PERENCANAAN LANSKAP WISATA DUKUH KARANGKULON DI DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA
LATIFA MULIAWATI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2012
Latifa Muliawati NRP A44070041
RINGKASAN LATIFAMULIAWATI. Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Dibimbing oleh VERA DIAN DAMAYANTI dan AFRA D.N. MAKALEW. Dukuh Karangkulon terletak di Desa Wukirsari , Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, Dukuh Karangkulon terletak pada koordinat 07°55’45”- 07°55’30” LS dan 110°23’27”110°24’30 BT. Pada bagian utara, Dukuh Karangkulon berbatasan dengan Dukuh Nagasari I, bagian selatan dengan Dukuh Kedungbuweng, kemudian pada bagian timur berbatasan dengan Dukuh Giriloyo dan bagian barat berbatasan dengan Dukuh Tilaman. Dukuh Karangkulon memiliki luas 105,83 Ha dengan sembilan Rukun Tetangga (RT). Dukuh Karangkulon merupakan salah satu sentra kerajinan batik di Desa Wukirsari. Budaya membatik telah ada di Dukuh Karangkulon sejak tahun 1780 bermula dari perintah pihak keraton Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan sandang para abdi dalem keraton yang menjaga makam raja di Desa Wukirsari. Sejak saat itu budaya membatik ada di Dukuh Karangkulon hingga saat ini. Hal tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik wisata yang dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dukuh karangkulon. Di samping potensi budayanya yang besar sebagai daya tarik wisata, Dukuh Karangkulon juga memiliki kendala dalam pengembangannya untuk menjadi kawasan wisata terkait dengan lokasinya yang dekat dengan Sesar Opak sebagai pusat Gempa Yogya pada tahun 2006. Akibat dari aktivitas gempa tersebut dan didukung dengan kondisi topografinya yang berbukit mengakibatkan Dukuh Karangkulon termasuk dalam kawasan rawan bencana longsor. Melihat potensi dan kendala ada, maka Dukuh Karangkulon memerlikan suatu perencanaan lanskap wisata yang berorientasi pada budaya membatik dengan mempertimbangkan kondisi bahaya lanskap bencana longsor. Tahap studi ini mengikuti tahapan perencanaan menurut Gold (1980) yang terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sistesis, konsep dan perencanaan. Dalam studi ini aspek yang dikaji mencakup aspek fisik, sosial budaya dan wisata. Pada tahap analisis, metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan spasial. Pada analisis spasial dilakukan pembobotan pada tiap aspek yaitu aspek fisik sebesar 30%, sosial budaya 40% dan wisata 30%. Pada aspek fisik, kompinen yang dianalisis secara spasial yaitu kesesuaian lahan untuk wisata, dan kerawanan bencana longsor. Hasil analisis spasial pada aspek fisik berupa zona kesesuaian untuk kegiatan wisata. Kemudian pada aspek sosial budaya komponen yang dianalisis secara spasial yaitu tata guna lahan. Parameter analisis yaitu keterkaitan fungsi penggunaan dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Hasil analisis dari aspek sosial budaya yaitu zona budaya. Terakhir, pada aspek wisata komponen yang dianalisis secara spasial yaitu obyek dan atraksi wisata, aksesibilitas dan sirkulasi serta fasilitas pendukung wisata. Hasil analisis dari aspek ini yaitu zona potensi wisata. Hasil dari analisis dari ketiga aspek kemudian di-overlay dan menghasilkan zona pengembangan wisata yang terdiri dari area pengembangan intensitas tinggi, sedang dan rendah. Zona pengembangan ini menjadi dasar untuk menghasilkan rencana blok yang terdiri dari zona penerimaan, wisata dan konservasi.
Konsep dasar perencanaan dalam studi ini yaitu mengembangkan lanskap Dukuh Karangkulon menjadi kawasan wisata batik yang memberi pengalaman serta pendidikan bagi pengunjung wisata Dukuh Karangkulon dengan mempertimbangkan kondisi fisik kawasan yang rawan bencana longsor. Perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon diharapkan memiliki fungsi wisata, edukasi dan konservasi. Kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon direncanakan terdiri dari dua tema yaitu wisata batik dan non-batik. Wisata dengan tema batik yaitu kegiatan wisata dimana seluruh aktivitas yang dilakukan berhubungan dengan budaya membatik mulai dari melihat kegiatan membatik yang dilakukan masyarakat di pemukiman, melihat proses pengolahan pewarna alami kain batik, mengunjungi showroom batik, belajar membatik hingga berbelanja kain batik. Wisata dengan tema non-batik merupakan wisata pendukung untuk memberi variasi kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Aktivitas wisata yang dilakukan yaitu mengunjungi makam Sunan Cirebon, mengenal makanan khas Dukuh Karangkulon, belajar menanam padi, serta mengenal permainan dan kesenian tradisional. Kegiatan wisata harus didukung dengan fasilitas wisata agar pengunjung dapat memperoleh pengalaman yang menyenangkan selama melakukan kegiatan wisata serta aman dari bahaya bencana longsor. Selain fasilitas wisata, vegetasi juga harus dihadirkan dalam kegiatan wisata baik untuk fungsi fisik sebagai pengarah,peneduh dan estetika, fungsi sosial budaya dalam bentuksawah dan kebun campuran, serta untuk fungsi konservasi. Hasil studi ini yaitu rencana lanskap wisata Dukuh Karangkulon yang terdiri dari rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas. Rencana tersebut dikembangkan berdasarkan konsep yang telah dibuat sebelumnya. Rencana lanskap dilengkapi dengan gambar potongan untuk memberi gambaran suasana di kawasan perencanaan. Daya dukung kawasan untuk meneriman kegiatan wisata yaitu jumlah maksimal pengunjung yang dapat diterima dalam satu hari sebesar 314 pengunjung dengan lama kunjungan 4,2 jam untuk pengunjung dengan lama kunjungan satu hari. Selama satu hari Dukuh Karangkulon dapat menyelenggarakan satu kali kegiatan wisata dengan tema batik dan non batik. Hal ini bertujuan untuk memberi kepuasan bagi pengunjung dengan memberi pelayanan yang maksimal dan masyarakat setempat tetap dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa terganggu oleh kegiatan wisata. Kata kunci : Perencanaan lanskap, wisata, Batik, Dukuh Karangkulon
©Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PERENCANAAN LANSKAP WISATA DUKUH KARANGKULON DI DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA
LATIFA MULIAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta
Nama
: Latifa Muliawati
NRP
: A44070041
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Vera Dian Damayanti, SP, MLA. NIP. 19740716 200604 2 004
Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc NIP. 19650119 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Pengesahan :
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Orangtua, Bapak Ir. Suprapto dan Ibu Mahmudah Sukarwati,S.Pd, dan adik Armen Ma’rifin atas dukungan moral dan doa selama ini kepada penulis
2.
Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA dan Ibu Dr. Afra D.N. Makalew, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahannya dalam pembuatan skripsi ini.
3.
Bapak Dr. Ir. Setia Hadi,MS selaku dosen penguji atas masukannya.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan perhatiannya.
5.
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku ketua Departemen Arsitektur Lanskap
6.
Warga Dukuh Karangkulon, Pemerintah Desa Wukirsari, Bappeda Kabupaten Bantul, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bantul, Badan Penanggulangan
Bencana
Daerah
atas
bantuannya
selama
penulis
melaksanakan penelitisn 7.
Teman-teman ARL 44 atas dukungan, doa, bantuan dan kerjasamanya selama menuntut ilmu di Arsitektur Lanskap IPB
8.
Kakak-kakak dan adik-adik angkatan ARL 42, 43, 45, 46 dan 47
9.
Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya Penulis berharap penelitian ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
seluruh pihak. Segala saran dan kritik diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini.
Bogor, April 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 5 Desember 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Suprapto dan Ibu Mahmudah Sukarwati. Penulis memulai jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ummul Quro’ Bogor pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001 melanjutkan jenjang pendidikannya di SMP Negeri 1 Bogor dan SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2007 penulis berhasil memasuki Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Arsitektur Lanskap. Selama TPB penulis aktif mengikuti kegiatan UKM Gentra Kaheman hingga tahun 2008. Selama di Departemen Arsitektur Lanskap di dalam kepengurusan HIMASKAP, penulis tercatat pernah menjadi Badan Pengawas Himpro pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2009 dan 2010, serta menjadi asisten mahasiswa pada mata kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap tahun 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………….……………
v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………..…………….
vii
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ……………………………….………………
1
1.2
Tujuan Studi……………………………….………….………
3
1.3
Manfaat Studi……………………………….……….………..
3
1.4
Kerangka Pikir Studi………………………………….………
3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Lanskap Desa……………………………………....…………
5
2.2
Wisata …………………………………………..……………
6
2.3
Desa Batik Wukirsari ………………………………...………
7
2.4
Perencanaan Lanskap dan Wisata...……………………..…...
9
III. METODOLOGI 3.1
Lokasi dan Waktu ....................................................................
12
3.2
Alat dan Bahan .........................................................................
13
3.3
Batasan Studi ............................................................................
13
3.4
Metode Perencanaan ...............................................................
13
3.4.1 Persiapan ………………………………...……………
15
3.4.2 Inventarisasi …………………………………..………
15
3.4.3 Analisis ………………………………………………..
16
3.4.4 Sintesis …………………………………....…………..
21
3.4.5 Konsep ……………………………………..…………
22
3.4.6 Perencanaan…………………………………....………
22
IV. KONDISI UMUM DESA WUKIRSARI 4.1 Aspek Biofisik 4.1.1 Geografis dan Administratif ………………………..……
23
4.1.2 Topografi …………………………………………………
24
4.1.3 Geologi dan Tanah……………………………………..…
24
4.1.4 Bahaya Lanskap…………………………………………..
24
4.1.5 Iklim……………………………………………….. …….
26
4.2 Aspek Sosial 4.2.1 Kependudukan ……………………………………………
26
4.2.2 Sosial Budaya ………………………………………….…
27
4.2.3 Sosial Ekonomi…………………………………………...
28
4.3 Aspek Wisata
V.
4.3.1 Objek dan Atraksi Wisata ………………………………..
30
4.3.2 Pengunjung ………………………………………………
33
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis ………………………………………………...
34
5.1.1 Aspek Fisik……………………………………………….
34
5.1.1.1 Geografis dan Administratif……………………...
34
5.1.1.2 Topografi dan Kemiringan Lahan………………..
37
5.1.1.3 Hidrologi ………………………………………...
42
5.1.1.4 Visual…………………………………………….
42
5.1.1.5 Hasil Analisis Aspek Fisik …………………….....
43
5.1.2 Aspek Sosial Budaya…………………………………….
48
5.1.2.1 Kependudukan …………………………………
48
5.1.2.2 Ragam Budaya ………………………….……..
48
5.1.2.3 Persepsi dan Preferensi Masyarakat ……………
49
5.1.2.4 Tata Guna Lahan ……………………………….
52
5.1.3 Aspek Wisata…………………………………………….
56
5.1.3.1 Objek dan Atraksi Wisata ………………………
56
5.1.3.2 Pengunjung……………………………………....
60
5.1.3.3 Aksesibilitas dan Sirkulasi………………………
61
5.1.3.4 Fasilitas Pendukung Wisata …………………….
65
5.1.3.5 Hasil Analisis Aspek Wisata…………………….
68
5.1.4 Hasil Analisis ……………………………………………
71
5.2 Sintesis …………………………………………………………..
71
5.3 Konsep Perencanaan Lanskap 5.3.1 Konsep Dasar……………………………………………
75
5.3.2 Pengembangan Konsep 5.3.2.1 Konsep Ruang…………………………….............
76
5.3.2.2 Konsep Sirkulasi ………………………………...
79
5.3.2.3 Konsep Vegetasi ………………………………...
80
5.3.2.4 Konsep Aktivitas ………………………………...
81
5.3.2.5 Konsep Fasilitas………………………………….
81
5.4 Perencanaan Lanskap…………………………………………….
82
5.4.1 Rencana Ruang …………………………………………..
82
5.4.2 Rencana Sirkulasi ………………………………………...
85
5.4.3 Rencana Vegetasi ………………………………………..
87
5.4.4 Rencana Aktivitas……………………………………….
90
5.4.5 Rencana Fasilitas ………………………………………..
94
5.4.6 Rencana Lanskap ………………………………………..
96
5.4.7 Daya Dukung Wisata ……………………………………
102
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………...
103
6.2 Saran …………………………………………………………….
104
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
105
LAMPIRAN ……………………………………………………………...
107
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis, Bentuk, dan Sumber Data…………………………………..
16
2.
Parameter dan Kriteria Analisis Spasial……………………
21
3.
Data Curah Hujan Desa Wukirsari………………………..
26
4.
Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur ……………….
27
5.
Mata Pencaharian Penduduk Desa Wukirsari …………...
29
6.
Data Pengrajin di Desa Wukirsari ………………………..
29
7.
Paket Wisata Jelajah Desa Wukirsari …………………….
31
8.
Analisis Visual Lanskap Dukuh Karangkulon ………….
44
9.
Data Penduduk Dukuh Karangkulon ……………………
48
10.
Ragam Kebudayaan di Dukuh Karangkulon ………………
49
11.
Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon …………………
52
12.
Potensi Wisata Dukuh Karangkulon……………….. ……
57
13.
Fasilitas Pendukung Wisata di Dukuh Karangkulon ……..
65
14.
Konsep Vegetasi Dukuh Karangkulon……………………..
81
15.
Rencana Jalur Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon………
86
16.
Rencana Vegetasi Dukuh Karangkulon …………………..
89
17.
Rencana Aktivitas Wisata Dukuh Karangkulon ………
91
18.
Touring Plan Dukuh Karangkulon…………………………
92
19.
Rencana Fasilitas Wisata di Dukuh Karangkulon………….
95
20
Daya Dukung Wisata Dukuh Karangkulon ………………..
102
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pikir Studi…………………………………………
4
2.
Ragam Corak Batik Asli Desa Wukirsari …………………...
9
3.
Peta Orientasi Lokasi Studi......................................................
12
4.
Proses Studi..............................................................................
14
5.
Peta Lokasi Desa Wukirsari ....................................................
23
6.
Peta Kerawanan Gempa Bumi dan Posisi Sesar Opak
25
7.
Aktivitas Sosial Budaya Masyarakat Desa Wukirsari.............
28
8.
Peta Wisata Desa Wukirsari...................................................
32
9.
Daya Tarik Desa Wukirsari......................................................
33
10.
Peta Dasar Inventarisasi Dukuh Karangkulon.........................
35
11.
Peta Administrasi Dukuh Karangklon....................................
36
12.
Peta Inventarisasi Topografi Dukuh Karangkulon..................
38
13.
Peta Analisis Kemiringan Lahan Dukuh Karangkulon...........
39
14.
Peta Analisis Bahaya Lanskap Bencana Longsor...................
41
15.
Peta Inventarisasi Visual Dukuh Karangkulon........................
46
16.
Peta Kesesuaian untuk Kegiatan Wisata Dukuh Karangkulon
47
17.
Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Sejarah dan Budaya.....................................................................................
50
18.
Persepsi Terhadap Upaya Pelestarian Nilai Budaya...............
51
19.
Jenis Keterlibatan Masyarakat terhadap Rencana Pengembangan Wisata di Dukuh Karangkulon.......................
52
20.
Peta Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon............................
54
21.
Peta Analisis Budaya Berdasarkan Landuse...........................
55
22.
Obyek dan Atraksi Wisata Dukuh Karangkulon......................
56
23.
Peta Sebaran Obyek dan Atraksi Wisata Dukuh Karangkulon.............................................................................
58
24.
Peta Analisis Keragaman Obyek dan Atraksi Wisata..............
59
25.
Persentase Pengunjung Berdasarkan Usia................................
60
vi
26.
Tujuan Wisata Pengunjung Dukuh Karangkulon....................
60
27.
Kebutuhan Fasilitas Pendukung Wisata...................................
61
28.
Peta Aksesibilitas Dukuh Karangkulon...................................
63
29.
Peta Analisis Aksesibilitas Dukuh Karangkulon.....................
64
30.
Peta Inventarisasi Fasilitas Wisata Dukuh Karangkulon.........
66
31.
Fasilitas Pendukung Wisata Dukuh Karangkulon ..................
67
32.
Peta Ketersediaan Fasilitas Wisata Dukuh Karangkulon........
69
33.
Peta Potensi Wisata Dukuh Karangkulon................................
70
34.
Peta Pengembangan Wisata Dukuh Karangkulon...................
72
35.
Peta Rencana Blok Dukuh Karangkulon..................................
74
36.
Diagram Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulon ............
76
37.
Peta Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulom ..................
78
38.
Diagram Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon ……………..
79
39.
Struktur Pemgelola Wisata Dukuh Karangkulon…………….
93
40.
Rencana Lanskap Dukuh Karangkulon ……………………...
97
41.
Detail Plan Area Penerimaan ………………………………..
98
42.
Detail Plan Showroom dan Ruang Kesenian ……………….
99
43.
Detail Plan Pusat Kuliner …………………………………....
100
44.
Detail Potongan ……………………………………………...
101
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kuisioner Penduduk………………………………………...
108
2.
Kuisioner Pengunjung………………………………………
110
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam kekayaan alam dan
etnis suku bangsa yang menjadikannya kaya akan budaya. Kekayaan alam dan budaya tersebut berbeda-beda dari Sabang sampai ke Marauke. Hal ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan daya tarik wisata yang mampu menarik minat wisatawan asing maupun lokal untuk berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki ragam kebudayaan berupa seni dan kehidupan sosial masyarakat yang terjaga dengan baik hingga saat ini. Bentuk seni budaya khas yang dijumpai di DIY antara lain ketoprak, jatilan, dan wayang kulit. Selain itu, kerajinan perak dan batik juga sangat terkenal sebagai salah satu produk seni budaya khas DIY. Salah satu sentra kerajinan batik terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Desa yang dikenal dengan pola batiknya di Kecamatan Imogiri adalah Desa Wukirsari. Desa Wukirsari terletak di Kecamatan Imogiri sekitar ± 17 km dari pusat Kota Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat Desa Wukirsari menekuni kerajinan batik yang ada sejak masa kejayaan Kerajaan Mataram. Kebudayaan membatik diturunkan oleh pembatik keraton agar masyarakat setempat memiliki keterampilan membatik guna membantu memenuhi kebutuhan sandang para abdi dalem yang menjaga Makam Sunan Cirebon yang terletak di Dukuh Karangkulon. Dahulu, masyarakat di Desa Wukirsari memasarkan hasil membatiknya ke Keraton Yogyakarta dalam bentuk batik yang belum diberi warna. Namun sejak tahun 2004, masyarakat mulai mempelajari proses pewarnaan batik hingga menjadi kain batik yang siap dipasarkan. Desa Wukirsari memiliki tiga pedukuhan yang menjadi sentra produksi batik yaitu Dukuh Karangkulon, Dukuh Giriloyo dan Dukuh Cengkehan. Ketiga pedukuhan ini membentuk suatu kelembagaan pengrajin batik dengan
nama
Paguyuban Batik Giriloyo yang menaungi seluruh pengrajin batik di Desa
2
Wukirsari. Dari ketiga pedukuhan sentra produksi batik tersebut, Dukuh Karangkulon terletak paling dekat dengan jalan arteri sehingga lebih mudah dijangkau dibandingkan dengan dua pedukuhan lainnya yang letaknya cukup jauh dari jalan arteri.. Potensi yang dimiliki Dukuh Karangkulon dapat menjadi daya tarik wisata yang bermanfaat untuk pengembangan dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat Dukuh Karangkulon. Potensi wisata tersebut saat ini sudah mulai dikembangkan oleh masyarakat setempat, namun dalam pengembangannya masih memerlukan perbaikan terutama dalam hal penataan lanskap untuk kawasan wisata batik di Dukuh Karangkulon. Namun demikian, dalam pengembangannya Dukuh Karangkulon memiliki kendala terkait dengan lokasinya dekat dengan Sesar Opak yang merupakan pusat Gempa Yogya tahun 2006. Hingga tahun 2011, aktivitas gempa masih sering terjadi dengan frekuensi getaran 2-5 skala Richter (SR). Selain lokasinya dekat dengan sumber gempa, kondisi topografi Dukuh Karangkulon yang berbukit juga menjadi kendala dalam pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Akibat dari aktivitas gempa yang didukung dengan
kondisi topografi berbukit, memicu
terjadinya bahaya longsor yang masih sering terjadi hingga saat ini. Dengan memperhatikan potensi dan kendala yang ada di Dukuh Karangkulon, maka dalam pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon diperlukan suatu konsep perencanaan lanskap dengan memaksimalkan potensi agar menjadi daya tarik wisata serta meminimalkan kendala agar tidak menghambat kegiatan wisata. Untuk tujuan tersebut, maka studi ini menggunakan pendekatan perencanaan yang berorientasi pada budaya membatik dengan tetap menjaga keselarasan dengan alam agar terhindar dari bahaya lanskap bencana longsor. Perancanaan ini diharapkan menjadi langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dukuh Karangkulon serta salah satu upaya pelestarian budaya membatik di Dukuh Karangkulon
3
1.2
Tujuan Studi Tujuan umun studi ini yaitu merencanakan lanskap Dukuh Karangkulon
sebagai kawasan wisata yang berorientasi pada budaya membatik. Adapun tujuan khusus dari studi ini adalah : 1.
