Artikel Penelitian
Perbedaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Perkotaan dan Daerah Terpencil Mother and Child Health Services Differences in the Urban and Remote Areas
Sori M. Sarumpaet* Bisara L. Tobing** Albiner Siagian*** *Departemen Epidemiologi FKM Universitas Sumatera Utara, **Epi-Treat Unit Lembaga Penelitian dan Pengabdian/Pelayanan kepada Masyarakat Universitas Sumatera Utara, ***Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sumatera Utara
Abstrak Perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia berjalan lamban dan tidak merata. Mutu layanan kesehatan sangat bervariasi karena distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu layanan kesehatan ibu dan anak di daerah pedesaan dan perkotaan. Survei ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mogang yang mewakili daerah terpencil dan Puskesmas Buhit yang mewakili wilayah perkotaan di Kabupaten Samosir. Mutu layanan kesehatan dinilai dengan metode Services Quality. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata skor harapan untuk semua dimensi mutu layanan kesehatan di Puskesmas Buhit dan Puskemas Mogang tinggi. Persepsi pelayanan kesehatan oleh pasien di Puskemas Buhit dan Puskesmas Mogang dimensi tangibility, reliability, emphaty, accessibility, dan affordability yang berbeda (p < 0,05). Tidak ada perbedaan persepsi masyarakat terhadap dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty (p > 0,05). Ada perbedaan nyata antara harapan dan kondisi mutu layanan kesehatan yang dipersepsikan oleh masyarakat pengguna puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang (p < 0,05). Harapan masyarakat pada pelayanan kesehatan puskesmas yang lebih baik antara masyarakat perkotaan dan pedesaan hampir sama. Hal ini mengindikasikan mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak yang diberikan oleh puskemas belum memenuhi harapan masyarakat. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, puskesmas, kesehatan ibu dan anak Abstract The purpose of the study is to understand the quality of service of mother and child health service in both urban and rural areas in District of Samosir. This cross sectional study was conducted in two health center areas representing rural (Puskesmas Mogang) and urban (Puskesmas Buhit) in District of Samosir. In measuring the quality of service, Servqual concept of Albert Parasuraman was used. Result shows that the score for all expectations are high for all of health service dimension both in Puskesmas Mogang and
Puskesmas Buhit. There are differences in perception of patients with regard to tangibility, reliability, empathy, accessibility, and affordability (p < 0,05) between those of Puskesmas Buhit and Mogang. There is no differences in perception of community at large both in Mogang and Buhit regarding tangibility, reliability, responsiveness, assurance, and empathy (p > 0,05). There are significant differences on expectation and the reality of health service quality (p < 0,05) as it perceived by the community in both Puskesmas Buhit and Puskesmas Mogang. Community’s expectations of better health services quality are profound in both urban and rural areas. It is concluded that the existing quality of service not meeting the community expectation. Key words: Health services, primary health center, maternal and child health
Pendahuluan Beberapa tahun terakhir, pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami banyak kemajuan, tetapi perbaikan yang terjadi tidak merata. Di banyak provinsi dan kabupaten, perbaikan pelayanan kesehatan dasar masih terlihat lamban dan sangat bervariasi antardaerah satu dengan yang lain.1 Hal ini antara lain terjadi akibat distribusi tenaga dan sarana kesehatan lain yang tidak merata terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hal tersebut pada gilirannya akan berdampak pada perbedaan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Di sisi lain, kondisi kemiskinan yang meluas, status gizi yang buruk, kondisi geografi yang terisolasi, air bersih yang sulit, dan keberAlamat Korespondensi: Sori M. Sarumpaet, Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Jl. Universitas No.21 Medan, Hp. 0811640351, e-mail:
[email protected]
147
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012
