PERBEDAAN SENSATION SEEKING ANTAR REMAJA LAKI – LAKI DAN PEREMPUAN DI SMAN MALANG Nadia Windi
[email protected] Dian Putri Permatasari Afia Fitriani Program Studi Psikologi, FISIP Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan sensation seeking antara remaja laki – laki dan perempuan di SMAN Malang. Penelitian ini merupakan penelitian komparatif. Sampel dari penelitian ini adalah 80 siswa SMAN yang terdapat di Malang, yang terdiri 40 siswa laki – laki dan 40 siswa perempuan. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan teknik accidental sampling. Alat ukur yang digunakan untuk mengambil data pada penelitian ini adalah skala sensation seeking yang di susun berdasarkan pada dimensi sensation seeking yang dikemukakan oleh Zuckerman. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji T Independent Sampel Test. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sensation seeking antara remaja laki – laki dan perempuan di SMAN Malang. Kata Kunci: Sensation Seeking, Jenis Kelamin, Remaja ABSTRACT The purpose of this study is to determine differences in sensation seeking between male and female high school students in Malang. This study is a comparative study. The sample from this study are 80 high school students from Malang, consist of 40 male students and 40 female students. Sampling technique used in this study is accidental sampling technique. The instruments used to collect data is the sensation seeking scale based on the dimensions of sensation seeking proposed by Zuckerman. The data are analyzed using Independent Samples test. The results indicates that there are significant differences of sensation seeking between male and female students high school students in Malang. Keyword: Sensation Seeking, gender, Adolescence,
1
LATAR BELAKANG
Sikap eksploratif pada remaja cenderung sangat ambisius. Hal ini membuat remaja selalu bergolak dengan kehidupan dan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang bersifat petualangan baru membuat remaja selalu ingin mencoba dan mencari pengalaman-pengalaman baru walaupun kadang kala eksplorasi yang dilakukan bersifat negatif (Sarwono, 2012). Remaja memiliki keinginan untuk mencoba hal-hal baru yang belum pernah dilakukan dan keinginan untuk mencoba segala pengalaman yang belum diketahui yang berasal dari lingkungannya, keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas, menghayal dan berfantasi pada diri sendiri maupun dengan teman sebaya (Desmita, 2005). Banyak hal yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari tentang tingkah laku para remaja saat ini, Remaja cenderung ingin mencoba hal-hal yang baru, seperti mengikuti dan meniru tren dari budaya asing, atau mengikuti mode yang dicontoh melalui televisi, majalah, film, dan internet. Mereka merubah penampilan (model rambut, mode pakaian), gaya hidup, dan ingin tampil beda serta selalu ingin mencari tren – tren yang terbaru terhadap segala perkembangan musik, film, dan fashion terbaru. Fenomena kehidupan sehari-hari
para
remaja yang telah dijelaskan tersebut cenderung dipengaruhi adanya sensation seeking pada diri remaja. Zuckerman (Grisnawati, 2006) sensation seeking berkaitan dengan kondisi biologi pada individu, dimana kondisi biologis mendorong kebutuhan individu untuk memperoleh sensasi dan variasi dalam hidupnya. Dasar biologis dihubungkan dengan kuatnya refleksi terhadap stimulus dan menguatnya respon terhadap stimulus tersebut. Hal ini terjadi diiringi tingginya hormon seks (testosteron, esterogen, dan esterodial) dan adanya enzim yang merangsang hadirnya kemampuan arousal (kemampuan pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah aktivitas) (Grisnawati, 2006). Beberapa penelitian di luar negeri mengenai sensation seeking dilakukan pada subyek usia dewasa, sedangkan pada penelitian ini mengunakan subyek usia remaja. Beberapa penelitian di luar negeri mengenai perbedaan sensation seeking, dalam hal jenis kelamin menunjukan ketidakkonsisten pada hasil. Selain itu adanya perbedaan faktor budaya yang signifikan pada perbedaan jenis kelamin dalam hasil penelitian sebelumnya, sehingga Peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana sensation seeking
pada jenis kelamin dan perempuan
terutama pada remaja di Indonesia yang cenderung memiliki perbedaan budaya dengan negara lain. Penelitian ini penting dilakukan, dengan mengetahui perbedaan sensation seeking antara remaja laki – laki dan remaja, maka dapat memberikan gambaran sensation seeking 2
remaja laki – laki dan perempuan yang dapat membantu dalam perkembangan remaja yang terkait motivasi, intensitas emosi, regulasi diri dan sosioemosional (Elizabeth,dkk. 2008).
