pola perjuangan yang pada akhimya dapat terpola susatu tujuan yang terletak pada titik yang sama dan terhapusnya pola persaingan tidak sehat akibat prilaku individualistik, baik yang dilakukan pemerintahan, swasta maupun masyarakat sendiri. b. Pelaksanaan strategi ini mengalami kendala pada pelaksanaanya terutama pada masalah budaya komunikasi dengan keterbukaan tinggi yang belum banyak ber1c:embang, terutama karena adanya perasaan bahwa lembaga dan aparatur pemerintah sebagai sebuah organisasi
atasan bagi masyarakat, sementara pada level masyarakat sulit untuk merobah perilaku individualistik yang cukup lama "dilakoni" dan dirasakan lebih menguntungkan dalam mencari keuntungan jangka pendek, sehingga keadaan ini perlu lebih dicermati. Disamping itu masalah pembentukannya juga akan melibatkan masalah dana dan managemen yang perlu disikapi dendan bijaksana. c. Dalam kaitan ini keaktifan aparatur yang ditunjuk sebagai motor penggerak
sangat dituntut dalam mensukseskannya, dalam rangka
tuntutan tugas dan fungsinya dalam meyakinkan masyarakat tentang keuntungan dari diterapkannya demokratisasi kepariwisataan bagi berhasilya pembangunan kepariwisataan ke depan. Untuk itu aparatur
134.
yang ter1ibat di dalamnya per1u perubahan seikap mental (change of mental attitude) birokrat pada sikap seorang demokrat dengan "telinga dan mata Iebar dan dengan mulut yang kecil", dalam arti tidak per1u
banyak mengatur dan memerintah tapi justru lebih mengedepankan pola-pola akomodatif terhadap setiap usulan dan tuntutan perubahan bahkan kritik yang pedas sekalipun, guna memberikan keberanian masyarakat
untuk
berkata
sesuai
dengan
nuraninya
sehingga
hambatan struktural yang terjadi selama ini dapat dihilangkan. Selanjutya hasil komunikasi tersebut dituangkan dalam alih bahasa perencanaan pembangunan yang akomodatif terhadap kepentingan rakyat. Sementara berkitan dengan pendanaan kegiatan forum ini per1u segera diciptakan sumber pendanaan yang digali dari .potensi para pelaku pariwisata. Lebih jauh tingkat kesulitan pola penerapan demokrasi kerakyatan yang mesti dikembangkan dalam proses managemennya per1u keter1ibatan personil pemerintahan yang dewasa secara ilmu pengetahuan
maupun sikap mental untuk mudah
melaksanakan tugas komunikasi masa. d. Untuk setahun kedepan sudah dapat kiranya rencana ini untuk dilaksanakan dalam bentuk
peng~alangan
masa pada masyarakat
luas, terutama pada tokoh-tokohnya yang memiliki basis masa. Untuk dapat segera menangkap peluang tersebut sehingga sedikit demi sedikit akan terjadi kristalisasi kelorhpok-kelompok kepentingan yang dapat di-drive menuju pada pola tertentu untuk mengatasi isu kepariwisataan
terakhir yang
akan
mempersiapkan personil pemerintahan
diangkat,
juga
tidak
lupa
sebagai motor penggerak
135.
yang tepat untuk menduduki porsi tersebut, mengingat dalam kaitan yang tidak langsung posrsi ini adalah mesin pencetak keberhasilan pembangunan kepariwisataan masa datang bagi daerah kabupaten ybs.
e. Untuk enam bulan kedepan perlu segera disiapkan oleh Disparbud tentang
pola-pola
yang
menyangkut
upaya
pengondisian
terselenggaranya forum dimaksud dengan upaya "provokasi, agitasi dan sosialisasi" pada setiap kelompok lembaga partisipasi yang ada sehingga dapat memiliki daya tampung yang memadahi bagi setiap isu yang berkembang di wilayah wisata, untuk bersama sama diatasi bersama masyarakat pariwisata pendukungnya, sebagai upaya awal dalam menciptakan kepentingan bersama yang akan menjadi sasaran awal
bagi
terbentuknya
kepentingan
bersama
yang
akan
mempersatukan antar kepentingan.
3. Sttategi 3 : Membentuk Dewan Kepariwisataan dan Kebudayaan Da&rah a. Mewujudkan sebuah cita-cita kepariwisataan yang melibatkan demikian banyak stake holder bukan merupakan pekerjaan yang mudah, oleh sebab agar apa yang direncanakan dan apa yang diharapkan tidak terdapat selisih yang Iebar, perlu kiranya para pihak yang terlibat untuk biasa bertemu I berkoordinasi dalam sebuah forum konsultasi yang akrab untuk membicarakan persoalan kepariwisataan yang memang memitiki aspek sangat luas dan kompleks. Untuk itu perlu membentuk sebuah Dewan Pariwisata dan Kebudayaan Daerah dimana di dalamnya mewadahi wakil-wakil dan tokoh tokoh lintas profesi yang
136.
benar-benar mempunyai : pengetahuan, kemampuan, dan kemauan untuk memajukan kepariwisataan di kabupaten Banyumas, yang bersih dari pencemaran kepentingan politik golongan yang biasanya muncul
dalam sebuah kelompok kepentingan, dimana hal tersebut sejalan dengan UU 22 Tahun 1999 Bab I huruf h (arti Otonomi) yang mengatur kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pasal
10 avat 1 dan 2 pada Undang-undang yang sama tentang kewenangan daerah mengelola sumber-sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya.
b. Dalam mewujudkan sebuah "Dewan" memiliki tantangan tersendiri, terutama berkaitan dengan kelompok interest dan kelompok politik yang akan men-drive ke dalam "presure group oposan" dengan tujuan yang melenceng dari pariwisata secara holistik, untuk itu keadaan ini perlu segera dicegah dengan pembatasan melalui penerapan berbagai persyaratan keanggotaan yang dikuatkan oleh kekuatan keputusan politik (Perda) yang baik. Sehingga keberadaan dewan ini mampu bekerja secara profesional, bukan sekedar tempat berteduh, berpolltik praktis, apalagi sebagai tempat lobi proyek. Disamping itu masalah pembentukannya
juga
akan
melibatkan
masalah
dana
dan
managemen yang perlu disikapi dengan bijaksana. c. Kendala penyalahgunaan suatu lembaga yang sangat strategis ini sudah tampak tergambar, mengingat siapapun orangnya yang duduk dalam dewan yang terhormat semacam ini biasanya pikirannya akan
137.
