PENERAPAN METODE BUZZ GROUP UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS VII C SMP NEGERI 1 MANISRENGGO KABUPATEN KLATEN
RINGKASAN SKRIPSI
Disusun Oleh: FITRIA MARYANAH 10416241036
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
1
PENERAPAN METODE BUZZ GROUP UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS VII C SMP NEGERI 1 MANISRENGGO KABUPATEN KLATEN Oleh : Fitria Maryanah dan Sudrajat, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan metode Buzz Group dalam meningkatkan: 1) kerjasama siswa; 2) keaktifan siswa; dan 3) hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di kelas VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo Kabupaten Klaten. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek penelitian siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo tahun ajaran 2013/2014. Penelitian dilakukan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan. Terdapat empat tahap dalam setiap siklusnya yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, serta refleksi. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan angket. Keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi sumber. Data hasil penelitian dianalisis dengan teknik analisis kualitatif. Kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu rata-rata persentase keseluruhan indikator kerjasama siswa, keaktifan siswa dan hasil belajar siswa mencapai ≥75%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Penerapan metode Buzz Group dapat meningkatkan kerjasama siswa. Berdasarkan hasil observasi kerjasama siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 66,25%, sedangkan pada siklus II sebesar 84,06% dan sudah mencapai kriteria keberhasilan. Berdasarkan hasil perhitungan angket juga menunjukkan peningkatan kerjasama siswa pada siklus I sebesar 69% menjadi 77% pada siklus II dan sudah mencapai kriteria keberhasilan. 2) Penerapan metode Buzz Group dapat meningkatkan keaktifan siswa. Berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 51,56%, sedangkan pada siklus II sebesar 75,63% dan sudah mencapai kriteria keberhasilan. Berdasarkan hasil perhitungan angket juga menunjukkan peningkatan keaktifan siswa pada siklus I sebesar 71% meningkat menjadi 78% pada siklus II dan sudah mencapai kriteria keberhasilan. 3) Penerapan metode Buzz Group juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 50%, pada siklus II sebanyak 78,12% dari jumlah siswa sebanyak 32 orang dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan. Kata kunci: metode Buzz Group, kerjasama, keaktifan.
2
A. PENDAHULUAN Pendidikan berkualitas harus berlandaskan tujuan yang jelas, sehingga dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu; “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.” Berdasarkan tujuan tersebut pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa dan dapat membentuk menjadi warga negara yang baik. Menurut Sukardjo&Komarudin (2009:13-15), tujuan dari setiap unit kependidikan dapat dicapai dengan mudah apabila melalui tujuan pendidikan institusional. Tujuan institusional merupakan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikannya, seperti Tujuan Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan tujuan Pendidikan Perguruan Tinggi. Semua tujuan institusional tersebut mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum masing-masing jenjang pendidikan. Tujuan institusional, masing-masing unit atau jenjang pendidikan membuat tujuan yang lebih kecil lagi, yaitu tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler telah tercantum tujuan bidang studi IPS, IPA, bahasa dan lain-lain. Apabila tujuan yang akan dicapai sudah jelas, maka diperlukan perangkatperangkat lain yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Ada beberapa perangkat pembelajaran yang dapat mendukung dalam pencapaian tujuan, seperti adanya kurikulum, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar, sumber belajar, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan sarana pendukung lainnya. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar apabila semua perangkat pembelajaran tersedia dengan baik. Hal tersebut dikarenakan semua perangkat pembelajaran saling mendukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pendidikan yang berkualitas dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran di sekolah menempatkan guru dan siswa sebagai komponen vital, karena keduanya saling terkait satu sama lain dengan tugas dan 3
peranan yang berbeda. Guru sebagai pendidik sedangkan siswa sebagai peserta didik. Keduanya juga berperan penting mensukseskan proses pembelajaran yang sedang dijalankan. Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di sekolah. Guru bertugas mengajar dan mendidik siswa agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan kehidupan selaras dengan hakekat kodratnya dalam pertemuan dan pergaulan dengan sesama. Salah satu perangkat pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran yang digunakan. Pemilihan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran harus diperhatikan dengan baik. Apabila metode yang digunakan dalam pembelajaran kurang tepat, maka dapat berakibat pada sulitnya membangun konsentrasi siswa. Siswa menjadi kurang tertarik dan tidak memperhatikan pelajaran dengan baik.