LANDASAN TEORI Sensation seeking
Zuckerman (Zuckerman, 1971) mendefinisikan trait sensation seeking adalah sebuah trait (sifat) yang ditentukan oleh kebutuhan mencari sensasi dan pengalaman yang bervariasi, baru dan tidak biasa, kompleks juga intens dan keinginan untuk mengambil resiko sosial, legal dan finansial hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman. Gatzke-Kopp, Raine, Loeber, Stouthamer-Loeber, Steinhauer (2002) berpendapat bahwa sensation seeking bertujuan untuk mendapatkan kegairahan dan meningkatkan rangsangan yang optimal dan akan cenderung mencari stimulus baru dan luar biasa, bahkan mungkin saja berbahaya bagi orang lain dan yang akan menimbulkan kecemasan dan perasaan tidak menyenangkan. Sensation seeking meliputi empat dimensi yakni (Zuckerman, 1971):
a. Thrill and Adventure Seeking (TAS) Refleksi kebutuhan individu untuk melakukan tindakan beresiko dan penuh petualangan yang menawarkan sensasi unik pada setiap individu. Keinginan untuk terlibat dalam aktivitas fisik, beresiko tinggi dan mengandung unsur pertualangan, yang mengandung aspek kecepatan, keadaan yang berbahaya, tindakan beresiko b. Experience Seeking (ES) Mengekspresikan pencarian individu terhadap pengalaman baru (novel experiences) melalui pemikiran, penginderaan, dan gaya hidup yang tidak konvensional dan tidak konform dalam berbagai hal, termasuk dalam hal musik, seni, travel style dan gaya hidup antikonformitas lainnya. c. Disinhibition (DIS) Merefleksikan perilaku impulsif yang extrovert pada individu, meliputi keinginan yang kuat (desire) untuk melakukan perilaku yang mengandung resiko sosial dan resiko kesehatan.
3
d. Boredom Susceptibility (BS) Merefleksikan perilaku individu yang antipati terhadap
pengalaman yang repetitif,
pekerjaan yang rutin, kehadiran orang-orang yang dapat terprediksi, dan reaksi ketidakpuasan terhadap kondisi yang membosankan tersebut. Jenis Kelamin
Menurut Hurlock (2000) ciri - ciri yang mendasar pada laki-laki dan perempuan secara fisik perempuan dan laki-laki berbeda dalam beberapa segi. Perempuan memiliki kemampuan untuk mengandung dan melahirkan anak, memiliki tulang pinggul yang lebih besar dan kadar kandungan lemak yang lebih tinggi daripada laki-laki. Laki-laki memiliki tubuh yang lebih kekar dan dada yang bidang, tenaga yang kuat dan otot-otot yang lebih menonjol. Anak perempuan lebih dulu berkembang tetapi setelah menginjak masa remaja, laju pertumbuhan fisik tidak sebesar laki-laki.
Brizendine (Rahmawaty, 2013) menyatakan hormon testosteron dan progesteron diduga mampu mempengaruhi peningkatan agresifitas sehingga laki-laki cenderung stabil ketika beraktivitas, sedangkan hormon estrogen diduga mempengaruhi psikis dan perasaan perempuan pada kondisi tertentu. Kondisi-kondisi tertentu ini akan berpengaruh secara psikis terhadap perilaku perempuan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi maupun dalam menghadapi situasi sosial tertentu.
METODE PENELITIAN Responden dan Desain Penelitian Responden dalam penelitian ini berjumlah 80 orang yang terdiri dari 40 remaja laki – laki dan 40 remaja perempuan. Adapun responden yang diambil harus memiliki karakteritik pelajar di SMAN Malang yang berusia 15 sampai 18 tahun. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan accidental sampling, yakni teknik pengambilan responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang peneliti temukan di SMAN Malang. Pada penelitian ini,peneliti mengambil sampel dari beberapa SMAN di Malang yaitu SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 6, SMAN 8, dan SMAN 9. Metode penelitian kuantitatif ini menggunakan rancangan penelitian komparatif, yaitu penelitian yang berusaha 4
untuk menentukan persamaan atau perbedaan tentang benda, orang, prosedur kerja, kritik terhadap orang, kelompok atau negara terhadap kasus, peristiwa atau ide (Arikunto, 2006).
