JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Rifdia Arisandi, dan Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Apron merupakan salah satu komponen utama dalam sistem bandar udara. Kinerja apron ini perlu dievaluasi secara berkala seiring dengan pertambahan jumlah masyarakat yang menggunakan pesawat terbang sebagai salah satu moda transportasi. Apron yang tersedia harus dapat melayani kebutuhan gate pesawat agar tidak terjadi kejenuhan yang mana dapat mengakibatkan keterlambatan pesawat. Kemampuan apron untuk melayani kebutuhan gate pesawat berkaitan pula dengan fasilitas sisi udara yang lain yaitu runway dan exit taxiway. Sehingga perlu dianalisis pula untuk pengembangan runway dan exit taxiway. Dengan data pergerakan pesawat yang didapat, dilakukan perhitungan forecasting peak hour rencana di Tahun 2022. Setelah itu dilakukan perhitungan desain, dimensi, dan perkerasan untuk apron, runway, dan exit taxiway. Seluruh perhitungan berdasarkan metode dari Federal Avioation Association (FAA). Dalam perhitungan perkerasannya, untuk apron digunakan metode Rigid Pavement sedangkan untuk runway dan taxiway digunakan metode Flexible Pavement. Dari hasil perhitungan, didapatkan peak hour rencana di Tahun 2022 sebesar 51 pergerakan. Pengembangan apron yang perlu dilakukan adalah penambahan jumlah gate position menjadi 39 buah, dengan luas apron rencana 1691,36 × meter 124 meter. Perkerasan apron menggunakan tebal slab 43 cm dan tebal subbase 16 cm. Penulangan slab beton menggunakan tulangan 8D19-12, serta dowel dengan panjang 51 cm dan spasi arah longitudinal dan transversal 46 cm. Pengembangan fasilitas sisi udara meliputi pula pengembangan runway dan exit taxiway. Didapatkan dimensi rencana runway adalah 3925 meter × 45 meter. Untuk perkerasannya, runway dan exit taxiway menggunakan tebal perkerasan total 115 cm. Sedangkan untuk exit taxiway direncanakan penambahan jumlah exit taxiway menjadi 6 buah. Terdapat empat exit taxiway 30⁰ dan dua exit taxiway 90⁰ di setiap ujung runway. Kata kunci: Bandar Udara Internasional Forecasting, Peak-Hour rencana, Pesawat rencana.
Juanda,
I. PENDAHULUAN aat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan aman. Apabila kita tinjau dari dua hal tersebut, transportasi udara adalah pilihan yang tepat. Ditinjau dari waktu tempuh perjalanan, transportasi udara jelas lebih unggul bila dibandingkan dengan jenis transportasi yang lain. Peningkatan kebutuhan akan angkutan udara akan mengakibatkan terjadinya peningkatan penggunaan airside bandara. Hal ini mendorong penulis melakukan pengkajian penggunaan dan perencanaan pengembangan salah satu sistem dalam airside bandara yaitu apron sebagai lokasi parkir pesawat, dengan mengambil lokasi studi di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Sebelumnya telah
S
dilakukan studi yang mengkaji tentang apron Bandar Udara Internasional Juanda dengan forecasting hingga 2022. Dari hasil forecasting yang dilakukan dalam studi yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan data untuk tahun 2013 sebesar 3.826.028 penumpang, 22.989.652 kg bagasi, 43.648.074 kg kargo, dan 3.333.421 kg pos [1]. Namun berdasarkan hasil rekap data dari pihak Angkasa Pura I sebagai operator Bandar Udara Internasional Juanda, didapatkan data 10.777.5250 penumpang, 94.694.031 kg bagasi, 77.955.110 kg kargo, dan 1.464.052 kg pos [2]. Dari sini dapat dilihat bahwa terdapat ketidaksesuaian antara forecasting yang telah dilakukan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Perbedaan nilai dari dua data tersebut cukup jauh. Diperlukan perhitungan yang lebih bak lagi sehingga