Pemilihan metode yang salah juga dapat
menghambat dalam penyampaian materi. Hal ini dapat kita lihat dari pola pembelajaran yang berlangsung saat ini, dimana guru yang kurang kaya metode pembelajaran biasanya dalam menyampaikan materi hanya menggunakan metode konvensional seperti ceramah, diskusi, dan tanya-jawab. Metode ini dianggap kurang menarik bagi siswa, karena bersifat monoton dan kurang interaktif. Oleh karena itu, kesalahan dalam memilih metode pembelajaran dapat mengakibatkan siswa kurang tertarik dan sulit membangun konsentrasi saat mengikuti pelajaran. Pemilihan metode disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi yang akan diajarkan. Penerapan metode diharapkan dapat mendukung dalam penyampaian materi secara utuh. Apabila materi yang akan diajarkan sangat kompleks, maka kita harus memilih metode yang dapat melibatkan siswa untuk bekerjasama secara aktif dalam memahami materi. Metode tersebut diharapkan dapat mengajak semua siswa bekerjasama dan saling membantu dalam memahami materi. IPS merupakan mata pelajaran terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, seperti sejarah, geografi, ekonomi dan sosiologi. Hal ini mengakibatkan muatan materi pada mata pelajaran IPS sangat padat. Seringkali siswa menganggap bahwa mata pelajaran IPS membosankan karena banyak materi yang harus dihafalkan. Pembelajaran IPS juga menekankan pada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah mulai dari lingkup diri sampai pada masalah yang kompleks (Supardi, 2011:182). Oleh sebab itu, pembelajaran IPS yang dilakukan tidak hanya sekedar menyampaikan materi saja tetapi juga mampu memberikan keterampilan dan menanamkan nilai-nilai moral. Siswa dilatih untuk menyelesaikan suatu masalah, 4
misalnya saja dengan membentuk kelompok diskusi kemudian diberikan tema untuk didiskusikan. Adanya diskusi kelompok ini siswa dapat bertukar pikiran dengan temannya, dan dilatih untuk bekerjasama dalam menyelesaikan masalah. SMP Negeri 1 Manisrenggo merupakan salah satu sekolah yang mempunyai input yang baik. Hal ini dibuktikan dengan persaingan yang cukup ketat agar dapat diterima di sekolah tersebut, dari 297 calon peserta didik yang diterima hanya 229 siswa. Nilai UN/UASBN yang dapat diterima di sekolah ini terendah 22,60 dengan nilai rata-rata 7,53, sehingga terjadi persaingan yang cukup ketat agar dapat diterima di sekolah ini. Namun, hasil belajar IPS siswa kelas VII C menunjukkan masih relatif rendah, sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan supaya hasil belajarnya meningkat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS di kelas VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo, pembelajaran IPS yang dilakukan masih menemui beberapa kendala yaitu pada saat guru memberikan tugas untuk membentuk kelompok dan melakukan diskusi, siswa terlihat kurang kerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini mengakibatkan tidak semua kelompok berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hanya terdapat 1 kelompok saja yang berhasil menyelesaikan tugas dan bisa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Kerjasama sangat dibutuhkan dalam diskusi kelompok. Apabila dalam diskusi kelompok tidak ada kerjasama yang baik, maka diskusi tidak dapat berjalan dan hasilnya pun kurang memuaskan. Siswa juga terlihat kurang aktif saat diskusi berlangsung, belum percaya diri untuk mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan memberikan tanggapan dalam diskusi. Dari 31 siswa yang mengikuti pembelajaran hanya ada satu orang yang berani mewakili kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi, seharusnya siswa menjadi lebih aktif untuk bertukar pikiran dengan temannya agar diskusi dapat berjalan dengan lancar dan hasilnya pun memuaskan. Berdasarkan permasalahan yang muncul tentang pembelajaran IPS di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui penerapan metode Buzz Group dalam meningkatkan kerjasama dan keaktifan siswa. Penelitian yang dilakukan berjudul “Penerapan Metode Buzz Group untuk Meningkatkan Kerjasama dan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPS Kelas VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo Kabupaten Klaten”.
