PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE RECEPTION LEARNING DAN METODE DISCOVERY LEARNING Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Pendidikan Matematika
Disusun Oleh: IMANUDDIN 102017023993
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE RECEPTION LEARNING DAN METODE DISCOVERY LEARNING Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Pendidikan Matematika
Yang Mengesahkan, Pembimbing I
Pembimbing II
Otong Suhyanto, M. Si. NIP. 150 293 239
R. Bambang Aryan S. M.Pd NIP. 131 974 684
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul ”Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Metode Reception Learning Dan Metode Discovery Learning” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam munaqasyah pada hari kamis, tanggal 11 Juni 2009 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S-1 (S. Pd.) dalam bidang Pendidikan Matematika. Jakarta, 12 Juni 2009 Panitia Ujian Munaqasyah Ketua panitia (Ketua Jurusan Pendidikan Matematika) Tanggal
Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 150 277 129 Sekertaris (Sekertaris Jurusan Pendididikan Matematika)
Otong Suhyanto, M.Si NIP. 150 293 239 Penguji I
Dr. Kadir, M. Pd NIP. Penguji II
Abdul Muin, S. Si, M. Pd. NIP. Mengetahui: Dekan, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 150 231 356
Tanda Tangan
ABSTRAK
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE RECEPTION LEARNING DAN METODE DISCOVERY LEARNING MTs MIFTAHUL HUDA TIGARAKSA TANGERANG Nama NIM Program Studi/Jurusan Fakultas Nama Lembaga
: : : : :
Imanuddin 102017023993 Tadris/Pendidikan Matematika Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Guru sebagai pengarang skenario sekaligus sutradara yang mengatur jalannya proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara metode Reception Learning dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika siswa. Pada penelitian ini metode Reception Learning dilakukan dengan menggunakan model Advanced Organizers.. Sample pada penelitian ini adalah 30 siswa pada kelas Reception Learning (model Advanced Organizers) dan 30 siswa pada kelas Discovery Learning. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dan teknik pengambilan sample yang digunakan adalah cluster random sampling. Instrumen penelitian ini berupa tes essay sebanyak 8 (delapan) soal. Koefisien reliabilitas tes 0,827 dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Pada Uji Normalitas dilakukan dengan uji liliefors. Data yang diperoleh adalah kedua kelas berdistribusi normal, karena Lo pada kedua kelas kurang dari L tabel, yaitu 0,0998 pada Reception Learning dan 0,0997 pada Discovery Learning, sedangkan L tabenya sendiri adalah 0,161. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher dan hasil perhitungan diperoleh Fhitung 1,27, sementara Ftabel 1,86 pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan dk pembilang 29 dan dk penyebut 29, karena Fhitung ≤ Ftabel maka dapat disimpulkan kedua kelas adalah homogen. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas Reception Learning adalah 72,90 dan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas Discovery Learning adalah 67,37. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode Reception Learning dengan menggunakan metode Discovery Learning di MTs Miftahul Huda pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Kata Kunci : Metode Mengajar, Reception Learning, Discovery Learning, Hasil Belajar
KATA PENGANTAR
ا ا ا Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam atas nikmat dan anugrahNya-lah, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang meniti jalan perjungannya hingga akhir. Tiada kata yang dapat penulis torehkan lagi, melainkan hanya ucapan terima kasih yang tiada terkira atas bimbingan, dorongan dan masukan-masukan positif atas skripsi ini, lebih khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Keluarga tercinta di Pasirnangka-Tigaraksa, teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ibunda Siti Bariyyah (Alm) yang telah terlebih dahulu meninggalkan penulis dan keluarga tercinta. Cinta, kasih dan sayangmu Ibu, akan selalu ada dalam jiwa anak-anakmu yang selalu rindu belaianmu. Ayahanda Madsuri, yang selalu sabar dan tegar, mengajari akan arti hidup untuk tetap menjalakan tugas dan kewajiban kepada sang Khalik dan tak henti-henti mendo’akan anaknya, adinda Ahmad Syafi’udin, yang selalu memberi spirit untuk hidup sukses, teruslah belajar “dik” agar ibu disana tenang. Paman, bibi, uwak, serta semua keluargaku yang telah memberi do’a, motivasi kepada penulis untuk tetap semangat dalam menggapai asa di UIN tercinta. Semoga Allah SWT membalas semua yag telah dilakukan. Amin. 2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Maifalinda Fatra, M. Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si. Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan juga merangkap sebagai pembimbing I, yang telah membimbing serta memberi masukan yang sangat berharga bagi penulis. 5. Bapak R. Bambang Aryan S, M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Ibu Tita Khalis Maryati, S. Si. M.Kom., selaku dosen pembimbing akademik. 7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Amin. 8. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan, baik perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) maupun Perpustakaan Utama (PU) UIN Jakarta yang telah menyediakan buku-buku refernsi bagi penulis. 9. Bapak Ahmad Dahlan, M. Pd dan Muawanah, M. Pd (Kepala dan Wakil MTs Miftahul Huda Pasirnangka), yng telah memperkenankan dan memfasilitasi penulis untuk melaksanakan penelitian, Bapak Momon Suherman, S. Pd (Guru pamong kelas VIII), yang telah membantu penulis dalam proses penelitian, dan seluruh dewan guru serta karyawan MTs Miftahul Huda Pasirnangka (Bu Delisa, Bu Rahma, Pak Syaiful, Pak Ansori selaku staf harian) yang telah mempermudah penulis melakukan penelitian ini. 10. Sahabat-sahabat terbaikku, Andry, Agus, Dedy, Ery, Wilda, Isfha yang telah memberi motivasi untuk tetap istiqomah, aku akan ingat jasa kalian. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2002 : Ramlah, Sule, Selong, Khusyairi, Buhchori (Lempher), Aef, Dodi, Ipul, Iiq, Ami, Athi, Susilo, Ela, Desul dan seluruh teman-teman angkatan 2002 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dalam berjuang melewati hari-hari kuliah yang penuh suka dan duka.
12. Orang yang bisa mengerti, perhatian dan selalu memberi dorongan dalam penyelesaian skripsi ini adalah Salmah, tak lupa nak kosan alumni TARMUB N’cex, Bancex, Ichanx, Here, Bhafux, Ize, Yeby, Judly yang telah memberikan waktu kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudahmudahan bantuan, bimbingan, arahan, dan do’a yang telah diberikan menjadi amal shaleh dan diterima oleh allah SWT. Serta balasan yang berlipat ganda, amin. Pintu kritik, saran dan ide terkait skripsi ini, akan selalu penulis buka dengan penuh suka cita. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya.
Billahittaufiku Wal Hidayah Wassalamu’alikum. Wr. Wb. Jakarta, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
iv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………….
1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………
7
C. Pembatasan Masalah …………………………………...
8
D. Perumusan Masalah ………………................................
8
E. Tujuan Penelitian ………………………………............
8
F. Kegunaan Penelitian……………………………………
8
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ............................................................
10
1. Hakikat Pembelajaran Matematika ...........................
10
1.1. Pengertian Belajar ..............................................
10
1.2. Pengertian Hasil Belajar ....................................
19
1.3. PengertianMatematika .......................................
21
1.4. Prinsip-Prinsip Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika 1.4.1. Prinsip-Prinsip Belajar ............................
24 24
1.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika ......................
27
2. Hakikat Metode Pembelajaran .................................
31
2.1. Pengertian Metode Pembelajaran .....................
31
2.2. Pengertian Metode Reception Learning
(Belajar dengan Menerima) dengan Model Advanced Organizer..........................................
33
2.3. Pengertian Discovery Learning (Belajar dengan Penemuan) .............................................
35
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Reception Learning dan Metode Discovery Learning ................
38
3.1. Kelebihan Metode Reception Learning dan Discovery Learning ……………………………
38
3.2. Kekurangan Metode Reception Learning
BAB III
BAB IV
dan Discovery Learning ……..………………...
39
B. Kerangka Berpikir ...........................................................
40
C. Hipotesis Penelitian .........................................................
43
METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………….
44
B. Metode Penelitian ………………………………………
44
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .......
47
D. Instrumen Pengumpulan Data .........................................
49
a. Validitas ....................................................................
50
b. Reliabilitas ................................................................
51
c. Taraf Kesukaran .......................................................
52
d. Daya Beda..................................................................
53
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................
53
1. Pengorganisasian Data ..............................................
53
2. Uji Persyaratan Analisis............................................
54
a. Uji Normalitas .....................................................
54
b. Uji Homogenitas .................................................
56
3. Analisis Data ............................................................
56
F. Hipotesis Statistik ...........................................................
57
HASIL PENELITAN A. Deskripsi Data ............................................................... 1. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas
58
Reception Learning...................................................
58
2. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas
BAB V
Discovery Learning...................................................
59
3. Rekapitulsi Data........................................................
61
B. Pengujian Prasyarat Analisis..........................................
62
1. Uji Normalitas ..........................................................
62
2. Uji Homogenitas ......................................................
63
C. Pengajuan Hipotesis ......................................................
64
D. Analisis dan Interpretasi Data .......................................
65
KESIMPULAN DA SARAN A. Kesimpulan ...................................................................
68
B. Saran .............................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
69
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel 1
Kelebihan Metode Reception Learning dan Discovery Learning ……………………………………………………..
Tabel 2
38
Kekurangan Metode Reception Learning dan Discovery Learning………………………………………………………
39
Tabel 3
Desain Penelitian……………………………………………..
47
Tabel 4
Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian…………………………
50
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Reception Learning………………………………………………………
Tabel 6
Distribusi Frekuaensi Nilai Hasil Belajar Discovery Learning………………………………………………………
Tabel 7
Tabel 10
61
Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Uji Lilifors……………………………………………………
Tabel 9
60
Nilai Hasil Belajar Reception Learning dan Discovery Learning………………………………………………………
Tabel 8
58
63
Hasil Uji Homogenitas Data dengan Menggunakan Uji Fisher……………………………………………………..
64
Hasil Uji Hipotesis Data dengan Menggunakan Uji-t……….
65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Grafik Frekuensi Kelas Reception Learning ……………….
59
Gambar 2
Grafik Frekuensi Kelas Discovery Learning ……………….
60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kisi-kisi Instrumen Penelitian .....................................................
72 Lampiran 2
Instrumen Uji Tes Belajar Matematika Pertama.......................... 73
Lampiran 3
Instrumen Uji Tes Belajar Matematika Final...............................
75 Lampiran 4
Kunci Jawaban Instrumen Tes.....................................................
77 Lampiran 5
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes ................................ 80
Lampiran 6
Validitas Butir Soal....................................................................... 83
Lampiran 7
Rekapitulasi Reliabilitas Butir Soal.............................................. 84
Lampiran 8
Skor Jawaban Siswa Secara Kelompok dengan Prosentase 50
%............................................................................
85 Lampiran 9
Indeks Kesukaran dan Daya Beda Butir Soal................................ 86
Lampiran 10 Hasil Belajar Siswa Kelas Reception Learning............................. 87 Lampiran 11 Deskripsi Data Statistik Kelompok Reception Learning............... 88 Lampiran 12 Hasil Belajar Siswa Kelas Discovery Learning............................. 92
Lampiran 13 Deskripsi Data Statistik Kelompok Discovery Learning............... 93 Lampiran 14 Uji Normalitas Kelompok Reception Learning............................. 97 Lampiran 15 Uji Normalitas Kelompok Discovery Learning............................. 98 Lampiran 16 Perhitungan Uji Homogenitas........................................................ 99 Lampiran 17 Perhitungan Uji Hipotesis Penelitian............................................. 101 Lampiran 18 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Reception Learning............. 104 Lampiran 19 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Discovery Learning............. 117 Lampiran 20 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment ................... 129 Lampiran 21 Tabel Distribusi Normal Baku (tabel Z)........................................ 130 Lampiran 22 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Lillifors ............................................ 131 Lampiran 23 Tabel Nilai Persentil untuk Distribusi F ........................................ 132 Lampiran 24 Tabel Nilai Persentil untuk Distribusi t ........................................ 134 Lampiran 25 Surat Keterangan Bimbingan Skripsi
..........................................
135 Lampiran 26 Surat Keterangan Izin Penelitian .................................................. 136 Lampiran 27 Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ................................... 137
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang diperoleh dari orang tua, masyarakat serta lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang berusaha menuntun manusia dalam menentukan arah, tujuan dan makna kehidupan ini. Manusia membutuhkan pendidikan melalui penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya melalui metode pengajaran atau dengan cara lainnya yang telah diakui masyarakat. Pendidikan adalah usaha sadar dan sengaja serta terorganisir guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta perubahanperubahan tingkah laku yang diharapkan, sebagaimana yang terkandung dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah “ilmu struktur yang terorganisasikan”.1 Fungsi mata pelajaran matematika adalah “sebagai alat, pola fikir, dan ilmu atau pengetahuan”. 2 Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika di Sekolah. Adapun tujuan pembelajaran matematika sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa, dan memberikan penekanan pada keterampilan dan penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu pelajaran ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional pada Bab II Pasal 3 yaitu :
1
E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, (Bandung: Tarsito, 1980), hal. 146. 2 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2001), hal. 56.
“Pendidikan nasional berfungsi mengemban kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.3 Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diperlukan adanya pendidik profesional, keberadaannya dalam dunia pendidikan baik yang bersifat formal maupun non-formal berupaya mengembangkan segala potensi sumber daya manusia secara totalitas (intelektual, rasional, perasaan, cipta dan karya manuisa), sehingga peserta didik dapat mengetahui betul akan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, peranan pendidik sangatlah penting, artinya dalam proses belajar mengajar seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menentukan tujuan pendidikan. Berbicara tentang pendidikan memang tidak semudah yang dipikirkan, banyak masalah yang ada di dalamnya, misalnya tentang kualitas. Masalah kualitas pendidikan merupakan salah satu masalah yang krusial, dan ini sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia, diantaranya masalah kuantitas, efektifitas, efisiensi, dan relevansi. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalahmasalah tersebut di atas. Namun, upaya-upaya tersebut masih bersifat umum dan global, belum menyentuh maslah-masalah yang langsung dihadapi di dalam kelas. Disadari atau tidak bahwa sebaik apapun kurikulum pendidikan yang disiapkan, jika tidak diimplementasikan dengan tepat dan benar oleh guru dan siswa di dalam kelas, maka tidak akan memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, agar mendapatkan proses pembelajaran yang lebih optimal, maka guru harus bisa seefektif mungkin dalam menggunakan metode pembelajaran yang dipergunakan. Peran guru dalam pemilihan metode yang tepat dalam pembelajaran akan bisa mendapatkan hasil yang baik bagi siswa. 3
Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, 192 : 7.
Di dalam dunia pendidikan materi-materi sangatlah banyak, salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU), bahkan sampai ke tingkat Perguruan Tinggi (PT). Dalam mempelajari matematika, siswa diajak untuk berpikir secara praktis dan sistematis. Dengan memiliki pola pikir seperti itu akan berguna bagi siswa yang menghadapi berbagai permasalan di dunia kerja kelak. Mengingat sebagian besar lapangan pekerjaan yang ada membutuhkan dasar matematika yang kuat, seperti: asuransi, perdagangan, akuntan, dan lainlain, yang tentunya sangat diharapkan siswa dapat menguasai matematika dengan baik, namun justru sebaliknya, sebagian besar siswa umumnya kurang menguasai matematika bahkan cenderung membencinya. Hal ini diindikasikan karena materi-materi yang terdapat di dalam matematika merupakan bahasan yang serba memerlukan daya pikir yang logis, dan sistematis, seperti himpunan, aljabar, trigonometri dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut, nampaknya matematika merupakan pelajaran yang sukar bagi siswa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Suratini, yang dikutip Muslimah Zahro mengatakan bahwa “pelajaran matematika di sekolah merupakan pelajaran yang tergolong sulit, hal ini ditunjukkan dengan hasil pencapaian keberhasilan siswa pada sub pokok bahasan yang ditunjukkan dari hasil ulangan harian dan tes hasil belajar pada akhir caturwulan tidak lebih dari 60%.”4 Alisuf Sabri mengatakan “diperolehnya nilai-nilai yang rendah pada hasil latihan baik latihan di kelas maupun pekerjaan rumah dan rendahnya hasil ulangan harian atau postest oleh siswa merupakan gejala kesulitan belajar yang nyata. Nilai-nilai rendah yang dicapai siswa inilah yang dapat dijadikan indikator yang kuat tentang adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa.”5 Dari sini kemudian timbulah apa yang disebut kesulitan 4
Muslimah Zahro, Efektifitas Reward Terhadap Prestasi Matematika Anak Usia Sekolah Dasar, Laporan Penelitian, Fakultas Pascasarjana, UGM Yogyakarta (Jakarta: Perpus PDII-LIPI, 1990), hal. 4. 5 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 88-89.
belajar (learning difficulty).6 Kesulitan belajar disini adalah kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap suatu pelajaran di sekolah. Hal ini dapat terjadi pada semua tingkat maupun jenjang pendidikan. Kesulitan tidak hanya dialami oleh siswa berkemampuan rendah, siswa berkemampuan tinggi pun mengalaminya, dan tentunya kesulitan belajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebabnya dapat berasal dari internal siswa maupun eksternal siswa yang keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dan yang lainnya. Orang tua, sekolah, guru maupun lingkungan sekitar siswa dapat menjadi faktor eksternal. Guru mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut untuk dapat menyajikan pelajaran yang mampu menarik minat siswa untuk belajar lebih giat, supaya apa yang dicita-citakan dapat tercapai. Pencapaian dalam proses pembelajaran harus disesuaikan pula dengan metode pengajaran yang relevan, misalnya pada pokok bahasan yang memerlukan alat peraga, maka guru harus menerangkan dengan alat peraga juga. Hal ini dimaksudkan agar materi yang disampikan dapat diserap dengan baik oleh siswa. Jangan sampai bahasan yang memerlukan alat peraga, tetapi guru hanya menerangkan konsep tersebut secara abstrak, maka kemungkinan besar siswa tidak akan menangkap konsep tersebut. Dengan demikian diperlukan metode pembelajaran matematika yang membuat siswa-siswi merasa mudah dan menyenangkan dalam mempelajari matematika. Untuk selanjutnya diharapkan akan memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh peserta didik disetiap jenjang pendidikan untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan matematika diperlukan oleh semua orang untuk kehidupan sehari-hari.7
6
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 1995), hal. 173. 7 Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Test terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September , 2005), hal. 669.
