Perencanaan dan Implementasi act-Mesh pada Soekris net4801 Agung Septiadi 13204107
Kelompok Keilmuan Telekomunikasi Program Studi Teknik Elektro Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Abstraksi— Pada tugas akhir ini dilakukan pembangunan wireless mesh node yang merupakan komponen inti dari jaringan wireless mesh. Target perangkat keras yang digunakan adalah motherboard embedded Soekris net-4801, sedangkan protokol routing yang dijalankan di dalamnya adalah protokol Optimized Link State Routing (OLSR). Sistem operasi yang digunakan adalah Ubuntu Linux Server 8.04 Hardy Heron Long Term Support (LTS) dengan kernel 2.6.24. Pada wireless mesh node yang dikembangkan ini disediakan sarana untuk melakukan konfigurasi berbasis web. Selain itu, dijalankan pula SNMP agent agar perangkat dapat dikendalikan oleh suatu Network Management System (NMS). Kinerja wireless mesh node telah diukur di dalam jaringan testbed skala laboratorium. Parameter kinerja yang diukur adalah round trip time, jitter, delay, packet loss, dan throughput maksimum. Selain itu, telah dilakukan juga pengujian terhadap kemampuan jaringan untuk membentuk rute baru bila rute yang sebelumnya diambil mengalami kegagalan. Pada tugas akhir ini, perangkat wireless mesh node yang telah dibuat disebut act-Mesh. Kata Kunci: wireless, mesh, network, ad-hoc, OLSR.
wireless ad hoc sendiri adalah suatu sistem terdistribusi yang terdiri atas node-node wireless mobile maupun statis yang dapat membentuk dan me-maintain jaringan antar node itu sendiri tanpa adanya dukungan base station atau pengendali terpusat. Node-node wireless itu membentuk suatu topologi ad hoc yang memungkinkan komunikasi antar node tanpa adanya infrastruktur telekomunikasi. Komponen jaringan wireless mesh yang utama adalah suatu perangkat yang selain berfungsi sebagai sumber trafik juga dapat berperan sebagai router yang mampu merutekan trafik dari sumber ke tujuan. Pada tugas akhir ini, perangkat tersebut disebut wireless mesh node. Seluruh wireless mesh node yang membangun suatu jaringan wireless mesh akan bekerja sama untuk membawa informasi dari suatu titik ke titik yang lain. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk membentuk jaringan mesh (ad hoc) adalah teknologi wireless LAN IEEE802.11. Layanan aplikasi yang dapat disediakan pada jaringan ad hoc dapat beragam, mulai dari voice over IP, web, e-mail, media download, dsb.
I. PENDAHULUAN Roda perekonomian di perkotaan yang berjalan lebih cepat dibandingkan di pedesaan, menyebabkan arus urbanisasi yang deras dari pedesaan ke kota-kota. Situasi ini menambah lebih buruk kondisi masyarakat karena menimbulkan masalahmasalah lain yang lebih rumit yang berakibat munculnya krisis multidimensi. Sebagai contoh, lapangan pekerjaan di kota yang sedikit mengakibatkan banyak kaum urban tidak memiliki pekerjaan yang mendorong tingginya tingkat kriminalitas. Solusi yang dapat diambil untuk menekan arus urbanisasi adalah dengan membangun wilayah-wilayah pedesaan sedemikian hingga masyarakat pedesaan betah tinggal di desanya dan tidak tergiur akan kehidupan di perkotaan. Salah satu sarana yang perlu dibangun di pedesaan adalah sarana telekomunikasi. Keberadaan infrastruktur telekomunikasi akan membantu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di pedesaan yang bersangkutan yang pada gilirannya akan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat desa itu sendiri. Selain itu, dengan adanya infrastruktur telekomunikasi, akses masyarakat terhadap informasi akan terbuka sehingga masalah digital divide akan terselesaikan. Di dalam suatu situasi dimana infrastruktur telekomunikasi sulit untuk digelar maka solusi teknologi yang dapat diterapkan adalah dengan menggelar suatu jaringan berbasis wireless mesh network. Mesh network adalah suatu jaringan ad hoc statis yang memiliki cakupan yang luas. Jaringan
II. DASAR TEORI OLSR merupakan salah satu protokol table-driven, sehingga prinsip kerjanya adalah mengupdate dan memelihara informasi pada tabel routing. Data yang terdapat pada tabel ini didapat berdasarkan control traffic yang diterima. Perhitungan rute juga didapat dari informasi yang terdapat dalam tabel routing. Protokol ini merupakan optimasi dari algoritma link state klasik yang disesuaikan dengan persyaratan dari mobile wireless LAN. Konsep utama yang digunakan pada protokol ini adalah multipoint relay (MPR). MPR merupakan node yang dipilih untuk mem-forward message broadcast selama proses “flooding”. Teknik ini sangat mengurangi messega overhead bila dibandingkan dengan mekanisme flooding klasik. Pada metode klasik, setiap node mentransmit ulang tiap message ketika node tersebut menerima copy dari message. Pada OLSR, informasi link state dihasilkan hanya oleh node yang dipilih sebagai MPR. Optimasi juga didapatkan dengan meminimalisasi jumlah dari control message yang ”dibanjirkan” di jaringan. Optimasi yang dilakukan adalah kemungkinan node MPR dapat memilih untuk melaporkan hanya link antara dirinya dengan MPR selectornya. Hal ini membuat OLSR berbeda dengan algoritma link state klasik. Protokol OLSR mendistribusikan informasi link state parsial ke dalam jaringan. Informasi ini kemudian digunakan untuk mengkalkulasi rute..
