PERBANYAKAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK BULAN PELAIHARI (Phalaenopsis amabilis) SECARA IN VITRO DENGAN PEMBERIAN NAA (Naftalene Acetic Acid) DAN TDZ (Thidiazuron)
Oleh AIRIN NURMARITA, SP, MP NIP. 19740422 200112 2 001
KEMETERIAN PERTANIAN PUSAT PENDIDIKAN, STANDARDISASI, SERTIFIKASI PROFESI PERTANIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN-PERTANIAN PEMBANGUNAN BANJARBARU 2014
AIRIN NURMARITA. Perbanyakan Eksplan Tangkai Bunga Anggrek Bulan Pelaihari (Phalaenopsis amabilis) Secara In Vitro Dengan Pemberian NAA (Naftalene Acetic Acid) Dan TDZ (Thidiazuron).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara NAA dan TDZ, pengaruh NAA, pengaruh TDZ maupun kombinasi terbaik kedua ZPT yang dimasukkan kedalam media kultur ½ MS, Tripton 1 g l-1 dan air kelapa 150 ml l-1 terhadap perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis) varietas Pelaihari. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dua faktor dengan faktor pertama adalah konsentrasi TDZ (T) = 4 taraf, yaitu : t1 = 0,0; t2 = 0,1; t3 = 0,2; t4 = 0,3 mg l-1. Faktor kedua adalah konsentrasi NAA (N) = 4 taraf, yaitu : n1 = 0,25; n2 = 0,50; n3 = 0,75; n4 = 1,00 mg l-1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada peubah yang diamati, Interaksi NAA dan TDZ tidak memberikan pengaruh terhadap perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis) pada seluruh peubah yang diamati. Konsentrasi NAA memberikan pengaruh pada peubah saat tumbuh tunas, prosentasi hidup eksplan minggu ke-8 dan ke12 terhadap perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis) dengan taraf konsentrasi NAA terbaik adalah 0,75 mg l -1 (n3) . Konsentrasi TDZ memberikan pengaruh terhadap peubah jumlah tunas dan panjang tunas dengan konsentrasi terbaik pada t4 = 0,3 mg l-1 , jumlah akar dan panjang akar dengan konsentrasi terbaik pada t1 = 0,0 mg l-1 pada perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis). Tidak diperoleh kombinasi terbaik zat pengatur tumbuh NAA dan TDZ terhadap perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis) karena interaksi NAA dan TDZ tidak menunjukkan pengaruh pada seluruh peubah yang diamati. Interaksi perlakuan NAA dan TDZ, tidak menunjukkan pengaruh, maka disarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk eksplan tangkai bunga anggrek dengan penambahan NAA atau TDZ saja secara terpisah. Selain itu, dilakukan subkultur minimal dua kali.
Kata Kunci : NAA (Naftalene Acetic Acid), TDZ (Thidiazuron), Tangkai Bunga Anggrek (Phalaenopsis amabilis)
AIRIN NURMARITA. Orchid Propagation of the flower stalk explants (Phalaenopsis amabilis) varieties of Pelaihari In Vitro By Giving NAA (Naftalene Acetic Acid) and TDZ (Thidiazuron).
