Perbedaan Pengetahuan Tentang HIV-AIDS Pada Siswa Dengan Metode buzz group Dan Metode Ceramah Di SMAN 2 Ungaran Tahun 2016 Ayu Riska, Ida Sofiyanti¹, Puji Pranowowati² DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo, Semarang Jawa Tengah. ABSTRAK Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Pemberian informasi dapat diberikan melalui metode penyuluhan salah satunya buzz group dan ceramah. Berdasarkan kasus HIV-AIDS di Jawa Tengah dari tahun 1987- September 2014 sebanyak 9.032 kasus. Dan kasus HIV- AIDS di Ungaran lebih dari 20 orang. Adapun berdasarkan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2012 yang dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun baik putra maupun putri menunjukkan bahwa tidak sedikit yang sudah pernah melakukan seks pra nikah. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian adalah Pra-Eksperiment Design. Dengan pendekatan one group pretest posttest. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas X di SMAN 2 Ungaran sebanyak 387 siswa dengan besar sampel 62 siswa yang dibagi menjadi 2 kelompok yang menggunakan metode buzz group dan metode ceramah, pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan sebelum diberikan informasi tentang HIVAIDS dengan metode buzz group tingkat pengetahuan tertinggi yaitu cukup sebanyak 17 (54,8%). Dan sesudah diberikan tingkat pengetahuan tertinggi yaitu baik sebanyak 31 (100%). Sedangkan sebelum diberikan informasi tentang HIV-AIDS dengan metode ceramah tingkat pengetahuan tertinggi yaitu cukup sebanyak 17 (54,8%). Dan sesudah diberikan tingkat pengetahuan tertinggi yaitu cukup sebanyak 15 (48,4%). Dan untuk uji mann-whitney didapatkan hasil nilai rata-rata siswa dengan metode buzz group sebesar 41,60, sedangkan untuk metode ceramah sebesar 21,40. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode buzz group lebih baik dari metode ceramah. uji mann-whitney untuk hipotesis didapatkan hasil p-value = 0,000 < α (0,05) sehingga Ho di tolak yang berarti ada perbedaan pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa dengan metode buzz group dan metode ceramah di SMAN 2 Ungaran tahun 2016. Kata kunci
: HIV-AIDS, metode buzz group, metode ceramah ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus (HIV) is the virus that attacks the human immune system, while the Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) is a syndrome of immune system by HIV infection. Provision of information can be provided through extension methods one buzz groups and lectures. Based on the HIV-AIDS cases in Central Java of the year 1987September 2014 as many as 9.032 cases. HIV and AIDS cases in Ungaran more than 20 people. As based on Adolescent Reproductive Health Survey Indonesia in 2012 were committed by teenagers aged 15-19 years in both men's and women show that not a few who have never had sex before marriage.
The study design will be used in the research are the Pre-Experiment Design. With the approach of one group pretest posttest. According Notoatmodjo (2012), one group pretest posttest. The population in this study were all students of class X located at high school Tow Ungaran. In December 2015, a total of 387 students with a large sample of 62 students who were divided into tow groups using buzz group method and lecture method, nonrandom sampling using purposive sampling. The results showed that the knowledge before it is given information about HIV-AIDS with buzz group method highest level of knowledge pretty much as 17 (54.8%). And when given the highest level of knowledge that is either much as 31 (100%). Whereas before it was given information about HIV-AIDS with the highest level of knowledge of the lecture method is pretty much as 17 (54.8%). And when given the highest level of knowledge that is pretty much as 15 (48.4%). And for the Mann-Whitney test showed the average value of a group of students with methods buzz at 41.60, while on a lecture at 21.40. It can be concluded that the buzz group method is better than the lecture method. Mann-Whitney test for the hypothesis showed a pvalue = 0.000 <α (0.05) so that Ho was rejected, which means there are differences in knowledge about HIV-AIDS in students with a buzz group method and lecture method in High School Tow Ungaran 2016. Keywords: HIV-AIDS, methods of buzz group, lecture Pendahuluan Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala-gejala AIDS ratarata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada sebanyak 35 juta orang hidup dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus) meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. jumlah infeksi baru HIV Pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia <15 tahun (WHO, 2014). Jumlah kasus HIV di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 22.869 kasus dan kasus AIDS sebanyak 1.876 kasus. Infeksi HIV tertinggi pada usia produktif yaitu umur 25-49 tahun sebesar 71,8%, diikuti umur 20-24 tahun sebesar 15,7%. Pada tahun 2014, jumlah kasus AIDS pada lakilaki sebesar 54% dan perempuan sebesar 29% dan sebesar 17% tidak diketahui jenis kelamin. Sedangkan dari penularannya tertinggi melalui heteroseksual sebanyak 61,5% (Data Kemenkes RI, 2014). Data kasus HIV-AIDS di Jawa Tengah dari tahun 1987 - September 2014 sebanyak 9.032 kasus (PUSDATIN, 2014). Sedangkan penemuan kasus HIV-AIDS di Kabupaten Semarang tahun 2014 juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 ditemukan 63 kasus HIV, sedangkan tahun 2013 kasus HIV yang ditemukan sebanyak 22 kasus. Untuk kasus AIDS pada tahun 2014 sebanyak 19 kasus, sedikit meningkat dibanding tahun 2013 yang sebanyak 17 kasus (Dinkes Kabupaten Semarang, 2014). Dan kasus HIV- AIDS di Ungaran lebih dari 20 orang (KPA, September 2015).