III. IMPLEMENTASI WIRELESS MESH NODE / ACT. MESH MENGGUNAKAN SOEKRIS NET-4801 Konfigurasi OLSR Pada tugas akhir ini diimplementasikan suatu wireless mesh Versi OLSR yang dipakai adalah versi 0.5.4. Versi OLSR node yang kami sebut act-Mesh. Act-Mesh diimplementasikan ini diambil dari repository Ubuntu 8.04 Hardy Heron. pada suatu target perangkat keras embedded Soekris net-4801. Protokol OLSR ini berbasis open source. Act-Mesh dirancang agar seluruh konfigurasi yang telah Konfigurasi OLSR yang dipakai pada sistem ini adalah dilakukan dapat berjalan otomatis pada saat sistem dinyalakan. sebagai berikut TABEL III.3.2 A. Spesifikasi Hardware TABEL KONFIGURASI DEFAULT OLSR Spesifikasi hardware sistem embedded yang digunakan HELLO interval 6 detik adalah sebagai berikut. HELLO validity time TC interval TC validity time MID interval MID validity time HNA interval HNA validity time
TABLE I Spesifikasi Hardware
Node wmn
Soekris net4801 Single Chip AMD Geode SC1100 266 MHz 256 MB PC133 SDRAM soldered on-board SanDisk Compact Flash Ultra II 1 GB
Tipe Prosesor Memori Media storage NIC wireless
EnGenius EMP 8602 Plus
. B. Konfigurasi Ubuntu Ubuntu Server ini memiliki beberapa konfigurasi yang diperlukan agar dapat di-booting dengan Soekris yang tidak memiliki port keyboard dan port video. Konfigurasi yang dibuat pada skrip /etc/event.d/ttyS0 agar Ubuntu dapat dijalankan dengan port I/O serial console adalah sebagai berikut. start start start start
on on on on
runlevel runlevel runlevel runlevel
2 3 4 5
stop on runlevel 0 stop on runlevel 1 stop on runlevel 6 respawn exec /sbin/getty -L ttyS0 57600 vt102 Gambar 3.3.1 Konfigurasi di /etc/event.d/ttyS0
Konfigurasi di /etc/initramfs-tools/modules harus diperlukan agar Ubuntu dapat mendeteksi Compact Flash di dalam Soekris. Modul yang harus ditambahkan adalah modul ext3 dan ide_generic. . C. Konfigurasi Interface WIreless No Wifi card yang dipasang di sistem ini berchipset Atheros. Driver yang dipasang pada sistem ini adalah driver Madwifi yang khusus untuk wifi card berchipset Atheros. Konfigurasi yang dipakai pada percobaan ini adalah sebagai berikut: TABLE III.3.1 TABEL KONFIGURASI WIRELESS SISTEM
wireless-mode wireless-essid wireless-channel IP address netmask
ad-hoc telecom_mesh 2 192.168.100.1 255.255.255.0
120 detik 3 detik 300 detik 15 detik 300 detik 10 detik 120 detik
•
D. Konfigurasi DHCP Server DHCP server diperlukan agar sebuah node yang baru masuk ke jaringan OLSR mendapatkan IP address secara dinamis. Jaringan OLSR yang dipakai adalah jaringan dengan network address 192.168.100.0/24. Pada percobaan ini, DHCP server hanya memanfaatkan alamat dari 192.168.100.100 hingga 192.168.100.140 dengan alasan IP address lain akan di-reserved untuk node yang menggunakan IP address statis E. Konfigurasi untuk Node Gateway Node Gateway adalah node penghubung yang menghubungkan jaringan internal OLSR ke jaringan lain yang lebih luas. Node gateway ini membutuhkan konfigurasi yang sesuai agar semua node di dalam jaringan internal dapat terhubung dengan jaringan luar. Node gateway membutuhkan dua interface atau lebih untuk menghubungkan