PERBEDAAN SKOR WORK ENGAGEMENT PADA GURU YANG BERSERTIFIKASI DENGAN GURU YANG BELUM BERSERTIFIKASI DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN DENPASAR UTARA Gede Andi Aditya1, I Nyoman Adiputra2 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana2 ABSTRAK Kinerja optimal guru tercapai apabila guru tersebut telah engaged dengan pekerjaannya. Guru akan merasa tidak terpaksa dalam menjalankan apa yang menjadi tuntutan pekerjaannya bahkan cenderung memberikan lebih dari apa yang menjadi tuntutan pekerjaannya. Kondisi ini merupakan kondisi yang ideal dipertahankan guru dalam menjalankan profesinya. Upaya yang dapat dilakukan agar guru engaged dengan pekerjaannya adalah dengan memberikan suatu pengakuan dan penghargaan. Hal ini dapat dilihat dari salah satu peraturan pemerintah yaitu pelaksanaan sertifikasi guru. Telah dilakukan penelitian observasional dengan pendekatan analitik cross-sectional pada guru di SMP Negeri se-Kecamatan Denpasar Utara dengan jumlah sampel 147 orang. Data dianalisis dengan uji Mann-Whitney dengan tingkat kemaknaan 0,05. Data hasil penelitian diperoleh rata-rata skor work engagement guru yang bersertifikasi adalah 86,23 + 8,31 sedangkan rata-rata skor work engagement guru yang belum bersertifikasi adalah 79,25 + 11,93. Hasil uji komparabilitas p = 0,003, menunjukkan bahwa rata-rata skor work engagement antara guru yang bersertifikasi dengan guru yang belum bersertifikasi berbeda secara bermakna (p < 0,05). Dapat dikatakan sertifikasi menjadi salah satu variabel yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja (work engagement) guru. Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor work engagement pada guru yang bersertifikasi dengan guru yang belum bersertifikasi dimana skor work engagement guru bersertifikasi lebih tinggi daripada guru belum bersertifikasi. Disarankan untuk dilakukan upaya regulasi oleh pemerintah agar semua guru di Indonesia bersertifikasi. Kata Kunci : Guru, Sertifikasi, Work Engagement
26
DIFFERENCE OF WORK ENGAGEMENT SCORE ON CERTIFIED TEACHER WITH UNCERTIFIED TEACHER AT PUBLIC JUNIOR HIGH SCHOOL IN NORTH DISTRICT OF DENPASAR ABSTRACT Optimum performance is achieved when teacher has been engaged with his or her work. Teacher will not feel forced to run his or her job demand and even tend to give more than his or her job demand. These are ideal condition that must be maintained in teacher profession. Efforts to do so teacher engaged with his or her work is to provide an acknowledgment and appreciation. It can be seen from one of the government's regulations implementing teacher certification. Observational studies have been conducted with a cross-sectional analytical approach to the teacher at SMP Negeri in North District of Denpasar with a sample of 147 peoples. Data were analyzed with the Mann-Whitney test with a significance level of 0.05. Research data obtained an average scores of work engagement on the certified teachers is 86.23 + 8,31 while the average scores of work engagement on uncertified teachers is 79.25 + 11,93. Comparability of test results p = 0.003, showing that the average scores of work engagement among certified teachers and uncertified teachers significantly different (p <0.05). It can be said certification is one of the variables that affect the work engagement on teacher. It was concluded that there are differences in the average scores of work engagement on certified teacher with uncertified teacher, where work engagement scores on certified teacher is higher than uncertified teacher. It is recommended for government to certify all teachers in Indonesia. Keyword : Teacher, Certification, Work Engagement
utama
I. PENDAHULUAN
dalam
satunya
adalah
Guru berada pada posisi yang
dimiliki oleh seluruh bangsa agar bersaing
salah
keberadaan guru (Ardiansyah, 2013).