dirancukan dengan kepentingan pribadi dan politik yang akhimya akan diarahkan pada pembelokan tujuan yang utama. Untuk itu pembuatan
aturan Tata Tertib dan AD/ART per1u menjadi prioritas utama yang didukung oleh peraturan daerah yang tegas dan didukung oleh semua komponen. Sementara masalah pendanaan bisa dikenakan melalui iuran wajib anggota maupun bantuan dana abadi dari pemerintah yang dipotong dari uang hasil perolehan pajak/retribusi pariwisata yang sudah barang tentu dengan perhitungan investasi jangka panjang yang bertanggung jawab, sementara managemen-nya bisa dirundingkan antara para stakeholdemya. d. Rencana pembentukan Dewan pariwisata dan Kebudayaan Daerah untuk satu tahun ke depan per1u digulirkan dalam forum-forum formal maupun informal dengan tujuan menjaring calon-calon yang benarbenar berkompeten terhadap kepariwisataan dan terpilih secara wajar bersih dari kepentingan politik praktis. Dimana upaya tersebut selanjutnya per1u ditindak lanjuti oleh Bapelitbangda dan Disparbud untuk melakukan planning action yang berjenjang sampai kepada proses penetapan berdirinya. e. Dalam enam bulan ke depan per1u segera diupayakan proses perencangan kebijakan yang sedapat mungkin melibatkan aparatur secara lintas sektor dan lembaga-lembaga kepariwisataan baik swasta maupun masyarakat dalam forum informal guna memasukan gagasan pemikiran yang terkristalisasi dari sumbang pendapat dari berbagai kalangan, yang kemudian akan didokumentasikan oleh Disparbud dan Bapelitbangda.
138.
4. Strategi 4 : Membentuk Ombudsmen Kepariwisataan a. Kesalahan penerapan kebijakan yang kemudian merugikan masyarakat pariwisata
memang terkadang kurang disadari, sebagai akibat pola
sentralistik yang masih melekat kuat, namun keadaan ini perlu segera diakhiri, sebagaimana dikehendaki oleh Good governance dengan tiga pilamya yaitu : Masyarakat, swasta dan pemerintah, yang mensyaratkan tentang : (1 ). Participation, (2). Rule of law, (3). Tranparancy, (4). Responsiveness, (5). Consensus orientation, Equity, (6). Effectiveness and efficiency, (7). Accountability, (8). Strategic vision. (Lan, 2000 : 7)
yang sejalan dengan Tap MPR Rl Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme dan Undang undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme serta lnpres 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah. Untuk itu, kesalahan tersebut dapat dicegah dengan melibatkan unsur : Masyarakat, swasta dan pemerintah untuk duduk bersama dalam sebuah lembaga pengawas yang lazim disebut dengan Lembaga Ombudsmen, di mana keberadaanya pada awalnya diarahkan sebagai lembaga konsultasi kebijakan, meskipun pada akhimya dapat difungsikan sebagai pemberi pinalti apabila salah satu dari tiga unsur yang terlibat memang benar-benar melanggar. b. Namun demikian penerpan ini akan menimbulkan permasalah berupa gesekan terhadap pelaksanaan fungsi umum hukum yang sekarang berlaku, mengingat keberadaan lembaga ini biasanya akan segera dicurigai sebagai penguatan pressure group yang akan membahayakan
139.
kehannonisan jalannya pembangunan. Oleh sebab itu para pihak yang duduk di sini per1u paham betul bahwa lembaga ini bukanlah perangkat hukum yang baru, tetapi hanya merupakan perluasan azas kebebasan berkontrak masyarakat, dimana para pengelolanya tidak kebal terhadap
peraturan hukum umum seperti : perdata dan pidana, apabila dalam prosesnya terjadi pelanngaran terhadapnya, umpamanya : pencemaran nama baik dan perbauatan melawan hukum lainnya. Disamping itu masalah pembentukannya juga akan melibatkan masalah dana dan managemen yang per1u disikapi dengan bijaksana. c. Guna mencegah kecurigaan terhadap terbentuknya lembaga ini, memang per1u dilaksanakan sosialisasi yang matang pada ke tiga unsur tersebut dalam sosialisasi yang bersifat fonnal berbentuk penataran kaidah-kaidah hukum umum (Perdata, Pidana dan Tata Negara) yang biasanya memang sering dilanggar pada Euphoria demokrasi saat ini. Sementara masalah managemen dan pendanaan bisa dikenakan melalui iuran wajib anggota maupun bantuan dana abadi dari pemerintah yang dipotong dari uang hasil perolehan pajak/retribusi pariwisata yang sudah barang tentu dengan perhitungan investasi jangka panjang yang bertanggung jawab, sementara managemen-nya bisa dirundingkan antara para stakeholdemya. e. Kemudian untuk tahun berikutnya konsep ini dapat mulai digulirkan di tengah masyarakat awam, aparatur : eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam bentuk forum-forum brain stofTT7ing yang dapat mengarahkan pada pengkristalan konsep, sehingga akan muncul alasan moral dan sense of purpose yang kuat di kalangan aparatur dan masyarakat, untuk
140.
segera menyelenggarakan /embaga ombudsmen sebagai kesatuan pikir antara ketiga komponen kekuatan yang didukung secara yurudis formil. f. Langkah tersebut secara spesifik per1u segera dikemukakan secara formal dihadapan para tokoh masyarakat, swasta, politik dan birokrasi secara lintas sektor oleh Disparbud bekerja sama dengan Humas Kabupaten
Banyumas dalam enam bulan ke depan, guna mendapat
respon dan apabila mungkin formulasi lanjut dalam mewujudkan ke dalam level sosialisasi dan gerakan kristalisasi konsep di tengah masyarakat melalui planning action yang berjenjang sampai kepada proses penetapan yang akan dirancang oleh Disparbud,Bapelitbangda, Bagian hukum dan lembaga yudikatif di Kabupaten Banyumas.