dapat menghasilkan hasil forecasting yang lebih akurat pula, yang mana hasil tersebut akan digunakan dalam melakukan desain pengembangan apron. Selain itu, peranan apron sebagai tempat parkir pesawat sangatlah penting. Kapasitas apron harus dapat melayani seluruh pesawat yang datang, apabila pesawat tidak dapat dilayani maka akan terjadi penumpukan. Hal ini akan mengakibatkan keterlambatan jadwal penerbangan dan menurunkan tingkat pelayanan bandara. Pada saat ini kapasitas apron Bandara Juanda adalah 27, namun di beberapa kondisi peak hour terjadi penumpukan pesawat di apron akibat kejenuhan kapasitas apron. Contohnya pada tanggal 12 dan 14 Oktober 2011, pesawat yang menggunakan apron sebanyak 29 buah [3]. Maka dapat kita simpulkan perlu dilakukan evaluasi mengenai kinerja penggunaan apron dan kemungkinan kinerjanya selama beberapa tahun mendatang agar bisa didapat suatu solusi yang tepat untuk mengatasi peningkatan kebutuhan pesawat. II. METODOLOGI A. Persiapan Memmpelajari latar belakang dan permasalahan yang ada di apron Bandar Udara Juanda. B. Studi Literatur Mempelajari dasar teori dan rumus yang akan dipakai dalam pengerjaan perencanaan pengembangan apron. C. Pengumpulan dan Analisis Data a. Data Primer Untuk mendapatkan data primer, dilakukan survey secara langsung di area apron bandara. Data yang perlu untuk disurvey adalah jumlah pemakaian gate position dan lama parkir pesawat.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Data Sekunder Data sekunder yang digunakan merupakan data yang didapatkan dari PT Angkasa Pura 1 dan Dinas Perhubungan Cabang Surabaya. D. Analisa Data dan Forecasting a. Peak hour penumpang dan pesawat rencana Dari data penumpang dan pergerakan pesawat selama 5 tahun yang telah didapat sebelumnya, dilakukan analisa dan forecasting dengan metode linier. b. Estimasi kapasitas runway rencana Estimasi dilakukan dengan metode dari FAA yaitu PHOCAP (Practically Hourly Capacity), dengan langkah kerja sebagai berikut : 1. Mencari harga kapasitas dasar runway/jam. 2. Presentase kedatangan pergerakan pesawat. 3. Faktor tak menentu 4. Faktor exit taxiway E. Perhitungan Perencanaan Apron Dalam perencanaan kebutuhan apron, dilakukan perhitungan perencanaan struktur atas dan perkerasan apron sebagai berikut : a. Perencanaan airside bandara Untuk memfasilitasi apron rencana, maka perlu dilakukan perhitungan rencana airside bandara. Yang perlu ditinjau adalah runway dan taxiway. b. Jumlah gate position Perhitungan gate position mempertimbangkan hasil estimasi kapasitas maksimum runway. Untuk jumlah gate position dihitung berdasarkan jumlah gerakan peak hour pesawat rencana dan lama waktu parkir pesawat. Lahan yang akan digunakan untuk pengembangan apron terdapat di sisi timur bandara. c. Konsep apron Dalam penetuan konsep apron, poin-poin yang harus diperhatikan adalah : 1. Konfigurasi terminal 2. Karakteristik fisik pesawat 3. Pemilihan cara parkir 4. Pengaruh jet blast, diving, 5. Manuver pesawat menuju tempat parkir, power in & power out/power in-push d. Dimensi apron Untuk melakukan perhitungan dimensi luas apron, poin-poin yang harus diperhatikan adalah : 1. Jumlah gate position 2. Sistem parkir pesawat 3. Pergerakan pesawat in/out 4. Batas kawasan ruang udara bebas rintangan e. Fasilitas apron f. Perkerasan apron Perkerasan apron menggunakan metode rigid pavement dari FAA. Berikut ada langkah pengerjaannya : 1. Tentukan roda pendaratan utama 2. Tentukan jenis pesawat rencana 3. Tentukan beban roda pendaratan utama pesawat 4. Tentukan nilai ekivalen keberangkatan tahunan pesawat rencana 5. Menentukan tebal perkerasan total.
