PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 PADA TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE JINAK, BORDERLINE DAN GANAS
dr. I Gede Mega Putra, SpOG (K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/ RSUP SANGLAH DENPASAR 2014
ABSTRAK
PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 PADA TUMOR OVARIUM EPITELIAL TIPE JINAK, BORDERLINE DAN GANAS Tumor ovarium merupakan masalah ginekologi onkologi di seluruh dunia dan merupakan 5 penyebab kematian terbanyak akibat kanker pada wanita. Pembagian tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas menyebabkan kesulitan dalam penatalaksanaannya terutama tipe borderline pada wanita muda yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan suatu marker yang dapat digunakan untuk deteksi dini, prognosis dan pedoman dalam penatalaksanaannya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan harapan hidup penderita. Oleh karena itu beberapa peneliti melakukan pendekatan secara genetika untuk mengungkap etiopatogenesis terjadinya suatu tumor. Salah satu gen yang berperan dalam terjadinya suatu tumor adalah P53 yang merupakan gen yang mengekspresikan protein 53 (p53). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan ekspresi p53 dan perbedaannya pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas. Penelitian ini merupakan studi cross-sectionaldi Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar yang dilakukan mulai Juli 2011 sampai Desember 2013 dengan sampel penelitian sebanyak 49 buah blok parafin. Sampel blok parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas tipe tumor ovarium epitelial yaitu tipe jinak, borderline dan ganas. Kemudian masing-masing kelompok tipe tumor dilakukan pemeriksaan ekspresi p53 dengan teknik imunohistokimia. Selanjutnya ditentukan perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas dengan menggunakan uji Chi-Square. Penelitian ini memperoleh rerata umur, Indek Massa Tubuh (IMT), paritas, dan riwayat kontrasepsi hormonal pada ketiga kelompok tipe tumor ovarium epitelial adalah homogen. Ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak sebanyak 6,25 %, tipe borderline 15,38 %, dan tipe ganas 40 %. Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dengan ganas (p=0,024), tidak terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dengan borderline (p=0,448) dan tidak terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dengan ganas (p=0,202).
Kata kunci: ekspresi p53, tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas.
ABSTRACT THE DIFFERENCES OF PROTEIN 53 EXPRESSION IN OVARIAN EPITHELIAL TUMOR BENIGN, BORDERLINE AND MALIGNANT TYPE
Ovarian tumor is a gynecologic oncology problemthroughoutthe worldand is thefifthcause of deathfrom cancerin women. Ovarian tumor classification into benignepithelial ovariantumors, borderlineandmalignanthas causeddifficulties inits management, especially for borderlinetypein young womenwhostillwant to preservetheir reproductivefunction. Variousstudies have been conductedtofindamarkerthatcan beusedforearly detection, prognosisandguidanceinits management,which are expected todecreasemorbidity andmortalityandimprove survival. Therefore, someresearchers performedgeneticapproach torevealthe occurrence ofthetumoretiopathogenesis. One of the genesthat play a rolein the occurrence ofatumorisP53whichis a genethat expressesa protein53(p53).The purpose ofthis study wastodeterminethe expression ofp53andthe differenceintypesof epithelial ovariantumorsbenign, borderlineandmalignant. This was a cross-sectional study in Obstetrics and Gynecology, Pathology Anatomy and Medical Records Departments of Sanglah Central Public Hospital Denpasar, which was conducted from July 2011 until December 2013 with sample of 49 paraffin blocks pieces. Paraffin block samples were grouped based on the type of epithelial ovarian tumors which are benign, borderline and malignant. Eachgroupof tumortypes was then examined for its p53 expressionbyimmunohistochemical technique. Furthermore, the differencesbetweenbenignepithelial ovariantumors, borderlineandmalignant were determined usingChi-Square test. The averages ofage, Body Mass Index(BMI), parity, andhistory ofhormonal contraceptionin all threetypesof epithelial ovariantumors groups werehomogeneous. P53 expression in ovarian epithelial tumor was 6,25% in benign type, 15,38% in borderline type, and 40% in malignant type. Based on Chi square test, there was a significant difference in p53 expression between the benign epithelial ovarian tumor and malignant type (p=0,024), no significant difference in p53 expression between the benign type and borderline type (p=0,448), and no significant difference in p53 expression between the borderline type and the malignant type (p=0,202). Key word : p53 expression, benign epithelial ovarian tumor, borderline and malignant type.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tumor merupakan suatu keadaan dimana sel kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Tumor dapat menyerang bermacam-macam organ termasuk organ reproduksi yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Salah satu organ reproduksi yang dapat menjadi tumor adalah ovariumyang mempunyai fungsi dalam reproduksi dan pengaturan hormonal. Tumor ovarium masih merupakan masalah ginekologi onkologi di seluruh dunia dan merupakan lima penyebab kematian terbanyak akibat kanker pada wanita. Tumor ovarium merupakan kelainan terbanyak dalam bidang ginekologi dengan insidensinya dalam populasi berkisar antara 5-15% (Hoffman et al. 2008). Tumor ganas ovariumdi Amerika Serikat pada tahun 2007 didapatkan 22.430 kasus baru dan sebanyak 15.280 orang meninggal akibat tumor ganas ovarium ( Jemal et al. 2007). Di Indonesia tumor ganas ovariummenduduki urutan ke enam terbanyak dari keganasan pada wanita setelah kanker serviks, kanker payudara, kanker kolorectal, kanker kulit dan limfoma. Kejadian tumor ganas ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah sebesar 35 % dari keseluruhan keganasan pada ginekologi pada tahun 2005 dengan angka harapan hidup lima tahun sebesar 15 % (Karyana, 2005). Sedangkan menurut Badan Registrasi Kanker angka
kejadian tumor ganas ovariumpada populasi adalah 5,99 % (Badan Registrasi Kanker, 2006). Tumor ovarium epitelial merupakan tumor ovarium terbanyak yang terjadi pada perempuan dan 75 % dari keseluruhan tumor ovarium. Tumor ovarium epitelial dibagi menjadi tumor ovarium epitelial jinak, borderline dan ganas. Pada umumnya tumor ovarium sekitar 75 % ditemukan sudah pada stadium lanjut dimana tumor sudah membesar dan menyebar ke organ sekitarnya sehingga mengakibatkan prognosis yang jelek dari tumor ovarium. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis tumor ovarium disebabkan oleh banyak faktor antara lain gejala-gejala yang tidak khas pada stadium awal dari tumor ovarium dan belum adanya tes skrining untuk deteksi dini yang akurat pada tumor ovarium. Oleh karena gejala yang tidak khas ini tumor ovarium sering disebut sebagai silent killer (Karst dan Drapkin, 2010). Prognosis sangat ditentukan oleh stadium saat ditegakkan diagnosis tumor ovarium. Angka harapan hidup lima tahun pada stadium awal sekitar 80 – 90 % sedangkan pada stadium lanjut sekitar 25 %. Untuk mengurangi angka kematian akibat tumor ovarium maka diperlukan upaya untuk dapat melakukan deteksi dini dan menentukan faktor prognosis yang dapat digunakan untuk penanganan tumor ovarium yang lebih baik (Corney et al. 2008). Selama ini digunakan CA 125 sebagai marker untuk menegakkan diagnosis tumor ganas ovarium,tetapi hanya 50 % CA 125 yang positif pada stadium awal. Disamping itu CA 125 tidak khas untuk menegakkan diagnosis tumor ganas ovariumkarena juga kadarnya meningkat pada keadaan lainnya seperti
endometriosis, kista ovarium jinak, trimester I kehamilan, infeksi daerah panggul, kehamilan di luar kandungan, cirossis hepatis, kanker pankreas, kanker payudara, kanker paru-paru dan lainnya. Dengan demikian pemeriksaan CA 125 tidak spesifik untuk deteksi dini tumor ganas ovarium (Gubbels et al., 2010). Demikian juga dengan penggunaan ultrasonografi belum dapat dipakai sebagai alat untuk deteksi dini tumor ganas ovarium (Tchagang et al., 2008). Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk menemukan marker yang bisa digunakan sebagai deteksi dini, prognosis dan penatalaksanaan dari tumor ovarium salah satu diantaranya adalah p53. Beberapa peneliti seperti Ozer et al. (2012) mendapatkan hasil ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dan ganas berbeda bermakna dengan tipe jinak, tetapi ekspresi p53 tipe borderline dengan ganas tidak berbeda bermakna. Penelitian lain yang dilakukan oleh Choudhury et al. (2012) mendapatkan hasil ekspresi p53 berbeda bermakna antara tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline dengan tipe ganas, sedangkan tidak berbeda bermakna antara tipe jinak dan borderline. Hamdi dan Saleem (2012) mendapatkan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline adalah negatif sedangkan ekspresi p53 pada tumor ovarium tipe ganas adalah 48,1 % sehingga ekspresi p53 pada tumor ovarium tipe jinak dan borderline berbeda bermakna dengan tipe ganas. Ayadi et al. (2010) melakukan penelitian terhadap wanita di Tunisia dan menyatakan bahwa ada korelasi antara p53 dengan prognosis yang jelek dari tumor ganas ovarium. Banyak penelitian lain tentang p53 telah dilakukan dalam usaha untuk menemukan suatu marker yang lebih baik dan untuk menentukan prognosis dari tumor ganas ovarium. Hal
ini dikaitkan dengan fungsi utama dari p53 dalam penghentian siklus sel , perbaikan DNA dan apoptosis. Apabila terjadi mutasi pada p53 maka fungsi utamanya akan hilang sehingga proses proliferasi sel akan berjalan terus-menerus dan akan menyebabkan terbentuknya suatu tumor (Davidson et al. 2010). Ayadi et al. (2010) menyatakan diperlukan suatu marker baru yang dapat digunakan untuk dapat membedakan pasien dengan prognosis yang baik dan jelek serta dapat membantu dalam menentukan rencana terapi. Pembagian tumor ovarium epitalial tipe jinak, borderline dan ganas akan menyebabkan kesulitan dalam menentukan penatalaksanaannya terutama pada tipe borderline khususnya pada wanita usia muda yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Oleh karena itu diperlukan suatu marker yang dapat membedakan tumor ovarium epitelial tipe jinak dan ganas. Di Indonesia sampai saat ini masih sedikit penelitian tentang p53 yang dihubungkan dengan tumor ovarium dan oleh karena tingginya angka kejadian tumor ovarium epitelial, maka dilakukan penelitian perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas dalam upaya untuk menentukan suatu marker yang dapat digunakan sebagai alat deteksi dini, faktor prognosis dan penatalaksanaan tumor ovarium. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat ekspresi p53 pada tumor ovariumepitelialtipe jinak? 2. Apakah terdapat ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline ? 3. Apakah terdapat ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas ?
4. Apakah terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui ekspresidan peran p53 dalampatogenesis tumorovarium. 1.3.2
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak. 2. Untuk mengetahui
ekspresi
p53 pada tumor
ovarium epitelial tipe
borderline. 3. Untuk mengetahui ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas. 4. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovariumepitelial tipe jinak, borderline dan ganas. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan Untuk memberikan sumbangan pengetahuan tentang p53 terhadap kanker pada umumnya dan kanker ovarium pada khususnya. 1.4.2 Manfaat bagi pelayanan Diharapkan p53 dapat digunakan sebagai faktor prognosis dan deteksi dini pada kanker ovarium sehingga penanganannya menjadi lebih baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein 53 (p53) Protein53jugadikenal dengan nama Tumor Suppressorp53, Phosphoprotein p53, Celluler Tumor Antigenp53, Transformation RelatedProtein 53 (TRP53). Sesuai dengan namanya protein ini bekerja sebagai tumor suppressor sehingga mempunyai peranan yang penting dalam mencegah timbulnya keganasan. Protein 53 disandikan oleh gen dengan nama yang sama yaitu gen P53, yang terletak di lengan pendek khromosom 17 (17P13.1). Nama p53 diambil dari berat molekul protein ini yaitu 53 kDa dan ditemukan untuk pertama kalinya oleh Crawford et al. pada tahun 1979 (Soussi, 2005). 2.1.1 Struktur gen P53 P53 adalah suatu phosphoprotein yang disandi oleh 20 kilobasa (kb) gen yang mengandung 11 ekson serta 10 intron dan terdiri dari 393 asam amino. P53 terdiri dari beberapa domain yaitu : 1. Transactivation Domain, yang mengaktifkan faktor transkripsi. 2. Proline Rich Domain, yang berperan dalam apoptosis. 3. DNA Binding Domain, mutasi paling banyak terjadi pada domain ini. 4. Tetramerization Domain, yang terdiri dari β strand untuk berinteraksi dengan P53 monomer yang lain dan membentuk suatu dimer kemudian dari dua P53 dimer membentuk tetramer. 5. Regulatory Domain, mengatur regulasi DNA binding dari central domain. (Bai dan Zhu, 2006).