5
B. KAJIAN TEORI 1. Tinjauan Tentang Ilmu Pengetahuan Sosial Menurut pendapat Sapriya (2009: 19-20) istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial”, atau disingkat IPS, merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum sekolah di negara lain, khususnya di negara-negara Barat. Pengertian IPS tersebut ada yang berarti nama mata pelajaran yang berdiri sendiri, gabungan dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu, atau program pengajaran. Perbedaan ini dapat pula diidentifikasi dari perbedaan pendekatan yang diterapkan pada masing-masing jenjang persekolahan tersebut. Menurut Sumaatmadja (1980: 11-12), ruang lingkup dan bobot materi IPS di sekolah lanjutan meliputi masalah lingkungan, penerapan teknologi pada sektor kehidupan, transportasi-komunikasi, pengangguran, kelaparan, sumber daya dan lain sebagainya. Perbandingan antar daerah yang berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan di atas, sudah mulai dibahas pada sekolah lanjutan ini. Kesadaran anak didik terhadap gejala dan masalah kehidupan terus dikembangkan dan dipertajam dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan. Kemampuan penalaran (reasoning) dari para siswa harus dikembangkan. Pada batas-batas yang masih mendasar, kita terapkan teori-konsep-prinsip keilmuan pada penalaran tersebut. Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian IPS di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPS adalah ilmu yang mencakup bidang-bidang bahan kajian terpadu dan merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial yang menekankan pada pembentukan moral, ideologi, agama, cara berpikir sosial, serta dapat membangun konsep dari materi yang dipelajarinya. 2. Tinjauan Tentang Metode Buzz Group a. Pengertian Metode Buzz Group Menurut Sunaryo (1989: 107), diskusi dengan menggunakan metode buzz group adalah diskusi pada satu kelompok besar yang dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 3 sampai 4 orang. Tempat duduk diatur sedemikian agar siswa dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah. Diskusi diadakan di tengah-tengah pelajaran atau di akhir pelajaran 6
dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Menurut Hasibuan & Moedjiono (2006: 20-21), diskusi jenis buzz group adalah satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi dapat dilakukan di tengah atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian diskusi kelompok kecil (buzz group discussion) adalah sebuah kelompok besar yang berkumpul dan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil sekitar 3-6 orang, untuk mendiskusikan masalah tertentu dalam waktu yang singkat. b. Langkah-Langkah Penerapan Metode Buzz Group antara lain: 1) Kelompok besar atau kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. 2) Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar para siswa dapat bertukar pikiran dan bertatap muka dengan mudah. 3) Perwakilan kelompok mengambil undian yang berisi pembagian materi diskusi. 4) Sebelum diskusi dimulai setiap kelompok melakukan pembagian tugas, ada yang bertugas sebagai ketua kelompok, notulis,
yang membacakan atau
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. 5) Masing-masing kelompok melakukan diskusi sesuai dengan tema yang diperoleh. 6) Setelah diskusi selesai, perwakilan kelompk melakukan presentasi untuk membacakan hasil diskusi di depan kelas. 7) Pada saat persentasi siswa lain menyimak, apabila belum jelas boleh mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang melakukan persentasi. 8) Apabila kelompok yang
melakukan persentasi tidak bisa menjawab,
kelompok lain boleh membantu dan didiskusikan pada kelompok besar (kelas).
7
3. Tinjauan Tentang Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Menurut pendapat Soerjono Soekanto (2010: 65-66), kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau tujuan bersama. Menurut Anita Lie (2008: 28), kerjasama merupakan kebutuhan yaang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa ada kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah, sehingga kerjasama sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan atau pengajaran. Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kerjasama adalah salah satu bentuk usaha bersama yang dilakukan antara orang perorangan maupun kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, tanpa adanya kerjasama tujuan tersebut akan sulit dicapai. Oleh sebab itu, tidak ada satupun individu yang tidak membutuhkan kerjasama dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan. b. Unsur- Unsur Kerjasama Menurut Isjoni (2010: 65), kerjasama merupakan kerja kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya
berbeda, serta
siswa dituntut
memiliki
keterampilan-keterampilan berkerjasama. Untuk mencapai keterampilan dalam bekerjasama terdapat 8 indikator yang perlu diamati dalam pembelajaran IPS, yaitu:1) Keikutsertaan memberikan ide atau pendapat. 2) Menanggapi pendapat dan menerima pendapat orang lain. 4) Melaksanakan tugas. 5) Keikutsertaan dalam memecahkan masalah. 6) Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok. 7) Keikutsertaan membuat laporan. 8) Keikutsertaan dalam presentasi kelompok. 9) Kepedulian membantu teman dalam memecahkan masalah. Pembelajaran yang menekankan pada prinsip kerjasama siswa harus memiliki keterampilan-keterampilan khusus. Keterampilan khusus ini disebut dengan keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk memperlancar hubungan kerja dan tugas (kerjasama siswa dalam kelompok). Keterampilan-keterampilan kooperatif dikemukakan oleh Lungdren dalam Isjoni (2010: 65-66) sebagai berikut: 1) Menyamakan pendapat dalam suatu kelompok sehingga mencapai suatu kesepakatan bersama yang berguna 8
untuk meningkatkan hubungan kerja. 2) Menghargai kontribusi setiap anggota dalam suatu kelompok, sehingga tidak ada anggota yang merasa tidak dianggap. 3) Mengambil giliran dan berbagi tugas. 4) Berada dalam kelompok selama kegiatan kelompok berlangsung. 5) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya agar tugas dapat diselesaikan tepat waktu. 6) Mendorong siswa lain untuk berpartisipasi terhadap tugas. 7) Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 8) Menyelesaikan tugas tepat waktu. 9) Menghormati perbedaan individu. Keterampilan sosial berupa kerjasama harus dimiliki oleh siswa terutama dalam pembelajaran kelompok. Berdasarkan pendapat di atas maka kerjasama akan terlihat pada indikator berikut: 1) Menerima pembagian tugas kelompok.