Dari penemuan kasus HIV-AIDS, menunjukkan bahwa kasus AIDS lebih besar dibandingkan dengan kasus HIV, dengan penemuan terbanyak pada kelompok remaja produktif usia 20-29 tahun, hal ini dikarenakan terbatasnya akses informasi dan pelayanan kesehatan yang diterima kelompok remaja produktif usia 20-29 tahun, sehingga dampak yang ditimbulkan dari rendahnya pengetahuan komperhensif mengenai HIV-AIDS adalah penderita khususnya remaja baru menyadari bahwa dirinya terinfeksi HIV dan sudah masuk fase AIDS positif yang bisa menular kepada orang lain. Hasil survei yang dilakukan Riset Kesehatan Dasar, dimana capaian pengetahuan HIVAIDS secara komperhensif pada kelompok remaja usia 15-24 tahun di Indonesia masih sebesar 11,4% dari target ditahun 2014 sebesar 95%. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan masih rendahnya pengetahuan komperhensif remaja usia antara 15-24 tahun, menunjukkan bahwa sebanyak 88,7% kelompok remaja kurang memahami terkait pengetahuan komperhesif HIV-AIDS (RISKESDAS (2010). Hal ini didukung berdasarkan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2012 yang dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun baik putra maupun putri menunjukkan bahwa tidak sedikit yang sudah pernah melakukan seks pra nikah. Dari survei yang didapatkan sebanyak 4,5% dilakukan oleh remaja putra dan sebanyak 0,7% dilakukan oleh remaja putri. Sedangkan pada usia 20-24 tahun sebanyak 14,6% seks pra nikah dilakukan oleh remaja putra dan sebanyak 1,8% dilakukan oleh remaja putri. Dari survei yang sama didapatkan alasan hubungan seksual pra nikah tersebut sebagian besar karena penasaran ingin tahu sebanyak 57,5% pada remaja pria, terjadi begitu saja sebanyak 38% pada remaja putri dan dipaksa oleh pasangan sebanyak 12,6% remaja putri. Hal ini mencerminkan kurangnya pemahaman remaja tentang keterampilan hidup sehat, resiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak mereka inginkan (SKRRI, 2012). Masih banyaknya kasus HIV-AIDS yang terjadi di Indonesia, semua ini karena keterbatasan akses informasi yang berdampak pada rendahnya pengetahuan tentang HIV-AIDS pada kelompok remaja. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan HIV-AIDS adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman yang cukup baik tentang HIV-AIDS pada remaja, untuk dapat meningkatkan pengetahuan remaja yaitu, dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada remaja. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai metode dan media seperti ceramah, seminar, diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), bola salju (snow balling), buzz group, role play dan simulation game (Notoatmodjo, 2007). Penelitian Wibowo (2014), menyimpulkan siswa yang setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang HIV-AIDS dengan metode pemutaran film dan media leaflet di SMK Bina Dirgantara Karanganyar, terdapat peningkatan skor pengetahuan dari 74,00 menjadi 83,60 dan pada media leaflet responden juga mengalami peningkatan skor pengetahuan HIV-AIDS dari 77,60 menjadi 80,80. Pada kelompok kontrol (tidak diberikan Leaflet dan Pemutaran Film) mengalami penurunan skor pengetahuan dari 76,00 menjadi 75,50, dari uji perbedaan skor pengetahuan antara 3 kelompok, ditemukan bahwa pemberian penyuluhan HIV-AIDS dengan pemutaran film lebih besar pengaruhnya dari pada media leaflet dan kelompok kontrol. Hasil penelitian Cahyono, Mapa Dwi (2013) yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang HIV-AIDS di SMAN 2 Sukoharjo” menyebutkan bahwa ada pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan remaja sebelum dan sesudah diberi intervensi sebesar 35,6% menjadi 95,6% dan sikap remaja dari 23,3% sesudah diberi intervensi meningkat sebesar 100%.