Gambar 2.1 Struktur Gen P53 (Sumber : Bai dan Zhu, 2006)
Dari struktur P53 tersebut dapat dilihat bahwa P53 terdiri dari tiga domain fungsional yaitu N terminal, Central core, dan C terminal. N terminal terdiri dari transactivation domain dan proline rich region, Central core yang merupakan DNA binding domain sedangkan C terminal terdiri dari tetramerization domain dan regulatory domain.Amino terminal domain diperlukan untuk aktivitas transaktifasi dan berinteraksi dengan berbagai faktor transkripsi termasuk asetiltransferase dan Murine Double Minute 2 (MDM2).Proline rich region berperan dalam pengaturan stabilitas P53 oleh MDM2, dimana P53 menjadi rentan untuk didegradasi oleh MDM2 jika proline richregion mengalami delesi. C terminal berperan sebagai negatif regulasi dan juga dalam menginduksi proses kematian sel atau apoptosis. Bila ikatan antara C terminal dengan core DNA binding domain diputuskan oleh modifikasi posttranslasi seperti phosphorilasi dan asetilasi maka DNA binding domain akan menjadi aktif sehingga memicu
peningkatan aktivitas transkripsi (Bai dan Zhu, 2006). C terminal juga berperan dalam pembentukan tetramer P53 yaitu suatu bentuk P53 yang aktif. Kebanyakan mutasi P53 pada kanker terjadi pada central DNA binding domain dan berupa missense mutasi (Okorokov et al., 2006). 2.1.2 Fungsi P53 P53 adalah suatu protein penekan tumor yang mempunyai beberapa mekanisme untuk menghambat pertumbuhan kanker dan dikenal juga sebagai The Guardian of Genom karena peranannya dalam menjaga stabilitas genetik. P53 memiliki beberapa fungsi yaitu : 2.1.2.1 Sebagai growth arrest Siklus replikasi sel dibagi menjadi 4 phase yaitu gap (G1), sintesis (S), G2 dan mitosis (M). Replikasi DNA terjadi pada phase S dan pemisahan mitotik khromatid berlangsung pada phase M. Phase S dan M merupakan phase yang paling sensitif terhadap berbagai macam faktor. Oleh karena itu bila terkena suatu faktor misalnya pajanan radiasi , sel biasanya melakukan arrest pada phase G1 atau G2 (Syaifudin, 2007). Pada G1 sel terus tumbuh dan melakukan metabolik normal, phase S merupakan phase dimana DNA sel akan bereplikasi, Phase G2 dimana sel terus tumbuh dan melakukan persiapan untuk mitosis pada phase selanjutnya dan phase M adalah phase sel melakukan pembelahan mitosis (Besson et al,2008).
Gambar 2.2 Siklus Sel (Sumber : internet : http ://www. Google.co.id/imglanding q=siklus+sel,p53&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=g&sls=org.mozilla:enus:official&chanel=s&tbs=isch:1&tbnid=v)
Siklus sel diatur oleh suatu molekul regulasi yaitu siklin, cyclin dependent kinase (CDK) dan inhibitor CDK. CDK merupakan suatu protein kinase yang berperan dalam mengaktifkan target gen dan memiliki kadar yang konstan untuk setiap siklus sel. Untuk menjadi aktif CDK harus berikatan dengan siklin yang kadarnya bersifat siklik dalam siklus sel. Siklin dan CDK yang berperan dalam siklus sel berbeda untuk setiap phasenya. Siklinpada phase G1 (siklinD danE), phase S (siklin E dan A), phase M (siklin A dan B), sedangkan pada cyclin
dependent kinase (CDK) pada phase G1 (CDK4, CDK6), phase S (CDK2), phase M (CDK1).
Gambar 2.3 Peranan Cdk dan Siklin pada Siklus Sel (Sumber: internet :http ://www.google.co.id/image ?hl=1d&client=firefoxa&hs=UEH&rls=org.mozilla:en-us:official & channel=s&a=cell cycle its regulation & um=1&je=UTF-8&sol) Inhibitor CDK yang berperan dalam pengaturan siklus sel adalah famili Cip/Kip antara lain P21, P27 dan famili INK4/ARF antara lain P16INK4A, P14ARF (Mitchel et al. 2006). Siklus sel juga memiliki suatu sistem untuk menjaga integritas dari genom yang disebut mekanisme checkpoint. Ada tiga mekanisme checkpoint pada siklus sel yaitu G1/S checkpoint, G2/M checkpoint dan M chekpoint. Mekanisme checkpoint ini berperan dalam mengawasi agar tidak terjadi kesalahan dalam siklus sel (Yun et al., 2006).
Tabel 2.1 Komponen Siklus Sel yang Utama dan Inhibitornya Komponen siklus sel
Fungsi Utama
Kinase yang bergantung siklin
CDK4
CDK2
CDK1
Membentuk kompleks dengan siklin D yang memfosforilasi RB sehingga dapat melalui titik restriksi G1. Membentuk kompleks dengan siklin E pada G1 lanjut yang terlibat dalam transisi G1/S. Membentuk kompleks dengan siklin A pada Phase S yang memfasilitasi transisi G2/M. Membentuk kompleks dengan siklin B yang bekerja pada transisi G2/M.
Inhibitor P21 menghentikan siklus sel melalui pengikatan kompleks siklin-CDK. P27 bereaksi terhadap supresor pertumbuhan seperti transforming growth factor β.
Famili Cip/Kip : P21, P27
Famili INK4/ARF : P16INK4A, Gen P16INK4A berikatan dengan P14ARF kompleks siklin-CDK4 dan mengakibatkan inhibisi RB. Gen P14ARF meningkatkan kadar p53 dengan menghambat MDM2.
Komponen Chekpoint
Sebagai tumor suppresor gene dan checkpoint pada siklus sel.
P53
Ataxia-Telangiectasia Mutated Menghentikan siklus sel bila terjadi (ATM) kerusakan DNA. Bekerja lewat P53 pada titik pengecekan G1/S dan G2/M. ATM juga bekerja melalui inaktivasi CDC25 phosphatase yang memecah kompleks siklin B-CDK1.
(Yun et al., 2006)
Gambar 2.4 Regulasi Siklus Sel (Sumber dari internet : http ://www.google.co.id/image ?hl=1d&client=firefoxa&hs=UEH&rls=org.mozilla:en-us:official & channel=s&a=cell cycle its regulation & um=1&je=UTF-8&sol)
Apabila terjadi kerusakan DNA oleh suatu stres seperti radiasi, bahan kimia, hipoxia dan lain-lain maka p53 akan menjadi aktif sehingga akan mengaktifkan gen P21, GADD45 dan 14-3-3δ dan mengakibatkan penghentian siklus sel dengan
melakukan pengikatan terhadap CDK (Buganim dan Rotter, 2008). Kadar p53 dalam keadaan normal adalah sangat rendah, dimana pengaturan kadar p53 ini diatur oleh MDM2 (Murine Double Mutan 2). MDM2 adalah suatu E3 ligase yang berikatan dengan p53 sehingga menyebabkan inaktivasi dari p53 serta melalui sistem ubiquitin akan didegradasi. Kadar MDM2 tergantung dengan kadar p53 dan MDM2 akan menjadi tidak aktif bila berikatan dengan p14ARF (Luet al., 2007). 2.1.2.2 Peranan p53 dalam perbaikan DNA DNA merupakan gudang informasi genetik dalam setiap sel dimana stabilitasnya sangat penting dalam kehidupan. Pada sel normal ada suatu sistem yang mengatur susunan nukleotida pada rantai DNA yang mengalami perubahan atau mutasi yang disebut DNA Repair. Mekanisme dari sistem ini yaitu dengan memperbaiki urutan DNA yang mengalami mutasi. Apabila terjadi kerusakan susunan DNA baik disebabkan oleh suatu karsinogen atau ultraviolet, maka akan timbul suatu respon sel yang disebut sebagainucleotide excision repair (NER). Mekanisme dari NER ini dibagi dalam lima phase yaitu : a. Damage recognition Pada phase ini terjadi penelusuran untaian DNA untuk mengenal daerah atau lokasi dari untaian DNA yang mengalami perubahan susunan nukleotida. b. Incision Tahapan ini terjadi penandaan atau pemberian kode dari susunan nukleotida abnormal yang lokasinya sudah diketahui sehingga mudah diperbaiki. c. Excision Pemotongan pada untaian DNA yang mengalami kecacatan.
d. Synthesis repair Pembentukan segmen untaian DNA yang normal. e.Ligation Segmen untaian DNA yang telah disintesis dilakukan insersi dan penyambungan pada untaian DNA yang telah dilakukan excision. Secara normal sel yang hanya dapat melakukan proliferasi dan diferensiasi adalah sel yang DNAnya mempunyai susunan nukleotida yang tidak menyimpang. Apabila terjadi kerusakan DNA maka p53 akan bekerja sebagai chekpoint yang mengakibatkan terjadinya cell cycle arrest sehingga memberikan kesempatan kepada gen repair DNA untuk melakukan perbaikan DNA. Apabila perbaikan DNA telah selesai maka siklus sel akan diteruskan ke tahap selanjutnya. Jika kerusakan DNA tersebut tidak dapat dilakukan perbaikan maka akan dilakukan suatu proses yang disebut apoptosis (Sudiana, 2008). 2.1.2.3 Peranan p53 dalam apoptosis Apoptosis adalah suatu proses kematian sel terprogram, diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi khromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel tersebut oleh sel tetangganya. Secara garis besar proses apoptosis dapat melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Yang termasuk sinyal ekstrinsik antara lain hormon, faktor pertumbuhan, nitric oxide dan cytokine. Semua sinyal tersebut untuk dapat menimbulkan respon harus dapat menembus membran plasma. Sinyal intrinsik apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi oleh sel sebagai bentuk respon terhadap stres. Panas, radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus, pengikatan reseptor nuklear oleh glukokortikoid
dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat melepaskan sinyal intrinsik melalui kerusakan sel. a. Jalur ekstrinsik (reseptor kematian) Terjadinya jalur ekstrinsik oleh karena adanya pengikatan reseptor kematian pada permukaan membran sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari tumor necrosis factor yang terdiri dari cytoplasmic domain dan berfungsi untuk mengirim sinyal apoptosis. Reseptor kematian yang telah diketahui yaitu TNF reseptor tipe 1 yang dihubungkan dengan protein Fas (CD95), DR4 dan DR5. Sementara itu di dalam tubuh terdapat beberapa sel seperti natural killer cell (NK Cell) dan cytotoxic T lymphocyte (CTL) yang merupakan suatu sel ketahanan tubuh yang dapat mengekspresikan ligan. Adanya ikatan fas ligan tersebut menyebabkan timbulnya sinyal transduksi ke dalam sitosol sel sehingga terjadi aktivasi suatu protein yang disebut Fas Associated Protein Death Domain (FADD). FADD ini kemudian akan mengaktivasi kaspase kaskade, selanjutnya kaspase yang aktif akan mengaktivasi DNAse yang akhirnya menyebabkan sel mengalami apoptosis (Ghobrial et al., 2005). b. Jalur intrinsik Jalur ini terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro apoptosis ke dalam sitoplasma. Molekul anti apoptosis seperti Bcl2 dan Bclx pada keadaan normal terdapat pada membran mitokondria dan sitoplasma. Jika sel mengalami suatu stres maka Bcl2 dan Bclx akan menghilang dari permukaan mitokondria dan digantikan oleh pro apoptosis seperti Bax, Bak, Bim, PUMA,NOXA. Sewaktu kadar Bcl2 dan Bclx menurun
maka
permeabilitas
membran
mitokondria
akan
meningkat
sehingga
menyebabkan cytochrom C keluar ke dalam sitosol. Di dalam sitosol cytochrom C akan berikatan dengan protein Apaf 1 (Apoptosis Activating Factor 1 ) dan mengaktivasi kaspase 9 yang selanjutnya akan mengaktifkan DNAse (Sykes et al., 2006). Apabila terjadi suatu stres seperti hipoxia, radiasi, bahan kimia maupun virus (oncovirus) maka akan memicu aktivitas p53 dimana akan terjadi peningkatan kadar dari p53 di dalam sel. Peningkatan dari aktivitas p53 yang merupakan faktor transkripsi akan menyebabkan peningkatan pembentukan P21. Peningkatan aktivitas P21 akan mengakibatkan hambatan pada semua cyclin dependent kinase (CDK) sehingga siklus sel akan terhenti, dan memberi kesempatan kepada gen perbaikan DNA untuk melakukan tugasnya (Wang dan Deiry, 2007). Apabila kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki maka p53 akan memicu aktivitas dari Bax. Peningkatan aktivitas dari Bax akan menyebabkan hambatan terhadap aktivitas dari Bcl2 pada membran mitokondria sehingga permeabilitas mitokondria akan mengalami perubahan. Perubahan permeabilitas dari membran mitokondria akan mengakibatkan pelepasan cytokrom C ke dalam sitosol. Di dalam sitosol cytokrom C akan menyebabkan aktivasi dari Apaf1 yang selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase. Kaspase yang aktif kemudian akan memicu aktivitas dari DNAase yang akan masuk ke dalam inti sel dan menyebabkan kerusakan dari DNA sel sehingga mengakibatkan kematian dari sel (Speidel, 2010).
Gambar 2.5 Proses Apoptosis ( Sumber dari internet : http://www.nature.com/nrm/journal/v3/n2/fig_tab/nmr731_F2html)
Mutasi yang terjadi pada p53 akan menyebabkan inaktifasi dari fungsi p53 yang mengakibatkan siklus sel akan berjalan terus, tidak akan terjadi proses perbaikan DNA yang mengalami kerusakan dan proses apoptosis tidak akan terjadi sehingga akan menimbulkan suatu proses keganasan.
Gambar 2.6 Mekanisme p53 (Sumber dari internet : ://www.google.co.ihttp d/images?hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla:enUS:official&gbv=2&biw=1280&bih=632&tbs=isch: 1&btnG=Telusuri&aq=f&aqi=&oq=&gs_rfai=&q=p53).