Mendeskripsikan dan menganalisa karakter lanskap Dukuh Karangkulon, baik dari aspek fisik maupun sosial budaya.
2.
Mengidentifikasi dan menganalisis potensi wisata Dukuh Karangkulon berdasarkan aspek fisik, budaya dan wisata untuk pengembangan wisata yang berbasis budaya masyarakat setempat yaitu budaya membatik.
3.
Merencanakan lanskap wisata batik Dukuh Karangkulon yang selaras dengan karakter budaya dan fisik kawasan.
1.3 Manfaat Studi Diharapkan studi ini dapat memberi manfaat : 1. Bagi masyarakat Dukuh Karangkulon diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjadi salah satu upaya untuk pelestarian budaya membatik di Dukuh Karangkulon. 2. Bagi pemerintah Kabupaten Bantul untuk memberikan masukan bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Pariwisata dalam mengembangkan Desa Wukirsari sebagai kawasan desa wisata yang berbasis budaya membatik. 3. Bagi Institut Pertanian Bogor dan perguruan tinggi lainnya, memberikan sumbangan referensi perencanaan lanskap desa wisata berbasis pada budaya.
1.4
Kerangka Pikir Studi Dukuh Karangkulon merupakan salah satu sentra produksi batik di Desa
Wukirsari dan saat ini telah menjadi daya tarik wisata baik bagi wisatawan lokal maupun asing. Dalam perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon sebagai kawasan wisata digunakan pendekatan budaya membatik dan bahaya lanskap yaitu bencana longsor. Aspek yang dikaji meliputi aspek fisik, sosial budaya dan wisata. Pada aspek fisik, komponen yang perlu dipertimbangkan untuk tujuan pengembangan wisata yaitu topografi, hidrologi, visual, dan bahaya lanskap. Dari aspek fisik
4
tersebut data yang diperoleh dikaji untuk memperoleh zona kesesuaian untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Aspek yang dikaji berikutnya yaitu aspek budaya. Pada aspek ini, komponen yang dianalisis yaitu kependudukan, tata guna lahan (landuse), ragam budaya, serta persepsi dan preferensi masyarakat. Komponen tata guna lahan dianalisis pada aspek budaya untuk melihat keterkaitan fungsi penggunaan lahan dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Aspek budaya merupakan aspek penting dalam perencanaan ini dikarenakan perencanaan berorientasi budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Hasil analisis pada aspek ini akan menghasilkan zona budaya di Dukuh Karangkulon. Selanjutnya, pada aspek wisata komponen yang dikaji yaitu obyek dan atraksi wisata, fasilitas penunjang wisata, aksesibilitas, serta persepsi pengunjung. Dari hasil pengkajian data pada aspek wisata diperoleh zona potensi wisata di Dukuh Karangkulon. Hasil pengkajian terhadap tiga aspek merupakan dasar pertimbangan dalam pengembangan lanskap Dukuh Karangkulon sebagai kawasan wisata yang dituangkan melalui konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, fasilitas, dan aktivitas wisata. Berdasarkan konsep tersebut akan dikembangkan rencana lanskap wisata Dukuh Karangkulon Imogiri Yogyakarta. Gambar 1 menjelaskan kerangka pikir studi. DUKUH KARANGKULON
Budaya Membatik Wukirsari
Wisata Batik Karangkulon
Aspek Fisik - Wilayah Administrasi - Iklim - Kemiringan lahan - Visual - Hidrologi - Bahaya Lanskap
Zona Kesesuaian untuk Kegiatan Wisata
Aspek Budaya - Kependuduikan - Landuse - Ragam Budaya - Persepsi dan Preferensi Masyarakat
Zona Budaya
Aspek Wisata - Obyek dan Atraksi Wisata - Fasilitas Penunjang - Aksesibilitas - Pengunjung
Zona Potensi Wisata
ZONA PENGEMBANGAN WISATA DUKUH KARANGKULON
BLOCK PLAN KONSEP DAN PENGEMBANGAN (Konsep Ruang, Sirkulasi, Vegetasi, Aktivitas dan Fasilita Wisata,)
RENCANA LANSKAP WISATA DUKUH KARANGKULON DI DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA
Gambar 1. Kerangka Pikir Studi
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lanskap Desa Daljoeni (1998) dalam Ningrat (2004) mengemukakan bahwa desa terdiri
dari daerah, penduduk, dan tata kehidupan. Daerah mencakup tanah, pekarangan dan pertanian beserta penggunaannya, termasuk pula aspek lokasi dan batas. Sedangkan penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran, dan mata pencaharian. Tata kehidupan meliputi ajaran tentang hidup, tata pergaulan, dan ikatan-ikatannya sebagai warga desa. Dalam Undang- Undang No. 24 tahun 1992 dijelaskan bahwa kawasan perdesaan merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul, dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005). Simonds (1983) menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang khas pada lanskap perdesaan yaitu : 1. Lahan tersedia luas 2. Suasana bebas, pandangan terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit 3. Pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam 4. Corak lanskap mayor dapat dibentuk 5. Karakter dan suasana lanskap alami yang dominan 6. Tanah dan permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat 7. Lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi 8. Struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap 9. Lanskap perdesaan bersifat lembut, dari bayangan daun, warna langit, dan bayangan awan
6
10. Tapak perdesaan berimplikasi area yang luas dan pergerakan pola jalur kendaraan dan pedestrian menyatu dengan batas kepemilikan 11. Indigenous material dari tapak perdesaan membentuk karakter lanskap. Desa memiliki potensi yang menjadi karakter bagi desa tersebut. Menurut Sajogyo (1982) potensi desa merupakan kemampuan yang dapat diaktifkan dalam pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja manusia itu sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi unsur alam, lingkungan hidup manusia, penduduk, usaha-usaha manusia, serta sarana prasarana yang telah dibuat.
2.2 Wisata Wisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Pendit, 2002). Wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50150 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn,1993). Menurut Holden (2000), wisata tidak sekedar mengadakan perjalanan, tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Terdapat tiga ketegori wisata menurut Brunn (1995) yaitu : 1. Ecotourism, Green Tourism, atau Alternative Tourism, merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau lingkungan. 2. Wisata Budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan. 3. Wisata Alam, merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. Sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan yang melakukan wisata, yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik
7
keinginan untuk berwisata. Menurut Gunn (1993) sumberdaya wisata mencakup obyek dan atraksi wisata, aksesibilitas dan amenitas. Klasifikasi sumberdaya menurut tujuannya dibagi menjadi tiga yaitu tujuan komersil untuk kepuasaan pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson,1980). Suatu kawasan wisata memiliki kemampuan untuk mendukung aktivitas pengguna, hal ini disebut daya dukung wisata. Menurut Gold (1980), Daya dukung wisata merupakan kemampuan suatu kawasan wisata secara alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung penggunaan aktivitas wisata dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang dinginkan.
2.3
Desa Batik Wukirsari Desa Wukirsari terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar penduduk Desa Wukirsari bekerja pada sektor sekunder seperti kerajinan, perdagangan dan jasa pekerjaan di swasta. Keindahan alam Desa Wukirsari menjadi salah satu daya tarik wisata desa ini. Salah satu objek menarik di Wukirsari adalah Sungai Opak dengan alur sungai dan letaknya yang berada di tepi bukit berpotensi sebagai salah satu objek wisata air. Selain itu kawasan perbukitan di Desa Wukirsari yang luasnya mencapai lebih dari separuh luas desa berpotensi menjadi area rekreasi alam dengan pemandangan alam yang menarik seperti panorama wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunung Merapi, serta Keraton sebagai poros kekuatan imajiner Yogyakarta. (Profil Desa Wukirsari, 2007) Desa Wukirsari memiliki nilai sejarah yang tinggi dengan adanya peninggalan situs purbakala seperti Makam Raja Mataram, Makam bangsawan Cirebon, dan Pahlawan Singosaren. Peninggalan tersebut memiliki nilai penting dalam sejarah peradaban kuno di pedesaan. Selain pemandangan alamnya yang indah dan nilai sejarah yang tinggi, Wukirsari juga merupakan salah satu pusat produksi batik di Bantul. Budaya membaik di Desa Wukirsari merupakan warisan leluhur yang sudah ada sebelum tahun 1654. Awalnya, pihak keraton memerintahkan kepada
8
masyarakat Wukirsari membatik hingga tahap membuat pola untuk memenuhi kebutuhan sandang keluarga keraton. Keterampilan membatik tersebut terus diwariskan oleh para orang tua kepada anak cucu mereka untuk menjaga kelestarian budaya membatik tersebut. Saat ini para pembatik di Desa Wukirsari telah mengembangkan keterampilan membatik mereka hingga tahap pewarnaan dan siap dipasarkan. Proses membatik1 yang saat ini dijalankan oleh masyarakat Dukuh Karangkulon yaitu : 1. Mola, memberikan pola pada kain dengan menggunakan malam. 2.
Nglowong, menggambar pada pola yang sudah dibuat pada bagian sebaliknya.
3. Nembok, menggambar pada pola yang sama pada tahap sebelumnya dengan menggunakan malam yang lebih kuat agar tidak terjadi rembesan warna biru atau coklat. 4. Medel atau Nyelup, memberikan warna biru agar hasilnya sesuai dengan keinginan. Selanjutnya lilin klowongan dihilangkan agar ketika disoga, bekasnya berwarna coklat. Pada tahap ini digunakan alat bernama cawuk yang terbuat dari potongan kaleng yang ditajamkan sisinya. 5. Mbironi, mempertahankan bagian-bagian yang ingin dipertahankan warna biru dan putihnya dengan menutup bagian-bagian tersebut dengan malam menggunakan canting khusus. 6. Nyoga, memberi warna coklat dengan ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran dan lain-lain. Agar memperoleh warna coklat yang matang, maka kain dicelup dalam bak berisi rauan soga kemudian ditiriskan. Proses ini dilakukan berkalikali sehingga dapat memakan waktu hingga berhari-hari. 7.
Mbabar atau nglorot, membersihkan kain dari malam dengen memasukkan kain ke dalam air mendidih yang telah diberi kanji agar malam tidak menempel lagi. Terakhir kain dicuci dan diangin-anginkan. Bahan untuk membatik di Desa Wukirsari masih menggunakan bahan-
bahan tradisional yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan sekitar yang berfungsi sebagai pewarna alami. Pemakaian bahan alami ini menyebabkan warna batik dari Desa Wukirsari sedikit lebih kusam dibandingkan dengan daerah lain. Tanaman yang digunakan untuk proses pewarnaan antara lain tanaman indigofera/nila/tom
1
Hasil Wawancara dengan Ibu Mukharomah (Ketua Kelompok Batik Berkah Lestari)
9
yang dapat menghasilkan warna biru atau hitam alami, tanaman tingi yang menghasilkan warna coklat atau soga, kulit pohon jambal yang menghasilkan warna merah kecoklatan serta kayu tegeran yang menghasilkan warna merah kekuningan. Gambar 2 menampilkan beberapa contoh corak Batik Tulis asli dari Desa Wukirsari :
Corak “Semen Romo”
Corak “Cenderawasih”
Corak “Sidoluhur”
Corak “Truntum Groda”
Gambar 2. Ragam Corak Batik Asli Desa Wukirsari (Sumber : Dokumentasi Desa Wukirsari)
2.4
Perencanaan Lanskap dan Wisata
2.4.1
Perencanaan Lanskap Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk
menentukan saat awal suatu tapak, kondisi yang diharapkan serta cara untuk mencapai kondisi yang diharapkan tersebut. Perencanaan bertujuan untuk menentukan tapak yang sesuai dengan daya dukung dan keadaan masyarakat sekitar (Simonds, 1983). Perencanaan memegang peranan penting dalam pengembangan suatu wilayah. Melalui perencanaan kita dapat mengatasi masalah sosial budaya yang mungkin timbul dengan adanya pengembangan suatu wilayah terutama antara masyarakat pendatang dan penduduk setempat (Yoeti, 1991).
10
Menurut Laurie (1985) perencanaan merupakan suatu awal proses yang dapat mengalokasikan kebutuhan manusia serta menghubungkan satu sama lain di dalam maupun di luar tapak. Kegiatan perencanaan diawali dengan pemahaman terhadap kondisi tapak, manusia sebagai pengguna tapak dengan aktivitasnya, aturan atau kebiasaan yang diinginkan Tahapan perencanaan lanskap terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Untuk melakukan suatu perencanaan kawasan terdapat empat pendekatan dalam perencanaan lanskap yaitu : 1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumber daya. 2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang. 3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan jumlah, tipe dan lokasi kemungkinankemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. 4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia (Gold, 1980). Dalam merencanakan suatu kawasan terdapat hal-hal yang harus diperhatikan menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), yaitu : 1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar 2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan 3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik 4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan masa lalunya.
2.4.2 Perencanaan Wisata Wisata berbasis masyararakat adalah pola pengembangan kawasan yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan wisata. Kegiatan wisata ini menitikberatkan pada peran aktif komunitas karena pada dasarnya masyarakat
11
memiliki pengetahuan tentan alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata. Peraturan pemerintah (PP) No. 69 tahun 1996 menyebutkan bahwa peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang. Sedangkan yang disebut masyarakat adalah seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum. Suatu perencanaan yang berbasis masyarakat dapat memelihara bahkan meningkatkan kualitas hubungan kekerabatan antara penduduk yang telah lama menetap dengan penduduk pendatang baru. Hal ini merupakan kelebihan dari perencanaan metode ini dibandingkan dengan jenis metode perencanaan lainnya (Hester,1984). Dalam
perencanaan
berbasis
masyarakat
pengembangan
potensi
masyarakat setempat menjadi hal yang sangat diperhatikan. Menurut Jack Rothman (1968) dalam Suharto (2005) pengembangan masyarakat lokal merupakan salah satu dari tiga model dalam memahami pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat lokal ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui pertisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Salah satu aspek pengembangan kawasan lokal adalah pengembangan pariwisata. Perencanaan wisata tidak hanya mengarah pada spesifikasi pengembangan wisata dan promosi walaupun hal tersebut memang penting. Wisata harus terintegrasi dengan proses perencanaan secara menyeluruh agar tujuan utama dari pengembangan
ekonomi,
sosial,
dan
lingkungan
dapat
sesuai
dengan
pengembangan wisata (Hall, 2000). Dalam mengembangkan kawasan wisata terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi pendukung. Atraksi wisata merupakan andalan utama untuk mengembangkan kawasan wisata. Wisata harus direncanakan untuk memastikan bahwa wisatawan dapat dengan bebas memperkaya diri dengan mendapatkan sesuatu yang baru, petualangan dan penghargaan terhadap diri sendiri dengan mencapai obyek yang diinginkan (Gunn, 1993).
12
BAB III METODOLOGI
1.1
Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa
Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 105,83 Ha. Kegiatan Studi dilakukan sejak Januari 2011 hingga Januari 2012. Gambar 3 merupakan peta orientasi lokasi studi.
Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi
13
3.2
Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam studi ini yaitu:
Alat : 1.
Global Positioning System (GPS), untuk menentukan koordinat beberapa tempat di lokasi penelitian serta untuk proses peta survey topografi dan kontur.
2.
Kamera digital dan alat gambar, untuk pengambilan gambar kondisi eksisting
3.
Software untuk mengolah data antara lain : a. Autocad Land I, untuk koreksi geometris pada peta yang digunakan, pengolah data awal dari GPS. b. Autocad 2008, untuk mengolah data gambar rencana lanskap, potongan, dan berbagai gambar yang berhubungan dengan spasial. c. Corel Draw X4 untuk menghasilkan ilustrasi suasana kegiatan wisata.
Bahan : 1.
Peta Rupabumi Imogiri Lembar 1408-222, sebagai peta dasar.
2.
Lembar kuisioner, untuk memperoleh data primer aspek budaya.
3.
Data Primer dan sekunder aspek fisik, budaya dan wisata
3.3
Batasan Studi Perencanaan lanskap kawasan pedesaan ini menggunakan pendekatan
budaya membatik untuk meningkatkan fungsi kawasan sebagai kawasan wisata, batik dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi bahaya lanskap yaitu bencana longsor yang ada di Dukuh Karangkulon. Studi ini dibatasi hingga tahap perencanaan, hasilnya berupa gambar rencana lanskap dan laporan tertulis.
3.4
Metode Perencanaan Tahapan
perencanaan
yang
digunakan
mengikuti
metode
yang
dikemukakan oleh Gold (1980) dengan pendekatan budaya masyarakat khususnya budaya membatik dan kondisi rawan bencana longsor untuk perencanaan dan pengembangan tapak. Perencanaan suatu kawasan terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sistesis, konsep dan perencanaan lanskap. Tahapan proses studi yang dilaksanakan ditampilkan pada Gambar 4.
14
PERSIAPAN
- Tujuan Penelitian - Usulan Penelitian - Informasi awal
INVENTARISASI
Data Primer dan Data Sekunder
Aspek Fisik : Topografi, Tanah, Iklim, Hidrologi, Visual, Lokasi, Bahaya Lanskap
Aspek Budaya : Kependudukan, Tata Guna Lahan, Persepsi dan Preferensi Masyarakat
ANALISIS
Zona Kesesuaian untuk Kegiatan Wisata
KONSEP
SINTESIS
RENCANA BLOK
KONSEP DASAR RENCANA LANSKAP
Zona Budaya Zona Potensi Wisata
PENGEMBANGAN KONSEP (Rencana Ruang, Sirkulasi, Vegetasi, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata)
ZONA PENGEMBANGAN WISATA
Aspek Wisata: Obyek dan Atraksi, Fasilitas, Akses, Pengunjung
Gambar 4. Proses Studi Mengikuti Tahapan Perencanaan Menurut Gold (1980)
PERENCANAAN
Rencana Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri, Yogyakarta
15
3.4.1 Persiapan Tahapan ini merupakan permulaan dari proses studi Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah, pengumpulan informasi awal, penetapan tujuan dan batasan studi, penyusunan usulan studi serta pengurusan surat perijinan penelitian.
3.4.2 Inventarisasi Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer melalui pengamatan tapak dan survey lapang. Tahapan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan Dukuh Karangkulon. Jenis data yang dikumpulkan pada tahap ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang diambil berupa data aspek fisik, aspek sosial budaya, dan aspek wisata. Data primer diperoleh melalui pengamatan tapak secara langsung seperti batas tapak, visual, topografi, kehidupan sehari-hari masyarakat, serta penutupan lahan. Kemudian dilakukan juga wawancara mengenai potensi umum Dukuh Karangkulon dengan Bapak Bayu Bintoro sebagai Kepala Desa Wukirsari, Bapak Suwandi sebagai Kepala Dukuh Karangkulon, Bapak Nur Ahmadi sebagai Ketua Paguyuban Batik dan beberapa warga atau sesepuh di Dukuh Karangkulon. Untuk data primer aspek budaya terkait dengan persepsi dan preferensi masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya, dan upaya pelestarian diperoleh melalui penyebaran kuisioner dengan responden dibagi menjadi responden pengunjung sebanyak 30 orang dan responden penduduk setempat sebanyak 30 orang. Data sekunder diperoleh melalui badan-badan atau instansi terkait, studi pustaka dari buku acuan atau pustaka lainnya yang dapat mendukung. Instansiinstansi terkait diantaranya Kantor Desa Wukirsari, Badan Perencana dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bantul, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Data yang dikumpulkan dalam studi ini ditampilkan pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis, Bentuk, dan Sumber Data Aspek I. Biofisik
II. Sosial
Jenis Data 1. Batas Wilayah Perencanaan
Bentuk Data Spasial, Deskripsi
Sumber Data Survey lapang, Profil Desa
2. Iklim
Tabular, Deskripsi
Dinas Pengairan
3. Topografi
Spasial, Deskripsi
Survey lapang
4. Hidrologi
Deskripsi
Survey lapang
5. Tanah dan Geologi
Deskripsi
BAPPEDA
6. Visual
Foto, Deskripsi
Survey lapang
7.Kerawanan Bencana 1. Kependudukan
Spasial, Deskripsi Deskripsi
2. Budaya
Deskripsi
3. Tata Guna Lahan
Spasial,Tabular Deskripsi Deskripsi
Profil Desa Profil Desa Wukirsari Survey Lapang Wawancara BAPPEDA
4. Persepsi Masyarakat III. Wisata
1. Objek dan Atraksi Wisata a. Budaya dan Sejarah
b. Alam
2. Pengunjung 3. Fasilitas Penunjang 4. Aksesibilitas
Spasial, Foto, Deskripsi
Spasial, Foto, Deskripsi
Tabular, Deskripsi Spasial, Foto, Deskripsi Spasial, Foto, Deskripsi
Kuisioner Survey lapang, wawancara, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Survey lapang, wawancara, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kuisioner Survey lapang Survey Lapang, BAPPEDA
3.4.3 Analisis Tahap analisis dilakukan untuk menganalisis potensi dan kendala sumber daya di Dukuh Karangkulon untuk tujuan pengembangan wisata yang berorientasi pada budaya masyarakat setempat khususnya budaya membatik. Analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif dan analisis spasial. Analisis dilakukan pada aspek fisik, aspek sosial dan aspek wisata dengan pembobotan pada tiap aspek. Menurut Gunn dalam Smith (1989) pembobotan untuk tujuan wisata memiliki perbandingan 30% untuk aspek biofisik, 30% untuk aspek sosial budaya dan 40% untuk aspek wisata. Pembobotan ini bertujuan untuk memperkuat pendekatan yang digunakan dalam perencanaan. Berdasarkan tujuan studi yang berorientasi pada budaya membatik, maka pembototan yang diberikan pada yaitu 30% untuk
17
aspek biofisik, 40% untuk aspek budaya dan 30% untuk aspek wisata. Analisis spasial dilakukan pada beberapa komponen aspek fisik, aspek budaya dan aspek wisata yang memiliki bentuk data spasial dengan metode skoring. Hasil penggabungan analisis spasial aspek fisik, budaya dan wisata berupa peta komposit yang kemudian bersama dengan data deskriptif ketiga aspek tersebut digunakan pada tahap berikutnya, yaitu sintesis.