ABSTRACT This study aims to determine the interaction between NAA and TDZ, NAA influence, the influence of TDZ and the best combination of both ZPT is incorporated into the medium of ½ MS, Tripton 1 g l -1 and coconut water 150 ml l-1 of the Propagation of the flower stalk explants (Phalaenopsis amabilis) varieties of Pelaihari. The research method used was Randomized Block Design (RBD) twofactor factorial that first factor is the concentration of TDZ (T) = 4 levels, namely: t1 = 0.0; t2 = 0.1, t3 = 0.2; t4 = 0 , 3 mg l-1. The second factor is the concentration of NAA (N) = 4 levels, namely: n1 = 0.25; n2 = 0.50; n3 = 0.75; n4 = 1.00 mg l-1. These results indicated that the observed variable, Interaction between NAA and TDZ did not show influence on the propagation of the flower stalk explants (Phalaenopsis amabilis) on all observed variables. The concentration of NAA variables influenced the time of rising the shoot, the percentage of live explants 8th and 12th weeks to flower stalk explants propagation (Phalaenopsis amabilis) and the best level of NAA concentration was 0.75 mg l-1 (n3). The concentration of TDZ variables influenced the number of shoots and shoot length with the best concentration at t4 = 0.3 mg l-1, the number of roots and root length with the best concentration at t1 = 0.0 mg l-1 in the Propagation of the flowers stalk explants (Phalaenopsis amabilis). The result was, it was not looked the best combination of NAA and TDZ on the flower stalk explants propagation (Phalaenopsis amabilis) because the interaction of NAA and TDZ showed no effect on all variables observed. The entire observed variables, NAA and TDZ treatment interaction, showed no effect, it was suggested further research to the stalk explants of orchid flower that only the addition of NAA or TDZ separately and at least twice subculture done. Keywords: NAA (Naftalene Acetic Acid), TDZ (Thidiazuron), Flower Stems Orchid (Phalaenopsis amabilis)
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
: Perbanyakan Eksplan Tangkai Bunga Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) Secara In Vitro Dengan Pemberian NAA (Naftalene Acetic Acid) Dan TDZ (Thidiazuron)
NAMA
: AIRIN NURMARITA, S.P, M.P
GURU/PENGAJAR : SMK-PP NEGERI BANJARBARU
Karya Ilmiah ini merupakan hasil Penelitian Yang akan diikutsertakan dalam Lomba Karya Ilmiah Kementerian Pertanian
Mengetahui, Kepala Sekolah,
SUHERMAN, SP, MP NIP. 19600616 199103 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, Karya Ilmiah ini yang berjudul “Perbanyakan Eksplan Tangkai Bunga Anggrek Bulan Pelaihari (Phalaenopsis amabilis) secara In vitro dengan Pemberian NAA (Naftalene Acetic Acid) dan TDZ (Thidiazuron)” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Suherman, SP, MP selaku Kepala SMK-PP Negeri Banjarbaru yang memberikan kesempatan dan dukungan untuk mengembangkan pertanian melalui Laboratorium Kultur Jaringan di SMK-PP N Banjarbaru. 2. Rekan-rekan sejawat, guru dan karyawan serta siswa-siswi SMK-PP N Banjarbaru yang selalu memberikan dukungan dan inspirasi untuk selalu berkarya dan berinovasi dalam segala hal. 3. Dukungan dari keluarga dan kerabat sangat membantu kelancaran penulisan karya ilmiah ini Karya Ilmiah ini tidak luput dari kekurangan. Namun yang terpenting harapannya adalah penelitian ini dapat memberi informasi bagi kemajuan dan perkembangan pertanian khususnya perkembangan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) sebagai komoditas Unggulan Kalimantan Selatan.
Banjarbaru,
Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
Viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
Ix
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
x
I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang .............................................................
1
B. Perumusan Masalah ......................................................
3
C. Tujuan Penelitian ..........................................................
3
D. Manfaat Penelitian .........................................................
4
E. Ruang Lingkup Penelitian.................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Anggrek Bulan (Phalenopsis amabilis) ...........................
5
B. Kultur Jaringan Tanaman ...............................................
6
C. Zat Pengatur Tumbuh......................................................
7
METODE PENELITIAN
8
A. Tempat dan Waktu ........................................................
8
B. Alat dan Bahan ...............................................................
8
C. Metode/Rancangan Penelitian ......................................
9
D. Pengumpulan Data .......................................................
9
E. Teknik Analisis Data. .....................................................
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
A. Hasil…………………………………………………………
11
B. Pembahasan .................................................................
13
KESIMPULAN DAN SARAN
18
A. Kesimpulan………………………………………………….
18
B. Saran.………………………………………………………...
18
II
III
IV
V
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman
Kombinasi Perbandingan Zat Pengatur Tumbuh Golongan Auksin Dan Sitokinin Dalam Metode Mohr ..........
7
2.
Hasil Uji Beda Nilai Tengah Saat Pembentukan Tunas (Hsp)....................................................................................
11
3.
Hasil Uji Beda Nilai Tengah Jumlah Tunas (Buah) .............
11
4.
Hasil Uji Beda Nilai Tengah Panjang Tunas (mm) .............