2.2 Tumor Ovarium Tumor ovarium merupakan suatu neoplasia yang tersering pada wanita dimana terdapat kurang lebih 6 % dari keseluruhan kanker pada wanita dan termasuk dalam lima penyakit keganasan tersering pada wanita di Amerika Serikat. Pada kebanyakan kasus tumor ovarium jarang yang ditemukan pada stadium dini sehingga banyak menyebabkan kematian pada wanita. Sekitar 80 % tumor ovarium bersifat jinak dan ditemukan pada umur antara 20 – 45 tahun,
sisanya sekitar 20 % bersifat ganas dan ditemukan pada umur yang lebih tua yaitu antara 40 – 65 tahun (Kumar et al., 2010). 2.1.1 Patogenesis tumor ovarium Faktor resiko terjadinya tumor ovarium sampai saat ini masih belum jelas, tetapi ada beberapa faktor seperti umur, paritas, Index Massa Tubuh (IMT), riwayat kontrasepsi hormonal, riwayat terapi hormonal pada saat menopause, riwayat keluarga dan mutasi yang diturunkan dinyatakan berperan dalam terjadinya tumor ovarium. Angka kejadian tumor ovarium meningkat dengan bertambahnya umur dimana kasus tertinggi ditemukan pada kelompok wanita umur 60 sampai 64 tahun (Granstrom, 2008). Terdapat frekuensi yang lebih tinggi untuk terjadinya tumor ovarium pada wanita yang tidak menikah dan wanita menikah yang memiliki paritas yang rendah. Adanya riwayat keluarga yang menderita tumor ovarium dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor ovarium pada anggota keluarga lainnya (Granstrom, 2008). Adanya riwayat tumor payudara dan kolon juga akan meningkatkan angka kejadian tumor ovarium pada anggota keluarga lainnya (Busman, 2008). Yang paling dianggap berperan dalam terjadinya tumor ovariumadalah faktor genetik. Bila terjadi mutasi pada BRCA1 dan BRCA2 maka kemungkinan untuk mendapatkan tumor ovarium akan lebih besar. Mutasi BRCA1 terjadi sekitar 5 % pada penderita yang berumur kurang dari 70 tahun. Diperkirakan faktor resiko untuk terkena tumor ovarium sekitar 20 % - 60 % pada wanita yang berumur 70 tahun dimana terjadi mutasi BRCA1 dan BRCA2. Kebanyakan dari tumor ini adalah serous cystadenocarcinoma dimana sekitar 30 % dari tumor ini mengekspresikan onkogen Her2 (ERB-B2) yang
berkorelasi dengan Prognosis yang buruk. Mutasi pada tumor suppresor gene p53 ditemukan sekitar 50 % pada tumor ovarium (Kumar et al., 2010). 2.2.2 Klasifikasi tumor ovarium Klasifikasi menurut WHO membagi tumor ovarium berdasarkan asal sel dan jaringannya yaitu : a. Epitel permukaan yang berasal dari epitel selom atau epitel endometrium ektopik. Epitel selom akan menjadi epitel mullerian pada perkembangan embrio. Dari epitel ini akan terbentuk tuba fallopii, pelapis endometrium atau kelenjar endoservikal. b. Germ sel yang bermigrasi ke ovarium dari yolk sac dan bersifat totipotensial. c. Stroma ovarium, yang termasuk didalamnya sex cords dan berperan dalam apparatus endokrin pada ovariumsetelah kelahiran. Terdapat juga pengelompokan di luar pembagian tersebut diatas yang merupakan metastase tumor pada ovarium.
Gambar 2.7 Pembagian Tumor Ovarium Berdasarkan Sel Asalnya(Sumber : Kumar et al., 2010)
Tabel 2.2Pembagian Tumor Ovarium Berdasarkan Sel Asalnya Sel asal
Sel epitel
Germ sel
Sex cord-
Metastase
stromal
ke ovarium
15 – 20 %
5 – 10 %
5%
3–5%
2–3%
5%
permukaan Frekuensi
65 – 75 %
keseluruhan Proporsi tumor 90 % Ovarium ganas Umur
20 + tahun
0 – 25 +tahun
Semua umur Bervariasi
Tipe
Serous tumor
Teratoma
Fibroma
Mucinous tumor
Dysgerminoma
Granulosa
Endometrioid tumor Endodermal
theca cell
Clear cell tumor
sinus tumor
tumor
Brenner tumor
Choriocarcinoma Sertoli –
Cystadenofibroma
Leydig cell tumor
(Sumber : Kumar et al., 2010)
2.2.2.1 Tumor epitelial Sebagian besar tumor ovariumadalah tumor epitelial yang dibagi menjadi tiga tipe utama yaitu serosa, endometrioid, dan mucinous(Bell, 2005). Tumor ini bervariasi dalam hal ukuran dan komposisinya. Tumor ini dapat berukuran sangat kecil sampai dengan besar yang memenuhi ruang pelvis bahkan bisa sampai rongga abdomen. Komponen tumor dapat berasal dari kelompok kista (kistadenoma), kelompok kista dan fibrosa (kistadenofibroma), dan yang tersering kelompok fibrosa (adenofibroma). Sampai saat ini teori yang dapat diterima bahwa asal dari tumor epitel mullerian adalah dari transformasi selom mesothelium. Pandangan ini berdasarkan pada jalur embriologi dimana ductus
mullerian berkembang menjadi serous (tuba), endometrioid (endometrium), dan mucinous (cervix) epitel yang membentuk traktus genital wanita normal. Seperti tumor yang kebanyakan terjadi pada ovarium yang disebabkan oleh penyatuan selom epithelium dengan kortek ovarium untuk membentuk mesothelial inclusioncysts. Tumor epitelial meliputi hampir dua pertiga dari keseluruhan keganasan ovarium dan dikelompokan berdasarkan pola diferrensiasi tumor sel. a. Serous tumor Pada umumnya serous tumor dilapisi oleh sel epitel kolumnar, silia dan terdiri dari cairan serous yang jernih. Meskipun istilah serous sesuai dengan gambaran cairan kistanya namun tumor ini memiliki sel epitel yang sama dengan tuba. Serous tumor jinak, borderline dan ganas kurang lebih 30 % dari keseluruhan tumor ovarium, dimana tipe jinak dan borderline sebesar 75 % dan sisanya 25 % berupa tipe ganas. Serous cystadenocarcinoma kurang lebih 40 % dari semua keganasan di ovarium
dan merupakan keganasan ovariumyang
terbanyak. Tipe jinak dan borderline biasanya timbul antara umur 20 – 50 tahun sedangkan untuk cystadenocarcinoma biasanya timbul lebih tua dari umur tersebut. Tumor jinak biasanya tampak sebagai dinding kista yang halus berkilau serta papiler yang kecil tanpa penebalan epitel. Borderline tumor tampak dengan penonjolan papiler yang lebih banyak. Massa solid dengan papiler yang banyak, massa tumor yang tidak teratur, dan kapsul yang nodular serta sulit untuk digerakan adalah indikasi suatu keganasan. Kejadian bilateral terjadi 20 % pada tipe jinak cystadenoma, 30 % pada tipe borderline dan hampir 66 % pada tipe ganas cystadenocarcinoma. Sebagian besar tipe borderline dan ganas dari serous
tumor berasal dari permukan ovarium. Pada pemeriksaan histologis lapisan epitel terdiri dari epitel columnar dengan silia yang banyak dan papil yang kecil pada tumor jinak. Pada tumor borderline terdapat peningkatan keanekaragaman dari papila stroma dan stratifikasi epitel tetapi tidak ada infiltrasi kerusakan pada stroma. Pada tipe ganas adenocarcinoma menunjukan pertumbuhan yang lebih kompleks dengan infiltrasi pada stroma oleh tumor padat. Studi pada wanita yang mengalami mutasi BRCA tidak menunjukan peningkatan resiko pada tumor borderline, menggarisbawahi perbedaan dalam patogenesis dari tipe borderline dengan tipe ganas yang memiliki histologis yang serupa tetapi berbeda secara sifat biologi tumor. Sifat biologi tumor serous tergantung pada derajat differensiasi, distribusi dan karakteristik dari implantasi peritoneal. Angka harapan hidup 5 tahun rata-rata untuk tumor borderline dan tumor ganas yang masih terbatas pada ovarium masing-masing 100 % dan 70 %, bila dengan tumor yang sama sudah menyebar ke peritoneum masing-masing sebesar 90 % dan 25 % (Kumar et al., 2010). b. Mucinous tumor Tumor ini memiliki kemiripan dengan serous tumor hanya kejadiannya agak kurang bila dibandingkan dengan serous tumor yaitu sebesar 25 % dari semua tumor ovarium.Mucinous tumor kebanyakan terjadi pada usia pertengahan dewasa dan jarang terjadi pada usia sebelum pubertas atau setelah menopause. Tipe jinak dan borderline sekitar 80 % sedangkan tipe ganas sekitar 15 %. Mucinous cystadenocarcinoma tidak begitu banyak hanya berkisar 10 % dari semua keganasan ovarium. Mucinous tumor memiliki kista dengan ukuran yang
bervariasi dan cenderung membentuk kista yang besar serta jarang terjadi bilateral. Pada pemeriksaan histologis tumor mucinous jinak dilapisi epitel sel kolumnar tanpa silia sama dengan epitel jinak cervik dan usus halus. Suatu kelompok tertentu tumor mucinous jinak dan borderline timbul pada endometriosis dan disebut mullerian mucinous cystadenoma yang menyerupai epitel endometrium dan cervik, tumor ini biasanya tidak ganas. Kelompok kedua yaitu tumor dengan papiler dan kelenjar yang banyak dengan nukleus atypia dan stratifikasi yang sangat menyerupai tubulus adenoma atau villus adenoma dari intestinal. Tumor ini diperkirakan sebagai prekursor dari cystadenocarcinoma yang terdiri dari bentukan yang lebih padat dengan sel epitel atypia dan stratifikasi, hilangnya struktur kelenjar dan tampak menyerupai kanker kolon. Tumor borderline dan ganas mucinous cystadenoma membentuk komplek kelenjar didalam stroma dimana gambaran perluasannya ke dalam stroma sulit untuk dibedakan bila dibandingkan dengan tumor serous. Beberapa penulis menyebut noninvasive mucinous carcinoma (intraepitelial carcinoma) untuk tumor yang ditandai dengan epitel atypia tanpa perubahan stroma yang jelas. Angka harapan hidup 10 tahun rata-rata untuk borderline, noninvasive ganas dan invasive ganas masing-masing 95 %, 90 %, dan 66 % (Kumar et al., 2010). Suatu keadaan yang dihubungkan dengan tumor mucinous ovarium adalah pseudomyxoma peritoneum. Gangguan ini terdiri dari suatu tumor ovarium dengan asites mucinous yang luas dan epitel kistik melekat pada permukaan peritoneum. Pseudomyxoma peritoneum bila luas bisa mengakibatkan obstruksi intestinal dan kematian (Berek dan Natarajan, 2007).
c. Endometrioid tumor Tumor ini sekitar 20 % dari semua keganasan ovariumtidak termasuk endometriosis yang dipertimbangkan sebagai bukan suatu tumor. Kebanyakan tumor endometrioid adalah ganas, hanya sebagian kecil jinak seperti cystadenofibroma. Tumor ini dibedakan dari serous dan mucinous tumor dengan adanya kelenjar tubuler yang menyerupai tumor jinak dan ganas dari endometrium. Karsinoma endometrioid sekitar 15 – 30 % disertai oleh suatu karsinoma endometrium, dimana secara keseluruhan bila keduanya timbul masing-masing mempunyai prognosis yang lebih baik daripada bila timbul sebagai akibat metastase dari yang lainnya. Sekitar 15 % karsinoma endometrioid timbul bersama dengan endometriosis. Endometrioid karsinoma tampak sebagai kombinasi daerah kistik dan solid sama seperti cystadenocarcinoma lainnya dan sebanyak 40 % mengenai kedua ovarium. Pada pemeriksaan histologis ditemukan kelenjar-kelenjar yang mirip dengan kelenjar pada endometrium. Angka harapan hidup 5 tahun rata-rata untuk penderita tumor stadium I adalah sekitar 75 % (Kumar et al., 2010). d. Clear cell adenocarcinoma Tumor epitel permukaan ini tidak begitu banyak yang ditandai dengan sel epitel yang besar dan banyak sitoplama yang jelas. Oleh karena tumor ini kadangkadang terjadi yang dihubungkan dengan endometriosis atau karsinoma endometriod dari ovarium dan menyerupai clear cell carcinomaendometrium sehingga dianggap sebagai asal dari ductus mullerian dan varian dari endometrioid adenocarcinoma. Tumor clear cell dari ovariumdapat berupa padat
atau kistik. Pada tumor solid clear cell diatur dalam suatu tubulus sedangkan pada tumor kistik clear cell membatasi suatu ruangan. Angka harapan hidup 5 tahun rata-rata sekitar 65 % bila tumor masih sebatas ovarium (Kaku et al., 2003). e. Cystadenofibroma Cystadenofibroma merupakan varian dimana terdapat proliferasi yang jelas dari stroma fibroma yang mendasari sel epitel kolumnar. Tumor jinak ini biasanya kecil dan multilokuler dan memiliki papila yang sederhana tidak bercabangcabang seperti pada cystadenoma biasanya. Tumor ini mungkin terdiri dari epitel mucinous, serous, endometrioid, dan transisional (Brenner tumor). Lesi borderline dengan sel atypia dan jarang terjadi tumor dengan fokal carcinoma dan penyebaran metastase (Kumar et al., 2010). f. Brennertumor Brenner tumor merupakan suatu adenofibroma yang jarang dimana epitelnya terdiri dari kumpulan sel transisional yang menyerupai sel yang melapisi kandung kencing. Tumor Brenner kadang-kadang ditemukan pada mucinous cystadenoma tanpa diketahui penyebabnya. Secara morfologi tumor ini bisa padat atau kistik yang biasanya bersifat unilateral sekitar 90 % dengan ukuran yang bervariasi dari yang terkecil dengan diameter kurang dari satu cm sampai dengan diameter 30 cm. Stroma fibrous menyerupai jaringan ovarium normal yang ditandai dengan batas yang jelas dari sel epitel dimana mempunyai kemiripan dengan epitel dari traktus urinarius serta sering ditemukan kelenjar mucinous ditengahnya. Dalam jumlah yang tidak banyak stroma tersusun dari fibroblast yang besar menyerupai sel theca dan seperti tumor memiliki aktifitas hormonal. Kebanyakan
tumorBrenner adalah jinak hanya sebagian kecil borderline dan ganas. Beberapa laporan menekankan kejadian tumor ovarium yang tersusun dari epitel tumor yang menyerupai transisional karsinoma dari kandung kencing tetapi tidak bersama komponen Brenner tumor. Meskipun sering dikaitkan dengan transitional cell carcinoma tumor ini lebih sering terjadi bersama dengan serous atau endometrioid karsinoma dan menyebabkan perubahan diferensiasi dari sel tumor (Katz et al., 2007). 2.2.2.2 Germ Cell Tumor Germ cell tumor diperkirakan sekitar 15 – 20 % dari keseluruhan tumor ovarium. Kebanyakan kistik teratoma jinak, tetapi sisanya yang ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda memiliki insiden yang lebih tinggi untuk menjadi ganas serta menimbulkan masalah dalam diagnosis histologis dan terapi. a. Teratoma Teratoma dibagi menjadi tiga yaitu : 1.