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian Sensation Seeking
Sensation seeking dalam penelitian ini diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi sensation seeking yang dikemukakan oleh Zuckerman (1971), yaitu (1) thrill and adventure seeking, (2) experience seeking, (3) disinhibition, dan (4) boredom susceptibility. Skala yang digunakan dalam penelitian ini dirancang menggunakan metode skala dari Likert dengan empat kategori pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Skala ini terdiri dari 16 aitem yang berisi pernyataan favourable dan unfavourable. Uji validitas dan reliabilitas pada saat uji coba menghasilkan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0,846 dengan 16 aitem diterima (standar rix ≥ 0,30). Hal tersebut menunjukkan bahwa skala sense of humor adalah reliabel (standar reliabilitas > 0,60).
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah penguraian latar belakang dan perumusan masalah, penyusunan landasan teori dan perumusan hipotesis, menentukan variabel penelitian, melakukan survei, menentukan subjek penelitian, membuat alat ukur, melakukan uji coba alat ukur yang dilanjutkan dengan penelitian. Setelah data diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data dan melaporkan hasil penelitian.
HASIL
Untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh, peneliti membagi kategori subjek menjadi tiga kategori, yaitu: kategori tinggi, kategori sedang, kategori rendah. Hasil kategorisasi subjek pada variabel sensation seeking (x) didapati hasil sebagai berikut:
5
Tabel 1 Hasil Kategorisasi Subyek Skala Sensation seeking Variabel
Kelompok subyek
Jumlah
Daerah keputusan
Kategori
X < 32
Rendah
0
-
32 ≤ X < 48
Sedang
30
75 %
X ≥ 48
Tinggi
10
25 %
40
100%
Laki – laki
Jumlah
Sensation seeking Perempuan
%
subyek
X < 32
Rendah
1
2,5 %
32 ≤ X < 48
Sedang
38
95 %
X ≥ 48
Tinggi
1
2,5 %
40
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kategori tinggi Sensation seeking pada kelompok subyek laki – laki sebanyak 10 Orang dan perempuan 1 orang, kategori sedang Sensation seeking pada kelompok subyek laki – laki sebanyak 30 Orang dan perempuan 38 orang, dan kategori rendah Sensation seeking pada kelompok subyek laki – laki tidak ada dan perempuan 1 orang. Ringkasan hasil perhitungan Sensation seeking remaja di SMAN Malang pada tiap aspek dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Ringkasan Sensation seeking pada Remaja Di SMAN Malang Laki – Laki Dimensi
Perempuan
Total
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
47,5 %
52,5 %
-
20 %
72,5 %
7,5 %
62,5 %
3,75 %
75 %
25%
-
37,5 %
55 %
7,5 %
40%
3,75 %
15%
25%
60%
5%
12,5%
82,5%
10%
18,75%
71,25%
67,5%
32,5%
-
62,5%
35%
2,5%
65%
33,75%
1,25%
Thrill and adventure seeking Experience seeking Disinhibition, Boredom susceptibility
33,75 % 56,25 %
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pada variabel Sensation seeking
yang tergolong tinggi adalah dimensi experience seekingdan dimensi 6
boredom susceptibility, sedangkan dimensi yang tergolong rendah adalah thrill and adventure seekingdan dimensi yang tergolong rendah adalah disinhibition. Selain itu, berdasarkan empat dimensi Sensation seeking
dapat dilihat bahwa 75% remaja laki-laki termasuk dalam
kategori dimensi experience seeking, sedangkan 62% remaja perempuan termasuk dalam kategori dimensi boredom susceptibility. Hasil perhitungan uji perbedaan jenis kelamin pada variabel sensation seeking dengan menggunakan independent sample t-test adalah sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Independent Sample T-Test Sensation seeking Variabel
Nilai t
Nilai df
Selisih
Signifikansi
rerata Sensation seeking antara remaja laki – laki dan
6,066
78
4,650
0.000
remaja perempuan t tabel = 1,990 Dari hasil uji hipotesis didapatkan t- hitung sebesar 6.066 dengan nilai signifikasi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Sensation seeking antara remaja laki – laki dan remaja perempuan karena nilai t hitung (6,066) lebih besar dari t tabel (1,990) atau nilai signifikasi (0,000) lebih kecil dari alpha 5% (0,050). Dari hasil tersebut terlihat bahwa signifikasi < 0,05.