sihan lingkungan yang tidak terpelihara juga turut berperan. Semua keadaan tersebut bersenyawa dengan kondisi sosioekonomi di Indonesia dan pada akhirnya berkontribusi meningkatkan angka kesakitan dan kematian terutama bayi dan ibu di berbagai provinsi. Untuk menjembatani kesenjangan mutu pelayanan kesehatan tersebut diperlukan informasi/data yang memadai dan terkini, yang diperlukan sebagai dasar penyusunan program dan perencanaan pembangunan kesehatan di daerah perkotaan dan pedesaan terutama daerah terpencil. Dengan data dan informasi tersebut, upaya perbaikan dapat dilakukan melalui pengembangan sistem kesehatan masyarakat pada tingkat kabupaten dan kecamatan.2 Untuk itu, diperlukan suatu survei yang mampu mengungkapkan kesenjangan pelayanan kesehatan di daerah perkotaan dan pedesaan terutama di daerah terpencil. Salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang tergolong daerah terpencil menurut kriteria Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) adalah Kabupaten Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui kesenjangan mutu pelayanan kesehatan di daerah pedesaan terpencil dan perkotaan di Kabupaten Samosir. Metode Penelitian ini merupakan survei yang menggunakan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Lokasi penelitian adalah Kabupaten Samosir yang diambil secara acak dari daftar kabupaten terpencil di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Desember 2009. Wilayah kerja Puksesmas Buhit Kecamatan Panguruan mewakili daerah perkotaan dan wilayah kerja Puskesmas Mogang Kecamatan Palipi mewakili daerah pedesaan terpencil. Populasi adalah rumah tangga yang mempunyai balita dan pernah hamil/melahirkan di wilayah kerja puskesmas di perkotaan dan daerah terpencil Kabupaten Samosir. Untuk daerah perkotaan, sampel diambil secara purposive dari 2 desa terpencil di wilayah kerja Puskesmas Buhit. Sementara itu, untuk wilayah terpencil dipilih secara purposive dari 2 desa terdekat ke Puskesmas Mogang. Perkiraan diharapkan akan berada 10% dari proporsi sesungguhnya dengan tingkat kepercayaan 95%. Cara penghitungan yang digunakan adalah dengan perkiraan proporsi populasi menggunakan ketepatan absolut spesifik.3 Diperkirakan proporsi populasi sebesar 50% (proporsi pasien yang puas tidak diketahui). Besar sampel minimum yang dibutuhkan adalah 96 (dibulatkan menjadi 100) untuk setiap kelompok sehingga jumlah sampel untuk setiap puskesmas adalah 100. Responden adalah ibu yang mempunyai balita dan sudah tinggal di desa tersebut minimal 6 bulan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur 148
yang telah diuji coba. Metode deskriptif statistik dipakai untuk menghitung rata-rata dan simpangan baku dari kepuasan dan harapan pada keenam dimensi. Dimensi dari pelayanan yang diharapkan dengan nilai rata-rata tertinggi merupakan pelayanan yang diinginkan pasien. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata kepuasan dan rata-rata harapan dari tiap dimensi dilakukan uji Z (untuk sampel di atas 30) dengan uji 2 sesi pada 5% tingkat kemaknaan. Kriteria keputusan adalah ada kesenjangan yang bermakna jika nilai p < 0,05. Analisis mutu layanan kesehatan dilakukan dengan menggunakan Service Quality (Servqual).4,5 Hasil Secara umum, distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur di wilayah kerja Puskesmas Buhit dan Puskemas Mogang menunjukkan pola yang sama. Jumlah balita pada keluarga responden untuk Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang masing-masing adalah 130 dan 115. Kelompok umur terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Buhit maupun Puskesmas Mogang adalah 5 _ 14 tahun. Hal ini berarti bahwa kelompok anak-anak mendominasi struktur penduduk pada keluarga responden. Hal tersebut beralasan karena populasi dalam penelitian adalah keluarga yang mempunyai anak balita sehingga umumnya keluarga mempunyai anak yang berumur 5 _ 14 tahun. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga responden di wilayah kerja Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang hampir sama yaitu 4,93 untuk Puskesmas Buhit dan 5,07 untuk Puskesmas Mogang. Status Sosial Ekonomi