5. Strategi 5 : Membentuk Forum Komunikasi Kepariwisataan Dinas lnstansi Di Tingkat Kabupaten a. Penuangan ide pembangunan kepariwisataan yang bersifat sporadis kadang dapat mengkaburkan makna pembangunan pariwisata yang pada
awalnya
bertujuan
untuk mendapatkan
pemasukan
bagi
keuangan daerah juga kemajuan tarat hidup masyarakat secara lebih demokratis, dan makin parah ketika koordinasi perencanaannya dilakukan secara spasial dan ditambah dengan ego sektor yang biasanya merebak akibat keuntungan jangka pendek yang diharapkan. Dalam kaitan ini per1u disadari bahwa investasi pariwisata adalah sebuah investasi jangka panjang yang saling berhubungan antara setiap perencanaan kepariwisataan satu dan lainya, sehingga "nafas investasi" jangka panjang per1u untuk "dipompakan" kepada setiap dinas instansi yang ter1ibat di dalamnya. Namun demikian keadaan ini
141.
tak mungkin dapat tercapai apabila tidak ada mekanisme yang menyalurkan semangat komunikasi diwujudkan dengan terbentuknya Forum Komunikasi Kepariwisataan Dinas lnstansi Di Tingkat yang
Kabupaten pembangunan
yang
bertugas ada
mengkomunikasikan
perencanaan
pada dinaslinstansi dikaitkan dengan
pembangunan kepariwisatan . Hal mana penting, karena dengan terbentuknya forum tersebut secara konkrit, akan tercipta transparansi yang akan bermuara pada responsibilitas dan akuntabilitas publik yang bagi
tinggi
aparatur yang
terlibat
di
dalamnya,
sebagaimana
dikehendaki oleh Good governance dengan tiga pilamya yaitu Masyarakat, swasta dan pemerintah, yang mensyaratkan tentang : (1 ). Parlicipation, (2). Rule of law, (3). Tranparancy, (4). Responsiveness, (5).
Consensus orientation, Equity, (6). Effectiveness and efficiency,
(7). Accountability, (8). Strategic vision, yang sejalan dengan Tap MPR
Rl Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme dan Undang undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme serta lnpres 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah. Demikian halnya semangat dari UU No. 25 Tahun 1999 pasal 3,4 dan 5 serta UU No. 22 Tahun 1999 pasal 79, sehingga pembangunan kepariwisataan akan dapat benar-benar terwujud secara nyata dalam proses demokrasi yang tengah bergulir. b. Namun
demikian penerpan ini akan bergesekan dengan pola
kebiasaan sentralistis yang telah lama berlaku, dan akan menimbulkan
142.
"kekakuan-kekakuan" pada awal pelaksanannya, karena kebiasaan budaya "sisa hasil usaha" dan " Wasrip (wawasan Sripilan)" yang biasanya menjadi sumber kesejahteraan masing-masing instansi dan tidak boleh diketahui oleh orang lain. Untuk itu per1u ada kesadaran yang penuh dan dibentuknya initial agreement yang matang dalam memajukan kepariwisataan yang kelak hasilnya akan menjadi sumber kesejahteraan seluruh rakyat tennasuk didalamnya aparatur secara transparan.
Disamping itu masalah pembentukannya juga akan
melibatkan masalah dana dan managemen yang per1u disikapi dengan bijaksana. c. Guna
mencegah
"kerugian
aparatur"
akibat
kebiasaan
dalam
"menyembunyikan keuntungan proyek" tersebut per1u diatasi dengan pengelompokan dana bersama yang diatur dengan Perda tentang "sisa
hasil usaha" bersama pelaksanaan proyek kepariwisataan yang prosentasinya dlatur sesuai dengan jasa yang telah diberikan instansi dalam pelaksanaan proyek, yang diimplementasikan sebagai akibat
efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas
(ongkos ketekunan dan
kerajinan). Disamping itu, bagi setiap instansi yang ter1ibat jasanya pada perencanaan pembangunan kepariwisataan di kompensasikan dengan perhitungan investasi jangka panjang kepariwisataan yang keuntungannya secara resmi sebagai "Deviden" yang disahkan dengan Perda, sehingga setiap personil dan dinas yang ter1ibat di dalam Badan koordinasi tersebut akan dapat memperoleh insentif yang "halal secara hukum". Sementara masalah managemen akan direncanakan lebih lanjut oleh instansi terkait.
143.
d. Kemudian untuk tahun berikutnya konsep ini dapat mulai digulirkan di aparatur eksekutif, legislatif dalam bentuk forum-forum brain storming yang dapat mengarahkan pada pengkristalan konsep, sehingga akan muncul alasan moral dan sense of purpose yang kuat di kalangan aparatur dan masyarakat, untuk segera terselenggaranya Forum Komunikasi Kepariwisataan Dinas lnstansi di Tingkat Kabupaten. e. Langkah tersebut secara spesifik per1u segera dikemukakan secara fonnal dihadapan para tokoh masyarakat, politik dan birokrasi secara lintas sektor dalam enam bulan ke depan, guna mendapat respon dan apabila mungkin fonnulasi lanjut dalam mewujudkan ke dalam level sosialisasi dan gerakan kristalisasi konsep di tingkat daerah berdasar planning action yang berjenjang sampai kepada proses pelaksanaanya oleh Bapelitbangda, Bagian Kepegawaian, Pengawas Daerah dan Disparbud. Jadi jelas dari sejak awal pembicaraan tentang pengembangan lembaga pertisipasi masyarakat yang dilingkupi oleh segala karakteristik lingkungan internal dan ekstemal baik yang menguntungkan maupun merugiakan serta amanat mandat dan misi yang dibawa, maka pada akhimya dapat ditemukan lima buah isu strategis yang dikristalisasikan menjadi lima macam strategi sebagaimna diuraikan di atas seperti : a. Strategi
menyelenggarakan
Pendidikaan
I
Penataran
Entrepreneurship Kepariwisataan dilevel fonnal melalui Pendidikan I penataran bagi PNS dan muatan lokal pendidikan SO s/d SMU dan pada pendidikan
infonnal seperti lembaga masyarakat melalui media
simulasi maupun sarana pennainan lain seperti monopoli misalnya;
144.
b. Strategi menyelenggarakan Forum Komunikasi Lintas Pelaku Pariwisata di Kawasan Wiasata, guna tercipta pola hubungan yang sinergis dalam persamaan pola pandang dan tujuan pada satu titik yang sama tentang pembangunan kepariwisataan; c. Strategi menyelenggarakan Dewan Pariwisata dan Kebudayaan Oerah yang bertugas menjadi alat komunikasi dan perencanaan di level daerah yang makro, guna menemukan kebijakan kepariwisataan yang tepat sebagai akibat proses keputusan sinergis antara masyarakat, swasta dan pemerintah. d. Strategi menyelenggarakan Lembaga Ombudsmen kepariwisataan yang bertugas menjebatani setiap persoalan kemasyarakatan yang berakibat tuntutan-tuntutan kepada pembuat kebijakan publik yang merugikan masyarakat untuk dapat diselasaikan secara baik sehingga tidak berdampak negatif secara keseluruhan kepada masyarakat. e. Strategi menyelenggarakan Forum Komunikasi Kepariwisataan Oinas
lnstansi
perencanaan
Oi
Tingkat
pembangunan
Kabupaten
guna
kepariwisataan
di
mensinkronkan tingkat
instansi
kabupaten sehingga apa yang dikeluarkan oleh produk kebijakan publik di
sektor
berkualitas
kepariwisataan tinggi
dan
merupakan mewakili
masyarakat dan dunia usaha.
