PERBEDAAN SIKAP AYAH DAN IBU TERHADAP KEKERASAN OLEH GURU ASRIAN DANI ALIA Pembimbing: Dona Eka Putri, Psi., MPsi. ABSTRAKSI
Kekerasan oleh guru yang terjadi di sekolah yang marak terjadi seringkali dibenarkan oleh masyarakat bahkan orang tua dari peserta didik karena tindak kekerasan merupakan bagian dari proses mendidik anak, dan masih ada yang berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh oknum guru adalah merupakan salah satu bentuk pendidikan untuk memberikan dan menanamkan nilai-nilai disiplin kepada siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perbedaan sikap ayah dan ibu terhadap perilaku kekerasan oleh guru. Penelitian ini dilakukan terhadap 42 orang ayah dan 42 orang ibu yang memiliki anak yang duduk di bangku SMP, berusia antara 31 sampai 55 tahun dari berbagai kalangan. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji T (TTest) yaitu Independent Sample T-Test. Untuk pengukuran sikap ayah dan ibu terhadap perilaku kekerasan oleh guru terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 62 item diujicobakan diperoleh 49 item yang valid, sedangkan 13 item gugur, ke-49 item yang valid tersebut memiliki nilai korelasi berkisar antara 0.3059 sampai 0.6343 sedangkan untuk hasil uji reliabilitas diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0.9125. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan uji T (T-Test) yaitu Independent Sample T-Test, diperoleh skor T sebesar -6.007 dengan sig. (2-tailed) sebesar 0.000 (p < 0.05). Hal ini berarti terdapat perbedaan sikap yang signifikan pada ayah dan ibu terhadap perilaku kekerasan oleh guru. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH) antara sikap ayah dengan ibu terhadap perilaku kekerasan, mean empirik ibu berada pada kategori rata-rata, sedangkan mean empirik ayah berada pada kategori rendah. Kata Kunci: Sikap, Kekerasan, Ayah, Ibu, Guru
PENDAHULUAN
menganiaya, dan lain-lain. Kemudian kekerasan
Latar Belakang Masalah
psikis yaitu kekerasan secara emosional dilakukan
Disiplin merupakan hal yang seringkali
dengan cara menghina, melecehkan, mencela atau
menjadi tolok ukur image serta kualitas pendidikan
melontarkan perkataan yang menyakiti perasaan,
di suatu lembaga pendidikan formal seperti sekolah,
melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri,
sehingga
para
membuat orang merasa hina, kecil, lemah, jelek,
membuat
peraturan
pendidik
harus bekerja
keras
menertibkan
siswa-
serta
tidak
berguna
dan
tidak
berdaya.
Adapula
siswinya di sekolah. Berbagai macam cara mereka
kekerasan defensive, kekerasan defensive dilakukan
tempuh untuk menegakkan disiplin di sekolah,
dalam
seperti memberikan sanksi yang keras dan tegas
tindakan penyerangan. Serta kekerasan agresif yaitu
bagi siswa-siswi yang melanggar peraturan seperti
kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan
membolos,
sesuatu seperti merampas, dan lain-lain (Rini,
merokok
di
lingkungan
sekolah,
terlambat, dan lain-lain. Walau demikian masih ada saja
siswa-siswi
yang
melanggar
rangka
tindakan
perlindungan,
bukan
2008). Kuriake
peraturan,
(dalam
Susilowati,
2008)
tindak
mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru
kekerasan untuk mendisiplinkan siswa-siswinya.
yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
mengendalikan siswa. Banyak guru atau para
UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia
pendidik
menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang
hukuman fisik akan manambah ketakutan atau
terjadi pada siswa dilakukan oleh guru, padahal
kewibawaan pada guru. Dengan demikian, sang
guru sebagai orang tua kedua para siswa di sekolah
murid akan lebih mudah dikendalikan (Anonim,
sepatutnya
mampu
1999). Berdasarkan data Hotline Service Pengaduan
menciptakan suasana yang nyaman di lingkungan
dan Advokasi Pusat Data dan Informasi pada tahun
sekolah sebagai tempat yang selama ini dipercaya
2005 menyebutkan bahwa 4.9% kekerasan fisik
paling aman dan terbaik untuk anak.