Hasil penelitian Purnomo dkk (2013), menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan skor pengetahuan setelah diberi pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan pendidikan sebaya pada mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha. Pada kelompok ceramah diperoleh hasil rata-rata nilai mahasiswa 62,77. Sedangkan kelompok pendidikan sebaya rata-rata nilai mahasiswa 69,33. Begitu juga dengan hasil penelitian Fitria Maryanah penerapan metode buzz group untuk meningkatkan kerjasama dan keaktifan siswa dalam pembelajaran siswa kelas VII C SMPN Manisrenggo kabupaten klaten dengan hasil penelitian yang menunjukkan Penerapan metode Buzz Group dapat meningkatkan kerjasama siswa. Berdasarkan hasil observasi kerjasama siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 66,25%, sedangkan pada siklus II sebesar 84,06%, berdasarkan hasil perhitungan angket juga menunjukkan peningkatan kerjasama siswa pada siklus I sebesar 69% menjadi 77% pada siklus II, sedangkan hasil untuk penerapan metode buzz group dapat meningkatkan keaktifan siswa berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 51,56%, sedangkan pada siklus II sebesar 75,63%. Dari hasil perhitungan angket juga menunjukkan peningkatan keaktifan siswa pada siklus I sebesar 71% meningkat menjadi 78% pada siklus II, penerapan metode buzz group juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 50%, pada siklus II sebanyak 78,12% dari jumlah siswa sebanyak 32 orang dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMA Negeri 2 Ungaran, pendidikan kesehatan tentang HIV-AIDS diberikan melalui pelatihan yang setiap tahun diadakan di Kabupaten semarang, dalam pelatihan tersebut 10 siswa sebagai perwakilan SMAN 2 Ungaran ikut dalam pelatihan tersebut. Walaupun sudah sering mengikuti pelatihan HI-AIDS jumlah kasus siswa yang drop out dikarenakan unwantedpregnancy pada tahun 2014 ada 1 siswa. Sehingga yang perlu diteliti adalah efektifitas metode penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang HIV-AIDS. Berdasarkan Survei pendahuluan yang dilakukan di SMA 2 Ungaran dengan menggunakan instrumen kuesioner untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang HIV-AIDS, dari 10 siswa yang telah dibagikan kuesioner, 8 diantaranya tidak memahami tentang HIV-AIDS dan 2 diantaranya hanya mengetahui cara penularan HIV-AIDS. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Pra-Eksperiment Design. Dengan pendekatan one group pretest posttest yaitu kelompok subjek diobservasi atau pretest sebelum dilakukan intervensi, kemudian dilakukan pengukuran (observasi) lagi atau posttest. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas X yang berada di SMAN 2 Ungaran. Pada bulan Desember 2015, sebanyak 387 siswa. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian siswa kelas X yang ada di SMAN 2 Ungaran dengan hasil yang didapatkan menggunakan rumus besaran sampel yaitu 62 responden. Pada penelitian ini juga menggunakan tehnik Random Sampling dengan jenis simple random sampling. Data primer adalah data tentang pengetahuan remaja sebelum dan sesudah mendapatkan informasi tentang HIV-AIDS, yang diperoleh dengan menggunakan alat bantu kuesioner pretest dan posttest di SMAN 2 Ungaran Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik untuk melihat efektifitas antara dua metode yaitu metode buzz group dan metode ceramah dengan menggunakan uji statistik independent sample t-test. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows 16,0.