produk
setiap
yang
benar-benar
kepentingan,
termasuk
BAS VII PENUTUP
A. Kesimpulan
Gejala terpusat pembangunan kepariwisataan pada negara maju dan pada pemerintah yang sentralistik, dapat diatasi ketika disadari bahwa arti pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang terencana menuju kapada kondisi yang lebih baik dan merupakan proses perbaikan kualitas hidup
masyarakat
dalam
mengakses
kemakmuran
dan
keter1ibatan
partisipasinya ke dalam proses pengambilan keputusan politik dan ekonomi dalam
kehidupan
bemegara.
Sehingga
pembangunan
diharapkan
merupakan suatu proses yang dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan ber1<esinambungan dalam arti tidak terjadi kerusakan baik alam maupun sosial, termasuk didalam interaksi pembangunan kepariwisataan. Konsep pembangunan yang melibatkan peran partisipasi masyarakat dalam mengakses sumber-sumber kemakmuran akan berhasil ketika masyarakat difasilitasi oleh lembaga partisipasi masyarakat yang maju dan berhasil sebagai kendaraan bagi perjuangan kesejahteraan mereka, namun demikian
ketika
kendaraan
kemakmuran
itu
kemudian
mengalami
"kelemahan" akibat tidak ber1<embangnya fungsi-fungsi organisatoris di dalamnya
dan
desakan-desakan
pengaruh
luar
yang
menimbulkan
ancaman, maka Disparbud sebagai representasi dari pemerintah yang keberadaanya masih dominan sampai saat ini sebagai agent of change per1u untuk ber-introspeksi dengan melihat setiap kekuatan, kelemahan, peluang
dan
ancaman
dalam
upaya
mengembangkan
145
lembaga
partisipasi
146
masyarakat dalam pembangunan pariwisata sebagaimana dikatakan oleh Sun Tzu: So it is said that if you know others and know yourself, you will not be imperiled in a hundred battles; if you do not know others, but do know yourself, you will win one and lose one; if you do not know others and do not know yourself, you will be imperiled in every single battle (Sun Tzu The art of war, dalam Bryson, 1995: 82) Tindakan ber-introspeksi dikaitkan
dengan
upaya
sebagaimana tersebut diatas, apabila
Perencanaan
Strategis
untuk
memperoleh
"kemenangan" pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata pada studi kasus di kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas, sebenarnya merupakan upaya untuk mencari jalan keluar terhadap perrnasalahan seperti, (1). Lingkungan internal dan eksternal apa yang dihadapi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dalam rangka mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat, (2). lsu-isu strategis apa yang dihadapi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dalam rangka mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat, (3). Bagaimanakah strategi pengembangan lembaga partisipasi masyarakat
yang tepat dalam pembangunan pariwisata di kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas. Untuk itu sebagai hasil akhir dari penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan diskriptif kualitatlf dengan memanfaatkan data data primer dan sekunder maka terjawablah perrnasalahan tersebut dalam uraian berikut : 1. Kekuatan
internal
yang
dihadapi
Disparbud
sehubungan
dengan
pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata Kabupaten Banyumas, dapat disebutkan dalam rangkuman
147
Kekuatan
(Strength)
pengungkapan
dan
yang
Kelemahan
menunjukan
(Weaknesses)
pengaruh
kekuatan
sebagai internal
sebagaimana bawah ini : Kekuatan (Strengths)
a. Kemampuan ekonomi Disparbud sampai saat ini baik, terbukti dengan aset yang dimiliki dan kemampuan membiayai semua kegiatan yang dilakukan dari tahun ke tahun; b. Struktur yang dimiliki Disparbud sudah baik, terbukti dengan kinerja yang dilakuakn sampai dengan saat ini telah memenuhi apa yang diharapkan oleh tugasnya dan telah terjalin interaksi yang baik antar para pelaku organisasi di dalamnya; c. Pola hububungan antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang dibangun oleh Disparbud sudah berjalan dengan baik; Kelemahan (Weaknesses)
a. SDM yang dimiliki oleh Disparbud sampai dengan saat ini didominasi oleh tamatan SLTA dan SD (rendah); b. Disparbud sampai dengan saat ini masih miskin informasi, terutama yang berhubungan dengan kepariwisataan pada umumnya; c. Disparbud
dalam
kegiatannya
sampai
saat ini
belum
banyak
menyentuh masalah partisipasi masyarakat; 2. Kekuatan ekstemal yang dihadapi Disparbud sehubungan dengan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata, dapat disebutkan dalam rangkuman Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) sebagai pengungkapan yang menunjukan kekuatan ekstemal yang mempengaruhi sebagaimana bawah ini :
148
Peluang (Opportunities)
a. Pengaruh lingkungan politik yang semakin demokratis mendorong terbentuknya Civil society sebagai ruang terbuka bagi masyarakat untuk dapat "mengejawantahkan" kehendaknya dalam turut serta menentukan kebijakan perencanaan pembangunan, yang kemudian diujudkan oleh pemerintah dalam kerangka partisipasi masyarakat dalam rangka good governance; b. Diajukannya RUU "Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan"; c. Di kawasan wisata Baturraden telah tumbuh Lembaga Partisipasi Masyarakat (LPM) sejumlah 20 buah, dimana keadaan mereka secara kelembagaan tengah berkembang dan mempunyai peran yang penting; d. Letak geografis dan bentang alam Kabupaten Banyumas penyediaan atraksi wisata alam dan budaya serta posisi yang menguntungkan bagi upaya menangkap peluang arus manusia melalui jalur pantura menuju ke jah.Jr pantisel Pulau Jawa yang berpotongan dengan arus
jalur
selatan Pulau Jawa. e. Kabupaten Banyumas secara umum telah megalami pertumbuhan kunjungan pariwisata pada lima tahun terakhir dan memiliki sejumlah kamar hotel melati dan hotel bintang, termasuk kawasan wisata Baturraden yang memiliki jumlah kamar hotel melati dan hotel bintang sebesar 56,02 % dari total hotel di Kabupaten Banyumas juga mengalami pertumbuhan pengunjung, sehingga cukup berpotensi menangkap peluang membaiknya perekonomian pasca krisis dan pasca perang.