2
b.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengolahan Data Ground Handling Untuk mendapatkan nilai rata-rata ground handling dan nilai standar deviasi menggunakan persamaan sebagai berikut:
Tujuan dari perhitungan nilai rata-rata adalah untuk mengetahui durasi rata-rata yang diperlukan oleh sebuah pesawat untuk menjalankan setiap aktivitas. Sedangkan tujuan dari perhitungan nilai standar deviasi adalah untuk mengetahui homogenitas kelompok dari sebaran data yang ada. Rangkuman perhitungan standar deviasi durasi masingmasing dan total kegiatan ground handling dapat dilihat pada Tabel 1. Dari nilai standar deviasi yang didapat dapat membuktikan bahwa durasi aktifitas setiap pesawat cukup bervariasi (tidak sama) oleh karena itu digunakan nilai ratarata durasi ground handling pada Tabel 2. Tabel 1. Rangkuman Nilai Standar Deviasi Kegiatan Ground Handling No. 1 2 3 4 5 6 7
Standar Deviasi 0,536 0,679 0,823 0,545 0,544 0,651 0,638 0,89
Kegiatan Block On Menurunkan Bagasi Menaikkan Bagasi Pembersihan Pengisian Bahan Bakar Pengadaan Makanan Boarding Total
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Durasi Ground Handling Lama Ground Handling (menit) x 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
Jumlah Pesawat y 2 1 4 7 7 4 3 7 35
x.y (menit) 76 39 160 287 294 172 132 315 1475 42,14
Dari Tabel 2. diketahui durasi ground handling pesawat selama 38-45 menit dengan waktu ground handling rata-rata 42,14 menit. Berdasarkan nilai sebaran (standar deviasi) dan plotting aktifitas ground handling, digunakan batas sebagai durasi ground handling pesawat yaitu 45 menit. Durasi inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar pada perhitungan perencanaan jumlah gate position. B. Pengumpulan dan Pengolahan Data Forecasting Regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Jadi nilai Y dipengaruhi dan ditentukan oleh nilai X, namun tidak berlaku sebaliknya. Metode regresi linier ini hanya memiliki satu variabel bebas. Bentuk umum persamaan regresi linier: Yi = a + b Xi ; i = 1, 2, .... N Dimana: Y = variabel terikat (dependent variable) X = variabel tidak terikat (independent variable)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 a, b = parameter regresi i = pengamatan yang ke - i N = banyaknya pengamatan Berdasarkan perhitungan regresi linier didapatkan persamaan Yi = 74703 + 3595 Xi untuk pesawat Kelas III-C. Hasil forecasting didapatkan jumlah pergerakan pesawat Kelas III-C di tahun rencana (Tahun 2022) sebesar 139.420. Dan untuk pesawat Kelas V-E, didapatkan persamaan Yi = 3428 + 164,96 Xi. Hasil forecasting didapatkan jumlah pergerakan pesawat Kelas V-E di tahun rencana (Tahun 2022) sebesar 6.398. C. Peak Hour Rencana Mencari Peak Month Movement Untuk mendapatkan peak month ratio adalah mencari nilai perbandingan antara volume pergerakan bulanan dengan volume tahunan tahun yang ditinjau. Dari rekapitulasi dari pergerakan peak month dan pergerakan tahunan dari Tahun 2005-2011 didapatkan peak month ratio yang paling besar untuk pesawat Kelas III-C sebesar 0,097 dan pesawat Kelas V-E sebesar 0,98. Nilai inilah yang digunakan untuk menghitung peak month movement