2)
Memberikan
dan
menerima
pendapat
orang
lain.
3)
Menyelesaikan tugas tepat waktu. 4) Menjaga kekompakan kelompok. 5) Menerima dan menyepakati hasil diskusi. 6) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya. 4. Tinjauan Tentang Keaktifan a. Pengertian Keaktifan Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik secara aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar tersebut. Menurut Ahmad & Abu (1991: 6-7), kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil apabila dilakukan melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya dan berfungsi dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemampuan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal sekaligus mengikuti proses pengajaran secara aktif, misalnya ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, mengasosiasikan ketentuan satu dengan lainnya, dan sebagainya. Keaktifan siswa dibedakan menjadi dua yaitu keaktifan jasmani fisik dan psikis (kejiwaan). Keaktifan jasmani fisik sebagai kegiatan yang tampak, yaitu saat peserta didik melakukan percobaan, membuat konstruksi model, dan lain-lain. Sedangkan keaktifan psikis tampak bila seseorang sedang mengamati 9
dengan teliti, memecahkan persoalan, mengambil keputusan, dan sebagainya. Pada saat peserta didik aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu pula sebaliknya. Dua hal tersebut merupakan satu kesatuan bagaikan dua sisi mata uang. b. Aspek Keaktifan dalam Belajar Nana Sudjana (2006: 61) mengatakan bahwa penilaian proses belajarmengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar-mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam beberapa hal, diantaranya: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam pemecahan masalah. 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya. 4) Berusaha mencari berbagai informasi
yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 5)
Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. 6) Menilai kemampuan diri dan hasil-hasil yang diperolehnya. 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Menurut Martinis Yamin (2007: 77) keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat memecah permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu pengajar dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Mc Keachie (dalam Dimyati, 2002: 119) mengemukakan 7 aspek terjadinya keaktifan siswa yaitu: 1) Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran. 2) Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. 3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar siswa. 4) Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar. 5) Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran. 6) Pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Menurut pendapat beberapa ahli mengenai aspek keaktifan di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan dalam belajar meliputi beberapa aspek yaitu: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam 10
pemecahan masalah. 3) Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. 4) Mengajukan pertanyaan kepada siswa lain atau kepada guru. 5) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 6) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. 7) Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. 8) Siswa melakukan interaksi dengan temannya dalam kegiatan pembelajaran. 9) Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar. 10) Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran. Beberapa aspek keaktifan dalam pembelajaran di atas akan diturunkan menjadi beberapa indikator, sehingga pengamatan keaktifan siswa dalam pembelajaran akan lebih mudah dilakukan. C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain tindakan model Kemmis & Mc Taggart. Model yang dikemukakan oleh Kemmis & Mc Taggart terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Pengertian siklus dalam hal ini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Menurut Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama (2010: 20-21), gambar siklus spiral Kemmis dan Taggart adalah: Siklus I
II Siklus II IIIIII
Gambar 2. Siklus Spiral Kemmis dan Taggart 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Observasi Berikut adalah kisi-kisi lembar observasi yang digunakan:
11
1) Kisi-kisi Lembar Observasi Penerapan Metode Buzz Group No
Deskriptor
1.
Pendahuluan
2.
Kegiatan Inti
3.
Penutup
Indikator
Nomor Item
a. Membuka pelajaran (salam, doa, 1 dan mengecek kehadiran siswa) b. Menyampaikan tujuan 2 pembelajaran 3 c. Melakukan apersepsi dan motivasi a. Guru membagi kelas menjadi 4 beberapa kelompok kecil (3-4 orang) 5 b. Guru meminta siswa mengatur tempat duduk sesuai kelompok masing-masing 6 c. Guru menjelaskan langkah-langkah metode buzz group 7 d. Guru membagikan materi diskusi pada masing-masing kelompok 8 e. Guru memandu jalannya diskusi menggunakan metode buzz group 9 f. Setelah diskusi selesai, perwakilan setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya a. Guru memberikan penguatan 10 materi 11 b. Guru melakukan refleksi dan evaluasi 12 c. Menutup pelajaran (doa dan salam) Sumber: data primer yang disusun peneliti
2) Kisi-kisi Lembar Observasi Kerjasama Siswa No 1.