149
f. Baturraden memiliki pengaruh ekonomi cukup kuat pada desa-desa dan kota-kota di sekitamya dalam bisnis pariwisata baik pada sektor informal maupun sektor formal. Ancaman (Threats)
a. Proses percepatan Asean Free Trade Area (AFTA) dari tahun 2003 menjadi 2002, akan menimbulkan persaingan tidak seimbang di bidang investasi pengadaan infrastruktur dan jasa pariwisata lintas negara ASEAN, terutama dalam kaitan serbuan modal yang kuat ke dalam negeri. b.
"Autonomy Panic" yang dialami oleh daerah dengan ketergantungan DAU kepada pemerintah pusat seperti Kabupaten Banyumas. Nampak
pada
kesulitan
untuk
membedakan
antara
upaya
memperoleh sumber PAD baru dan menjalankan reformasi demokrasi dimana hal serupa juga dialami desa tempat tumbuh kembang kawasan pariwisata. c. BPD (Sadan Perwakilan Desa) yang cenderung mewakili kepentingan parpol tertentu di tingkat desa, keberadaanya akan membuat rancu antara
perjuangan
mumi lembaga partisipasi masyarakat dan
perjuangan kepentingan kelompok politik. d. Gerak LPM dalam kepariwisataan tidak terkoordinasi,
bahkan
cenderung sendiri-sendiri mengikuti kepentingan masing-masing; e. Rendahnya tingkat pendidikan desa-desa penyangga pariwisata atau desa-desa yang secara langsung terpengaruh dan mempengaruhi kepariwisataan di Baturraden;
150
f.
Kurang berperannya lembaga-lembaga swasta seperti ASITA, PHRI dalam
pembangunan
pariwisata,
karena
mereka
cenderung
mengurusi kepentingan masing-masing. 3. Setelah mengetahui kekuatan internal dan ekstemal yang dihadapi Disparbud sehubungan dengan pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata, maka selanjutnya dapat ditemukan isu strategis sebagai berikut : meningkatkan
a. Bagaimana
pengetahuan
dan
entrepreneurship
kepariwisa taan berbasis partisipasi masyarakat; b. Bagaimana menciptakan komunikasi kepariwisataan antar warga lokal; c. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan lebih luas di tingkat daerah I Kabupaten; d. Bagaimana mencegah kebijakan kepariwisataan yang merugikan masyarakat; e. Bagaimana kepentingan kepariwisataan dapat dikomunikasikan pada level dinas instansi pemda; 4. Selanjutnya isu strategis tersebut diatasi menggunakan strategi yang tepat,
guna
"memenangkan"
pengembangan
lembaga
partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Kabupaten Banyumas sebagai "penarik gerbong" kemajuan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Banyumas secara menyeluruh, sebagai berikut:
a. Strategi
menyelenggarakan
Pendidikaan
I
Penataran
Entrepreneurship Kepariwisataan di level fonnal melalui Pendidikan I penataran bagi PNS dan muatan lokal pendidikan SO s/d SMU dan
151
pada pendidikan infonnal seperti lembaga masyarakat melalui media simulasi maupun sarana pennainan lain seperti monopoli misalnya; b. Strategi membentuk Forum Komunikasi Lintas Pelaku Pariwisata di Kawasan Wiasata, guna tercipta pola hubungan yang sinergis dalam persamaan pola pandang dan tujuan pada satu titik yang sama tentang pembangunan kepariwisataan; c. Strategi membentuk Dewan Pariwisata dan Kebudayaan Derah yang bertugas menjadi alat komunikasi dan perencanaan di level daerah, guna menemukan kebijakan kepariwisataan yang tepat sebagai akibat proses keputusan sinergis antara masyarakat, swasta dan pemerintah. d. Strategi membentuk Lembaga Orhbudsmen kepariwisataan yang bertugas menjebatani setiap persoalan kemasyarakatan yang berakibat tuntutan-tuntutan kepada pembuat kebijakan publik yang merugikan masyarakat untuk dapat diselasaikan secara baik sehingga tidak berdampak negatif secara keseluruhan kepada masyarakat. e. Strategi mtmbentUk Forum Komunikasi Kepariwisataan Dinas lnstansi Di Tingkat Kabupaten guna mensinkronkan perencanaan pembangunan kepariwisataan di tingkat instansi kabupaten sehingga apa
yang
dikeluarkan oleh produk kebijakan
publik di sektor
kepariwisataan merupakan produk yang benar-benar berkualitas tinggi dan mewakili setiap kepentingan, termasuk masayrakat dan dunia usaha.
!52
B. Saran
Tercapainya pengembangan lembaga partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas sebagai respon posistif dari iklim demokratis yang tengah bergulir, bukan merupakan hal yang mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu
singkat,
sebelumnya,
ter1ebih
dengan
pengaruh
kepolitlkan
"sentralistis"
sehingga pengembangan lembaga partisipasi masyarakat
dalam pembangunan pariwisata memer1ukan proses yang benar-benar akomodatif, edukatif, komunikatif dan berlanggung jawab dalam arti dapat
diterima oleh semua kalangan sebagai peroses pembelajaran seluruh komponen yang terlibat (Negara, masyarakat dari swasta), serta meri.Jpakan I
hasil "tawar m~rlawar matang" sebagai perwujudan dari "Participatory
d~mocracy" yang mengandung unsur Decentralization, accountability, education, obligation dari masyarakat, swasta d~n pemerintah yang hendak
melakukan perhbangurian komllhltasnya. Sehingga
upaya
UhtUk
tercapainya
pet'kembangan
lembaga
partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di kawasan wisata Baturraden Kabupaten Banyumas yang merujuk uraian di atas dapat merupakan : 1). Hasil perencanaan pembangunan yang melibatkan masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang penting oleh masyarakat, 2).
Hasil
perencanaan
pembangunan
yang dapat merubah situasi
kesejahteraan menjadi lebih baik, 3). Hasil perencanaan pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan di tingkat individu, 4). Hasil perencanaan
pembangunan
yang
akan
didukung
sepenuhnya
oleh
masyarakat 5). Hasil perencanaan pembangunan yang akan memutuskan
153
rantai keterasingan jati diri masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan.
