Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722
April 2012, Vol. 9 No. 1, 32-37 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.9.1.32
Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin kota Semarang The difference of PSN 3M Plus practice in pilot- and nonpilot- routine larvae monitoring project, Semarang city Dessy Nomitasari, Lintang Dian Saraswati, Praba Ginandjar* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Jalan. Prof. Sudharto, SH, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275 (diterima Februari 2012, diterima Maret 2012) ABSTRAK Program Pemantauan Jentik Rutin (PJR) dilakukan untuk pertama kalinya pada tahun 2010 di Kelurahan Pedurungan Kidul. Diharapkan dengan adanya program PJR dapat meningkatkan praktik PSN 3M Plus masyarakat. Sebagai pembanding untuk kelurahan non percontohan dipilih Kelurahan Bangetayu Wetan yang memiliki karakteristik (endemisitas dan sosio-demografi) yang sama dengan Kelurahan Pedurungan Kidul. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan praktik PSN 3M Plus antara kelurahan percontohan dengan kelurahan non percontohan program PJR. Jenis penelitian ini adalah Comparative Research, menggunakan metode survei dengan pendekatan Cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 90 responden dari masing-masing kelurahan. Pengambilan sampel menggunakan metode proportional random sampling. Pengukuran variabel praktik PSN 3M Plus menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan praktik PSN 3M Plus di kelurahan percontohan lebih baik daripada di kelurahan non percontohan. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa ada perbedaan praktik menguras (nilai p=0,006), praktik menutup tempat penampungan air dalam rumah (nilai p=0,002), praktik memusnahkan barang-barang bekas (nilai p=0,001), dan kebiasaan menggantung baju (nilai p=0,0001). Kata kunci: pemantauan jentik, tempat penampungan air, house index ABSTRACT In 2010 the pilot project of PJR program (routine larvae monitoring) was firstly implemented in Pedurungan village. The program was expected to increase community practice in mosquito eradication program (PSN-plus). The study was aimed to describe the difference of PSN-plus practice in pilot- and nonpilot- PJR villages. This was a comparative survey with cross sectional design. The study subject was household in pilot- and nonpilot-PJR villages which, consisted of 90 respondents each. The selection of study subject used proportional random sampling technique. To measure the of PSN-plus practice, questionnaire and observation sheet were used. Statistical analysis was performed with Chi-Square test. The result showed that PSN-plus practice in pilot village was better than nonpilot one. The statistical test proved the difference of bathtub drain (p value=0.006), closed water containers (p value=0.002), demolished used stuffs (p value=0.001), and hanging clothes habit (p value=0.0001). Key words: larvae monitoring, water container, house index *Penulis korespondensi: Praba Ginandjar. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Jalan Prof. Sudharto, SH, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275 Email:
[email protected]
32
Nomitasari et al.: Perbedaan praktik PSN 3M Plus
PENDAHULUAN Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) adalah kegiatan untuk memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk Aedes aegypti penular penyakit demam berdarah dengue (DBD) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Kegiatan ini merupakan prioritas utama program nasional pemberantasan penyakit DBD yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat sesuai dengan kondisi dan budaya setempat (Pemkot Semarang 2010). PSN DBD dalam program kesehatan dikenal dengan istilah 3M. Pelaksanaannya meliputi: pertama, menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali; kedua, menutup rapat tempat-tempat penampungan air; dan ketiga, memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti kaleng bekas dan plastik bekas (WHO 2009). Selain kegiatan 3M, kegiatan PSN DBD ditambah dengan tindakan plus yaitu memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Ae. aegypti pembawa virus dengue penyebab penyakit DBD. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: abatisasi, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, mengusir nyamuk menggunakan anti nyamuk, mencegah gigitan nyamuk menggunakan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, tidak menggantung pakaian di dalam kamar serta menggunakan kelambu pada waktu tidur (Anisati 2008; WHO 2009). Untuk menggalakkan kembali kegiatan PSN 3M plus, Dinas Kesehatan Kota Semarang mengadakan program pemantauan jentik rutin (PJR). Program PJR adalah pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh masyarakat, kader kesehatan, dan petugas yang ditunjuk oleh pemerintah daerah secara rutin sekurang-kurangnya satu minggu sekali. Program ini diterapkan dalam lingkup wilayah kelurahan percontohan (Pemkot Semarang 2010). Pada kegiatan pemantauan jentik juga diberlakukan sanksi bagi warga yang lingkungan rumahnya terdapat jentik saat dipantau. Sanksi diberikan kader pada rumah tangga yang diketahui terdapat jentik. Sanksi diberikan bertahap, yaitu lisan, tertulis dan tertulis disertai pemasangan tanda di depan rumah, dengan harapan tumbuh budaya malu sehingga masyarakat tergerak untuk melakukan praktik PSN 3M plus.