Karena matematika adalah cara atau metode berfikir dan bernalar, serta merupakan pelajaran yang banyak sekali mengandung ide-ide/konsep-konsep yang tersusun secara hirarkis, sebagaimana yang dinyatakan oleh Hudoyo: “Matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif”.8 Hal tersebut di atas menegaskan bahwa pemahaman akan satu konsep matematika akan sangat dipengaruhi oleh konsep sebelumnya. Dengan adanya kenyataan seperti ini, guru diharapkan untuk lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar matematika, agar siswa dapat memahami konsepkonsep atau ide-ide matematika, namun kenyataannya masih banyak hambatan-hambatan yang ditemui, salah satunya adalah lemahnya daya ingat siswa terhadap pokok bahasan yang sudah dikuasai sehingga akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Banyak faktor yang menyebabkan lemahnya daya ingat siswa terhadap materi yang sudah dikuasai yang menurut law of disuse dari Higard dan Bower seperti yang dikutip Syah, “lupa terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihapalkan siswa”.9 Gejala ini menjadikan siswa sulit memahami materi yang diajarkan guru, hal ini menyebabkan siswa tersebut menjadi sulit memahami pelajaran matematika sehingga menjadi tidak tertarik serta acuh tak acuh terhadap matematika. Dalam proses belajar mengajar, daya ingat siswa terhadap materi pelajaran yang sudah dikuasai akan sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa berikutnya. Hal ini dinyatakan oleh Suryabrata: “Pribadi manusia beserta aktifitas-aktifitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruhpengaruh dan proses-proses dimasa yang lampau”.10 Maka amat disayangkan apabila sebagian besar siswa tidak bisa mengaitkan informasi-informasi yang telah diberikan guru terhadap pokok bahasan selanjutnya. Berkaitan dengan 8
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 4. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda karya, 1996), hal. 160. 10 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: CV Rajawali, 1987), hal 43. 9
hal tersebut, maka guru perlu menguasai teori belajar matematika. Pemilihan teori berlajar yang tepat akan memperoleh tujuan belajar yang diharapkan.11 Ada banyak metode pembelajaran yang ada dalam matematika, yang bisa membuat siswa senang dan gembira terhadap matematika, metode yang diterapkan oleh guru baru barguna dan berhasil jika mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun realitanya yang ada penggunaan variasi metode yang diterapkan masih sangat kurang berhasil guna, karena hal tersebut masih dianggap sulit untuk diaplikasikannya, baik oleh guru yang mengajarkannya ataupun siswa yang menerimanya. Dengan demikian, sebagai pendidik perlu menerapkan suatu metode yang lebih efektif kepada peserta didiknya. Setiap metode yang digunakan mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing, tidak ada satu metode pun yang dianggap ampuh untuk segala situasi. Bahkan seringkali terjadi pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode secara bervariasi. Namun dapat pula suatu metode dilaksanakan secara berdiri sendiri, hal ini tergantung kepada pertimbangan situasi belajar mengajar yang relevan. Agar dapat menerapkan suatu metode yang relevan dengan situasi tertentu perlu dipahami keadaan metode tersebut, baik kelebihannya maupun kelemahannya. Salah satu tokoh yang terkenal akan teori belajarnya yaitu Ausubel yang mengemukakan teori bermakna, artinya bahan belajar itu cocok dengan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Untuk itu akan diteliti dua buah aplikasi tentang teorinya yaitu: Metode Reception Learning (belajar dengan menerima) dengan menggunakan model Advanced Organizer dan metode Discovery Learning (belajar dengan penemuan) untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Yang dimaksud metode Reception Learning (belajar dengan menerima) adalah teknik penyajian pengajaran dimana materi yang disajikan 11
Lisnawaty Simanjuntak, dkk., Metode Mengajar Matematika, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 229.
kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan. Adapun Ausubel menerangkan konsep ini dengan model Advanced Organizer. Advanced Organizer sendiri merupakan suatu alat pengajaran untuk mengaitkan bahan-bahan pembelajaran baru dengan pengetahuan awal. 12 Sedangkan metode Discovery Learning (belajar dengan penemuan) akan dilakukan secara terbimbing, dalam artian guru hanya memberikan petunjuk-petunjuk awal yang akan digunakan siswa untuk menemukan konsep dari pokok bahasan. Dalam penelitian ini akan diteliti tentang ada tidaknya perbedaan metode Reception Learning (khususnya model Advanced Organizer) dan metode Discovery Learning pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai
seberapa
besar
perbedaan
pembelajaran
yang
menggunakan metode Reception Learning dengan pendekatan Advanced Organizers dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa, seperti yang dirumuskan dalam skripsi yang berjudul : “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Metode Reception Learning Dan Metode Discovery Learning”.
B. Identifikasi Masalah Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa? 2. Apakah penerapan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning mempengaruhi hasil belajar matematika siswa? 3. Apakah metode Reception Learning dan metode Discovery Learning mempengaruhi hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?
12
Mohamad Nur, Strategi-Strategi Belajar, (Surabaya: UNS, 2000), hal 13.
4. Apakah terdapat perbedaan antara metode Reception Learning dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?
C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada masalah perbedaan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras di kelas VIII MTs. Dalam penelitian ini metode Reception Learning diterapakan dengan model Advanced Organizer.
D. Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara metode Reception
Learning
dan
metode
Discovery
Learning
pada
pokok bahasan Teorema Pythagoras?
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Reception
Learning
dan
metode Discovery Learning pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?
F. Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Untuk guru dan calon guru bidang studi matematika sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan alternatif metode mengajar dalam mengajarkan Teorema Pythagoras pada siswa kelas VIII MTs. 2. Untuk siswa diharapkan mampu mempermudah siswa dalam mempelajari Teorema Pythagoras yang kelak dipergunakan pada pokok-pokok bahasan selanjutnya sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar di sekolah.
3. Untuk sekolah sebagai salah satu usaha untuk menyempurnakan pembelajaran matematika di sekolah sehingga hasil belajar matematika siswa meningkat.
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
G. Deskripsi Teoritis 1.
Hakikat Pembelajaran Matematika
1.1. Pengertian Belajar Belajar
merupakan
kegiatan
manusia
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan perubahan pada diri manusia baik untuk kemampuan intelektual, afektif, kenestetik, bahkan lebih dari itu orientasi utama dari belajar bagi sebagaian besar masyarakat Indonesia diarahkan untuk terciptanya perubahan yang menyeluruh dalam kehidupan manusia belajar itu sendiri yang meliputi segenap kehidupannya, seperti sosial yang dengan belajar mereka memiliki pengakuan dalam masyarakat, ekonomi yang dengan belajar dapat memberikan pendapatan atau kepemilikikan barang yang memadai untuk kehidupan, atau juga politik yang dengannya manusia dapat memiliki kekuasaan. Belajar berlangsung terus menerus dari sejak ia lahir sampai tua. Kegiatan ini sangat penting bagi manusia, dan ini merupakan karakteristik yang dimiliki manusia, hampir semua kecakapan, keterampilan, kegemaran terbentuk dan berkembang disebabkan belajar, dengan belajar manusia akan mampu mengambil keputusan dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan harapan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakatnya. Kehidupan manusia, sejak lahir hingga dewasa takkan terlepas dari perubahan-perubahan, baik dari segi fisik, cara berfikir, sifat-sifat pribadi, dan lain-lain. Perubahan-perubahan ini dapat bersifat menetap tetapi ada juga yang sementara. Perubahan-perubahan yang bersifat menetap atau relatif konstan ini dinilai sebagai belajar sebagaimana dikemukakan oleh Winkel yaitu: “Belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relatif tetap konstan.13 Hal yang sama juga dikatakan oleh Hudoyo bahwa seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Belajar merupakan perubahan pada diri seseorang yang berlaku relatif sama disertai dengan usaha orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakan sesuatu.14 Belajar dalam konsepsi tersebut berarti suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang melibatkan seluruh potensi diri, mental, emosional, fisik, rasa dan sebagainya untuk melatih potensi tersebut sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan yang telah dipelajari, sehingga menjadi kepribadian atau kemampuan yang dimiliki. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang tidak bersifat sementara dan dalam perwujudannya tidak memerlukan pikiran yang relatif lama sehingga terdapat kecenderungan bahwa kemampuan tersebut suatu kemampuan yang manipulatif. Proses tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman dapat pula dikatakan dari arti belajar, sebagaimana ditegaskan oleh Hilgard dan Bower dalam bukunya theories of learning, yang dikutip oleh Purwanto: “Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya: kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)”.15 Sikap yang lahir dari proses belajar adalah perubahan menetap yang dicapai setelah terjadinya pelatihan dan bimbingan secara berkelanjutan, tidak setengah-setengah apalagi parsial, sehingga sikap yang dimiliki tersebut bukan pengaruh dari faktor internal yang ada dalam diri seseorang sekalipun menjadi bagian yang manusiawi, bahwa dengan kekurangan yang dimiliki lantas membenarkan seseorang untuk tidak dapat menguasai kemampuan 13 14 15
W. S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Grasindo, 1996), hal. 53 Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 1. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1984), h. 80.
tertentu jadi selama proses latihan dan atau bimbingan itu terjadi dimungkinkan terjadi perubahan pada diri seseorang dan menetap dalam diri sehingga dapat disebut sebagai sikap. Di samping itu, ada pula sebagian orang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi seperti ini, biasanya mereka cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut, berikut akan disajikan beberapa definisi mengenai belajar dari para ahli, yaitu: a. Ahli belajar modern berpendapat: belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau percobaan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.16 b. Skiner (Educational Psycology: The Teaching-Learning Process), belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. c. Chaplin (Dictionary of Psycology), memberikan dua rumusan tentang belajar, yaitu: •
Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
•
Belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
d. Hintzman, (The Psicology of Learning and Memory), belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.17
16
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1990), h. 21. 17 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos), hal. 60-61.
Pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan demikian proses belajar mengajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.18 Belajar juga merupakan kegiatan yang berproses dan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa, baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah. Oleh karenanya pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik, khusunya para guru. Berdasarkan uraian di atas, bahwa pada diri individu yang belajar telah terjadi:19 a. Perubahan secara aktual dan potensial. b. Perubahan
yang
dapat
dijadikan
dasar
bagi
diperolehnya
kemampuan baru yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang baik dalam jangka waktu yang relatif lama maupun singkat. c. Perubahan itu terjadi karena adanya usaha. Menurut
Purwanto,
dalam
buku
Psikologi
Pendidikannya,
terdapat beberapa pendapat tentang pengertian belajar, yaitu :20 a. Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning mengemukakan
“belajar
berhubungan
tingkah laku seseorang terhadap suatu
dengan
perubahan
situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam 18
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: FP MIPA UPI, 2003), Edisi Revisi, hal. 7. 19 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Pess, 2003), hal. 13. 20 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hal. 85
situasi itu, perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan seseorang sesaat”. b. Gagne dalam buku The Conditional of Learning menyatakan bahwa “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi”. c. Morgan dalam bukunya Introduction of Psychology menyatakan bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. d. Wetherington
dalam
bukunya
Educational
Psychology
mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada
reaksi
yang
berupa
kecakapan,
sikap,
kebiasaan,
kepandaian atau suatu pengertian”. Belajar berarti berubah, dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mampu menjadi mampu. Perubahan akibat hasil belajar tersebut meliputi semua aspek yang ada dalam diri manusia baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Cronbach bahwa seseorang dikatakan belajar jika telah mampu menunjukkan perubahan tertentu pada dirinya.21 Muara belajar adalah perubahan yang setidaknya terukur dari perubahan kemampuan intelektual orang yang belajar, baik atas dasar tidak tahu menjadi tahu, tidak paham menjadi paham. Perubahan itu pula terukur dari sikap yang diwujudkan dari tidak dapat berbuat menjadikan siswa dapat menilai sesuatu dan akhirnya dapat bertingkah
21
David W. Johnson, Educational Psychology, (New York: Prentice Hall Inc., 1983), hal. 315
laku atau bersikap. Perubahan pula dapat terukur dari keterampilan pisik atau kenestetik, dari tidak kompoten atas suatu keterampilan kemudian menjadi sangat terampil melakukan sesuatu dengan anggota pisik yang dimiliki yang semua ketera,pilan tersebut dimiliki setelah proses pelatihan, bimbingan dari proses belajar. Pembelajaran memiliki dua kata yang sangat erat yaitu belajar dan mengajar. Menurut Sudjana belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar
menunjukkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep tersebut menyatu dalam suatu kegiatan yang terjadi di lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Pembelajaran (instruction) itu sendiri berpusat kepada tujuan yang hendak dicapai berdasarkan perencanaan. Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah diprogramkan.22 Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkungan persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber, fasilitas, dan teman sesama, yang dapat difahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif siswa. Proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa. Menurut Morgan suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri sebagai berikut : 1. Belajar adalah perubahan tingkah laku
22
David W. Johnson, Educational Psychology…, hal. 14
2. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan. 3. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk jangka waktu yang cukup lama.23 Sementara itu menurut Wittig yang dikutip oleh Syah proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu :24 1. Acquasistion (tahap perolehan/penerimaan informasi), pada tahap ini siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan memberikan respon sehingga ia memiliki pamahaman atau perilaku baru. Tahap ini merupakan tahapan yang paling mendasar, bila pada tahap ini kesulitan siswa tidak dibantu maka ia akan mengalami kesulitan untuk tahapan berikutnya. 2. Storage (tahap penyimpanan informasi), pemahaman dan perilaku baru yang diterima siswa secara otomatis akan disimpan dalam memorinya yang disebut ingatan jangka pendek atau ingatan jangka panjang. 3. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), jika seorang siswa mendapatkan pertanyaan mengenai materi yang telah diperolehnya maka ia akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang dihadapinya. Tahapan ini merupakan peristiwa mental dalam rangka mengungkapkan kembali informasi, pemahaman, pengalaman yang telah diperolehnya. Gambaran tersebut memberikan arah yang tegas bahwa proses yang terjadi bukanlah proses yang dengan sendirinya terjadi, tetapi proses dengan tahapan-tahapan
yang
sangat
kompleks
sehingga
membutuhkan
pendampingan, bimbingan, dan pengarahan sehingga informasi, pesan, dan pengetahuan baru yang dimiliki siswa dapat diterima dengan baik dan dapat
23
http://www.ut.ac.id/ol-supp/fkip/pgsm3803/hakikat.htm. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendidikan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) hal. 112-113. 24
tinggal lama dalam memori siswa dan pada akhirnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam diri. Menurut Sudjana dalam proses belajar mengajar ada 4 (empat) unsur utama, yaitu: 1. Tujuan merupakan arah dari proses belajar mengajar. 2. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. 4. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki perencanaan yang matang yang meliputi seluruh rangkaian yang akan akan dilaksanakan selama proses interaksi edukasi berlangsung serta langkah-langkah dan strategi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Perencanaan pembelajaran yang dalam prakteknya diwujudkan dalam bentuk RPP atau perangkat
pembelajaran,
piranti
inilah
yang
secara
keseluruhan
menggambarkan mekanisme pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam kelas, diantara perangkat pembelajaran yang dirumuskan dalam RPP tersebut adalah ditentukannya pendekatan, model, metode, strategi, alat, media, materi, dan penilaian pembelajaran. Metode merupakan salah-satu bagian yang terpenting diantara sekian banyak piranti yang ditentukan, karena dengan metode inilah guru selaku fasilitator pembelajaran melakukan proses transpormasi pengetahuan kepada siswa. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut dengan metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan
bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik.25 Dalam kenyataannya metode mengajar yang dipergunakan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa berbeda dengan cara ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan. Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berpikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri di dalam menghadapi segala persoalan. Metode mengajar apapun akan efektif bila dipakai tepat sesuai dengan kemampuan siswa serta tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian maka tujuan pembelajaran yang terarah pada kognitif, afektif, dan psikomotorik masing-masing memiliki kesesuaian dengan metode pembelajaran yang ada berarti tidak semua metode relevan dengan semua ranah tujuan pembelajaran yang ada. Dari situlah kemudian guru harus merefleksikan pembelajaran yang diampuh untuk dapat menguasai sebanyak mengkin metode pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak hanya bersifat dinamis tetapi juga mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Banyak tokoh pendidikan yang mengemukakan teori belajar yang tujuannya untuk membantu mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa.26 Salah satunya bernama Ausubel, ia mengajukan pendapat tentang bagaimana cara guru atau instruktur dapat mengatur kondisi yang dapat memfasilitasi pembelajaran kepada siswa. Menurutnya, bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna, artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Struktur kognitif yaitu organisasi, kejelasan, dan stabilitas pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dengan kata lain, pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada sedemikian hingga konsep-konsep 25 26
Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 1 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran ..., h. 27.
baru dapat dipelajari dengan baik. Dengan demikian, intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Jelas pula kiranya, matematika sebagai suatu pengetahuan yang tersusun menurut struktur, disajikan kepada siswa dengan cara yang lebih bermakna sebagaimana diutarakan oleh Ausubel. Belajar yang bermakna tidak sama dengan belajar dengan menghapal. Belajar dengan menghapal berarti bahwa belajar dikerjakan dengan mekanis, sekedar suatu latihan mengingat tanpa pengertian, jika matematika dipelajari dengan hapalan, maka siswa akan menjumpai kesulitan, sebab bahan pelajaran yang diperoleh dengan hapalan belum “siap pakai” untuk menyelesaikan masalah, bahkan juga dalam situasi-situasi yang mirip dengan bahan pelajaran yang dipelajari. Ausubel yakin bahwa belajar harus secara deduktif yaitu belajar dari hal yang umum kepada hal yang khusus dan bukan secara induktif (dari hal yang khusus kepada yang umum) seperti yang dikemukakan Bruner.
1.2. Pengertian Hasil Belajar Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang respons hasil pengukurannya tergolong pendapat, yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah. Soedijarto, menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Briggs, berpendapat bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.27
27
Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar..., hal. 671.