dilakukan oleh bapak guru dan 42.16% oleh ibu
sehingga
tak jarang
menjadi
guru
melakukan
seseorang
yang
Secara umum, kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh satu
berpendapat,
ketakutan
murid
pada
guru. Kekerasan psikis dilakukan oleh 4.1% bapak guru dan 6.2% oleh ibu guru.
individu terhadap individu lain yang mengakibatkan
Kekerasan oleh guru yang terjadi di
gangguan fisik dan atau mental (Sugiarno, 2007).
sekolah yang marak terjadi seringkali dibenarkan
Kekerasan pada siswa adalah suatu tindakan keras
oleh masyarakat bahkan orang tua dari peserta didik
yang dilakukan terhadap siswa di sekolah dengan
karena tindak kekerasan tersebut merupakan bagian
dalih
dalam
dari proses mendidik anak, dan masih ada yang
Anshori, 2007). Ada beberapa bentuk kekerasan
berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh oknum
yang umumnya dialami atau dilakukan terhadap
guru tersebut adalah merupakan salah satu bentuk
siswa, antara lain kekerasan fisik yaitu merupakan
pendidikan untuk memberikan dan menanamkan
suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan
nilai-nilai disiplin kepada siswa. Padahal hukuman
luka atau cedera pada siswa, seperti memukul,
apapun bentuknya bagi peserta didik, dalam jangka
mendisiplinkan
siswa
(Charters
pendek, akan mempengaruhi konsentrasi, persepsi
mudah meluapkan perasaan dibanding kaum pria
dan perilakunya, hingga tidak tertutup kemungkinan
yang cenderung memiliki sifat tidak emosional,
anak menjadi malas belajar atau bahkan sekolah.
sangat objektif, dan kurang ekspresif (Dagun,
Pada akhirnya peserta didik tinggal kelas atau
1992). Selain itu, secara sosial kaum wanita
berhenti sekolah. Secara psikologis, hukuman di
memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar
lembaga pendidikan dapat menyebabkan anak
dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya
menjadi trauma atau antipati terhadap pendidikan.
dibanding kaum laki-laki yang memiliki tanggung
Lingkaran negatif ini jika terus berputar bisa
jawab moral untuk mencari nafkah. Hal inilah yang
melanggengkan budaya kekerasan di masyarakat
menimbulkan perbedaan sikap pada ayah dan ibu
(Syamsuarni, dalam YPHA Annual Lobby, 2006).
sebagai orang tua para siswa.
Berdasarkan
data
Hotline
Sikap
Service
merupakan
kesiapan
pada
Pengaduan dan Advokasi Pusat Data dan Informasi
seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap
tahun 2005 mengenai kekerasan pada anak di
hal-hal tertentu (Sarwono, 2000). Sikap dapat
lingkungan sekolah di atas bahwa kekerasan baik
bersifat positif, dan dapat pula bersifat negatif.
fisik maupun psikis didominasi oleh Ibu Guru.
Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah
Selain itu kekerasan pada anak di lingkungan rumah
mendekati,
ternyata juga didominasi oleh kaum Ibu. Dari 194
tertentu sedangkan dalam sikap negatif terdapat
kasus yang ada, 32.5% kekerasan baik kekerasan
kecenderungan
fisik maupun psikis dilakukan oleh Ibu kandung,
membenci, tidak menyukai objek tertentu. Dalam
sedangkan 6.18% dilakukan oleh kaum Ayah. Hal
kasus ini, orang tua yang setuju terhadap tindak
ini
hukuman,
kekerasan di sekolah dan menganggap sebagai hal
pelampiasan
yang wajar dalam penegakan disiplin pada anak
amarah orangtua pada anak, karena secara filosofis
merupakan contoh sikap positif terhadap kekerasan
orang
dilakukan
mendisiplinkan
tua
sebagai maupun
merasa
mendisiplinkan
dan
bentuk sekedar
bertanggung menghukum
menyenangi,
untuk
mengharapkan
menjauhi,
objek
menghindari,
jawab
untuk
di sekolah, sedangkan orang tua yang mengecam
anak
demi
dan tidak setuju atas tindak kekerasan di sekolah
kebaikan si anak sekarang dan kelak. Bahkan secara
adalah contoh sikap negatif.