Deskriptor Kerjasama Siswa
Indikator a. Kesediaan siswa menerima pembagian tugas kelompok b. Kesediaan siswa untuk memanfaatkan waktu diskusi dengan baik c. Kesediaan siswa menciptakan suasana akrab dalam kelompok d. Keikutsertaan siswa memberikan pendapat saat diskusi e. Kesediaan siswa menerima pendapat teman f. Kesediaan siswa memberikan informasi yang diketahui untuk membantu 12
Nomor Item 1 2
3 4 5 6
7
g.
h.
i. j.
menyelesaikan tugas kelompok 8 Kesediaan siswa memecahkan masalah saat 9 diskusi kelompok Kesediaan menerima 10 keputusan yang dilakukan kelompok Kesediaan siswa menjaga kekompakan kelompok Keikutsertaan siswa dalam membuat laporan diskusi kelompok Sumber: data primer yang disusun peneliti
3) Kisi-kisi Lembar Observasi Keaktifan Siswa No 1.
Aspek Keaktifan Siswa
Indikator a.
b. c. d.
e.
f.
g. h.
i. j.
Nomor Item 1
Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2 Terlibat dalam pemecahan 3 masalah. Tekanan pada aspek afektif 4 dalam belajar. Mengajukan pertanyaan 5 kepada siswa lain atau kepada guru. Berusaha mencari berbagai 6 informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 7 Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan 8 petunjuk guru. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. 9 Siswa melakukan interaksi dengan temannya dalam 10 kegiatan pembelajaran. Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar. Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran. Sumber: data primer yang disusun peneliti
13
b. Angket 1) Kisi -kisi Angket Kerjasama Siswa No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
Aspek yang diamati
Nomor Item 1
Kesediaan siswa menerima pembagian tugas kelompok Kesediaan siswa untuk memanfaatkan waktu diskusi 2 dengan baik Kesediaan siswa menciptakan suasana akrab dalam 3 kelompok Keikutsertaan siswa memberikan pendapat saat 4 diskusi Kesediaan siswa menerima pendapat teman 5 Kesediaan siswa memberikan informasi yang 6 diketahui untuk membantu menyelesaikan tugas kelompok Kesediaan siswa memecahkan masalah saat diskusi 7 kelompok Kesediaan menerima keputusan yang dilakukan 8 kelompok Kesediaan siswa menjaga kekompakan kelompok 9 Keikutsertaan siswa dalam membuat laporan diskusi 10 kelompok Sumber: data primer yang disusun peneliti
2) Kisi -kisi Angket Keaktifan Siswa No 1.
Aspek Keaktifan Siswa
Indikator a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. b. Terlibat dalam pemecahan masalah. c. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. d. Mengajukan pertanyaan kepada siswa lain atau kepada guru. e. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. f. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. g. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar. h. Siswa melakukan interaksi dengan temannya dalam kegiatan pembelajaran. i. Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar. j. Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan 14
Nomor Item 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
penting dalam proses pembelajaran. Sumber: data primer yang disusun peneliti c. Wawancara Berikut adalah pedoman wawancara dengan guru yang digunakan: No 1.
Nara Sumber Guru IPS
Indikator
Nomor Item 1, 2, 3
a. Kegiatan pembelajaran menggunakan metode buzz group. b. Pembelajaran menggunakan metode 4 buzz group, dapat menarik siswa untuk mengikuti pelajaran IPS. c. Kelebihan metode buzz group dalam 5 pembelajaran. d. Kelemahan metode buzz group 6 dalam pembelajaran. e. Cara mengatasi kelemahan 7 pembelajaran menggunakan metode buzz group. Sumber: data primer yang disusun peneliti
d. Catatan Lapangan Catatan lapangan merupakan catatan tertulis mengenai hal penting yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dengan maksud pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan yang digunakan penelitian ini dituliskan secara singkat berisi hal-hal penting selama pembelajaran IPS berlangsung menggunakan metode buzz group untuk meningkatkan kerjasama dan keaktifan siswa di kelas VII C SMP Negeri 1Manisrenggo Klaten. 3. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian utama adalah peneliti atau dikenal dengan istilah human instrument (Muhammad Idrus, 2009:21). Dalam konteks pembelajaran peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian. Artinya, peneliti merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penafsir data, dan pada akhirnya akan melaporkan hasil penelitian. 4. Teknik Analisis Data Data yang berhasil dikumpulkan melalui teknik observasi, angket, wawancara, dan catatan lapangan kemudian dianalisis mengacu pada metode analisis dari Miles & Huberman (Sugiyono, 2008: 337-345). Metode analisis
15
tersebut terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan. 5. Keabsahan Data Lexy J. Moleong, (2004: 330-331) menyatakan bahwa untuk menguji keabsahan data dapat menggunakan teknik triangulasi sumber, untuk data hasil wawancara, observasi, angket, dan catatan lapangan. Validitas dilakukan dengan triangulasi sumber, artinya data yang diperoleh melalui beberapa
teknik