Teratoma matur (jinak)
2.
Teratoma immatur (ganas)
3.
Teratoma monodermal
1. Teratoma matur Kebanyakan teratoma jinak adalah kistik dan di klinik lebih dikenal sebagai dermoid cyst. Tumor ini diperkirakan berasal dari diferensiasi sel totipotensial. Teratoma kistik biasanya ditemukan pada wanita muda usia reproduksi. Teratoma jinak dijumpai bilateral sebanyak 10 – 15 % kasus dan secara morfologi merupakan kista yang unilokuler yang terdiri dari rambut dan material lemak
berkeju. Pada potongan diperlihatkan sebagai dinding tipis yang dilapisi suatu bagian yang buram, abu-abu putih, keriput, epidermis dimana batang rambut akan tumbuh. Di dalamnya biasanya akan ditemukan struktur gigi dan daerah kalsifikasi. Pada pemeriksaan histologis tampak dinding kista dibentuk dari epitel squamous dengan kelenjar sebasea, batang rambut serta struktur kulit. Pada kebanyakan kasus struktur dari lapisan germ yang lainnya dapat ditentukan seperti misalnya tulang, tulang rawan, jaringan tiroid dan lainnya. Dermoid cyst sekitar 1 % dapat menjadi suatu keganasan seperti thyroid carcinoma, melanoma, dan squamous cell carcinoma (Katz et al., 2007). 2. Teratoma immatur Tumor ini jarang sekali dan biasanya ditemukan pada usia sebelum pubertas dan wanita muda dimana rata-rata pada umur 18 tahun. Secara morfologi tumor ini besar dan memiliki permukaan luar yang halus. Tumor ini mempunyai struktur yang padat serta didapatkan daerah nekrosis, perdarahan, tulang rawan, tulang, rambut dan kalsifikasi. Teratoma immatur tumbuh dengan cepat dan sering menembus kapsul dengan penyebaran lokal atau metastase (Kumar et al., 2010). 3. Teratoma Monodermal Tumor Monodermal frekuensinya jarang dan yang paling sering adalah struma ovarii dan carcinoid dimana biasanya bersifat unilateral. Struma ovarii terdiri dari jaringan thyroid matur dan mempunyai fungsi yang meningkat disebabkan oleh hiperthyroidism. Carcinoid ovarium diperkirakan timbul dari epitel intestinum dalam teratoma dan biasanya jarang kurang dari 2 % keganasan (Kumar et al., 2010).
b. Dysgerminoma Dysgerminoma bisa dianggap sebagai seminoma pada testis terdiri dari sel vesikuler yang besar dengan sitoplasma yang jelas, batas sel tegas dan nukleus ditengah. Tumor ini jarang hanya sekitar 2 % dari keseluruhan keganasan ovarium dan dapat terjadi pada masa anak-anak tetapi 75 % terjadi pada umur 20-30 tahun. Kebanyakan tumor ini tidak mempunyai fungsi endokrin dan beberapa kasus dapat terjadi pada gonadal dysgenesis termasuk pseudohermaphrodite. Beberapa menghasilkan peningkatan kadar chorionic gonadotropin dan mempunyai sel raksasa sinsitiotrophoblast pada pemeriksaan histologis. Secara morfologi tumor ini biasanya unilateral antara 80-90 % serta paling sering berupa tumor padat dari ukuran terkecil sampai yang besar. Hampir semua dysgerminoma adalah ganas tetapi tingkat histologis atypianya bermacam-macam dan hanya sepertiganya yang agresif. Dysgerminoma yang unilateral dan belum menembus kapsul serta belum metastase mempunyai prognosis yang baik dimana angka kesembuhannya mencapai 96 %. Tumor ini bersifat radiosensitif
dan secara keseluruhan
kelangsungan hidup lebih dari 80 % (Kumaret al., 2010). c. Endodermal sinus (yolk sac) tumor Tumor ini jarang tetapi menempati urutan kedua dari keganasan germ cell dan diperkirakan berasal
dari keganasan
germ cell
terhadap
struktur
extraembryonic yolk sac. Sama seperti yolk sac tumor ini kaya akan fetoprotein dan antitripsin. Secara histologis ditemukan struktur seperti glomerulus yang dibentuk oleh suatu pembuluh darah sentral yang dikelilingi oleh germ cell dalam suatu ruang yang dibatasi oleh germ cell. Tumor ini biasanya terjadi pada anak-
anak dan wanita muda dengan keluhan nyeri perut yang disertai pertumbuhan massa dengan cepat di daerah pelvis. Tumor ini timbul biasanya pada satu ovarium yang kemudian tumbuh dengan agresif (Kumar et al., 2010). d. Choriocarcinoma Choriocarcinoma sama dengan endodermal sinus tumor berasal dari diferensiasi extraembryonic keganasan germ cell. Kebanyakan choriocarcinoma ovarium timbul bersama dengan tumor germ cell lainnya. Tumor primer ovarium biasanya agresif dan mengalami metastase melalui pembuluh darah menuju paruparu, hati, tulang dan organ lainnya. Tumor ini menghasilkan kadar chorionic gonadotropin yang tinggi dan berbeda dengan choriocarcinoma yang timbul dalam plasenta, choriocarcinoma yang timbul di ovarium tidak responsif terhadap kemoterapi sehingga berakibat fatal (Katz et al., 2007). e. Tumor germ cell lainnya Termasuk disini antara lain embryonal carcinoma yang secara histologis mirip dengan tumor yang timbul di testis, Polyembryoma suatu tumor ganas yang terdiri dari embryoid bodies, mixed germ cell tumor yang merupakan kombinasi dari dysgerminoma, teratoma, endodermal sinus tumor, dan choriocarcinoma (Kumar et al., 2010).
Gambar 2.8 Klasifikasi Tumor Sel Germ Ovarium Berdasarkan Asal Tumor (Sumber : Kumar et al., 2010) 2.2.2.3 Sex Cord Stromal Tumors Tumor ini berasal dari stroma ovarium dan oleh karena gonad mesenkim tidak berdiferensiasi akhirnya menghasilkan suatu struktur sel yang khusus pada laki-laki ( sertoli dan leydig) dan pada wanita (granulosa theca). Oleh karena sel ini menghasilkan estrogen (sel theca) dan androgen (sel leydig) maka tumor ini dapat menyebabkan feminisasi (granulosa theca cell tumors) dan maskulinisasi (Leydig cell tumor). a. Granulosa theca cell tumors Tumor ini merupakan diferensiasi dari granulosa dan sel theca dimana dapat hanya dari granulosa atau campuran dari granulosa dan sel theca. Angka kejadian tumor ini hanya 5 % dari semua tumor ovarium dan terjadi pada semua umur tetapi paling banyak terjadi pada usia post menopause. Granulosa cell tumor biasanya unilateral dengan berbagai ukuran dari terkecil sampai besar serta dapat berbentuk massa padat atau kistik. Pada pemeriksaan histologis dapat ditemukan
sel kuboid dan sel poligonal pada granulosa theca sel tumor. Sekitar 10-15 % pada tumor yang menghasilkan steroid dapat berkembang menjadi keganasan endometrium. Granulosa cell tumor kadang menghasilkan androgen yang dapat menyebabkan maskulinisasi. Secara klinis semua tumor ini berpotensi untuk menjadi ganas dimana keganasan tumor ini sekitar 5 -25 % dan angka harapan hidup 10 tahun rata-rata sekitar 85 %. Tumor yang dibentuk dari sel theca biasanya tidak menjadi ganas. Belakangan ini peningkatan kadar inhibin suatu hasil dari ovarium telah dihubungkan dengan granulosa cell tumor. Biomarker ini mungkin berguna untuk mengidentifikasi granulosa dan sex cord stromal tumor lainnya serta sebagai monitoring untuk penderita tumor ini yang sedang menjalani terapi (Kumar et al., 2010). b. Fibroma Thecomas Tumor timbul di stroma ovarium dan terdiri dari fibroblast (fibroma) dan thecoma serta mempunyai angka kejadian sekitar 4 % dari semua tumor ovarium. Tumor ini bersifat unilateral sekitar 90 % biasanya berbentuk padat sedikit bulat dan tampak putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan histologis tampak fibroblast yang berdiferensiasi baik dengan jaringan kolagen diantara sel. Tumor ini bisa menyebabkan asites sekitar 40 % kasus dan hydrothorax yang biasanya hanya di sebelah kanan. Apabila ketiga kejadian tersebut ditemukan (tumor ovarium, asites, dan hydrothorax) disebut sebagai Meigs syndrome (Katz et al., 2007). c. Sertoli Leydig Cell Tumors (Androblastomas) Tumor ini menyebabkan maskulinisasi atau setidaknya mengurangi feminisasi tetapi beberapa tumor mempunyai efek estrogenik. Tumor ini dapat
terjadi pada semua usia tetapi paling banyak terjadi pada usia 20 dan 30 tahun. Tumor ini bersifat unilateral dan mempunyai kesamaan dengan granulosa theca cell tumor. Secara morfologi biasanya berbentuk padat dan tampak keabu-abuan sampai
coklat
keemasan.