12
5. Hasil Uji Beda Nilai Tengah Jumlah Akar (Buah) .................
13
6. Hasil Uji Beda Nilai Tengah Panjang Akar (Mm) ..................
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Halaman Phalaenopsis amabilis varietas Pelaihari .............................
6
2. Foto Beberapa Hasil Perlakuan untuk Tunas dan Akar ........
17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman SK Menteri Pertanian tentang Pelepasan Anggrek Phalaenopsis amabilis Pelaihari sebagai varietas unggul .................................................................................
22
Hasil Uji Kehomogenan Ragam Barlett pada seluruh Peubah ...............................................................................
24
3.
Analisis Ragam Pada Seluruh Peubah ...............................
25
4.
Foto Hasil Saat Tumbuh Tunas Kelompok 1 (Ujung/Tips) ........................................................................
26
5.
Foto Hasil Tunas Kelompok 2 (Tengah) .............................
27
6.
Foto Hasil Tunas Kelompok 3 (Pangkal) .............................
28
7.
Foto Hasil Akar Kelompok 2 (Tengah) ................................
29
8.
Foto Hasil Akar Kelompok 3 (Pangkal) ...............................
30
9.
Foto Hasil Pengukuran Panjang Tunas Kelompok 1 ..........
31
10. Foto Hasil Pengukuran Panjang Tunas Kelompok 2 ..........
32
11. Foto Hasil Pengukuran Panjang Tunas Kelompok 3 ..........
33
12. Foto Eksplan Yang Terkontaminasi ....................................
34
13. Foto Tangkai Bunga Anggrek……………………………...
35
2.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan di Indonesia yang sampai saat ini masih banyak terjadi, akan mengancam kelestarian anggrek alam yang ada. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka tidak mustahil anggrek alam Indonesia lambat laun akan punah. Salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek alam adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan. Dengan kultur jaringan, dapat melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan pelestarian anggrek yang tidak dapat dilakukan secara konvensional. Kalimantan Selatan hanya memiliki kawasan konservasi seluas 186.540 ha yang terdiri dari suaka marga satwa Pelaihari seluas 6.000 ha, Tahura Sultan Adam seluas 112.000 ha, Cagar Alam Gunung Kentawan 245 ha, Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut Dan Selat Sebuku seluas 66.650 ha, Cagar Alam Pulau Kaget seluas 85 ha, Hutan Wisata Pulau Kembang seluas 60 ha dan Taman Wisata Pelaihari Pulau Laut seluas 1.500 ha ditambah Hutan Lindung 440.720,84 ha (Dinas Kehutanan Kalsel, 2009). Phalaenopsis amabilis Varietas Pelaihari adalah satu-satunya anggrek lokal Kalimantan Selatan yang telah dilepas sebagai varietas unggul
berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
2097/kpts/SR.120/5/2009, tanggal 7 Mei 2009.
Nomor
:
Perbanyakan
Phalaenopsis amabilis Varietas Pelaihari secara in vitro dengan menggunakan eksplan tangkai bunga karena tangkai bunga anggrek
bulan Pelaihari ini bisa tumbuh lebih dari satu bahkan dapat keluar kembali
dari
dipertahankan
tangkai
bunga.
kelestarian
Ini
sebagai
diharapkan bentuk
mampu
tindakan
untuk
konservasi
tanaman unggul nasional yang hampir punah bahkan di habitat asalnya (gunung Birah). Auksin sebagai hormon tumbuhan bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti pembelahan dan pemanjangan sel.
NAA adalah golongan Auksin
yang mempunyai kisaran kepekatannya yang sempit, batas kepekatan yang meracun dari zat ini sangat mendekati kepekatan yang optimum untuk perakaran (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Peran Sitokinin dalam kegiatan kultur jaringan telah terbukti dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan
tunas,
mendorong
proliferasi
meristem
ujung,
menghambat pembentukan akar, mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Santoso dan Nursandi, 2003). Keunggulan thidiazuron dalam mendorong morfogenesis melalui induksi kalus dari berbagai eksplan, spesies dan kultivar, mengurangi waktu regenerasi, meningkatkan eksplan, dan jumlah pucuk eksplan. Untuk dampak yang optimal thidiazuron sebaiknya dikombinasi dengan hormon lainnya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
di
atas,
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh interaksi zat pengatur tumbuh NAA dan TDZ yang dimasukkan ke dalam media kultur ½ MS, Tripton 1 g l-1 dan air kelapa 150 ml l-1 terhadap
perbanyakan eksplan tangkai
bunga (Phalaenopsis amabilis) varietas Pelaihari? 2. Apakah terdapat pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA yang dimasukkan ke dalam media kultur ½ MS, Tripton 1 g l-1 dan air kelapa 150 ml l-1 terhadap perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis) varietas Pelaihari? 3. Apakah terdapat pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh TDZ yang dimasukkan ke dalam media kultur ½ MS, Tripton 1 g l-1 dan air kelapa 150 ml l-1 terhadap
perbanyakan eksplan tangkai bunga
(Phalaenopsis amabilis) varietas Pelaihari?