Menurut Sudjana “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.”28 Menurut Nasution, “Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada tingkah laku individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga dalam bentuk
kecakapan,
kebiasaan,
sikap,
pengertian,
penguasaan,
dan
penghargaan dalam diri pribadi individu yang belajar.”29 Selanjutnya hasil pembelajaran adalah suatu hasil dari proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dan siswa, dan pembelajaran akan dapat dikatakan berhasil apabila materi yang disampaikan dapat diterima oleh siswa dan dapat diaplikasikan pada suatu hasil yang maksimal. Bila proses belajar dan mengajar dapat dioptimalkan sesuai dengan teorinya maka hasil belajar dapat diharapkan akan meningkat. Hasil belajar menurut Sudjana adalah kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah memperoleh pengalaman belajar.30 Pengalaman belajar tersebut dapat diperoleh dari suatu proses kegiatan penyampaian pengetahuan atau pengalaman yang disebut mengajar. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar matematika adalah prestasi yang diperoleh dalam mempelajari mengenai konsep-konsep dan struktur yang terdapat di dalam matematika. Akan tetapi hasil belajar tidak dimaksudkan hanya untuk menunjukan kemampuan-kemampuan, tetapi juga memberikan umpan balik bagi siswa maupun guru. Bagi siswa umpan balik ini akan memberikan informasi untuk mengetahui apakah dirinya telah berhasil ataupun gagal dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Adapun bagi guru, hasil belajar diharapkan dapat memberikan informasi mengenai suksesnya metode pembelajaran yang telah disampaikan. Hal ini sebagai masukan bagi guru untuk mengetahui metode pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran selanjutnya. 28 29 30
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 3 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Jemmars, 1986), hal. 82 Nana Sudjana, Penilaian Hasil..., hal. 2
1.3. Pengertian Matematika Matematika adalah “ilmu tentang struktur yang terorganisasi”.31 Matematika merupakan kata yang universal, seperti mathematich (Inggris), mathamatik
(Jerman),
mathematique
(Perancis),
matematico
(Italy),
matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) yang semuanya itu berasal dari bahasa latin “mathematica” yang diambil dari perkataan Yunani “matematike” yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata “matehema” yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Istilah “mathematike” sangat berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu “mathanein” yang mengandung arti belajar dan berfikir. 32 Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, dipandang dari pengetahuan dan pemahaman yang masing-masing yang berbeda. Ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika itu adalah bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional, matematika adalah metode berfikir logis, matematika adalah sarana berfikir, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran, matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, matematika adalah aktifitas manusia. Di bawah ini beberapa para ahli matematika yang mengungkapkan definisi tentang matematika, diantaranya: 1. Johnson dan Rissing dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, 31
E. T. Ruseffendi, Pembelajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, (Bandung: Tarsito, 1980), hal. 146. 32 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran ..., hal. 15 – 16.
matematika
itu
adalah bahasa
yang menggunakan
istilah
yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.33 2. James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis, dan geometri.34 3. Lerner mengatakan bahwa matematika sebagai bahasa simbolis dan juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.35 4. Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berfikir.36 5. Reys dkk dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.37 Berdasarkan etimologis, matematika berarti “Ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih penekanan
aktivitas
dalam
dunia
rasio
(penalaran)
siswa
dengan
menggunakan logika, sedangkan dalam ilmu lain lebih penekanan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Siswa yang mempelajari matematika berarti mempelajari suatu bahasa khusus yang dilambangkan dengan simbol-simbol khusus pula yang berbeda
33
Ismail, dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), hal. 1.3 34 Ismail, dkk, Kapita Selekta........ , hal. 1.3 35 Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet. ke-2, hal. 252. 36 Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan..., hal. 252 37 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,...... hal. 16 – 17.
dari bahasa verbal yang biasa. Dalam hal ini Suriasumantri berpendapat bahwa “Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan”. Lambang-lambang matematika bersifat ‘atifisial’ yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.38 Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika adalah masa bayi dari matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika. Matematika adalah ilmu dasar yang tidak pernah lepas dari kehidupan, dengan simbolnya maka manusia dengan mudah dapat melihat matematika sebagai bagian dalam kehidupan dengan logikanya maka matematika dapat menjelma sebagai suatu paradigma berfikir yang dapat menuntun manusia mengarungi kehidupan. Banyak moment yang terjadi sehingga setiap manusia memiliki persepsi yang beragam akan matematika. Di lembaga pendidikan, matematika memiliki karakternya sendiri sehingga siswa yang belajar atau mengkajinya pun memiliki asumsi yang berbeda, ada diantara siswa berasumsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, adapula yang berasumsi bahwa matematika adalah pelajaran yang mudah, tetapi tidak sedikit diantara para pelajar memberikan asumsi bahwa matematika juga merupakan pola berfikir yang akan memberikan tuntunan kepada setiap orang yang mengkajinya sehingga memiliki panduan dalam menjalankan hidup. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya dalam matematika itu sesungguhnya terdapat simbol, bentuk, susunan, konsep, besaran yang pada hakikatnya memberikan sebuah acuan untuk dapat mengorganisasikan sesuatu, dapat memikirkan sesuatu, dan dapat memberikan bukti atau realita dari persoalan yang ada dalam kehidupan. Manusia dapat berfikir cermat dan mudah memecahkan masalah serta tidak mudah berputus asa apabila persoalan hidup datang menghadang. Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika 38
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1990), hal. 190.
mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep yang satu sama lain saling berhubungan, juga merupakan pola proses berfikir, pengorganisasian, dan pembuktian yang logis.
1.4. Prinsip-Prinsip Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajar Matematika 1.4.1. Prinsip-prinsip Belajar Untuk memperoleh pengertian belajar lebih jauh, berikut ini akan dikemukakan beberapa prinsip-prinsip belajar antara lain sebagai berikut: a.
Kematangan Jasmani dan Rohani Salah satu
prinsip utama belajar adalah harus mencapai
kematangan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkatan yang dipelajarinya. Kematangan jasmani yaitu telah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya telah cukup kuat untuk melakukan kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar, misalnya kemampuan berfikir, ingatan, fantasi dan sebagainya. Dalam konteks pembelajaran dewasa ini kematangan jasmani dan rohani terwujud dalam kerangka kecerdasan spiritual dan kenestetik, dengan demikian dalam diri siswa semua bagian dalam diri dimungkinkan berubah karena proses pendidikan. Oleh karena itu maka dalam rencana strategi (renstra) pendidikan nasional poin kecerdasan sritual dan kenestetik ini mendapatkan prioritas yang utama selain kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual.
b.
Memiliki Kesiapan Setiap orang yang hendak melakukan kegiatan belajar harus
memiliki kesiapan yakni dengan kemampuan yang cukup, baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar. Kesiapan fisik berarti memiliki tenaga cukup dan kesehatan yang baik, sementara kesiapan mental
berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk melakukan kegiatan belajar. Belajar tanpa kesiapan fisik, mental dan perlengkapan akan banyak mengalami kesulitan, akibatnya tidak memperoleh hasil belajar yang baik. Menjadi catatan penting bagi guru dalam proses pembelajaran termasuk diantaranya pembelajaran matematika, bahwa guru harus dapat mengidentifikasi secara personal kesiapan siswa tersebut sehingga menjadi sebuah informasi yang valid untuk dapat melakukan proses pembelajaran dengan kesiapan yang dimiliki siswa.
c.
Memahami Tujuan Setiap orang yang belajar harus memahami apa tujuannya, ke mana
arah tujuan itu dan apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting dimiliki oleh orang yang belajar agar proses yang dilakukannya dapat cepat selesai dan berhasil. Belajar tanpa memahami tujuan dapat menimbulkan kebingungan pada orangnya, hilang gairah, tidak sistematis, atau asal ada saja. Orang yang belajar tanpa tujuan ibarat kapal berlayar tanpa tujuan, terombang-ambing tak tentu arah yang dituju sehingga akhirnya bisa terlanggar batu karang atau terdampar di suatu pulau. Rumusan tujuan yang akan dicapai dalam
setiap proses
pembelajaran harus pula memperhatiakn kondisi siswa dalam artian bahwa ada singkronisasi antara proses pelajar yang dijalani siswa dengan capaian yang belajar, yaitu tujuan pembelajaran. Tidaklah berlebihan atau mungkin menjadi salah satu strategi pembelajaran apabila guru berinisiatif memulai proses pembelajaran dengan menguraikan terlebih dahulu tujuan yang akan dihasilakn dari proses pembelajaran serta manfaat yang dapat dirasakan siswa setelah mencapai tujuan pembelajaran yang dimaksudkan.
d.
Memiliki Kesungguhan Orang
yang
belajar
harus
memiliki
kesungguhan
untuk
melaksanakannya. Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Selain itu akan banyak waktu dan tenaga terbuang percuma. Sebaliknya, belajar dengan sungguh-sungguh serta tekun akan memperoleh hasil yang maksimal dan penggunaan waktu yang efektif. Prinsip kesungguhan sangat penting, artinya biarpun seseorang itu sudah memilik kematangan, kesiapan serta mempunyai tujuan yang kongkret dalam melakukan kegiatan belajarnya, tetapi tidak memiliki kesungguhan sama juga sia-sia, akibatnya akan memperoleh hasil yang kurang maksimal. Kesungguhan ini dapat dilihat dari kesiapan siswa serta tingkat konsentrasi siswa selama mengkuti proses pembelajaran. Terdapat beberapa siswa yang dapat bertahan dengan konsentrasi yang baik dalam menerima pelajaran, namun demikian dimungkinkan pula terdapat beberapa siswa yang akhirnya menurun konsentrasinya sebagai dampak dari beberapa faktor seperti, jenuh, lelah, tidak siap, kurang sehat, kurang mampu dalam kognitif atau bentuk lainnya sebagai manifestasi dari kurangnya kesungguhan pada diri siswa. Kesungguhan atau motivasi ini harus diperhatikan dengan baik oleh guru, sebab hasil akhir pembelajaran juga dapat dicapai dengan senantiasa memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa sehingga kesungguhannya dalam belajar senantiasa terpacu.
e.
Ulangan dan Latihan Prinsip yang tak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan.
Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Sebaliknya belajar tanpa diulang, hasilnya akan kurang memuaskan. Bagaimanapun pintarnya seseorang jika tidak mengulang apa yang telah didapatkan
lambat laun akan sirna apa yang telah ada dalam ingatannya. Karena mengulang pelajaran adalah salah satu cara untuk membantu berfungsinya ingatan.39 Mengulang materi pelajaran kontribusi yang sangat besar terhadap kesuksesan belajar, dalam sebuah prinsip psikologi dikenal sebuah pemahaman bahwa (5 x 3) lebih baik dari pada (3 x 5) dengan makna bahwa lima kali mengulang pelajaran dalam tiga hari lebih baik dari pada tiga kali mengulang dalam lima hari. Proses mental dalam mengulang pelajaran akan memberikan daya ingat lebih lama bagi memori siswa, oleh karenanya semakin sering siswa mengulang pelajaran yang telah diberikan memungkinkan siswa untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam proses pembelajaran, demikian pula dengan latihan.
1.4.2. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Pembelajaran
Matematika Pembelajaran secara umum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi yang ada diluar individu. Menurut Slameto dalam bukunya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, membagi faktor internal ke dalam tiga faktor: faktor jasmaniyah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor eksternal dikelompokan juga tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor tersebut di atas: a. Faktor Internal 1) Faktor Jasmaniyah 1.1) Faktor Kesehatan
39
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, hal. 51-54
Kesehatan adalah “keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya.”40
Kesehatan
merupakan
penunjang
keberhasilan dalam belajar seseorang, sehingga haruslah setiap orang untuk mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi, dan ibadah.
1.2) Cacat Tubuh Cacat tubuh ialah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan.41
2) Faktor Psikologis 2.1) Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
2.2) Minat Minat
adalah
kecenderungan
yang
tetap
untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat, besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat siswa, akan berdampak terhadap proses belajar yang kurang baik bagi siswa, karena tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya pelajaran yang sesuai dengan minatnya maka akan timbul untuk mencapai keberhasilan dalam belajarnya. 40
Purwadarnimta, W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2, hal. 55. 41
2.3) Bakat Pengertian yang dikemukakan oleh Purwanto dalam bukunya psikologi pendidikan menyebutkan bahwa bakat berarti kecakapan pembawaan yaitu mengenai kesanggupan (potensi) tertentu.42
2.4) Motivasi Motivasi
adalah
segala
sesuatu
yang
menjadi
pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.43 Dari alasan timbulnya motivasi terdapat dua macam motivasi, yaitu: 2.4.1) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena adanya stimulus dari luar. 2.4.2) Motivasi
Intrinsik
adalah
motivasi
yang
timbulnya dari dalam diri sendiri. 2.5) Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. 3) Faktor Kelelahan Kelelahan dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelalahan rohani. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. 42
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 57 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 129. 43
Sedangkan kelalahan rohani dapat dilihat dari adanya kelesuan dan
kebosanan
sehingga
minat
dan
dorongan
untuk
menghasilkan sesuatu hilang.
b. Faktor Eksternal 1) Faktor Keluarga Hubungan antara anggota keluarga yang kurang harmonis dapat membuat suasana yang kurang komunikatif, sehingga anak kurang semangat dalam belajar. Misalnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasan rumah, dan pengertian orang tua.
2) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode belajar mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, alat pelajaran dan tugas rumah yang diberikan oleh guru. 3) Faktor Masyarakat 3.1) Teman Bergaul Anak perlu bergaul dengan anak yang lain, untuk mengembangkan sosialisasi diri, tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapat teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan yang tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
3.2) Mas Media
Mas media yang baik memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dan belajarnya. Sebaliknya mas media yang buruk akan berdampak buruk pula terhadap siswa dan belajarnya. Maka dari itu perlu kiranya siswa mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari orang tua dan pendidik baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
3.3) Bentuk Kehidupan Masyarakat Bentuk
kehidupan
masyarakat
adalah
keadaan
lingkungan tempat tinggal yang ada di sekitar siswa. Siswa akan mudah terpengaruh oleh berbagai bentuk kehidupan masyarakat sekitar, pengaruh itu ada yang positif dan ada juga yang negatif. Untuk menghindari kepada dampak yang negatif, maka perlu mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak atau siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
3.4) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat adalah kegiatan siswa yang diikuti siswa dalam lingkungan masyarakat. Seperti les olahraga, kesenian les piano dan sebagainya. Hal itu baik terhadap perkembangan pribadi siswa. Hanya saja yang perlu diperhatikan jangan sampai mengabaikan jadwal belajarnya.
2. Hakikat Metode Pembelajaran 2.1. Pengertian Metode Pembelajaran Metode menurut bahasa adalah suatu cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu, sedangkan metode mengajar merupakan cara penyampaian materi ajar yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya di
dalam kelas. Sebagaimana Hudoyo mengatakan yang telah dikutip oleh Baso Lintang Sappaile bahwa metode mengajar adalah suatu cara atau teknik mengajar topik-topik tertentu yang disusun secara teratur dan logis.44 Metode pembelajaran juga merupakan suatu pengetahuan tentang caracara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik.45 Sehingga siswa dapat lebih mudah menguasai materi ajar dan proses pembelajaran pun dapat lebih menyenangkan. Lebih lanjut Surakhmad menegaskan sebagaimana yang telah dikutip oleh B. Suryosubroto dalam bukunya bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pembelajaran atau soal bagaimana teknisnya suatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-muridnya di sekolah.46 Hal ini harus dilakukan oleh guru atau pemateri yang tujuannya agar apa yang akan disampaikan tepat dengan tujuan pembelajaran, siswa lebih menyenangkan dalam belajar, fokus terhadap materi yang pada akhirnya dapat menyerap dan diterapkan untuk kehidupan sehari-hari. Jelaslah bahwa metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan tertentu. Semakin tepat metodenya, diharapkan semakin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Penerapan suatu metode atau strategi dalam belajar mengajar yang tepat bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Oleh karenanya, untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik, tugas guru adalah memilih metode yang tepat. Ketepatan penggunaan metode mengajar harus sesuai atau relevan dengan tujuan, isi atau materi, kemampuan guru, keadaan siswa, dan perlengkapan atau fasilitas sekolah.
44
Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Tes Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September, 2005), hal. 672. 45 Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal 1 46 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 33
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapatlah ditarik benang merang tentang metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien, dan metode tersebut tentu harus dapat menarik perhatian siswa serta menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar sehingga mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
2.2. Pengertian Metode Reception Learning (Belajar dengan Menerima) dengan Model Advanced Organizer. Metode Reception Learning (belajar dengan menerima) adalah metode pembelajaran dengan pola materi yang disajikan kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir berupa rumus atau pola bilangan.47 Menjabarkan metode Reception Learning, Ausubel menggunakan model Advanced Organizer. Ausubel berpendapat48 bahwa setiap pelajaran harus selalu dimulai dengan Advanced Organizer, yakni sebuah pernyataan perkenalan yang berkaitan dengan konsep-konsep sebelumnya, akan tetapi cukup untuk sebagai pengantar dari materi yang akan dibahas. Model Advanced Organizer ini mempunyai tiga tujuan, yakni: a. Model ini langsung memberikan perhatian atas apa yang paling penting pada materi selanjutnya. b. Model ini memberikan garis besar hubungan antara ide-ide yang akan dipresentasikan. c. Model ini juga mengingatkan bahwa mengenai informasi relevan yang telah ada diingatan. Dengan demikian, sebelum guru menerangkan suatu konsep baru, sebelumnya guru harus mampu mengaitkan konsep itu ke dalam konsep yang telah diajarkan sebelumnya, dan guru juga mampu membuat garis-garis besar dari konsep materi baru sehingga ketika menerangkan kepada siswa menjadi terorganisir dan terarah. 47 48
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,........... hal. 204. http://www.duq.edu//~tomei/ed711psy/c_ausub.htm
Dikatakan pula bahwa Advanced Organizer adalah alat pembelajaran yang menjembatani dan menghubungkan informasi lama dengan sesuatu yang baru. Aspek-aspek yang terdapat dalam Advanced Organizer adalah: a. Memberikan struktur informasi baru kepada siswa. b. Merupakan pengantar dari pelajaran, unit, atau latihan yang akan diberikan. c. Memotivasi siswa untuk mentrasfer apa yang mereka telah ketahui kepada sesuatu yang akan dipelajari. d. Para guru harus mengetahui prioritas pengetahuan awal yang sebelumnya dimiliki siswa. Metode Reception Learning dalam pelaksanaannya mirip dengan metode ekspositori, yaitu suatu metode yang merupakan penyampaian informasi secara satu arah, dimana guru berbicara memberi materi ajar secara aktif dan peserta didik mendengarkan atau menerimanya. Hudoyo menyatakan bahwa ciri metode ekspositori adalah guru berbicara terus menerus di depan kelas, sedang para siswa sebagai pendengar. Agar metode reception learning efektif dan efesien, Wijaya menyarankan guru untuk:49 a. Melakukan kegiatan pendahuluan sebelum bahan baru diberikan, dengan cara: menjelaskan tujuan, mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas, memancing pengalaman siswa yang cocok dengan materi yang akan dipelajari. b. Menyajikan pelajaran secara sitematis, kegiatan belajar diciptakan secara variatif, membangkitkan motivasi belajar secara terus menerus selama pelajaran berlangsung, menggunakan media pembelajaran yang variatif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. c. Menutup pelajaran pada akhir pelajaran dan yang perlu diperhatikan adalah mengambil kesimpulan dari semua pelajaran yang telah diberikan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi
49
Baso Intang Sapaile, Pengaruh Metode Mengajar...., h. 674-675
materi yang telah diberikan, melaksanakan penilaian secara komprehensif untuk mengukur perubahan tingkah laku. Berdasarkan hal-hal tersebut, metode reception learning terletak pada peranan guru dalam penyajian materi pembelajaran dan dalam mengelola proses pembelajaran. Proses pembelajaran lebih mudah dikendalikan oleh pengajar sehingga bisa lebih terarah pada proses pembelajaran yang berlangsung. Guru berperan sebagai penyampai informasi sebanyakbanyaknya kepada siswa, dan siswa sebagai pendengar, pencatat dan penghafal informasi yang diberikan oleh guru. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan metode reception learning adalah suatu metode mengajar yang penyampaiannya dilakukan oleh guru secara satu arah, yaitu dari guru kepada siswa dan menitikberatkan siswa lebih difokuskan untuk menerima, mencatat dan menghapalkan materi yang disajikan oleh guru sampai dalam bentuk akhir (rumus).