Pada
pemeriksaan
histologis
tampak
tumor
berdiferensiasi baik yang terdiri dari sel sertoli dan sel leydig yang diselingi oleh stroma. Tumor yang berdiferensiasi jelek mempunyai pola sarcomatous dengan sifat sel epitel cord yang berubah. Insiden kekambuhan dan metastase dari sertoli leydig cell tumor kurang dari 5 %. Tumor ini mungkin menghambat perkembangan seksual pada anak-anak dan menyebabkan berkurangnya feminisasi pada wanita yang ditandai dengan payudara yang atropi, amenorhoe, steril dan hilangnya rambut (Kumar et al., 2010). d. Sex Cord Stromal Tumor lainnya Hilus ovarium terdiri dari sekelompok sel poligonal yang mengelilingi pembuluh darah (hillar cells). Hiles cell tumors (pure leydig cell tumor) berasal dari sel ini yang bersifat unilateral, jarang terjadi dan secara histologis ditemukan sel besar lipid laden dengan batas yang tegas. Tumor ini menyebabkan maskulinisasai, hirsutism, suara membesar dan pembesaran klitoris. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan ekskresi 17-ketosteroid yang tidak sensitif terhadap supresi cortison. Tumor ini biasanya jinak dan terapi yang dapat dilakukan adalah pembedahan. Tumor lainnya yang termasuk pada kelompok ini adalah Gonadoblastoma yaitu suatu tumor yang jarang dan diperkirakan berasal dari germ cells dan sex cord stroma. Tumor ini biasanya timbul pada orang yang mengalami perkembangan seksual yang terganggu. Pada
pemeriksaan mikroskopis ditemukan tumor ini terdiri dari gabungan germ cell dan sex cord yang menyerupai sel sertoli dan granulosa sel. Tumor ini timbul bersama dengan dysgerminoma terjadi sekitar 50 %. Tumor lainnya adalah small cell carcinoma yang banyak terjadi pada wanita usia muda dan mungkin berhubungan dengan keadaan hiperkalsemia (Kumar et al., 2010). e. Metastatic tumors Metastatic tumors yang paling banyak adalah tumor yang berasal dari mullerian seperti uterus, tuba fallopii, ovarium kontralateral, dan peritoneum pelvis. Extramullerian primer yang paling banyak adalah payudara dan intestinal termasuk kolon, lambung, saluran empedu, dan pankreas. Yang termasuk dalam kelompok ini juga kasus yang jarang yaitu pseudomyxoma peritoneum yang berasal dari tumor appendik. Sebuah contoh tumor gastrointestinal yang bermetastase ke ovarium adalah tumor krukenberg
yang biasanya bersifat
bilateral metastase serta terdiri dari produksi mucin, sel kanker signet ring yang sebagian besar berasal dari lambung (Katz et al., 2007). 2.3 Imunohistokimia Imunohistokimia adalah suatu proses untuk mengidentifikasi protein spesifik pada jaringan atau sel dengan menggunakan antibodi (CCRC, 2009). Pemeriksaan Patologi Anatomi dengan imunohistokimia telah digunakan secara luas dalam menegakan diagnosa neoplasia (Sudiono, 2008). Ikatan antara antibodi dengan protein specifik diidentifikasi dengan marker yang dilekatkan pada antibodi dan dapat dilihat secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi, logam berat, label
radioaktif atau enzim. Ada dua metode dasar untuk mengidentifikasi antigen dalam jaringan dengan imunohistokimia yaitu metode langsung (direct method) dan metode tidak langsung (indirect method). a. Metode langsung (direct method) Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi yaitu antibodi yang terlabel. Misalnya antiserum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rhodamin. b. Metode tidak langsung (indirect method) Metode tidak langsung menggunakan dua macam antibodi yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer berfungsi untuk mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer) sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer) sehingga antibodi sekunder disebut dengan anti antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan subtrat kromogen yang merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan senyawa kromogen fluorescent dye seperti FITC, rhodamin dan Texas-red disebut metode imunofluorescence sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkali phosfatase atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme (CCRC, 2009).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penyebab pasti dari tumor ovarium sampai saat ini belum dapat ditentukan, tetapi beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam terjadinya tumor ovarium diantaranya umur, paritas, indek massa tubuh, riwayat kontrasepsi, faktor genetik, dan adanya riwayat keluarga dengan tumor ovarium, mammae dan kolon. Salah satu protein gen yang berperan dalam terjadinya tumorgenesis adalah p53. Protein 53 berperan dalam proses penghentian siklus sel, perbaikan DNA dan apoptosis. Apabila terjadi kerusakan DNA maka p53 akan mengaktifkan proses transkripsi P21, dimana dengan meningkatnya P21 akan menghambat semua CDK. Oleh karena CDK tidak berfungsi maka tidak terjadi ikatan komplek dengan siklin sehingga siklus sel akan berhenti. Dengan berhentinya siklus sel kemudian p53 akan memicu GADD45 untuk melakukan perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA tidak dapat dilakukan perbaikan maka p53 akan memicu gen BAX untuk melakukan apoptosis. Mutasi pada p53 akan menyebabkan siklus sel tidak akan berhenti, proses perbaikan DNA tidak akan terjadi dan proses apoptosis tidak berlangsung. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali dan proses pembelahan sel berlangsung terus-menerus sehingga akan memicu terbentuknya suatu tumor.
3.2 Konsep Penelitian
MUTASI p53
PENGHENTIAN SIKLUS SEL ( - ) P21
APOPTOSIS ( - ) BAX
PERBAIKAN DNA ( - ) GADD45
1. UMUR 2. PARITAS 3. RIWAYAT KELUARGA KANKER OVARIUM, MAMMAE,DAN KOLON 4.INDEKS MASSA TUBUH (IMT) 5.RIWAYAT KONTRASEPSI HORMONAL 6.RIWAYAT TERAPI HORMONAL PADA MENOPAUSE
TUMOR OVARIUM EPITELIAL
JINAK
BORDERLINE
EKSPRESI P53
EKSPRESI P53
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
GANAS
EKSPRESI P53
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat ekspresip53 pada tumor ovariumepitelialtipe jinak. 2. Terdapat ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline. 3. Terdapat ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe ganas. 4. Terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak,borderline dan ganas.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah observasional analitik (cross sectional) untuk mengetahui ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak,borderline danganas pada blok parafin jaringan tumor ovarium. 4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Desember 2013 dan bertempat di bagian Obstetri dan Ginekologi, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah. 4.3 Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah semua pasien tumor ovarium tipe epitelial yang dilakukan pembedahan di RSUP Sanglah dan jaringan hasil pembedahannya dibuatkan blok parafin di bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari bulan Juli 2011 sampai bulan Desember 2013. 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah semua pasien tumor ovarium tipe epitelial yang telah melakukan pembedahan dari bulan Juli 2011 sampai bulan Desember 2013 dan jaringan pembedahannya
dibuatkan blok parafin di bagian Patologi
AnatomiRSUP Sanglah serta memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. 4.4.1 Kriteria inklusi 1. Blokparafintelahdiperiksasecara histopatologissehingga sudah terdapat diagnosis pasti dari tumor ovarium.
2. Data rekam medis yang lengkap meliputi diagnosis histopatologik, umur, paritas,Index Massa Tubuh (IMT), riwayat kontrasepsi hormonal, riwayat terapi hormonal pada menopause dan riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon. 4.4.2 Kriteria eksklusi 1. Pasien pernah menjalani kemoterapi atau radiasi sebelum pembedahan. 2. Parafin blok rusak sehingga tidak dapat dilakukan analisis. 4.4.3 Perhitungan besar sampel Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : N=
𝑍∝2 (𝑝𝑞 ) 𝑑2
…………………………………………………………………(1)
Keterangan : N : besar sampel Zα : 1,96 (α = 0,05) p : 15 % (prevalensi tumor ovarium pada populasi) q : 85 % (1-p) d : 10 % (penyimpangan absolut penelitian) Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas diperoleh besar sampel minimal penelitian ini adalah 48,98 sehingga dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 49 buah. 4.4.4 Cara pengambilan sampel
Blok parafin
pasien yang
dilakukan pembedahan dari bulan Juli 2011
sampai bulan Desember 2013 di RSUP Sanglah dan memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi, kemudian dipilih secara random sampling sebanyak49 buah. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi variabel Identifikasi variabel adalah sebagai berikut : 4.5.1.1 Variabel bebas 4.5.1.2
Variabel
: ekspresi p53 tergantung
:
tumor
ovarium
epitelial
tipe
jinak,borderlinedanganas. 4.5.1.3 Variabel terkontrol : umur, paritas, Index Massa Tubuh (IMT), riwayat kontrasepsi hormonal, riwayat terapi hormonal pada menopause, riwayat keluarga menderita kanker ovarium,mammae, dan kolon. 4.5.2 Definisi operasional variabel Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ekspresi p53 adalah perhitungan secara semikuantitatif protein 53 yang diperiksa dengan tehnik
imunohistokimia dengan menggunakan
Lyophilized Mouse Monoklonal Antibody p53 Protein (DO-7), diantara 200 epitel ganas diamati dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus dengan pembesaran 400 kali. Perhitungan dimulai dari bagian tumor dengan ekspresi protein p53 yang paling kuat ke bagian yang lebih lemah pada sepuluh lapangan pandang. Sel yang mengekspresikan p53 akan tampak berwarna coklat pada membran sel. Penilaian ekspresi p53 berdasarkan persentase sel tumor yang positif dan intensitas pewarnaan
yang kemudian diberikan skor 0, 1+, 2+, 3+. Ekspresi p53 dikategorikan (+) atau overekspresi apabila skor 1+, 2+, 3+ dan dikategorikan (-) atau tidak overekspresi apabila skor 0
(Yamashita, 2004). Pemeriksaan
imunohistokimia ini dilakukan di bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. 2. Tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah tumor ovarium epitelial yang ditegakkan dari pemeriksaan jaringan tumor ovarium yang mempunyai gambaran histologis jinak berdasarkan kriteria WHO dan pemeriksaan dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. 3. Tumor ovarium epitelial tipe borderline adalah tumor ovarium epitelial yang ditegakkan dari pemeriksaan jaringan tumor ovarium yang mempunyai gambaran histologis borderline berdasarkan kriteria WHO dan pemeriksaan dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. 4. Tumor ovarium epitelial tipe ganas adalah tumor ovarium epitelial yang ditegakkan dari pemeriksaan jaringan tumor ovarium yang mempunyai gambaran histologis ganas berdasarkan kriteria WHO dan pemeriksaan dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. 5. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang didapatkan dalam rekam medis penderita. 6. Paritas adalah jumlah janin viabel yang dilahirkan yang didapatkan dari rekam medis.
7. Riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon adalah adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita kanker ovarium, mamae dan kolon. 8. Indek Massa Tubuh (IMT) adalah indek antropometri yang dihitung dengan menggunakan parameter berat badan dan tinggi badan, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter). Berat badan dan tinggi badan diperoleh dari catatan rekam medis. Kemudian hasil perhitungan tersebut dimasukkan dalam kelompok berdasarkan kategori IMT menurut Departemen kesehatan (Depkes) tahun 1994 (Supariasa, 2001). Tabel 4.1 Kategori Indek Massa Tubuh (IMT) untuk Indonesia Kategori IMT (kg/m2) Kurang berat badan berat < 17,0 Kurang berat badan ringan 17,0 – 18,5 Normal > 18,5 – 25,0 Kelebihan berat badan ringan > 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan berat > 27,0 (Supariasa, 2001) 9. Riwayat kontrasepsi hormonal adalah metode kontrasepsi hormonal yang pernah dipergunakan (pil,suntik,susuk) yang diperoleh dari rekam medis pasien. 10. Riwayat terapi hormonal pada masa menopause adalah penggunaan obat hormonal setelah pasien tidak mengalami menstruasi selama satu tahun, yang diperoleh dari rekam medis pasien.
4.6 Alur Penelitian Pasien yang menderita tumor ovarium dan dilakukan pembedahan dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Desember 2013 di RSUP Sanglah dibuatkan blok parafin di bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. Blok parafin sudah dilakukan pemeriksaan secara histopatologis dan diagnosis pasti tumor jinak, tumor borderline, dan tumor ganas ovarium tipe epitelial. Blok parafin selanjutnya harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria inklusinya yaitu blok parafin sudah dilakukan pemeriksaan histopatologik dan didiagnosis pasti tumor jinak, tumor borderline dan tumor ganas ovarium tipe epitelial. Pemeriksaan
kelengkapan
rekam
medis
pasien
meliputi
diagnosis
histopatologik, umur, paritas, indek massa tubuh (IMT),riwayat kontrasepsi hormonal, riwayat terapi hormonal pada menopause, riwayat keluarga kanker ovarium, mamae dan kolon di bagian rekam medis RSUP Sanglah. Kriteria eksklusi meliputi pasien pernah menjalani kemoterapi atau radiasi sebelum pembedahan dan blok parafin rusak sehingga tidak dapat dilakukan analisis. Blok parafin yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi kemudian dipilih secara random sampling sebanyak 49 buah. Blok parafin yang sudah terpilih kemudian dikelompokan sesuai dengan diagnosis histopatologik yaitu tumor jinak, tumor borderline dan tumor ganas ovarium tipe epitelial. Kemudian dilakukan pemeriksaan ekspresi p53 pada ketiga kelompok dengan menggunakan teknik imunohistokimia dengan menggunakanLyophilized Mouse Monoklonal Antibody p53 Protein (DO-7). Analisis ekspresi p53 dilakukan pada setiap kelompok. Secara sistematis alur penelitian ditunjukkan pada gambar.
BLOK PARAFIN TUMOR OVARIUM TIPE EPITELIAL
KRITERIA INKLUSI
KRITERIA EKSLUSI
SAMPLE PENELITIAN
RANDOM SAMPLING
TUMOR JINAK EPITELIAL OVARIUM
TUMOR BORDERLINE EPITELIAL OVARIUM
TUMOR GANAS EPITELIAL OVARIUM
EKSPRESI p53
EKSPRESI p53
EKSPRESI p53
ANALISIS
Gambar 4.1 Alur Penelitian
4.7 Instrumen Penelitian Dan Metode Pemeriksaan 4.7.1 Instrumen penelitian Instrumen penelitian terdiri dari perlengkapan alat tulis seperti kertas, komputer, formulir penelitian, alat tulis dan lainnya. 4.7.2 Metode pemeriksaan Metode pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik imunohistokimia. Pemeriksaan imunohistokimia adalah sebagai berikut : a. Jaringan dipotong 4 mikrometer, kemudian diletakan di gelas objek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine. b. Diinkubasi dalam oven dengan suhu 37 ℃ selama satu malam. c. Dilakukan deparafinisasi dengan xylene sebanyak tiga kali masing-masing selama tiga menit. d. Rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100 % selama dua menit, etanol 95 % selama dua menit, etanol 70 % selama satu menit, dan dengan air selama satu menit. e. Direndam dalam peroxidase blocking solution pada suhu kamar selama sepuluh menit. f. Preparat diinkubasi dalam prediluted blocking serum 25 ℃ selama sepuluh menit. g. Preparat direndam di dalam antibodi monoclonal anti p53 25 ℃selama sepuluh menit. h. Preparat dicuci dengan Phospate Buffer Saline (PBS) selama lima menit.