Praktik PSN 3M plus dapat dikatakan berjalan dengan baik adalah apabila seseorang telah melaksanakan kegiatan PSN 3M plus di lingkungan rumahnya (WHO 2009) secara rutin dan berkesinambungan (Notoatmodjo 2007). Penelitian tentang perbedaan praktik PSN 3M plus di kelurahan percontohan dan non percontohan perlu dilakukan untuk mengetahui dampak program PJR yang sedang berjalan terhadap praktik PSN 3M plus di kelurahan percontohan yang mendapat penerapan kegiatan PJR. Jika praktik PSN 3M plus baik, diharapkan angka house index (HI) yang merupakan ukuran kepadatan jentik dapat turun. Sebelum dilakukan program PJR, HI di kelurahan percontohan sebesar 19,8%. Pada saat pelaksanaan program HI turun hingga mencapai 4,8%. Namun demikian setelah program PJR selesai, HI meningkat lagi menjadi 12%. Di lain pihak, HI kelurahan non percontohan sebesar 24%. Evaluasi program PJR selama ini hanya melalui angka HI sebagai indikator kepadatan jentik, sedangkan praktik PSN 3M plus yang merupakan sasaran utama dari program belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan praktik PSN 3M plus dan keberadaan jentik di kelurahan percontohan dan non percontohan Program PJR. BAHAN DAN METODE Penelitian yang dilakukan ini merupakan comparative research yang dilakukan untuk menjelaskan perbedaan praktik PSN 3M plus antara kelurahan pencontohan dan kelurahan non percontohan Program PJR di Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah metode survei. Ditinjau dari pendekatan yang digunakan, penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional karena setiap variabel diukur dalam waktu yang sama (Notoatmodjo 2005). Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel pengujian hipotesis 2 proporsi populasi (Murti 2006). Dengan confidence interval 95%, power 80%, P1 0,7 (Alfira 2009) didapatkan besar sampel minimal 84 dari masing-masing kelurahan. Dengan demikian diperoleh total 168 subjek penelitian. Pengukuran perbedaan kepadatan jentik dilakukan pemeriksaan terhadap 165 rumah di kelurahan percontohan dan 165 rumah di kelurahan non percontohan. 33
Jurnal Entomologi Indonesia, April 2012, Vol. 9, No. 1, 32-37
Pengambilan sampel dilakukan secara random yang terstratifikasi (proportional stratified random sampling), yaitu dengan menetapkan unit-unit anggota populasi terlebih dahulu, kemudian dari masing-masing unit tersebut diambil sampel yang mewakilinya (Murti 2006), yaitu semua rumah tangga yang berada di kelurahan percontohan dan non percontohan memiliki karakteristik demografi yang setara yaitu dekat dengan pasar, dataran rendah dan memiliki pemukiman yang heterogen. Kriteria responden yang diambil adalah kepala rumah tangga atau ibu rumah tangga dari masingmasing rumah yang terpilih. Pengumpulan data diperoleh melalui kunjungan rumah dan melakukan wawancara, dan observasi. Pemeriksaan jentik dilakukan di seluruh tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah, dengan metode visual. Wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Praktik menguras dikategorikan baik jika frekuensi lebih dari satu kali seminggu, dilakukan dengan cara menyikat dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA), dan tidak ditemukan jentik. Praktik menutup TPA dikategorikan baik jika TPA tertutup rapat berdasarkan hasil observasi dan tidak ditemukan jentik. Praktik pemusnahan barang bekas dikategorikan baik jika barang