HASIL PENELITIAN Analisa Univariat 1. Pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa sebelum dan sesudah diberikan informasi dengan metode buzz group di SMAN 2 Ungaran tahun 2016 Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa sebelum dan sesudah diberikan informasi dengan metode buzz group di SMAN 2 Ungaran tahun 2016
Sebelum
Pengetahuan tentang HIV-AIDS Baik Cukup Kurang F % F % F % 10 32,3% 17 54,8% 4 12,9%
F 31
% 100%
Sesudah
31
31
100%
100%
0
0%
0
0%
Total
Tabel 4.1 Berdasarkan tabel frekuensi di atas menunjukkan dari 31 responden diketahui bahwa pengetahuan siswa sebelum dilakukan pemberian informasi dengan metode buzz group tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17 (54,8%) responden. Sedangkan sesudah pemberian informasi tertinggi yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 31 (100%) responden. 2. Pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa sebelum diberikan informasi dengan metode ceramah di SMAN 2 Ungaran tahun 2016. Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa sebelum dan sesudah diberikan informasi dengan metode ceramah di SMAN 2 Ungaran tahun 2016
Sebelum
Pengetahuan tentang HIV-AIDS Baik Cukup Kurang F % F % F % 11 35,5% 17 54,8% 3 4,8%
F 31
% 100%
Sesudah
14
31
100%
45,2% 15
48,4% 2
6,5%
Total
Tabel 4.2 Berdasarkan tabel frekuensi di atas menunjukkan dari 31 responden diketahui bahwa pengetahuan siswa sebelum dilakukan pemberian informasi dengan metode ceramah tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17 (54,8%) responden. Sedangkan sesudah pemberian informasi tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 15 (48,4%) responden.
Analisa Bivariat Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Uji Mann-Whitney karena sebaran data tidak normal dengan nilai kemaknaan P ≤ 0,05 yaitu ada perbedaan pengetahuan terhadap metode yang diberikan. Dan diolah dengan SPSS 16.0 for Windows. Dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil uji Mann-Whitney U untuk Rinks Metode Buzz group Ceramah Total
N 31 31 62
Mean Ranks 40,06 22,94
Sum of Ranks 1242,00 711.00
Tabel 4.5 Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa terdapat 31 data dari metode buzz group dan 31 data dari metode ceramah. Mean rank untuk peningkatan pengetahuan untuk metode buzz group sebanyak 40,06 sedangkan mean rank untuk metode ceramah sebanyak 22,94. Dengan masing-masing sum of ranks untuk metode buzz group sebanyak 1242,00 dan untuk metode ceramah sebanyak 711,00. Berdasarkan data mean rank untuk peningkatan pengetahuan diketahui bahwa pada metode buzz group lebih besar dari pada mean rank metode ceramah. Sehingga dapat disimpulkan metode buzz group lebih baik dari metode ceramah. Tabel 4.6 Hasil Uji Mann-Whitney U untuk test statistics Mean Ranks Mann-Whitney U 215.000 Wilcoxon W 711.000 Z -3.811 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Tabel 4.6 Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan cara membandingkan taraf signifikansi (P-Value) dengan ketentuan: a. Jika sign. > 0,05, maka Ho Diterima b. Jika sign. < 0,05, maka Ho Ditolak Pada kasus ini terlihat bahwa signifikansi sebanyak 0,000 < 0,05, maka Ho tolak dan Ha diterima, sehingga ada perbedaan peningkatan pengetahuan antara metode buzz group dan metode ceramah. PEMBAHASAN Analisa Univariat 1. Pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa dengan metode buzz group Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden yang sebelumnya diberikan informasi tentang HIV-AIDS dengan metode buzz group tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17 (54,8%) responden. Sedangkan sesudah pemberian informasi tertinggi yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 31 (100%) responden. Berdasarkan keterangan di atas menunjukkan bahwa ada peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah diberikan informasi tentang HIV-AIDS dengan metode buzz group. Dikarenakan metode buzz group lebih mampu membantu siswa menjadi aktif dan