berdasarkan kelas pesawat sebagai berikut: Peak Month Movement Pesawat Kelas III-C = Pergerakan pesawat di Tahun 2022 * peak month ratio = 139.420 * 0,097 = 13219 pergerakan Peak Month Movement Pesawat Kelas V-E = Pergerakan pesawat di Tahun 2022 * peak month ratio = 6.398 * 0,098 = 607 pergerakan Mencari Peak Day Movement Seperti halnya perhitungan sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu peak day ratio. Untuk mendapatkan peak month ratio adalah mencari nilai perbandingan antara volume pergerakan harian tersibuk (peak day) dengan volume bulan tersibuk (peak month) dari Tahun 2005-2011. Berdasarkan perhitungan peak month ratio diketahui bahwa Bulan Desember 2011 adalah peak month dengan volume pergerakan maksimum dalam satu hari untuk pesawat Kelas III-C adalah 188 pergerakan dan pesawat Kelas V-E adalah 8 pergerakan. Didapatkan peak month ratio pesawat Kelas III-C adalah 0,0187 dan pesawat Kelas V-E adalah 0,019. Nilai inilah yang digunakan untuk menghitung peak day movement berdasarkan kelas pesawat sebagai berikut: Peak Month Movement Pesawat Kelas III-C = peak month movement * peak day ratio = 13219 * 0,0187 = 235 pergerakan Peak Month Movement Pesawat Kelas V-E = peak month movement * peak day ratio = 607 * 0,019 = 11 pergerakan Mencari Peak Hour Movement Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa nilai peak day untuk pesawat Kelas III-C adalah 188 pergerakan dan pesawat Kelas V-E adalah 8 pergerakan. Nilai peak hour Kelas III-C adalah 27 pergerakan dan pesawat Kelas V-E adalah 2 pergerakan. Didapatkan peak hour ratio pesawat Kelas III-C yaitu 0,204 dan pesawat Kelas V-E yaitu 0,25.
3 Nilai inilah yang digunakan untuk menghitung peak hour movement berdasarkan kelas pesawat sebagai berikut: Peak Hour Movement Pesawat Kelas III-C = peak day movement * peak hour ratio = 235 * 0,204 = 48 pergerakan Peak Hour Movement Pesawat Kelas V-E = peak day movement * peak hour ratio = 11 * 0,294 = 4 pergerakan Jadi, peak hour rencana di Tahun 2022 untuk pesawat Kelas III-C adalah 48 pergerakan dan pesawat Kelas V-E adalah 3 pergerakan. Total peak hour rencana di Tahun 2022 sebesar 51 pergerakan. D. Estimasi Kapasitas Runway Perencanaan kapasitas runway menurut FAA adalah berdasarkan perhitungan Practically Hourly Capacity atau PHOCAP [4]. Langkah-langkah perhitungan PHOCAP berdasarkan beberapa hal yang harus ditunjau, yaitu harga exit rating, runway rating dan rasio kedatangan/keberangkatan, Mix Index (MI), dan persentase kedatangan. Perhitungan Estimasi Kapasitas Runway ini berdasarkan kondisi kondisi VFR (Visual Flight Rules) dan kondisi IFR (Instrument Flight Rules). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai pergerakan kondisi VFR sebesar 56 dan kondisi IFR sebesar 53. E. Perhitungan Airside Pengembangan Apron a. Jumlah Gate Position Jumlah gate position eksisting Bandar Udara Juanda adalah 27 buah. Berdasarkan data sekuder mengenai jumlah pemakaian apron di Tahun 2011, diketahui bahwa jumlah gate position maksimal yang dibutuhkan pada saat peak hour sebesar 29 buah, dengan rincian 27 gate position digunakan untuk pesawat Kelas III-C dan 2 gate position