bekas diolah dengan cara dibakar atau ditimbun, tidak ditemukan barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk berdasarkan observasi. Praktik abatisasi dikategorikan baik jika responden pernah menaburkan larvasida di TPA dalam waktu tiga bulan terakhir. Praktik penggunaan anti nyamuk dikategorikan baik jika menggunakan salah satu atau lebih anti nyamuk di pagi dan sore hari. Praktik pemeliharaan ikan pemakan jentik dikategorikan baik jika memelihara ikan pemakan jentik di TPA. Praktik pemasangan kasa dikategorikan baik jika responden memasang kasa pada ventilasi rumah berdasarkan hasil observasi dan kasa itu dalam keadaan baik (tidak sobek). Praktik penggunaan kelambu dikategorikan baik jika menggunakan kelambu, dibuktikan dengan keberadaan kelambu di kamar tidur saat observasi. Praktik menggantung baju dikategorikan baik dibuktikan dengan tidak ditemukannya baju tergantung di kamar tidur dan kamar mandi pada saat observasi. 34
HASIL Berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek penelitian di wilayah percontohan diketahui sikap responden yang positif terhadap program PJR. Hal tersebut dapat diketahui dari tingginya persentase responden yang merasa bahwa program PJR perlu dilakukan (87%), setuju bila program PJR diterapkan di wilayahnya (84%), dan menerima kedatangan kader untuk memeriksa jentik di rumahnya (74%). Praktik PSN 3M Pada Tabel 1 terlihat proporsi praktik menguras tempat penampungan air yang baik lebih banyak di kelurahan percontohan dibandingkan non percontohan program PJR. Demikian juga praktik menutup tempat penampungan air di dalam rumah maupun memusnahkan barang bekas. Baik dikelurahan percontohan maupun non percontohan, jarang rumah tangga yang memiliki tempat penampungan air di luar rumah. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan praktik menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air di dalam rumah dan memusnahkan barang bekas antara kelurahan percontohan dan non percontohan (Tabel 3). Praktik PSN plus Hasil penelitian menunjukkan praktik penggunaan larvasida, pemeliharaan ikan pemakan jentik, pemakaian kassa, dan penggunaan kelambu Tabel 1. Perbandingan praktik PSN 3M di kelurahan percontohan dan non percontohan Praktik PSN 3M Menguras TPA - Baik - Kurang Menutup TPA dalam - Baik - Kurang Menutup TPA luar - Baik - Kurang Memusnahkan barang bekas - Baik - Kurang
n
PJR
%
non-PJR n %
75 83,3 58 64,4 15 16,7 32 35,6 66 74,2 44 51,2 23 25,8 42 48,8 10 52,6 9 37,5 9 47,4 15 62,5 63 27
70,0 30,0
40 50
44,4 55,6
Nomitasari et al.: Perbedaan praktik PSN 3M Plus
Tabel 2. Perbandingan praktik PSN plus di kelurahan percontohan dan non percontohan Praktik PSN 3M Pemakaian larvasida - Baik - Kurang Penggunaan anti nyamuk - Baik - Kurang Ikan pemakan jentik - Baik - Kurang Pemakaian kassa - Baik - Kurang Penggunaan kelambu - Baik - Kurang Menggantung baju - Baik - Kurang
n
PJR
%
non-PJR n %
28 31,1 16 17,7 62 68,9 74 82,2 67 74,4 75 83,3 23 25,6 15 16,7 11 12,2 9 10,0 79 87,8 81 90,0
baik di kelurahan percontohan maupun non percontohan masih kurang. Sebaliknya, praktik penggunaan obat nyamuk baik di kedua kelurahan tersebut, sedangkan praktik menggantung baju lebih banyak dilakukan di kelurahan non percontohan (Tabel 2). Hasil analisis bivariat juga menunjukkan hanya praktik menggantung baju yang berbeda antara kelurahan percontohan dan non percontohan (Tabel 3).