i. Preparat diinkubasi dengan antibodi sekunder (conjugated to horse radis peroxidase) 25 ℃ selama sepuluh menit. j. Preparat dicuci dengan PBS selama lima menit. k. Preparat diinkubasi dengan peroksidase 25 ℃ selama sepuluh menit. l. Preparat dicuci dengan PBS selama lima menit. m. Preparat diinkubasi dengan kromogen Diaminobenzinidine (DAB) 25 ℃ selama sepuluh menit. n. Preparat diinkubasi dengan Hematoxylin Eosin selama tiga menit. o. Preparat dicuci dengan air mengalir. p. Preparat dibersihkan kemudian ditetesi dengan mounting media. q. Preparat ditutup dengan coverslip. Setelah dilakukan pengecatan imunohistokimia p53 atau dipulas dengan antibodi monoklonal p53, kemudian dilakukan interpretasi sebagai berikut (Rosai, 2004). a. Interpretasi p53 dilakukan tanpa mengetahui data klinis dan patologik dari setiap kasus. b. Perhitungan ekspresi p53 dilakukan secara semikuantitatif. Dilakukan penghitungan presentase sel ganas yang tercatat positif diantara 200 sel ganas dengan menggunakan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus dengan pembesaran 400 kali. c. Pewarnaan yang dinyatakan positif hanya membran sel yang berwarna coklat. Intensitas pewarnaan dievaluasi secara obyektif yaitu lemah, sedang, dan kuat.
d. Skor diperoleh berdasarkan kombinasi antara presentase sel yang terpulas dengan intensitas pewarnaannya, dimana rentang skornya 0, 1+, 2+,3+. Tabel 4.2 Interpretasi Pulasan Imunohistokimia p53 Pola pulasan
Skor
Tidak ada sel terpulas atau terpulas kurang 10 %
0
Terpulas lebih dari 10 % sel, intensitas pulasan lemah, 1+ membran sel terpulas hanya sebagian Terpulas lebih dari 10 % sel, intensitas pulasan lemah 2+ sampai sedang, membran sel terpulas komplit Terpulas lebih dari 10 % sel, intensitas kuat dan komplit
3+
(Rosai, 2004) 4.8 Pengumpulan dan Analisis Data 4.8.1 Pengumpulan data Data yang didapatkan pada bagian Obstetri dan Ginekologi, Patologi Anatomi, dan Rekam Medis RSUP Sanglah dikumpulkan kemudian dimasukan ke dalam formulir penelitian (terlampir). 4.8.2 Analisis data Data yang sudah terkumpul pada formulir penelitian diolah menggunakan SPSS 16,0 for windows dengan menggunakan beberapa tes atau uji seperti berikut ini : a. Karakteristik
sampel
menggunakan tabel.
ditampilkan
secara
deskriptif
dengan
b. Uji One SampleKolmogorov-Smirnov untuk normalitas data dan Levene’s Test untuk homogenitas data serta untuk membandingkan nilai rerata masing-masing variabel digunakan uji One Way Anova. c. Uji perbedaan ekspresi p53 pada ketiga kelompok tumor digunakan uji Chi-Square.
BAB V HASIL PENELITIAN
Selama periode penelitian, sebanyak 49 blok parafin jaringan tumor ovarium dijadikan bahan penelitian yang dilaksanakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi dan Patologi Anatomi RSUP Sanglah. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas data dengan uji KolmogorovSmirnov dan uji homogenitas data dengan Levene’s test terhadap variabel umur, Indek Massa Tubuh (IMT) dan paritas. Hasil analisis menunjukkan bahwa data pada variabel umur, IMT dan paritas berdistribusi normal (p>0,05) dan homogen (p>0,05), sedangkan untuk membandingkan nilai rerata masing-masing variabel digunakan uji One Way Anova. Tabel 5.1 Distribusi Umur, IMT, dan Paritas pada Kelompok Tumor Ovarium Epitelial
Tumor Ovarium Epitelial
Umur
Ganas (n=20) rerata±SD 46,00±11,45
Borderline (n=13) rerata±SD 42,08±12,27
Jinak (n=16) rerata±SD 38,62±9,20
0,127
Paritas
1,65±1,18
2,00 ±1,23
2,25±1,24
0,338
IMT (kg/m2)
22,84±4,30
21,92±3,68
22,26±3,09
0,781
Variabel
P
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa antar kelompok tumor ovarium epitelial tipe jinak,borderline dan ganas tidak memiliki perbedaaan pada variabel umur, paritas, dan IMT, dengan nilai p>0,05. Tabel 5.2 Perbedaan Riwayat Kontrasepsi Hormonal antar KelompokTumorOvarium Epitelial
Tumor Ovarium Epitelial
Riwayat Kontrasepsi Hormonal
Ya Tidak
Ganas
Borderline
Jinak
6
1
4
14
12
X2
p
2,34
0,310
12
Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan riwayat kontrasepsi hormonal antar kelompoktumorovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas (p=0,310). 5.2 Distribusi Ekspresi p53 pada Tumor Ovarium Epitelial Distribusi ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline, dan ganas disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Ekspresi p53 pada Tumor Ovarium Epitelial Tumor Ovarium Epitelial Variabel
Ekspresi p53
Ganas
Borderline
Jinak
n
%
n
%
n
%
8
40
2
15,38
1
6,25
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa ekspresi p53 tertinggi pada tipe ganas yaitu sebesar 40%, diikuti tipe borderline sebesar 15,38%, dan tipe jinak sebesar 6,25%.
5.3Perbedaan Ekspresi Protein 53 pada TumorOvarium EpitelialTipe Jinak dan Borderline Untuk mengetahui perbedaan ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe jinak dan borderline digunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Perbedaan Ekspresi p53 pada TumorOvarium Epitelial Tipe Jinak dan Borderline P53 Positif Negatif Tumor Ovarium Epitelial
Borderline Jinak
2 1
RP
IK 95%
p
2,46
0,25-24,22
0,573
11 15
Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe borderline dan jinak(p =0,573). 5.4Perbedaan Ekspresi Protein 53 pada TumorOvarium Epitelial Tipe Jinak dan Ganas Untuk mengetahui perbedaan ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe jinak dan ganas digunakan uji Chi-Square dan disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Perbedaan Ekspresi p53 pada TumorOvarium Epitelial Tipe Jinak dan Ganas
P53
Tumor Ovarium Epitelial
Positif
Negatif
Ganas
8
12
Jinak
1
15
RP
IK 95%
p
6,40
1,09-45,99
0,026
Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe ganas dan jinak(p =0,026). 5.5Perbedaan Ekspresi Protein 53 pada TumorOvarium Epitelial Tipe Borderline dan Ganas Untuk mengetahui perbedaan ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe borderline dan ganas digunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Perbedaan Ekspresi p53 pada TumorOvarium Epitelial Tipe Borderline dan Ganas
P53
Tumor Ovarium Epitelial
Ganas Borderline
Positif
Negatif
8
12
2
RP
IK 95%
p
2,60
0,65-10,37
0,245
11
Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe borderline dan ganas(p =0,245).
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Pada penelitian ini diperoleh rerata Indek Massa Tubuh (IMT) dalam rentang normal. Rerata IMT pada masing-masing kelompok tumor ovarium epitelialjinak adalah 22,26±3,09kg/m2, tipe borderline adalah 21,92±3,68kg/m2, tipe ganas adalah 22,84±4,30kg/m2. Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan peningkatan IMT dengan risiko terjadinya tumor ovarium. Mekanisme hormonal diduga berperan dalam peningkatan risiko tumor ovarium pada wanita yang obesitas dibandingkan dengan wanita dengan berat badan yang normal (IMT 18,5-24,9 kg/m2). Risiko relatif tumor ovarium pada wanita obesitas (IMT ≥30 kg/m2) adalah 1,26 (Leitzmann, 2009). Gillian et al (2007) melakukan penelitian dimana didapatkan peningkatan IMT akan meningkatkan risiko terjadinya tumor ovarium dimana 5 % wanita postmenopause di United Kingdom yang menderita tumor ovarium merupakan wanita dengan berat badan berlebih (obesitas). Penelitian yang lain mendapatkan risiko terjadinya tumor ovarium pada wanita yang obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg/m2adalah 1,59 lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan IMT yang normal (Lahmann,2009). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar mendapatkan hasil wanita dengan IMT lebih besar dari 30 kg/m2 memiliki risiko
menderita tumor ovarium 2,03 lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan IMT dibawah 30 kg/m2 (Faizal,2011). Pada wanita yang obesitas dimana cadangan lemaknya yang tinggi akan meningkatkan produksi dari estrogen. Peningkatan kadar estrogen tersebut akan mengaktivasi jalur phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), Mitogenic-Activated Protein Kinase (MAPK), dan transkripsi faktor c-myc melalui reseptor estrogen jalur lain seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1), Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) (Choi et al,2001). Estrogen Reseptor α (ER-α) berperan dalam proses proliferasi ovarium, sedangkan Estrogen Reseptor β (ER-β) berperan dalam proses modulasi dan differensiasi sel. Peningkatan estrogen tersebut meningkatkan suatu molekul Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan sel dalam melakukan migrasi yang berdampak pada proliferasi abnormal pada sel yang mengakibatkan terjadinya suatu keganasan (Capen et al.,2004). Pada penelitian ini diperoleh rerata paritas tipe jinak adalah 2,25±1,24,rerata borderline adalah 2,00±1,23, dan tipeganas adalah 1,65±1,18. Dalam beberapa penelitian paritas dihubungkan dengan penurunan risiko tumor ovarium. Nuliparitas akan meningkatkan risiko tumor ovarium 2,12 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang telah memiliki 3 anak dan paritas yang rendah akan meningkatkan terjadinya tumor ovarium (Granstrom, 2008). Wanita yang sudah pernah melahirkan anak sebanyak 1 kali akan menurunkan risiko
menderita tumor ovarium sebesar 40 % dibandingkan dengan wanita nulliparitas dan risiko tumor ovarium akan semakin menurun dengan bertambahnya paritas (McLemore,2009). Hubungan paritas dengan kejadian tumor ovarium sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis menyatakan terjadinya ovulasi akan menyebabkan kerusakan epitel ovarium dan apabila kerusakan epitel ovarium terjadi berulang sehingga menyebabkan proses perbaikan epitel ovarium tidak terjadi dengan baik yang akhirnya akan mengakibatkan suatu proses keganasan. Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah 38,62±9,20, tipe borderline adalah 42,08±12,27, dan tipe ganas adalah 46,00±11,45. Peningkatan umur akan meningkatkan kejadian tumor ovarium. Berdasarkan WHO/IARC (International Agency for Research on Cancer) mendapatkan insiden tumor ovarium di Indonesia menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks dengan angka insiden tahun 2008 sebesar 9664 kasus dimanakelompok umur 41 sampai 50 tahun merupakan kelompok terbanyak menderita tumor ovarium yaitu sebanyak 62,7 % dan paling sedikit didapatkan pada kelompok umur 31 sampai 40 tahun yaitu sebanyak 10,8 % (IARC, 2012). Angka kejadian tumor ovarium akan meningkat pada umur lebih dari 45 tahun dan menurun pada umur kurang dari 45 tahun (Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer, 2009). Penelitian yang dilakukan Hamdi dan Saleem (2012) mendapatkan rata-rata umur penderita tumor ovarium 43,88 dan kebanyakan terdapat pada dekade kelima yaitu sebanyak 31,5 %.
Penelitian lain yang dilakukan Choudhury et al (2012) mendapatkan rerata umur tumor ovarium tipe jinak 38,1 %, sedangkan tumor ovarium tipe ganas 38,2 %. Bertambahnya umur seorang wanita akan menyebabkan terjadinya peristiwa ovulasi yang semakin berulang sehingga menyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada cleft atau invaginasi pada permukaan dan badan inklusi pada kortek ovarium. Hal ini sesuai dengan Teori Incessant ovulationyang beranggapan bahwa adanya trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi, mengakibatkan epitel ovarium mudah terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan atau abnormalitas genetik.Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi metaplasia dan neoplasma pada daerah-daerah ovarium yang mengalami invaginasi dan terbentuknya badan inklusi (Choi, 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan riwayat kontrasepsi hormonal antar kelompoktumorovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas
(p=0,310). Penelitian yang dilakukan Fauzan (2009)
melaporkan bahwa penggunaan pil kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun dapat menurunkan risiko kejadian kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat semakin menurun, bahkan mencapai 50%.