Saat ini kualifikasi yang wajib
mampu
dan
strategis bagi seluruh upaya reformasi
kompetisi
global adalah memiliki sumber daya
pendidikan
manusia yang berkualitas, tidak hanya
pencapaian kualitas (Ardiansyah, 2013).
di
Kinerja guru yang optimal merupakan
formal
akademis,
tetapi
juga
yang
dalam
pada
memiliki pengetahuan dan keahlian
modal
dalam bidang tertentu. Hal ini berarti
sumber daya manusia Indonesia pada
perbaikan segala aspek dan komponen
tatanan pendidikan formal. Tugas dan
dalam pendidikan menjadi prioritas
tanggung jawab yang besar menuntut 27
dasar
berorientasi
pengembangan
seorang guru untuk memberikan mutu
yang
dan
memberikan
kompetensi
yang
besar
agar
digunakan,
kemauan
usaha
untuk
yang
tidak
bisa
pendidikan dapat berlangsung dengan
dipertimbangkan,
gampang
baik (Wibowo, dkk., 2010).
menyerah dan menunjukkan ketekunan
Seseorang yang sudah bekerja
ketika menghadapi kesulitan. Dedikasi
dapat menampilkan performa kerja yang
(dedication) merupakan suatu kondisi
optimal
dalam
ketika pekerja mempunyai keterlibatan
terpaksa
yang kuat dengan pekerjaannya dan
apabila
terlibat
pekerjaannya.
Tidak
menjalankan apa yang menjadi tuntutan
munculnya
pekerjaannya
cenderung
antusias, dan merasa bahwa pekerjaan
apa
yang
memberikan
dan lebih
dari
yang
perasaan
dilakukannya
tertantang,
tersebut
dapat
menjadi tuntutan pekerjaannya, hal ini
memberikan inspirasi yang signifikan
merupakan
bagi dirinya baik secara sosial maupun
individu
suatu
tersebut
indikasi terikat
bahwa
(engaged)
personal.
Penyerapan
terhadap
dengan pekerjaan (work) nya (Puspita,
pekerjaan (absorption) yang dicirikan
2013).
oleh
Keterikatan
kerja
(work
penuhnya
konsentrasi
dan
engagement) merupakan aspek yang
kesenangan hati yang amat sangat
meliputi emosi positif,
keterlibatan
sehingga mengalami kesulitan untuk
penuh dalam melakukan pekerjaan dan
lepas dari pekerjaannya dan merasakan
dikarakteristikkan oleh tiga dimensi
bahwa waktu berlalu sangat cepat
utama, yaitu semangat (vigor), dedikasi
selama bekerja (Bakker & Demerouti,
(dedication), serta penyerapan terhadap
2008). Tentunya kondisi ini merupakan
pekerjaan (absorption) (Schaufeli &
kondisi ideal yang harus dipertahankan
Salanova, 2007). Semangat (vigor) yang
seorang
didefinisikan sebagai besarnya energi
profesinya.
28
guru
dalam
menjalankan
Salah satu cara efektif untuk mempertahankan
terakreditasi atau lembaga sertifikasi
engaged
seseorang
sebagai
suatu
pengakuan
terhadap
dengan pekerjaannya adalah bahwa
kompetensi untuk melakukan pekerjaan
mereka diapresiasi (Hedger, 2007).
tertentu.
Kurangnya penghargaan dan pengakuan
pemerintah akan memberikan tunjangan
akan menyebabkan seseorang tidak
profesi setara gaji pokok (UU No. 14,
betah, oleh karena itu pengakuan dan
2005).
Sebagai
penghargaannya
penghargaan merupakan faktor penting II. BAHAN DAN METODE bagi engagement (Saks, 2006). Karena Penelitian itu
diperlukan
adanya
maupun
merupakan
suatu penelitian
penghargaan
ini
observasional
(non-
pengakuan eksperimental)
dengan
pendekatan
terhadap guru untuk memperlihatkan analitik
cross-sectional
untuk
bahwa mereka diapresiasi atas kinerja mengetahui perbedaan rata-rata skor dan pengabdian terhadap profesinya. work engagement pada guru yang Saat ini adanya pengakuan dan bersertifikasi
dengan
bersertifikasi
di
yang
belum
penghargaan terhadap guru dapat dilihat SMP
Negeri
Se-
dari salah satu peraturan yang dibuat Kecamatan oleh
pemerintah
yaitu
Denpasar
Utara,
yang
pelaksanaan meliputi SMPN 2 Denpasar, SMPN 3
sertifikasi
guru.