Angka kepadatan jentik (house index, container index, breteau index) Berdasarkan hasil penelitian diketahui di 32 35,6 26 28,9 58 64,4 64 71,1 kelurahan percontohan angka house index (HI) 47,27%, container index (CI) 21,69% dan bre16 17,8 21 23,3 teau index (BI) 77,58. Sedangkan di kelurahan 74 82,2 69 76,7 non percontohan, HI 31,52%, CI 17,33% dan BI 54 60 23 44,4 44,85. Data tentang keberadaan jentik di berbagai 36 40 67 74,4 tempat penampungan air di kelurahan percontohan dan non percontohan tertera pada Tabel 4. Hasil Tabel 3. Rangkuman hasil analisis bivariat analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan Variabel Nilai p keberadaan jentik antara kelurahan percontohan - Praktik menguras tempat penampungan air 0,006* dan non percontohan (p=0,003) - Praktik menutup tempat penampungan air di 0,002* dalam rumah - Praktik menutup tempat penampungan air di 0,368 luar rumah - Praktik memusnahkan barang-barang bekas 0,001* - Praktik abatisasi 0,056 - Praktik penggunaan anti nyamuk 0,201 - Praktik pemeliharaan ikan pemakan jentik 0,813 - Praktik pemasangan kassa 0,425 - Praktik penggunaan kelambu 0,461 - Kebiasaan menggantung baju 0,0001* *bermakna secara statistik (nilai p<0,05)
PEMBAHASAN Berjalannya program PJR merupakan satu di antara faktor yang mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan PSN 3M plus karena di dalam program tersebut dilakukan suatu pemantauan terhadap jentik oleh kader secara rutin satu minggu sekali dan diberlakukannya sanksi bagi rumah yang penampungan airnya positif jentik.
Tabel 4. Keberadaan jentik di tempat penampungan air Jenis TPA
Jumlah TPA
TPA positif jentik
Percontohan Bak mandi/WC Tempayan Drum Ember Penampung kulkas/dispenser Barang bekas Lain-lain
Jenis TPA
Jumlah TPA positif TPA jentik
Non percontohan 165 128 8 182 61 25 21
83 25 20 -
590
128
Bak mandi/WC Tempayan Drum Ember Penampung kulkas/dispenser Barang bekas Lain-lain
121 164 124 6 12
45 23 6 -
427
74
35
Jurnal Entomologi Indonesia, April 2012, Vol. 9, No. 1, 32-37
Triwinasis (2010) membuktikan bahwa praktik menguras tempat penampungan air yang baik mempengaruhi keberadaan jentik. Dalam penelitian ini diketahui praktik menguras di kelurahan percontohan lebih baik daripada di kelurahan non percontohan program PJR. Hal ini karena pemeriksaan jentik yang paling utama dilakukan oleh kader adalah pada tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari seperti bak mandi, tempayan, ember, dan drum. Tempat penampungan tersebut digunakan setiap hari sehingga sering dipantau kondisinya. Praktik menutup penampungan air dalam rumah responden juga memiliki perbedaan yang signifikan (p=0,002). Hal tersebut juga dikarenakan adanya pemantauan jentik yang dilakukan kader dengan memberlakukan adanya sanksi bagi rumah positif jentik di kelurahan percontohan, sehingga masyarakat tergerak untuk menutup tempat penampungan air di dalam rumahnya. Berbeda dengan di dalam rumah, hasil penelitian ini menunjukkan praktik menutup tempat penampungan air di luar rumah pada kelurahan percontohan dan kelurahan non percontohan program PJR tidak terdapat perbedaan. Hal ini karena hanya sebagian kecil responden yang memiliki tempat penampungan air di luar rumah. Praktik memusnahkan barang-barang bekas di kelurahan percontohan dan kelurahan non percontohan menurut hasil statistik terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,001). Hal tersebut dikarenakan kepadatan penduduk di kelurahan percontohan yang tinggi sehingga tidak mempunyai cukup ruang untuk mengumpulkan barang-barang bekas. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wati (2009) yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan praktik mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa non endemis penyakit DBD (p=0,0001). Penggunaan larvasida pada kedua kelurahan masih kurang. Hal tersebut dikarenakan jarang didapatkan responden yang memiliki tempat penampungan air yang berukuran sangat besar atau sulit dikuras seperti tandon air atau kolam. Namun, peneliti tidak memiliki data keberadaan tempat penampungan air responden yang sulit dikuras. Praktik pemeliharaan ikan pemakan jentik tidak terdapat perbedaan secara statistik dikarenakan adanya anggapan bahwa kotoran ikan dapat men36