C. Tujuan Penelitian Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pengaruh interaksi zat pengatur tumbuh NAA (Naftalene Acetic Acid) dan TDZ (Thidiazuron) 2. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA (Naftalene Acetic Acid) 3. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh TDZ (Thidiazuron)
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru dan siswa Memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi guru dan siswa dalam perbanyakan vegetatif dengan tangkai bunga anggrek secara kultur jaringan 2. Bagi Peneliti Memberikan informasi tentang hasil tebaik pada perbanyakan tangkai bunga anggrek dengan penambahan zpt kombinasi NAA dan TDZ 3. Bagi Pencinta Tanaman Hias khususnya Anggrek lokal Memberikan wawasan baru, bahwa perbanyakan anggrek bulan Pelaihari yang cukup sulit dikembangkan ternyata dapat diperbanyak dengan tangkai bunga
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini tidak hanya pada ruang lingkup Sekolah Menengah Kejuruan-Pembangunan Pertanian (SMK-PP) Negeri Banjarbaru, namun melibatkan ringkup kabupaten khususnya kabupaten Tanah Laut sebagai habitat asli dari phalaenopsis amabilis var. Pelaihari juga Propinsi Kalimantan Selatan dalam upaya pelestarian plasma nuftah tanaman asli Kalimantan Selatan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Phalaenopsis amabilis Pelaihari Phalaenopsis amabilis Pelaihari atau yang lebih dikenal sebagai Anggrek
Bulan
Pelaihari,
yang
telah
diputuskan
berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 2097/kpts/SR.120/5/2009, tanggal 7 Mei 2009 adalah varietas unggul Kalimantan Selatan (Lampiran 1). Karakteristik
Phalaenopsis
amabilis
varietas
Pelaihari
ini
memang agak beda dibandingkan anggrek kebanyakan, daunnya agak panjang dan memiliki bunga yang unik, warna putih di tengah ada warna kuning dan di tengah warna kuning itu ada bintik-bintik merah. Diskripsi lengkap bunga Anggrek Phalaenopsis amabilis varietas Pelaihari pada Lampiran 2. Kelebihan dan keunikan lain jenis anggrek ini, adalah tangkai bunga, bila anggrek lain tangkai bunga biasanya mati setelah mengeluarkan bunga, tetapi bagi anggrek khas Pelaihari ini justru tangkai bunga ini terus memanjang hidup dan akhirnya di tangkai bunga
itu
pula
keluar
Banjarmasin (Anonim a, 2011).
bibit-bibit
baru
tanaman
itu.
Selain itu anggrek bulan Pelaihari
memiliki masa bunga cukup lama antara tiga sampai enam bulan sedangkan anggrek biasa tidak lebih dari satu bulan (Sukowati Utami, 2010). Jumlah kuntum dalam satu tangkai bisa mencapai antara 25-50 buah sedangkan anggrek biasa hanya sekitar 10-15 kuntum, dan
banyak cabang dalam tangkai, sedangkan anggrek lainnya hanya satu cabang (Sukowati Utami, 2010).
Untuk lebih jelas, anggrek bulan
Phalaenopsis amabilis varietas Pelaihari dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Phalaenopsis amabilis varietas Pelaihari (Anonim (b), 2011.
B. Kultur Jaringan Tanaman Perbanyakan Phalaenopsis umumnya dilakukan dengan cara perkecambahan biji secara in vitro (Young et al., 2001), sehingga hasil yang diperoleh tidak seragam dan menghasilkan warna bunga yang beragam.