3.4.3.1 Analisis Aspek Fisik Analisis aspek fisik bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik kawasan yang sesuai untuk tujuan pengembangan wisata. Proses analisis dilakukan terhadap seluruh komponen baik secara spasial maupun deskriptif. Komponen visual, iklim, hidrologi, geologi dan tanah metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dikarenakan kondisinya cenderung yang homogen dengan Desa Wukirsari. Analisis spasial dilakukan pada komponen topografi. Pada komponen visual, analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengidentifikasi kualitas pemandangan di Dukuh Karangkulon menjadi dua yaitu pemandangan dengan kualitas visual yang baik (good view) dan pemandangan dengan kualitas visual yang buruk (bad view). Pada analisis secara spasial, setiap komponen memiliki parameter yang harus diperhatikan agar tujuan pengembangan wisata dapat tercapai sesuai dengan kondisi fisik yang ada. Pada komponen topografi, parameter yang diperhatikan yaitu kemiringan lahan terkait dengan kesesuaian untuk kegiatan wisata dan bahaya lanskap bencana longsor. Menurut Hardjowigeno dan Widyatmaka (2001) kesesuaian lahan untuk wisata ditentukan oleh drainase tanah, bahaya banjir, permeabilitas, lereng, tekstur tanah, kerikil dan kerakal, batu serta batuan. Dalam studi ini parameter yang diambil yaitu kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata berdasarkan kemiringan. Area dengan kemiringan 0-8% yaitu area yang sangat sesuai untuk pengembangan wisata (skor 3), area dengan kemiringan 8-15% yaitu area yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata (skor 2) dan area dengan kemiringan lebih dari 15% yaitu tidak sesuai untuk pengembangan wisata (skor 1). Pada analisis bahaya lanskap bencana longsor, parameter yang digunakan yaitu klasifikasi kemiringan lahan berdasarkan Klasifikasi bahaya longsor berdasarkan
18
Sitorus (2006) yaitu area dengan kemiringan 0-15% merupakan area yang aman dari bencana longsor (skor 3), kemiringan 15-25% merupakan area yang cukup bahaya dari bencana longsor (skor 2), dan area dengan kemiringan >25% merupakan area yang bahaya dari bencana longsor (skor 1). Hasil analisis dari keseauaian kemiringan lahan dan bahaya lanskap bencana longsor kemudian di overlay untuk menghasilkan analisis aspek fisik berupa zona kesesuaian untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Zona kesesuaian terdiri dari area yang sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai untuk kegiatan wisata. 3.4.3.2 Analisis Aspek Sosial Budaya Analisis komponen pada aspek budaya dilakukan secara spasial dan deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan pada komponen persepsi dan preferensi masyarakat terhadap rencana pengembangan kegiatan wisata serta ragam budaya di Dukuh Karangkulon. Analisis dilakukan terhadap data yang merupakan hasil dari penyebaran kuisioner kepada masyarakat Dukuh Karangkulon dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Selain itu, dilakukan juga wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat setempat antara lain Kepala Desa Wukirsari, Kepala Dukuh Karangkulon, Ketua Paguyuban Batik Giriloyo, serta beberapa masyarakat Dukuh Karangkulon. Analisis komponen persepsi dan preferensi masyarakat terhadap rencana pengembangan wisata bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman masyarakat mengenai sejarah dan budaya yang ada di sekitar mereka khususnya di Dukuh Karangkulon seperti asal usul batik, peninggalan bersejarah di Dukuh Karangkulon, serta budaya masyarakat setempat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kemudian untuk mengetahui usaha-usaha yang ditunjukan masyarakat dan pemerintah setempat untuk menjaga budaya membatik yang ada. Hal ini penting karena kegiatan wisata nantinya akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat dengan dukungan pemerintah. Sehingga untuk menjaga keberlanjutan kegiatan wisata perlu pemahaman yang baik dari masyarakat dan pemerintah setempat mengenai upaya pelestarian sejarah dan budaya yang menjadi daya tarik utama wisata di Dukuh Karangkulon. Dan terakhir untuk melihat tingkat penerimaan masyarakat (akseptabilitas), analisis bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan mereka terhadap rencana pengembangan kegiatan wisata di
19
Dukuh Karangkulon. Analisis menggunakan metode statistik sederhana yang ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang digunakan sebagai pertimbangan untuk rencana pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Analisis spasial dilakukan pada komponen tata guna lahan (landuse) di Dukuh Karangkulon untuk melihat keterkaitan fungsi penggunaan lahan dengan budaya membatik. Penggunaan lahan di Dukuh Karangkulon dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu untuk pemukiman, sawah, hutan, ladang, semak belukar dan kawasan bersejarah. Hasil analisis spasial pada aspek budaya menghasilkan zona budaya yang terdiri dari area dengan fungsi penggunaan lahan yang berkaitan langsung (skor 3), berkaitan tidak langsung (skor 2) dan tidak berkaitan (skor 1) dengan budaya membatik.
3.4.3.3 Analisis Aspek Wisata Analisis aspek wisata di Dukuh Karangkulon dilakukan secara deskriptif dan spasial. Analisis deskriptif dilakukan pada komponen persepsi pengunjung terkait kegiatan wisata yang telah ada saat ini serta harapan pengunjung. Analisis spasial dilakukan pada komponen obyek dan atraksi wisata, aksesibilitas, serta fasilitas pendukung wisata. Hal ini bertujuan untuk memperoleh area memiliki potensi untuk pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Ketiga komponen masing-masing memiliki parameter yang harus diperhatikan untuk tujuan pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Analisis
pada
komponen
persepsi
pengunjung
dilakukan
dengan
menggunakan metode statistik sederhana. Analisis komponen ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap kegiatan wisata yang telah ada saat ini serta harapan pengunjung tentang wisata batik di Dukuh Karangkulon. Agar kegiatan wisata yang direncanakan sesuai dengan harapan pengunjung sehingga tujuan wisata tercapai dan memberi kepuasan bagi pengunjung yang melakukan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Pada komponen obyek dan atraksi wisata parameter yang dikaji yaitu keanekaragaman obyek dan atraksi wisata pada masing-masing RT. Hasil analisis pada komponen ini berupa tiga kelas keragaman obyek dan atraksi yaitu kawasan
20
dengan obyek dan atraksi wisata yang beragam (skor 3), cukup beragam (skor 2) dan tidak beragam (skor 1). Kemudian pada komponen fasilitas penunjang wisata, parameter analisis yaitu ketersediaan fasilitas wisata pada tiap RT. Analisis pada sub aspek ini bertujuan untuk melihat ketersediaan fasilitas wisata pada masing masing RT di Dukuh Karangkulon. Parameter analisis pada komponen ini yaitu jumlah dan kondisi fisik fasilitas wisata yang ada saat ini di Dukuh Karangkulon. Hasil analisis pada komponen ini berupa tiga kelas ketersediaan fasilitas penunjang wisata di Dukuh Karangkulon yaitu kawasan yang memiliki fasilitas wisata memadai (skor 1), cukup memadai (skor 2) dan tidak memadai (skor 3). Selanjutnya pada komponen aksesibilitas, parameter analisis yang digunakan yaitu ketersediaan jalur sirkulasi untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Jalur sirkulasi di Dukuh Karangkulon sendiri terbagi menjadi jalur utama pedesaan yang menghubungkan antar pedukuhan di Desa Wukirsari serta jalur lokal yang menghubungkan antar RT. Analisis pada komponen ini menghasilkan zona aksesibilitas dan sirkulasi berdasarkan RT yaitu area memadai (skor 3), kurang memadai (skor 2) dan tidak memadai (skor 1) Hasil dari analisis spasial pada aspek wisata menghasilkan zona potensi wisata di Dukuh Karangkulon. Peta tersebut akan membagi Dukuh Karangkulon berdasarkan potensi wisata yang ada yaitu area dengan potensi wisata tinggi (skor 3), sedang (skor 2) dan rendah (skor 1). Tabel 2 menjelaskan mengenai parameter dan kriteria analisis spasial pada tiap aspek dengan bobot dan skor pada tiap komponen.
21
Tabel 2. Parameter dan Kriteria Analisis Spasial No. I. a.
Aspek Biofisik Topografi
Bobot (%) (30%)
II. a.
Budaya Landuse
(40%)
III. a.
Wisata Objek atraksi
(30%)
b.
c.
dan
Fasilitas Pendukung Wisata Aksesibilitas
Parameter
Kriteria
Skor
Kemiringan yang sesuai untuk kegiatan wisata Kerawanan terhadap bahaya longsor akibat gempa
Sangat sesuai (0-8%) Cukup sesuai (8-15%) Tidak sesuai ( >15%) Aman (15-25%) Cukup Aman (25-40%) Bahaya (>40%)
3 2 1 3 2 1
Keterkaitan dengan budaya membatik
Terkait langsung Tidak terkait langsung Tidak terkait
3 2 1
Keragaman Obyek dan Atraksi Wisata Ketersediaan Fasilitas Penunjang Akses jalan
Sangat Beragam Beragam Tidak Beragam Sangat Memadai Memadai Kurang Memadai Jalur utama dan lokal Jalur utama Jalur lokal
3 2 1 3 2 1 3 2 1
Selanjutnya hasil analisis spasial aspek fisik, budaya dan wisata di overlay dengan bobot 30:40:30. Hasil overlay berupa peta komposit dimana kawasan terbagi tiga zona kesesuaian pengembangan wisata yaitu area intensitas pengembangan tinggi, sedang dan rendah. Hasil akhir tersebut kemudian digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu sintesis.
3.4.4
Sintesis Tahap sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pengembangan
potensi kawasan untuk mendapatkan rencana blok (block plan)
yang sesuai
dengan tujuan perencanaan lanskap. Rencana blok tersebut membagi kawasan perencanaan berdasarkan fungsi yaitu area penerimaan, area utama dan area konservasi. Hasil dari tahap sintesis ini menjadi dasar untuk tahap berikutnya yaitu konsep dan pengembangan konsep.
22
3.4.5
Konsep Konsep disusun berdasarkan rencana blok yang dihasilkan pada tahap
sintesis. Tahap ini merupakan dasar untuk menuju ke tahap perencanaan agar lebih terarah pada konsep yang telah dirumuskan. Pada tahap ini ditentukan konsep dasar pengembangan wisata Dukuh Karangkulon. Konsep dasar kemudian dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, serta konsep aktivitas dan fasilitas.
3.4.6 Perencanaan Dari hasil konsep dan pengembangan, kemudian disusun suatu rencana lanskap yang sesuai untuk dikembangkan pada tapak. Hasil dari tahap ini berupa rencana lanskap yang disajikan dalam bentuk produk arsitektur lanskap berupa gambar rencana lanskap. Rencana lanskap ini termasuk di dalamnya rencana sirkulasi, aktivitas, fasilitas wisata, disertai dengan gambar ilustrasi suasana.
23
BAB IV KONDISI UMUM DESA WUKIRSARI
4.1
Aspek Biofisik
4.1.1
Geografis dan Administratif Desa Wukirsari secara administratif terletak di Kecamatan Imogiri
Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Desa ini berjarak 17 km dari Kota Yogyakarta yang dapat diakses melalui jalan lingkar selatan Yogyakarta. Secara geografis, Desa Wukirsari terletak pada 07°53’30”07°56’00” LS dan 110°22’30”- 110°26’30” BT. Batas administratif Desa Wukirsari sebagai berikut : Utara
: Kecamatan Pleret
Selatan : Desa Girirejo dan Desa Mangunan Barat
: Desa Trimulyo
Timur
: Kecamatan Dlingo
Luas wilayah Desa Wukirsari yaitu 15,39 km2 atau sekitar 3,04% dari luas Kabupaten Bantul. Desa Wukirsari terdiri dari 15 pedukuhan yaitu Tilaman, Karangkulon, Giriloyo, Nagasari I, Nagasari II, Kedungbuweng, Cengkehan, Pundung,
Sindet,
Karangtalun,
Singosaren,
Jatirejo,
Bendo,
Dengkeng,
Karangasem. Gambar 5 merupakan Peta Administratif Desa Wukirsari.
Gambar 5. Peta Lokasi Desa Wukirsari (Sumber: Peta Rupabumi Imogiri Lembar 1408-222)
24
4.1.2 Topografi Berdasarkan profil Desa Wukirsari tahun 2007, desa ini terletak 10 km dari ibukota Kabupaten Bantul dan berada pada ketinggian 50 mdpl. Desa Wukirsari memiliki karakteristik topografi yang berbukit dengan kontur permukaan yang sedang. Tingkat kemiringan lereng di Desa Wukirsari didominasi oleh kelas < 2% dan 15-45 %.
4.1.3 Geologi dan Tanah Jenis batuan yang terdapat di Desa Wukirsari secara umum terdiri dari batuan andesit, semilir, endapan Gunung Api Merah Muda dan Aluvium. Formasi batuan di Wukirsari berdasarkan data geologi Kabupaten Bantul tahun 2009 merupakan formasi Semilir dikarenakan proses pengangkatan tenaga subduksi di bagian selatan Pulau Jawa. Material penyusun batuan di Desa Wukirsari tersusun atas perselingan antara breksi tuff, breksi batuapung, tuff dasit, tuff andesit, serta batu lempung tuffan. Berdasarkan data geologi Kabupaten Bantul, jenis tanah yang terdapat di Desa Wukirsari yaitu tanah Latosol yang berasal dari batuan induk breksi. Karakteristik tanah jenis ini yaitu kaya akan seskuioksida, miskin unsur-unsur kimia dengan sifat kimia yang baik, mineral lempung tipe 1:1 dan memiliki kapasitas tukar kation yang rendah dengan kejenuhan kation rendah (kurang dari 35%). Kadar bahan pada tanah jenis ini rendah karena adanya proses pelapukan dan pelindian yang terjadi berjalan lanjut.
4.1.4 Bahaya Lanskap Desa Wukirsari merupakan salah satu desa yang terkena dampak akibat gempa bumi yang melanda DIY pada Mei 2006. Gempa bumi berpusat di darat tepetnya di Sesar Opak dengan kekuatan 6,3 skala Richter (SR). Gambar 6 merupakan peta kerawanan bencana Kabupaten Bantul berdasarkan aktivitas gemba bumi dan posisi Sesar Opak. Kejadian gempa tersebut kembali terjadi pada tahun 2008, 2010 dan 2011 dengan kekuatan gempa berkisar 3-5 SR. Disamping gempa yang tercatat oleh BMKG beberapa gempa kecil sering terjadi dengan kekuatan berkisar antara 2-4 SR.
25
26
Akibat dari aktivitas gempa yang sering dirasakan oleh masyarakat yaitu bencana tanah longsor dimana hamper sebagian besar kawasan di Desa Wukirsari. Bencana longsor ini selain diakibatkan oleh aktivitas gempa, juga dipicu oleh kondisi topografi desa yang berbukit, curah hujan dan penutupan lahan.
4.1.4 Iklim Berdasarkan data iklim Stasiun Klimatologi Barongan, Desa Wukirsari terletak pada daerah dataran rendah dengan klasifikasi tipe iklim E dan nilai Q = 53,5 % yang berarti Desa Wukirsari termasuk kawasan agak kering. Suhu ratarata di Desa Wukirsari berkisar pada 27,14 0 C dengan curah hujan rata-rata 147,1 mm/bulan dan jumlah bulan basah Desa Wukirsari 7 bulan/tahun. Tabel 3 merupakan data curah hujan dan iklim bulanan di Desa Wukirsari Tabel 3. Data Curah Hujan Desa Wukirsari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu (bulan) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata
Curah hujan (mm/ bulan) 409,2 304,9 340,2 113,4 33,8 25,6 15,0 4,3 3,5 61,6 155,1 298,7 147,1
Suhu (O C) 26,99 27,03 27,58 28,13 27,21 26,99 26,47 26,90 27,05 27,31 26,97 27,11 27,14
Sumber : Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008
4.2 4.2.1
Aspek Sosial Kependudukan Jumlah Kepala Keluarga (KK) Desa Wukirsari berdasarkan profil desa
tahun 2007 yaitu 3.960 KK dengan total penduduk sebanyak 15.482 jiwa. Dari jumlah ini, sebanyak 35,8% merupakan usia produktif (17-50 tahun), sisanya sebanyak 32,3 % merupakan usia sekolah dan 31,9% merupakan kaum lanjut usia. Tabel 4 merupakan data kependudukan Desa Wukirsari berdasarkan umur.
27
Tabel 4. Klasifikasi Penduduk Desa Wukirsari Berdasarkan umur Kelompok Umur (tahun) <5 5- 12 12-17 17-25 25-50 >50 Total
Jumlah (jiwa) 677 2.180 2.152 2.210 3.330 4.933 15.482
Persentase (%) 4,4 14,1 13,9 14,3 21,5 31,8 100
Sumber : Profil Desa Wukirsari 2007
4.2.2
Sosial Budaya Desa Wukirsari dikenal sebagai desa batik. Budaya membatik telah ada di
Desa Wukirsari sejak adanya Makam Sunan Cirebon sebelum tahun 1788. Berdasarkan perintah dari Keraton Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyediakan kebutuhan sandang bagi para abdi dalem yang menjaga makam tersebut, maka keterampilan membatik diturunkan oleh para pembatik keraton kepada masyarakat Desa Wukirsari dan terjaga hingga saat ini. Selain budaya membatik, bentuk kebudayaan di Desa Wukirsari secara garis besar dibedakan menjadi aspek fisik (tangible) dan aspek non fisik (intangible). Bentuk kebudayaan fisik yaitu makam Sunan Cirebon yang masih dijaga dengan baik, arsitektur rumah joglo, kain batik khas Wukirsari, makanan khas Wukirsari, serta hasil kerajinan dari bambu, tatah sungging dan lidi. Bentuk kebudayaan non-fisik seperti budaya membatik, tradisi pengobatan tradisional gurah, pola kehidupan masyarakat desa yang masih alami seperti kegiatan bertani dan penggunaan transportasi tradisional dalam kehidupan sehari-hari, hingga nilai-nilai kehidupan masyarakat jawa yang masih dijalani hingga saat ini seperti tradisi bersih desa atau rasulan dan kirab budaya. Bentuk kebudayaan baik yang bersifat fisik maupun non fisik masih terjaga hingga saat ini di Desa Wukirsari. Gambar 7 merupakan beberapa bentuk kebudayaan yang masih terjaga di Desa Wukirsari.
28
(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Aktivitas Sosial Budaya masyarakat Desa Wukirsari : (a) Kegiatan membatik, (b) Kegiatan bertani, (c) Masyarakat desa yang masih menggunakan kendaraan tradisional
Sistem kemasyarakatan di Desa Wukirsari terdiri dari struktur formal dan informal. Struktur formal yaitu berkaitan dengan kepala dusun, kepala desa dan ketua RT. Struktur informal adalah para tokoh-tokoh masyarakat yang dituakan atau dikenal sebagai pemimpin bagi masyarakat. Mayoritas penduduk Desa Wukirsari masih memegang sistem kekeluargaan dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Wukirsari masih mencerminkan pola kehidupan masyarakat desa. Pada pagi hari para lelaki pergi ke sawah, sementara itu menjelang siang para wanita mulai ramai di tempat membatik atau di depan rumah mereka masing-masing untuk mulai membatik dan menjaga anak. Beberapa warga Wukirsari juga merupakan abdi dalem keraton Yogyakarta yang bertugas menjaga Makam Sunan Cirebon. Selain sistem kehidupan masyarakat yang masih tradisional, bentuk kebudayaan lain yang masih terjaga di Desa Wukirsari yaitu kesenian tradisional yang masih rutin diadakan seperti rasulan, kirab budaya, karawitan, seni pedalangan, dan tari tradisional. Kesenian tradisional ini sebagai salah satu wujud kebersamaan masyarakat desa serta wujud ekspresi terhadap peristiwa tertentu di Desa Wukirsari.