mampu mengeluarkan ide-ide mereka saat diskusi kelompok, dengan begitu materi yang diberikan dapat cepat dipahami siswa. Hal ini juga didukung oleh Hasibuan & Moedjiono (2006) yang menyatakan bahwa metode buzz group merupakan metode yang sesuai untuk memberikan infomasi kepada siswa karena memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif. Begitu juga menurut Nana Sudjana (2006) mengatakan bahwa penilaian proses pemberian informasi yang terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses tersebut. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam beberapa hal, diantaranya: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam pemecahan masalah. 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada pemberi informasi apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya. 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk pendidik. 6) Menilai kemampuan diri dan hasil-hasil yang diperolehnya. 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Keaktifan siswa juga bisa membuat merangsang mengembangkan bakat yang dimilikinya, tetapi terkadang siswa terlalu takut untuk mengeluarkan pendapat karena dosen yang lebih aktif dalam penyampaian materi dan siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Dalam kesempatan ini dengan menggunakan metode buzz group, siswa dapat mengeluarkan pendapatnya tentang permasalah yang diberikan oleh pemberi informasi dan pemberi informasi hanya sebagai fasilitator, sehingga siswa lebih aktif dalam memecahkan permasalahan yang diberikan, serta dapat mengembangkan sosialisasinya dalam bekerjasama dengan temannya. Hal ini juga didukung oleh Martinis Yamin (2007), yang menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat memecah permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu pendidik dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Begitu juga menurut Dimyati (2006), mengemukakan 7 aspek terjadinya keaktifan siswa yaitu: 1) Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran. 2) Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. 3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar siswa. 4) Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar. 5) Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran. 6) Pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Dan menurut Isjoni (2010), kerjasama merupakan kerja kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda, serta siswa dituntut memiliki keterampilan-keterampilan berkerjasama. Untuk mencapai keterampilan dalam bekerjasama terdapat 8 indikator yang perlu diamati dalam pemberian informasi tentang HIV-AIDS dengan metode buzz group yaitu: 1) Keikutsertaan memberikan ide atau pendapat. 2) Menanggapi pendapat dan menerima pendapat orang lain. 4) Melaksanakan tugas. 5) Keikutsertaan dalam memecahkan masalah. 6) Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok. 7) Keikutsertaan membuat laporan. 8) Keikutsertaan dalam presentasi kelompok. 9) Kepedulian membantu teman dalam memecahkan masalah. Pembelajaran yang menekankan pada prinsip kerjasama siswa harus memiliki keterampilan-keterampilan khusus. Keterampilan khusus ini disebut dengan keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk memperlancar hubungan kerja dan
tugas (kerjasama siswa dalam kelompok). Hal ini juga didukung oleh Isjoni (2010), yang mengemukaan bebrapa keterampilan-keterampilan kooperatif sebagai berikut: 1) Menyamakan pendapat dalam suatu kelompok sehingga mencapai suatu kesepakatan bersama yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja. 2) Menghargai kontribusi setiap anggota dalam suatu kelompok, sehingga tidak ada anggota yang merasa tidak dianggap. 3) Mengambil giliran dan berbagi tugas. 4) Berada dalam kelompok selama kegiatan kelompok berlangsung. 5) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya agar tugas dapat diselesaikan tepat waktu. 6) Mendorong siswa lain untuk berpartisipasi terhadap tugas. 7) Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 8) Menyelesaikan tugas tepat waktu. 9) Menghormati perbedaan individu. Berdasarkan pembahasan yang dijelaskan di atas menjadi alasan kenapa metode buzz group lebih bagus dalam penyampaian informasi tentang HIV-AIDS karena lebih cendrung membuat mahasiswa aktif dan bekerjasama dengan kelompok. Sehingga peserta didik lebih cepat memahami materi yang disampaikan. 2. Pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa dengan metode ceramah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden yang sebelumnya diberikan informasi tentang HIV-AIDS dengan metode ceramah tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17 (54,8%) responden. Sedangkan sesudah pemberian informasi tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 15 (48,4%) responden. Berdasarkan keterangan di atas menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah diberikan informasi tentang HIV-AIDS dengan metode buzz group, tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan bahwa metode ceramah tidak bagus untuk digunakan. Hal ini didukung oleh Sudjana (2011), juga menjelaskan bahwa ceramah merupakan metode yang tidak senantiasa jelek bila penggunaannya disiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya. Selain itu metode ceramah juga sangat membantu para pemberi informasi tentang