Untuk
mengatasi
masalah
ini,
produsen
Phalaenopsis melakukan kultur in vitro pada kultivar yang telah terpilih dengan cara membentuk plb (protocorm like body) atau embrio somatik melalui proses embriogenesis dikenal dengan istilah embriogenesis
somatik
jaringan
telah
yang
(Smith,
2000).
dikembangkan
somatik Phalaenopsis diantaranya
Beberapa
teknik kultur
untuk pembentukan embrio
termasuk
kultur
mata
tunas
tangkai bunga (Kozir et al., 2004) maupun irisan daun (Sinha et al., 2007).
C. Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin berpengaruh terutama pada pembelahan sel dan pembentukan tunas. Bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian auksin dalam kadar yang relatif tinggi, diferensiasi kalus sering cenderung ke arah pembentukan akar, sedangkan pada pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif tinggi diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan tunas seperti terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Kombinasi Perbandingan Zat Pengatur Tumbuh Golongan Auksin dan Sitokinin dalam Metode Mohr Zat Pengatur Dosis Kombinasi Perbandingan Sitokinin 0 1 2 3 4 5 Auksin 5 4 3 2 1 0 Hasil Akar dan Akar saja Tunas saja Pertumbuhan Tunas Sumber : Mohr dan Schopfer (1978) dalam Hendaryono dan Wijayani (1994) Hendaryono dan Wijayani (1994), mengemukakan Sitokinin yang sering dipakai dalam kultur jaringan adalah kinetin, 6-BA (6-Benzyl Adenin) atau BAP (Benzil Amino Purine), 2IP (2-Isopenthenil Adenin), TDZ (Thidiazuron) dan Zea (Zeatin). Thidiazuron sebuah phenylurea tersubsitusi (N-fenil-N-1,2,3thidiazol-5-ylurea) digunakan sebagai herbisida sintetis dan pengatur untuk merangsang pertumbuhan tanaman
tumbuhan
berkayu
dan
proliferasi tunas aksilar pada pada
tingkat
yang
rendah
mendorong pembentukkan kalus dan embrio somatik (Schulze, 2007).
III.
BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Sekolah Menengah Kejuruan-Pertanian Pembangunan (SMK-PP) Negeri Banjarbaru. Dimulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2012.
B. Alat dan Bahan
Alat Botol tanam. Labu ukur. Gelas ukur. ukur 10 ml, 1 ml dan 0,1 ml.
Gelas erlenmeyer.
Neraca analitik digital.
Pipet
pH meter.
Autoclave. Laminar air flow. Hot plate and Magnetic stirrer. Kulkas. Kamera. Alat-alat lainnya, seperti rak kultur, gelas beker, scapell dan pisau scapell, labu api bunsen, alas pemotong kaca, pengaduk kaca, sarung tangan karet, masker, sprayer, botol aquadest, thermometer, hygrometer, kompor gas, tabung gas, panci, sendok pengaduk, keranjang plastik, kertas label, spidol boardmaker dan permanen, alat tulis, dan lain-lain. Bahan Bahan tanam anggrek bulan. Bahan tanam berupa eksplan tangkai bunga anggrek bulan Palaenopsis amabilis Varietas Pelaihari. Bahan kimia Media Murashige – Skoog (MS). Zat pengatur tumbuh. Acid).
TDZ (Thidiazuron), NAA (Naftalene Acetic
HCl dan NaOH. Air kelapa. Sterilant. Bayclin 20%, Bayclin 10%, HgCl2, tween-20 dan aquades steril. Sterilant yang digunakan untuk laminar air flow (LAF) adalah alkohol 95 % dan 70 %.
C. Metode/Rancangan Penelitian
Metode penelitian dengan rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dua faktor yang yaitu : Faktor pertama adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh TDZ (Thidiazuron) dengan (T) = 4 taraf, yaitu : t1 : 0,0 mg l-1
t3 : 0,2 mg l-1
t2 : 0,1 mg l-1
t4 : 0,3 mg l-1
Faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA (Naftalene Acetic Acid) dengan (N) = 4 taraf, yaitu : n1 : 0,25 mg l-1
n3 : 0,75 mg l-1
n2 : 0,50 mg l-1
n4 : 1,00 mg l-1
Setiap perlakuan diulang (K) dalam kelompok yang sama (posisi ruas eksplan tangkai bunga) sebanyak 3 kali, sehingga menghasilkan 48 satuan percobaaan.