pengumpulan data pada sumber yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan ditarik kesimpulan data. 6. Kriteria Keberhasilan Tindakan Keberhasilan tindakan dalam penelitian ini ditentukan pada peningkatan komponen yang diamati pada setiap akhir siklusnya. Penelitian ini ditentukan dengan ≥75%, artinya skor dinyatakan berhasil apabila skor lebih besar sama dengan 75% dari skor maksimum hasil observasi, angket, dan post test (Nana sudjana, 2006: 107). Tindakan dikatakan berhasil apabila di akhir siklus terdapat ≥75% dari seluruh siswa VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo telah memiliki kerjasama siswa, keaktifan siswa, dan hasil belajar dalam proses pembelajaran dengan kategori baik dan sangat baik. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari tiga pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama 1x40 menit, 1x40 menit, dan 2x40 menit. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2014 sampai dengan 22 Maret 2014. Berikut ini deskripsi pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran IPS menggunakan metode buzz group di kelas VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo. 1. Siklus I Siklus I terdiri dari tiga pertemuan dan memiliki tahapan yang meliputi: perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. a. Perencanaan Perencanaan penelitian dilakukan dengan tujuan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan kerjasama, keaktifan, dan hasil belajar siswa. Tahap-tahap perencanaan tindakan yang dilakukan pada penelitian siklus I meliputi persiapan RPP, lembar observasi kerjasama dan keaktifan siswa, angket kerjasama dan keaktifan siswa, 16
pedoman wawancara untuk guru, post test berupa soal isian singkat dan koordinasi bersama guru dan observer lainnya. b. Tindakan Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Maret 2014 pukul 09.55-10.35, pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Jumat, 14 Maret 2014 pukul 09.55 - 10.35 dan Pertemuan 3 dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 Maret 2014 pukul 07.00 - 08.20. c. Observasi Observasi dilaksanakan untuk mengamati kerjasama siswa sesuai indikator yang telah ditetapkan. Kerjasama siswa pada siklus I ini terlihat belum optimal. Indikator kerjasama siswa yang optimal hanya ada lima indikator, sedangkan lima indikator belum optimal dan perlu ditingkatkan lagi karena belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan sebesar ≥75%. Hasil persentase untuk keseluruhan indikator kerjasama siswa di atas menunjukkan rata-rata kerjasama siswa sebesar 66,25%. Observasi dilaksanakan untuk mengamati keaktifan siswa sesuai indikator yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, keaktifan siswa terlihat belum optimal, indikator keaktifan siswa yang optimal hanya ada satu indikator, sedangkan sembilan indikator belum optimal dan perlu ditingkatkan lagi karena belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebesar ≥75%. Hasil persentase untuk keseluruhan indikator keaktifan siswa di atas menunjukkan rata-rata keaktifan siswa sebesar 51,56%. d. Refleksi Berdasarkan observasi yang dilakukan pada siklus I menunjukkan bahwa selama pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan metode buzz group masih belum optimal dan terdapat kekurangan. Adapun hambatan yang terjadi pada saat pembelajaran yaitu: 1) Kelompok diskusi masih telihat kurang bersemangat dan kurang kompak. 2) Siswa sulit dikondisikan dengan baik oleh guru, sehingga waktu tidak efektif dan kelas menjadi gaduh. 3) Kerjasama siswa masih rendah, siswa masih bersifat individu, belum saling membantu dan menghargai sesama anggota kelompok. 4) Siswa kurang memahami tentang penerapan metode Buzz group sehingga terdapat kelompok yang keliru dalam melaksanakan metode. Contohnya, 17
siswa mengerjakan materi kelompok lain sehingga materi kelompoknya sendiri malah tidak dikerjakan. 5) Pembagian materi yang tidak proposional, sehingga ada kelompok yang sudah selesai dan ada yang belum selesai. Hal ini mengakibatkan kelompok yang sudah selesai mengganggu kelompok lain dan mengobrol dengan satu kelompoknya yang dapat mengganggu konsentrasi kelompok lain. 2. Siklus II Siklus II dilaksanakan sebagai perbaikan dari pelaksanaan tindakan dengan menerapkan metode buzz group pada siklus I. Adapun siklus II terdiri dari tiga pertemuan dan memiliki tahapan seperti perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. a. Perencanaan Perencanaan siklus II dilakukan dengan tujuan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan sebagai perbaikan berdasarkan refleksi dan kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya. b. Tindakan Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Selasa, 18 Maret 2014 pukul 09.55-10.35, pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Maret 2014 pukul 09.55 - 10.35 dan Pertemuan 3 dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 Maret 2014 pukul 07.00 - 08.20. c. Observasi Observasi dilaksanakan untuk mengamati kerjasama siswa sesuai indikator yang telah ditetapkan. Kerjasama siswa pada siklus I ini terlihat sudah optimal. Indikator kerjasama siswa yang sudah optimal sebanyak delapan indikator, sedangkan dua indikator belum optimal dan tidak perlu ditingkatkan lagi karena sudah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebesar ≥75%. Hasil persentase untuk keseluruhan indikator kerjasama siswa di atas menunjukkan rata-rata kerjasama siswa sebesar 84,06%. Observasi dilaksanakan untuk mengamati keaktifan siswa sesuai indikator yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, keaktifan siswa terlihat sudah optimal. Indikator keaktifan siswa yang sudah optimal sebanyak enam indikator, sedangkan empat indikator belum optimal dan tidak perlu ditingkatkan lagi karena sudah mencapai indikator keberhasilan