jaringan internal OLSR ke jaringan luar. Dalam hal ini, jaringan OLSR akan dibuat NAT dengan jaringan luar. Jaringan luar ini adalah jaringan internal ITB. Interface wireless akan dihubungkan dengan jaringan OLSR, sedangkan Interface wired akan dihubungkan dengan jaringan internal ITB. Konfigurasi pesan HNA pada node ini harus diaktifkan agar node tersebut dapat meng-announce dirinya pada node OLSR lain sebagai node gateway. Konfigurasi yang harus diaktifkan pada /etc/olsrd.conf adalah sebagai berikut. Hna4 { 0.0.0.0 }
0.0.0.0
Gambar 3.4.1 Isi dari /etc/olsrd.conf pada konfigurasi untuk Gateway
Konfigurasi firewall yang dilakukan adalah sebagai berikut $sudo iptables -t nat -A POSTROUTING -o eth0 -j MASQUERADE $sudo iptables -A FORWARD -i ath0 -o eth0 -j ACCEPT
Perintah pertama digunakan untuk me-NAT-kan paket yang keluar dari interface eth0. Perintah kedua digunakan untuk membolehkan paket forwarding dari interface wireless ath0 ke interface ethernet eth0.
192.168.100.1 192.168.100.3
IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS A. Tes Perubahan Topologi Jaringan Tes ini bertujuan untuk mengecek perubahan tabel routing jika terjadi perubahan topologi jaringan. Tes ini memakai lima node sebagai node wireless. Soekris ditempatkan sebagai node D. Node D berperan juga sebagai gateway yang menghubungkan antara jaringan internal dengan jaringan eksternal. Dalam hal ini, jaringan eksternal adalah jaringan intranet ITB. Node A, Node B, Node C dan Node D menggunakan sistem operasi Ubuntu Desktop 8.04. Sedangkan node E menggunakan sistem operasi Windows XP.
192.168.100.5 192.168.100.5
0.000 0.000
--- 03:52:31.00 ------------------------------------------------- TOPOLOGY Source IP addr 192.168.100.1 192.168.100.2 192.168.100.3 192.168.100.3 192.168.100.3 192.168.100.3 192.168.100.5 192.168.100.5 192.168.100.5 192.168.100.5 /
Dest IP addr 192.168.100.5 192.168.100.3 192.168.100.1 192.168.100.2 192.168.100.5 192.168.100.15 192.168.100.1 192.168.100.2 192.168.100.3 192.168.100.15
LQ 1.000 1.000 0.000 1.000 0.906 0.816 1.000 0.867 0.969 0.843
ILQ 1.000 0.969 0.729 0.949 0.957 0.820 1.000 0.000 0.910 0.729
ETX 1.00 1.03 0.00 1.05 1.15 1.50 1.00 0.00 1.13 1.63
Gambar 4.5.3 Tabel Routing OLSR node A pada Skenario 1 wilioke132@ns:~$ route Kernel IP routing table Destination Gateway 192.168.100.1 node3.local node3.local * 192.168.100.5 node3.local 192.168.100.0 * default node3.local
Genmask 255.255.255.255 255.255.255.255 255.255.255.255 255.255.255.0 0.0.0.0
Flags UGH UH UGH U UG
Metric 2 1 2 0 2
Ref 0 0 0 0 0
Use 0 0 0 0 0
Iface ath0 ath0 ath0 ath0 ath0
Gambar 4.5.4 Tabel Routing Kernel node A pada Skenario 1
Gambar 4.5.1 Skenario Tes di Lapangan
Pada bagian Links dari tabel routing OLSR, dapat dilihat bahwa hanya link ke 192.168.100.3 yang cukup baik terhubung dengan node A. Dapat dilihat juga pada bagian Two-Hop Neighbors bahwa node C (192.168.100.5) sebagai node 2-hop yang dapat diakses oleh node A melalui node B (192.168.100.3). Pada tabel routing kernel, dapat dilihat bahwa 192.168.100.1, 192.168.100.5, dan default routing dapat diakses melalui gateway node B (node3.local).