2.3. Pengertian Discovery Learning (Belajar dengan Penemuan) Discovery berasal dari kata “discover” yang berarti menemukan, dan “discovery” adalah penemuan.50 Secara umum discovery didefinisikan sebagai cara memperoleh pengetahuan bagi seseorang dengan menggunakan sumber-sumber intelektual dan fisik. Sedangkan discovery secara sempit adalah belajar yang terjadi sebagai sebuah hasil dari learning manupulating, structuring, and transforming information (perubahan informasi) sehingga siswa menemukan informasi baru.51 Menurut Bruner yang dimaksud dengan discovery learning adalah murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning atau ekspository learning, dimana guru menerangkan semua informamsi dan murid mempelajari semua
50
Jhon M. Echols, dkk,. Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), hal. 185 Fredirick H. Bell, Teaching and Learning Mathematich (In Secondary School), (Lowa: Wm. C. Brown Company, 1981), hal. 241 51
bahan atau informasi itu.52 Djiwanduno dalam bukunya psikologi pendidikan mengemukakan bahwa metode discovery learning adalah suatu prosedur mengajar dimana guru memiliki peranan penting untuk menciptakan situasi, dimana siswa dapat belajar sendiri dari pada memberikan paket yang berisi informasi atau pelajaran kepada siswa. Metode Discovery Learning (belajar dengan penemuan) merupakan proses belajar yang memungkinkan siswa menemukan untuk dirinya melalui suatu rangkaian pengalaman-pengalaman kongkret, bahkan yang dipelajari tidak disajikan di dalam bentuk final, siswa diwajibkan melaksanakan beberapa aktifitas mental sebelum itu diterima ke dalam struktur kognitifnya.53 Merupakan suatu dorongan bagi seorang manusia bahwa ia suka bekerja sendiri bilamana mungkin. Karena itu, belajar haruslah aktif, tidak sekedar pasif saja menerima apa yang diberikan. Dapat diharapkan, jika siswa aktif melibatkan dirinya dalam menemukan suatu prinsip dasar, siswa itu akan mengerti konsep tersebut lebih baik, ingat lebih lama dan akan mampu menggunakan konsep tersebut di konteks yang lain. Lebih lanjut siswa akan menunjukan kegembiraan dan minat yang akan membawa siswa untuk mencari hubungan-hubungannya. Secara ekstrim, siswa benar-benar seorang “penemu” yang aktif menemukan berdasar pandangannya sendiri, namun metode seperti ini tidak mungkin dilaksanakan yaitu apabila guru hanya bertindak sebagai seorang pengawas yang pasif sedangkan siswanya harus belajar dengan caranya sendiri. Karena apa yang dihadapi siswa itu adalah benar-benar hal yang baru maka siswa memerlukan bimbingan dari guru. Beberapa petunjuk atau instruksi perlu diberikan kepada siswa apabila siswa tidak menunjukan kemampuan. Hal-hal yang baru diharapkan bisa ditemukan oleh siswa dapat
52 53
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan..., hal. 41 Erman Suherman, dkk , Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer...., hal. 93-94
berupa konsep, teorema, rumus, pola, aturan, dan sejenisnya.54 Jadi metode Discovery Learning dalam penelitian ini dilakukan secara terbimbing. Setiap sesuatu yang dilakukan di dunia ini, pastinya ingin mendapatkan hasil yang baik dan maksimal. Dan untuk mendapatkan itu semua perlu adanya sebuah cara atau proses yang harus ditempuh untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning, langkah yang ditempuh guru adalah menyatakan masalah kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian itu dengan intruksi-intruksi seminimal mungkin, sedangkan siswa mengkuti intruksi yang sedikit itu, dan berusaha menemukan sendiri penyelesaiannya. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh siswa adalah:55 a. Memahami masalah b. Memproses data atau menyederhanakan masalah c. Melihat pola yang terjadi dan membuat dugaan d. Menguji dugaan tersebut e. Mengeneralisasikan atau menyatakan dalam bentuk umum Selain cara atau langkah yang harus dilakukan siswa di atas, ada pula langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru dalam menggunakan metode discovery learning, langkah-langkah itu sendiri menurut Taba sebagaimana yang dikutif oleh Ismail dalam bukunya Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, adalah: a. Siswa dihadapkan pada problem-problem yang menimbulkan suatu perasaan gagal dalam hidupnya. b. Siswa mulai menyelidiki problem itu secara individual. c. Siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuannya, melihat fenomena-fenomena, dan menghubunghubungkan pengetahuan yang sebelumnya. d. Siswa menunjukan pengertian dari generisasi itu, dan
54 55
Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika...., hal. 6.20 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika...., hal. 6.20-6.21
e. Siswa
menyatakan
konsepnya
atau
prinsip-prinsip
dimana
generalisasi itu didasarkan. Pada intinya, dalam proses penggunaan metode discovery learning adalah lebih mengupayakan dan menekankan bahwa apa yang penting dalam proses belajar bukanlah penghafalan fakta-fakta semata, tetapi lebih kepada proses dalam penerimaan pengetahuannya. Pengertian tersebut menunjukan bahwa pada dasarnya metode pembelajaran tersebut bertujuan untuk memperbaiki pola pembelajaran yang selama ini hanya mengarah kepada menghafal fakta-fakta saja tetapi tidak memberikan kepada murid pengertian konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam suatu materi pelajaran.
3.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Reception Learning dan Metode Discovery Learning.
3.1
Kelebihan Metode Reception Learning dan Discovery Learning Setiap model pendidikan yang digunakan dalam proses pembelajaran,
sudah pasti memiki daya tarik tersendiri, mengapa metode tersebut dipergunakan dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya, pada dua model ini penulis akan coba uraikan kelebihan yang terdapat pada di dalamnya, yaitu sebagaimana yang termuat dalam tabel di bawah ini, antara lain: Tabel 1 Kelebihan Metode Reception Learning dan Discovery Learning Kelebihan Reception Learning Meskipun
model
ini
Discovery learning
“Teacher Siswa ikut berpartisipasi secara aktif
Oriented” tetapi belajarnya tetap di dalam kegiatan belajarnya, sebab terpimpin dan teratur.
ia
berpikir,
tidak
mendengarkan informasi.
sekedar
Model ini tidak akan memberatkan Siswa benar-benar dapat memahami guru
yang
biasa
menempatkan suatu konsep atau rumus, sebab
ceramah sebagai metodenya, guru siswa hanya
mengorganisir
mengalami
sendiri
proses
bahan untuk mendapatkan konsep tersebut.
sebelumnya dan mampu mengaitkan konsep
baru
terhadap
konsep
sebelumnya. Pengorganisasian bahan ini akan Metode ini memungkinkan sikap mampu
menuntun siswa
konsep yang akan dipelajari.
kepada ilmiah, menimbulkan semangat ingin tahu dari siswa.
Model ini dapat diterapkan pada Dengan metode Discovery Learning kelas yang berkapasitas besar.
terbimbing, siswa tetap mempunyai kontak pribadi dengan guru.
3.2
Kekurangan Metode Reception Learning dan Discovery Learning Ada kelebihan sudah pasti ada kekurangannya, begitu juga dengan
model pembelajaran di atas, selain memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri, pada model Reception Learning dan Discovery Learning juga memiliki kekurangan yang ada pada model tersebut, diantaranya yaitu:
Tabel 2 Kekurangan Metode Reception Learning dan Discovery Learning Kekurangan Reception Learning
Discovery learning
Siswa menjadi pasif karena tidak Metode ini memakan banyak waktu, mempunyai
kesempatan
menemukan sendiri.
untuk jadi lambat, selain itu juga belum ada kepastian, apakah siswa akan tetap semangat menemukan.
Guru
tidak
dapat
memberikan Tidak
setiap
guru
mempunyai
bimbingan individu sebab guru tidak semangat dan kemampuan mengajar
mengetahui kesukaran yang dihadapi dengan metode ini. Lagi pula bagi masing-masing siswa.
guru yang pekerjaan sudah “sarat muatan”nya, metode ini akan terasa memberatkan.
Apabila model ini dibawakan guru Tidak dengan suasana kaku maka siswa sebagai
setiap
siswa
“penemu”.
akan mudah bosan dan mengurangi intelektual
diharapkan Ketidaksiapan
siswa
harus
minat siswa untuk menguasai konsep diperhitungkan. Apabila bimbingan tersebut.
guru tidak sesuai dengan kesiapan intelektual
siswa
akan
merusak
struktur kognitifnya. Metode ini tidak dapat dipergunakan untuk setiap topik matematika. Kelas harus kecil sebab metode ini memerlukan perhatian guru terhadap masing-masing siswa.56 Semua kelebihan dan kekurangan yang ada, peruntukannya tidak lain adalah sebagai barometer seorang guru bagaimana menyikapi dan menerapkan proses pembelajaran yang baik bagi siswanya, dengan tujuan agar setiap siswa mendapatkan hasil pembelajaran yang lebih optimal.
4.
Kerangka Berpikir Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam kehidupan
manusia khususnya dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar sendiri dapat disimpulkan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi karena latihan dan pengalaman, yang bersifat permanen dan bertahan untuk waktu yang cuku lama. Matematika merupakan wahana pendidikan yang digunakan untuk mencapai satu tujuan yakni mencerdaskan siswa atau bangsa dan membentuk 56
Roetiyah NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 126
kepribadian siswa atau bangsa serta mengembangkan keterampilan tertentu. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui suatu kegiatan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar secara formal berlangsung di lingkungan sekolah yang melibatkan guru dan siswa. Oleh karena itu, keberhasilan belajarnya pun terkait erat pada faktor kualitas guru dan siswa. Menurut W.S. Winkel “Belajar pada manusia merupakan suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pamahaman, keterampilan dan nilai sikap”. Perubahan yang terjadi pada seseorang dapat diamati melalui kecenderungan sikap, tingkah laku dan cara berpikirnya. Dapat dikatakan pula bahwa perubahan seseorang yang belajar mencakup perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan yang terjadi dari proses belajar tersebut disebut hasil belajar. Menurut Nana Sudjana “Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klarifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi 3 (tiga) daerah, yaitu: 1. Daerah kognitif, menunjukan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-kemampuan intelektual, berfikir dan kecerdasan yang akan dicapai. 2. Daerah afektif yang berkenaan dengan sikap dan nilai. 3. Daerah
psikomotor
yang
berkenaan
dengan
hasil
belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Dalam proses belajar dan pembelajaran, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika, seringkali siswa tidak mampu mengingat kembali rumus-rumus ataupun konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya, padahal ingatan tersebut berguna dalam mempelajari materi-materi pelajaran yang akan dipelajari. Untuk mengatasi hal tesebut, guru diharapkan mempunyai metode mengajar yang baik. Dengan pemilihan metode mengajar yang tepat diharapkan dapat tercipta kegiatan belajar dan
pembelajaran yang efektif dan efesien, sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi baik lagi. Secara umum metode mengajar dapat dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. b. Dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan guru. c. Serasi dengan besarnya kelompok. d. Menyesuaikan dengan waktu penggunaan dan fasilitas yang ada. Metode Reception Learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Menggunakan metode ini berarti materi yang disajikan kepada siswa lebih lengkap dan menyeluruh mulai dari awal sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan. Dalam penelitian ini metode Reception Learning dilaksanakan dengan menggunakan model Advanced Organizer. Model Advanced Organizer digagas oleh Ausubel untuk membantu kesulitan guru dalam menyampaikan konsep kepada siswa yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan model ini guru dapat menerangkan konsep secara terorganisir dan terarah dengan mengaitkan konsep baru dengan konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Metode Discovery Learning juga diduga mampu mengatasi kesulitan belajar siswa. Dalam metode ini siswa menemukan konsep itu sendiri, dengan bertindak secara aktif siswa diharapkan lebih menguasai konsep tersebut. Kedua metode di atas masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan yang dalam penerapannya dalam pembelajaran tentu harus memperhatikan faktor-faktor internal yang ada pada satuan pendidikan atau bahkan pada kondisi siswa yang akan menjalani proses pembelajaran tersebut. Disisi lain yang juga tidak boleh luput adalah kemampuan guru dalam mengaplikasikan metode tersebut, karena salah satu faktor yang dominan keberhasilan pembelajaran adalah kemampuan guru dalam menguasai metodologi pembelajaran dan tepat dalam menggunakannya.
Metode Reception Learning dan Metode Discovery Learning memang masing-masing
memiliki
keunggulan
secara
umum
yang
dalam
penggunaannya pun secara keseluruhan saling melengkapi, namun demikian dalam beberapa referensi dan hasil kajian terdapat sebuah premis bahwa metode discovery learning lebih baik dari metode reception learning. Dalam penelitian ini, premis tersebut bisa saja benar tetapi satu hal yang harus diperhatikan bahwa proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah berbasis pondok pesantren sebagaimana sampel penelitian ini memiliki karakteristik yang berbeda dan unik. Karakteristik berbeda dan unik tersebut bisa diidentifikasi dengan pola atau budaya belajar pesantren yang memposisikan guru bukan semata-mata sebagai fasilitator dalam belajar tetapi juga sebagai subjek dalam belajar sehingga tidak jarang ditemukan guru memiliki dominasi yang tinggi dalam proses pembelajaran. Karakteristik ini jelas akan memberikan warna lain dalam penelitian ini yang bermuara pada tidak berlakunya teori umum bahwa metode discovery learning lebih baik dari metode reception learning. Bahkan bisa jadi dengan karakteristik dan segala unikness yang ada pada konsep pendidikan pesantren sebagai populasi penelitian mengedepankan asumsi bahwa metode reception learning lebih tepat dari metode discovery learning.
4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori serta kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas
pada bagian sebelumnya maka penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagaimana berikut: Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning. H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN H. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 sampai dengan Januari 2008, bertepatan dengan pembelajaran semester ganjil tahun 2007/2008. Waktu penelitian kemudian dikondisikan agar berkesesuaian dengan kurikulum yang ada terkait materi penelitian sehingga tidak memberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap pembelajaran dan sistem yang telah berlangsung. Tempat penelitian dilaksanakan di MTs Miftahul Huda, salah satu satuan pendidikan setingkat SMP di wilayah kabupaten Tangerang tepatnya di Jl. Aria Jaya Sentika KM 2,5 RT 04/02 Pasirnangka, Tigaraksa, Tangerang, Telp/Fax. (021) 5991415, Email:
[email protected]. Dipilihnya tempat ini karena memiliki sistem pembelajaran yang representatif, seperti diasramakannya para siswa. Mekanisme tersebut diharapkan memberikan nilai tambah tersendiri mengingat metode penelitian yang dilakukan mengharuskan ada kontrol terhadap kelas tertentu dalam penelitian.
I.
Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan eksperimen, yaitu penelitian yang melihat dan meneliti akibat setelah subjek diberi perlakuan pada variabel bebasnya. Menurut Tuckman yang dikutip oleh Sugiyono menguraikan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat.57 Dalam kajian yang lain Ary mendeskripsikan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu penyelidikan ilmiah yang menuntut peneliti memanipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel bebas serta mengamati variabel terikat, untuk melihat perbedaan yang sesuai dengan
57
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 7
manipulasi variabel-variabel bebas tersebut. Tujuan utama eksperimen ialah untuk menetapkan apa yang mungkin terjadi.58 Borg dan Gall menguraikan seperti dikutip oleh hajar bahwa eksperimen merupakan desain penelitian ilmiah yang paling telitih dan tepat untuk menyelidiki pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. 59 Uraian di atas memberikan gambaran bahwa penelitian eksperimen ini mempunyai karakteristik yang memang sangat khas,
yaitu dengan
membandingkan dua kelompok perlakuan yakni kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang memiliki subjek-subjek yang setara, sehingga hasil variabel terikat kedua kelas bukan disebabkan oleh subjek melainkan akibat perlakuan yang dikenakan pada variabel bebas dari masing-masing kelas. Lebih lanjut lagi, Ary bahkan memberikan batasan yang tegas bahwa penelitian setidaknya memiliki 3 ciri, yaitu: 1. Variabel bebas dimanipulasi; 2. Semua variabel lainnya, kecuali variabel bebas, dipertahankan tetap; 3. Pengaruh manipulasi variabel bebas terhadap variabel terikat diamati.60 Metode eksperimen ini dimulai dengan suatu pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih dan pada saat yang sama, peneliti mengajukan satu hipotesis atau lebih yang menyatakan sifat hubungan yang diharapkan. Penelitian eksperimen adalah kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mengumpulkan data-data dan bukti yang valid terkait hipotesis yang telah diajukan. Perlakuan dengan sengaja dan sistematis diberikan pada variabel perlakuan kemudian mengamati perubahan yang terjadi pada variabel tersebut sebagai dampak dari perlakuan tersebut. Hipotesis menyatakan harapan tentang hasil yang merupakan akibat dari
58
Donal Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Introduction to Research in Education, (Terjemahan: Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Arief Furchan), (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal. 50. 59 Ibnu Hajar, Dasar-Dasar Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 321 60 Donal Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Introduction to Research in Education...., hal. 320
perubahan yang diberikan. Perhatian yang intensif diberikan kepada perubahan/manipulasi dan pengendalian variabel serta pengamatan dan pengukuran hasil eksperimen. Pada akhirnya dapat diperoleh bukti-bukti yang meyakinkan tentang pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Dalam bidang pendidikan, topik yang paling banyak menjadi fokus penelitian eksperimen adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengujian pengaruh material pendidikan dan praktek yang baru pada hasil belajar siswa. Terkait statemen tersebut maka hajar menguraikan bahwa hasil penelitian eksperimen mempunyai pengaruh yang besar pada penentuan materi kurikulum dan strategi pembelajaran di sekolah.61 Besar kecilnya manfaat yang didapatkan dari penelitian eksperimen ini tentunya tidak lepas dari hasil yang didapatkan setelah mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan, satu hal yang pasti bahwa dengan penelitian ini maka siapapun mampu mendapatkan temuan yang baru dalam bidang pendidikan termasuk diantaranya pengaruh yang diperoleh hasil belajar dengan faktor-faktor tertentu. Dalam melakukan penelitian, penulis memberikan perlakuan pada kelas pertama yaitu kelas VIII-1 sebagai kelas eksperimen yang diajar menggunakan metode Reception Learning dengan pendekatan Advanced Organizer dan kelas kedua yaitu kelas VIII-2 sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan metode Discoery Learning. Kedua kelas ini diberi perlakuan berbeda selama waktu tertentu yang kemudian diadakan post tes dengan soal yang sama dan tingkat kesukaran yang sama pula. Variabel terikat yang diteliti pada penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras, sementara itu variabel bebasnya adalah metode Reception Learning dengan model pengajaran Advanced Organizer dan metode Discovery Learning.
61
Ibnu Hajar, Dasar-Dasar Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan....., hal. 322
Desain penelitiannya adalah sebagai berikut: Tabel 3 Desain Penelitian Kelas
Perlakuan
Post Tes
Eksperimen 1
X1
Y
Eksperimen 2
X2
Y
Keterangan : X1
: Perlakuan yang diberikan kepada kelas Metode Reception Learning
X2
: Perlakuan yang diberikan kepada kelas Metode Discovery Learning
Y
J.
: Tes akhir yang sama pada kedua kelas
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. 62 Dalam buku lain populasi juga merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciricirinya akan diduga.63 Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh
kesimpulannya.
64
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
Hakikatnya populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek
dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek yang dipelajari, namun meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh obyek tersebut. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Miftahul Huda tahun ajaran 2007/2008 sebanyak 121 siswa.
62
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 108. Masri Singaribun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet. 1, hal. 152. 64 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi...., hal, 90 63
Sampel menurut Sudijono adalah suatu proporsi kecil dari populasi yang seharusnya diteliti, yang diteliti atau ditetapkan untuk keperluan analisis.65 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dengan hemat kata sampel merupakan bagian dari populasi, bila populasi besar, dan tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi maka disinilah penggunaan sampel ditentukan yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel tersebut kesimpulannya dapat diberlakukan untuk populasi, oleh karena itu sampel yang diambil haruslah betul-betul refresentatif. Adapun banyaknya sampel yang diambil menurut Arikunto, bila subjek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil seluruhnya, tetapi jika lebih dari 100 atau besar maka sampel dapat diambil (10-15) % atau (20-25) %.66 Sampel dalam penelitian yang penulis ambil adalah 30 responden, yaitu 25 % dari jumlah populasi siswa. Teknik sampling adalah cara yang dilakukan untuk menentukan sampel yang akan digunakan yang dalam penelitian ini menggunakan teknik probality. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.67 Diantara bagian teknik ini adalah simple random
sampling,
yaitu
penentuan
sampel
secara
acak
tanpa
mempertimbangkan atau menentukan unsur-unsur tertentu dalam penentuan sampel. Adapun dalam penelitian ini menggunakan teknik “cluster random sampling”. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memberi penomoran pada setiap populasi siswa kelas VIII, berdasarkan nomor urut absen. Nomor tersebut kemudian dikumpulkan dan diambil secara acak sebanyak 30 nomor. Nama-nama yang sesuai dengan 30 nomor tersebut yang akan dijadikan sampel penelitian.
65
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), Cet, VIII, hal. 266. 66 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 120. 67 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi..., hal, 92
K. Instrumen Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini adalah nilai tes sub sumatif siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Nilai tersebut diambil pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 setelah diberi perlakuan. Untuk memperoleh data, fakta, dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini penulis menggunakan tes hasil belajar matematika. Alat ukur hasil belajar matematika adalah berupa lembaran soal tes pada materi Teorema Pythagoras. Sebelum penelitian ini dilaksanakan, instrumen diujicobakan terlebih dahulu di sekolah yang sama dengan kelas yang berbeda. Dari hasil uji coba 10 (sepuluh) item soal yang telah dilakukan diperoleh 8 (delapan) butir soal valid dan 2 (dua) butir soal tidak valid sebagaimana dijelaskan pada lampiran 6 (enam), dengan skor minimum teoritik sama dengan 0 dan skor maksimun teotitiknya sama dengan 80. Dari hasil perhitungan diperoleh, skor maksimum empirik siswa pada kelas Reception Learning adalah 90 dan skor minimumnya adalah 55, sedangkan pada kelas Discovery Learning skor maksimum empiriknya adalah 85 dan skor minimumnya adalah 45. Sedangkan tingkat reliabilitas untuk instrumen penelitian dengan menggunakan rumus Alfa Cronbach’s diperoleh α = 0,827 (lihat lampiran 7). Untuk daya pembeda didapat 6 (enam) soal berkriteria sangat baik, 1 (satu) soal berkreteria baik, 2 (dua) soal berkreteria cukup dan 1 (satu) soal berkreteria sangat jelek. Untuk taraf kesukaran diperoleh 6 (enam) soal berkreteria sedang, 2 (dua) soal berkreteria mudah dan 2 (dua) soal berkreteria sukar, kriteria soal-soal tersebut dapat dilihat pada lampiran 9 (sembilan). Hasil uji coba instrumen ini dapat juga dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian No Soal 1.
Validitas Butir Soal Valid
Taraf Kesukaran Sedang
2.
Valid
3.
Daya Pembeda Keterangan Baik
Dipakai
Mudah
Cukup
Dipakai
Valid
Sukar
Baik
Dipakai
4.
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
5.
Valid
Sedang
Sangat Baik
Dipakai
6.
Valid
Sedang
Sangat Baik
Dipakai
7.
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
8.
Tidak Valid
Sedang
Sangat Jelek
Dibuang
9.
Valid
Sukar
Baik
Dipakai
10.
Tidak Valid
Mudah
Cukup
Dibuang
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes sub sumatif pokok bahasan. Tes tersebut berbentuk essay, dan hasil yang diukur adalah ranah kognitif yang meliputi ingatan pemahaman dan aplikasi. Sebelum instrumen dapat digunakan sebagai alat pengambilan data, maka instrumen terlebih dahulu harus diuji cobakan. Sejumlah tes dikatakan baik sebagai alat ukur jika memenuhi persyaratan yaitu memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Sebagaimana dikemukakan oleh Suharsimi, instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. a.
Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid dan shahih mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti mempunyai validitas yang rendah.68 Salah satu ciri tes itu baik adalah apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur atau istilahnya valid atau sahih. Pengujian 68
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian...., hal 144-145
validitas yang digunakan dalam instrumen ini adalah validitas isi yang dalam penyusunan butir-butir soalnya disesuaikan dengan materi. Pengujian validitas ini menggunakan rumus Product Moment Person memakai angka kasar sebagai berikut:69
rxy =
n ∑ XY − ( ∑ X )( ∑ Y ) (n ∑ X
2
− ( ∑ X ) 2 ).( n ∑ Y
2
− (∑ Y ) 2 )
Keterangan : n
: banyaknya peserta tes
X
: skor butir soal
Y
: skor total
rxy
:
koefisien korelasi antara variabel X dan Y
Kriteria penentuan suatu butir soal tes dikatakan valid adalah jika rhitung lebih besar dari rtabel (rhitung> rtabel), dan dikatakan tidak valid jika nilai rhitung lebih kecil atau sama dengan rtabel (rhitung≤ rtabel). b.
Reliabilitas Reliabilitas adalah ketetapan atau ketelitian suatu alat evaluasi. Suatu alat evaluasi atau tes disebut reliabel, jika tes tersebut dapat dipercaya, konsisten atau stabil produktif, jadi yang diperhitungkan disini adalah ketelitiannya. Pengujian reliabilitas untuk instrumen, dicari dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha yaitu:70 2 k ∑ S i r11 = 1 − S t2 k − 1
Keterangan : r11
69
: Koefisien reliabilitas tes
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 130 70 Anas Sudijono, Pengantar EvaluasiPendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 208
k
: Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
1
: Bilangan konstan
∑S
2 i
2 Stotal
c.
: Jumlah varian skor dari tiap-tiap butir soal : varian total
Taraf Kesukaran
Uji taraf kesukaran soal bertujuan untuk mengetahui soal-soal itu masuk kategori mudah, sedang, dan sukar. Untuk itu digunakan rumus sebagai berikut :71 B JS
P=
Keterangan : P
: Indeks Kesukaran
B
: Banyak siswa yang menjawab dengan benar
JS
: Jumlah siswa yang mengikuti tes
Menurut klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah:72
Besarnya P
d.
Interpretasi
0,00 – 0,30
:
Soal sukar
0,31 – 0,70
:
Soal sedang
0,71 – 1,00
:
Soal mudah
Daya Beda
Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan suatu siswa, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :73
71
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi..., hal. 208 Suharsismi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Hal. 210 73 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi ...., hal. 213 72
D=
B A BB − = PA − PB J A JB
Keterangan : D
: Indeks Diskriminan
BA
: Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB
: Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JA
: Banyak siswa kelomok atas
JB
: Banyak siswa kelompok bawah
PA
: Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal benar
PB
: Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar Klasifikasi daya pembeda yang palig banyak digunakan adalah : Besarny D
Interpretasi
0,00 - 0,20
:
Jelek (poor)
0,21 - 0,40
:
Cukup (statisfactory)
0,41 - 0,70
:
Baik (good)
0,71 - 1,00
:
Sangat baik (excellent)
L. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1.
Pengorganisasian Data
Data yang masih mentah terlebih dahulu disusun dalam tabel distribusi frekuensi untuk memperoleh gambaran yang sederhana, jelas dan sistematis mengenai hasil yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka, kemudian dari data tersebut dihitung rata-rata (mean), median, modus, varians serta simpangan baku.
2.
Uji Persyaratan Analisis
Sesuai dengan hipotesis yang diajukan maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t dengan taraf signifikan α = 0.05 untuk menguji
perbedaan mean dua sampel. Kemudian sebelum analisis statistik dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat agar dapat dilakukan analisis data.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini yang digunakan adalah uji Liliefors.74 Dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hipotesis H0 : data berdistribusi normal Ha : data tidak berdistribusi normal 2. Menentukan Harga L O Data X 1 , X 2 , X 3 ......X n dijadikan bilangan baku Z 1 , Z 2 , Z 3 ......Z n dengan rumus:
Zi =
X1 − X S
Dimana : X1
X S
: data :
rata-rata data tunggal
: simpangan baku
3. Menghitung peluang F(Z i ) dicari dengan cara data skor baku Z i yang telah ada, dilihat pada tabel data normal dengan aturan: Jika Z i > 0,maka F(Z i ) = 0,5 + nilai tabel Jika Z i < 0,maka F(Z i ) = 0,5 - nilai tabel
74
Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tasito, 2002), hal. 466
4. Hitung proporsi Z1, Z2,...,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi dengan n sampel. Jika proporsinya dinyatakan oleh S(Zi), maka
S(Zi) =
banyaknya Z 1 , Z 2 ,..., Z n yang ≤ Z i n
5. Hitung selisih F(Z ≤ Zi) dan S(Zi), pada masing-masing data 6. Ambil nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut dan notasikan dengan L 0 . Harga L 0 inilah yang dibandingkan dengan L tabel 7. Menentukan harga L tabel Dari tabel harga kritis uji lilifors untuk n = 30 dan α = 5 % diperoleh harga Ltabel = 0,161 8. Tentukan kriteria pengujian Terima H 0 jika L0 ≤ Ltabel Tolak
H 0 jika L0>Ltabel
9. Kesimpulan Kesimpulan diambil berdasarkan L 0 atau L hitung yang telah didapat. a. Jika L0 ≤ Ltabel maka H0 diterima, yang berarti data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal b. Jika L0 > Ltabel maka H0 ditolak, yang berarti data sampel berasal dari populasi tidak normal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua kelompok yang diteliti. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji
Fisher. Untuk menguji homogenitas, penulis mengunakan rumus sebagai berikut:75 Fhitung =
Varians Besar Varians Kecil
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis Ho, dimana Ho adalah sampel varians yang homogen dengan Fhitung < Fα (n1 – 1, n2 – 1). Setelah data terkumpul, maka data di uji hipotesisnya dengan menggunakan t-test untuk sampel bebas.
3. Analisis Data
1.
Jika varians populasi homogen, maka:
t hitung =
2.
x1 − x 2 1 1 sg + n1 n 2
dimana s g =
(n1 − 1)s1 2 + (n2 − 1)s 2 2 n1 + n 2 − 2
Jika varians populasi heterogen, maka:
t hitung =
x1 − x 2 2
2
s1 s + 2 n1 n2 Keterangan:
n1
: Jumlah siswa pada kelompok Metode Reception Learning
n2
: Jumlah siswa pada kelompok Metode Discovery Learning
x1
: Mean pada kelompok Metode Reception Learning
x2
: Mean pada kelompok Metode Discovery Learning
s1
2
: Varians pada kelomok Metode Reception Learning
2
: Varians pada kelomok Metode Discovery Learning
s2
Dengan mean sebagai berikut: 75
Sudjana, Metode Statistika..., hal. 249
x1 =
x2 =
∑x
1
n1
∑x
2
n2
untuk kelas Metode Reception Learning
untuk kelas Metode Discovery Learning
M. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut :
H0
: µ1 = µ 2
H1
:
µ1 ≠ µ 2
Keterangan :
µ1
: Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Reception Learning.
µ2
: Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Discovery Learning.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Reception Learning
1.
Dari data yang diperoleh melalui tes yang berbentuk soal essay dari 30 orang siswa, nilai hasil belajar dengan metode reception Learning mempunyai rentang 35 dimana nilai tertinggi adalah 90 dan nilai terendah 55 dengan jumlah kelas 6 dan panjang kelas 6 sehingga
()
diperoleh skor rata-rata x sebesar 72,90; Median (Me) sebesar 73,25; Modus (Mo) sebesar 74,00; simpangan baku (S x ) sebesar 8,58; serta variannya
(S ) 2 x
sebesar 73,62;76 data tersebut dapat disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi di bawah ini.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Reception Learning
76
hal. 88-90.
Interval
Absolut
Kumulatif
Frekuensi Relatif (%)
55 - 60
3
3
10.00%
61 - 66
4
7
13.33%
67 - 72
7
14
23.33%
73 - 78
8
22
26.67%
79 - 84
5
27
16.67%
85 - 90
3
30
10.00%
Jumlah
30
100.00%
Hasil perhitungan data statistika kelas Reception Learning pada lampiran 11,
10Adapun
penyebaran datanya dapat dilihat pada histogram dan
polygon di bawah ini : 9
8
•
Frekuensi
7
•
6
5
1 2
•
10
4
•
8
3
•
•
2
1
0
54,5
60,5
66,5 72,5 78,5 Hasil Belajar Matematika
84,5
90,5
Gambar 1 Grafik Frekuensi Kelas Reception Learning Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Discovery Learning
2.
Dari data yang diperoleh melalui tes yang berbentuk soal essay dari 30 orang siswa, nilai hasil belajar dengan metode Discovery Learning mempunyai rentang 40 dimana nilai tertinggi adalah 85 dan nilai terendah 45 dengan jumlah kelas 6 dan panjang kelas 7 sehingga
()
diperoleh skor rata-rata x sebesar 67,37; Median (Me) sebesar 68,13; Modus (Mo) sebesar 70,17; simpangan baku (S x ) sebesar 9.68; serta variannya (S x2 ) sebesar 93,70;77 data tersebut dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi di bawah ini.
77
hal 92-95.
Hasil perhitungan data statistika kelas Discovery Learning pada lampiran 13,
Tabel 6 Distribusi Frekuaensi Nilai Hasil Belajar Discovery Learning Interval
Absolut
Kumulatif
Frekuensi Relatif (%)
45 - 51
2
2
6.67%
52 - 58
4
6
13.33%
59 - 65
6
12
20.00%
66 - 72
8
20
26.67%
73 - 79
7
27
23.33%
80 - 86
3
30
10.00%
Jumlah
30
100.00%
Adapun penyebaran datanya dapat dilihat pada histogram dan polygon di bawah ini : 9 8
•
Frekuensi
7
•
6
•
5
12
10
4
•
8
3
•
•
2 1
0
44,5
51,5
58,5 65,5 72,5 Hasil Belajar Matematika
79,5
Gambar 2 Grafik Frekuensi Kelas Discovery Learning
86,5
3.