Beral (2008) melakukan
penelitian dan mendapatkan hasil bahwa terjadinya tumor ovarium pada wanita yang memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif 1 dan semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian yang lebih dari
lima belas tahun. Setelah dilakukan analisis lanjutan terhadap jenis hormon yang ada pada obat kontrasepsi,
didapatkan
hormon yang berperan dalam
menurunkan risiko terjadinya tumor ovarium adalah progesteron. Penggunaan obat yang menggandung hormon estrogen saja khususnya pada wanita pascamenopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). 6.2 Perbedaan Ekspresi Protein 53 Pada Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak, Borderline Dan Ganas Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan immunohistokimia terhadap 49bahan blok parafin tumor ovarium epitelial. Ekspresi p53 yang positif didapatkan masing-masing pada tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah 1 dari 16 bahan blok parafin (6,25%), tipe borderline adalah 2 dari 13 bahan blok parafin (15,38 %), dan tipe ganas adalah 8 dari 20 bahan blok parafin (40 %). Secara keseluruhan prevalensi p53 pada tumor ovarium epithelial adalah 22,45% dan didapatkan bahwa prevalensi ekspresi p53 tertinggi pada tipe ganas yaitu sebesar 16,33%, diikuti tipe borderline sebesar 4,08%, dan tipe jinak sebesar 2,04%. Setelah
dilakukan
analisis
diperoleh
tidak
terdapat
perbedaan
bermaknaekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe jinak dan borderline(p =0,573), tidak terdapat perbedaan bermakna ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe borderline dan ganas(p =0,245) dan terdapat perbedaan bermakna
ekspresi p53 pada tumorovarium epitelial tipe jinak dan ganas (p =0,026). Beberapa penelitian tentang ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial seperti yang dilakukan oleh Hamdi dan Saleem (2012) mendapatkan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline adalah negatif sedangkan ekspresi p53 pada tumor ovarium tipe ganas adalah 48,1 % sehingga ekspresi p53 pada tumor ovarium tipe jinak dan borderline berbeda bermakna dengan tipe ganas. Penelitian lain yang dilakukan Giurgea et al (2012) mendapatkan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah 0 dari 11 sampel, tipe borderline adalah 1 dari 15 sampel (6,66%) dan tipe ganas adalah 11 dari 26 sampel (42,30 %). Arik dan Kulacoglu
(2011) melakukan penelitian dan
mendapatkan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak adalah 0 dari 29 sampel, tipe borderline adalah 0 dari 14 sampel dan tipe ganas adalah 12 dari 28 sampel (42,85 %) sehingga terdapat perbedaan bermakna antara tipe jinak dan borderline dengan tipe ganas. Pada suatu review yang dilakukan terhadap ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial didapatkan tipe jinak adalah 30 dari 431 sampel (6,96 %), tipe borderline adalah 157 dari 902 sampel (17,40 %), dan tipe ganas adalah 670 dari 1496 sampel (44,78 %) (Kmet et al, 2003). Sementara penelitian yang dilakukan oleh Ozer et al (2012) mendapatkan hasil ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dan ganas berbeda bermakna dengan tipe jinak, tetapi ekspresi p53 tipe borderline dengan ganas tidak berbeda bermakna. Choudhury et al (2012) mendapatkan hasil penelitian ekspresi p53 berbeda bermakna antara tumor ovarium epitelial tipe jinak dan borderline
dengan tipe ganas, sedangkan tidak berbeda bermakna antara tipe jinak dan borderline. Ekspresi p53 pada berbagai penelitian menunjukan variasi antara 25,6 – 61 %. Perbedaan hasil ini belum dapat ditentukan penyebabnya tetapi diduga oleh karena
adanyaperbedaan
antibodi
yang
digunakan,
metode
skoringimunoreaktivitas p53 yang digunakan, enzyme dan penanganan jaringan selama proses pengecatan serta prosedur fiksasi jaringan (Hamdi dan Saleem, 2012). Pada penelitian ini didapatkan hasil yang berbeda dengan penelitian lainnya dimana ekspresi p53 berbeda bermakna pada tipe jinak dengan ganas, tetapi tipe borderline tidak berbeda bermakna dengan tipe jinak dan ganas. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena Tumor ovarium epitelial tipe borderline merupakan tipe tumor intermediate yangsecara histologis ditandai dengan adanya proliferasi sel epitel moderate dan inti sel atipia yang tidak termasuk dalam tipe jinak dan juga tipe ganas serta tidak bersifat invasif
ke dalam stroma.
Kebanyakan tipe borderline mempunyai sifat jinak dan mempunyai prognosis yang lebih baik daripada tipe ganas (Giurgea et al,2012). Beberapa penelitian menyatakan tingginya mutasi KRAS didapatkan pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dibandingkan tipe ganas (Bell,2004). Pada penelitian ini tidak didapatkan ekspresi p53 pada tumor ovarium tipe jinak dan ekspresi yang semakin meningkat pada tipe borderline dan ganas yang menunjukan peran p53 dalam proses tumorgenesis. Ekspresi p53 pada tipe ganas dalam penelitian ini
didapatkan sebesar 40 % yang menunjukan terjadinya suatu tumor melalui multistep. Telah diketahui beberapa gen dan ekspresi protein gen yang terlibat dalam proses tumorgenesis dibagi dalam beberapa kelompok yaitu kelompok onkogen yang berperanan dalam pemicu pertumbuhan sel (CMYC,CDK1,KRAS, HER2-neu), kelompok tumor supresor gen (P53), gen yang terlibat dalam proses apoptosis (BAX,BCL2) dan gen yang berperan dalam proses perbaikan DNA
(BRCA1,BRCA2)
(Kumar
dkk,2010).
Beberapa
penelitian
menghubungkan ekspresi p53 dengan jenis mutasi pada p53. Havrilesky et al (2003) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil ekspresi p53 lebih banyak didapatkan pada p53 yang mengalami missense mutasi daripada nonsense mutasi. Hal ini disebabkan oleh karena missense mutasi menghasilkan p53 yang stabil dan mempunyai waktu paruh yang lama sehingga pada pemeriksaan immunohistokimia didapatkan pemeriksaan p53 yang positif, sedangkan pada nonsense mutasi menghasilkan p53 yang tidak stabil dan mudah terdegradasi serta mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga pada pemeriksaan immunohistokimia menghasilkan pemeriksaan p53 yang negatif. Mungkin karena hal
ini
menyebabkan
beberapa
sampel
menunjukan
pemeriksaan
immunohistokimia yang negatif. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak dengan tipe ganas, sedangkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara tipe borderline dengan tipe jinak dan ganas. Adanya ekspresi p53 menunjukan prognosis yang jelek dari suatu tumor. Namun demikian diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk
dapat
mengungkap
patofisiologi tumor ovarium sehingga didapatkan suatu marker yang dapat digunakan untuk deteksi dini, prognosis dan penatalaksanaan yang lebih baik.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Adapun simpulan pada penelitian ini adalah ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak sebanyak 6,25 %, tipe borderline 15,38 %, dan tipe ganas 40 %. Ada perbedaanekspresip53 pada tumor ovariumepitelialtipe jinakdengan tipe ganas, tidak ada perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dengan tipe jinak dan tidak ada perbedaan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe borderline dengan tipe ganas. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, terdapat beberapa rekomendasi yang diajukan oleh penulis yaitu : 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap gen-gen yang terlibat dalam jalur terjadinya tumor ovarium seperti onkogen, tumor supressor gen, apoptosis dan gen yang berperan dalam perbaikan sehingga patofisiologi dari tumor ovarium dapat dipahami lebih baik guna mendukung pengembangan ide pemanfaatan gen dan ekspresi gen sebagai deteksi dini, menentukan prognosis dan penatalaksanaan dari tumor ovarium yang lebih baik. 2. Diperlukan suatu protokol standar dalam melakukan pemeriksaan imunohistokimia p53 mulai dari persiapan sediaan jaringan sampai
64
menjadi sediaan yang siap dilakukan interpretasi dan tehnik interpretasi sediaan imunohistokimia p53 tersebut.
65
DAFTAR PUSTAKA
Araoye, M.O. 2003. Sample Size in: Research Methodology with Statistic for Health and Social Sciences. Ilorin: Nathadex Publishers. P. 115-122. Arik, D., Kulacoglu, S. 2011. P53, Bcl2 and NM23 Expressions in Serous Ovarian Tumors : Correlation with the Clinical and Histopathological Parameters.Turkish Journal of Pathology 27(1):38-45. Ayadi, L., Chaabouni, S., Khabir, A., Amouri, H., Makni, S., Guermazi, M., Frikha, M., Boudawara. 2010. Correlation Between Immunohistochemical Biomarkes Expression and Prognosis of Ovarian Carcinoma in Tunisian Patients. World Journal OncologyI(3) : 118-128. Badan Registrasi Kanker. 2006. Kanker Di Indonesia Tahun 2006 Data Histopatologik. Jakarta: Yayasan Kanker Indonesia. Bai, L. and Zhu, W.G. 2006. P53 :Structure,Function and Therapeutic Applications. Journal of Cancer Molecules 2 (4) :141-153. Bell, D.A. 2004. Origins and Molecular Pathology of Ovarian Cancer. Modern Pathology Journal 18 : 19-32 Berek, J.S. and Natarajan, S. 2007.Ovarian and Fallopian Tube Cancer. in: Berek, J.S.,editor. Berek & Novak’s Gynecology. 14th Ed, Philadhelpia : Lippincott William & Wilkins. pp.1457-1548. Beral, V. 2008. Ovarian Cancer and Oral Contraceptives: Collaborative Reanalysis of Data from 45 Epidemiological Studies Including 23,257 Women with Ovarian Cancer and 87,303 Controls. The Lancet 371 (9609):303-314. Besson, A., Dowdy, S.F., Roberts, J.M. 2008. CDK Inhibitor : Cell Cycle Regulator and Beyond. Dev Cell 14(2):159-169. Buganim, Y. and Rotter, V. 2008.P53:Balancing Tumour Suppression and Implications for the Clinic. European Journal of Cancer 45 (1):217-234. Busman, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.B, editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Cancer Chemoprevennon Research Center (CCRC) : Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM). 2009. Prosedur Tetap Pengecatan
66
Imunohistokimia p53. [Cited 2010 Okt. 1] Available from: http://ccrc farmasi npm ac id wp-content/uploads/sop-ihc-o53-laras.pdf Capen, C. 2004. Mechanisms of Hormone-Mediated Carcinogenesis of The Ovary. Toxicologic Pathology 32 (2):1-5 Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461. Choudhury Monisha, Seema Goyal, Mukta Pujani, Meenu Pujani. 2012. A Cytohistological study of p53 overexpression in ovarian neoplasm. South Asian Jounal of Cancer 1:59-65. Corney, D.C., Nikitin, A.F., Choi, J., Nikitin, A.Y. 2008. Role of P53 and Rb in Ovarian Cancer. Advances in Experimental Medicine and Biology 622:99-117. Davidson, W.R., Kari, C., Ren, Q., Daroczi, B., Dicker, A.P., Rodeck, U. 2010. Differential Regulation of P53 Function by the N Terminal. Developmental Biology 10:102-110. Faizal, A. 2011. “Faktor Risiko Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar” (tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin. Fauzan, R. 2009. “Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007” (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Ghobrial, I.M., Witzig, T.E., Adjei, A.A. 2005.Targeting Apoptosis Pathway in Cancer Therapy. Ca Cancer J Clin 55(3):178-194. Gillian, K. 2007. Cancer Incidence and Mortality in Relation to Body Mass Index in The Million Women Study: Cohort Study. British Medical Journal 39367: 111. Giurgea, L.N., Ungureanu, C., Mihailovici, M.S. 2012. The Immunohistochemical Expression of p53 And Ki67 in Ovarian Epithelial Borderline Tumors. Correlation with Clinicopathological factors. Rom J Morphol Embryol 53(4): 967973. Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fractions for Ovarian Cancer in Swedish Women by Morphological Type. (serial online), [cited 2010 Oct. 21]. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681/.
67
Gubbels, J.A.A., Claussen, N., Kapur, A.K., Connor, J.P., Patankar, M.S. 2010.The Detection, Treatment and Biology of Epithelial Ovarian Cancer. Journal of Ovarian Research 3:8-29. Hamdi, E.A.W.,Saleem, S.H. E. 2012. P53 expression in ovarian tumors: (an immunohistochemical study). Ann.Coll.Med. Mosul 38 (2):73-79. Havrilesky, L., Darcy, K.M., Hamdan, H., Priore, R.L., Leon, J., Bell, J., Berchuck, A. 2002. Prognostic Significance of P53 Mutatuin and p53 Overexpression in Advanced Epithelial Ovarian Cancer: A Gynecologic Oncology Group Study. J Clin Oncol 21(20):3814-3825. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Bradshaw, K.D., Cunningham, F.G. 2008. Williams Gynecology. Second Edition. Texas:The McGraw-Hill Companies.p. 853-897 IARC International Agency for Research on Cancer. 2012. Globocan 2012 : Estimate Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. [Citied 2012 Feb 27] Available from : www.globocan.iarc.fr Jemal, A., Siegel, R., Ward, E., Murray, T., Xu, J., Thun, M.J. 2007.Cancer Statistics. Ca Cancer J Clin 57(1):43-66. Kaku, T., Ogawa, S., Kawano, Y., Ohishi, Y., Kobayashi, H., Hirakawa, T., Nakano, H. 2003. Histological Classification of Ovarian Cancer. Med Electron Microsc 36(1):9-17. Karst, A.M. and Drapkin, R. 2009. Ovarian Cancer Pathogenesis : A Model in Evolution. Journal of Oncology 9(1):3-16. Katz , V.L. 2007.Comprehensive Gynecology.5th ed. Philladelphia : Mosby Elsevier. Karyana, K. 2004. Profil Kanker Ovarium Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Januari 2002 – Desember. PPDS I Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar 205:13-6. Kmet, L.M., Cook, L.S., Magliocco, A.M. 2003. A Review of P53 Expression and Mutation in Human Benign, Low Malignant Potential and Invasive Epithelial Ovarian Tumors.American Cancer Society Journal 97 (2):389-404 Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J. 2010. Neoplasia in: Robbins&Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.pp.269-342.