Secara umum, tingkat pendidikan keluarga responden, ayah dan ibu rumah tangga, lebih tinggi di wilayah kerja Puskesmas Buhit dibandingkan Puskesmas Mogang. Di wilayah kerja Puskesmas Buhit, keluarga responden, suami atau istri, umumnya berpendidikan lulusan SLTA yaitu masing-masing 67,0% dan 66,0%. Di wilayah kerja Puskesmas Mogang, tingkat pendidikan suami atau istri lebih banyak lulusan SD yaitu masingmasing 42,0% dan 37,0%. Hanya sebagian kecil keluarga suami atau istri pada keluarga responden yang berpendidikan perguruan tinggi untuk Puskesmas Buhit (12,0%) dan Puskesmas Mogang (3,0%). Hal yang menggembirakan adalah semua keluarga responden sudah berpendidikan minimal lulus SD, kecuali seorang ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mogang. Umumnya pekerjaan keluarga responden di wilayah kerja Puskesmas Mogang adalah petani/nelayan (96,0%). Di wilayah kerja Pusekesmas Buhit, jenis pekerjaannya sedikit bervariasi. Sebanyak 50,0% suami dan 69,0% istri bekerja sebagai petani/nelayan. Sisanya bekerja sebagai wiraswasta, pegawai negeri sipil (PNS)/pensiunan
Sarumpaet, Tobing & Siagian, Perbedaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Tabel 1. Keluarga yang Pernah Dikunjungi Petugas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang Tahun 2009 Variabel
Kategori
Kunjungan petugas kesehatan
Pernah Tidak pernah Pernah Tidak pernah Tidak tahu Ya Tidak Ya Tidak
Menghadiri penyuluhan Anjurkan berobat ke puskesmas Berobat ke puskesmas lain
dan buruh. Hal tersebut dapat dimaklumi karena wilayah kerja Puskesmas Buhit termasuk Kota Pangururan, ibu kota Kabupaten Samosir, yang mempunyai lebih banyak pilihan pekerjaan dibandingkan di wilayah kerja Puskesmas Mogang yang merupakan daerah pedesaan dan pertanian. Kualitas Layanan Kesehatan
Di wilayah kerja Puskesmas Buhit dan Mogang, pada tahun 2009, keluarga yang mempunyai balita yang pernah dikunjungi oleh petugas kesehatan sekitar 32,0% dan 20,0%. Secara umum mereka menilai kunjungan tersebut baik. Partisipasi masyarakat untuk mengikuti penyuluhan kesehatan masih tergolong rendah. Keluarga balita yang pernah menghadiri penyuluhan kesehatan relatif sangat kecil, di wilayah kerja Puskesmas Buhit hanya 30,0% jauh lebih tinggi dibandingkan di wilayah kerja Puskesmas Mogang (1,00%). Kesibukan bekerja di bidang pertanian menjadi alasan klasik persentase keikutsertaan yang rendah tersebut. Sebagian besar masyarakat tidak menganjurkan orang lain untuk berobat ke puskesmas. Proporsi yang menganjurkan orang lain berobat ke Puskesmas Buhit dua kali lebih besar dibandingkan Puskesmas Mogang. Walaupun dalam penelitian ini tidak ditanyakan alasannya, diduga hal tersebut berkaitan dengan tidak tersedianya peralatan memadai di puskesmas. Sebagai contoh, jika seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas, responden akan menganjurkan dibawa ke rumah sakit dibandingkan puskesmas karena peralatan di puskesmas diperkirakan tidak memadai untuk menangani pasien kecelakaan. Hampir semua keluarga tidak pernah berobat ke puskesmas lain, kecuali ketika berada di luar wilayah puskesmas tempat tinggal (Lihat Tabel 1). Persepsi tentang Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Secara umum, skor rata-rata persepsi untuk 5 dimensi mutu pelayanan kesehatan yang meliputi tangibility, re-
Puskesmas Buhit
Puskesmas Mogang
n
%
n
%
32 68 30 69 1 39 61 3 97
32,0 68, 0 30,00 69,00 1,00 39,00 61,00 3,00 97,00
20 80 1 98 1 17 83 1 99
20,00 80,00 1,00 98,00 1,00 17,00 83,00 1,00 99,00
liability, responsiveness, assurance, emphaty, accessibility, dan affordability berbeda antara harapan dan kondisi kini. Di Puskesmas Buhit dan Puskemas Mogang, skor rata-rata harapan untuk semua dimensi mutu layanan kesehatan lebih tinggi. Hal ini sangat masuk akal karena manusia selalu mengharapkan pelayanan yang lebih baik untuk mendapat kepuasan yang lebih baik.6 Fakta ini menunjukkan bahwa mutu layanan kesehatan masyarakat yang diberikan oleh kedua puskemas belum dapat memenuhi harapan yang mereka idamkan. Terlihat hasil uji beda rata-rata persepsi keluarga terhadap dimensi mutu layanan kesehatan saat ini antara layanan di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang. Ada perbedaan persepsi keluarga terhadap tangibility, reliability, emphaty, accessibility, dan affordability antara pelayanan kesehatan di Puskemas Buhit dan Puskesmas Mogang. Berdasarkan rata-rata skor, persepsi pasien Puskesmas Mogang lebih baik dibandingkan Puskesmas Buhit. Salah satu alasan adalah kenyataan bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mogang mempunyai pilihan fasilitas pelayanan kesehatan yang terbatas dibandingkan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Buhit. Dengan demikian, mereka tidak mempunyai perbandingan