18
yang ditetapkan sebesar ≥75%. Hasil persentase untuk keseluruhan indikator keaktifan siswa di atas menunjukkan rata-rata keaktifan siswa sebesar 75,63%. d. Refleksi Peningkatan setiap kerjasama dan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yakni ≥75%. Rerata persentase kerjasama siswa pada siklus II telah mencapai 84,06%. Rerata keaktifan siswa pada siklus II telah mencapai 75,63%. Bedasarkan hasil tersebut maka penelitian ini dihentikan pada siklus II. 3. Pembahasan a. Peningkatan Keterlaksanaan Metode Buzz Group Berdasarkan observasi terhadap keterlaksanaan penerapan metode buzz group pada siklus I mencapai 83,3%. Kekurangan pada siklus I diperbaiki pada siklus II. Hasil observasi menunjukkan persentase keterlaksanaan metode buzz group meningkat menjadi 86,1%. Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam histogram sebagai berikut: Hasil Observasi Penerapan Metode Buzz Group 86,1% 83,3%
I
II
b. Peningkatan Kerjasama Siswa dengan Menggunakan Metode Buzz Group Kerjasama siswa pada siklus II ini terlihat mengalami peningkatan jika dibandingkan pada siklus I. Peningkatan dapat dilihat dari peningkatan persentase hasil observasi yang telah dilakukan pada siklus I dan II yaitu sebesar 17,81%. Persentase kerjasama siswa yang semula pada siklus I sebesar 66,25% mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 84,06% dan telah mencapai ≥75% dari kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. Berikut ini disajikan diagram mengenai peningkatan hasil observasi kerjasama siswa kelas VII C dalam pembelajaran IPS dengan menerapkan metode Buzz group dari siklus I sampai siklus II:
19
Perbandingan Persentase Kerjasama Siswa Siklus I & II 84,06% 66,25%
I
II
c. Peningkatan Keaktifan siswa dengan Menggunakan Metode Buzz Group Keaktifan siswa pada siklus II juga mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan siklus I. Peningkatan tersebut juga dapat dilihat dari peningkatan persentase hasil observasi yang telah dilakukan pada siklus I dan II yaitu sebesar 24,07%. Persentase keaktifan siswa yang semula pada siklus I sebesar 51,56% mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 75,63%. Berikut ini disajikan diagram mengenai peningkatan hasil observasi keaktifan siswa kelas VII C dalam pembelajaran IPS dengan menerapkan metode Buzz group dari siklus I sampai siklus II: Perbandingan Presentase Keaktifan Siswa Siklus I & II 75,63% 51,56%
I
II
d. Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Buzz Group Penerapan metode buzz group juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa untuk mencapai KKM. Hasil belajar siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa pada saat post test siklus I sebanyak 16 siswa dari 32 siswa atau sebesar 50% berhasil mencapai KKM. Pada siklus II hasil belajar siswa yang mencapai KKM sebanyak 25 siswa dari 32 siswa atau sebesar 78,125%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II sebesar 28,125%. Berikut ini disajikan 20
diagram mengenai peningkatan hasil belajar siswa kelas VII C dalam pembelajaran IPS dengan menerapkan metode Buzz group dari siklus I sampai siklus II: Rata-rata Presentase Hasil Belajar 78,125% 50%
I
II
4. Temuan Peneliti Peneliti telah mengumpulkan data-data penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan post test selama pelaksanaan kegiatan penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa pokok temuan penelitian, antara lain: a. Penerapan metode Buzz group dapat meningkatkan kerjasama dan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS. b. Penerapan metode Buzz group ditambah dengan yel-yel kelompok, dan tanyajawab antar kelompok dapat menambah kerjasama dan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS. c. Penerapan metode Buzz group berpengaruh terhadap hasil belajar. Selain meningkatkan kerjasama dan keaktifan siswa, metode ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS. d. Metode Buzz group membutuhkan sistem kontrol yang baik dari guru terutama pada saat siswa berdiskusi di dalam kelompok dan sesi tanya jawab, sehingga seluruh siswa dapat bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok. 5. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan peneliti pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan penerapan metode buzz group dalam pembelajaran IPS di kelas VII C, untuk meningkatan kerjasama dan keaktifan siswa sebagai berikut:
21
1. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Buzz group menjadi ramai terutama saat sesi tanya jawab. Hal ini mengakibatkan kelas lain yang berdekatan dengan kelas VII C menjadi terganggu. 2. Penerapan metode Buzz group membutuhkan banyak waktu, sehingga harus disesuaikan dengan materi maupun alokasi waktu yang tersedia pada jam pelajaran IPS di SMP. 3. Saat menerapkan metode Buzz group dibutuhkan persiapan khusus untuk merancang pembelajaran, supaya penggunaan dan alokasi waktu belajar lebih efisien dan dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: a. Penerapan metode Buzz Group dapat meningkatkan kerjasama siswa. Berdasarkan hasil observasi kerjasama siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 66,25%, sedangkan pada siklus II sebesar 84,06% dan sudah mencapai kriteria keberhasilan. Berdasarkan hasil perhitungan angket juga menunjukkan peningkatan kerjasama siswa pada siklus I sebesar 69% menjadi 77% pada siklus II dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. b. Penerapan metode Buzz Group dapat meningkatkan keaktifan siswa. Berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 51,56%, sedangkan pada silkus II sebesar 75,63% dan sudah mencapai kriteria keberhasilan. Berdasarkan hasil perhitungan angket juga menunjukkan peningkatan keaktifan siswa pada siklus I sebesar 71% meningkat menjadi 78% pada siklus II dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. c. Penerapan metode Buzz Group juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 50%, pada siklus II sebanyak 78,12% dari jumlah siswa sebanyak 32 orang. 2. Implikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika metode Buzz Group diterapkan maka dapat meningkatkan kerjasama siswa, keaktifan siswa, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di kelas VII C SMP Negeri 1 Manisrenggo. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran Buzz Group untuk meningkatkan kerjasama siswa, keaktifan siswa, dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. 22
3. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mempunyai beberapa saran, antara lain: a. Sebaiknya guru melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode Buzz Group agar dapat meningkatkan kerjasama siswa, keaktifan siswa, dan hasil belajar siswa di kelas lain. b. Sebaiknya guru terus berupaya meningkatkan kerjasama siswa, keaktifan siswa, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran, meskipun penelitian telah selesai. c. Pembelajaran IPS sebaiknya menggunakan metode yang variatif, agar siswa tidak bosan dan tertarik untuk mengikuti pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Rohani & Abu Ahmadi. (1991). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Anita Lie. (2008). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia. Evita Martha P. (2012). “Perbedaan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa melalui Metode Diskusi Buzz Group dengan Metode Diskusi Syndicate Group. Skripsi. Universitas Jember. Hamzah B. Uno & Satria Koni. (2012). Assessment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan & Moedjiono. (2006). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperaatif Meningkatkan Kecerdasan antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mahmud Dimyati. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Martinis Yamin. (2007). Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada. Moedjiono & Dimyati. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dam Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Rev. Ed. Bandung: Remaja Rosdakarya. 23
Muhammad Idrus. (2009). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Erlangga. Muhammad Numan Somantri. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nana Sudjana. (2006). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ngalim Purwanto. (1994). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nursid Sumaatmadja. (1980). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alumni. Novia Intantia. (2012).”Penerapan Metode Diskusi Buzz Group untuk Memunculkan Kemampuan Berargumentasi Siswa di Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 6 Bandung (Mengembangkan Materi Kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara dalam Konteks Kebermaknaan Terhadap Situasi Dewasa Ini di Kelas XI IPS 3 S.” Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia (Volume 2 Nomor 2 Tahun 2012). Riduwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sapriya. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sardiman AM. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saripudin. (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dam Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Soerjono Soekanto. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono. (2008). Metode penelitian pendidikan pendekaatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Badung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto, dkk. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabbar. (2009). Evaluasi Program Pendidikan: pedoman teoritis praktis bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sukardjo & Komarudin. (2009). Landasan Pendidikan Konsep & Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers. Suminah. (2013). “Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menerapkan Metode Diskusi Tipe Buzz Group pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV Siswa Sekolah Dasar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013).
24
Sunaryo. (1989). Strategi Belajar Mengajar dalam Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dam Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Supardi. (2011). Dasar-Dasar Ilmu Sosial. Yogyakarta: Ombak. Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama. (2010). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Edisi Kedua. Yogyakarta: Indeks. Zaenal Aqib. (2009). Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya.
25