tradisional, hukuman badan telah diterima sebagai
Secord dan Backman (dalam Azwar,
salah satu metode yang sangat efektif untuk
2005) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan
mengendalikan dan mendisiplinkan anak. Hal ini
tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
didukung oleh masyarakat yang percaya bahwa
(kognisi),
hukuman badan penting untuk mencegah degradasi
seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
moral, baik dalam kalangan rumah tangga maupun
sekitarnya. Pengertian ini berorientasi kepada
masyarakat (Anonim, 1999).
skema triadic (triadic scheme) yang menyebutkan
Lebih dominannya kaum wanita dalam
dan
predisposisi
tindakan
(konasi)
struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
melakukan tindak kekerasan disebabkan karena
saling
menunjang
yaitu
komponen
kognitif
secara psikologis wanita cenderung memiliki sifat
(cognitive) yang merupakan representasi apa yang
seperti emosional, sangat subjektif, ekspresif atau
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen
afektif
(affective)
merupakan
perasaan
yang
ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
menyangkut aspek emosional, dan komponen
beberapa pihak
konatif (conative) merupakan aspek kecenderungan
orang tua siswa. Bagi pihak sekolah, penelitian ini
berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
diharapkan
dimiliki oleh seseorang.
membuat
Semakin tinggi rasa penerimaan Ayah
seperti sekolah, guru, dan para
menjadi
bahan
program-program
pelajaran
untuk
pembelajaran
di
sekolah agar kekerasan di lingkungan sekolah tidak
atau Ibu terhadap perilaku kekerasan oleh guru
terjadi
maka Ayah atau Ibu cenderung akan mempersepsi
diharapkan dapat memberikan pelajaran mengenai
objek tersebut secara positif dan selanjutnya akan
cara mengajar yang lebih baik dan menegakkan
mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Maka
disiplin dengan cara yang benar. Kemudian bagi
berdasarkan gambaran di atas, peneliti tertarik
para orang tua siswa, diharapkan penelitian ini
untuk
dapat memberikan bimbingan mengenai batas
mengetahui
lebih
mendalam mengenai
lagi. Bagi
para
guru,
perbedaan sikap Ayah dan Ibu terhadap perilaku
toleransi terhadap perilaku
kekerasan oleh guru.
menegakkan kedisiplinan.
penelitian ini
kekerasaan dalam
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk
METODE PENELITIAN
menguji secara empiris perbedaan sikap Ayah dan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Ibu terhadap perilaku kekerasan oleh guru.
pendekatan
Manfaat Penelitian
penelitian ini adalah 42 orang ayah dan 42 orang
1.
ibu yang memiliki anak yang masih bersekolah di
Manfaat Teoritis
kuantitatif.
dalam
tingkat
sikap terhadap perilaku kekerasan oleh guru pada
Pengambilan
ayah dan ibu, dimana ibu memiliki sikap yang lebih
accidental sampling. Teknik pengumpulan data
positif dibanding ayah. Secara teoritis, penelitian ini
dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
diharapkan
bagi
kuesioner. Kuesioner yang dibuat terdiri dari daftar
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang
identitas subjek penelitian dan skala sikap terhadap
Psikologi Pendidikan, dan Psikologi Perkembangan
kekerasan oleh guru. Skala tersebut disusun dengan
serta menambah khasanah ilmu pengetahuan itu
teknik skala Likert berdasarkan komponen sikap
sendiri di masa mendatang sehingga dapat menjadi
yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
memberi
kontribusi
Menengah
subjek
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
dapat
Sekolah
Jumlah
data
Pertama
(SMP).