digunakan untuk pesawat Kelas V-E. Untuk mengetahui jumlah gate position di Tahun 2022 dilakukan dengan metode perbandingan jumlah pergerakan pesawat di tahun yang ditinjau dengan jumlah pergerakan pesawat dan jumlah gate position yang digunakan di tahun 2011. Dari Tabel 3. diketahui di Tahun 2022 dibutuhkan 36 gate untuk pesawat Kelas III-C. Dan dari Tabel 4. diketahui di Tahun 2022 dibutuhkan 3 gate untuk pesawat Kelas V-E. Berikut ini adalah langkah perhitungannya: Untuk pesawat Kelas III-C Data di Tahun 2011: Jumlah penggunaan gate position = 27 gate Jumlah pergerakan pesawat = 103.570 pergerakan Contoh perhitungan : Y2013 = = 28 gate Y2014 =
= 29 gate
Y2022 =
= 36 gate
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
Tabel 3. Jumlah Gate Position yang Dibutuhkan Untuk Pesawat III-C Tahun ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tabel 5. Rekapitulasi Jumlah Gate Position Tahu n
Jumlah Pergerakan Tahunan
Jumlah Gate yang Dibutuhkan
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
82.960 82.338 83.374 82.856 90.104 98.392 103.570 103.466 107.062 110.657 114.253 117.848 121.443 125.039 128.634 132.229 135.825 139.420
22 21 22 22 23 26 27 27 28 29 30 31 32 33 34 34 35 36
Metode
Horonjeff
Rumus G= (V×T)/U
Jumlah Gate
Keterangan
Kelas III-C
36
Kelas V-E
3
G =Jumlah gate V = Vol. pergerakan kedatangan T = Waktu parkir U = Faktor pemakaian gate
n=m× q×t
Piper
Six Frederick Snow & Partners
Kelas III-C
28
Kelas V-E
2
n =Jumlah gate m = Vol. Pergerakan pesawat q = Proporsi kedatangan T = Waktu parkir
n = 1,1 ×m
Kelas III-C
32
Kelas V-E
2
n =Jumlah gate m = Vol. pergerakan kedatangan
Y2014 =
= 2 gate
b. Perhitungan Dimensi Apron Dalam melakukan desain dimensi apron terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan karena hal-hal ini menjadi dasar acuan perhitungan dimensi apron [5] namun yang paling utama adalah karakteristik pesawat rencana. Digunakan pesawat B-738 sebagai pesawat rencana Kelas III-C dan pesawat B-747 sebagai pesawat rencana kelas V-E. Tabel 6. adalah ukuran karakteristik pesawat B738 dan B-747.
Y2022 =
= 3 gate
Tabel 6. Ukuran Karakteristik Pesawat B-738 dan B-747
Untuk pesawat Kelas V-E Data di Tahun 2011: Jumlah penggunaan gate position = 2 gate Jumlah pergerakan pesawat = 4.752 pergerakan Contoh perhitungan : Y2013 = = 2 gate
Tabel 4. Jumlah Gate Position yang Dibutuhkan Untuk Pesawat V-E Tahu n ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tahu n
Jumlah Pergerakan Tahunan
Jumlah Gate yang Dibutuhkan
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
3.806 3.778 3.825 3.802 4.134 4.514 4.752 4.748 4.913 5.078 5.243 5.408 5.573 5.738 5.903 6.068 6.233 6.398
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3
Selain menghitung dengan metode forecasting, perlu dilakukan perhitungan pembanding dengan beberapa metode seperti yang terlihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil perhitungan gate position dengan empat metode, digunakan jumlah gate position berdasarkan hasil perhitungan Metode Forecasting dan Metode Horonjeff sebesar 39 gate. Kedua metode tersebut memiliki jumlah gate position terbesar dan memiliki hasil yang sama.