tentang penyedia pelayanan kesehatan lain. Sementara, masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Buhit mempunyai pilihan rumah sakit pemerintah, klinik swasta, dan praktik dokter (Lihat Tabel 2). Ada perbedaan yang nyata antara harapan dan kondisi mutu pelayanan kesehatan yang dipersepsikan oleh masyarakat pengguna puskesmas di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang. Masyarakat biasanya menetapkan harapan mutu pelayanan tinggi yang harus diberikan oleh puskesmas. Fakta ini juga mengindikasikan pelayanan kesehatan yang dirasakan kini masih belum memenuhi harapan masyarakat pengguna puskesmas (Lihat Tabel 3). Secara umum, masyarakat di kedua wilayah kerja puskesmas mempunyai harapan terhadap kemutakhiran 149
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012
Tabel 2. Rata-Rata Skor Persepsi Harapan dan Kondisi Keluarga Balita terhadap Dimensi Pelayanan Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang
Dimensi Layanan Kesehatan
Tangibility Reliability Responsiveness Assurance Emphaty Accessibility and affordability
Puskesmas Buhit
Puskesmas Mogang
Rata-rata Skor Persepsi
Rata-rata Skor Persepsi
Harapan
Saat ini
Harapan
Saat ini
8,48 8,18 8,11 8,48 8,05 7,98
6,94 7,21 7,38 7,18 6,80 7,44
8,44 8,21 8,17 8,46 8,04 8,17
7,24 7,50 7,38 7,59 6,76 5,52
Tabel 3. Persepsi Keluarga terhadap Dimensi Layanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang Dimensi Layanan Kesehatan
Rata-rata Skor
Tangibility Reliability Responsiveness Assurance Emphaty Accessibility and affordability
6,94 7,24 7,21 7,50 7,38 7,38 7,18 7,59 6,80 6,76 7,44 5,52
F
Nilai p
6,518
0,012*
6,555
0,011*
0,155
0,694
0,003
0,955
4,314
0,040*
6,660
0,011*
Keterangan: *Signifikan pada α = 0,05
peralatan kedokteran/kesehatan, kebersihan puskesmas, kerapian dokter, petunjuk yang jelas di puskesmas, dan kerahasiaan pemeriksaan pasien (tangibility). Pasien juga menaruh harapan yang besar pada petugas kesehatan agar dapat merasakan apa yang mereka rasakan seperti pengobatan sesuai dengan keluhan pasien, perhatian, dan kemampuan dokter/petugas kesehatan menciptakan rasa nyaman pada pasien (emphaty). Khusus untuk pasien di wilayah kerja Puskesmas Mogang, mereka mangharapkan agar akses mereka ke puskesmas lebih baik. Mereka juga mengharapkan agar dokter tidak melakukan pemeriksaan dan memberikan obat yang tidak perlu ke pasien (accessibility and affordability) (Lihat Tabel 4). Pembahasan Pembangunan kesehatan atau pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada masyarakat di Indonesia belum maksimal.6 Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat kesenjangan status sosioekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Buhit (mewakili daerah perko150
taan) dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mogang (mewakili daerah terpencil/pedesaan). Perbedaan status sosioekonomi akan berdampak pada akses masyarakat ke layanan kesehatan bermutu. Kemampuan suatu rumah tangga untuk mengakses pelayanan kesehatan berkaitan dengan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan serta kemampuan ekonomi untuk membayar biaya pelayanan.7 Hasil ini berbeda dengan temuan lainnya yaitu status ekonomi tidak berhubungan bermakna dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. 8 Masyarakat di pedesaan memiliki akses ke pelayanan kesehatan lebih rendah karena terbatasnya fasilitas kesehatan, rendahnya pengetahuan kesehatan, dan pendapatan yang rendah. Hal senada juga dinyatakan oleh Schur dan Franco,9 bahwa masalah kesehatan pada masyarakat di pedesaan berkaitan dengan pendapatan yang rendah, pemanfaatan fasilitas kesehatan yang rendah, dan kepemilikan asuransi kesehatan yang tidak memadai. Hasil temuan di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa aksesibilitas terutama jarak tidak menjadi penghambat memanfaatkan
Sarumpaet, Tobing & Siagian, Perbedaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Tabel 4. Beda Rata-rata (Zα a) Persepsi Harapan Keluarga terhadap Dimensi Layanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang Dimensi Layanan Kesehatan
Rata-rata Skor
F
Nilai p
8,48 8,44 8,18 8,21 8,11 8,17 8,48 8,46 8,05 8,04 7,98 8,17
0,001
0,972
0,230
0,633
0,879
0,350
0,923
0,338
0,887
0,348
4,662
0,032*
Tangibility Realibility Responsiveness Assurance Emphaty Accessibility and affordability Keterangan: *Signifikan pada α = 0,05