dengan
metode
dilakukan
acuan bagi para peneliti lain yang juga tertarik
Untuk menguji validitas instrumen alat ukur
untuk meneliti tentang perilaku kekerasan di
skala sikap terhadap kekerasan oleh guru digunakan
sekolah.
korelasi Product Moment Pearson yaitu dengan
2.
menggunakan
Manfaat Praktis
teknik
internal
konsistensi,
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
sedangkan untuk mengetahui reliabilitas alat ukur
sikap terhadap perilaku kekerasan oleh guru pada
peneliti menggunakan teknik Alpha Cronbach.
ayah dan ibu, dimana ibu memiliki sikap yang lebih
Untuk pengujian validitas dan reliabilitas, keduanya
positif dibanding ayah. Oleh karena itu, penelitian
Untuk uji normalitas yaitu untuk menguji
dengan menggunakan bantuan program komputer
normalitas sebaran skor dilakukan dengan uji
SPSS versi 12.0 For Windows. Untuk menguji hipotesis mengenai perbedaan
Kolmogorov-Smirnov
dan
Shapiro
Wilk.
sikap terhadap kekerasan oleh guru (Y) pada ayah
Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel
dan ibu (X), digunakan teknik Uji t Independen
sikap terhadap kekerasan oleh guru diperoleh data
Sampel atau Independent Sample t-test yaitu uji
bahwa ayah memiliki tingkat signifikansi sebesar
komparasi atau uji perbedaan yang digunakan untuk
0.200 (p › 0.05) pada Kolmogorov-Smirnov dan
menguji perbedaan rata-rata antara dua sampel yang
Shapiro Wilk dengan tingkat signifikansi sebesar
berbeda (tidak berhubungan). Uji ini digunakan
0.736 (p › 0.05) dan ibu memiliki tingkat
untuk menguji pengaruh suatu variabel independent
signifikansi sebesar 0.056 (p › 0.05)
terhadap variabel dependent-nya.
Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro Wilk dengan
pada
tingkat signifikansi sebesar 0.001. Ini berarti sampel yang diambil normal.
HASIL PENELITIAN Pengambilan data penelitian ini diperoleh melalui
Dari hasil uji homogenitas diperoleh nilai
kuesioner dengan menggunakan metode try-out
signifikansi sebesar 0.027 (p < 0.05), hasil
terpakai. Kuesioner sikap terhadap kekerasan oleh
pengujian
guru disebar sejak tanggal 23 Maret-10 Juni 2009
memiliki varians yang tidak homogen.
ini
menunjukkan
bahwa
keduanya
sebanyak 84 eksemplar dengan merata pada 42
Dalam melakukan analisi data, peneliti
orang ayah dan 42 orang ibu. Peneliti menyebar
menggunakan uji T (T-Test) yaitu Independent
kuesioner kepada beberapa anak SMP, mahasiswa
Sample T-Test. Berdasarkan analisis data
yang memiliki adik yang masih SMP, dan ada juga
diperoleh skor t sebesar -6.007, dengan sig. (2-
yang langsung diberikan kepada subjek yaitu orang
tailed) sebesar 0.000 (p < 0.05) yang berarti
tua yang memiliki anak yang masih duduk di
terdapat perbedaan sikap yang signifikan pada ayah
bangku SMP. Kuesioner diberikan untuk dibawa
dan ibu terhadap perilaku kekerasan oleh guru.
pulang ke rumah masing-masing dan dikumpulkan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang
keesokan harinya.
berbunyi ada perbedaan sikap pada ayah dan ibu
Pada kekerasan
skala
oleh
guru
sikap yang
orangtua
terhadap
disusun
maka
terhadap kekerasan oleh guru, diterima.
dengan
menggunakan skala Likert, dari 62 item yang
PEMBAHASAN
digunakan diperoleh 49 item yang valid, sementara
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
13 item yang lain dinyatakan tidak valid. Item yang
perbedaan sikap ayah dan ibu terhadap kekerasan
valid memiliki nilai korelasi berkisar antara 0.3059
oleh guru. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui
sampai 0.6343.
bahwa terdapat perbedaan sikap yang signifikan
Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik
pada ayah dan ibu terhadap kekerasan oleh guru.
Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien
Berdasarkan hasil perhitungan deskriptif
reliabilitas sebesar 0.9125. Hal ini menunjukkan
dapat diketahui bahwa, ibu memiliki mean yang
bahwa skala yang digunakan adalah reliabel.
lebih
besar
dibanding
ayah.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa ibu memiliki sikap yang
sebagai ayah yang secara klasik dipandang sebagai
lebih positif dibanding ayah terhadap kekerasan
seseorang yang memiliki tanggung jawab moral
oleh guru. Artinya, toleransi ibu terhadap perilaku
untuk mencari nafkah. Seorang ibu, di samping
kekerasan yang dilakukan oleh guru lebih tinggi
karir yang ia miliki masih saja bertanggung jawab
daripada ayah. Hal ini merupakan suatu kenyataan
terhadap rumah tangganya, termasuk mengurus dan
yang tidak lazim karena pada umumnya seorang ibu
mendidik anak. Keadaan rumah dengan ayah yang
bertugas mendidik anak, memelihara fisik anak, dan
memasak, mengurus rumah tangga, memelihara
harus
menjamin
anak, belum terlalu umum di Indonesia, meskipun
kesejahteraan psikis agar anak bisa mengadakan
pada dewasa ini sudah nampak gejala-gejala
adaptasi terhadap lingkungan sosial. Ibu adalah
pengikutsertaan suami pada kerja rutin rumah
orang yang terus menerus melatih anak agar mampu
tangga yang sampai sekarang mesih dijabat khas
mengendalikan
oleh wanita (Monks & Haditono, 2001).
melibatkan
diri
dalam
instink-instinknya
agar
anak
Selain hasil perhitungan uji hipotesis
menjadi manusia disiplin, terkendali dan menjadi baik (Kartono, 1992). Hasil
dari penelitian ini
diperoleh juga data mengenai deskripsi subjek
dapat dijelaskan oleh teori Dagun (1992) yang
penelitian
mengatakan
menunjukkan
bahwa
secara
psikologis
wanita
berdasarkan bahwa
usia. mean
Data
tersebut
sikap
terhadap
cenderung memiliki sifat yang emosional, sangat
kekerasan oleh guru pada ayah yang berusia antara
subjektif, ekspresif atau mudah meluapkan perasaan
39 – 47 tahun adalah yang paling positif dan berada
dibanding kaum pria yang cenderung memiliki sifat
di atas mean empirik (ME) sikap orang tua,
tidak emosional, objektif dan kurang ekspresif.
sedangkan ibu pada rentang usia yang sama adalah
Selain itu, berdasarkan data Hotline Service
yang paling negatif. Pada rentang usia 48 – 55
Pengaduan dan Advokasi Pusat Data dan Informasi
tahun,
pada tahun 2005 juga menyebutkan bahwa pelaku
kekerasan oleh guru yang paling negatif, sedangkan
kekerasan terhadap anak
baik fisik maupun
ibu memiliki mean sikap terhadap kekerasan oleh
psikologis lebih didominasi oleh kaum ibu. Hal ini
guru paling positif dan terletak di atas mean empirik
antara lain disebabkan karena merekalah yang
(ME) sikap orang tua terhadap kekerasan oleh guru.