root@ns:/home/wilioke132# tracert 192.168.100.1 Skenario 1 traceroute to 192.168.100.1 (192.168.100.1), 30 hops max, 40 byte packets (192.168.100.3) 2.599 ms 2.832 ms 3.136 ms Pada keadaan awal, hanya terdapat node A, node B, node C, 12 node3.local agungsep-laptop.local (192.168.100.5) 18.082 ms 18.353 ms 23.215 ms dan node D yang diaktifkan sebagai node wireless OLSR. 3 192.168.100.1 (192.168.100.1) 23.533 ms 23.866 ms * GAMBAR 4.5.5 HASIL TRACEROUTING DARI NODE A KE NODE D ADALAH Penulis mengambil data dari node A. Node A dipakai untuk BERIKUT. mengakses Instant Messaging dan mengakses video streaming Hasil tracerouting dari node A memperlihatkan bahwa ke situs http://video.itb.ac.id. Aplikasi Instant Messenger yang paket data yang dikirim melalui node A ke node D akan dipakai adalah Pidgin. Penulis memakai akun Instant melalui node3.local (Node B), agungsep-laptop.local (Node C) Messenger internal ITB. sebelum akhirnya mencapai 192.168.100.1 (Node D). Topologi dari skenario pertama ini adalah sebagai berikut. Dari hasil di atas, dapat diamati bahwa paket data yang dikirim dari node A ke node D akan melewati node B, lalu node C, sebelum paket data sampai ke node C. Penulis mencoba untuk mengakses Instant Messaging internal ITB dengan aplikasi Pidgin dan mengakses video streaming ke http://video.itb.ac.id. Penulis sebagai user tidak mendapatkan putusnya koneksi pada aplikasi Pidgin dan proses streaming.
Gambar 4.5.2 Skenario Awal Tes Jika node A mengakses data ke luar, maka paket data dirutekan ke jaringan luar melalui node B dan node C sebelum mencapat gateway di node D. Hal ini terlihat dari tabel routing OLSR dan juga tabel routing kernel dari node A.
Skenario 2 Pada skenario ini, node E diaktifkan sebagai node OLSR dan diletakkan di antara node A dan node E seperti pada gambar di bawah ini.
*** olsr.org - 0.5.4 (2007-11-22 00:04:03 on vernadsky) *** --- 03:36:50.96 ------------------------------------------------- DIJKSTRA 192.168.100.2 no next-hop --- 03:52:31.00 ---------------------------------------------------- LINKS IP address 192.168.100.5 192.168.100.3 192.168.100.1
hyst 0.000 0.000 0.000
LQ 0.880 1.000 0.750
lost 12 0 25
total 100 100 100
NLQ 0.000 0.969 0.000
ETX 0.00 1.03 0.00
--- 03:36:50.96 ------------------------------------------------ NEIGHBORS IP address 192.168.100.5 192.168.100.1 192.168.100.3
LQ 0.880 0.750 1.000
NLQ 0.000 0.000 0.969
SYM NO NO YES
MPR NO NO YES
MPRS YES NO YES
will 7 7 7
--- 03:36:50.02965923 ----------------------- TWO-HOP NEIGHBORS IP addr (2-hop) 192.168.100.5
IP addr (1-hop) 192.168.100.1 192.168.100.3
TLQ 0.000 0.850
Gambar 4.5.6 Ilustrasi Skenario 2
Setelah node E diaktifkan, node A perlu menunggu beberapa lama hingga jumlah ETX dari node A ke node D melalui node E lebih kecil dari jumlah ETX dari melalui node
B dan d node C. Pada P saat jum mlah ETX mellalui node E sudah lebiih kecil dari jumlah ETX X melalui nodde B dan nodde C, aktiivitas ping berrubah menjaddi seperti di baawah ini.
192.168 8.100.15 192.168 8.100.15 192.168 8.100.15 192.168 8.100.15 /
192.168.100.1 192.168.100.2 192.168.100.3 192.168.100.5
0.914 0.988 0.973 0.969
0.847 0.898 0.918 0.859
1.29 1.13 1.12 1.20
Gambar G 4.5.9 Tabbel Routing OLS SR node A setelah h node E muncul root@ns s:/home/wilioke132# # tracert 192.168.100.1 tracero oute to 192.168.100 0.1 (192.168.100.1), 30 hops max, 40 byte packets 1 192 2.168.100.15 (192.1 168.100.15) 106.143 ms 106.400 ms * 2 * * * 3 * * * 4 * * * 5 * * * 6 * 192.168.100.1 1 (192.168.100.1) 139.583 ms 139.779 ms
Gambar G 4.5.10 Taabel Routing Kernnel node A setelaah node E muncull
Gambar 4.55.7 Aktivitas pingg node A setelah node n E muncul
A Aktivitas pingg dapat terus dilakukan tannpa putus konneksi. Darri gambar di atas dapat dillihat bahwa pada p sequencee 272, pingg yang didapaat node A darii node D sudahh melewati noode E. A Aplikasi Pidggin dan streaaming tidak mengalami putus konneksi. Bahkan bufferingg pada kooneksi streaaming berllangsung lebiih cepat kareena antara noode A dan noode C hannya dua hop melewati node E. Hal inni bisa dilihatt dari aktiivitas ping. Seewaktu rute paaket masih meelewati node B dan nodde C yaitu padda sequence hingga h nomorr 271, waktu RTTnyaa masih berkiisar di angkaa ratusan milii detik. Sedanngkan sew waktu rute paket p sudah melewati noode E yaitu pada sequence ping daari nomor 2722, waktu RTT sudah turun hingga h di bawah b 10 ms. S Setelah node E diaktifkan,, tabel routingg OLSR dan tabel rouuting kernel beerubah seperti pada gambar di bawah ini.