Undang-Undang Denpasar, SMPN 4 Denpasar, SMPN 5
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun Denpasar, SMPN 10 Denpasar, dan 2003 Bab XVI Pasal 61 ayat (3) SMPN 12 Denpasar. menyatakan
bahwa
sertifikasi Berdasarkan rumus besar sampel
merupakan sertifikat kompetensi yang (Sastroasmoro & Ismael, 2008), kriteria diberikan setelah lulus uji kompetensi inklusi, dan dengan teknik consecutive oleh
satuan
pendidikan
yang
29
sampling
didapatkan
sampel
untuk
Responden
penelitian ini sejumlah 147 responden. Instrumen penelitian
yang
ini
yang
memenuhi
kriteria inklusi diberikan penjelasan
dipakai pada
tentang manfaat dan tujuan penelitian.
adalah
dengan
Apabila responden bersedia menjadi
menggunakan
kuesioner
UWES
subjek
(Utrecth
Engagement
Scale)
menandatangani informed consent dan
Work
penelitian,
maka
diminta
untuk mengukur skor work engagement
jika
pada guru. Dalam lembar kuesioner
memaksa dan akan menghormati hak
terdapat identitas responden, meliputi
responden. Responden diberikan lembar
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan
kuesioner UWES untuk mengukur skor
terakhir, dan nomor induk pegawai.
work engagement. Data yang telah
Kuesioner
UWES
memiliki
17
yaitu:
kekuatan/vigor
bersedia
peneliti
tidak
terkumpul ditabulasi ke dalam program
pertanyaan yang ditandai dengan tiga aspek,
tidak
SPSS 20.0 dan dilakukan analisis data.
(6 III. HASIL PENELITIAN
pertanyaan),
dedikasi/dedication
(5 Dari hasil penelitian didapatkan
pertanyaan), pengabdian/absorption (6 sejumlah
147
responden,
dimana
pertanyaan), dengan pilihan jawaban sejumlah 116 responden adalah guru dari tidak pernah, hampir tidak pernah, sudah sertifikasi dan 31 responden jarang, kadang-kadang, sering, sangat adalah guru belum sertifikasi. Adapun sering, dan selalu dengan skor 0 sampai karakteristik sampel meliputi umur, 6. Setelah kuesioner diisi, skor dari jenis masing-masing
pertanyaan
kelamin,
dan
latar
belakang
akan pendidikan disajikan pada Tabel 1 dan
diakumulasi. Tabel
30
2.
Tabel 1. Distribusi Umur No.
Variabel
Rata-rata
Simpang Baku
Rentangan
1
Umur
47,41
10,941
22-60
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan bahwa
tahun dengan rata-rata 47,41 ± 10,941
variasi umur guru berkisar antara 22-60
tahun.
Tabel 2. Frekuensi Jenis Kelamin dan Pendidikan Frekuensi
Persen
Laki-laki
46
31%
Perempuan
101
69%
D4/S1
126
86%
Diatas S1
21
14%
Jenis Kelamin
Pendidikan
Berdasarkan Tabel 2 jumlah sampel
belakang pendidikan setingkat D4/S1
terbanyak adalah perempuan (69%) dan
sebanyak 86% dan diatas S1 sebanyak
sisanya adalah laki-laki (31%). Latar
14
%.