ayah
memiliki
Berdasarkan
kebanyakan bertanggung jawab mengasuh anak,
mean
data
sikap
deskripsi
terhadap
subjek
terutama anak-anak yang masih kecil, dengan
berdasarkan suku bangsa, diperoleh data bahwa
demikian
lebih
subjek penelitian yang berasal dari suku Batak,
masalah-masalah
Padang, dan Jawa memiliki sikap yang lebih positif
mereka
berkemungkinan dalam
pulalah
yang
menghadapi
interaksinya
dengan
anak-anak,
yang
kemudian mengarah pada kekerasan (Krahe, 2005). Hal lain yang dapat menjelaskan hasil
terhadap kekerasan oleh guru dibanding suku-suku lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Warnaen (dalam Maryam, 2005) yang menyebutkan
penelitian ini adalah karena kaum ibu secara sosial
beberapa
memiliki peran dan tanggung jawab moral yang
stereotype dari golongan etnis lain yang ada di
lebih
dan
Jakarta maupun di luar Jakarta, bahwa sifat-sifat
membesarkan anak-anaknya dibanding kaum pria
yang paling banyak mendapatkan penilaian yaitu
besar
dalam
mendidik,
menjaga
sifat
dari
etnis
Batak berdasarkan
agresif, emosional, kasar, keras kepala, cepat
terhadap kekerasan oleh guru dibanding ibu yang
marah, ambisius, dan memiliki ikatan keluarga yang
bekerja. Hasil penelitian Mumtahinnah (2007)
erat. Uniknya, suku Jawa yang pada masyarakat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
dikenal sebagai individu yang lemah lembut,
positif antara stres dengan agresi pada ibu rumah
penurut, halus dalam bertutur kata termasuk dalam
tangga yang tidak bekerja. Semakin tinggi stres
tiga besar suku yang memiliki sikap positif terhadap
yang dialami semakin tinggi pula agresi yang
kekerasan oleh guru. Hal ini mungkin dapat
dilakukan. Sebaliknya, semakin rendah stres yang
disebabkan karena pergeseran zaman yang semakin
dialami semakin rendah pula agresi yang dilakukan.
maju
dapat
Hal ini dapat disebabkan ibu rumah tangga yang
meningkatkan kenakalan remaja semakin membabi
tidak bekerja memiliki frekuensi yang lebih banyak
buta sehingga muncul ketakutan pada orang tua
dalam mengurus anak dan rumah tangga dibanding
yang tidak menginginkan anaknya ikut terjun dalam
ibu rumah tangga yang bekerja. Oleh sebab itu, ibu
kasus-kasus yang dilakukan oleh banyak remaja
rumah tangga yang tidak bekerja memilki toleransi
belakangan ini, seperti tawuran, bullying, miras dan
terhadap perilaku kekerasan oleh guru yang lebih
narkotika,
tinggi.
di
kalangan
dan
anak
lain-lain
muda
yang
sehingga
orang
tua
membiarkan anaknya ditindak dengan keras oleh
Berdasarkan tingkat penghasilan ayah dan ibu, dapat dilihat bahwa semakin rendah tingkat
pihak sekolah. subjek
penghasilan orang tua, nilai mean sikap terhadap
berdasarkan pekerjaan, diperoleh informasi bahwa
kekerasan oleh guru ternyata semakin positif.
subjek penelitian yang berprofesi sebagai ibu rumah
Demikian pula sebaliknya, semakin tinggi tingkat
tangga memiliki sikap yang lebih positif terhadap
penghasilan orang tua, nilai mean sikap terhadap
kekerasan oleh guru dibanding subjek penelitian
kekerasan oleh guru semakin negatif. Dari data
yang memiliki pekerjaan selain ibu rumah tangga.
tersebut dapat diperkirakan bahwa faktor ekonomi
Menurut Dwijayanti (dalam Mumtahinnah, 2007),
dapat mempengaruhi sikap orang tua terhadap
ibu rumah tangga adalah wanita yang lebih banyak
perilaku kekerasan oleh guru.
Berdasarkan
data
deskripsi
rumah,
Kemudian, berdasarkan deskripsi subjek
mempersembahkan waktunya untuk memelihara
berdasarkan jenis kelamin anak, diperoleh data
anak-anak dan mengasuhnya menurut pola-pola
bahwa subjek penelitian yang memiliki anak
yang diberikan masyarakat. Ibu rumah tangga
perempuan memiliki sikap yang lebih positif
memiliki
peran
menjaga,
mendidik
menghabiskan
waktunya
di
bertugas
untuk
terhadap kekerasan oleh guru dibanding subjek
membesarkan
anak-
penelitian yang memiliki anak laki-laki. Hal ini
anaknya sebagai tanggung jawab pokok dalam
mungkin disebabkan oleh kecemasan orang tua
aktivitasnya
mereka
pada remaja perempuan sekarang yang banyak
membutuhkan peran pihak lain untuk menjalankan
melakukan perilaku kenakalan yang tidak kalah
tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak-anak.