!54
DAFTAR PUSTAKA
Aminoto, Regulasi Bidang Kepariwisataan Sebagai Agenda Ke Depan (Makalah Lokarya Perundang-Undangan Pariwisata, 2000) Budiman, Arief, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, 1996 Bryson, Jhon, Startegic Planning For Public and Non Provit Organization, Jossey Bass Publishers, 1995 Dannadi, Budi, AFTA 2002 dan Dampaknya Bagi Indonesia (Makalah Kuliah Akbar AFTA 2002), Fakultas Ekonmi UGM 2001 Depdagri, Perspektif Pengembangan Pari Wisata Dalam Antisipasi Pelaksanaan Otonomi (Makalah Bimbingan teknis Perencanaan Program Kepariwi sataan), 1999 Eaton, Joseph, Institution Building, Sage Publication, 1972 Fadeli, Chafid, Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan A/am, Liberty, 1995 Goodman, Louis J, Project Planning and Management, An Integrated Approach, Pergamon Press, 1980 Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, 2000 Hidajat, Djaelani, Makalah Lokarya Perundang-Undangan Pariwisata, 2000 lfe, Jim, Community Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analyis and Practice, Longman, 1995 Jazairy, ldriss Dkk, The State of World Rural Poverty, New York University Press, 1992 Djojowandono, Sumpono, Catatan kuliah Pembangunan kelembagaan, 2000
Kamus BesarBahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1995 Korten, David, Community Management, Kumarian Press, 1986 Kusworo, Hendrie Adji, Pariwisata Pembangunan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Ketja (Makalah Lokakarya "Penataan Kepariwisataan dalam menyongsong Indonesia Baru, 1999) LAN, Rl, Akuntabilitas dan Good Governance, Penerbit LAN, Rl, 2000 Mas'oed, Mohtar, Peran Civil Society Organization Sebagai Mitra Ketja Pemerintah dan Dunia Usaha Dalam Mewujudkan Good Governance
155
(makalah Seminar Good Governance Mewujudkan Net wor1dng Antar Daerah Otonom, 2001) Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda karya, 1989 Nasikun ,Giobalisasi dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas (Makalah Lokakarya "Penataan Kepariwisataan dalam menyong song Indonesia Baru, 1999)
-----, lsu Perencanaan Pengembangan SDM Kepariwisataan Menyongsong Perkembangan Baru Pariwisata Nasional, (Makalah Bimbingan teknis Perencanaan Program Kepariwisataan, 1999) - - - , Beberapa Catatan Tentang Peninjauan U/ang Undang- Undang No. 9 Th 1990 Tentang Kepariwisataan (Makalah Lokarya PerundangUndangan Pariwisata, 2000) - - - , HAM, Keberlanjutan, Dan "Good Governance" : Pilar-Pilar Paradigma Baru Pembangunan (Makalah Loka Karya/Seminar Sinergi Masyarakat dan Pemerintah Dalam Mencapai Keberhasilan Penyelenggaraan Prasarana Wilayah, 2000) Pambagio, Agus, Aspek Publik Kepariwisataan yang Berwawasan Ungkungan (Makalah Lokarya Perundang-Undangan Pariwisata, 2000) Pemda Kab. Banyumas, PDRB Kab. Banyumas 1995, 1996, 1997, 1998, 1999
- - - , Kabupaten Banyuman Dalam Angka 1995, 1996, 1997, 1998, 1999 ------, Statistik Pariwisata Kabupaten Banyumas 1995, 1996, 1997, 1998,1999 - - - , Himpunan Peraturan Tentang Penyelenggsrasn Pemerintshsn Dess. - - - , Perda No. 36 Tahun 2000, tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tatakefja Dinas Daerah Kabupaten Banyumss - - - , Perda No. 127 Tahun 2000, tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tatakerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas ----------, Perda No.7 Tahun 1973, tentang Mendirikan dan Menyewakan Bangunan Di atas Tanah Milik Pemerintah daerah. ----------, Keputusan Bupati banyumas No. 42 tahun 2001, tentang Pembentukan, sususnan organisasi, tugas pokok, uraian tugas dan tata kerja Lokawisata Baturraden pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas. -----------, Perjanjian Sewa Tanah Kapling Nomor: 974194/2001
156
- - - , Surat Keputusan Desa Karangmangu Kecamatan Baturraden No. 2 Tahun 2001 - - - , Daftar inventaris Disparbud per 9 Januari 2002 ------, Daftar Urutan Kepangkatan Disparbud per Agustus 2001 - - - , SK Bupati Banyumas No. 814/045/51-2001, tentang Perpanjangan kontrak kerja tenaga kontrak di lingkungan pemerintah Kabupaten Banyumas Singarimbun, Masri, Metod Penelitian Survai, LP3S, 1989 Smith, BC, Decentralization, The Territorial Dimension of The State, George & Unwin, 1985 Sugiyono, Siklus Perencanaan Pariwisata (Makalah Perencanaan Program Kepariwisataan, 1999)
Bimbingan
teknis
Surat No. KS. 001n2/Kom.IV/2000, tentang Pengajuan RUU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan Thoha, Miftah, Pembinaan Organisasi, Rajawali Press, 1989
Perundang-Undangan Lokarya Pengantar Moeljarto, Tjokrowinoto, Kepariwisataan, (Makalah Lokarya Perundang-Undangan Pariwisata, 2000) -----, lsu-lsu Strategies Pengembangan Pariwisata (Makalah Bimbingan teknis Perencanaan Program Kepariwisataan, 1999) - - - - , Visi Pembanguntm Kepariwisataan (Makalah Lokakarya "Penataan Kepariwisataan dalam menyong song Indonesia Baru, 1999) -----------, Konsep dan lsu Pembangunan, Materi Kuliah MAP UGM Angkatan XIX, 2000 Undang-Undang No. 9 tahun 1990, tentang Kepariwisataan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, tentang Sistim Pendidikan Nasional, dan PP No. 28 Tahun 1990, tentang Pendidikan Dasar Usman, Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat , Pustaka Pelajar 1998 Utomo, Warsito, Agus Dwiyanto dan Yeremias T. Keban, Manajemen Sektor Publik, Materi Kuliah MAP UGM, Angkatan XIX, 2001 Utomo, Warsito, Refonnasi Administrasi, Materi Kuliah MAP UGM Angkatan XIX, 2000
157
Zubair, Achmad Chanis, Participatory Rapid Apprisal dalam Pengembangan Patiwisata (Makalah Bimbingan teknis Perencanaan Program Kepariwisataan, 1999)
Pedoman Fertanyaan
Ponelitiat~
Perencanaan Strategi A. MANDAT: 1. Apabila partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata diartikan sebagai
keikutsertaan rr.asyarakat dalam proses pengambilan keputusan, apakc.h organisasi I lembaga anda mendukungnya. Apabila mendukung bilaman hal tersebut pernah dilakukan; :. Apabila
partisipasi
perencanaan
sudah
pembangunan
saatnya
untuk
pariwisata
dikembangkan
apakah
harapan
dalam anda
setiap
tcrhadaJ:
perkembangannya ke depan; 3. Apakah anda yakin ter:1adap keterlibatan masyarakat dalam proses pengambiigr, keputusan dapat berakibat positif terhadap pembangunan pariwisata di wilayah anda, mengapa demikian; 4. Pertumbuhan kunjungan wisata yang diharapkan akan berhubungan erat dengan tingkat patisipasi masyarakat melalui lemtaga bantukannya, bagaimana menu:-:..Jt pendapat anda; 5. Dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat terkadang menimbulkan tawar menawar yang sulit untuk dicarikan jalan keluarnya, mengingat adanya kepentingan yang masing-masing tidak dapat dikorbankan, apakah saran dan harapan anda; 6. Bagaimana pola partisipasi masyarakat yang dikembangkan saat ini; 7. Bagaimana saran anda tentang partisipasi masyarakat melalui lembaga mereka yang baik
8. Apabila partisipasi masyarakat diwadahi dalam kelembagaan, apakah anda yakin akan
berhasil meningkatkan pembangunan
pariwisata,
bagaimana peran
Pemerintah, swasta, masyarakat dalam pemberdayaan lembaga ini; 10. Adakah aturan yang mensyaratkan bahwa setiap keputusan harus melibatkan unsur partisipasi masyarakat di dalamnya;
B. INTERNAL ENVIRONMENT 1. People a. Dalam melibatkan peran masyarakat sudah barang tentu diperlukan kualitas SDM yang memadahi, untuk itu apakah saran dan harapan anda; b. Apakah fungsi lembaga telah didukung oleh sejumlah personel yang sesuai dengan beban tugasnya; c. Bagaimana pola pengadaan tenaga pengelola lembaga tersebut.