4.2.3 Sosial Ekonomi Berdasarkan profil Desa Wukirsari pada tahun 2007 mayoritas masyarakat Desa Wukirsari bekerja diluar sektor pertanian, hal ini dikarenakan kondisi alam Desa Wukirsari yang kurang mendukung untuk ditanami padi sehingga
29
masyarakat mencari alternatif lain untuk meningkatkan penghasilan mereka. Tabel 5 merupakan mata pencahariaan penduduk Desa Wukirsari.
Tabel 5. Mata Pencahariaan Penduduk Desa Wukirsari No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Mata Pencahariaan Petani Buruh tani Pegawai Swasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Montir Dokter Pertukangan Pensiunan Total
Jumlah (orang) 4.070 1.306 3.489 505 796 3.150 245 77 27 920 98 14.683
Persentase (%) 27,7 8,9 23,8 3,4 5,4 21,4 1,7 0,5 0,2 6,3 0,7 100
Sumber : Profil Desa Wukirsari 2007
Sebanyak 36,6% masyarakat Desa Wukirsari bekerja di sektor pertanian dan sisanya sebanyak 63,4% bekerja di luar sektor pertanian. Salah satu alternatif mata pencahariaan bagi masyarakat Desa Wukirsari yaitu sebagai pengrajin dan pedagang. Banyak hasil-hasil kerajinan yang ditemui di Desa Wukirsari antara lain kerajinan batik, tatah sungging, lidi, bambu, keramik, hingga benang. Tabel 6 merupakan data jumlah pengrajin di Desa Wukirsari.
Tabel 6. Data Pengrajin di Desa Wukirsari Jenis Kerajinan 1. Batik Tulis
2. Tatah Sungging
3. Benang 4. Bambu TOTAL
Lokasi Dukuh - Karangkulon - Giriloyo - Cengkehan - Kedungbuweng - Tilaman - Pundung - Sindet - Nogosari I - Dengkeng - Nogosari II - Karangtalun Nogosari II Kedungbuweng
Sumber : Profil Desa Wukirsari 2007
Jumlah (orang) 117 113 173 18 3 3 23 7 16 147 98 58 20 796
30
4.3
Aspek Wisata
4.3.1 Objek dan Atraksi Wisata Desa Wukirsari memiliki objek dan atraksi wisata yang beraneka ragam mulai dari wisata religi, wisata minat khusus, kuliner, hingga kesenian dan kegiatan budaya tradisional. Wisata sejarah yang dapat dijumpai di Desa Wukirsari yaitu Makam Sunan Cirebon dan Makam Seniman. Sementara itu, wisata budaya yang dapat dijumpai di Desa Wukirsari antara lain kerajinan tatah sungging, batik, kerajinan bambu, kerajinan rotan, kerajinan benang, industri keramik dan lain-lain. Berbagai kegiatan dan kesenian tradisional juga diadakan di Desa Wukirsari seperti karawitan, seni pedalangan, tari tradisional, dan lainlain. Kesenian tradisional ini selain merupakan kegiatan rutin masyarakat desa juga dapat menjadi potensi wisata, namun saat ini belum dikemas sebagai atraksi wisata di Desa Wukirsari. Pemerintah Desa Wukirsari saat ini telah mulai mengembangkan potensi desanya dengan beberapa program jelajah Desa Wukirsari dalam bentuk beberapa paket wisata. Program wisata dikelola oleh perkumpulan pembatik di Desa Wukirsari yang bernama Paguyuban Batik Giriloyo. Kegiatan wisata yang ditawarkan di Desa Wukirsari saat ini yaitu menjelajahi alam pedesaan dan belajar membatik. Kegiatan wisata terbagi menjadi beberapa paket sesuai dengan minat pengunjung yaitu paket jelajah desa, paket belajar membatik, paket jelajah desa dan belajar membatik, serta paket jelajah alam. Dalam kegiatan jelajah desa, wisatawan akan di ajak menikmati alam sekitar Desa Wukirsari dan melihat kegiatan para pembatik. Paket belajar membatik menawarkan kegiatan belajar membatik mulai dari membuat pola hingga pewarnaan. Paket jelajah alam menawarkan kegiatan susur sungai dan perbukitan di Desa Wukirsari. Paket wisata tersebut dapat dilaksanakan dengan minimal rombongan berjumlah sepuluh orang. Dari setiap paket tersebut wisatawan memperoleh fasilitas berupa pemandu, snack, dan makan siang. Tabel 7 merupakan paket wisata yang terdapat di Desa Wukirsari saat ini dan Gambar 8 merupakan peta wisata Desa Wukirsari. .
31
Tabel 7. Paket Wisata Jelajah Desa Wukirsari Jenis Paket 1. Jelajah desa dan belajar membatik
Kegiatan Susur Desa dan Belajar membatik
2. Jelajah desa
Susur Desa
3. Belajar membatik
Belajar membatik
4. Jelajah alam
Susur sungai dan Perbukitan Desa Wukirsari
-
Fasilitas Pemandu perjalanan Pemandu membatik Peralatan membatik Snack Makan siang Pemandu lokal Snack Makan siang Pemandu membatik Peralatan membatik Snack Makan siang Pemandu lokal Snack Makan siang
Sumber : Wawancara dengan Kepala Desa Wukirsari Bapak Bayu Bintoro
Harga (Rp) 100.000/peserta
50.000/peserta
50.000/peserta
32
33
4.3.2
Pengunjung Potensi wisata yang terdapat di Desa Wukirsari saat ini mampu menjadi
daya tarik bagi pengunjung untuk berwisata ke Desa Wukirsari dengan berbagai tujuan seperti belajar membatik, berziarah ke makam, melakukan pengobatan gurah dan lain-lain. Pengunjung yang datang berasal dari berbagai daerah dan golongan usia. Hal ini menunjukkan bahwa peminat wisata di Desa Wukirsari tersebar di berbagai kalangan. Berdasarkan data Paguyuban Batik Giriloyo, pada tahun 2010 pengunjung wisata batik di Desa Wukirsari mencapai 1.875 pengunjung. Wisatawan yang berkunjung ke Desa Wukirsari rata-rata merupakan wisatawan yang tertarik akan budaya membatik yang ada di sana. Terlihat dari responden pengunjung sebanyak 39% yang menyatakan budaya membatik sebagai daya tarik wisata di Desa Wukirsari. Sebanyak 18,2 % menyatakan bahwa daya tarik wisata di Desa Wukirsari terletak pada nilai sejarah yang terjaga berupa Makam Sunan Cirebon dan Makam Seniman. Kemudian, sebanyak 16,9% menyatakan bahwa daya tarik Desa Wukirsari terletak pada keindahan alamnya yang masih mencerminkan alam pedesaan dengan sawah, rumah-rumah penduduk yang secara arsitektural masih khas rumah adat Jawa serta bukit-bukit yang mengelilingi Desa Wukirsari. Sisanya menyatakan daya tarik Desa Wukirsari terletak pada kehidupan masyarakat yang masih khas pedesaan (13%), makanan khasnya (11,7%), dan lain-lain seperti wisata gurah, kesenian tradisional (1,3%). Gambar 9 merupakan grafik persepsi pengunjung mengenai daya tarik wisata Desa Wukirsari.
Gambar 9. Daya Tarik Desa Wukirsari
34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Data dan Analisis Proses inventarisasi atau pengumpulan data merupakan tahap awal dalam
proses perencanaan. Pada tahap ini semua data primer dan sekunder yang dibutuhkan terkait dengan Dukuh Karangkulon sebagai lokasi studi dikumpulkan. Data yang dikumpulkan pada studi ini mencakup data aspek fisik, budaya dan wisata. Selanjutnya, data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode skoring dan hasil analisis dari tiap aspek di overlay untuk menghasilkan peta komposit berupa zona kesesuaian pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.
5.1.1 Aspek Fisik Aspek fisik merupakan aspek yang penting dikaji dalam suatu perencanaan
kawasan
wisata
agar
kegiatan
wisata
yang
direncanakan
berkelanjutan dan selaras dengan kondisi fisik eksisting kawasan perencanaan. Pada studi ini, komponen yang dibahas pada aspek fisik yaitu letak geografis dan administratif, kelerengan, rawan bencana, hidrologi, dan visual. Selanjutnya hasil identifikasi pada aspek ini dianalisis untuk menghasilkan suatu peta kesesuaian lahan untuk pengembangan kegiatan wisata batik di Dukuh Karangkulon.
5.1.1.1 Geografis dan Administratif Dukuh Karangkulon merupakan salah satu pedukuhan batik di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dukuh ini terletak pada koordinat 07°55’45”- 07°55’30” LS dan 110°23’27”- 110°24’30 BT. Luas Dukuh Karangkulon sebesar 105,83 Ha yang terbagi atas sembilan Rukun Tetangga (RT). Batas-batas administratif Dukuh Karangkulon yaitu bagian utara berbatasan dengan Dukuh Nagasari I, bagian selatan dengan Dukuh Kedungbuweng, kemudian pada bagian timur berbatasan dengan Dukuh Giriloyo dan bagian barat berbatasan dengan Dukuh Tilaman. Gambar 10 merupakan Peta Dasar Inventarisasi Dukuh Karangkulon dan Gambar 11 menampilkan peta administrasi Dukuh Karangkulon.
35
36
37
5.1.1.2 Topografi dan Kemiringan Lahan Topografi di Dukuh Karangkulon relatif bergelombang. Elevasi tertinggi (130 mdpl) berada di bagian selatan tapak yang berbatasan dengan Dukuh Kedungbuweng dan Desa Pajimatan. Elevasi terendah (40 mdpl) berada di bagian utara tapak yang berbatasan dengan Dukuh Nagasari I. Berdasarkan hasil identifikasi topografi di Dukuh Karangkulon, kemudian dilakukan analisis terhadap kemiringan lahan dengan menggunakan kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata. Selain itu, data topografi juga digunakan sebagai dasar analisis bahaya lanskap rawan bencana di Dukuh Karangkulon agar kegiatan wisata yang dilaksanakan nantinya aman dari bencana khususnya bencana longsor. Gambar 12 merupakan peta topografi Dukuh Karangkulon.
a.
Kesesuaian untuk Wisata Berdasarkan hasil analisis topografi dan kemiringan lahan di Dukuh
Karangkulon, diperoleh hasil berupa zona kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata yaitu area dengan kemiringan antara 0-8% merupakan area yang sesuai untuk pengembangan wisata (skor 3). Area dengan kemiringan 8-15% merupakan area yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata (skor 2). Dan area dengan kemiringan lebih dari 15% merupakan area yang tidak sesuai untuk pengembangan wisata (skor 1). Berdasarkan hasil analisis, area yang termasuk dalam zona sesuai untuk pengembangan wisata merupakan area dengan penutupan lahan berupa sawah dan pemukiman, kemudian zona cukup sesuai untuk pengembangan wisata merupakan area dengan penutupan lahan berupa hutan jati dan ladang. Terakhir zona tidak sesuai untuk tujuan wisata merupakan area dengan penutupan lahan berupa hutan jati dan makam raja yang berada di perbatasan antara Dukuh Karangkulon dengan Desa Pajimatan dan Dukuh Kedungbuweng.
Gambar 13 merupakan Peta analisis kemiringan untuk
kesesuaian wisata di Dukuh Karangkulon
.
38
39
40
b.
Bahaya Lanskap Desa Wukirsari merupakan salah satu kawasan yang memperoleh
kerusakan parah akibat dari bencana gempa yang melanda DIY pada tahun 2006. Berdasarkan data di Kecamatan Imogiri, sebanyak 1.145 rumah roboh, 1.600 rumah rusak berat dan 1.419 rumah rusak ringan. Hal ini dikarenakan letak geografis Desa Wukirsari yang dekat dengan pusat gempa yaitu Sesar Opak. Sesar Opak berada di Sungai Opak yang merupakan batas antara Desa Wukirsari dengan Desa Trimulyo. Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari merupakan salah satu pedukuhan yang memperoleh dampak akibat bencana tersebut. Akibat dari aktivitas gempa yang masih dirasakan oleh masyarakat yaitu bencana tanah longsor. Disamping aktivitas gempa yang masih sering terjadi, penutupan lahan, jenis tanah, curah hujan dan topografi eksisting menjadi penyebab terjadinya bencana longsor. Namun karena kondisi curah hujan dan jenis tanah yang cenderung homogen dengan Desa Wukirsari, maka pada analisis rawan bencana parameter yang digunakan yaitu kemiringan lahan rawan longsor berdasarkan kondisi topografi setempat. Bencana yang mengancam keselamatan tersebut merupakan kendala dalam pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon karena untuk merencanakan suatu kawasan wisata, keamanan dari bencana alam merupakan faktor penting agar kegiatan wisata yang dilaksanakan nantinya tidak membahayakan bagi pengunjung. Oleh karena itu analisis terhadap kerawanan bencana khususnya bencana longsor penting dilakukan agar kegiatan wisata yang dilaksanakan aman. Analisis terhadap kerawanan bencana ini dilakukan berdasarkan kondisi eksisting topografi dan kemiringan lahan di Dukuh Karangkulon. Kriteria yang digunakan dalam analisis yaitu kriteria kemiringan lahan rawan longsor berdasarkan Sitorus (2006) yaitu area dengan kemiringan 0-15% merupakan area aman bencana longsor (skor 3), kemudian area dengan kemiringan antara 15-25% merupakan area yang cukup berbahaya dari bencana longsor (skor 2) dan area dengan kemiringan lebih dari 25% merupakan area yang bahaya bencana longsor (skor 1). Hasil analisis ini menghasilkan peta analisis rawan bahaya longsor di Dukuh Karangkulon. Gambar 14 merupakan peta analisis bahaya lanskap bencana longsor di Dukuh Karangkulon.
41
42
5.1.1.3 Hidrologi Pada komponen hidrologi, hal utama yang menjadi perhatian dalam studi ini yaitu ketersediaan air untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat dan kegiatan wisata. Hal ini dipengaruhi oleh air tanah dan curah hujan setempat. Ketersediaan air tanah berasal dari pelapukan dari batuan yang tersusun di Dukuh Karangkulon. Formasi batuan yang tersusun yaitu formasi semilir dimana pada formasi ini terdiri dari batuan andesit, semilir, dan Aluvium yang merupakan jenis batuan tua. Hal ini menyebabkan batuan sulit melapuk yang berakibat pada keterbatasan air tanah terutama pada musim kemarau. Sumber air selanjutnya yaitu air hujan yang mengisi badan-badan air di Dukuh Karangkulon. Berdasarkan data iklim, kawasan perencanaan merupakan kawasan dengan tipe iklim agak kering dimana curah hujan perbulannya tergolong jarang sehingga menyebabkan ketersediaan air permukaan yang terbatas terutama pada musim kemarau. Saat ini masyarakat memenuhi kebutuhan air bersih melalui air tanah lewat sumur-sumur yang ada pada masing-masing rumah mereka. Berdasarkan kondisi tersebut, maka kawasan studi memerlukan suatu perlakuan untuk mengatasi kondisi kekurangan air dengan pembuatan sumur bor guna mencari sumber mata air. Hal ini bertujuan agar ketersediaan air mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat maupun kegiatan wisata yang akan dilaksanakan di Dukuh Karangkulon.
5.1.1.4 Visual Karakteristik lanskap Dukuh Karangkulon yaitu alami pedesaan dengan didominasi penutupan lahan oleh hutan jati 23 %. Pemandangan sawah, bukit, dan sungai menjadi potensi visual lanskap bagi Dukuh Karangkulon dan daya tarik wisata, terutama bagi wisatawan yang berasal dari kawasan perkotaan untuk menikmati lanskap alami pedesaan. Pada analisis aspek visual, dilakukan klasifikasi pemandangan dengan kualitas baik (good view) dan pemandangan dengan kualitas buruk (bad view). Pemandangan dengan kualitas baik merupakan pemandangan yang menunjang untuk kegiatan wisata batik di Dukuh Karangkulon sehingga dapat menjadi nilai tambah dalam kegiatan wisata. Pemandangan dengan kualitas buruk yaitu
43
pemandangan yang kurang menunjang kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon sehingga perlu dilakukan penataan ulang agar lebih menarik untuk kegiatan wisata. Berdasarkan pengamatan di kawasan perencanaan, terdapat beberapa spot di Dukuh Karangkulon yang memiliki kualitas visual baik (good view) dan berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata. Pemandangan tersebut berupa hamparan sawah dengan latar belakang bukit yang dapat dilihat dari jalur utama desa dekat dengan masjid. Pemandangan dengan kualitas visual buruk (bad view) seperti pemandangan sungai kecil yang melewati beberapa rukun tetangga yang alami namun terlihat kurang menarik karena kurangnya perhatian dari masyarakat akan potensi visual sungai tersebut. Tabel 8 menjelaskan analisis potensi visual lanskap di Dukuh Karangkulon dan Gambar 15 menampilkan peta analisis kualitas visual di Dukuh Karangkulon.
5.1.1.5 Hasil Analisis Aspek Fisik Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap komponen aspek fisik dihasilkan peta analisis spasial yaitu peta analisis kesesuaian untuk wisata dan analisis bahaya lanskap bencana longsor di Dukuh Karangkulon. Kedua peta tersebut kemudian di-overlay dan menghasilkan zona kesesuaian untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Dari hasil analisis diperoleh tiga zona kesesuaian lahan yaitu area yang sesuai (skor 3), kurang sesuai (skor 2) dan tidak sesuai (skor 1) untuk pengembangan wisata. Gambar 16 merupakan peta kesesuaian aspek fisik untuk tujuan pengembangan wisata batik di Dukuh Karangkulon.
44
Tabel 8. Analisis Visual Lanskap Dukuh Karangkulon No
1
2
3
BAD VIEW
DESKRIPSI Beberapa kandang hewan milik penduduk di Dukuh Karangkulon kondisinya kurang terawat sehingga mengurangi nilai estetika di beberapa tempat
Lahan kosong yang dibiarkan terbengkalai di Dukuh Karangkulon merusak pemandangan dan rawan kejahatan
Papan nama yang diletakkan di sembarang tempat menghalangi pemandangan di belakangnya dan terdapat beberapa papan nama yang telah rusak. Selain itu, desain papan nama juga tidak menunjukkan karakter Dukuh Karangkulon sebagai Kawasan Wisata Batik.
No.
6
7
8
GOOD VIEW
DESKRIPSI Pemandangan setelah hujan di Dukuh Karangkulon sangat indah dengan lanskap pedesaan berupa hamparan sawah dan perbukitan di belakangnya menjadi potensi visual bagi pengunjung khususnya masyarakat kota. Area pemukiman penduduk yang masih asri dan arsitektur rumah joglo yang masih asli arsitektur jawa menjadi potensi visual bagi pengunjung.
Pemandangan aktivitas seharihari masyarakat desa seperti menjemur hasil pertanian di pinggir jalan seperti ini menjadi salah satu potensi visual bagi pengunjung mengingat pemandangan itu tidak mungkin ditemui di kota.
45
Lanjutan Tabel 8 4
5
Jalan lokal di beberapa tempat kurang terawat dan sudah berlumut sehingga mengurangi nilai estetika, membahayakan pengguna, dan pada malam hari tidak terdapat penerangan yang cukup.
Sungai kecil yang membelah Dukuh Karangkulon kondisinya kurang terawat dengan pohon bambu yang dibiarkan tumbuh liar sehingga menimbulkan kesan kotor dan kurangnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan sungai.
9
10
11
Pemandangan pagi hari di Dukuh Karangkulon sangat indah dengan lanskap pedesaan berupa hamparan sawah dan barisan perbukitan serta aktivitas masyarakat seperti para petani yang memulai aktivitas bersawahnya, para ibu yang mulai menata tempat membatik mereka, anak-anak yang membantu orang tua dan lainlain. Jalur lokal yang terawat dengan baik di beberapa tempat dengan deretan pohon jati di kanan kiri menjadi suatu pemandangan yang menarik dan menjadi daya tarik visual tersendiri bagi pengunjung.
Pemandangan kegiatan para ibu yang sedang membatik merupakan daya tarik utama pada aspek visual mengingat tujuan pengembangan kegiatan wisata batik.
46
47
48
5.1.2
Aspek Sosial Budaya Dalam proses perencanaan lanskap untuk tujuan wisata batik di Dukuh
Karangkulon, aspek budaya merupakan aspek penting yang harus diperhatikan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan perencanaan. Data yang diperoleh pada aspek ini berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh setempat seperti Kepala Desa Wukirsari, Kepala Dukuh Karangkulon, Ketua Paguyuban Batik Giriloyo serta beberapa masyarakat Dukuh Karangkulon. Beberapa komponen yang dibahas pada aspek ini antara lain kependudukan, ragam budaya, persepsi dan preferensi masyarakat dan penggunaan guna lahan terkait dengan budaya membatik. Hasil analisis spasial pada aspek ini yaitu peta kesesuaian budaya Dukuh Karangkulon.