D. Pengumpulan Data
Secara kuantitatif pengamatan dilakukan : Saat pembentukkan tunas (hsp). Jumlah tunas. Diperhitungkan minggu ke-12 (shoot).
Panjang tunas. Diperhitungkan minggu ke-12 (mm). Jumlah akar. Diperhitungkan minggu ke-12. Panjang akar. Diperhitungkan minggu ke-12 (mm)
E. Teknis Analisis Data
Statistik yang digunakan dalam menganalisa peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut : Statistik parametrik untuk data kuantitatif menggunakan Model Linear Aditif dalam Rancangan Acak Kelompok . Yijk = µ + Kk + αi + β j + €ijk Keterangan : i
= 1,2.. 4 (Dosis TDZ)
j
= 1,2.. 4 (Dosis NAA)
k
= 1,2,3 (Kelompok)
Yijk
= Respon satuan pertumbuhan yang menerima perlakuan pada dosis konsentrasi TDZ ke – i dan dosis konsentrasi NAA ke – j pada kelompok ke - k
µ
= Nilai tengah umum
Kk
=
αi
= Pengaruh Dosis TDZ ke -i
βj
= Pengaruh Dosis NAA ke-j
€ijk
= Pengaruh galat percobaan
Pengaruh kelompok ke - k
Untuk data kualitatif akan dilakukan uji friedman pada taraf nyata 5 % dan 1 %. Untuk kuantitatif sebelum data dianalisis, dilakukan pengujian asumsi kehomogenan ragam dengan uji kehomogenan (uji Bartlett). Data yang tidak memenuhi asumsi tersebut ditransformasi.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Saat Pembentukkan Tunas Hasil analisis ragam saat pembentukan tunas menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ. Tabel 2. Hasil Uji Beda Nilai Tengah Saat Pembentukan Tunas (hsp) Perlakuan N
Rerata Saat Pembentukan Tunas (hsp) n1 13,13 b n2 5,17 a n3 4,92 a n4 6,46 a Ket : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris sama yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α = 5 % Saat pembentukan tunas yang paling cepat adalah pada perlakuan konsentrasi NAA 0,75 mg l-1 (n3). Perlakuan tunggal konsentrasi TDZ tidak berpengaruh terhadap saat pembentukan tunas. Terbentuknya tunas berkisar antara 6,42 sampai dengan 8,29 hsp.
2. Jumlah Tunas Hasil analisis ragam jumlah tunas menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ. Hanya perlakuan Tunggal konsentrasi TDZ yang menunjukan berbeda nyata. Tabel 3. Hasil Uji Beda Nilai Tengah Jumlah Tunas (buah) Perlakuan T t1 t2 t3 t4
Rerata Jumlah Tunas (buah) 1,00 a 1,08 a 1,42 ab 2,50 b
Jumlah tunas yang paling banyak adalah pada perlakuan konsentrasi TDZ 0,3 mg l-1 (t4) yaitu 2,50 buah. Perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas. Jumlah tunasnya berkisar antara 1,25 sampai dengan 2,42 buah.
3. Panjang Tunas Hasil analisis ragam Panjang tunas menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ. Untuk kelompok dan perlakuan tunggal konsentrasi TDZ menunjukkan perbedaan sangat nyata. Tabel 4. Hasil Uji beda nilai tengah Panjang Tunas (mm) Perlakuan T t1 t2 t3 t4
Rerata Panjang tunas (mm) 9,58 ab 4,83 a 14,75 bc 16,58 c
Perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap panjang tunas. Panjang tunas berkisar antara 10,33 sampai dengan 12,33 mm.
4. Jumlah Akar Hasil analisis ragam jumlah akar menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ.
Untuk perlakuan tunggal
konsentrasi TDZ menunjukkan perbedaan sangat nyata.
Tabel 5. Hasil Uji beda nilai tengah Jumlah Akar (buah) Perlakuan T t1 t2 t3 t4
Rerata Jumlah Akar (buah) 0,58 b 0,00 a 0,00 a 0,00 a
Perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap jumlah akar. Jumlah akarnya berkisar antara 0,0 sampai dengan 0,25 buah.