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta.8 Penelitian perbedaan layanan kesehatan antara pedesaan dan perkotaan di Amerika Serikat, Ormond, et al,10 juga menemukan bahwa terjadi kesenjangan akses dan pemanfaatan fasilitas kesehatan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Dalam hal mempersempit kesenjangan mutu layanan kesehatan antara pedesaan dan perkotaan yang dinilai dari indikator kesehatan membutuhkan sistem layanan kesehatan yang inovatif, komprehensif, berbasis masyarakat, dan relatif murah agar terjangkau oleh masyarakat.11 Akses ke pelayanan kesehatan dilihat dari jarak dan waktu tempuh serta biaya yang dikeluarkan untuk mencapai pelayanan kesehatan.7 Tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan yang rendah di pedesaan selain karena jaraknya yang jauh juga berkaitan dengan kunjungan petugas kesehatan ke rumah masyarakat. Sebanyak 80% (di perkotaan 60%) masyarakat di pedesaan mengaku tidak pernah dikunjungi petugas kesehatan. Hal ini membuat masyarakat merasa bahwa petugas kesehatan kurang memperhatikan mereka. Temuan senada juga diperoleh Trimurthy,12 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemanfaatan ulang layanan kesehatan rawat inap puskesmas dengan empati pelayanan petugas kesehatan. Seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang adalah penduduk asli dan dilahirkan di Provinsi Sumatera Utara.13 Umumnya, keluarga responden sudah tinggal di daerah tersebut lebih dari 15 tahun. Harapan masyarakat pada layanan kesehatan puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Buhit dan Mogang hampir sama, seperti ditunjukkan oleh hasil uji beda rata-rata persepsi masyarakat di kedua wilayah kerja puskesmas. Tidak ada perbedaan persepsi masyarakat terhadap dimensi tangibility, reliability, responsiveness,
assurance, dan emphaty, kecuali dimensi accessibility and affordability. Skor rata-rata persepsi harapan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mogang terlihat lebih tinggi dibandingkan di wilayah kerja Puskesmas Buhit. Dokter harus ada sesuai jam kerja di puskesmas dan pasien dilayani sesuai dengan nomor urut pendaftaran. Pasien di kedua wilayah kerja puskesmas mengharapkan dokter menguasai bidangnya dan puskesmas dibuka tepat waktu (reliability). Sementara pasien puskesmas juga berharap agar dokter dan petugas kesehatan bersifat menolong, melayani dengan cepat, dan dapat meyakinkan pasien (responsiveness).14 Kenyataan ini didukung oleh temuan Trimurthy,12 yang mengungkapkan bahwa bukti langsung layanan kesehatan antara lain sifat menolong, cepat melayani, dan tepat waktu berhubungan positif dengan keinginan masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan di puskesmas. Sementara itu, Jian et al,15 mengungkapkan bahwa pendekatan bentuk layanan kesehatan yang berbeda antara pedesaan dan perkotaan berperan mengurangi kesenjangan akses masyarakat ke layanan kesehatan. Fakta ini mengindikasikan bahwa masyarakat di wilayah Puskesmas Buhit tidak terlalu banyak keinginan/harapan berkaitan dengan akses/keterjangkauan ke puskesmas karena puskesmas mudah dijangkau dari seluruh wilayah kerja puskemas. Berbeda dengan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mogang, mereka masih mempunyai harapan puskesmas yang lebih terjangkau atau lebih dekat karena akses ke puskesmas yang sulit, baik dari segi jarak maupun sarana transportasi. Kesimpulan Skor rata-rata harapan untuk semua dimensi mutu layanan kesehatan dibandingkan mutu layanan saat ini di Puskesmas Buhit dan Puskemas Mogang lebih tinggi. 151
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012
Ada perbedaan persepsi keluarga/pasien terhadap tangibility, reliability, emphaty, accessibility, dan affordability antara layanan kesehatan yang dipersepsikan oleh pasien di Puskemas Buhit dan Puskesmas Mogang. Sementara itu, tidak ada perbedaan persepsi masyarakat terhadap dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Terlihat perbedaan nyata antara harapan dan kondisi mutu layanan kesehatan yang dipersepsikan oleh masyarakat pengguna puskesmas, baik di wilayah kerja puskesmas Buhit dan Puskesmas Mogang. Harapan masyarakat pada pelayanan kesehatan puskesmas yang lebih baik hampir sama antara masyarakat di perkotaan dan daerah terpencil. Hal ini mengindikasikan bahwa mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak yang diberikan oleh puskemas belum dapat memenuhi harapan masyarakat.