DISKUSI Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan sensation seeking yang signifikan pada remaja laki-laki dan perempuan di SMAN Malang. Diketahui remaja laki - laki memiliki nilai rata-rata sense of humor yang lebih tinggi dibanding dengan nilai rata-rata remaja perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zuckerman (Jonathan, 2004) mengenai adanya perbedaan sensation seeking yang ditinjau pada jenis kelamin. Zuckerman, Buchsbaum, dan Murphy (Elizabeth dkk,2008) mengatakan sensation seeking
ada hubungannya dengan
tingkat testosteron, esterogen dan estradial antara laki – laki dan perempuan. Brizendine (Rahmawaty ,2013) menyatakan hormon testosteron dan progesteron diduga mampu mempengaruhi peningkatan agresifitas sehingga laki-laki cenderung stabil ketika beraktivitas, sedangkan hormon estrogen diduga mempengaruhi psikis dan perasaan perempuan pada 7
kondisi tertentu. Kondisi-kondisi tertentu ini akan berpengaruh secara psikis terhadap perilaku perempuan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi maupun dalam menghadapi situasi sosial tertentu. Zuckerman (Grisnawati, 2006) menyatakan bahwa tingginya hormon seks (testosteron, esterogen, dan esterodial) tersebut diiringi adanya enzim yang merangsang hadirnya kemampuan arousal (kemampuan pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah aktivitas) dalam mendorong kebutuhan individu untuk memperoleh sensation seeking (trait) dalam hidupnya. Sensation seeking yang tinggi diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kemampuan arousal (memberi energi pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah aktivitas).
Pada keempat dimensi sensation seeking , dimensi experience seeking memiliki peran terbesar terhadap tingginya sensation seeking pada remaja laki - laki di SMAN Malang. Sedangkan, dimensi boredom susceptibility memiliki peran terbesar terhadap tingginya sensation seeking pada remaja perempuan di SMAN Malang. Hal ini berkaitan dengan remaja laki-laki lebih memperoleh kesempatan untuk mempunyai kemandirian dan untuk bertualang, lebih menuntut untuk memajukan inisiatif originalitas dibanding dengan perempuan (Hurlock,2000). Remaja laki – laki lebih dominan dalam mencari sensasi melalui aktivitas tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman baru melalui pikiran dan sensasi melalui aktivitas seni, musik atau aktivitas yang menolak kebiasaan umum. Salah satunya, remaja laki – laki membuat grup band dengan teman sebaya.Mereka menciptakan berbagai seni musik dengan hasil pemikiran dan sensasi yang dimiliki oleh masing – masing individu yang akhirnya disalurkan menjadi sebuah lagu atau arasemen musik. Sedangkan pada remaja perempuan cenderung mudah bosan dan selalu mengikuti perkembangan yang sedang marak saat ini, sehingga remaja perempuan memiliki ingin mencoba hal-hal yang baru, seperti mengikuti dan meniru tren dari budaya asing, atau mengikuti mode yang dicontoh melalui televisi, majalah, film, dan internet. Mereka merubah penampilan (model rambut, mode pakaian), gaya hidup, dan ingin tampil beda serta selalu ingin mencari tren – tren yang terbaru terhadap segala perkembangan musik, film, dan fashion terbaru.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Indeks. Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda 8
Elizabeth, C, Jennifer, W, Laurece,S, Dustin A, Marie, B, Sandra, G.(2008). Age Differences in Sensation Seeking and Impulsivity as Indexed by Behavior and Self-Report: Evidence for a Dual Systems Model. Journal development Psychology, 44 (6) :1764 – 1778.
Gatzke-kopp, M.L, Raine,A., Loeber, R., Stouthamer-Louber, M., Steinhauer, R.S. (2002). Serious Delinquent Behavior, Sensation seeking, and Elektrodermal Arousal. Journal of Abnormal Child Psychology, 30 (5) : 477-486.
Grisnawati, Yuliana. (2006). Hubungan antara psychological capital dan sensation seeking dengan minta berwirausaha SMK YPM 3 TAMAN SIDOARJO. Skripsi : tidak diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Hurlock E.B. (2000). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan : Istiwidayati, Soedjarwo). Jakarta : Erlangga.
Jonathan.W.R.(2004). A Review Of Behavioral And Biological Correlates Of Sensation Seeking. Journal of research in personality. 38 : 256 - 279. Rahmawaty.P. (2013). Penyesuaian Diri Laki – Laki dan Perempuan dengan Mengendalikan Variabel Sense Of Humor. Journal Online Psikologi, 01 (02) : 464 - 479.
Sarwono,W.S.( 2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo.
Zuckerman, M. (1971). Dimensions Of Sensation Seeking. Journal of consuling and clinical psychology. 36 (1) : 45 – 52.
9