KLASIFIKASI PESAWAT
TIPE
PESAWAT
BENTANG SAYAP (M)
PANJANG BADAN (M)
III-C
B-738
35,8
39,5
V-E
B-747
79,75
72,73
TOTAL GATE POSITION 36 (32 linear menghadap gedung terminal, 4 linear berlawana gedung terminal) 3
Perhitungan luas apron menggunakan rumus berdasarkan FAA sebagai berikut: Luas Apron = panjang apron × (banyak gate × lebar gate) = (L + Cb + Asv + P) × (G × (W + (0,1 × W) + Cw)) Dimana: L = panjang badan pesawat W = bentang sayap pesawat Cb = area bebas antara ujung pesawat dengan gedung terminal Cw = area bebas antar ujung sayap pesawat Asv = area bebas untuk mobil service pesawat P = area traktor sebagai alat bantu push-out pesawat Untuk Pesawat Kelas III-C Luas Apron = (L + Cb + Asv + P) × (G × (W + (0,1 × W) + Cw)) = (39,5 + 4,5 +3,7 + 9,2) × (32 × (35,8 + (0,1 ×35,8) + 4,5)) = (57 × 1404,16) meter Untuk Pesawat Kelas V-E Luas Apron
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
= (L + Cb + Asv + P) × (G × (W + (0,1 × W) + Cw)) = (72,73 + 8 + 3,7 + 9,2) × (3 × (79,75 + (0,1 ×79,75) + 8)) = (93,63 × 287,2) meter Setelah itu dilakukan perhitungan panjang total. Panjang apron total adalah panjang apron yang dibutuhkan pesawat Kelas III-C dan pesawat Kelas V-E. Sedangkan untuk lebar apron, dipilih lebar apron yang memiliki nilai paling besar. Maka lebar apron digunakan lebar apron pesawat Kelas V-E. Luas apron eksisting Bandara Juanda adalah 124 meter × 1036,5 meter. Sedangkan dari hasil perhitungan luas apron rencana di Tahun 2022 adalah 124 meter × 1691,36 meter. Dapat disimpulkan bahwa untuk lebar apron eksisting masih dapat mencukupi lebar apron yang dibutuhkan sesusai pesawat rencana. Namun, perlu dilakukan penambahan panjang apron sebesar 654,86 meter. c. Perhitungan Tebal Perkerasan Untuk menentukan tebal perkerasan apron menggunakan metode rigid pavement [6]. Perkerasan ini terdiri dari lapisan surface berupa slab beton dan subbase. Berikut ini adalah perhitungan tebal perkerasan apron: Mencari nilai Equivalent Dual Gear Departure (R2) yang mana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7. Persamaan yang digunakan: R2 = faktor pengali untuk keberangkatan × average annual kedatangan = 1,7 × 897 = 1.525 Mencari Wheel Load (W2), digunakan persamaan: W2 = MTOW × W2 = 61750 × Mencari Wheel Load Rencana (W1), digunakan nilai wheel load terbesar Equivalent Annual Departure, digunakan persamaan: Log R1 = Log R2 [W2/W1] = Log 1.525 [61750/98918,8] R1 = 3.047,98 Tabel 7. Rekapitulasi Equivalent Dual Gear Departure (R2) Tipe Pesawat
Gear Type
Av. Annual Depart ure
MTOW (lbs)
Equivalent Dual Gear Departure (R2)
Wheel Load (lbs) (W2)
Wheel Load Design Aircraft (lbs) (W1)
Eq. Ann. Departure Design Aircraft
ATR-72
Dual Wheel
4.485
49604
4.485
11781
98918,8
18,197
A-320
Dual Wheel
7.026
170000
7.026
40375
98918,8
287,078
A-330
Dual Tandem
897
520000
1.525
61750
98918,8
327,340
A-332
Dual Tandem
523
507000
889
60206
98918,8
199,986
A-333
Dual Tandem
897
530000
1.525
62938
98918,8
345,939
B-732
Dual Tandem
7.045
174200
11.977
20686
98918,8
73,282
B-733
Dual Tandem
18.207
174200
30.951
20686
98918,8
113,240
B-734
Dual Tandem
14.111
174200
23.989
20686
98918,8
100,693
B-735
Dual Tandem
489
174200
832
20686
98918,8
21,627
B-738
Dual Tandem
9.194
174200
15.630
20686
98918,8
82,794
14.501
174200
24.652
20686
98918,8
101,859
1.794
833000
3.050
98919
98918,8
3.047,894
747
101000
747
23988
98918,8
26,001
897
140000
897
33250
98918,8
51,522
523
149500
523
35506
98918,8
42,559
448
168000
448
39900
B-739 B-747 F-100 MD-80 MD-82 MD-90
Dual Tandem Double Dual Tandem Dual Wheel Dual Wheel Dual Wheel Dual Wheel