Rekapitulasi Data
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada dua kelas, penulis memperoleh data nilai hasil belajar matematika siswa kelas
Reception Learning yang menggunakan model Advanced Organizer dan kelas Discovery Learning. Data statistika dari dua kelas tersebut dapat disajikan pada table sebagai berikut :
Tabel 7 Nilai Hasil Belajar Reception Learning dan Discovery Learning Kelompok Belajar
Statistika
Reception Learning
Discovery Learning
n
30
30
Maksimum
90
85
Minimum
55
45
Rentang
35
40
Jumlah
2187
2021
Mean
72,90
67,37
Varians
73,62
93,70
Standar Deviasi
8,58
9,68
Median
73,25
68,13
Modus
74,00
70,17
Kemiringan
-0,13
-0,29
Kurtosis (Ketajaman)
2,24
2,30
Dari data di atas, terlihat jelas, perbedaan hasil belajar matematika antara kelas dengan menggunakan metode Reception Learning dengan model Advanced Organizer dan kelas dengan menggunakan Discovery
Learning. Rata-rata nilai kelas Reception Learning lebih tinggi dari pada kelas Discovery Learning, dengan selisih rata-rata antara kedua kelas
sebesar 5,53. Ini menunjukan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan metode Reception Learning dengan model Advanced
Organizer lebih berhasil dari pada pembelajaran dengan menggunakan metode Discovery Learning.
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Berdasarkan prasyarat analisis, sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian. Adapun uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas.
1.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Lilliefors dan dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Hipotesis Ho
: Sampel berasal dari populasi normal
Ha
: Sampel berasal dari populasi tidak normal
2) Menentukan harga Lo a. Data x1, x2, x3,...,xn dijadikan bilangan baku z1, z2, z3,...,zn.dengan menggunakan rumus :
zi =
xi − x x , keterangan : S
xx
: Rata-rata nilai hasil belajar matematika
S
: Simpangan baku
b. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, dihitung peluang F(zi) = P(z ≤ zi) untuk setiap i = 1, 2, 3, ...., n c. Kemudian dihitung proporsi z1, z2, z3,...,zn yang lebih kecil dari atau sama dengan zi. Proporsi ini dinyatakan dengan S(zi) yaitu :
S (zi ) =
Banyaknya z1 , z 2 , z 3 ,...., z n yang ≤ z i n
d. Hitung selisih F(zi) – S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya e. Diambil harga yang terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut dan notasikan dengan Lo. Harga Lo inilah yang kemudian dibandingkan dengan L tabel. 3) Menentukan harga L tabel Dari tabel harga kritis uji lilliefors untuk n = 30 dan α = 5% diperoleh harga L tabel = 0.161. 4) Kriteria pengujian : Terima Ho jika Lo ≤ L tabel 5) Kesimpulan Hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji lilliefors pada kelas Reception Learning dan Discovery Learning disajikan dalam tabel berikut : Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Uji Lilifors Kelompok
Reception Learning Discovery Learning
N
Lo
L tabel
Kriteria
30
0,0998
0,161
Lo ≤ Ltabel
30
0,0997
0,161
Lo ≤ Ltabel
Kesimpulan
Distribusi Normal Distribusi Normal
Karena Lo ≤ Ltabel maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data nilai hasil belajar matematika siswa berdistribusi normal, baik itu pada kelompok belajar Reception Learning maupun pada kelompok belajar Discovery Learning. 2.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians populasi dua kelompok dilakukan dengan uji Fisher. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1.27 (lihat pada lampiran 17), dan Ftabel = 1,86 pada taraf
signifikan α = 5% dengan derajat kebebasan pembilang 29 dan penyebut 29. Karena Fhitung < Ftabel (1,27 < 1,86) maka Ho diterima, yang berarti varians kedua populasi homogen. Artinya kemampuan matematika siswa pada kedua kelas tersebut sebelum diberikan perlakuan adalah homogen. Untuk lebih jelas, data dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9 Hasil Uji Homogenitas Data dengan Menggunakan Uji Fisher Kelompok
Varians Db
Reception Learning Discovery Learning
73,64
29
93,79
29
Fhit
Ftabel
Kriteria
Kesimpulan
1,27
1,86
Fhit < Ftab
Homogen
Dengan demikian analisis data menggunakan uji t dapat sigunakan.
C. Pengujian Hipotesis
Setelah didapat kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen. Dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Uji-t, pengujian dilakukan untuk menguji Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang diajarkan dengan menggunakan Reception
Learning dan Discovery Learning. Dari hasil perhitungan (lihat lampiran 18) diperoleh harga t hitung = 2,34. Setelah t hitung didapat maka ditentukan taraf signifikan α = 5% dengan kriteria pengujian tolak Ho jika t hitung ≥ t
1 . 1− α 2
Dimana t
1 1− α 2
didapat dari
daftar distribusi t dengan dk = 58 (n1 + n2 – 2 = 30 + 30 – 2) dan peluang (1-½ α ). Didapat t
1 = 1− α 2
1,67, hasil itu diperoleh dengan cara interpolasi.
Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis Data dengan Menggunakan Uji-t Kelompok
n
Mean
Reception Learning
30
72,90
Discovery Learning
30
67,37
Sgab
db
thitung
ttabel
Kesimpulan
9,15
58
2,34
1,67
Ho ditolak
Karena t hitung > tabel (2,34 ≥ 1,67), maka dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara yang diajarkan dengan metode Reception Learning dan Discovery Learning.
D. Analisis dan Interpretasi Data
Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata hasil belajar siswa pada kelas
Reception Learning sebesar 72,90 dengan simpangan baku 73,64, dan pada kelas Discovery Learning diperoleh rata-rata sebesar 67,37 dengan simpangan baku 93,79. Kedua kelas tersebut pun berada dalam distribusi normal, hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian yang menyatakan bahwa Lhitung ≤ Ltabel (0.0998 dan 0.0997 ≤ 0.161). Sedangkan hasil pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t pada taraf signifikan α = 5%, yaitu didapat hasil t hitung = 2,34 dan t tabel = 1,67, ternyata t hitung ≥ t tabel . Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan metode
Reception Learning dan Discovery Learning (t hitung = 2,34 ≥ t tabel = 1,67). Perbedaan ini juga dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada kelas Reception
Learning yang memperoleh nilai tertinggi sebesar 90 dan nilai terendah sebesar 55, sedangkan pada kelas Discovery Learning memperoleh nilai tertinggi sebesar 85 dan nilai terendah sebesar 45. Dapat dikatakan bahwa perbedaan hasil belajar siswa dari dua kelas ini merupakan efek dari
perlakuan. Dari hasil perhitungan rata-rata kelas pun yang menggunakan metode Reception Learning lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kelas yang menggunakan metode Discovery Learning. Dari hasil pengamatan selama berlangsung pembelajaran dengan metode
Reception Learning dan Discovery Learning merupakan pengalaman baru bagi siswa dalam belajar matematika karena pembelajaran ini belum pernah diterapkan
sebelumnya.
Dalam
pembelajaran
menggunakan
metode
Reception Learning siswa merasa lebih terarah dan terbimbing karena sebelum melanjutkan ke materi selanjutnya, siswa diarahkan tentang hubungannya dengan materi sebelumnya, sedang pembelajaran dengan menggunakan Discovery Learning menuntut siswa untuk selalu berpikir ilmiah untuk menemukan suatu rumus dari materi yang diajarkan, dan ini menuntut seorang guru untuk lebih bersabar. Hal ini karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir siswa. Metode Reception Learning dan Metode Discovery Learning memang masing-masing
memiliki
keunggulan
secara
umum
yang
dalam
penggunaannya pun secara keseluruhan saling melengkapi, namun demikian dalam beberapa referensi dan hasil kajian terdapat sebuah premis bahwa metode discovery learning lebih baik dari metode reception learning. Dalam penelitian ini, premis tersebut bisa saja benar tetapi satu hal yang harus diperhatikan bahwa proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah berbasis pondok pesantren sebagaimana sampel penelitian ini memiliki karakteristik yang berbeda dan unik. Karakteristik berbeda dan unik tersebut bisa diidentifikasi dengan pola atau budaya belajar pesantren yang memposisikan guru bukan semata-mata sebagai fasilitator dalam belajar tetapi juga sebagai subjek dalam belajar sehingga tidak jarang ditemukan guru memiliki dominasi yang tinggi dalam proses pembelajaran. Karakteristik ini jelas akan memberikan warna lain dalam penelitian ini yang bermuara pada tidak berlakunya teori umum bahwa metode discovery learning lebih baik dari metode reception learning. Bahkan bisa jadi dengan karakteristik dan segala unikness yang ada pada konsep
pendidikan pesantren sebagai populasi penelitian mengedepankan asumsi bahwa metode reception learning lebih tepat dari metode discovery learning. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Reception Learning lebih mudah dicerna oleh siswa karena pembelajarannya lebih dimengerti dan dipahami, dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode Discovery Learning. Hal ini telah dibuktikan berdasarkan perhitungan statistika yang telah dilakukan, dan telah terbukti bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode Reception Learning dan
Discovery Learning.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Reception
Learning (khususnya model Advanced Organizer) lebih besar dari pada hasil belajar siswa yang diajar dengan metode Discovery
Learning, hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil penelitian, dan metode Reception Learning (khususnya model Advanced Organizer) lebih relevan digunakan pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. 2.
Menggunakan Advanced Organizer, materi yang disajikan guru akan lebih terorganisir dan terarah, selain itu siswa akan lebih mudah menerima materi baru karena ada kaitannya dengan materi yang pernah diajarkan sebelumnya oleh guru.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini maka dapat disarankan sebagai berikut: 1.
Guru dapat menjadikan metode Reception Learning khusunya model
Advanced Organizer Sebagai alternanif metode mengajar dalam pokok bahasan Teorema Pythagoras. 2.
Guru hendaknya memperhatikan pengelolaan kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga pada saat guru menerangkan semua siswa berkonsentrasi untuk mendengarkan.
3.
Metode Reception Learning akan lebih efektif jika diterapkan pada kelas kecil.
4.
Guru hendaknya membuat model Advanced Organizer dengan bentuk yang singkat dan mudah dimengerti oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono, Dr., Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1995 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2002 Ary, Donal, dkk., Introduction to Research in Education, (Terjemahan: Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Arief Furchan), Surabaya: Usaha Nasional, 1982 Bell, Fredirick, H., Teaching and Learning Mathematich (In Secondary School), Lowa: Wm. C. Brown Company, 1981 Dalyono, M., Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997 Echols, Jhon M. dkk,. Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 2000 Hajar, Ibnu, Dasar-dasar Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999 Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, 192 : 7. http://www.duq.edu//~tomei/ed711psy/c_ausub.htm http://www.ut.ac.id/ol-supp/fkip/pgsm3803/hakikat.htm. Hudoyo, Herman, Mengajar Belajar Matematika, Departemen P dan K, Dirjen Pendidikan Tinggi; 1998 Ismail, dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2000 Johnson, David, W,. Educational Psychology, New York: Prentice Hall Inc., 1983 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Malik, Oemar, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983 N. K., Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1998 Nasution, S., Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Jemmars, 1986
Nur, Mohamad, Strategi-Strategi Belajar, Surabaya: UNS, 2000 Purwadarnimta, W. J. S, Kamus umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976 Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1984 Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991 Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran,Jakarta: Uhamka Pess, 2003 Ruseffendi, E. T., Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru
dan SPG, Bandung: Tarsito,1980 Ruseffendi, E. T., Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensi Dalam Pengajaran Matematika, Bandung: Tarsito, 1998 Sabri, Alisuf, M,. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996 Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangannya, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993 Sappaile, Intang, Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Tes Terhadap
Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, September, 2005 Simanjuntak, Lisnawaty, Metode Mengajar Matematika, Jakarta: Rineka Cipta, 1992 Singaribun, Masri dan Effendi, Sofyan,
Metode Penelitian Survey, Jakarta:
LP3ES, 1989 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 1991 Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan,Jakarta: Rajawali Press, 1997 Sudijono, Anas, Pengantar EvaluasiPendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, 2005 Sudjana, Metode Statistik, Bandung: Tasito, 2002 Sudjana, Nana, Penilaian hasil Belajar Mengajar, Bandung: Rosda Karya, 1992 Sudjana, Nana, Perilaku Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Rosda Karya, 1992 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2003
Suherman Erman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2001 Suherman, Erman, H,. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: FP MIPA UPI, 2003 Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1985 Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: CV Rajawali, 1987 Suryosubroto, B, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2002 Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Rosda Karya, 1995 Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosda karya, 1996 Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Logos, 1999 Winkel, W. S. Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo, 1996 Zahro, Muslimah, Efektifitas Reward Terhadap Prestasi Matematika Anak Usia
Sekolah Dasar, Laporan Penelitian, Fakultas Pascasarjana, UGM Yogyakarta, Jakarta: Perpus PDII-LIPI, 1990
72 Lampiran 1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Aspek Yang Diukur No
Pokok Bahasan
1
Menentukan rumus Teorema Pythagoras Menentukan Hypotenusa Segitiga sikusiku Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang Menyelesaikan soal cerita dengan Teorema Pythagoras Kebalikan Teorema Pythagoras dan Tripel Pythagoras Menentukan luas segitiga dengan Teorema Pythagoras
2 3
4
5
6
7
C 1
Keterangan : C : Ingatan 1 C : Pemahaman 2 C : Aplikasi 3
C 3
C 4
1
Jumlah
2
1
4,5
2
3
1
1
8 7 1
C 5
1
6
Menentukan jarak antara dua titik Jumlah
C 2
2
1 1
3
2
8
C 4 C 5
: Analisis : Sintesis
Lampiran 2
SOAL UJI INSTRUMEN PERTAMA Mata Pelajaran Pokok Bahasan Satuan Pendidikan Kelas/Semester Waktu
: : : : :
Matematika Teorema Phytagoras Madrasah Tsanawiyah (MTs) VIII/Genap 2 x 40 Menit
1. Tentukan Rumus Phytagoras dari segitiga di bawah ini ! b
r
a. p
b.
a
a
q
2. Tentukan nilai dari hypotenusa segitiga-segitiga di bawah ini ! 5 cm
a.
12 cm
b.
9 cm
2 cm
x r
1 1 3. a. Apakah suatu segitiga yang berukuran 4, 7 , dan 8 merupakan 2 2 segitiga siku-siku? buktikanlah ! b. Sebutkanlah pasangan tripel Phytagoras ?
4. Diagonal persegi panjang adalah 12 cm, jika lebarnya 7 cm berapakah panjangnya ! 5. Pada balok ABCD.EFGH berikut panjang AB = 8 cm, BC = 6 cm dan CG = 24 cm. Hitunglah panjang AG ! (Petunjuk : hitung dahulu panjang AC) H
G
E
F D
A
C B
6. Sebuah tangga yang panjangnya 15 m, bersandar pada sebuah tembok. Jika tinggi ujung atas tangga dari lantai 12 m. Berapakah jarak ujung bawah tangga terhadap tembok !
7. a. Tentukan jarak antara titik P(-3, 8) dan titik Q(5, -7) ! b. Jika jarak RF = 10 dengan R(3, a) dan F(9, 6), tentukan nilai a ! 8. Misalkan segitiga ABC siku-siku di titik A, panjang AB = 8 cm dan AC = 6 cm. Hitunglah panjang BC ! 9. Pada segitiga ABC sama kaki berikut AC = BC = 10 cm, AB = 12 cm. Hitunglah luas segitiga ABC ! C
A
B
10. Sebuah kapal berlayar ke selatan sejauh 80 km, kemudian ke barat sejauh 100 km, dan kemudian ke arah utara 150 km. Hitunglah jarak kapal sekarang dari tempat semula !
Lampiran 3
SOAL INSTRUMEN PENELITIAN Mata Pelajaran Pokok Bahasan Satuan Pendidikan Kelas/Semester Waktu
: : : : :
Matematika Teorema Pythagoras Madrasah Tsanawiyah (MTs) VIII/Genap 2 x 40 Menit
11. Tentukan Rumus Phytagoras dari segitiga di bawah ini ! b
r
a. p
b.
a
a
q
12. Tentukan nilai dari hypotenusa segitiga-segitiga di bawah ini ! 5 cm
a.
12 cm
b.
9 cm
2 cm
x r
1 1 13. a. Apakah suatu segitiga yang berukuran 4, 7 , dan 8 merupakan 2 2 segitiga siku-siku? buktikanlah ! b. Sebutkanlah pasangan tripel Phytagoras ?
14. Diagonal persegi panjang adalah 12 cm, jika lebarnya 7 cm berapakah panjangnya ! 15. Pada balok ABCD.EFGH berikut panjang AB = 8 cm, BC = 6 cm dan CG = 24 cm. Hitunglah panjang AG ! (Petunjuk : hitung dahulu panjang AC) H
G
E
F D
A
C B
16. Sebuah tangga yang panjangnya 15 m, bersandar pada sebuah tembok. Jika tinggi ujung atas tangga dari lantai 12 m. Berapakah jarak ujung bawah tangga terhadap tembok ! 17. a. Tentukan jarak antara titik P(-3, 8) dan titik Q(5, -7) ! b. Jika jarak RF = 10 dengan R(3, a) dan F(9, 6), tentukan nilai a !
18. Pada segitiga ABC sama kaki berikut AC = BC = 10 cm, AB = 12 cm. Hitunglah luas segitiga ABC ! C
A
B
Lampiran 4
KUNCI JAWABAN SOAL No
Jawaban
1. a. p 2 + q2 = r2 b. a2 + a2 = b 2 2 a2 = b2 2. a. 122 + 92 = r2 144 + 81 = r2 r2 = 225 r = 225 r = 15 b. 52 + 22 = x2 25 + 4 = x2 x2 = 29 x = 29 2
Skor
……………………………
5
……………………………
5
……………………………
5
……………………………
5
……………………………
5
……………………………
10
……………………………
10
2
1 1 2 8 = 7 + 4 2 2 72,25 = 56,25 + 16 72,25 = 72,25 Terbukti b. Tiga pasangan tripel phytagoras 3,4 dan 5 serta kelipatannya 5,12 dan 13 serta kelipatannya 10,24 dan 26 serta kelipatannya 7,15 dan 17 serta kelipatannya 7,24 dan 25 serta kelipatannya
3. a.
4. a. Misalkan P adalah diagonal, maka : p 2 = 12 2 - 7 2 p 2 = 144 - 49 p = 95 H
5.
Perhatikan segitiga ABC : E AC2 = AB2 + BC2 AC2 = 8 2 + 6 2 D AC2 = 64 + 36 AC = 100 A AC = 10 Sekarang perhatikan segitiga ACG:
G F C B
……………………………
5
AG2 = AC2 + CG2 AG = 10 2 + 24 2 AG = 100 + 576 AG = 676 AG = 26
x = 81 x =9 7. a.
5
……………………………
5
……………………………
5
……………………………
5
……………………………
10
Tembok
x2 = 15 2 - 122 x = 225 − 144
6.