Paada bagian Topology T padda tabel routiing OLSR dapat d dilihaat bahwa jum mlah ETX darri (100.2 ↔ 100.15) + (100.15 ↔ 10 00.1) lebih keecil dari jumlaah ETX dari (1 100.2 ↔ 100.3) + (100.3 ↔ 100.5) + (100.5 ↔ 1000.1) maupun jumlah ETX dari ua jalur yang mungkin m dari node A ke no ode D. Pada tabel t semu routing kernet jugga dapat dilihhat bahwa no ode A mengakkses nodee D (192.1688.100.1) melaalui node E (192.168.1000.15) terleb bih dahulu. Paada saat node E sudah mem mberikan link k yang lebih baik b ke teetangga-tetanggganya, paket data yang diikirimkan nodde A ke no ode D sudah melewati m nodee E yang mem mberikan link yang y lebih h baik daripadda link sebeluumnya (melew wati node B dan nodee C). kenario 3 Sk Paada skenario 3 ini, node E kembali dinonaktifkan sebbagai nodee OLSR sehinggga topologi kkembali sepertti skenario 1. Paada saat nodee E terputus, aktivitas ping g dari node A ke nodee D terhenti. Proses buffeering pada ko oneksi stream ming terheenti. Koneksi pada aplikasii Pidgin belum m terputus nam mun tidak k dapat melakuukan chatting.
*** olsr.org - 0.5.4 0 (2007-11-22 00:04:03 0 on vernadsky) *** --- 03:52:31.00 0 ------------------------------------------------- DIJKSTRA 192.1 168.100.2 no next-h hop --- 03:52:31.00 0 ---------------------------------------------------- LINKS IP ad ddress 192.1 168.100.15 192.1 168.100.5 192.1 168.100.3 192.1 168.100.1
hyst 0.000 0.000 0.000 0.000
LQ 0.990 0.790 1.000 0.900
lost 1 21 0 10
tot tal 100 0 100 0 100 0 100 0
NLQ 0.898 0.310 0.957 0.376
ETX 1.12 4.09 1.05 2.95
--- 03:52:31.00 0 ------------------------------------------------ NEIGHBORS IP ad ddress 192.1 168.100.15 192.1 168.100.5 192.1 168.100.1 192.1 168.100.3
LQ 0.990 0.790 0.900 1.000
NLQ 0.898 0.310 0.376 0.957
SYM YES YES YES YES
MPR YES YES YES YES
MPRS YES YES YES YES
will 6 7 7 7
--- 03:52:31.025134 0 ----------------------- TWO-HOP NEIGHBO ORS IP ad ddr (2-hop) 192.1 168.100.15
192.1 168.100.5
192.1 168.100.1 192.1 168.100.3
IP add dr (1-hop) 192.16 68.100.5 192.16 68.100.1 192.16 68.100.3 192.16 68.100.15 192.16 68.100.1 192.16 68.100.3 192.16 68.100.5 192.16 68.100.15 192.16 68.100.15 192.16 68.100.5
TLQ 0.200 0.261 0.868 0.729 0.238 0.629 0.172 0.682 0.793 0.167
Gambar G 4.5.11 Akktivitas ping dari node A ke node D setelah node E dinonakktifkan
--- 03:52:31.00 0 ------------------------------------------------- TOPOLOGY Sourc ce IP addr 192.1 168.100.1 192.1 168.100.1 192.1 168.100.1 192.1 168.100.2 192.1 168.100.2 192.1 168.100.2 192.1 168.100.2 192.1 168.100.3 192.1 168.100.3 192.1 168.100.3 192.1 168.100.3 192.1 168.100.5 192.1 168.100.5 192.1 168.100.5 192.1 168.100.5
Dest IP I addr 192.16 68.100.2 192.16 68.100.5 192.16 68.100.15 192.16 68.100.1 192.16 68.100.3 192.16 68.100.5 192.16 68.100.15 192.16 68.100.1 192.16 68.100.2 192.16 68.100.5 192.16 68.100.15 192.16 68.100.1 192.16 68.100.2 192.16 68.100.3 192.16 68.100.15
LQ 0.875 0.937 0.843 0.900 1.000 0.790 0.990 0.000 1.000 0.808 0.914 0.749 0.635 0.843 0.843
ILQ 0.376 0.749 0.918 0.376 0.957 0.310 0.898 0.729 0.957 0.859 0.976 0.937 0.310 0.808 0.969
ETX 3.04 1.42 1.29 2.95 1.05 4.09 1.12 0.00 1.05 1.44 1.12 1.42 5.08 1.47 1.22