dibanding remaja laki-laki, seperti misalnya yang
sosial dan
sehari-hari,
harus
sehingga
Selain itu, dapat dilihat juga bahwa ibu
sering diberitakan di media elektronik banyak
yang tidak bekerja memiliki sikap yang lebih positif
remaja perempuan yang melakukan kekerasan
terhadap sesama remaja perempuan. Hal ini
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis
menyebabkan perlakuan yang tegas bagi anak
data yang telah dilakukan peneliti, maka dapat
perempuan di sekolah dianggap layak walaupun
ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan sikap
harus dengan kekerasan oleh guru. Keadaan di atas
yang signifikan terhadap kekerasan oleh guru pada
juga dapat disebabkan karena pelepasan emosi
ayah dan ibu, dimana ibu memiliki sikap yang lebih
orang tua terhadap anak perempuannya terjadi lebih
positif terhadap kekerasan oleh guru dibanding
sukar daripada anak laki-laki yang dianggap dapat
ayah.
menjadi lebih independen (Monks & Haditono, 2001).
Saran Sedangkan berdasarkan deskripsi subjek
berdasarkan kelas anak, subjek penelitian yang memiliki anak yang masih kelas 1 memiliki sikap yang lebih positif terhadap kekerasan oleh guru
Berdasarkan
1.
yang dilakukan oleh guru, dampak positif yang dapat
orangtua yang menganggap bahwa kekerasan oleh
sedangkan
mental anak didik sehingga hal ini dianggap baik
dengan mentolerir perilaku kekerasan. 2.
pencapaian
membuat para ibu rumah tangga menjadi lebih
menjalin hubungan baik dengan orang lain, serta
produktif sehingga tidak melampiaskan energi
ingin merasa bermanfaat bagi orang lain atau bagi termasuk
mengakhiri pertengkaran (Mappiare, 1982).
dapat
Bagi para ibu rumah tangga yang tidak bekerja disarankan agar mencari kegiatan yang bisa
peningkatan diri, hasrat ingin berhasil di sekolah,
umum,
bisa
kasih sayang agar anak menjadi disiplin, bukan
dengan kekerasan. Hal ini juga dapat disebabkan
secara
anak
memberikan perhatian lebih pada anak dan
sehingga tidak pantas lagi menerapkan kedisiplinan
kemanusiaan
negatifnya
kekerasan yang dilakukan guru. Para ibu bisa
tua telah menganggap anaknya sudah lebih besar,
dalam
anak,
agar lebih mempertimbangkan tentang perilaku
paling negatif terhadap kekerasan oleh guru. Orang
dirinya
pada
yang ditimbulkan, diharapkan bagi para ibu
3 SMP (usia sekitar 15 tahun) memiliki sikap yang
memprioritaskan
dampak
dapat
sebagainya. Melihat banyaknya dampak negatif
orang tua yang memiliki anak yang duduk di kelas
lebih
kedisiplinan
lain
motivasi beajar, enggan ke sekolah, dan
kelas 1 Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan
tahun
antara
menjadi pribadi yang penakut, menurunnya
atau layak bagi siswa-siswi yang masih duduk di
15
ditimbulkan
meningkatkan
guru merupakan proses pembentukan karakter atau
usia
Bagi para ibu diharapkan dapat melihat dampak positif dan negatif perilaku kekerasan
Pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi
remaja
telah
peneliti berikan adalah sebagai berikut:
yang duduk di kelas 2 atau 3 Sekolah Menengah
bagi
yang
dilakukan peneliti, maka saran-saran yang dapat
dibanding subjek penelitian yang memiliki anak
karena
penelitian
negatif terhadap anak. 3.