……………………………
PQ =
{5 − (−3)}2 + {(−7) − 8}2
PQ =
{8}2 + {− 15}2
PQ = 64 + 225 PQ = 289 = 17 b.
8.
9.
RF = (9 − 3) 2 + (6 − a ) 2 102 = 62 + (6 - a)2 100 = 36 + (6 - a)2 100 - 36 = (6 - a)2 64 = (6 - a)2 (6 - a) = 64 (6 - a) = ± 8 *-a=8–6 *-a=-8–6 -a=2 - a = - 14 a=-2 a = 14
BC2 = AB2 + AC2 BC2 = 82 + 62 BC2 = 64 + 36 BC = 100 BC = 10 CD2 = BC2 - BD2 CD2 = 102 - 62 CD2 = 100 - 36 A CD = 64 = 8 Luas segitiga ABC : L = ½ x alas x tinggi
C
B
A C
D
B
= ½ x 12 x 8 = 48 cm2
10. O = Titik Pusat Perhatikan gambar disamping, Sehingga : x2 = Y2 - Z2 x2 = 1002 - 702 x = 10000 − 4900 x = 14900 x ≈ 122,1
……………………………
10
U
x
Z
o Y
……………………………
10
Lampiran 11
Deskripsi Data Statistika Kelompok Reception Learning Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Simpangan Baku, dan Varians Data Hasil Belajar Matematika
A. Distribusi Frekuensi 55
65
70
75
77.5
82.5
60
65
70
75
77.5
82.5
60
67.5
70
77.5
80
85
62.5
67.5
70
77.5
82.5
90
65
67.5
75
77.5
82.5
90
1. Banyaknya Data (n) = 30 2. Menentukan jangkauan adalah Data terbesar dikurangi data terkecil Rentang (r)
= Data Nilai Terbesar – Data Nilai Terkecil = 90 – 55 = 35
3. Menentukan banyaknya interval kelas Banyaknya kelas (k) = 1 + 3,3 log 30 = 5,87 ≈ 6 4. Menentukan panjang kelas interval Panjang kelas interval (i) =
r 35 = = 5,83 ≈ 6 k 6
Distribusi frekuensi Data Hasil Belajar Matematika Reception Learning
Interval Kelas
BB
BA
Frek (fi)
fk
Nilai Tengah (Xi)
fi . Xi
(x − x) (x − x )
55 - 60
54.5
60.5
3
3
57.5
172.5
-15.40
237.16
711.48
56244.87
168734.60
61 - 66
60.5
66.5
4
7
63.5
254
-9.40
88.36
353.44
7807.49
31229.96
67 - 72
66.5
72.5
7
14
69.5
486.5
-3.40
11.56
80.92
133.63
935.44
73 - 78
72.5
78.5
8
22
75.5
604
2.60
6.76
54.08
45.70
365.58
79 - 84
78.5
84.5
5
27
81.5
407.5
8.60
73.96
369.80
5470.08
27350.41
85 - 90
84.5
90.5
3
30
87.5
262.5
14.60
213.16
639.48
45437.19
136311.56
Jumlah
30
2
2187
()
B. Mean/Rataan Hitung x
x=
∑ f .x ∑f i
i
i
=
2187 30
= 72,90
C. Median (Me) 1 n − fk b i Me = l + 2 fi
(
fi . x − x
)
2
2209.20
(x − x )
4
(
fi . x − x
)
4
364927.54
15 − 14 Me = 72,5 + x6 8 = 72,5 + 0,75
= 73,25
D. Modus (Mo)
d1 Mo = l + d1 + d 2
x i
1 Mo = 72,5 + x6 1 + 3 = 72,5 + 1,5 = 74,00
E. Simpangan Baku (Sx)
∑ f . (x − x) ∑f
2
Sx =
i
i
i
F. Varians (Sx)2
(Sx)2 = (8,58)2 = 73,62 G. Kemiringan (Skewness)
Kemiringan =
=
x − Mo Sx 72,90 − 74,00 = - 0,13 8,58
Sx =
2209,20 = 73,64 = 8,58 30
H. Kurtosis ( α 4 )
M2 =
=
α4 =
∑ f (x i
i
− x) 2
n 2209,20 = 73,64 30
M4 (M 2 ) 2
=
12164,25 (73,64) 2
=
12164,25 = 2,24 5422,8496
M4 =
=
∑ f (x i
i
− x) 4
n 364927,54 = 12164,25 30
Lampiran 13
Deskripsi Data Statistika Kelompok Discovery Learning Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Simpangan Baku, dan Varians Data Hasil Belajar Matematika
A. Distribusi Frekuensi 45
55
65
67.5
72.5
77.5
50
60
65
67.5
72.5
77.5
52.5
62.5
67.5
70
75
85
52.5
62.5
67.5
70
75
85
55
65
67.5
70
75
85
1. Banyaknya Data (n) = 30 2. Menentukan jangkauan adalah Data terbesar dikurangi data terkecil Rentang (r)
= Data Nilai Terbesar – Data Nilai Terkecil = 85 – 45 = 40
3. Menentukan banyaknya interval kelas Banyaknya kelas (k) = 1 + 3,3 log 30 = 5,87 ≈ 6 4. Menentukan panjang kelas interval Panjang kelas interval (i) =
r 40 = = 6.67 ≈ 7 k 6
Distribusi frekuensi Data Hasil Belajar Matematika Discovery Learning
Frek (fi)
fk
Nilai Tengah (Xi)
fi . Xi
45 - 51 44.5 51.5
2
2
48
96
-19.67
386.91
773.82
149698.50 299396.99
52 - 58 51.5 58.5
4
6
55
220
-12.67
160.53
642.12
25769.53
103078.11
59 - 65 58.5 65.5
6
12
62
372
-5.67
32.15
192.89
1033.55
6201.31
66 - 72 65.5 72.5
8
20
69
552
1.33
1.77
14.15
3.13
25.03
73 - 79 72.5 79.5
7
27
76
532
8.33
69.39
485.72
4814.82
33703.74
80 - 86 79.5 86.5
3
30
83
249
15.33
235.01
705.03
55229.18
165687.55
Jumlah
30
Interval Kelas
BB
BA
2
2021
()
B. Mean/Rataan Hitung x
x=
∑ f .x ∑f i
i
i
=
fi
(x − x ) (x − x ) . (x − x )
2021 30
= 67,37
C. Median (Me)
1 n − fk b i Me = l + 2 fi
2
2813.73
(x − x )
4
(
fi . x − x
)
4
608092.73
15 − 12 Me = 65,5 + x7 8
= 65,5 + 2,63
= 68,13 D. Modus (Mo) d1 Mo = l + d1 + d 2
x i
2 Mo = 65,5 + x7 2 +1
= 65,5 + 4,67 = 70,17
E. Simpangan Baku (Sx)
∑ f . (x − x ) ∑f
2
Sx =
i
i
i
F. Varians (Sx)2
(Sx)2 = (9.68)2 = 93,70
G. Kemiringan (Skewness)
Kemiringan =
=
x − Mo Sx 67,37 − 70,17 = - 0,29 9,68
Sx =
2813,73 = 93,79 = 9.68 30
H. Kurtosis ( α 4 )
M2 =
=
α4 =
∑ f (x i
i
− x) 2
n
2813,73 = 93,79 30
M4 (M 2 ) 2
=
20269.76 (93,79) 2
=
20269.76 = 2,30 8796.7329
M4 =
=
∑ f (x i
i
− x) 4
n
608092,73 = 20269.76 30
Lampiran 16
Perhitungan Uji Homogenitas Perhitungan uji homogenitas antara kelompok Reception Learning dan Kelompok Discovery Learning dilakukan dengan menggunakan Uji Fisher, dengan rumus :
Fhitung =
Varians Terbesar Varians Terkecil
1. Hipotesis Ho
: Varians data hasil belajar matematika Homogen
H1
: Varians data hasil belajar matematika tidak Homogen
2. Kriteria Pengujian Kriteria pengujian adalah : Ho diterima jika harga F hit < F tabel Ha ditolak jika harga F hit > F tabel
3. Menentukan f hit Fhitung = =
Varians Terbesar Varians Terkecil 93,70 73,62
= 1.27 4. Jumlah Sampel nx
= 30
ny
= 30
5. Derajat Kebebasan Pembilang
: dk x = n – 1 = 30 – 1 = 29
Penyebut
: dk y = n – 1 = 30 – 1 = 29
6. Kesimpulan F tabel (0,05 dk = 29 : 29) dengan menggunakan tabel distribusi F tidak didapat, maka untuk itu digunakan interpolasi untuk mencari F tabel (0,05. dk = 29 : 29) 29
24
5
30
1
Dari tabel distribusi F diperoleh nilai F (0,05. dk = 24 : 29 ) adalah 1,90 Dan nilai F (0,05. dk = 30 : 29 ) adalah 1,85, maka F tabel (0,05. dk = 29 : 29 )
= =
(1 x 1,90) + (5 x 1,85) 5 +1
1,9 + 9,25 6
= 1,86
Dari perhitungan didapat F hitung = 1,27 < F tabel =1,86, sehingga Ho diterima yang berarti varians kedua populasi homogen. Artinya kemampuan matematika siswa sebelum diberikan perlakuan adalah homogen.
Lampiran 17
Uji Hipotesis Penelitian
Setelah didapat kedua kelompok berasal dari data yang berdistribusi normal dan homogen, pengujian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan uji-t. Data hasil penelitian diperoleh rata-rata kelas Reception Learning adalah 72,90 dan rata-rata kelas Discovery Leraning adalah 67,37 Untuk menguji hipotesis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan Hipotesis Statistik Ho :
Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika antara siswa yang diajar menggunakan metode Reception Learning dengan metode Discovery Learning.
Ha :
Rata-rata hasil belajar matematika yang diajar menggunakan metode Reception Learning lebih tinggi dari pada yang diajar menggunakan
metode Discovery Learning. Dalam bentuk hipotesis statistik : H0
: µ1 = µ 2
Ha
:
µ1 > µ 2
Keterangan :
µ1
: Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Reception Learning.
µ2
: Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Discovery Learning.
2. Menentukan harga t hitung : Karena varians populasi homogen, maka rumus yang digunakan adalah :
t hitung =
x1 − x 2 (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s2 2 dimana s gab = 1 1 n1 + n 2 − 2 s gab + n1 n2 s gab =
s gab = =
(n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s2 2 n1 + n 2 − 2
(30 − 1)73,62 + (30 − 1)93,70 30 + 30 − 2 2134,98 + 2717,3 58
=
4852,28 58
=
83,66
= 9,15 Sehingga thitung didapat : 72,90 − 67,37
t hitung =
9,15 =
1 1 + 30 30 5,53
9,15 x
0.0667
=
5,53 9,15 x 0,2582
=
5,53 = 2,34 2,36
Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh t hitung = 2,34
3. Menentukan Harga t tabel Setelah nilai t hitung didapat, maka kita menentukan taraf signifikan dengan α = 0,05 dan derajat keyakinan (dk) = n1 + n2 - 2 = 30 + 30 – 2 = 58, maka
t = (0,05; 58). Karena dengan menggunakan table distribusi t = (0,05; 58) tidak ditemukan, maka digunakan interpolasi sebagai berikut: 58
40
18
60
2
Dari tabel t diperoleh nilai t (0,05; 40) = 1,68 (lihat tabel t) dan t (0,05; 60 = 1,67. (lihat tabel t), maka: t tabel
=
(18 x 1,67) + ( 2 x 1,68) 18 + 2
=
30,06 + 3,36 20
= 1,67 4. Kriteria Pengujian Kriteria penerimaan untuk uji dua pihak sebagai berikut: • Jika t hit ≤ t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak • Jika t hit > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima 5. Kesimpulan Dari hasil perhitungan diperoleh harga t hitung = 2,34 dan nilai t tablel = 1,67. Jadi t hitung > t tabel (2,34 ≠ 1,67) maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang menggunakan metode Reception Learning dan Discovery Learning.
Lampiran 18
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE RECEPTION LEARNING (Pertemuan ke-1 & 2)
Satuan Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran
:
Matematika
Pokok Bahasan
:
Teorema Pythagoras
Kelas/Semester
:
VIII/Ganjil
Alokasi Waktu
:
2 x 40 Menit
Standar Kompetensi
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku.
Indikator Hasil Belajar
1. Menemukan Teorema Pythagoras 2. Menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus 3. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 4. Menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. 5. Membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 6. Menyelesaikan
soal
cerita
(dalam
menggunakan Teorema Pythagoras
kehidupan
sehari-hari)
yang
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menemukan teorema Pythagoras dengan melakukan penyelidikan. 2. Siswa dapat menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus.
B. Materi Ajar
1. Kuadrat, akar kuadrat suatu bilangan serta luas persegi dan luas segitiga. a. Menghitung luas persegi. b. Menghitung luas segitiga siku-siku. c. Menghitung luas persegi dengan menggunakan luas segitiga siku-siku. 2. Pembuktian Teorema Pythagoras.
C. Metode Pembelajaran
Reception Learning Model Advanced Organizer
D. Langkah-langklah Pembelajaran PERTEMUAN PERTAMA 1. Pendahuluan Apersepsi :
1. Untuk mengawali bab ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan materi sebagai pengantar. 2. Guru mengingatkan kembali tentang penghitungan kuadrat dan akar kuadrat suatu bilangan, luas persegi, dan luas segitiga sikusiku yang telah dipelajari di kelas VII. Motivasi :
Guru memotivasi siswa untuk memerhatikan pelajaran yang diberikan dengan menyampaikan pentingnya mempelajari materi ini.
2. Kegiatan Inti
a. Guru menyajikan skema Advanced Organizer seperti di bawah ini: Kuadrat
Akar Kuadrat - Menghitung
- Grafik
D E N G A N
- Tabel - Kalkulator
D E N G A N
Luas Persegi = Sisi x Sisi
- Memperkirakan - Grafik - Tabel - Kalkulator
Luas Segitiga = ½ x Alas x Tinggi
b. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan skema Advanced Organizer c. Guru memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya d. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
3. Penutup
1. Guru membimbing siswa merangkum dan menyimpulkan materi ajar konsep yang berkaitan dengan dalil Pythagoras. 2. Guru bersama siswa membuat refleksi materi yang diajarkan. 3. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswa PERTEMUAN KEDUA
1. Pendahuluan
Apersepsi
: 1. Membahas PR 2. Mengingat kembali rumus pythagoras
Motivasi
: Dengan rumus pythagoras siswa akan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari
2. Kegiatan Inti
a. Guru menyajikan skema Advanced Organizer seperti di bawah ini:
Luas persegi yang sisinya c = c2
Luas persegi yang sisinya b = b2
Luas persegi yang sisinya a = a2
c2 = a2 + b2
b. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan skema Advanced Organizer c. Guru memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya d. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
3. Penutup
1. Guru bersama siswa merangkum dan menyimpulkan materi ajar penemuan dalil Pythagoras dan syarat-syarat berlakunya. 2. Guru memberikan tugas individu pembuktian dalil Pythagoras dari suatu gambar (selain yang sudah dibahas).
E. Media yang Dipakai
Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga serta bangun-bangun persegi
F. Penilaian 1. Jenis Tagihan
: Tugas Individu
2. Bentuk Instrumen
: Essay
Tigaraksa, 30 Oktober 2008 Mudirul Madrasah
Guru Bidang Studi
Muawanah, M. Pd
Imanuddin
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE RECEPTION LEARNING (Pertemuan ke-3 & 4)
Satuan Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran
:
Matematika
Pokok Bahasan
:
Teorema Pythagoras
Kelas/Semester
:
VIII/Ganjil
Alokasi Waktu
:
2 x 40 Menit
Standar Kompetensi
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Indikator Hasil Belajar
7. Menemukan Teorema Pythagoras 8. Menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus 9. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 10. Menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. 11. Membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 12. Menyelesaikan
soal
cerita
(dalam
menggunakan Teorema Pythagoras
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
kehidupan
sehari-hari)
yang
G. Tujuan Pembelajaran
3. Siswa dapat menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 4. Siswa dapat menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. H. Materi Ajar
3. Rumus Teorema Pythagoras dan rumus formula jarak (antara dua titik). 4. Menggunakan Teorema Pythagoras pada bangun datar atau bangun ruang. I. Metode Pembelajaran
Reception Learning Model Advanced Organizer J. Langkah-langklah Pembelajaran PERTEMUAN KETIGA 1. Pendahuluan
Apersepsi
: 1. Mengabsen siswa 2. Membahas PR 3. Mengingat kembali rumus pythagoras
Motivasi
: Dengan rumus pythagoras siswa bisa menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kegiatan Inti
a. Guru menyajikan skema Advanced Organizer seperti di bawah ini: `Rumus Teorema Pythagoras a2 + b2 = c2 dimana a dan b = sisi siku-siku
a2 = c2 - b2 Turunannya
c 2 − b 2 , dan
a=
b 2 = c2 - a2 b=
Rumus Formula Jarak : AB =
( X a − X b )2 + (Ya − Yb )2
c2 − a2
b. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan skema Advanced Organizer c. Guru memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya d. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah 3. Penutup
1. Guru membimbing siswa merangkum dan menyimpulkan materi. 2. Guru bersama siswa membuat refleksi materi yang diajarkan. 3. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswa. PERTEMUAN KEEMPAT 4. Pendahuluan Apersepsi :
1. Guru mengingatkan kembali tentang syarat-syarat berlakunya dalil Pythagoras. 2. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan pembelajaran dari materi sebagai pengantar. Motivasi :
Guru memotivasi siswa tentang kegunaan dan pentingnya mempelajari materi
ini dengan
menghubungkan dengan materi lain dan
permasalahan sehari-hari. 5. Kegiatan Inti
a. Guru menyajikan skema Advanced Organizer seperti di bawah ini: Penggunaan Teorema Phytagoras Pada Bangun Datar
Pada Bangun Ruang
Amati Segitiga Siku-siku yang bersesuaian
Buat Irisan Bangun Datar Buat Rumus Phytagoras a2 + b2 = c2 dimana a dan b = sisi siku-siku c = sisi terpanjang
b. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan skema Advanced Organizer c. Guru memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya d. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
6. Penutup
1. Guru membimbing siswa merangkum dan menyimpulkan materi perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku khusus. 2. Guru bersama siswa membuat refleksi materi yang diajarkan. 3. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswa.