Paada gambar di d atas, terlihaat bahwa terd dapat packet loss dari sequence s nom mor 126 hinggga sequence no omor 249. Haal ini terjad di karena HEL LLO validity time di set dii angka 120 detik. Padaa saat node E dinonaktifkaan, node A masih m menyanngka bahw wa node E masih menjadi nnode tetanggan nya, padahal node n E tellah dinonaktikkan. Setelah 1120 detik, no ode E dihilanggkan dari tabel routing sehingga rouuting dari no ode A ke nodde D kemb bali melalui node n B dan nnode C. Prosees buffering pada p koneeksi streamingg tidak berlaanjut. Konek ksi pada apliikasi Pidgiin terputus. root@ns s:/home/wilioke132# # tracert 192.168.100.1
traceroute to 192.168.100.1 (192.168.100.1), 30 hops max, 40 byte packets 1 node3.local (192.168.100.3) 7.499 ms 7.737 ms 8.028 ms 2 agungsep-laptop.local (192.168.100.5) 33.496 ms 33.816 ms 34.182 ms 3 192.168.100.1 (192.168.100.1) 34.860 ms 35.329 ms *
Gambar 4.4.11Tracerouting dari node A ke node D setelah node E kembali dinonaktifkan
Hasil traceroute dari node A ke node D juga telah mengindikasikan bahwa perutean data kembali melalui node B dan node C. Pada saat node E down, koneksi yang sudah ada masih berusaha memakai node E sebagai node perantara ke node D. Setelah node E hilang dari tabel routing, koneksi yang sudah ada sebelumnya akan di-reset. B. Analisis Round Trip Time (RTT) Pada percobaan ini, pengaruh perubahan jarak antar node terhadap RTT yang akan berpengaruh pada delay akan ditunjukkan. Jarak yang digunakan di percobaan ini adalah jarak satu hop count.
dibagi menjadi dua macam. Delay processing dan Delay propagasi. Delay processing adalah total waktu yang diperlukan untuk memproses data, sedangkan Delay propagasi adalah waktu rambat secara fisik yang diperlukan oleh paket data untuk ditransmisikan dari tempat asal ke tempat tujuan. Menurut Stanford Linear Accelerator Center (SLAC), RTT suatu paket mengikuti persamaan [9]
⎛ dis tan ce ⎞ + (hops × delay )⎟ R = 2×⎜ ⎝ 0 .6 c ⎠ {4.6.1} R adalah RTT, distance adalah jarak fisik antar node (meter), hops adalah banyaknya hop antar node yang diukur, dan c adalah kecepatan cahaya (referensi kecepatan cahaya pada fiber optik) 3 x 108 m/s. Dari hasil percobaan 4.6.1 pada tabel IV.6.1, dapat diambil grafik hubungan antara jarak fisik terhadap delay sebagai berikut 12,8447910,93999 986 997
14
Delay (ms)
12
Gambar 4.7.1 Ilustrasi Percobaan Analisis RTT
RTT (ms)
Pengujian dilakukan untuk jarak 0 m, 7 m, 14 m, 21 m, dan 28 m. Berdasarkan hasil di atas, grafik hubungan antara jarak fisik terhadap RTT ditunjukkan pada gambar 4.7.2 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000
10
6,422399 928 5,469999 4,360199 986 6 948 2,502799 2,281399 2,180099 974 4 1,140699 985 1,251399 974 987 992 2 8
0 0
7
14
10,940
4,360 2,281 2,503 0
7
14
21
28
Jarak Pengujian (m) Gambar 4.7.2 Grafik hubungan antara Jarak Pengujian terhadap RTT
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak antara dua node ini, RTT akan cenderung semakin turun sebagai waktu respon dari setiap paket. Pada pengujian ini, time to live (TTL) yang dipakai untuk setiap paket adalah standar, yaitu 64. Sementara ukuran setiap paket yang dikirim adalah 1500 byte. Dari hasil ini dapat diambil hipotesis bahwa setiap paket dengan ukuran yang sama dan dengan jarak yang lebih jauh, akan memiliki kemungkinan loss lebih besar. C. Analisis Delay Delay merupakan selang waktu yang dibutuhkan oleh suatu paket berpindah dari tempat asal ke tempat tujuan. Delay