Kepada pihak sekolah, agar memperhatikan metode-metode yang digunakan para guru dalam mengajar dan menegakkan kedisiplinan,
SIMPULAN
kemudian
menindaklanjuti
guru
yang
menggunakan kekerasan sesuai dengan aturan
yang berlaku sehingga tidak ada lagi guru yang menggunakan
kekerasan
dengan
dalil
Krahe, B. (2005). Buku panduan psikologi sosial: Perilaku agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
menegakkan kedisiplinan. 4.
Sedangkan bagi peneliti lainnya, diharapkan
Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
mampu menyertakan variabel lain yang terkait dengan sikap ayah dan ibu terhadap kekerasan oleh guru seperti faktor-faktor demografis, tingkat pendidikan sehingga diperoleh hasil penelitian
yang
pengetahuan
lebih
mengenai
komprehensif kekerasan
dan
menjadi
semakin luas. 5.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat ekonomi dapat mempengaruhi sikap orang tua terhadap perilaku kekerasan oleh guru. Oleh karena itu disarankan bagi para peneliti lainnya untuk melakukan penelitian
Mumtahinnah, N. (2007). Hubungan antara stres dengan agresi pada ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Gunadarma. Monks, F. J., Knoers, A. M. P & Hadinoto S. R. (2001). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Poerwandari, Kristi. (2004). Mengungkap selubung kekerasan: Telaah filsafat manusia. Bandung: Kepustakaan Eja Insani.
lebih lanjut tentang perbedaan sikap orang tua terhadap
perilaku
kekerasan
oleh
guru
Usman, M. U. (1995). Menjadi guru professional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
berdasarkan tingkat ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1999). Kumpulan artikel psikologi anak 2. Jakarta: PT Intisari Mediatama. Dagun, S.M. (1992). Feminin dan maskulin: Perbedaan antara pria dan wanita dalam fisiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Ekawarna. (1995). Hubungan antara persepsi terhadap karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja pada guru SMPN Di kotamadya Jambi. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Koentjaraningrat. (1991). Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia. Kesowo, R. (2000). Pengalaman kekerasan oleh orang tua di masa kecil dan sikap mengenai kekerasan suami terhadap istri. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Indonesia.
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. (2002). Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia.
YPHA Annual lobby. (2006). Kekerasan anak dalam pendidikan : Akar masalah, locus, korban, pelaku, dan kewajiban Negara.
ARTIKEL
Anto. (2008). Dalam Kekerasan terhadap siswa. Tribun Batam. Diakses pada 4 Januari 2009, dari http://www.tribunbatam.co.id/index.php? option=com_content&task=view&id=193 52&Itemid=1038. Admin. (2008). Dalam Kekerasan guru terhadap murid. LCKI. Diakses pada 4 Januari 2009, dari http://www.lcki.org/images/seminar_anak / Tatalaksana.pdf.
Hendra. (2008). Dalam 28 persen kekerasan anak terjadi di sekolah. Mata Bumi. Diakses pada 4 Januari 2009, dari http://www.matabumi.com/berita/28persen-kekerasan-anak-terjadi-di-sekolah. Jawa pos. (2007). Dalam kekerasan guru pada anak. Diakses pada 4 Januari 2009, dari http://jipkendal.wordpress.com/2007/11/2 0/ kekerasan-guru-pada-anak. Pramono. (2008). Dalam Kekerasan guru terhadap anak di sekolah kian marak. Media Indonesia. Diakses pada 4 Januari 2009, dari http://mediaindonesia.com/data/pdf/pagi/ 2008-12/ 2008-12-14_01.pdf. Sugiarno, Indra. (2007). Dalam Aspek klinis kekerasan pada anak dan upaya pencegahannya. LCKI. Diakses pada 4 Januari 2009, dari http://lcki.org/images/seminar_anak/ Tatalaksana.pdf. Sugiharto, Bowo. (2009). Dalam Tahun baru dan fenomena kekerasan di sekolah. Diakses pada 11 Januari 2009, dari http://bowo.staff.fkip.uns.ac.id/2009/01/0 5/tahun-baru-dan-fenomena -kekerasandi-sekolah/.