4. Parasuraman A, Berry, Zeithaml. SERVQUAL: A multiple-item scale
Saran Perlu peningkatan mutu layanan kesehatan kedua puskesmas secara menyeluruh untuk meningkatkan persepsi dan pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Sementara itu, dibutuhkan pendekatan yang berbeda dalam pemberian layanan kesehatan untuk memperkecil kesenjangan akses masyarakat dan mutu layanan kesehatan antara pedesaan dan perkotaan.
health in the United States. Ricketts III. New York: Oxford University
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang mendanai penelitian ini. Daftar Pustaka
1. Badan Pusat Statistik dan Macro International. Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2002. Calverton, Maryland, United States of
Retailing. 1988; 64 (1): 12-40.
5. Landrum H, Prybutok V, Zhang X, Peak D. Measuring IS system, ser-
vice quality with SERVQUAL: users’ perceptions of relative importance of the five SERVPERF dimensions. The International Journal of Emergencing Transdiscipline. 2009; 12.
6. Zahtamal, Restuastuti T, Chandra F. Perilaku masyarakat dan masalah
pelayanan kesehatan ibu dan anak di Provinsi Riau. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2011; 5 (6): 254-61.
7. Sartika RAD. Analisis pemanfaatan program pelayanan kesehatan status gizi balita. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010; 5 (2): 76-83.
8. Sulistyorini A, Purwanta. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di Kabupaten Sleman. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2011; 5 (4): 178-84.
9. Schur C, Franco S. Access to health care. In: Thomas C, editor. Rural Press; 1999.
10. Ormond BA, Zuckerman S, Lhila A. Rural/urban differencies in health care are not uniform across states. National Survey of America’s Families. 2000; B (B-11).
11. Mehryar AM, Aghajanian A, Ahmad-Nia S, Mirzae M, Naghavi M.
Primary health care system, narrowing of rural–urban gap in health indicators and rural poverty reduction: the experience of Iran. Procedings
of the XXV General Population Conference of the International Union for the Scientific Study of Population; 2005 july 18-23; Tours, France; 2005.
12. Trimurthy IGA. Analisis hubungan persepsi pasien tentang mutu pelayanan dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan kesehatan rawat jalan Puskesmas Pandaranan Kota Semarang [tesis]. Semarang: Universitas Dipanegoro; 2008.
13. Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir. Profil kesehatan Kabupaten
Samosir tahun 2008. Samosir: Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir; 2009.
America: Badan Pusat Statistik dan Macro International; 2002.
14. Mangkunegara AAAP. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. Bandung:
sehatan Indonesia 2007. Calverton, Maryland, United States of
15. Jian W, Chan K, Reidpath DD, Xu L. 2010. China’s rural-urban care gap
2. Badan Pusat Statistik dan Macro International. Survei demografi dan keAmerica: Badan Pusat Statistik dan Macro International; 2007.
3. Lwanga and Lameshaw. Metode penelitian kesehatan. 2007.
152
for measuring customer perceptions of service quality. Journal of
Refika Aditama; 2005.
shrank for chronic disease patients, but inequities persist. Health Affairs. 2010; 29: 122189-96.