98918,8 Total=
48,305 4.888,316
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan besar nilai Equivalent Annual Departure (R1) yaitu 4.888 dengan pesawat rencana B-747. Maka, karakteristik pesawat B-747 yang nantinya digunakan sebagai dasar perhitungan tebal perkerasan. Data perencanaan rigid pavemet adalah sebagai berikut: Gross weight dual tandem aircraft (B-747) = 833.000 lb Subgrade K (rencana) = 300 pci Subgrade Soil = ML Concrete Flexural Strength = 600-650 psi (digunakan 600 psi) Tebal subbase (rencana) = 6 inchi (minimal 4 inchi) 1.) Mendapatkan nilai K On Top Of Subbase (lb/in3) Memplotkan besar tebal lapisan subbase rencana (6 inchi) pada Gambar 5.4. , ditarik garis vertikal ke atas hingga bertemu dengan nilai K=300. Titik pertemuannya ditarik garis horizontal ke kiri sehingga mendapatkan nilai K On Top Of Subbase 380 lb/in3.
Gambar 5.5. K On Top Of Subbase (Sumber: FAA, 2010) 2.) Mencari Tebal Slab Beton Dengan Gambar 1. memplotkan Concrete Flexural Strength (600 psi) dan ditarik garis horizontal ke kanan bertemu dengan nilai K=300, gross weight (833.000 lb, dan nilai annual departures yang digunakan adalah 4.888 pergerakan maka digunakan tebal slab beton dengan asumsi annual departures 6000 pergerakan, sehingga tebal slab beton adalah 16,9 inchi = 43 cm
Gambar 1. Tebal Slab Beton (Sumber: FAA, 2010) Setelah mendapatkan tebal slab beton, dilakukan perhitungan penulangan perkerasan sebagai berikut: Direncanakan: Panjang slab beton (L) = 5 meter = 16,40 ft (berdasarkan Tabel 5.8)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
6
Jarak construction joint = 5 meter (berdasarkan Tabel 5.8) Tebal slab beton (t) = 43 cm = 16,93 in Tegangan tarik ijin (fs) = 3200 kg/cm2 = 45515 lb/in2 Tekanan ban = 185 psi
Tabel 9. Letak Exit Taxiway Rencana No. 1 2 3 4 5 6
Direncanakan tulangan diameter 19 mm
Jumlah tulangan (n)
=
Digunakan 8D19 Maka dapat disimpulkan bahwa, perkerasan apron menggunakan tebal slab beton 16,9 inchi = 43 cm dengan tulangan 8D19-12 dan tebal subbase 6 inchi = 15,24 cm. Sebagai penyambung antara slab beton, berdasarkan Tabel 8 dibutuhkan dowel yang mana untuk tebal slab beton sebesar 17 inchi digunakan dowel dengan diameter 40 mm, panjang 510 mm, dan spasi ke arah longitudinal dan transversal sebesar 460 mm. Tabel 8. Ketentuan Tebal Slab Beton
Dimensi dan Spasi Dowel
Diameter
6-7 in (150-180mm)
3/4in (20mm)
8-12 in (210-305mm)
1 in (25mm)
13-16 in (330-405mm)
1,25 in (30mm)
17-20 in (430-510mm)
1,5 in (40mm)
21-24 in (535-610mm)
2 in (50mm)
Panjang
Spasi
18 in (460mm) 19 in (480mm) 20 in (510mm) 20 in (510mm) 24 in (610mm)
12 in (305mm) 12 in (305mm) 15 in (380 mm) 18 in (460mm) 18 in (460mm)
Pengembangan Runway Berdasarkan hasil perhitungan panjang runway rencana [7] didapatkan dimensi runway: 3925 meter × 45 meter (single runway). Sedangkan untuk dari perhitungan perkerasan runway yang menggunakan metode Flexible Pavement [8], didapatkan tebal masing-masing lapisan sebagai berikut: Lapisan surface : 5 inchi = 13 cm Lapisan subbase : 24,5 inchi = 62 cm Lapisan base : 15,5 inchi = 40 cm Total tebal perkerasan (T) : 45 inchi = 115 cm Pengembangan Exit Taxiway Direncanakan exit taxiway dengan lebar 30 meter dan sudut 30⁰. Pemilihan besar sudut tersebut berdasarkan ketentuan FAA, yang mana besar sudut tersebut merupakan besar sudut terbaik yang dapat memfasilitasi pesawat dengan kecepatan hingga 60 mph. Berdasarkan hasil perhitungan exit taxiway rencana [9], didapatkan letak exit taxiway dari Threshold seperti pada Tabel 9.