5.1.2.1 Kependudukan Jumlah penduduk Dukuh Karangkulon pada tahun 2008 sebanyak 1.327 jiwa dengan jumlah pria sebanyak 657 jiwa dan jumlah wanita sebanyak 670 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Dukuh Karangkulon berada di RT 01 yaitu sebanyak 17,5 % dari total penduduk. Kepadatan penduduk Dukuh Karangkulon yaitu sebesar 8,84 jiwa/km2. Tabel 9 merupakan data jumlah penduduk di Dukuh Karangkulon berdasarkan Rukun Tetangga (RT).
Tabel 9. Data Penduduk Dukuh Karangkulon RT 01 02 03 04 05 06 07 08 09 Total
Kepala Keluarga 64 47 46 29 38 43 37 38 26 368
Anggota Keluarga (jiwa) 232 181 165 99 146 148 119 143 94 1.327
Persentase (%) 17,5 13,6 12,4 7,5 11,0 11,1 8,9 10,8 7,2 100,0
Sumber : Hasil Wawancara dengan Kepala Dukuh Karangkulon
5.1.2.2 Ragam Budaya Mayoritas masyarakat di Dukuh Karangkulon merupakan masyarakat asli Desa Wukirsari. Sehingga rata-rata dari mereka mengetahui berbagai sejarah yang
49
ada seperti asal-usul batik wukirsari, Makam Sunan Cirebon, serta berbagai aspek kehidupan yang pernah terjadi di Desa Wukirsari seperti gempa bumi yang melanda DIY tahun 2006. Selain itu, masyarakat Dukuh Karangkulon juga paham akan budaya yang ada seperti budaya membatik, budaya kehidupan desa, budaya masyarakat jawa, bahasa, dan lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara, nilai budaya yang ada di Dukuh Karangkulon masih terjaga hingga saat ini, baik budaya yang bersifat tangible maupun intangible. Hasil budaya tangible yaitu hasil budaya yang dapat dilihat secara fisik seperti Makam Sultan Cirebon, batik khas wukirsari, dan arsitektur bangunan joglo. Hasil budaya intangible yaitu hasil budaya yang tidak terlihat secara fisik seperti kegiatan sehari-hari masyarakat, Bahasa Jawa, budaya membatik, kuliner khas, kesenian tradisional, dan lain-lain. Tabel 10 merupakan deskripsi ragam kebudayaan yang masih terjaga di Dukuh Karangkulon hingga saat ini.
Tabel 10. Ragam Kebudayaan di Dukuh Karangkulon Jenis Tangible
Bentuk - Batik Tulis - Makam Sunan Ciebon
Intangible
-
Arsitektur Khas Jawa Tengah Kuliner khas Kendaraan Tradisional Seni Membatik Bahasa Jawa Tradisi Masyarakat Desa Kesenian Tradisional
- Permainan Tradisional
Deskripsi Memiliki pola batik khusus dan dibuat secara tradisional Telah ada sejak abad ke-15 dan awal dari budaya membatik Bentuk rumah adat Joglo Wedang Uwuh, Pecel Bunga Turi Delman, sepeda Kegiatan membatik para ibu Bahasa Jawa kromo (halus) Kehidupan sehari-hari masyarakat desa Kirab budaya, Rasulan, Tari Tradisional, Karawitan Enggrang, galangsing, congklak, gundu, engkleng
5.1.2.3 Persepsi dan Preferensi Masyarakat Kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon direncanakan melibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku wisata sesuai dengan tujuan pengembangan kawasan berbasis budaya khususnya budaya membatik. Peran aktif masyarakat diharapkan menjadi kontrol dalam kegiatan wisata agar tidak merusak nilai-nilai budaya di kemudian hari. Berdasarkan hal tersebut maka dalam hal persepsi dan preferensi masyarakat penting untuk mengetahui tingkat pemahaman, upaya
50
pelestarian dan jenis keterlibatan masyarakat pada rencana pengembangan lanskap Dukuh Karangkulon untuk tujuan wisata budaya khususnya budaya membatik. Tingkat pemahaman masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon merupakan hal penting untuk dikaji pada komponen ini karena melalui tingkat pemahaman masyarakat yang baik terhadap nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon maka dapat menjadi kontrol agar kegiatan wisata yang akan dilaksanakan tidak merusak nilai sejarah dan budaya, baik yang bersifat tangible maupun intangible. Berdasarkan hasil kuisioner yang disebar secara acak kepada masyarakat Dukuh Karangkulon diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memiliki tingkat pemahaman yang baik mengenai nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon. Hal ini menunjukkan masyarakat juga bersedia untuk menjaga nilai-nilai tersebut apabila kegiatan wisata dilaksanakan di Dukuh Karangkulon. Gambar 17 merupakan tingkat pemahaman masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya di Dukuh Karangkulon.
Gambar 17. Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Sejarah dan Budaya
Hal berikutnya yang dikaji dalam komponen ini yaitu persepsi masyarakat mengenai pentingnya upaya pelestarian budaya khususnya budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Keragaman nilai budaya yang ada di Dukuh Karangkulon perlu dijaga kelestariannya agar tidak memudar oleh perubahan zaman saat ini. Peran masyarakat dan pemerintah Dukuh Karangkulon sangat penting dalam hal ini. Gambar 18 merupakan persepsi responden yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat di Dukuh Karangkulon mengenai pentingnya upaya pelestarian nilai budaya di Dukuh Karangkulon.
51
Gambar 18. Persepsi Terhadap Upaya Pelestariaan Nilai Budaya
Sebanyak 87% responden menyatakan bahwa tindakan pelestariaan terhadap nilai budaya di Dukuh Karangkulon sangat penting. Hal ini dikarenakan, nilai budaya tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka serta mampu menjadi sumber penghasilan mereka seperti batik dan kerajinan-kerajinan lainnya. Pemahaman masyarakat akan upaya pelestarian penting untuk mendukung upaya tersebut agar kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon dapat berkelanjutan. Kemudian untuk mendukung upaya pelestarian tersebut maka masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon agar secara bersama-sama dapat turut menjaga nilai sejarah dan budaya agar tidak memudar akibat kegiatan wisata tersebut. Jenis keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata dapat bersifat pasif maupun aktif. Berdasarkan hasil kuisioner yang disebarkan mengenai jenis keterlibatan aktif yang diminati apabila nantinya kegiatan wisata dilakukan di Dukuh Karangkulon, sebagian besar responden menyatakan bersedia menyediakan jasa memandu wisatawan sebagai pemandu wisata untuk mendampingi pengunjung melakykan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Gambar 19 merupakan jenis partisipasi yang diminati oleh masyarakat Dukuh Karangkulon dalam rencana pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.
52
Gambar 19. Jenis Keterlibatan Masyarakat terhadap Rencana Pengembangan Wisata di Dukuh Karangkulon
5.1.2.4 Tata Guna Lahan Kawasan Dukuh Karangkulon memiliki karakteristik lanskap pedesaan yang masih alami dengan mayoritas jenis penggunaan lahan didominasi oleh hutan dan ladang sebanyak 50,5 %. Untuk fungsi penggunaan lainnya seperti pemukiman sebesar 7,2%, sawah sebesar 27,3% dan kawasan bersejarah sebesar 2,3%.
Persentase masing-masing penggunaan lahan kawasan perencanaan
berdasarkan RTRW Kabupaten Bantul tahun 2010-2029 terdapat pada Tabel 11 dan Gambar 20 merupakan peta tata guna lahan di Dukuh Karangkulon berdasarkan RTRW Kabupaten Bantul tahun 2010-2029.
Tabel 11. Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon No. 1. 2 3 4 5 6
Peruntukan Pemukiman Sawah Hutan Ladang Semak Belukar Kawasan Bersejarah TOTAL
Luasan (Ha) 7,6 28,94 24,35 29,1 13,54 2,3 105,83
Persentase (%) 7,2 27,3 23 27,5 12,8 2,2 100%
Sumber : Data RTRW Kabupaten Bantul 2010-2029
Dari fungsi penggunaan lahan di Dukuh Karangkulon tersebut kemudian dilakukan analisis berdasarkan keterkaitan jenis penggunaan lahan dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Hubungan keterkaitan tata guna lahan dan budaya membatik menghasilkan zona budaya yang terdiri dari area yang berkaitan
53
langsung dengan budaya membatik (skor 3), berkaitan tidak langsung (skor 2) dan tidak berkaitan (skor 1). Penggunaan lahan sebagai pemukiman, hutan dan kawasan bersejarah berkaitan langsung dengan budaya membatik. Penentuan tersebut berdasarkan hasil pengamatan lapang dimana para pembatik melakukan kegiatan membatik di rumah masing-masing atau pada showroom batik yang juga merupakan tempat perkumpulan para pembatik. Kemudian untuk penggunaan lahan berupa hutan, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pembatik diperoleh keterangan bahwa bagian dari tumbuhan jati (daun dan kulit kayu) merupakan salah satu pewarna alami untuk kain batik sehingga hutan jati memiliki keterkaitan secara langsung dengan budaya membatik. Selain tanaman jati, tanaman indigo dan secang juga dapat menjadi pewarna alami kain batik. Pada kawasan bersejarah dikategorikan berkaitan secara langsung karena berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat setempat, disebutkan bahwa keberadaan makam tersebut merupakan awal mula adanya budaya membatik di Desa Wukirsari khususnya di Dukuh Karangkulon. Penggunaan lahan sawah memiliki keterkaitan tidak langsung dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Hal ini dikarenakan kondisi tanah yang kurang baik untuk kegiatan pertanian menyebabkan masyarakat Dukuh Karangkulon memiliki alternatif mata pencaharian dengan mengembangkan budaya membatik. Penggunaan lahan untuk ladang dan semak belukar berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapang tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Peta hasil analisis tata guna lahan merupakan hasil dari analisis spasial aspek budaya yang menghasilkan zona budaya di Dukuh Karangkulon. Gambar 21 menampilkan peta zona budaya Dukuh Karangkulon.
54
55
56
5.1.3
Aspek Wisata Aspek wisata merupakan aspek yang penting dalam sebuah perencanaan
wisata. Pada aspek ini data yang diperoleh yaitu obyek dan atraksi wisata, fasilitas penunjang wisata, aksesibilitas dan persepsi pengunjung. Analisis spasial dilakukan pada komponen obyek dan atraksi, fasilitas penunjang dan aksesibilitas. Hasil analisis spasial tersebut kemudian akan menghasilkan zona potensi wisata di Dukuh Karangkulon.
5.1.3.1 Obyek dan Atraksi Wisata Beragam obyek wisata yang terdapat di Dukuh Karangkulon dapat ditunjang dengan atraksi wisata untuk memberi variasi wisata di Dukuh Karangkulon. Obyek dan atraksi wisata di Dukuh Karangkulon belum seluruhnya dikelola dengan baik sebagai daya tarik wisata di Dukuh Karangkulon. Obyek wisata eksisiting dan potensial di Dukuh Karangkulon yaitu budaya membatik, pengobatan gurah, Makam Sunan Cirebon. kegiatan rasulan atau bersih desa, kirab budaya, kuliner khas setempat, kegiatan bertani, dan permainan tradisional. Gambar 22 merupakan beberapa obyek dan atraksi wisata di Dukuh Karangkulon.
(a)
(b)
(c)
Gambar 22. Obyek dan Atraksi Wisata di Dukuh Karangkulon (a) Budaya membatik, (b) Makam Sunan Cirebon, (c) Area Persawahan
Keragaman obyek dan atraksi wisata yang ada di Dukuh Karangkulon baik yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan wisata maupun yang belum merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi Dukuh Karangkulon. Tabel 12 merupakan identifikasi obyek dan atraksi wisata dan Gambar 23 merupakan peta sebaran obyek dan atraksi wisata di Dukuh Karangkulon.
57
Tabel 12. Potensi Wisata di Dukuh Karangkulon berdasarkan Rukun Tetangga Deskripsi Ketersediaan pada Rukun Tetangga (RT)
Ragam Obyek dan Atraksi Wisata
Pemanfaatan Untuk Wisata Eksisting
Pemukiman Masyarakat Showroom Batik Hutan Jati Kebun Indigo Makanan Tradisional Pengobatan Gurah Area Persawahan Permainan Tradisional Makam Sunan Cirebon Tradisi Rasulan / Bersih Desa Tradisi Kirab Budaya
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
Potensial
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
Berdasarkan identifikasi terhadap obyek dan atraksi wisata yang ada di Dukuh Karangkulon, dilakukan proses analisis untuk memperoleh zona keragaman obyek dan atraksi wisata di Dukuh Karangkulon. Keragaman wisata tersebut dibagi menjadi tiga zona berdasarkan obyek dan atraksi wisata yang ada di masing-masing RT yaitu area dengan obyek dan atraksi wisata yang banyak dan beragam (skor 3), area dengan obyek dan atraksi wisata yang cukup beragam (skor 2) dan area dengan obyek dan atraksi wisata yang tidak beragam (skor 1). Dari hasil analisis diperoleh RT 01, 02, dan 04 memiliki jenis obyek dan atraksi wisata yang beragam dan banyak. Kemudian RT 03 dan 05 memiliki obyek wisata yang kurang beragam sementara itu RT 06, 07, 08, dan 09 memiliki obyek wisata yang tidak beragam bahkan tidak ada. Gambar 24 merupakan peta hasil analisis keragaman obyek dan atraksi wisata di Dukuh Karangkulon.
58
59
60
5.1.3.2
Pengunjung Kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon saat ini sudah mulai berjalan.
Pengunjung yang datang berasal dari berbagai golongan usia, mulai dari anak sekolah, mahasiswa, kelompok ibu-ibu dan rombongan kantor. Gambar 25 merupakan persentase pengunjung berdasarkan usia.
Gambar 25. Persentase Pengunjung Berdasarkan Usia
Para pengunjung berwisata ke Dukuh Karangkulon dengan beragam tujuan. Mayoritas pengunjng mengetahui wisata batik di Dukuh Karangkulon dari informasi teman atau saudara. Hal ini menunjukkan wisata batik memiliki daya tarik bagi pengunjung namun informasi dan promosi
yang diberikan belum
optimal. Gambar 26 merupakan grafik yang memperlihatkan jumlah pengunjung berdasarkan tujuan berwisata ke Dukuh Karangkulon.
Gambar 26. Tujuan Wisata Pengunjung Dukuh Karangkulon
Pada gambar 26 terlihat bahwa sebanyak 60% pengunjung memiliki tujuan kunjungan untuk mempelajari batik dan sisanya bertujuan untuk belanja,
61
menikmati alam pedesaan atau hanya sekedar jalan-jalan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa batik memiliki daya tarik wisata bagi para pengunjung. Dalam melakukan kegiatan wisata, pengunjung memerlukan berbagai fasilitas penunjang wisata. Berdasarkan hasil kuisioner, responden manyatakan kebutuhan fasilitas penunjang yang paling penting yaitu jasa pemandu (17%), diikuti sarana informasi wisata (15%), penginapan (11%), tempat makan (10%), dan papan informasi (9%). Dalam hal ketersediaan fasilitas, sebanyak 83% pengunjung menilai fasilitas wisata yang ada saat ini kurang memadai dan perlu ada perbaikan dan penambahan beberapa fasilitas lain agar kegiatan wisata dapat memberikan kepuasan bagi pengunjung. Gambar 27 merupakan jenis fasilitas penunjang wisata yang diperlukan oleh pengunjung.
Gambar 27. Kebutuhan Fasilitas Pendukung Wisata
5.1.3.3 Aksesibilitas dan Sirkulasi Untuk menuju Dukuh Karangkulon jarak yang harus ditempuh sekitar 17 km dari Kota Yogyakarta. Dengan melalui jalur lingkar selatan kemudian masuk ke Kabupaten Bantul, perjalanan menuju Dukuh Karangkulon dapat ditempuh selama satu jam dengan menggunakan kendaraan umum bus dari terminal giwangan Yogyakarta sampei pertigaan singosaren. Untuk mencapai Dukuh Karangkulon, dari pertigaan Singosaren pengunjung perlu menyewa jasa ojek. Hal ini dikarenakan belum ada kendaraan khusus untuk mengangkut wisatawan menuju Dukuh Karangkulon.
62
Jalur sirkulasi di Dukuh Karangkulon dibagi menjadi jalur utama pedesaan dan jalur lokal yang menghubungkan antar rukun tetangga. Jalur utama yang ada saat ini kondisinya sudah cukup memadai dengan penutupan aspal. Jalur lokal yang menghubungkan antar rukun tetangga juga sudah cukup memadai dengan penutupan aspal dan lebar jalan empat meter. Dengan keadaan tersebut, jalur local yang ada saai ini hanya perlu beberapa perbaikan dan pemeliharaan agar kondisinya tetap baik untuk mendukung kegiatan wisata. Gambar 28 merupakan peta identifikasi aksesibilitas dan sirkulasi Dukuh Karangkulon. Dari hasil identifikasi aksesibilitas dan sirkulasi yang ada di Dukuh Karangkulon kemudian dilakukan analisis terhadap ketersediaan jalur utama dan lokal di setiap rukun tetangga. Hasil analisis membagi kawasan menjadi tiga kelas kesesuaian aksesibilitas yaitu kawasan yang sangat memadai dimana tersedia jalur utama dan jalur lokal, kawasan yang memadai dimana tersedia jalur utama saja dan terakhir kawasan yang kurang memadai dimana hanya terdapat jalur lokal saja. Kawasan yang sangat memadai dari segi ketersediaan akses yaitu RT 02, 04,05, 06, 07 dan 08. Sedangkan untuk kawasan yang memadai yaitu kawasan yang hanya terdapat jalur utama saja yaitu pada RT 01. Kawasan yang kurang memadai yaitu kawasan yang tidak terlewati jalur utama dan hanya terdapat jalur lokal yaitu RT 03. Dari hasil analisis tersebut sebagian besar kawasan di Dukuh Karangkulon sudah memadai dalam hal aksesibilitas. Gambar 29 merupakan peta hasil analisis aksesibilitas dan sirkulasi di Dukuh Karangkulon.
63
64
65
5.1.3.4 Fasilitas Pendukung Wisata Dalam suatu kegiatan wisata diperlukan fasilitas pendukung wisata agar kegiatan wisata berjalan dengan baik serta memberi kepuasan bagi pengunjung. Fasilitas wisata yang tersedia di Dukuh Karangkulon saat ini kurang memadai dilihat dari fasilitas yang telah tersedia saat ini yaitu pendopo, showroom batik, area parkir, papan informasi dan sistem penanda, homestay, masjid, serta jalur sirkulasi. Tabel 13 merupakan fasilitas pendukung wisata di Dukuh Karangklon dan Gambar 30 menampilkan peta sebaran fasilitas pendukung.
Tabel 13. Fasilitas Pendukung Wisata di Dukuh Karangkulon Deskripsi Ketersediaan Fasilitas Wisata
Kondisi
Jenis
Pendopo
Besar Kecil
- - - √ - - - - - - √ - - - -
Showroom
kelompok individu
√ √ √ √ -
Homestay Masjid Jalur Sirkulasi Papan Informasi dan Sistem penanda Area Parkir
Masjid Mushola Utama Jalur Peta wisata desa Peta wisata dukuh papan informasi penunjuk arah Parkir bis Parkir showroom
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ -
√ √ -
-
√ √
- - - - - √ √ √ √ - - - √ - - -
√ √
1 1 1 4 2
√ √ √ √
2 2 √ √ √ √ √ √
1 1 2 3 1 6
Fasilitas pendopo merupakan tempat untuk menampung wisatawan yang datang dalam jumlah besar. Bangunan pendopo memiliki bentuk arsitektur khas rumah joglo. Fasilitas pendopo terdiri dari pendopo utama dengan kapasitas 20-50 orang, pendopo kecil dengan kapasitas 5-10 orang dan gudang penyimpanan perlengkapan alat membatik dan pameran batik. Fasilitas jalur sirkulasi, papan informasi dan sistem penanda merupakan fasilitas untuk menunjang pergerakan
66
67
pengunjung agar lebih terarah. Saat ini fasilitas wisata berupa papan informasi, sistem penanda dan peta wisata masih cukup memadai namun penempatannya kurang tepat sehingga tidak berfungsi dengan baik. Fasilitas area parkir berfungsi sebagai area untuk memampung kendaraan yang dibawa pengunjung agar terpusat dan tertata rapi sehingga tidak mengganggu jalannya kegiatan wisata serta aktivitas masyarakat. Fasilitas area parkir di Dukuh Karangkulon saat ini cukup memadai dengan satu area parkir di kawasan pendopo dan area parkir pada setiap showroom batik. Area parkir yang ada saat ini telah mampu menampung empat hingga lima bus namun penempatannya kurang tepat. Fasilitas wisata lainnya yang ada di Dukuh Karangkulon yaitu tempat peribadatan, homestay dan showroom. Keberadaan fasilitas peribadatan penting pada sebuah kawasan wisata untuk mengakomodir kebutuhan rohani pengunjung. Fasilitas ibadah yang ada di Dukuh Karangkulon saat ini berupa dua masjid yang terletak di RT 02 dan 03, serta dua mushola yang terletak di RT 01 dan 05. Kemudian, fasilitas wisata berupa homestay saat ini juga sudah tersedia di Dukuh Karangkulon. Homestay yang tersedia saat ini masih dikelola oleh masing-masing kelompok pembatik. Pada satu kelompok pembatik rata-rata menyediakan dua hingga tiga homestay. Saat ini fasilitas tersebut belum dikelola dengan baik mengingat pengunjung yang datang selama ini sebagian besar tidak menginap. Fasilitas wisata berupa showroom merupakan tempat para kelompok batik menunjukan produk, mempraktekan proses kegiatan membatik, serta menjual batik tulis karya para pembatik setempat. Jumlah showroom batik yang ada saat ini di Dukuh Karangkulon yaitu enam showroom. Gambar 31 menampilkan beberapa fasilitas pendukung wisata yang ada di Dukuh Karangkulon saat ini dan Gambar 29 menampilkan peta sebaran fasilitas pendukung.