cemari air yang membuat air berbau amis. Selain itu, dalam penelitian ini, dapat diketahui tidak terdapat perbedaan praktik penggunaan kelambu dan pemasangan kassa. Penggunaan kelambu dan kassa masih jarang di kedua kelurahan disebabkan adanya kecenderungan untuk menggunakan anti nyamuk karena lebih efektif dan praktis. Adanya perbedaan kebiasaan menggantung baju responden dikarenakan masyarakat di kelurahan percontohan merasa sungkan saat dilakukan pemeriksaan jentik di kamar mandi rumahnya apabila terdapat baju-baju yang menggantung. Hal tersebut membangun kebiasaan masyarakat di kelurahan percontohan untuk tidak menggantung baju di kamar mandi rumahnya. Meskipun praktik PSN kelurahan percontohan lebih baik, namun hasil pemeriksaan jentik justru menunjukkan keberadaan Aedes lebih banyak di kelurahan percontohan. Diduga karena sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan pemukiman. Hal ini menyebabkan lebih banyak penggunaan kontainer di wilayah kelurahan percontohan. Selain itu jenis kontainer yang ditemukan di kelurahan percontohan lebih sesuai sebagai breeding places, yaitu ember, bak mandi dan tempayan (Tabel 4). Penelitian Yudhastuti (2005) membuktikan bak mandi merupakan kontainer dengan jentik terbanyak. KESIMPULAN Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan praktik menguras tempat penampungan air, praktik menutup tempat penampungan air di dalam rumah, dan praktik memusnahkan barang-barang bekas serta kebiasaan menggantung baju antara kelurahan percontohan dan kelurahan non percontohan program Pemantauan Jentik Rutin Kota Semarang. Hal tersebut dikarenakan praktik-praktik tersebut berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pemantauan jentik yang dilakukan secara rutin satu minggu sekali oleh kader di kelurahan percontohan. Untuk itu, dapat dikatakan program PJR memiliki pengaruh yang baik terhadap praktik PSN 3M masyarakat, sehingga perlu diterapkan di wilayah lain di Kota Semarang.
Nomitasari et al.: Perbedaan praktik PSN 3M Plus
DAFTAR PUSTAKA Alfira N. 2009. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi keberadaan jentik vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) antara desa endemis dan sporadis Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Tesis. Jogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Anisati. 2008. Peran media massa terhadap perilaku ibu dalam upaya pencegahan demam berdarah dengue pada rumah tangga di kota Yogyakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 6:210-215. Murti B. 2006. Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmojo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: PT. Rhineka Cipta, Pemerintah Kota Semarang. Peraturan daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang pengendalian penyakit demam berdarah dengue.
2010. Available at: http://www.jdihukum.sema rang.go.id/perda/2010/Perda%2005%20th%20 2010.pdf [accessed 16 Februari 2011]. Triwinasis S. 2010. Hubungan antara praktik pemberantasan sarang nyamuk dengan keberadaan jentik Aedes sp. di kelurahan keparakan Kecamatan Mergangsan kota Yogyakarta. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Wati NAP. 2009. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi keberadaan jentik vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) antara desa endemis dan sporadis Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada WHO. 2009. Dengue: guideline for diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva: WHO Press. Yudhastuti R, Vidiyani A. 2005. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan 1:170182.
37