28
Jarak (m) RTT Delay (dua arah)
12,845
21
End‐to‐End Delay
Gambar 4.7.3 Hubungan antara Jarak antar hop dan Delay Standar bagus atau tidaknya delay tergantung pada aplikasi yang akan dipakai jenis trafiknya. Dengan asumsi tidak ada packet loss, menurut ITU Recommendation G.114 tentang one way transmission time, threshold one way delay untuk voice adalah 150 ms [14]. Menurut SLAC, delay optimum untuk musik adalah 11 ms dan untuk medical operations adalah ≤ 80 ms. Gambar 4.7.3 menunjukkan delay pada jarak yang makin tinggi cenderung bernilai konstan. Hal ini mendekati hipotesis bahwa pada saat delay cenderung konstan pada jarak yang semakin tinggi, kemungkinan packet loss rate juga akan semakin tinggi, sehingga menyebabkan delay yang terjadi cenderung untuk tidak valid karena banyak paket yang loss. D. Analisis Jitter Jitter merupakan variasi selang waktu kedatangan paket pada sisi penerima [11]. Penyebab Jitter antara lain karena kongesti yang terjadi di dalam jaringan, jumlah hop untuk mencapai node tujuan, dan juga karena pembatasan bandwidth (pada umumnya terjadi di jaringan). Penulis melakukan pengujian jitter dengan menggunakan tool iperf [12]. Iperf merupakan merupakan aplikasi berbasis client-server untuk mengukur QoS dari jaringan. Pada
pengujian kali ini, diambil asumsi bahwa link yang digunakan sudah baik, sehingga jarak fisik antar node tidak berpengaruh. Jarak antara Laptop dan node Soekris adalah sekitar 2 meter. Jitter diasumsikan terjadi karena hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Gambar 4.7.4 Ilustrasi Percobaan Jitter
Dengan asumsi di atas, penulis melakukan pengujian performa 1-hop dari laptop (192.168.100.5) ke node Soekris (192.168.100.1) seperti pada gambar. Metode yang diambil adalah dengan menggunakan UDP sebagai trafik yang dibangkitkan dengan aplikasi iperf. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap percobaan dengan file yang dikirim memiliki besar datagram 1470 Byte. Setiap pengujian dilakukan selama 10 detik, setiap detik dikirim satu paket UDP dari Client ke Server. Percobaan dilakukan 2 kali. Percobaan yang pertama, Soekris berlaku sebagai Client dan Laptop sebagai Server. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
yang dikirim. Packet loss diakibatkan terutama oleh beban trafik. Penyebab lain juga termasuk masalah hidden node dan exposed node seperti yang telah dijelaskan pada 2.5.1. Penyebab lain dari packet loss secara fisik adalah daya sinyal yang ditangkap oleh penerima (untuk wireless). Selain hal di atas, jumlah hop juga menentukan jumlah packet loss yang didapat. Semakin banyak hop yang dilewati, maka probabilitas packet loss akibat forwarding akan semakin tinggi pula. Packet loss biasa dinyatakan dalam persen (%). Penulis menggunakan metoda ping pada percobaan ini. Skenario yang digunakan adalah dengan menggunakan dua node wireless yaitu Laptop dan node Soekris. Ilustrasi dari skenario ini diperlihatkan pada gambar 4.6.4. Percobaan dilakukan pada jarak yang berbeda. Setiap percobaan dilakukan dengan ping 100 kali dari node Laptop ke node Soekris.