K. Media yang Dipakai
Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga
L. Penilaian 1. Jenis Tagihan
: Individu
2. Bentuk Instrumen
: Essay
Tigaraksa, 06 Nopember 2008 Mudirul Madrasah
Guru Bidang Studi
Muawanah, M. Pd
Imanuddin
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE RECEPTION LEARNING (Pertemuan ke-5, 6 & 7)
Satuan Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran
:
Matematika
Pokok Bahasan
:
Teorema Pythagoras
Kelas/Semester
:
VIII/Ganjil
Alokasi Waktu
:
2 x 40 Menit
Standar Kompetensi
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku.
Indikator Hasil Belajar
13. Menemukan Teorema Pythagoras 14. Menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus 15. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 16. Menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. 17. Membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 18. Menyelesaikan
soal
cerita
(dalam
menggunakan Teorema Pythagoras
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
kehidupan
sehari-hari)
yang
M. Tujuan Pembelajaran
3. Siswa dapat membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 4. Siswa dapat menyelesaikan soal cerita (dalam kehidupan sehari-hari) yang menggunakan Teorema Pythagoras. N. Materi Ajar
5. Kebalikan Teorema Pythagoras dan Tigaan Pythagoras (tripel pythagoras). 6. Menyelesaikan soal-soal cerita dengan menggunakan Teorema Pythagoras. O. Metode Pembelajaran
Reception Learning Model Advanced Organizer P. Langkah-langklah Pembelajaran PERTEMUAN KELIMA 1. Pendahuluan Apersepsi :
1. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan materi sebagai pengantar. 2. Guru mengingatkan kembali tentang materi dalil Pythagoras. Motivasi :
Guru memotivasi siswa untuk memerhatikan pelajaran yang diberikan dengan menyampaikan pentingnya mempelajari materi ini. 2. Kegiatan Inti
a. Guru menyajikan skema Advanced Organizer seperti di bawah ini:
Kebalikan Teorema Pythagoras
Sebuah segitiga dengan Ukuran a, b dan c merupakan Segitiga Siku-siku
a2 + b 2 = c2 dimana a dan b = sisi siku-siku c = sisi terpanjang
a, b dan c merupakan tripel Pythagoras
b. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan skema Advanced Organizer c. Guru memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya d. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
3. Penutup
a. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman. b. Siswa dan guru melakukan refleksi c. Guru memberikan tugas (PR).
PERTEMUAN KEENAM 7. Pendahuluan
1. Guru mengingatkan kembali syarat-syarat berlakunya dalil Pythagoras. 2. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan pembelajaran dari materi sebagai pengantar. 3. Guru membahas PR.
8. Kegiatan Inti
a. Guru menyajikan skema Advanced Organizer seperti di bawah ini: Menyelesaikan soal cerita dengan Teorema Pythagoras
Buat sketsa segitga siku-siku
Rumus Teorema Pythagras a2 + b2 = c2 dimana a dan b = sisi siku-siku c = sisi terpanjang
Berkaitan dengan tangga dan layang-layang Berkaitan dengan arah mata angin
b. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan skema Advanced Organizer c. Guru memberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya d. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
9. Penutup
a. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman. b. Siswa dan guru melakukan refleksi c. Siswa diminta mempersiapkan diri untuk evaluasi (ulangan). PERTEMUAN KETUJUH
a. Guru memberikan ulangan b. Guru mengawasi jalannya ulangan Q. Media yang Dipakai
Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga R. Penilaian 1. Jenis Tagihan
: Individu
2. Bentuk Instrumen
: Essay
S. Sumber Belajar
1. Cunayah Cucun, S. Pd, Kompetensi Matematika untuk SMP/MTs VIII, Bandung; Yrama Widya, 2005, hal. 132 – 158. 2. Tim Matematika, Matematika SLTP, Jakarta; Yudistira, 1995, hal. 44 – 57. 3. Tampomas Husein, Matematika untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta; Yudistira, 2005, hal 135 – 153. 4. Harta Idris, Matematika Bermakna VIII, Surakarta; Mediatama, 2007, hal. 119 – 124. 5. Fauzi M. Ihsan, LKS Matematika, ..................,Suara Media Sejahtera, 2008, hal. 50 – 54. Tigaraksa, 13 Nopember 2008 Mudirul Madrasah
Guru Bidang Studi
Muawanah, M. Pd
Imanuddin
Lampiran 19
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE DISCOVERY LEARNING (Pertemuan ke-1 & 2)
Satuan Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran
:
Matematika
Pokok Bahasan
:
Teorema Pythagoras
Kelas/Semester
:
VIII/Ganjil
Alokasi Waktu
:
2 x 40 Menit
Standar Kompetensi
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku.
Indikator Hasil Belajar
19. Menemukan Teorema Pythagoras 20. Menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus 21. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 22. Menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. 23. Membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 24. Menyelesaikan
soal
cerita
(dalam
menggunakan Teorema Pythagoras
kehidupan
sehari-hari)
yang
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
T. Tujuan Pembelajaran
5. Siswa dapat menemukan teorema Pythagoras dengan melakukan penyelidikan. 6. Siswa dapat menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus.
U. Materi Ajar
1. Kuadrat, akar kuadrat suatu bilangan serta luas persegi dan luas segitiga. a. Menghitung luas persegi. b. Menghitung luas segitiga siku-siku. c. Menghitung luas persegi dengan menggunakan luas segitiga siku-siku. 2. Pembuktian Teorema Pythagoras.
V. Metode Pembelajaran
Discovery Learning
W. Langkah-langklah Pembelajaran PERTEMUAN PERTAMA 1. Pendahuluan Apersepsi :
1. Untuk mengawali bab ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan materi sebagai pengantar. 2. Guru mengingatkan kembali tentang penghitungan kuadrat dan akar kuadrat suatu bilangan, luas persegi, dan luas segitiga sikusiku yang telah dipelajari di kelas VII. Motivasi :
Guru memotivasi siswa untuk memerhatikan pelajaran yang diberikan dengan menyampaikan pentingnya mempelajari materi ini.
2. Kegiatan Inti
a. Guru menjelaskan materi bahwa untuk menghitung luas persegi dengan menggunakan luas segitiga dapat dilakukan dengan dua cara. b. Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswa untuk menghitung luas persegi dengan cara pertama, yakni membingkainya dalam bentuk persegi pula. c. Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswauntuk menghitung luas persegi dengan dua cara, yakni membaginya dalam bentuk segitiga siku-siku dan persegi kecil. d. Guru memberikan latihan dan pekerjaan rumah.
3. Penutup
4. Guru membimbing siswa merangkum dan menyimpulkan materi ajar konsep yang berkaitan dengan dalil Pythagoras. 5. Guru bersama siswa membuat refleksi materi yang diajarkan. 6. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswa
PERTEMUAN KEDUA
10. Pendahuluan
Apersepsi
: 1. Membahas PR 2. Mengingat kembali rumus pythagoras
Motivasi
: Dengan rumus pythagoras siswa akan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari
11. Kegiatan Inti
e. Guru membimbing siswa untuk menghitung luas persegi pada ketiga sisi segitiga siku-siku (diberikan beberapa macam soal yang berbeda angka). f. Guru membimbing siswa untuk menemukan hubungan antara hasil perhitungan yang telah dihitung.
g. Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan bahwa pada segitiga siku-siku luas persegi pada hypotenusa sama dengan jumlah persegi pada kedua siku-sikunya. h. Guru memberikan latihan dan pekerjaan rumah.
12. Penutup
3. Guru bersama siswa merangkum dan menyimpulkan materi ajar penemuan dalil Pythagoras dan syarat-syarat berlakunya. 4. Guru memberikan tugas individu pembuktian dalil Pythagoras dari suatu gambar (selain yang sudah dibahas).
X. Media yang Dipakai
Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga serta bangun-bangun persegi
Y. Penilaian 1. Jenis Tagihan
: Tugas Individu
2. Bentuk Instrumen
: Essay
Tigaraksa, 30 Oktober 2008 Mudirul Madrasah
Guru Bidang Studi
Muawanah, M. Pd
Imanuddin
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE DISCOVERY LEARNING (Pertemuan ke-3 & 4)
Satuan Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran
:
Matematika
Pokok Bahasan
:
Teorema Pythagoras
Kelas/Semester
:
VIII/Ganjil
Alokasi Waktu
:
2 x 40 Menit
Standar Kompetensi
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku.
Indikator Hasil Belajar
25. Menemukan Teorema Pythagoras 26. Menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus 27. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 28. Menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. 29. Membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 30. Menyelesaikan
soal
cerita
(dalam
menggunakan Teorema Pythagoras
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
Z. Tujuan Pembelajaran
kehidupan
sehari-hari)
yang
5. Siswa dapat menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 6. Siswa dapat menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang.
AA.
Materi Ajar
5. Rumus Teorema Pythagoras dan rumus formula jarak (antara dua titik). 6. Menggunakan Teorema Pythagoras pada bangun datar atau bangun ruang.
BB.
Metode Pembelajaran
Discovery Learning
CC.
Langkah-langklah Pembelajaran PERTEMUAN KETIGA
1. Pendahuluan
Apersepsi
: 1. Mengabsen siswa 2. Membahas PR 3. Mengingat kembali rumus pythagoras
Motivasi
: Dengan rumus pythagoras siswa bisa menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kegiatan Inti
a. Guru membimbing siswa untuk menemukan teorema Pythagoras b. Guru menjelaskan rumus formula jarak (antara dua titik) c. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
3. Penutup
4. Guru membimbing siswa merangkum dan menyimpulkan materi.
5. Guru bersama siswa membuat refleksi materi yang diajarkan. 6. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswa.
PERTEMUAN KEEMPAT 13. Pendahuluan Apersepsi :
3. Guru mengingatkan kembali tentang syarat-syarat berlakunya dalil Pythagoras. 4. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan pembelajaran dari materi sebagai pengantar. Motivasi :
Guru memotivasi siswa tentang kegunaan dan pentingnya mempelajari materi
ini dengan
menghubungkan dengan materi lain dan
permasalahan sehari-hari.
14. Kegiatan Inti
i. Guru memberikan contoh soal aplikasi Teorema Pythagoras pada bangun datar dan guru membimbing siswa dalam mengerjakan soal tersebut untuk mengamati segitiga siku-siku yang bersesuaian kemudian dikerjakan sesuai rumus Teorema Pythagoras. j. Guru memberikan contoh soal aplikasi Teorema Pythagoras pada bangun ruang dan guru membimbing siswa dalam mengerjakan soal tersebut untuk membuat irisan bangun datarnya, mengamati segitiga siku-siku yang bersesuaian kemudian dikerjakan sesuai rumus Teorema Pythagoras. k. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
15. Penutup
4. Guru membimbing siswa merangkum dan menyimpulkan materi perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku khusus. 5. Guru bersama siswa membuat refleksi materi yang diajarkan. 6. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswa.
DD.
Media yang Dipakai
Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga
EE.
Penilaian
1. Jenis Tagihan
: Individu
2. Bentuk Instrumen
: Essay
Tigaraksa, 06 Nopember 2008 Mudirul Madrasah
Guru Bidang Studi
Muawanah, M. Pd
Imanuddin
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE DISCOVERY LEARNING (Pertemuan ke-5, 6 & 7)
Satuan Pendidikan
:
Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran
:
Matematika
Pokok Bahasan
:
Teorema Pythagoras
Kelas/Semester
:
VIII/Ganjil
Alokasi Waktu
:
2 x 40 Menit
Standar Kompetensi
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku.
Indikator Hasil Belajar
31. Menemukan Teorema Pythagoras 32. Menyatakan Teorema Pythagoras dalam bentuk rumus 33. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lainnya diketahui dan menghitung jarak antara dua titik. 34. Menggunakan Teorema Pythagoras menyelesaikan soal-soal pada bagun datar atau bangun ruang. 35. Membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 36. Menyelesaikan
soal
cerita
(dalam
menggunakan Teorema Pythagoras
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
kehidupan
sehari-hari)
yang
FF. Tujuan Pembelajaran
7. Siswa dapat membahas kebalikan Teorema Pythagoras dan mengenal tiga bilangan yang merupakan tripel Pythagoras. 8. Siswa dapat menyelesaikan soal cerita (dalam kehidupan sehari-hari) yang menggunakan Teorema Pythagoras.
GG.
Materi Ajar
7. Kebalikan Teorema Pythagoras dan Tigaan Pythagoras (tripel pythagoras). 8. Menyelesaikan soal-soal cerita dengan menggunakan Teorema Pythagoras.
HH.
Metode Pembelajaran
Discovery Learning
II. Langkah-langklah Pembelajaran
PERTEMUAN KELIMA 1. Pendahuluan Apersepsi :
3. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan materi sebagai pengantar. 4. Guru mengingatkan kembali tentang materi dalil Pythagoras. Motivasi :
Guru memotivasi siswa untuk memerhatikan pelajaran yang diberikan dengan menyampaikan pentingnya mempelajari materi ini.
2. Kegiatan Inti
a. Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan bahwa sebuah segitiga siku-siku yang berukuran a, b dan c merupakan segitiga siku-siku apabila berlaku a2 + b2 = c2 dimana
a dan b merupakan sisi siku-sikunya sedangkan c merupakan sisi terpanjang. b. Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswa untuk menemukan tripel Pythagoras. c. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
3. Penutup
d. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman. e. Siswa dan guru melakukan refleksi f. Guru memberikan tugas (PR).
PERTEMUAN KEENAM 16. Pendahuluan
4. Guru mengingatkan kembali syarat-syarat berlakunya dalil Pythagoras. 5. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan pembelajaran dari materi sebagai pengantar. 6. Guru membahas PR.
17. Kegiatan Inti
i.
Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswa untuk mengerjakan soal-soal cerita yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras dengan cara membuat sketsa segitiga siku-sikunya dan dikerjakan dengan rumus Teorema Pythagoras.
ii.
Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah
18. Penutup
d. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman. e. Siswa dan guru melakukan refleksi f. Siswa diminta mempersiapkan diri untuk evaluasi (ulangan).
PERTEMUAN KETUJUH
l.
Guru memberikan ulangan
m. Guru mengawasi jalannya ulangan
JJ. Media yang Dipakai
Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga
KK.
Penilaian
1. Jenis Tagihan
: Individu
2. Bentuk Instrumen
: Essay
LL.
Sumber Belajar
1. Cunayah Cucun, S. Pd, Kompetensi Matematika untuk SMP/MTs VIII, Bandung; Yrama Widya, 2005, hal. 132 – 158. 2. Tim Matematika, Matematika SLTP, Jakarta; Yudistira, 1995, hal. 44 – 57. 3. Tampomas Husein, Matematika untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta; Yudistira, 2005, hal 135 – 153. 4. Harta Idris, Matematika Bermakna VIII, Surakarta; Mediatama, 2007, hal. 119 – 124. 5. Fauzi M. Ihsan, LKS Matematika, ..................,Suara Media Sejahtera, 2008, hal. 50 – 54.
Tigaraksa, 13 Nopember 2008 Mudirul Madrasah
Guru Bidang Studi
Muawanah, M. Pd
Imanuddin
UJI REFERENSI N O
1 2 3 4 5
6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
BUKU
E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, (Bandung : Tarsito, 1980), hal. 146. Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : UPI, 2001), hal. 56. Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, 192 : 7. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 88-89. Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Rosda Karya, 1995), hal. 173. Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Test terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September , 2005), hal. 669. Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 4. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Rosda karya, 1996), hal. 160. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : CV Rajawali, 1987), hal 43. Lisnawaty Simanjuntak, dkk., Metode Mengajar Matematika, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 229. W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta ; Grasindo, 1996), hal. 53 Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 1. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung ; Remaja Karya, 1984), h. 80. Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung : Tarsito, 1990), h. 21. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos), hal. 6061. Erman Suherman, StrategiPembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : FP MIPA UPI, 2003), Edisi Revisi, hal. 7. Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta; Uhamka Pess, 2003), hal. 13. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja
PARAF Pemb. Pemb. I II
Rosda Karya, 1991), hal. 85 19 20 21 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
42 43
http://www.ut.ac.id/ol-supp/fkip/pgsm3803/hakikat.htm.
Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 1 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran ...2003, h. 27. Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar..., hal. 671. Nana Sudjana, Penilaian hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 3 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta : Jemmars, 1986), hal. 82 Nana Sudjana, Penilaian hasil ..., hal. 2 E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, (Bandung : Tarsito, 1980), hal. 146. Erman Suherman, StrategiPembelajaran ..., hal.. 15 – 16. Ismail, dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), hal. 1.3 Ismail, dkk, Kapita Selekta.... , hal. 1.3 Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet. ke2, hal. 252. Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan..., hal. 252 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,...... hal. 16 – 17. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Sinar Harapan, 1990), hal. 190. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, hal. 51-54 Purwadarnimta, W. J. S, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2, hal. 55. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 56. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 57 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 57 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 129. Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Tes Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September, 2005), hal. 672. Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta :
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
58
59 60 61 62 63 64 65
Rineka Cipta, 1998), hal 1 Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam..., hal. 670-671 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,... hal. 204. http://www.duq.edu//~tomei/ed711psy/c_ausub.htm
Baso Intang Sapaile, Pengaruh Metode Mengajar...., h. 674675 Jhon M. Echols, dkk,. Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 2000), hal. 185 Fredirick H. Bell, Teaching and Learning Mathematich (In Secondary School), (Lowa: Wm. C. Brown Company, 1981), hal. 241 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan..., hal. 41 Erman Suherman, dkk , Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer...., hal. 93-94 Erman Suherman, dkk , Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer...., hal 123-124 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika..........., hal. 6.20 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika..........., hal. 6.20-6.21 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika..........., hal. 6.20-6.21 Roetiyah NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hal. 126 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 7 Donal Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Introduction to Research in Education, (Terjemahan: Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Arief Furchan), (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal. 50. 1Ibnu Hajar, Dasar-dasar Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 321 1Donal Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Introduction to Research in Education...., hal. 320 Ibnu Hajar, Dasar-dasar Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan....., hal. 322 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 108. Masri Singaribun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet. 1, hal. 152. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi......, hal, 90 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), Cet, VIII, hal. 266.
66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi......, hal, 91 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 120. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi......, hal, 92 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,........, hal. 158 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian........, hal 144-145 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung; CV Pustaka Setia, 2001), h. 130 Anas Sudijono, Pengantar EvaluasiPendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 208 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi..........,. hal. 208 Suharsismi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Hal. 210 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi ...., hal. 213 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi ...., hal. 218