(a)
(b)
(c)
Gambar 31. Fasilitas pendukung wisata di Dukuh Karangkulon (a) Pendopo, (b) Showroom Batik, (c) Area Parkir
68
Dari hasil identifikasi fasilitas pendukung wisata yang ada di Dukuh Karangkulon, kemudian dilakukan analisis terhadap ketersediaan fasilitas wisata pada masing-masing RT dilihat dari jumlah, kondisi fisik dan manfaat. Hasil analisis berupa zona ketersediaan fasilitas wisata yang terdiri dari area dengan fasilitas wisata memadai (skor 3), cukup memadai (skor 2) dan tidak memadai (skor 1). Pada RT 02 dan 04 fasilitas yang ada saat ini sudah memadai dengan adanya pendopo, peta wisata, jalur wisata, dan home stay. Sedangkan kawasan dengan fasilitas wisata yang cukup memadai yaitu RT 01, dan 05. Dan kawasan yang kurang memadai dalam hal fasilitas wisata yaitu RT 03, 06, 07, 08, dan 09. Disini terlihat sebagian besar wilayah di Dukuh Karangkulon memiliki fasilitas wisata yang memadai untuk menunjang kegiatan wisata batik di Dukuh Karangkulon. Namun kurang merata, perlu perbaikan, pemeliharaan dan penambahan fasilitas agar kegiatan wisata dapat berjalan lancar. Gambar 32 merupakan peta analisis ketersediaan fasilitas wisata di Dukuh Karangkulon.
5.1.3.5 Hasil Analisis Aspek Wisata Hasil analisis komponen aspek wisata di-overlay dan menghasilkan peta zona potensi wisata Dukuh Karangkulon. Pembagian zona potensi tersebut yaitu berpotensi, kurang berpotensi dan tidak berpotensi berdasarkan RT. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh RT dan 04 sebagai zona dengan obyek atraksi wisata, aksesibilitas dan sirkulasi, serta fasilitas pendukung wisata yang berpotensi untuk kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Zona kurang berpotensi meliputi RT 05. Sementara itu RT 01, 03,06, 07,08, dan 09 termasuk dalam zona yang tidak berpotensi. Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa zona sebaran obyek dan atraksi, aksesibilitas dan sirkulasi, serta fasilitas wisata pendukung belum merata. Diharapkan komponen tersebut tersebar secara memadai agar kegiatan wisata tidak hanya terpusat pada satu tempat saja namun menyebar agar tujuan perencanaan wisata batik di Dukuh Karangkulon dapat tercapai. Gambar 33 merupakan peta hasil analisis aspek wisata di Dukuh Karangkulon.
69
70
71
5.1.3
Hasil Analisis Data yang diperoleh pada tahap inventarisasi kemudian dianalisis dimana
data yang digunakan yaitu data yang memiliki keterkaitan dengan tujuan perencanaan pengembangan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon berbasis budaya khususnya budaya membatik. Hasil analisis merupakan gabungan peta analisis aspek fisik, budaya dan wisata dalam bentuk peta komposit (overlay). Proses overlay peta dilakukan untuk menghasilkan zona pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Pada proses overlay, digunakan metode pembobotan untuk setiap aspek dengan perbandingan bobot pada aspek fisik, budaya dan wisata yaitu 30:40:30. Berdasarkan hasil overlay ketiga aspek tersebut, dihasilkan sebuah zona pengembangan wisata yang terdiri dari area yang intensitas pengembangan wisata tinggi, intensitas sedang dan rendah. Gambar 34 merupakan peta komposit hasil analisis untuk pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon.
5.2
Sintesis Hasil analisis yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya menjadi dasar
untuk tahap sintesis. Tahap ini bertujuan untuk mencari solusi terbaik dari setiap kendala serta mengangkat potensi yang ada pada kawasan. Hasil analisis spasial pada ketiga aspek tersebut di-overlay dan menghasilkan zona pengembangan wisata yang terdiri dari area pengembangan intensitas tinggi,sedang dan rendah. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka kawasan perencanaan terbagi menjadi tiga zona yaitu zona wisata, zona penerimaan dan zona konservasi. Area intensitas pengembangan wisata sedang yang berada dekat pintu masuk difungsikan sebagai zona penerimaan. Zona ini terletak pada RT 01 dan 09 dengan penutupan lahan berupa sawah. Pada area ini aktivitas wisata yang dilakukan merupakan aktivitas pendukung seperti kegiatan parkir dan mencari informasi wisata. Area intensitas pengembangan wisata tinggi, sedang dan rendah pada RT 01, 02, 04, 05, 06 dan 07 dengan penutupan lahan berupa pemukiman, hutan jati dan kebun difungsikan menjadi zona wisata yang terdiri dari ruang wisata batik dan non-batik. Zona ini merupakan pusat akivitas wisata dimana sebagian besar
72
73
kegiatan wisata dilakukan pada zona ini baik yang bertema batik maupun nonbatik. Terakhir, area intensitas pengembangan wisata sedang dan rendah pada RT 01, 03, 08, dan 09 dengan penutupan lahan berupa hutan jati dan kawasan bersejarah difungsikan menjadi area non-wisata dimana pada area ini tidak dapat dikembangkan dengan penutupan lahan berupa hutan jati dan kawasan bersejarah menjadi area wisata terbatas. Jenis aktivitas wisata dibagi menjadi dua yaitu aktivitas wisata batik dan aktivitas wisata non-batik, hal ini berdasarkan keterkaitan aktivitas wisata dengan budaya membatik. Jenis wisata batik yaitu kegiatan wisata yang berkaitan dengan budaya membatik seperti belajar membatik, mempelajari proses pembuatan pewarna alami batik, mengunjungi showroom batik, dan wisata belanja batik. Wisata non-batik yaitu jenis kegiatan wisata untuk menambah variasi kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon seperti belajar menanam padi, mengunjungi makam Sunan Cirebon, wisata kuliner, dan pertunjukan kesenian dan permainan tradisional. Gambar 35 merupakan peta rencana blok Dukuh Karangkulon.
74
75
5.3
Konsep Perencanaan Lanskap
5.3.1 Konsep Dasar Dukuh Karangkulon merupakan area produksi batik di Desa Wukirsari yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata batik. Melihat potensi yang dimiliki tersebut maka diperlukan sebuah konsep dasar perencanaan lanskap yang dapat memadukan aspek fisik, sosial budaya dan wisata di Dukuh Karangkulon. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan wisata baik pada sumber daya fisik, maupun sosial masyarakat apabila kawasan wisata tidak direncanakan dengan baik. Konsep
dasar
perencanaan
lanskap
Dukuh
Karangkulon
yaitu
mengembangkan lanskap Dukuh Karangkulon menjadi kawasan wisata batik yang memberi pengalaman serta pendidikan terkait budaya membatik bagi pengunjung wisata Dukuh Karangkulon dengan mempertimbangkan kondisi fisik kawasan yang rawan bencana longsor. Perencanaan wisata ini bertujuan untuk menata lanskap Dukuh Karangkulon dengan budaya membatik sebagai daya tarik utamanya sehingga secara tidak langsung mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dukuh Karangkulon dan menjaga kelestarian budaya membatik di Dukuh Karangkulon melalui kegiatan wisata. Perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon diharapkan memiliki fungsi: 1.
Fungsi Wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata pengunjung dengan aktivitas wisata berdasarkan potensi tapak yaitu budaya membatik dan ditunjang dengan fasilitas wisata agar memberi kepuasan bagi pengunjung.
2.
Fungsi
Edukasi,
dikembangkan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
pengunjung mengenai batik dan kepedulian terhadap kelestarian budaya membatik melalui kegiatan wisata yang edukatif. 3.
Fungsi Konservasi, dikembangkan berkaitan dengan kondisi alam sekitar yang rawan bencana longsor sehingga perencanaan yang diperoleh dapat menjaga kawasan serta mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi agar tidak membahayakan pengunjung dan penduduk setempat.
76
Konsep dasar ini dikembangkan dalam bentuk konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas wisata. Pengembangan konsep dasar tersebut berdasarkan rencana blok yang telah dihasilkan sebelumnya dari tahap sintesis.
5.3.2 Pengembangan Konsep 5.3.2.1 Konsep Ruang Konsep ruang merupakan konsep pembagian kawasan studi menjadi zonazona berdasarkan rencana blok yang dihasilkan pada tahap sintesis. Pembagian zona pada studi terdiri dari zona penerimaan, zona wisata dan zona konservasi. Pembagian zona ini berdasarkan pada fungsi masing-masing dalam kegiatan wisata yang berorientasi pada budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Gambar 36 merupakan diagram konsep ruang di Dukuh Karangkulon.
Gambar 36. Diagram Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulon
Zona penerimaan merupakan zona yang berfungsi untuk menerima wisatawan dari luar kawasan wisata untuk menuju ke dalam kawasan wisata. Zona ini terdiri dari ruang pelayanan dan ruang transisi. Ruang pelayanan merupakan ruang penyediaan informasi dan area berkumpul sebelum pengunjung memasuki zona wisata. Kemudian ruang transisi merupakan ruang pendukung zona
77
penerimaan dimana pengunjung dapat melakukan aktivitas viewing untuk menikmati pemandangan sebelum memasuki ruang pelayanan. Zona wisata merupakan pusat aktivitas wisata dimana kegiatan wisata sebagian besar dilakukan pada zona ini. Zona ini terdiri dari ruang wisata batik dan ruang wisata non-batik. Ruang wisata batik yaitu tempat aktivitas wisata yang berhubungan dengan budaya membatik dan ruang wisata non-batik yaitu tempat aktivitas wisata pendukung disamping budaya membatik sebagai variasi obyek dan atraksi wisata di Dukuh Karangkulon. Zona konservasi merupakan zona perlindungan fisik kawasan dengan tujuan konservasi lahan untuk menghindari akibat dari bencana longsor agar tidak mengganggu kegiatan wisata serta menjaga kestabilan aspek fisik di Dukuh Karangkulon. Zona ini terdiri dari ruang wisata terbatas dan ruang non wisata. Ruang wisata terbatas merupakan ruang pada zona konservasi yang masih memiliki daya tarik wisata. Kegiatan wisata yang dilakukan pada area ini sangat dibatasi dari jenis kegiatan dan waktu kunjungan agar tidak membahayakan pengunjung. Ruang non wisata merupakan ruang konservasi dimana tidak ada kegiatan wisata sama sekali dikarenakan kondisi fisik kawasan yang berbahaya. Gambar 37 merupakan peta konsep ruang wisata di Dukuh Karangkulon.
78
79
5.3.2.2 Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi dibuat berdasarkan pada konsep dasar perencanaan untuk memberi pengalaman serta pendidikan bagi pengunjung wisata Dukuh Karangkulon dengan mempertimbangkan kondisi fisik kawasan yang rawan bencana longsor. Konsep sirkulasi bertujuan untuk mengarahkan pergerakan pengunjung agar tercipta ritme perjalanan wisata sehingga tujuan wisata di Dukuh Karangkulon dapat tercapai serta mengarahkan pergerakan pengunjung dan masyarakat saat terjadi bencana longsor agar lebih cepat menuju daerah yang lebih aman. Selain itu, konsep ini juga bertujuan untuk memecah konsentrasi kepadatan pengunjung agar tidak menumpuk pada satu titik. Jalur sirkulasi di Dukuh Karangkulon dibagi menjadi jalur sirkulasi wisata, dan jalur evakuasi. Gambar 38 merupakan diagram konsep sirkulasi wisata batik di Dukuh Karangkulon.
Gambar 38. Diagram Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon
Jalur sirkulasi wisata merupakan jalur penghubung antar obyek dan atraksi di Dukuh Karangkulon berdasarkan konsep ruang yang telah direncanakan sebelumnya. Jalur sirkulasi wisata merupakan jalur untuk mengarahkan pergerakan pengunjung berdasarkan program yang disediakan dalam paket wisata Dukuh Karangkulon. Jalur ini terdiri dari jalur wisata batik dan jalur wisata nonbatik. Jalur wisata batik merupakan jalur wisata dengan tema batik dimana
80
wisatawan melalui stop area yang berkaitan dengan budaya membatik seperti tempat pengambilan bahan pewarna alami batik, pemukiman tempat masyarakat setempat membatik, tempat pengunjung melaksanakan praktek membatik, serta tempat penjualan hasil produksi batik. Jalur wisata non-batik merupakan jalur wisata alternatif untuk mendukung kegiatan wisata batik. Jalur ini dikhususkan untuk aktivitas wisata pendukung. Pada jalur wisata ini, pengunjung dapat melalui stop area sawah, kawasan bersejarah makam Sunan Cirebon, ruang kesenian, dan pusat kuliner. Jalur evakuasi merupakan jalur penyelamatan apabila sewaktu-waktu terjadi bencana untuk menyelamatkan pengunjung dan masyarakat setempat. Jalur ini menghubungkan kawasan rawan bahaya longsor dengan ruang evakuasi yang berada pada kawasan aman bahaya longsor.
5.3.2.3 Konsep Vegetasi Konsep vegetasi di Dukuh Karangkulon dibuat dengan menggunakan tanaman eksisiting yang telah ada di kawasan perencanaan saat ini. Pembagian vegetasi sesuai dengan fungsi yang akan diperoleh dari vegetasi tersebut yaitu vegetasi dengan fungsi fisik, fungsi sosial budaya dan fungsi konservasi. Vegetasi dengan fungsi fisik yaitu vegetasi yang berfungsi arsitektural sesuai dengan kondisi fisik vegetasi yaitu sebagai pengarah, peneduh, dan estetika. Vegetasi dengan fungsi fisik terdapat pada semua zona di kawasan perencanaan. Vegetasi yang berfungsi sosial budaya yaitu vegetasi yang berfungsi untuk menunjang kehidudupan sosial masyarakat setempat dan kebutuhan wisata. Vegetasi dengan fungsi sosial budaya terdapat pada zona penerimaan dan zona wisata. Selanjutnya, vegetasi dengan fungsi konservasi merupakan vegetasi yang berfungsi untuk mengurangi dampak bencana logsor serta menjaga kestabilan lahan di Dukuh Karangkulon. Vegetasi dengan fungsi konservasi ini terdapat pada zona konservasi. Tabel 14 menjelaskan konsep vegetasi di Dukuh Karangkulon.
81
Tabel 14. Konsep Vegetasi Dukuh Karangkulon Fungsi Fisik
Sosial Budaya Konservasi
Pengarah Peneduh Estetika Sawah dan Kebun Pewarna alami
Penerimaan √ √ √ √ -
Lokasi Pada Zona Wisata Konservasi √ √ √ √ √ √ √
5.3.2.3 Konsep Aktivitas Konsep aktivitas wisata merupakan konsep untuk mengarahkan aktivitas pengunjung sesuai dengan paket wisata yang akan disediakan di Dukuh Karangkulon. Konsep aktivitas wisata terdiri dari paket wisata batik dan nonbatik. Paket wisata batik merupakan paket wisata dengan tujuan mengenalkan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Aktivitas wisata pada paket ini yaitu aktivitas yang berhubungan langsung dengan budaya membatik seperti melihat kegiatan membatik yang dilakukan penduduk setempat, mempelajari sejarah budaya membatik, belajar membatik, mengunjungi showroom batik, melihat proses pembuatan pewarna alami, serta berbelanja kain batik hasil produksi pengrajin setempat. Paket wisata non batik merupakan paket wisata dengan aktivitas wisata disamping budaya membatik yang dapat berpotensi menjadi daya tarik wisata bagi pengunjung. Aktivitas wisata pada paket ini yaitu mengunjungi atau berziarah ke makam Sunan Cirebon, belajar menanam padi, mengenal kuliner khas setempat, melihat pertunjukan tari tradisional, rasulan, kirab budaya serta permainan tradisional khas masyarakat desa. Pengelolaan aktivitas wisata di DUkuh Karangkulon akan dilakukan oleh masyarakat setempat dengan memberdayakan kelompok-kelompok batik yang telah ada saat ini.
5.3.2.4 Konsep Fasilitas Wisata Fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk menunjang aktivitas wisata di Dukuh Karangkulon dibagi berdasarkan konsep ruang. Pembagian fasilitas wisata tersebut yaitu fasilitas zona penerimaan, fasilitas zona wisata dan fasilitas zona konservasi. Fasilitas pada zona penerimaan merupakan fasilitas untuk mendukung
82
kegiatan penerimaan seperti area parkir bis, tempat peminjaman sepeda, pusat informasi, signage, papan interpretasi, showroom kerajinan desa, mushola, dan toilet. Fasilitas pada zona wisata merupakan fasilitas untuk menunjang kegiatan wisata utama baik yang berkaitan dengan aktivitas wisata batik maupun non-batik serta untuk menunjang keselamatan dari bahaya longsor. Fasilitas pada zona wisata yaitu homestay, showroom, pusat kuliner, pendopo, area terbuka, sawah percontohan, hutan percontohan, tempat parkir sepeda, signage, pemandu wisata, mushola, toilet, papan interpretasi, kebun indigo, dan ruang evakuasi. Fasilitas pada zona konservasi merupakan fasilitas untuk memberi peringatan pada pengunjung bahwa area tersebut merupakan area rawan bencana longsor agar pengunjung lebih waspada. Fasilitas pada zona ini antara lain signage, jalur evakuasi, tempat parkir sepeda, pemandu wisata, mushola, dan toilet.
5.4
Perencanaan Lanskap Perencanaan lanskap merupakan tahap akhir pada studi ini yang dibuat
berdasarkan konsep dasar perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon, yaitu mengembangkan lanskap Dukuh Karangkulon menjadi kawasan wisata batik yang memberi pengalaman serta pendidikan bagi pengunjung wisata Dukuh Karangkulon dengan tetap menjaga kestabilan fisik kawasan yang rawan bencana longsor. Tahap ini menghasilkan rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas wisata yang dituangkan dalam sebuah gambar rencana lanskap. Rencana lanskap yang diperoleh kemudian dilengkapi dengan ilustrasi potongan untuk memberi gambaran mengenai suasana yang akan tercipta pada kawasan perencanaan wisata batik Dukuh Karangkulon.
5.4.1 Rencana Ruang Rencana ruang merupakan perwujudan dari konsep ruang yang telah dibuat pada tahap sebelumnya yaitu konsep dan pengembangan. Sesuai dengan pembagian zona pada konsep ruang, maka kawasan perencanaan terdiri dari :
83
5.4.1.1 Zona penerimaan Zona penerimaan merupakan zona yang berfungsi untuk menerima pengunjung dari luar kawasan perencanaan menuju ke dalam kawasan perencanaan. Zona ini terdiri dari ruang pelayanan dan ruang transisi. Luas zona penerimaan yaitu 13,28% dari total luas kawasan perenencanaan atau sekitar 14,05 Ha. Zona ini terletak pada RT 01 dan 09 dengan penutupan lahan berupa sawah. Ruang transisi merupakan area peralihan pengunjung dari luar kawasan menuju dalam kawasan wisata Dukuh Karangkulon. Ruang ini berfungsi sebagai lokasi viewing dimana pengunjung dapat menikmati keindahan alam lanskap pedesaan Dukuh Karangkulon berupa area persawahan yang disertai oleh barisan perbukitan disekitarnya. Karakter area ini berfungsi untuk memenuhi fungsi wisata dan mendukung kegiatan pengunjung untuk menikmati keindahan lanskap alami Dukuh Karangkulon. Ruang pelayanan merupakan area dengan fungsi sebagai pintu masuk utama untuk memasuki Dukuh Karangkulon serta memberi informasi awal mengenai wisata di Dukuh karangkulon sebelum pengunjung memasuki zona wisata. Penetapan ruang ini bertujuan untuk mengumpulkan pengunjung sebelum memasuki zona wisata dan member informasi hal-hal yang berkaitan dengan wisata serta kawasan bahaya bencana longsor. Ruang ini direncanakan berfungsi untuk mendukung penyediaan informasi pengunjung dengan fasilitas-fasilitas pelayanan bagi pengunjung.