HIV-AIDS, karena metode ceramah sangat ekonomis dalam penyampaian informasi untuk semua kalangan masyarakat luas seperti remaja, orang dewasa, bahkan lansia sekalipun, begitu juga menurut Gunawan (2009), juga menambahkan bahwa metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode ceramah menarik perhatian siswa jika media yang digunakan seperti power point ditampilkan dengan bagus. Begitu juga menurut Roestiyah (2008), juga mendukung bahwa metode ceramah bila langsung diserap tanpa melalui pemahaman terlebih dahulu dari peserta didik tentu hasil yang didapatkan dari penerapan metode ini akan jauh dari harapan, seperti halnya yang terjadi akan menimbulkan rasa bosan. Hampir setiap pendidik atau pemberi informasi menggunakan metode ceramah yang jauh dari kaidah-kaidah metode ceramah seharusnya. Selain itu kelemahan metode ceramah adalah yang paling umum diketahui yaitu menimbulkan rasa bosan, membuat siswa pasif, anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimannya, sukar mengontrol sejauhmana kemampuan pemahaman siswa. Dalam hal ini metode ceramah bisa dapat berhasil bila media yang digunakan lebih menarik dan apabila tidak sesuai dengan kaidah dalam penggunaan metode ceramah akan
jauh dari harapan maka akan menimbulkan rasa bosan serta membuat siswa pasif sehingga ada beberapa faktor yang harus mendukung dalam penggunaan metode ceramah. sesuai dengan pendapat Sudjana (2011), juga mengungkapkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah yaitu tujuan yang hendak dicapai, alat, fasilitas, waktu yang tersedia, kemampuan pemberi informasi dalam menguasai materi dan kemampuan berbicara, situasi mengajar. Analisa Bivariat Hasil penelitian ini analisis data penelitian yang diperoleh p-value = 0,000 < α (0,05) sehingga Ho di tolak yang berarti ada perbedaan pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa dengan metode buzz group dan metode ceramah di SMAN 2 Ungaran tahun 2016. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 31 responden yang mendapatkan informasi mengenai HIV-AIDS dengan menggunakan metode buzz group didapatkan hasil bahwa responden mempunyai tingkat rata-rata pengetahuan 41,60 lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah yaitu 21,40. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode buzz group lebih efektif dari pada metode ceramah. Perbedaan pengetahuan tentang HIV-AIDS dengan metode buzz group dan metode ceramah hasilnya lebih baik yang diberikan dengan metode buzz group. Hal tersebut dikarenakan pada metode buzz group semua peserta terlibat aktif untuk menyatakan pendapatnya. Hal ini sesuai dengan teori menurut Martinis Yamin (2007), bahwa metode pemberian informasi yang baik adalah metode yang dapat membuat para peserta didik ikut aktif dengan mengeluarkan pendapat mereka. Begitu juga pendapat Sudjana (2011), juga mendukung bahwa metode pemberian informasi mempunyai peranan sebagai alat untuk menciptakan proses meningkatkan pemahaman siswa, sehingga diharapkan muncul berbagai kegiatan yang sehubungan dengan kegiatan pemberi informasi dengan kata lain terciptanya interaksi edukatif. Selain itu hal ini juga didukung menurut Muflihah (2012), bahwa keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang penting adalah penggunaan metode pada proses pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk mengatasi kebosanan dan kejenuhan pada siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang baik akan menyebabkan hasil belajar yang baik pula. Kebanyakan metode yang diterapkan di sekolah masih metode pembelajaran yang berpusat pada guru atau dikenal dengan meode ceramah, padahal metode ini sangat kurang efektif karena siswa hanya duduk, diam, dan mendengar, sehingga siswa menjadi pasif dan kondisi kelas kurang kondusif. Apabila dilakukan terus menerus akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Kegiatan belajar siswa yang aktif dapat dibangkitkan dengan cara mengubah metode pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan metode buzz groups. Metode pemberian informasi beraneka ragam jenisnya dan setiap metode pemberian informasi ada kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Oleh sebab itu kombinasi penggunaan metode dapat dan wajar dilakukan dalam penyampaian informasi tentang HIVAIDS. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Zul Salasa Akbar Lubis (2013), mengenai pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap anak tentang PHBS di sekolah dasar negeri 065014 kelurahan namogajah kecamatan Medan tuntungan tahun 2013, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap anak tentang PHBS di sekolah dasar negeri 065014.