2. Economic a. Suatu lembaga dalam
pe~alanannya
tidak dapat lepas dari pendanaan,
bagaimana dengan Jembaga anda; b. Dana yang tersedia apakah telah sesuai dengan kegiatan yang ada, mengapa; c. Apa saja aset yang lembaga miliki; d. Sejauh mana aset yang dimiliki mampu menanggulangi keperluan dana yang ada;
3. Information a. lnformasi sangat berguna bagi kemajuan lembaga, bagaimana menurut pendapat anda;
b. Suatu lembaga tak mungkin bebas dari pengaruh informasi, bagaimana sejauh ini lembaga anda memanfaatkannya; 4. Competencies
a. Tujuan
pembangunan salah satunya adalah peningkatan pendapatan,
bagaimana pendapat anda; b. Lembaga anda sangat erat dengan pengerahan kemampuan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, apakah hal ini telah disadari oleh semua anggotanya; c. Sehubungan dengan itu apakah kemampuan personelnya telah sesuai dengan tujuan pembangunan, khususnya pariwisata; d. Apakah pemimpin yang ada dalam lembaga ini telah didukung oleh semua anggotanya, mengapa demikian; e. Lembaga biasanya tak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja, bagaimana pemimpin yang ada mengatasi hal ini; f. Bagaimana reaksi anggota ketika menghadapi kegiatan yang menuntut kerja
sama seuruh aggota yang ada; g. Apakah
semua anggota telah
meyakini bahwa
lembaga ini
mampu
mendatangkan kesejahteraan, kapan hal tersebut te~adi dan contohnya; 5. Structure
a. Lembaga sudah tentu memiliki sistem pembagian tugas dalam kegaiatannya, pendapat anda; b. Apakah pembagian tugas telah sesuai dengan tujuan lembaga; c. Apakah sistem pembagian tugas tersebut telah sesuai dengan tujuan lembaga pada saat ini;
d. Apakah yang terlibat dalam pembagian tugas tersebut telah sesuai dengcm keahliaannya; e. Bagaimana upaya penyelesaian konflik dalam pelaksanaan pembagian tugas; 6. Culture a. Bagaimana pola hubungan yang dikembangkan antara anggota dengan pelanggan, pemasok, dan lingkungannya; b. Apakah tujuan dari lembaga anda; c. Apakah anggota yang ada telah yakin de.1gan tujuan yang akan dicapai lembaga; d. Dalam mewujudkan tujuan adakah nilai dan norma tertentu yang dianut, apa saja; e. Dalam melaksanakan norma dan nilai dalam rangka mencapai tujuan tersebut, sejauh mana kesesuaiannya dengan norma dan nilai yang dimiliki anggotannya; 7. Present Strategy a. Dapatkah
upaya
pembangunan
pariwisata
menjadi
fenomena
yang
berpengaruh Juas di setiap Jembaga yang ada di wilayah anda, dan bilamana itu terjadi b. Dalam mewujudkan tujuan akan dijabarkan dalam program, bagaimana pendapat anda; c. Tahukah anda program yang ada di tingkat Kabupaten, dinas dan lembaga
a:1da d. Berapa prosen tingkat pencapaian program tersebut; e. Apakah program diterapkan secara berjenjar.g;
f. Bagaimana program apat.ila dihadapkan dengan sit.Jasi ·1ang tidak men.}ntu;
8. Performance a. Dalam menjalankan lembaga biasanya menghadapi persoalan teknis, pendapat anda; b. Bagaimana jika persoalan itu muncul; c. Bagaimana upaya lembaga dalam mewujudkan program yang
be~enjang
dalam rangka mengatasi permaslahan; d. Bagaimana dukungan masyarakat terhadap lembaga anda; e. Selama ini apakah ada persoalan yang pemah lembaga anda selesaikan; f. Telah berapa lama lembaga ini ada dan bagaimana perkembangannya dari
tahun ke tahun;
C. EXTERNAL ENVIRONMENT
1.
FORCE
a. Lembaga
politik
apa
saja
yang
mempengaruhi
lembaga
partisipasi
masyarakat, apa pengaruhnya; b. Apa saja pengaruh kejadian politik yang mempengaruhi lemabaga partisipasi masyarakatapa; c. Lembaga ekonomi apa saja yang mempengaruhi lembaga partisipasi masyarakat, apa pengaruhnya; d. Apa saja Pengaruh kejadian ekonomi yang mempengaruhi lemabaga partisipasi masyarakat; e. Bagaimana pengaruh antar lembaga partisipasi masyarakat yang ada; f. Bagaimana pengaruh tokoh masyarakatat I ulama terhadap penyelenggaraan
pariwisata termasuk lembaga partisispasi masyarakat;
g. Adakah norma dan nilai yang berasal dari tokoh masyarakat I ulama baik yang mendukung ataupun yang menentang keberadaan lembaga partisipasi masyarakat dan pariwisata pada umumnya;
2.