Jarak dari Threshold RW 10 0 925 1500 2425 3000 3925
RW 28 3925 3000 2425 1500 925 0
Perkerasan exit taxiway Pavement, dengan tebal berikut: Lapisan surface Lapisan subbase Lapisan base Total tebal perkerasan (T)
Sudut
Exit Speed (mph)
90⁰ 30⁰ 30⁰ 30⁰ 30⁰ 90⁰
15 15 15 15 15 15
dan taxiway paralel: Flexible masing-masing lapisan sebagai
: 5 inchi = 13 cm : 24,5 inchi = 62 cm : 15,5 inchi = 40 cm : 45 inchi = 115 cm
IV. KESIMPULAN Dari hasil perhitungan, didapatkan peak hour rencana di Tahun 2022 sebesar 51 pergerakan. Pengembangan apron yang perlu dilakukan adalah penambahan jumlah gate position menjadi 39 buah, dengan luas apron rencana 1691,36 × meter 124 meter. Perkerasan apron menggunakan tebal slab 43 cm dan tebal subbase 16 cm. Penulangan slab beton menggunakan tulangan 8D19-12, serta dowel dengan panjang 51 cm dan spasi arah longitudinal dan transversal 46 cm. Pengembangan fasilitas sisi udara meliputi pula pengembangan runway dan exit taxiway. Didapatkan dimensi rencana runway adalah 3925 meter × 45 meter. Untuk perkerasannya, runway dan exit taxiway menggunakan tebal perkerasan total 115 cm. Sedangkan untuk exit taxiway direncanakan penambahan jumlah exit taxiway menjadi 6 buah. Terdapat empat exit taxiway 30⁰ dan dua exit taxiway 90⁰ di setiap ujung runway. [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
DAFTAR PUSTAKA
A. Kiswari. 1994. “Perencanaan Pengembangan Apron Dan Gedung Terminal Bandar Udara Juanda Surabaya Hingga 2013”. Surabaya: Jurusan Teknik Sipil ITS. 34-35. Angkasa Pura I. 2011. “Laporan Pergerakan Pesawat Tahunan”, Surabaya: Angkasa Pura I. Angkasa Pura I. 2011. “Laporan Pergerakan Pesawat Bulan September 2011”, Surabaya: Angkasa Pura I. N. Ashford. 2012. “Airport Engineering”, United State: John Wiley and Sons. Inc. 254-255. R. Horonjeff. 1994. “Planning and Design of Airport” United States: McGraw Hill. 252-254. R. Horonjeff. 1994. “Planning and Design of Airport” United States: McGraw Hill. 268-269. N. Ashford. 2012. “Airport Engineering”, United State: John Wiley and Sons. Inc. 312-318. N. Ashford. 2012. “Airport Engineering”, United State: John Wiley and Sons. Inc. 238-240.