Metode yang digunakan dalam pengajaran harus dipilih berdasarkan tujuan dan bahan yang telah ditetapkan. Karena metode berfungsi sebagai jembatan atau media transformasi pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai. Metode yang digunakan harus betu-betul efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan dengan maksimal. Dalam penelitian terlihat bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah siswa dapat mengetahui atau memahami pengetahuan tentang HIV-AIDS dan metode yang efektif adalah dengan menggunakan metode diskusi atau lebih tepatnya dengan menggunakan metode buzz group. Keterbatasan Penelitian Pada saat pelaksanaan pemberian informasi tentang HIV-AIDS dengan menggunakan metode buzz group menjadi ramai terutama saat sesi tanya jawab. Hal ini mengakibatkan kelas lain yang berdekatan dengan kelas VII C menjadi terganggu. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di SMAN 2 Ungaran, pengetahuan siswa sebelum dilakukan pemberian informasi dengan metode buzz group tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17 (54,8%). Sedangkan sesudah pemberian informasi tertinggi yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 31 (100%). Berdasarkan hasil penelitian di SMAN 2 Ungaran, pengetahuan siswa sebelum dilakukan pemberian informasi dengan metode ceramah tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17 (54,8%). Sedangkan sesudah pemberian informasi tertinggi yaitu tingkat pengetahuan cukup sebanyak 15 (48,4%) responden. Berdasarkan Hasil penelitian nilai rata-rata siswa dengan metode buzz group 41,60 sedangkan metode ceramah sebesar 21,40. Sehingga menunjukkan bahwa metode buzz group lebih baik dibandingkan metode ceramah. Ada perbedaan pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa dengan metode buzz goup dan metode ceramah dengan hasil penelitian p-value = 0,000 < α (0,05). Saran Bagi Remaja pengetahuan yang didapatkan remaja tentang HIV-AIDS dapat memberikan dampak yang baik dan dapat membagikan ilmu yang didapatkan tentang HIV-AIDS kepada teman sebaya yang belum dapat pengetahuan tentang HIV-AIDS. Bagi Instansi Sekolah diharapkan hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan masukan bagi Institusi Pendidikan dalam mengembangkan pencegahan tentang HIV-AIDS. Bagi Instansi Kesehatan dapat menerapkan alternatif masukan dalam membuat perencanaan kebijakan penanggulangan kesehatan serta evaluasi program kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan HIV-AIDS. Bagi Peneliti Selanjutnya kepada peneliti lain dapat melakukan penelitian serupa dengan metode yang lain, sehingga diperoleh informasi lain tentang perbedaan pengetahuan tentang HIV-AIDS dengan metode buzz group dan metode ceramah.
Daftar pustaka Arikunto, Suharsimi, (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Budiman dan Agus Riyanto, (2014). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan; Jakarta : Salemba Medika. Cahyono MD, (2013). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang HIV-AIDS di SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun 2013. [Sripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Dahlan, Muhammad Sopiyudin, (2012). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba medika Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2012). Aku Bangga Aku Tahu : Pedoman Pelaksanaan Kampanye HIV dan AIDS pada Kaum Muda Usia 15-24 Tahun. Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan Departemen Republik Indonesia. Duarsa, (2008) Pengetahuan dan Sikap terhadap HIV-AIDS Kalangan Siswa Sekolah Menengah. Hasibuan & Moedjiono, (2006). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ifada, (2010). Pendidikan Berbasis Nilai dan Kemasyarakatan. Bandung: PT. Refika Aditama. Juliastika, Korompis, & Ratag, (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap dalam Pencegahan HIV/AIDS pada Pekerja Seks Komersial. Media Ners, Volume 2. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Dipenegoro. Kemenkes RI, ( 2014). Situasi dan Analisis HIV-AIDS. Diakses: 04 September 2015. http://www.depkes.go.id/article/view/15011400001/situasi-dan-analisis-hivaids. html Kementrian Kesehatan RI. InfoDATIN: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta Wawan dan Dewi, (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia; Yogyakarta, Cetakan II, Oktober 2011. Nasronudin, (2007) Pengetahuan dan Sikap terhadap HIV-AIDS Kalangan Siswa Sekolah Menengah di Isfahan. Notoatmodjo, ( 2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmojo, S , (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan2. Jakarta :Rineka Cipta. Noviana, Nana, (2012). Catatan Kuliah Kesehatan Reproduksi & HIV-AIDS; Jakarta, TIM. Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta:Salemba Sardiman AM, (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudjana, N, (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya Sugiyono (2013). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta. Sunaryo, (2012). Strategi Belajar Mengajar dalam Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. TIM WHO (2014). HIV-AIDS. Tersedia pada: http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/ [Diakses tanggal 31 Desember 2014]. Wibowa GS, (2014). Perbedaan Pengetahuan HIV-AIDS Pada Remaja Sekolah Dengan Metode Pemutaran Film Dan Metode Leaflet Di SMK Bina Dirgantara Karanganyar. [Skripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas ilmu Yuniarta, (2011). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Tentang HIV-AIDS Dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa SMK Negeri 3 Tahuna.