KEY RECOURCE
a. Bagaimana
keterlibatan
lembaga lain
(Pemerintah
daerah
lain,
Biro
perjalanan dan anggota PHRI, LSM dan paguyuban-paguyuban masyarakat pariwisata) dalam turut serta meningkatkan kunjungan wisata; b. Apakah para pelaku wisata yang ada mendukung keberadaan lembaga partisipasi masyarakat; c. Bagaimana peran serta tokoh masyarakat yang ada dalam memajukan peran lembaga partisipasi masyarakat masyarakat; d. Adakah keberadaan lembaga partisipasi masyarakat selama ini mempunyai dukungan terhadap kedatangan dan lama tinggal wisatawan di obyek wisata Baturraden, bagaimana datanya; e. Bagaimana pengaruh peraturan dalam turut mengembangkan lembaga partisipasi masyarakat;
3.
COMPETITORS DAN COLLABORATORS;
a. Dengan
semakin
pentingnya
pariwisata
sebagai
pendukung
PAD,
bagaimana pengaruh pertumbuhan objek wisata diluar wilayah Baturraden terhadap peran lembaga partisipasi masyarakat; b. Lembaga
apa
saja
yang
menjadi
pendukung
lembaga
partisipasi
masyarakat; c. Apa bentuk dukungannya; d. Lembaga apa saja yang menjadi pesaing lembaga partisipasi masyarakat;
e. Apa saja bentuk persaingannya
Pengembangan Kelembagaan Partisipasi Masyarakata:
1.
PENYERAHAN KEWENANGAN PADA MASYARAKAT
a. Pernahkah ada kesepakatan antara pelaku pariwisata (Pemerintah, swasta, masyarakat) dalam perencanaan pariwisata, apabila pernah bilamana pernah dilaksanakan; b. Bagaimana keterkaitan unsur Eksekutif, yudikatif dan legislatif dalam mendukung
pelaksanaan
program
pembangunan
pariwisata
dan
bagaimana peran mereka masing-masing; c. Sejauh mana kebijakan yang dikeluarkan mampu memberi ruang bagi masyarakat untuk turut serta dalam pengambilan keputusan; d. Kewenangan I peran apa sajakah yang dimiliki masyarakat bersama lembaganya dalam turut serta merencanakan pembangunan pariwisata; e. Adakah anggota legislatif yang berlatar belakang kepariwisataan; f. Kapankah lembaga partisipasi masyarakat diberikan kesempatan untuk turut memberikan kontrol terhadap penyelenggaraan kepariwisataan;
8.
KETERLIBATAN DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN
a. Pernahkah
diupayakan
keterlibatan
masyarakat
dalam
perumusan
kebijakan; b. Sejauh mana masyarakat pernah turut serta dan mampu mengatasi masalah kepariwisataan mereka sendiri;
c. Bagaimana para pihak (DPR, Pemerintah) memperlakukan gagasan yang berasal dari masyarakat dalam turut serta memajukan kepariwisataan; d. Bagaimana persepsi tentang permasalah kepariwisataan antara para pelaku pariwisata,
dan apa reaksi masyarakat terhadap permasalahan
kepariwisataan yang telah disepakati sebelumnya; e. Bagaimana keberadaan pariwisata yang berbasis pada atraksi yang diselenggarakan oleh masyarakat lokal; f. Bagaimana keberadaan pariwisata yang berbasis pada atraksi yang ramah
terhadap lingkungan; g. Adakah upaya pemberdayaan lembaga partisipasi masyarakat selama ini; h. Masyarakat biasanya kurang bertanggung jawab terhadap partisipasinya, untuk itu sejauh mana upaya mengarahkan pada peran aktif mereka dalam pariwisata;
Pembangunan Pariwisata : 1. Bagaimana perkembangan PAD dari sektor pariwisata 4 tahun terakhir dan bagaimana perkiraannya ke depan ; 2. Bagaimana pengaruh pembangunan kepariwisataan terhadap berkembangnya pendapatan
masyarakat
pariwisata
4
tahun
terakhir
dan
bagaimana
perkiraannya ke depan; 3. Bagaimana pengaruh pertumbuhan kesempatan
ke~a
terhadap pembangunan
pariwisata 4 tahun terakhir dan bagaimana perkiraannya ke depan.
UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM PASCA SARJANA PROGRA.l\'1 STUDI MAGISTER ADMINISTRAS I PUBLIK Jl. Prof. D:r. Sardjlto, SekJp, Yogyakarta 55281, Telp. (0274) 563815, 902117, 588234 Fax. (0274) 589655
Nomor : 2.0 1/UGMIMAP/Su rvey/ Hal : Ijin Penclitian
Kepada : Yth.
Dengan honnat, Dalam rangka penyusunan tugas akhir/tesis, Pengelola Program Studi Magister Administrasi Publik Program Pasca Sarjana Universitas Ga~jah Mada CMAP-UGM) Yogyakarta mem intakan ijin bagi mahasiswa tersebut di bawah ini untuk melakukan penelitian di Instansi yang Bapak: I Ibu pimpin. Nama Mahasiswa
De s l(.~ r t
Nomor Mahasiswa
4~2 7 /PS /HAP / 99
Konsentrasi
thn:J.jeme n
Judul Tesis
P erencn n ~~ n LP.mb a~n
lum
S otyo D.i2tmiko
S t r 2 tegis
~ Pn ~e m b :J. n ~an
Par t is :l.p ~s i f,.l ns:r2 r' , .\( a t Dn-
P emb ~ n~una n
Pnri~iq~t~
Atas perh~tian dan kerjasarna yang baik diucapkan terima kasih.
ola Program Stud i MAP-UGM
Tembusan Kepada :
Lampiran 1
Interaksi antar anggota HPI dan wisatawan asing
"Gang Sadar [" (Lokalisasi Baturraden) di waktu malam
Lampiran 2
Interaksi antar pedagang, pengasong, angkutan wisata dan wisatawan
Pangkalan ojek sebagai tempat interaksi antara pengojek dan wisatawan
Ol'f'MYW
I
" 0:-!=~~"i
ft.4.'ttifJS~¥MnS
··ooooz "lo
"7o0Cfol'oiij!
NVV!JliVH!lN3d
I'ELANOOARAN
!) :131di~O:I
··ooo·st ·"lo