5.4.1.2 Zona Wisata Zona wisata merupakan zona dimana hampir sebagian besar kegiatan wisata diselenggarakan pada zona ini. Zona ini direncanakan memenuhi fungsi wisata dan edukasi. Fasilitas dan pelayanan yang disediakan pada zona ini bertujuan untuk mendukung kegiatan wisata pengunjung dalam mengenal budaya dengan tema batik dan non-batik di Dukuh Karangkulon. Luas zona ini yaitu 24,26% dari total luas kawasan perencanaan atau sekitar 25,67 Ha. Zona ini berada pada RT 01, 02, 04, 05, 06 dan 07 dengan penutupan lahan berupa
84
pemukiman, kebun indigo, hutan jati dan kebun campuran warga Zona wisata terdiri dari ruang wisata batik dan ruang wisata non-batik Ruang wisata batik merupakan ruang penyelenggaraan aktivitas wisata yang berkaitan dengan budaya membatik mulai dari melihat proses pembuatan batik oleh pengrajin, belajar mengolah bahan pewarna alami untuk kain batik, belajar membatik mulai dari membuat pola hingga menjadi kain batik, mengunjungi showroom batik, dan berbelanja batik langsung dari pengrajin. Ruang ini berfungsi untuk memberi pelayanan agar pengunjung memperoleh pengalaman wisata terkait dengan budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Ruang wisata non-batik merupakan ruang penyelenggaraan kegiatan wisata yang tidak berkaitan langsung dengan budaya membatik seperti belajar menanam padi, belajar membajak sawah, melihat pertunjukan kesenian tradisional, mengenal permainan tradisional, dan mengenal makanan khas Dukuh Karangkulon. Ruang ini berfungsi untuk memberi pelayanan agar pengunjung memperoleh pengalaman wisata disamping budaya membatik di Dukuh Karangkulon.
5.4.1.3 Zona Konservasi Zona konservasi merupakan zona pendukung wisata dengan tujuan konservasi lahan untuk menghindari akibat dari bencana longsor agar tidak mengganggu kegiatan wisata serta menjaga kestabilan fisik di Dukuh Karangkulon. Zona ini berada pada RT 01, 03, 08 dan 09 dengan penutupan lahan berupa hutan jati. Zona ini bertujuan untuk memenuhi fungsi konservasi pada lahan yang tergolong rawan bencana longsor sehingga pembangunan dan kegiatan wisata dibatasi dalam hal jumlah dan jenisnya. Zona konservasi terdiri dari ruang wisata terbatas dan ruang non wisata. Luas zona ini yaitu 62,46% dari total luas kawasan perencanaan atau sekitar 66,11 Ha. Ruang wisata terbatas yaitu area pada ruang pada zona konservasi yang masih memiliki potensi wisata. Pada ruang ini kegiatan wisata masih dapat dilakukan hanya dibatasi jenis dan waktu kunjungannya. Pembatasan tersebut dilakukan untuk mengurangi akibat yang tidak diharapkan apabila sewaktu-waktu terjadi bencana longsor. Ruang ini berfungsi untuk memberi pengalaman wisata
85
sejarah pengunjung yang berminat mengunjungi makam Sunan Cirebon baik untuk tujuan wisata sejarah maupun ziarah. Ruang non-wisata yaitu ruang pada zona konservasi yang berfungsi sebagai kawasan konservasi lahan tanpa ada kegiatan wisata sama sekali pada ruang tersebut dikarenakan bahaya bencana longsor pada area tersebut yang dapat mengancam keselamatan pengunjung apabila kegiatan wisata dilakukan pada area tersebut.
5.4.2 Rencana Sirkulasi Rencana sirkulasi yang akan diterapkan pada kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon berdasarkan pada konsep sirkulasi yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Rencana sirkulasi dibuat untuk mengarahkan pergerakan pengunjung agar tercipta ritme perjalanan yang menarik bagi pengunjung dan tidak mendekati atau memasuki daerah-daerah yang rawan bencana longsor. Sesuai dengan konsep sirkulasi, maka jalur sirkulasi terdiri dari:
5.4.2.1 Jalur Sirkulasi Wisata Berdasarkan konsep jalur wisata yang telah dibuat sebelumnya, maka jalur sirkulasi wisata merupakan jalur untuk mengarahkan pergerakan pengunjung berdasarkan program wisata yang disediakan dalam paket wisata Dukuh Karangkulon. Lama pengunjung melalui jalur sirkulasi wisata tergantung dari lamanya kunjungan yaitu satu hari dan lebih dari satu hari. Jalur sirkulasi wisata ini dilengkapi dengan jalur wisata dan street furniture untuk mengarahkan pergerakan pengunjung. Jalur wisata yang digunakan yaitu jalan lokal eksisting dengan lebar enam meter. Street furniture yang direncanakan pada jalur wisata yaitu papan penunjuk arah yang diletakkan pada setiap persimpangan jalan, peta wisata pada setiap stop area yang dilalui oleh wisatawan, papan penunjuk titik lokasi serta tanaman pengarah sebagai jalur hijau dan juga identitas jalur wisata. Jalur sirkulasi wisata terdiri dari jalur wisata batik dan jalur wisata non-batik. Pengunjung dapan melalui jalur wisata ini dengan menggunakan fasilitas wisata berupa sepeda dan delman wisata. Hal ini bertujuan agar kegiatan wisata yang
86
dilaksanakan berkesan serta mempertimbangkan daya dukung jalan yang kurang memadai apabila dilewati mobil atau bis dalam jumlah banyak secara bersamaan. Jalur wisata batik merupakan jalur wisata dengan tema batik dimana wisatawan melalui lokasi-lokasi yang berkaitan dengan budaya membatik. Jalur wisata batik ini melalui RT 02, 04, 05, 06, dan 07. Stop area yang dilalui pada jalur ini yaitu pemukiman tempat masyarakat setempat membatik tempat pengambilan bahan pewarna alami batik, tempat pengunjung melaksanakan praktek membatik, serta tempat penjualan hasil produksi batik. Jalur wisata non-batik merupakan jalur wisata alternatif untuk mendukung kegiatan wisata batik. Jalur ini dikhususkan untuk aktivitas wisata pendukung. Jalur wisata non-batik ini melalui RT 01, 03, dan 04. Pada jalur wisata ini, stop area yang dilalui pengunjung yaitu area persawahan, kawasan bersejarah makan Sunan Cirebon, kawasan kuliner, dan tempat pertunjukan kesenian. Tabel 15 merupakan rencana jalur sirkulasi wisata di Dukuh Karangkulon.
Tabel 15. Rencana Jalur Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon Tema Jalur Batik
Non-Batik
Stop Area Pemukiman Warga Kebun Indigo Hutan Jati Showroom Batik Makam Sunan Cirebon Pusat Kuliner Sawah Ruang Kesenian
Lokasi RT 05, 06, 07 RT 04 RT 02 RT 02, 04 RT 03 RT 01 RT 04 RT 04
5.4.2.2 Jalur Evakuasi Jalur evakuasi merupakan jalur darurat dan jalur eksisting yang direncanakan untuk mengakomodasi pergerakan pengunjung dan masyarakat apabila sewaktu-waktu terjadi bencana longsor agar lebih cepat sampai ke tempat yang lebih aman. Jalur evakuasi menggunakan jalur lokal yang telah ada sebelumnya dan beberapa jalur tambahan untuk mempermudah proses evakuasi. Jalur tambahan yang dibuat untuk tujuan evakuasi berada pada RT 03 dimana kawasan tersebut tergolong bahaya bencana longsor sehingga perlu dibuat jalur tambahan. Jalur ini menghubungkan lokasi makam Sunan Cirebon dengan ruang evakuasi pada RT 02 agar memudahkan pergerakan pengunjung menuju ke
87
tampat yang lebih aman terutama pengunjung dan masyarakat yang berada sekitar di makam Sunan Cirebon. Lebar jalan pada jalur evakuasi ini yaitu enam meter dan dilengkapi dengan papan penujuk arah.
5.4.3 Rencana Vegetasi Rencana vegetasi dibuat berdasarkan konsep vegetasi yang telah dibuat, vegetasi pada studi ini terdiri dari vegetasi dengan fungsi fisik, sosial budaya dan konservasi. Rencana ini bertujuan memberi kepuasan bagi pengunjung dengan tetap menjaga keamanan dari bahaya bencana longsor.
5.4.3.1 Fungsi fisik Vegetasi dengan fungsi fisik yaitu vegetasi yang berfungsi untuk memenuhi fungsi arsitektural sesuai dengan kondisi fisik vegetasi. Vegetasi dengan fungsi fisik ini terdiri dari vegetasi display, peneduh dan pengarah. Vegetasi estetika yaitu vegetasi yang memiliki keindahan fisik sehingga berfungsi untuk menarik minat dan memberi kesan yang menyenangkan bagi pengunjung. Vegetasi yang digunakan sebagai pemberi estetika yaitu pacar air (Impatiens balsamina L.), tapak dara (Catharanthus roseus L.), rumput gajah mini (Axonopus compresus), dan kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Vegetasi estetika terdapat pada zona penerimaan dan zona wisata pada setiap stop area. Vegetasi pengarah yaitu vegetasi yang ditanam sepanjang jalur sirkulasi wisata dan jalur evakuasi dengan fungsi untuk mengarahkan pergerakan pengunjung ketika melakukan kegiatan wisata serta saat terjadi bencana longsor. Pada fungsi pengarah ini vegetasi yang dipilih yaitu vegetasi dengan sistem perakaran dan buah yang tidak besar, cukup teduh tapi tidak terlalu gelap, dan serasah yang dihasilkan sedikit. Vegetasi yang digunakan yaitu tanaman mahoni (Swietenia mahagoni L.) dan teh-tehan (Acalypha siamensis) Vegetasi peneduh merupakan vegetasi yang berfungsi sebagai ameliorasi iklim mikro untuk memberi kenyamaman bagi pengunjung selama melaksanakan aktivitas wisata di Dukuh Karangkulon. Vegetasi peneduh memiliki karakter bentuk tajuk yang lebar sehingga mampu menyaring sinar matahari hingga sampai ke bawah dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Vegetasi peneduh
88
diletakkan pada zona penerimaan dan zona wisata. Vegetasi eksisting yang digunakan sebagai peneduh yaitu tanaman jambu biji (Psidium guajava L.).
5.4.3.2 Fungsi Sosial Budaya Vegetasi dengan fungsi sosial budaya yaitu vegetasi eksisting yang telah ada di dalam kawasan studi dengan fungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menunjang aktivitas wisata. Vegetasi dengan fungsi ini terdiri dari vegetasi sawah dan kebun campuran serta vegetasi pewarna alami kain batik. Pada vegetasi sawah dan kebun campuran ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat serta sebagai sumber bahan untuk memenuhi kebutuhan wisata non-batik. Pada sawah dan kebun campuran tanaman yang digunakan merupakan tanaman eksisting yang terdiri dari padi (Oryza sativa), singkong (Manihot esculenta Crantz), pisang (Musa paradisiacal), kelapa (Cocos nucifera), secang (Caesalpinia sappan L.), dan nangka (Artocarpus heterophyllus) Vegetasi pewarna alami kain batik merupakan vegetasi eksisting yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami kain batik. Vegetasi yang digunakan sebagai pewarna alami kain batik yaitu tanaman jati (Tectona grandis) yang menghasilkan warna coklat kemerahan, secang (Caesalpinia sappan L.) menghasilkan warna merah dan tanaman indigo (Indigofera sumatrana) yang menghasilkan warna biru kehijauan. Vegetasi ini berada pada kawasan ruang wisata batik sebagai salah satu atraksi wisata yang direncanakan di Dukuh Karangkulon.
5.4.3.3 Fungsi Konservasi Vegetasi dengan fungsi konservasi yaitu vegetasi eksisting pada zona konservasi yang dipertahankan keberadaannya untuk menjaga kestabilan tanah agar bencana longsor yang dapat terjadi sewaktu-waktu tidak membahayakan masyarakat setempat dan pengunjung wisata. Jenis tanaman yang ada pada zona konservasi yaitu jati (Tectona grandis), secang (Caesalpinia sappan L.), bambu (Bambusa bambos L.), dan nangka (Artocarpus heterophyllus). Tabel 16 merupakan vegetasi yang digunakan pada rencana vegetasi di Dukuh Karangkulon.
89
Tabel 16. Rencana Vegetasi Dukuh Karangkulon Nama Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L)
Fisik E √
Tapak Dara (Catharanthus roseus L.)
√
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
√
Pr
Mahoni (Swietenia mahagoni L.)
√
Teh-tehan (Acalypha siamensis)
√
Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Pn
Fungsi Sosial Budaya SK Pa
Gambar
√
Padi (Oryza sativa)
√
Singkong (Manihot esculenta Crantz)
√
Pisang (Musa paradisiacal)
√
Kelapa (Cocos nucifera)
√
Secang (Caesalpinia sappan L.)
√
Nangka (Artocarpus heterophyllus)
√
√
√ √
Jati (Tectona grandis)
√
Indigo (Indigofera sumatrana)
√
Bambu (Bambusa bambos L.)
Konservasi
√
√
Keterangan : E = Estetika; Pr = Pengarah; Pn= Peneduh; SK= Sawah dan Kebun; Pa= Pewarna Alami
90
5.4.2 Rencana Aktivitas Rencana aktivitas wisata yang akan dilaksanakan di Dukuh Karangkulon berdasarkan pada konsep aktivitas yang telah dibuat pada tahap sebelumnya yaitu konsep dan pengembangan. Rencana aktivitas ini dibuat untuk memenuhi fungsi wisata dan edukasi agar kegiatan wisata yang terlaksana nanti memiliki makna dan berkesan bagi pengunjung. Berdasarkan konsep aktivitas yang telah dibuat sebelumnya, maka aktivitas wisata di Dukuh Karangkulon terdiri dari aktivitas wisata batik dan non-batik dengan dilengkapi rencana pengelolaan aktivitas wisata secara garis besar. Aktivitas wisata di Dukuh Karangkulon akan diwujudkan dalam paket-paket wisata yaitu paket wisata batik dan non-batik. Pada kedua paket wisata tersebut, sasaran pengunjung yang diharapkan yaitu wisatawan mancanegara dan domestik dari berbagai golongan usia mulai dari usia sekolah (5-18 tahun), remaja (19-24 tahun) dan orang dewasa (> 24 tahun). Intensitas aktivitas disesuaikan dengan usia pengunjung.
5.4.2.1 Aktivitas Wisata Batik Aktivitas wisata batik merupakan aktivitas wisata dimana kegiatan wisata yang dilakukan berkaitan langsung dengan budaya membatik. Aktivitas wisata ini dilakukan pada zona wisata khususnya ruang wisata batik dengan jalur wisata tema batik. Aktivitas wisata dengan tema batik ini bertujuan untuk memberi pengalaman wisata pengunjung mengenai budaya membatik dengan alur aktivitas mulai dari pengenalan aktivitas membatik yang dilakukan oleh masyarakat setempat, kemudian mengenal bahan pewarna alami untuk kain batik dan proses pembuatannya, belajar membuat kain batik dengan dibimbing oleh pembatik setempat dan terakhir melihat hasil kerajinan membatik pengrajin setempat yang dipamerkan pada showroom batik. Lokasi pelaksanaan aktivitas wisata batik direncanakan dilakukan pada RT 02, 04, 05, 06, dan 07. Lamanya pengunjung melakukan satu paket wisata tergantung dari lama kunjungan ke Dukuh Karangkulon yaitu satu hari dan lebih dari satu hari.
91
5.4.2.2 Aktivitas Wisata Non-Batik Aktivitas wisata non batik merupakan aktivitas wisata dimana kegiatan wisata yang dilakukan tidak berkaitan dengan budaya membatik. Jenis aktivitas wisata ini dibuat untuk menambah variasi kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon agar lebih menarik minat pengunjung. Aktivitas wisata ini bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan pengunjung untuk lebih mengenal budaya di Dukuh Karangkulon disamping budaya membatik. Alur aktivitas non-batik dimulai dari mengunjungi makam Sunan Cirebon kemudian dilanjutkan dengan menikmati makanan khas Dukuh Karangkulon, belajar membajak sawah, belajar menanam padi, melihat pertunjukan kesenian tradisional dan terakhir melakukan permainan tradisional. Lokasi pelaksanaan aktivitas wisata non-batik direncanakan dilakukan pada RT 01, 03, dan 04. Tabel 17 merupakan rencana aktivias wisata di Dukuh Karangkulon.
Tabel 17. Rencana Aktivitas Wisata Dukuh Karangkulon Aktivitas Wisata Batik
Jenis Aktivitas Melihat kegiatan membatik masyarakat setempat Mengenal pewarna alami kain batik Melihat proses pembuatan pewarna alami Melihat aktivitas penjemuran kain batik Belajar membuat kain batik Mengunjungi showroom batik
Non-Batik
Mengunjungi makam Sunan Cirebon Mengenal makanan khas setempat Belajar membajak sawah Belajar menanam padi Mengenal kesenian dan permainan tradisional
Lokasi Pemukiman Warga (RT 05, 06, dan 07) Kebun Indigo dan Hutan Jati (RT 02 dan 04) Kebun Indigo dan Hutan Jati (RT 02 dan 04) Showroom Batik (RT 02 dan 04) Showroom Batik (RT 02 dan 04) Showroom Batik (RT 02 dan 04) Makam Sunan Cirebon (RT 03) Pusat Kuliner (RT 01) Sawah (RT 04) Sawah (RT 04) Ruang Kesenian (RT 04)
Berdasarkan rencana aktivitas dan jalur sirkulasi wisata yang telah ada, maka diperoleh suatu rencana perjalanan (touring plan) yang dapat diaplikasikan
92
pada rencana pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Tabel 18 merupakan touring plan di Dukuh Karangkulon.
Tabel 18. Touring Plan Dukuh Karangkulon Tema Penerimaan
Batik
Non-Batik
Stop Area Area Parkir Pendopo Penerimaan Pusat Informasi
Lokasi RT 09 RT 09 RT 09
Tempat Peminjaman Sepeda dan Delman Pemukiman Warga
RT 09
Kebun Indigo
RT 04
Hutan Jati
RT 02
Showroom Batik
RT 02 dan 04
Makam Sunan Cirebon
RT 03
Pusat Kuliner
RT 01
Sawah
RT 04
Ruang Kesenian
RT 04
RT 05, 06, dan 07
Aktivitas Parkir Pengarahan oleh Pengelola Mencari informasi wisata Dukuh Karangkulon Meminjam sepeda dan delman wisata Melihat aktivitas membatik masyarakat setempat di rumah masing-masing Mengenal pewarna alami tanaman indigo Mengenal proses pembuatan pewarna alami dari tanaman indigo Mengenal pewarna alami tanaman jati Mengenal proses pembuatan pewarna alami dari tanaman jati Melihat proses penjemuran kain batik Belajar membatik Melihat hasil produksi batik masyarakat Belanja kain batik Mengenal sejarah makam Sunan Cirebon Ziarah Mengenal makanan khas setempat Belajar mambajak sawah Belajar menanam padi Melihat kesenian tradisional Melakukan permainan tradisional
5.4.2.3 Pengelolaan Aktivitas Wisata Aktivitas wisata di Dukuh Karangkulon direncanakan melibatkan masyarakat secara aktif. Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas wisata yang direncanakan yaitu sebagai pemandu wisata, penyedia akomodasi, penyedia
93
makanan dan cinderamata khas Dukuh Karangkulon, penyedia jasa penyewaan sepeda dan delman wisata, dan pendamping wisatawan di setiap stop area. Pengelolaan masyarakat dalam kegiatan wisata dikelola oleh paguyuban batik yang telah ada saat ini di bawah pengawasan Kepala Dukuh Karangkulon. Paguyuban batik akan mengatur kelompok-kelompok pembatik dan ketua-ketua RT untuk mengkoordinir anggotanya sesuai dengan minat keterlibatan mereka dalam kegiatan wisata ini. Kelompok pembatik akan mengkoordinir anggotanya untuk berpatisipasi aktif dalam kegiatan wisata dengan tema batik dan ketua RT akan mengkoordinir masyarakatnya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan wisata non-batik. Pengelolaan aktivitas wisata ini bertujuan agar kegiatan wisata dapat berjalan dengan baik tanpa mengganggu kestabian kondisi sosial budaya dan fisik kawasan. Gambar 39 merupakan bagan struktur pengelola aktivitas wisata di Dukuh Karangkulon. PAGUYUBAN BATIK DUKUH KARANGKULON Di bawah pengawasan
Ketua Kelompok Pembatik
Ketua RT
Anggota Kelompok
Masyarakat
Kepala Dukuh
Gambar 39. Struktur Pengelola Aktivitas Wisata Dukuh Karangkulon
Untuk melakukan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon, bagi pengunjung dalam jumlah lebih dari 30 orang dan mengikuti paket wisata harus melakukan pendaftaran awal kepada pengelola wisata sebelum melaksanakan kegiatan wisata. Hal ini bertujuan agar kegiatan wisata yang akan dilakukan berjalan lancar dan pengelola dapat mengkoordinasikan sumberdaya masyarakat yang ada dengan baik sebelum pengunjung datang. Dalam melaksanakan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon setiap pihak harus bekerjasama dengan baik agar pengunjung dapat memperoleh kepuasan dalam melakukan kegiatan wisata dan tujuan wisata dapat tercapai serta kondisi sosial budaya dan fisik kawasan dapat tetap terjaga dengan baik.