Tabel 3. Data Work Engagement Hasil Uji Normalitas Variabel
Sertifikasi
Rerata ± Simpang
p*
Baku Work engagement
Sudah
86,23 ± 8,31
0,003
Belum
79,25 ± 11,93
0,160
*data berdistribusi normal p > 0,05
31
belum sertifikasi adalah 0,160. Karena Hasil uji normalitas pada Tabel 3 pada satu kelompok memiliki nilai p < menunjukkan bahwa nilai p work 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa engagement
pada
kelompok
sudah nilai total skor data work engagement
sertifikasi adalah 0,003, sedangkan nilai tidak
berdistribusi
normal.
p work engagement pada kelompok
Tabel 4. Hasil Analisis Uji Mann-Whitney Jumlah Sampel
Rerata ± Simpang Baku
Work engagement guru bersertifikasi
116
86,23 ± 8,31
Work engagement guru belum sertifikasi
31
79,25 ± 11,93
p
0,003
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh rata-rata Berdasarkan skor
work
engagement
hasil
uji
guru komparabilitas dengan menggunakan
bersertifikasi adalah 86,23 + 8,31 dan uji Mann-Whitney didapatkan rerata rata-rata skor work engagement guru skor
work
engagement
guru
yang belum bersertifikasi adalah 79,25 bersertifikasi adalah 86,23 sedangkan + 11,93. Karena data tidak berdistribusi rerata skor work engagement guru normal,
uji
komparabilitas
yang belum sertifikasi adalah 79,25 dengan
dilakukan dengan uji Mann-Whitney besar koefisien p = 0,003 (p < 0,05). (Dahlan, 2011) dan didapatkan p = Artinya,
terdapat
perbedaan
secara
0,003. bermakna rerata skor work engagement antara
IV. PEMBAHASAN
32
kelompok
guru
yang
bersertifikasi dengan kelompok guru
Ratnaningsih,
yang belum sertifikasi, dimana skor
mengemukakan
work engagement guru bersertifikasi
dipengaruhi
lebih
belum
diantaranya adalah penghargaan (total
sertifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa
rewards), kondisi perusahaan (company
sertifikasi menjadi salah satu faktor
practices), kualitas kehidupan (quality
yang menjadikan guru lebih terikat
of life), kesempatan (opportunities),
(engaged) dengan pekerjaannya.
aktivitas
tinggi
daripada
guru
Menurut UU Nomor 20 Tahun
2012) bahwa
oleh
juga engagement
beberapa
pekerjaan
(work) dan orang
yang
faktor,
dihadapi
lain di sekitar
2003, sertifikasi merupakan pemberian
pekerjaan (people). Keenam hal tersebut
sertifikat sebagai suatu pengakuan yang
berhubungan dengan work engagement
diberikan oleh pemerintah kepada guru.
yang tinggi.
Pasal 16 UU Nomor 14 Tahun 2005
Dalam model JD-R disebutkan
tentang guru dan dosen mengatur bahwa
bahwa
guru yang memiliki sertifikat, sebagai
mempengaruhi work engagement yaitu
penghargaannya
job demands dan job resources. Job
pemerintah
akan
ada
dua
hal
utama
yang
demands adalah inisiator dari proses
memberikan tunjangan profesi. Saks (2006) berpendapat bahwa
perbaikan kesehatan dan job resources
seseorang akan lebih engaged dengan
adalah inisiator dari proses motivasi.
pekerjaannya
mereka
Selama ini hampir sebagian besar studi
dan
menunjukkan bahwa job resources lebih
mendapatkan pengakuan
apabila penghargaan terhadap
performansi
penting
dalam
mereka. Pengakuan dan penghargaan
engagement
merupakan
Adiputra,
faktor
penting
bagi
engagement. Hewitt (dalam Mujiasih &
menentukan
seseorang 2013),
dimana
work
(Handarifaktor
dukungan sosial dalam job resources,
33
salah satunya dapat berupa dukungan
mempengaruhi guru engaged dengan
penghargaan
2002).
pekerjaannya. Sagala (dalam; Sholihah
Penghargaan menurut Ivancevich dkk.
& Sholeh, 2013) juga menyebutkan
(2007)
diklasifikasikan
menjadi
dengan sertifikasi, seorang guru akan
kategori
ekstrinsik.
kategori
meningkatkan
(Sarafino,
ekstrinsik
Pada
terdapat
finansial
penghargaan
dan
kemampuan
dan
keterlibatannya dalam melaksanakan
interpersonal.
tugas sebagai guru.
Penghargaan finansial dapat berupa SIMPULAN gaji, upah, dan tunjangan seperti pusat Terdapat perbedaan rata-rata skor penitipan anak, pusat kebugaran, dan work engagement pada guru yang perawatan
medis.