Gambar 4.7.6 Ilustrasi Percobaan Packet Loss
20
PENGUJIAN I II III IV V
JITTER RATA-RATA (MS) 0,362 1,599 1,760 1,058 1,852
PEAK JITTER (MS) 1,345 7,296 2,213 2.230 2.278
Dari percobaan di atas, dapat diambil Jitter rata-rata adalah 1,326 ms. Peak jitter yang dihasilkan dari percobaan ini adalah 7,296. Grafik yang diperoleh pada percobaan IV adalah sebagai berikut. Percobaan yang kedua, Soekris berlaku sebagai Server dan Laptop sebagai Client. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Packet Loss (%)
TABEL IV.7.6 HASIL PENGUJIAN JITTER DARI SOEKRIS KE LAPTOP
14,8
16
15 10 5
0
0,2
0
7
1,4
0 14
21
28
Jarak Pengujian (m) Gambar 4.7.7 Hasil Pengujian Packet Loss (Ping Loss) terhadap Jarak Fisik
TABEL IV.7.7 HASIL PENGUJIAN JITTER DARI LAPTOP KE SOEKRIS PENGUJIAN
JITTER RATA-RATA (MS)
PEAK JITTER (MS)
I
2,690
4,539
II
1,467
3,573
III
1,781
3,573
IV
1,705
3,119
V
1,494
2,848
Dari hasil percobaan kedua pada tabel IV.6.7, didapatkan jitter rata-rata 1,827 ms. Untuk klasifikasi jitter menurut SLAC untuk real-time multimedia, hasil yang didapatkan termasuk dalam kategori baik (good). Sementara itu untuk klasifikasi peak jitter menurut TIPHON untuk aplikasi VoIP, data yang didapatkan termasuk dalam kategori “baik”. E. Analisis Packet Loss Packet loss merupakan jumlah banyaknya paket yang hilang selama transmisi berlangsung dari keseluruhan paket
Dari hasil yang didapatkan pada pengujian, didapatkan hasil bahwa semakin jauh jarak antar node dengan besar paket yang sama, maka packet loss (ping loss) akan semakin besar pula. Bila kita bandingkan dengan data dari gambar 4.6.2 pada percobaan RTT di subbab 4.6.1, ternyata RTT yang turun tersebut benar disebabkan oleh banyaknya packet loss sehingga dalam perhitungan RTT rata-rata yang berdasarkan banyaknya jumlah paket yang sampai ke penerima akan menghasilkan kecenderungan untuk turun karena pembaginya menjadi lebih kecil. Berarti hipotesis yang dibuat ternyata benar. Data dari percobaan ini menujukkan bahwa kanal wireless yang dites tidak sebagus yang diperkirakan. Hal ini terutama terkait dengan daya pancar sinyal yang ditransmisikan dari masing-masing node. Testbed yang diuji hanya menggunakan antena internal dan tidak menggunakan antena eksternal. Hal ini mengakibatkan BER yang cukup tinggi pada jarak uji sudah mencapa di atas 21 m.
V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: • Telah berhasil dibuat suatu wireless mesh node yang disebut act-Mesh pada target perangkat keras Soekris net-4801. • Melalui pengujian yang telah dilakukan, jaringan mampu mempertahankan koneksi meskipun terjadi perubahan rute paket jika ada link yang lebih baik, namun tidak mampu mempertahankan koneksi jika ada rute paket yang melewati node yang telah down. • Hasil pengamatan packet loss pada penelitian ini adalah packet loss 0%. • Hasil pengamatan one way delay rata-rata adalah 1,1407 ms. • Hasil pengamatan jitter: one way jitter rata-rata dari Soekris ke Laptop adalah 1,326 ms dan 1,827 ms pada arah sebaliknya. Peak jitter dari Soekris ke Laptop adalah 7,296 ms dan 4,539 ms pada arah sebaliknya. Sedangkan pada penelitian sebelumnya one way jitter rata-rata dari node3 ke node2 adalah 0,208 ms dan 1,2678 pada arah sebaliknya. Peak jitter dari node3 ke node2 adalah 0,565 ms dan 4,592 ms pada arah sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]
R. Flickenger, et al, “Wireless Networking in Development World 2nd ed”, Hacker Friendly, 2007 http://tldp.org/HOWTO/OLSR-IPv6-HOWTO/intro.htm http://www.cisco.com/en/US/docs/internetworking/technology/ handbook/Internet-Protocols.html C – K Toh, “Ad Hoc Mobile Wireless Networks: Protocols and Systems”, New Jersey: Prentice Hall PTR, 2002. http://en.wikipedia.org/wiki/IEEE_802.11 H. Balakrishnan, “Lecture 11: Wireless Channel Access Protocols”, 1998-2005. A. L. Garcia, I. Widjaja, “Communication Networks: Fundemantal Concepts and Key Architectures”, International Edition, Singapore: McGraw-Hill, 2003. P. Nedeltchev, “Wireless Local Area Networks and The 802.11 Standard”, March 31 200 http://www.slac.stanford.edu/comp/net/wan-mon/tutorial.html Indra Anthony Kusmanto, “Implementasi Wireless Mesh Node pada Mini-ITX”, Laporan Tugas Akhir, Program Studi Teknik Elektro, STEI-ITB, 2007 http://www.voiptroubleshooter.com/indepth/jittersources.html http://dast.nlanr.net/projects/Iperf P. McGovern, “Call Admission Control for VoIP over WLAN”, Last Mile Wireless Workshop, University College Dublin, Aug 29/30 2006. http://www.wi-fiplanet.com/tutorials/article.php/953511