94
5.4.2 Rencana Fasilitas Fasilitas yang akan disediakan untuk mendukung kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon sesuai dengan konsep fasilitas yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Pembagian fasilitas wisata berdasarkan ruang wisata yang telah ada pada tahap rencana ruang. Fasilitas wisata tersebut yaitu :
5.4.2.1 Fasilitas Wisata Zona Penerimaan Fasilitas wisata yang akan disediakan di zona penerimaan yaitu fasilitas wisata untuk menunjang kegiatan transisi pengunjung. Fasilitas wisata yang direncanakan yaitu area parkir yang terdiri dari parkir bis, mobil dan motor, pendopo penerimaan, mushola, shelter, toilet, tempat peminjaman sepeda dan delman wisata, pusat informasi, peta wisata, toilet, showroom untuk memamerkan hasil kerajinan dari masyarakat Desa Wukirsari.
5.4.2.2 Fasilitas Wisata Zona Utama Pada zona utama fasilitas yang direncanakan merupakan fasilitas untuk menunjang kegiatan wisata baik yang berhubungan langsung dengan budaya membatik maupun tidak langsung. Fasilitas wisata yang direncanakan berfungsi untuk memberi kenyamanan dan kepuasan bagi pengunjung selama melakukan kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon, selain itu juga agar tujuan wisata dapat tercapai. Fasilitas yang akan disediakan pada ruang utama yaitu pemandu wisata, showroom batik, penunjuk arah, kebun indigo, hutan jati dan sawah percontohan, shelter, pusat kuliner, penanda bahaya bencana, tanaman pengarah, alat mambatik, toilet, mushola, papan interpretasi, dan leaflet.
5.4.2.3 Fasilitas Wisata Zona Konservasi Pada zona konservasi, fasilitas yang direncanakan yaitu fasilitas untuk menunjang kegiatan wisata di makam Sunan Cirebon, serta fasilitas wisata untuk menunjang keselamatan pengunjung dan masyarakat. Fasilitas wisata yang disediakan pada ruang konservasi yaitu shelter, penanda bahaya bencana, jalur evakuasi, papan penunjuk arah, papan interpretasi, dan pemandu wisata. Tabel 19 merupakan rencana fasilitas wisata di Dukuh Karangkulon.
95
Tabel 19. Rencana Fasilitas Wisata di Dukuh Karangkulon Jenis Fasilitas Gerbang Utama Parkir Bis Parkir Mobil Parkir Motor Shelter istirahat supir Showroom kerajinan desa Gedung Pusat Informasi Tempat peminjaman sepeda dan delman Pemukiman warga Kebun Indigo Shelter Hutan Jati Showroom dan Tempat Pelatihan Batik Homestay Makam Sunan Cirebon Saung kuliner Saung pada Sawah Pendopo Ruang Kesenian Mushola Area Parkir Masjid Toilet Area Parkir Shelter Parkir Sepeda Parkir Delman Pemandu Wisata Peta Wisata Papan Interpretasi Papan Titik Lokasi Papan penunjuk arah dan Bahaya Ruang Evakuasi Jalur Batik Jalur Non-Batik
Z.Penerimaan √ √ √ √ √ √ √ √
Lokasi Z.Wisata
√ √ √ √ √
Z. Konservasi
√ √
√ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√
√ √ √ √
√
Dimensi
Satuan
Kapasitas
Jumlah 1buah 1 area 1 area 2 area 4 shelter 2 buah 1 gedung 3 area 1 area 1 area 1 area 3 buah 12 rumah 1 area 6 shelter 10 saung 3 buah 2 buah 1 buah 1 buah 4 shelter 5 area 5 area 12-20 orang 10 peta 10 papan 10 papan 16 papan 1 area 1 jalur 1 jalur
6x1 1250 991 43 9 36 467 43 51 1,8 100 100 3 1,4 40 20 120 10 120 9 50 1 63 1
meter m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 Ha Ha m2 m2 Rumah / RT Ha m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 rak meter Orang / 20 pengunjung
6 bus 11 mobil 20 motor 3 orang 18 orang 230 60 sepeda / 10 delman 105 orang 105 orang 50 orang 50 orang 12 orang 40 orang / kunjungan 20 orang 10 orang 60 5-8 orang 60 orang 5 orang 25 orang 25 sepeda 6 delman -
1 1 1 1 745 1,9 2,1
Peta /Stop Area Papan/Stop Area Papan/Stop Area Papan/persimpangan m2 Km Km
350 orang 105 sepeda 209 sepeda
96
5.4.3 Rencana Lanskap Rencana lanskap kawasan wisata Dukuh Karangkulon merupakan hasil akhir dan perwujudan dari rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas yang telah dibuat sebelumnya. Pada rencana lanskap gambar yang disajikan dalam bentuk grafis rencana lanskap berisi informasi lokasi obyek-obyek wisata di kawasan perencanaan beserta fasilitas wisata yang mendukungnya (Gambar 40). Beberapa spot area juga diperbesar untuk memperjelas detail rencana lanskap (Gambar 41, 42, dan 43) dan dilengkapi gambar potongan pada beberapa spot area penting di kawasan perencanaan wisata batik Dukuh Karangkulon (Gambar 44). Hal ini bertujuan agar maksud yang ingin disampaikan pada rencana lanskap dapat tersampaikan dengan baik.
97
98
99
100
101
102
5.4.4
Daya Dukung Wisata Daya dukung wisata merupakan kemampuan suatu kawasan untuk
menampung wisatawan dalam satu kali penyelenggaraan paket wisata di Dukuh Karangkulon baik yang berkaitan dengan budaya batik maupun non-batik. Jumlah maksimal wisatawan yang dapat diterima dihitung berdasarkan panjang jalur wisata yang dilalui pada masing-masing paket wisata. Pada paket wisata batik, jalur wisata yang dilalui yaitu sepanjang 1,9 km dan pada paket wisata non-batik jalur wisata yang dilalui yaitu sepanjang 2,1 km. Berdasarkan konsep yang telah dibuat sebelumnya yaitu setiap pengunjung yang melakukan kegiatan wisata akan menggunakan kendaraan wisata berupa sepeda dan delman wisata. Menurut Harris and Dines (1998), kecepatan dalam bersepeda dalam kegiatan wisata yaitu sebesar 5 mph atau 83 meter/menit. Perhitungan jumlah maksimal pengunjung yang diperbolehkan ditampilkan pada Tabel 20.
Tabel 20. Daya Dukung Wisata Dukuh Karangkulon Panjang Paket (a) Batik Non Batik
1,9 km
Lama Daya Kunjungan Dukung* Standar Durasi Kecepatan dalam Stop per paket Tinggi Rendah area (c) (b) (a/b)+c (d1) (d2)
83 180 menit 3,4 jam meter/menit 2,1 km 83 225 menit 4,2 jam meter/menit Total Pengunjung yang Diperbolehkan
50 12 orang orang 60 40 orang orang
Rata-rata Pengunjung per paket {[(a/b)+c]*d}/2 105 orang 209 orang 314 orang
Keterangan : * : Daya dukung tertinggi dan terendah pada masing-masing paket wisata
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka diperoleh rata-rata pengunjung yang diperbolehkan dalam satu hari sebanyak 314 orang dengan durasi kunjungan maksimal 4,2 jam untuk pengunjung dengan lama kunjungan satu hari. Dari perhitungan tersebut maka setiap paket wisata batik dan non-batik di Dukuh Karangkulon dapat dilakukan sebanyak satu kali dalam sehari dengan jumlah pengunjung maksimal. Hal ini bertujuan agar tujuan wisata dapat tercapai dan kehidupan masyarakat setempat tidak terganggu oleh kegiatan wisata.
103
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Dukuh Karangkulon merupakan salah satu pedukukan di Desa Wukirsari
dengan karakter lanskap alami pedesaan. Hal ini terlihat dari aspek fisik dan sosial budaya yang ada saat ini. Dilihat dari aspek fisik, Dukuh Karangkulon memiliki bentukan topografi berbukit dengan penutupan lahan masih di dominasi oleh area hutan jati dan sawah. Hal ini menjadi potensi sekaligus kendala bagi pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Dari segi visual, pemandangan perbukitan disertai dengan hamparan sawah yang hijau dapat menjadi pemandangan yang indah dan menarik. Namun dari segi kerawanan bencana, kondisi topografi berbukit tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya bencana longsor di Dukuh Karangkulon akibat dari aktivitas gempa. Dari aspek sosial budaya, karakter lanskap alami Dukuh Karangkulon terlihat
sistem kehidupan masyarakat masih mencerminkan pola hidup
masyarakat desa dengan nilai-nilai budaya yang terkait satu sama lain. Bentuk kebudayaan yang masih terjaga hingga saat ini di Dukuh Karangkulon yaitu budaya membatik, kesenian dan permainan tradisional, pengobatan gurah, makanan khas dan makam Sunan Cirebon. Pada studi ini, fokus utama dari aspek sosial budaya yaitu budaya membatik di Dukuh Karangkulon. Dilihat dari aspek fisik dan budaya yang ada, maka Dukuh Karangkulon memiliki menjadi daya tarik wisata yang mampu menarik minat wisatawan. Saat ini, kegiatan wisata sudah dilaksanakan dan dikelola oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari program dan fasilitas wisata yang ada. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan suatu perencanaan lanskap agar kegiatan wisata yang terlaksana dapat selaras dengan budaya yang ada dengan mempertimbangkan kondisi fisik kawasan yang rawan bencana longsor. Berdasarkan tujuan tersebut maka dilakukan analisis terhadap aspek fisik, sosial budaya dan wisata di Dukuh Karangkulon untuk memperoleh zona kesesuaian pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon yang terdiri dari area dengan intensitas pengembangan tinggi, sedang dan rendah. Hasil analisis ini kemudian menjadi dasar untuk tahap berikutnya yaitu sintesis, konsep dan perencanaan.
104
Rencana lanskap kawasan wisata batik Dukuh Karangkulon terdiri dari rencana ruang, sirkulasi, aktivitas dan fasilitas wisata disertai dengan gambar ilustrasi suasana. Mengingat kawasan perencanaan yang rawan bencana longsor, maka pada rencana lanskap dibuat suatu area evakuasi dan jalur evakusai untuk menampung pengunjung dan masyarakat apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. Perencanaan ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui aktivitas wisata serta menjaga kelestarian budaya membatik di Dukuh Karangkulon.
6.2 Saran Berikut ini saran-saran yang dapat diaplikasikan oleh pihak-pihak terkait, yaitu : 1. Perencanaan lanskap yang telah dilakukan ini lebih berorientasi kepada budaya membatik. Selanjutnya penelitian dapat dilanjutkan dengan melihat potensi lain di Dukuh Karangkulon khususnya dan di Desa Wukirsari umumnya mengingat potensi desa yang besar. 2. Perlunya Pemerintah Desa Wukirsari untuk mengendalikan penggunaan lahan di kawasan perencanaan terutama pada kawasan yang rawan bencana longsor. 3. Penggunaan vegetasi dan desain hard material sebaiknya digunakan bahan dan tanaman lokal agar memperkuat karakter kawasan. 4. Pengembangan kawasan-kawasan wisata dukuh lainnya di Desa Wukirsari dengan mengangkat potensi lainnya agar saling melengkapi sehingga menjadi satu kesatuan perencanaan lanskap wisata desa. 5. Pengembangan promosi dan informasi wisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
105
DAFTAR PUSTAKA
Balai Desa Wukirsari. 2007. Profil Desa Wukirsari. Bantul: Kantor Balai Desa Wukirsari. Bappeda Kabupaten Bantul. 2009. Profil Kabupaten Bantul. Bantul: Kantor Bappeda Bantul. BPS Kabupaten Bantul. 2008. Bantul Dalam Angka (Bantulin Figures). Bantul: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. Brunn M. 1995. Landscape as Resource for Leisure by Explotion or by Exclusion? Proceedings the 33rdIFLA World Congress. Bangkok, 21-24 Oktober 1995. Bangkok :IFLA Disparbud. 1983. Upacara-Upacara Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Disaparbud. Yogyakarta Gold, S. M. 1980. Recreation Planing and Design. New York : Mc Graw-Hill Book Company Gunn, C.A. 1993. Tourism Planning.Third Edition, London: Taylor and Francis Ltd,. 460 hlm Hall,
CM. 2000. Tourism Planning:Policie, Processes Relationship.Singapura: Pearson Education Asia. Hlm 15
and
Hardjowigeno, S., Widiatmaka. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. 2001. Fakultas Pertanian, IPB. Harris, C.W; Dines, N.T. 1998. Time Saver for Landscaoe Architecture. Second Edirion. New York. Mc Graw-Hill.Inc Hester, R.T. 1984. Planning Neighborhood Space with People. Van Nostrand Reinhold. Co., New York. 205p. Holden A. 2000. Environment and Tourism. London: Routledge. Knudson DM. 1980. Outdoor Recreation. New York: MacMillan Publ.Co.Inc Laurie, M. 1986. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan. Intermatra. Bandung. Ningrat , A.A. 2004. Karakteristik Lanskap Kampung Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi. Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurisjah, S dan Q. Pramukanto. 1995. Perencanaan Lanskap (Penuntun Praktikum). Program Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB (Tidak Dipublikasikan). Bogor. Pendit, NS. 1967. Ilmu Pariwisata. Jakarta : Prandja Paramita.
106
Republik Indonesia.1992. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Jakarta. _______________. 1996. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Jakarta _______________. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 Tahun 2005tentang Desa. Jakarta Sajogyo. 1892. Ekologi Pedesaan Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: CV.Rajawali. 348 hlm Simonds, J. O. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Company Sitorus, Santun R. P. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai Kontrol Terhadap Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Smith, Stephen. L. J. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. New York: Longman Singapore Publ (Pte) Ltd. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat “kajian strategis pembangunan kesejahteraan social dan pekerjaan social”. Bandung: PT Refika Aditama. Yoeti, O. A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta : Angkasa.
107
LAMPIRAN
108
Lampiran 1. Kuisioner Penduduk KUISIONER PERENCANAAN LANSKAP WISATA DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA Assalamualaikum Wr Wb, Saya Latifa Muliawati mahasiswa Institut Pertanian Bogor jurusan Arsitektur Lanskap mengharapkan kesediaan Anda untuk mengisi kuisioner penelitian saya. Terimakasih atas kesediaannya.. Jika setuju, potensi apa saja yang dapat IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : ………………………. dikembangkan dari Desa Wukirsari yang 2. Umur : dapat menarik minat wisatawan? 3. Jenis Kelamin : a. Budaya membatik a. Laki-laki b. Keindahan alam Desa Wukirsari b. Perempuan c. Nilai Sejarah 4. Profesi d. Kehidupan masyarakat desa a. Pelajar e. Makanan khas b. Mahasiswa f. Lain lain ……………………………… c. PNS 7. Jika Desa Wukirsari akan dikembangkan d. Wirausaha untuk kawasan wisata apakah anda ingin e. Lainnya………………… terlibat dalam kegiatan wisata? 5. Apakah anda penduduk asli? b. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak Jika ya, keterlibatan apa yang anda harapkan? a. Sebagai pemandu wisata b. Sebagai penyedia akomodasi penginapan PERSEPSI TERHADAP POTENSI c. Sebagai penyedia tempat makan WISATA DESA WUKIRSARI 1. Apakah anda mengetahui sejarah batik d. Sebagai penyedia cinderamata wukirsari? e. Lainnya ……………………………… a. Ya b. Tidak 8. Apakah kegiatan wisata sudah diadakan di 2. Pentingkah budaya membatik di Wukirsari Desa Wukirsari? dilestarikan? a. Sudah b. Belum a. Sangat Penting 9. Apakah menurut Anda kegiatan wisata b. Biasa saja tersebut berjalan lancar? c. Tidak Penting a. Ya b. Tidak 3. Apakah anda turut melestarikan budaya 10. Apakah menurut Anda kegiatan wisata membatik di Desa Wukirsari? tersebut memberikan nilai tambah bagi a. Ya b. Tidak masyarakat Desa Wukirsari? 4. Jika ya, apa yang sudah anda lakukan a. Ya b. Tidak untuk menjaga budaya tersebut? Jika ya, apakah nilai tambah tersebut ……………………………………… berpengaruh terhadap pendapatan Anda? 5. Apakah menurut anda Desa Wukirsari a. Sangat Berpengaruh memiliki daya tarik wisata? b. Biasa saja a. Ya b. Tidak c. Tidak Berpengaruh 6. Jika ya, apakah anda setuju jika desa 11.Apakah menurut anda adanya kegiatan wisata Wukirsari dikembangkan menjadi desa akan merusak budaya dan nilai-nilai tananan wisata? kehidupan yang ada di Desa Wukirsari? a. Sangat setuju c. Tidak setuju b. Ya b. Tidak b. Setuju 1. Jika ya, bagian mana dari desa wukirsari yang tidak boleh diganggu oleh aktivitas
109
wisata? a. Kawasan hutan b. Aktivitas sosial budaya c. Kawasan peninggalan sejarah d. Lainnya ……………………………… Mengapa tempat tersebut tidak boleh diganggu a. Sakral b. Tempat pribadi c. Mudah rusak d. Lainnya ……………………………… 2. Apa harapan masyarakat jika wisata dikembangkan di Desa Wukirsari? 3. Dengan adanya kejadian gempa Jogja tahun 2006, apakah menurut anda perlu ada upaya antisipasi bagi masyarakat Desa Wukirsari? a. Ya b. Tidak Jika ya, dalam bentuk …………………… …………………………………………..
110
Lampiran 1. Kuisioner Pengunjung KUISIONER PERENCANAAN LANSKAP WISATA DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA Assalamualaikum Wr Wb, Salam sejahtera, saya Latifa Muliawati mahasiswa Institut Pertanian Bogor jurusan Arsitektur Lanskap mengharapkan kesediaan anda bapak/ibu/adik/kakak untuk mengisi kuisioner penelitian saya dengan judul PERENCANAAN LANSKAP WISATA DESA WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA. Terimakasih atas kesediaannya 10. Jika ya, hal apa yang sajakah yang anda lakukan untuk menjaga budaya tersebut? ………………………………………….................... ……………………………………………………… …………………………………………………….. 11. Apakah menurut anda Desa Wukirsari memiliki daya tarik wisata? a. Ya b. Tidak 12. Jika ya, apakah Anda setuju jika desa Wukirsari dikembangkan menjadi desa wisata? a. Sangat setuju c. Tidak setuju b. Setuju Jika setuju, bagian mana dari Desa Wukirsari yang paling menarik menurut anda? g. Produk Batik h. Proses membatik i. Kehidupan masyarakat Wukirsari j. Suasana alam perdesaan k. Situs Sejarah l. Makanan khas m. Lain lain ………………….……………......... ………………………………………………. ……………………………………………….. 13. Apakah fasilitas pelayanan wisata yang ada sekarang sudah memadai? a. Sudah b. Belum Jika belum, hal apa yang perlu diadakan : a. Jasa pemandu wisata b. Penginapan c. Informasi wisata di Desa Wukirsari d. Toilet e. Tempat Sampah f. Tempat Parkir g. Tempat makan h. Papan Informasi i. Fasilitas Peribadatan j. Infrastruktur jalan k. Akses menuju Desa l. Cinderamata m. Lainnya……………………………………… PERSEPSI TERHADAP POTENSI WISATA ………………………………………………. DESA WUKIRSARI 7. Apakah anda mengetahui sejarah batik 14. Bagaimana kesan anda setelah mengunjungi Desa wukirsari? Wukirsari? b. Ya b. Tidak ……………………………………………………… IDENTITAS RESPONDEN 6. Nama : ………………………. 7. Usia : a. 13 - 18 tahun c. 24-30 tahun b. 19 - 24 tahun d. > 30 tahun 8. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan 9. Asal : a. Yogyakarta b. Luar Yogyakarta 10. Profesi a. Pelajar b. Mahasiswa c. PNS d. Wirausaha e. Lainnya………………… 11. Seberapa sering anda mengunjungi Desa Wukirsari? a. 1 x sebulan b. 1 x setahun c. Lainnya …………………………………. 12. Darimana anda mengetahui keberadaan Desa Wukirsari? a. Media Cetak b. Media Internet c. Dari rekan d. Lainnya ………………………………. 13. Saat ini kunjungan ke berapa? a. Pertama c. Ketiga b. Kedua d. Keempat, dst 14. Apa tujuan kunjungan Anda? a. Belanja b. Mempelajari batik wukirsari c. Jalan-jalan d. Menikmati keindahan alam Wukirsari e. Lainnya ……………………………….. 15. Alat transportasi apa yang anda gunakan? a. Kendaraan pribadi b. Kendaraan umum
111
8. Apakah penting budaya membatik di Wukirsari dilestarikan? d. Penting b. Biasa saja c. Tidak penting 9. Apakah anda turut melestarikan budaya membatik di Desa Wukirsari? a. Ya b. Tidak
……………………………………………………... ………………………………………………………