Penghargaan bersertifikasi dengan guru yang belum
interpersonal dapat berupa status dan bersertifikasi
dimana
skor
work
pengakuan. engagement guru bersertifikasi lebih Dengan
demikian
pemberian tinggi daripada guru belum sertifikasi.
pengakuan
dan
penghargaan
oleh Perbedaan
ini
bermakna
signifikan
pemerintah kepada guru, yaitu berupa secara statistik, dibuktikan dengan uji sertifikasi dapat menjadikan guru lebih Mann-Whitney, p < 0,05. Dengan engaged dengan pekerjaannya. Adanya demikian
dapat
disarankan
adanya
tunjangan hidup di hari tua serta upaya regulasi oleh pemerintah agar imbalan
yang
lebih
tinggi
untuk semua guru di Indonesia bersertifikasi.
menjaga
kualitas
kehidupannya,
34
Ivancevich, J. M., Robert K., Matteson, DAFTAR PUSTAKA M. Ardiansyah,
J.
2013.
T.
2007.
Perilaku
dan
Peningkatan Manajemen Organisasi. Jakarta :
Kompetensi
Guru
Bidang Erlangga.
Pendidikan di Kabupaten Tana Mujiasih, E. & Ratnaningsih, I. Z. 2012. Tidung. e-Journal Pemerintahan Meningkatkan Work Engagement Integratif. Vol. 1 (1): 38-50. Melalui
Gaya
Kepemimpinan
Bakker, A. B. & Demerouti, E. 2008. Tranformasional Towards
a
model
of
dan
Budaya
work Organisasi.
Fakultas
Psikologi
engagement. Career development Universitas Diponegoro. international. Vol. 13 (3): 209-223. Puspita, M. D. 2012. Hubungan antara Dahlan, M. S. 2011. Statistik untuk Dukungan Sosial dan Makna Kerja Kedokteran dan Kesehatan. Edisi sebagai Panggilan (Calling) dengan ke-5. Jakarta: Salemba Medika. Keterikatan
Kerja.
Calyptra:
Handari-Adiputra, L. M. I. S. 2013. Jurnal Ergo-Psikofisiologi
Ilmiah
Mahasiswa
Menurunkan Universitas Surabaya. Vol. 1 (1).
Respon Fisiologis, Meningkatkan Saks, A. M. 2006. Antecedents and Kesigapan, Kemampuan Kerja dan Work
Engagement
consequences
of
employee
engagement.
Journal
Karyawan of
Bagian Akutansi Hotel Bali Hyatt Managerial Psychology. Vol. 21: di Denpasar. (disertasi). Denpasar : 600-619. Universitas Udayana. Sarafino, E. P. 2002. Health Psychology Hedger, A. 2007. Five ways to Biopsychosocial Interactions. 4th strengthen your engagement and Ed. United State: John Wiley & retention
strategies.
Workforce Sons, Inc.
Management. 86: 31-37. 35
Sastroasmoro, S. & Ismael, S. 2011. Dasar
-
Penelitian
Dasar Klinis.
Kecamatan Sangkapura Kabupaten
Metodologi Edisi
Gresik. Fakultas Ilmu Pendidikan
ke-4.
Universitas Negeri Surabaya.
Jakarta: Sagung Seto.
Undang-Undang No.14 Tahun 2005.
Schaufeli, W. B., & Salanova, M. 2007.
Guru
Work Engagement: An Emerging Psychological Concept Implication
for
and
dan
Dosen.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Its
Wibowo, D. M., Ediati, A., Masykur, A.
Organizational.
M.
2010.
Hubungan
antara
Managing Social and Ethical Issues
Kecerdasan Emosi dengan Kinerja
In Organizational. p. 135-177.
Guru
Sholihah, R. & Sholeh, M. 2013.
SMA Negeri 2
Fakultas
Kompetensi Guru Pasca Sertifikasi
Psikologi
Diponegoro..
di Minu 24 Darussalam Kumalasa
36
Ngawi.
Universitas