68
Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric Measures and Epithelial Ovarian Cancer Risk in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. International Journal of Cancer 126(10):2404-2415. Leitzmann, M.F., Koebnick, C., Danforth, K.N., Brinton, A.L., Moore, S.C., Hollenbeck, A.R., Schatzkin, A., Lacey, J.V. 2009. Body Mass Index and Risk of Ovarian Cancer. American Cancer Society 115(4):812-822. Lu, X., Ma, O., Nguyen, T.A., Jones, S.N., Oren, M., Donehower, L.A. 2007. The Wip1 Phosphatase Acts as a Gatekeeper in the P53-MDM2 Autoregulatory Loop. Cancer Cell 12 (4):342-354. Lukanova, A. and Kaaks, R. 2005. Endogenous Hormones and Ovarian Cancer : Epidemiology and Current Hypothesis. Cancer Epidemiology,Biomarkers and Prevention 14:98-107. McLemore, M.R., Miaskowski, C., Aouizerat, B.E., Chen, L.M., Dodd, M.J. 2009. Epidemiologic and Genetic Factors Associated with Ovarian Cancer. Cancer Nurs 32 (4):281-290. Mitchell, R.N., Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2006. Pocket Companion to Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.7th ed.Philadelphia : Saunders Elsevier. Nijman, H. W., Lambeck, A., Burg, S.H.V.D., Zee, A.G.J.V.D., Daemen, T. 2005.Immunologic Aspect of Ovarian Cancer and P53 as Tumor Antigen. Journal of Translational Medicine 3(34):1-12. Okorokov, A.L., Sherman, M.B., Plisson, C., Grinkevich, V., Sigmundsson, K., Selivanova, G., Milner, J., Orlova, E.V. 2006. The Structure of P53 Tumor Suppressor Protein Reveals the Basis for its Functional Plasticity. EMBO J 25 (21):5191-5200. Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer. The National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemioogy and Result Program. Washington DC. 2009. (serial online), [cited 2009 Oct. 12]. Available from: URL: http://jco.ascopubs.org/content/21/20/3814.full.pdf+html. Ozer, H., Yenicesu, G., Arici, S., Cetin, M., Tuncer, E., Cetin, A. 2012. Immunohistochemistry With Apoptotic Antiapoptotic Proteins (p53, p21, bax, bcl-2), C-Kit, Telomerase and Metallothionein as a Diagnostic Aid in Benign, Borderline and Malignant Serous and Mucinous Ovarian Tumors. Diagnostic pathology Journal 7 : 124-130. Rosai, J. and Ackerman, L.V. 2004. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. 9th ed.Vol 1. London : Mosby.pp. 1763-1876.
69
Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Bradshaw, K.D., Cunningham, F.G. 2008. Williams Gynecology. Second Edition. Texas:The McGraw-Hill Companies.p. 853-897 Soussi, T. 2005. Analisys of P53 Gene Alteration in Cancer : A Critical View. In: Hainaut, P., Wiman, K.G. editors. 25 Years ofp53 Research. Netherlands: Springer. p. 259-288. Speidel, D. 2010.Transcription Independent P53 Apoptosis : an Alternative Route to Death.Trends Cell Biol20 (1):14-24. Sudiana, I.K. 2008. Patobiologi Molekuler Kanker. Jakarta : Salemba Medika. Sudiono, J.2008. Pemeriksaan Patologi Mulut.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
untuk
Diagnosis
Neoplasma
Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Syaifudin, M. 2007. Gen Penekan Tumor P53, Kanker dan Radiasi Pengion. (serial online), [cited 2010 Aug. 20]. Available from : URL: http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202007/MS_BAlara_Vol_8_ 3_Apr07.pdf. Sykes, S.M., Stanek, T.J., Frank, A., Murphy, M.E., McMahon, S.B. 2006. Acetylation of the P53 DNA Binding Domain Regulates Apoptosis Induction. Mol Cell 24 (6):841-851. Tchagang, A.B. 2008. Early Detection of Ovarian Cancer Using Group Biomarkers. Molecular Cancer Therapeutics. Mol Cancer Ther 7 (1):27-37. Wang, S. and Deiry, W.S. 2007. P53, Cell Cycle Arrest and Apoptosis. In: Hainaut, P., Wiman, K.G. editors. 25 Years of p53 Research. Netherlands: Springer. p. 141-163. Yamashita. 2004. P53 and BCL-2 Scoring. Breast Cancer Res 6: 24-30. Yun, U.J., Park, H.D., Shin, D.Y. 2006. P53 Prevents Immature Escaping from Cell Cycle G2 Checkpoint Arrest through Inhibiting Cdk2 Dependent NFY Phosphorylation. Cancer Res Treat 38 (4):224-228.
70
Data Penelitian
No
No CM
Umur
IMT
Paritas
1 2 3 4
1457908 1456396 1464505 1468607
38 27 39 36
19,10 25,64 21,78 22,66
2 0 3 1
Riw Kb Tidak Tidak ya Tidak
5 6 7 8 9 10
1448813 1473193 1477912 1482529 1486444 1206224
44 47 39 13 40 35
19,98 24,50 23,68 15,61 21,57 24,20
3 2 2 0 2 3
ya ya Tidak Tidak Tidak Tidak
11 12 13 14 15 16
1547354 1480607 1471029 1503517 1514358 1542732
42 36 42 41 56 43
21,48 24,92 24,70 27,34 21,33 17,70
2 2 3 3 5 3
ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
17 18 19 20 21 22
1533147 1556271 1598358 1557527 1607148 1585678
56 48 48 39 27 31
18,85 21,64 22,22 26,83 21,60 21,64
2 0 2 3 1 3
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
23 24 25 26 27 28
1576436 1584910 1575575 1540363 1602276 1573983
21 51 49 25 44 50
22,89 17,90 24,10 29,51 23,12 19,10
0 2 3 1 2 3
Tidak Tidak ya Tidak Tidak Tidak
29 30 31 32 33 34
1481355 1384890 1548049 1523028 1539599 1449440
58 48 56 61 67 34
15,62 19,40 15,20 26,80 28,40 18,30
4 2 3 2 0 2
Tidak ya Tidak Tidak Tidak ya
35 36 37 38 39
1533911 1534873 1541454 1449540 1454457
39 52 35 64 59
18,20 24,60 23,30 17,30 22,00
0 4 2 3 3
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tipe tumor Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Jinak Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Borderline Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas
71
Histopatologi Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Serous cyst adenoma Kista adenoma musinosum Kistoma ovarii serosum Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Serous cyst adenoma Serous cyst adenoma Serous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Musinous cyst adenoma Mucinous borderline tumor Mucinous borderlinetumor Mucinous borderline tumor Serous borderline tumor Mucinous borderline tumor Serous borderline tumor Serous borderline tumor Mucinous borderline tumor Mucinous borderline tumor Mucinous borderline tumor Mucinous borderline tumor Mucinous Borderline tumor Serous borderline tumor Clear cell adeno ca Serous adeno ca Adeno ca mucinosum Endometrioid adeno ca mucinous adeno ca Clear cell adeno ca Serous cyst adeno ca Mucinous cyst adeno ca Serous adeno ca Endometrioid ca papillary
Ekspresi p53 + + + + + + +
40
1468491
30
26,8
1
ya
41 42 43 44 45 46
1476939 1496390 1508092 1492503 1525209 1483596
28 47 39 50 36 48
28,30 32,30 20,50 22,50 18,90 23,50
2 0 1 2 2 2
ya Tidak Ya Tidak Tidak ya
47 48 49
1142314 1554348 1556792
35 48 44
23,40 23,80 23,30
0 0 2
Tidak Tidak Tidak
Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas Ganas
Papillary serous adeno ca Adeno ca mucinosum Papillary cyst adeno ca Serous adeno ca Clear cell adeno ca Adeno ca ovarii Clear cell adeno ca Clear cell adeno ca Serous adeno ca Serous adeno ca
+ + + +
Perhitungan Statistik 4.1 UjiOne-Sample Kolmogorov-Smirnov untuk Mengetahui Normalitas Sampel
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Tumor_epit elial_ovariu m Statistic df Umur Ganas .129 20 Boderline .224 13 Jinak .222 16 Parita Ganas .266 20 s Borederline .192 13 Jinak .233 16 IMT Ganas .112 20 Borederline .157 13 Jinak .132 16 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Shapiro-Wilk
Sig. Statistic * .200 .960 .074 .907 .064 .896 .091 .902 * .200 .922 .063 .887 * .200 .976 * .200 .968 * .200 .970
72
df 20 13 16 20 13 16 20 13 16
Sig. .553 .166 .054 .115 .271 .051 .873 .867 .834
Descriptives
Umur Ganas Boderli ne Jinak Total Paritas Ganas Boderli ne Jinak Total IMT Ganas Boderli ne Jinak Total
95% Confidence Interval for Mean Std. Std. Lower Upper Minim Maxi N Mean Deviation Error Bound Bound um mum 20 46.00 11.452 2.561 40.64 51.36 28 67 13
42.08
12.271
3.403
34.66
49.49
21
58
16 49 20
38.62 42.55 1.65
9.201 11.233 1.182
2.300 1.605 .264
33.72 39.32 1.10
43.53 45.78 2.20
13 13 0
56 67 4
13
2.00
1.225
.340
1.26
2.74
0
4
16 2.25 49 1.94 20 22.8400
1.238 .310 1.59 2.91 0 5 1.215 .174 1.59 2.29 0 5 4.30195 .96194 20.8266 24.8534 15.20 32.30
13 21.9246
3.67906 1.02039 19.7014 24.1479 15.62 29.51
16 22.2619 49 22.4084
3.09405 .77351 20.6132 23.9106 15.61 27.34 3.72146 .53164 21.3394 23.4773 15.20 32.30
4.2 Uji Levene untuk Mengetahui Homogenitas Sampel Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Umur
2.159
2
46
.127
Paritas
.020
2
46
.980
IMT
.714
2
46
.495
73
4.3 Uji One Way Anova untuk Membandingkan Rerata Karakteristik Sampel ANOVA Sum of Squares Umur
df
Mean Square
Between Groups
487.449
2
243.725
Within Groups Total Paritas Between Groups
5568.673 6056.122
46 48
121.058
3.266
2
1.633
Within Groups Total Between Groups
67.550 70.816
46 48
1.468
7.112
2
3.556
657.652 664.763
46 48
14.297
IMT
Within Groups Total
F
Sig.
2.013
.145
1.112
.338
.249
.781
Riwayat_kontrasepsi_hormonal * Tumor_epitelial_ovarium Crosstab Tumor_epitelial_ovarium Ganas Bordrline Jinak Total Riwayat_kontrasepsi_hormo Ya 6 1 4 11 nal Tidak 14 12 12 38 Total 20 13 16 49
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 2.341 2 .310 Likelihood Ratio 2.708 2 .258 Linear-by-Linear Association .192 1 .662 N of Valid Cases 49 a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.92.
74
4.4 Uji Chi-Square untuk mengetahui perbandingan ekspresi p53 pada tumor ovarium epitelial tipe jinak, borderline dan ganas Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_p53 Crosstabulation Count
Tumor_ovarium_epitelial
Boderline
Ekspresi_p53 Positif Negatif 2 11
Jinak
1 3
Total
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided)
15 26
Exact Sig. (2sided)
Total 13 16 29
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi.645a 1 .422 Square Continuity .036 1 .849 b Correction Likelihood Ratio .647 1 .421 Fisher's Exact Test .573 .420 Linear-by-Linear .623 1 .430 Association N of Valid Casesb 29 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.34. b. Computed only for a 2x2 table
Odds Ratio for Tumor_ovarium_epitelial (Boderline / Jinak) For cohort Ekspresi_p53 = Positif For cohort Ekspresi_p53 = Negatif
Risk Estimate Value 95% Confidence Interval Lower Upper 2.727 .219 34.011
2.462 .903
75
.250 .693
24.215 1.175
N of Valid Cases
29
Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_p53 Crosstabulation Count
Tumor_ovarium_epitelial
Ganas Jinak
Total
Ekspresi_p53 Positif Negatif 8 12 1 15 9 27
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2sided) a 5.400 1 .020
Exact Sig. (2sided)
Total 20 16 36
Exact Sig. (1sided)
Pearson ChiSquare Continuity 3.750 1 .053 Correctionb Likelihood Ratio 6.086 1 .014 Fisher's Exact Test .026 .023 Linear-by-Linear 5.250 1 .022 Association N of Valid Casesb 36 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value Odds Ratio for Tumor_ovarium_epitelial (Ganas / Jinak) For cohort Ekspresi_p53 = Positif For cohort Ekspresi_p53 = Negatif N of Valid Cases
10.000
6.400 .640 36
76
95% Confidence Interval Lower Upper 1.094 91.441
1.091 .438
45.992 .935
Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_p53 Crosstabulation Count
Tumor_ovarium_epitelial
Ganas Boderline
Total
Ekspresi_p53 Positif Negatif 8 12 2 11 10 23
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2sided)
Total 20 13 33
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.260a 1 .133 Continuity 1.245 1 .264 b Correction Likelihood Ratio 2.402 1 .121 Fisher's Exact Test .245 .132 Linear-by-Linear 2.192 1 .139 Association N of Valid Casesb 33 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5.The minimum expected count is 3.94. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate Value Odds Ratio for Tumor_ovarium_epitelial (Ganas / Boderline) For cohort Ekspresi_p53 = Positif For cohort Ekspresi_p53 = Negatif N of Valid Cases
3.667
2.600 .709 33
77
95% Confidence Interval Lower Upper .636 21.147
.652 .463
10.368 1.086
Tumor_ovarium_epitelial * Ekspresi_p53 Crosstabulation Count
Tumor_ovarium_epitelial
Ekspresi_p53 Positif Negatif 8 12 2 11 1 15 11 38
Ganas Boderline Jinak
Total
Chi-Square Tests Value df
Total 20 13 16 49
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 6.323a 2 .042 Likelihood Ratio 6.624 2 .036 Linear-by-Linear Association 5.873 1 .015 N of Valid Cases 49 a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.92.
78
Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia p53
Tumor Ovarium Epitelial Tipe Jinak Borderline dan Ganas
Positif
Negatif
79