5. Panjang Akar Hasil analisis ragam panjang akar menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ.
Untuk perlakuan
tunggal konsentrasi TDZ menunjukkan perbedaan sangat nyata. Tabel 6. Hasil Uji beda nilai tengah Panjang Akar (mm) Perlakuan T t1 t2 t3 t4
Rerata Panjang Akar (mm) 1,67 b 0,00 a 0,00 a 0,00 a
Perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap jumlah akar.
Panjang akarnya berkisar antara 0,0 sampai dengan
0,83 mm.
B. Pembahasan 1. Saat Pembentukan Tunas Munculnya tunas diawali dengan membengkaknya mata tunas yang dilanjutkan dengan pecahnya mata tunas yang berwarna putih kekuningan dan selanjutnya tumbuh tunas. Umumnya munculnya tunas cukup cepat
yaitu berkisar 4,92 sampai dengan 13,13 hari setelah penanaman. Hal ini juga didukung dengan adanya pembukaan kulit yang menutupi mata tunas sebelum penanaman pada media. Selain itu didukung pula adanya calon mata tunas pada setiap bukunya. Faktor tunggal konsentrasi NAA yang berpengaruh terhadap saat pembentukkan tunas, diduga karena taraf konsentrasi NAA yang diberikan cukup baik.
Salah satu fungsi dan peranan NAA adalah berperan dalam
pembelahan sel, diferensiasi trakhea, dominasi apikal, pembentukan akar baru, pembentukan tunas, pembentukan buah partenokarpi.
Pada
penelitian eksplan tangkai bunga anggrek ini ternyata konsentrasi NAA 0,75 mg l-1 (n3) mampu memicu terjadinya pembelahan sel sehingga munculnya mata tunas menjadi tunas dalam waktu yang cepat yaitu hanya 4,92 hari setelah penanaman. 2. Jumlah Tunas Untuk jumlah tunas yang terbentuk dan diamati pada semua perlakuan, interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ dan perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh, yang berpengaruh nyata hanyalah faktor tunggal yaitu faktor T (faktor taraf konsentrasi TDZ). Interaksi antara perlakuan NAA dengan TDZ tidak menunjukkan perbedaan terhadap jumlah tunas karena selang perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap media kultur yang lebar dan perbandingan pemberian konsentrasi NAA dan TDZ yang tidak tepat. Faktor tunggal taraf konsentrasi TDZ menunjukkan perbedaan, TDZ yang merupakan hormon golongan Sitokinin yaitu phenylurea tersubsitusi
(N-fenil-N-1,2,3-thidiazol-5-ylurea) sebagai pengatur untuk merangsang pertumbuhan proliferasi tunas aksilar pada tanaman tumbuhan berkayu dan pada tingkat yang rendah mendorong pembentukkan kalus dan embrio somatik (Schulze, 2007). Pada penelitian ini taraf konsentrasi TDZ mampu mendorong pertumbuhan tunas saja 3. Panjang Tunas Untuk
kelompok
dan
perlakuan
tunggal
konsentrasi
TDZ
(Thidiazuron) menunjukkan perbedaan sangat nyata. Panjang tunas yang paling tinggi adalah pada perlakuan konsentrasi TDZ
0,3 mg l-1 (t4) yaitu rata-rata 16,58 mm.
Sedangkan perlakuan
tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap panjang tunas. Panjang tunas berkisar antara 10,33 sampai dengan 12,33 mm. Jumlah tunas yang dihasilkan, berdampak pada panjang tunas yang dihasilkan. Hormon eksogen TDZ yang ditambahkan pada media memicu pertumbuhan tunas baik jumlah maupun panjang tunas. Pada perlakuan tunggal taraf konsentrasi TDZ (Thidiazuron) yang digunakan memiliki interval yang cukup besar. Thidiazuron yang termasuk dalam golongan zat pengatur tumbuh sitokinin berperan dalam mendorong proses morfogenesis,
pertunasan,
mendorong
proliferasi
meristem
ujung,
(Santoso dan Nursandi, 2003). Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apical sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut dominasi apical (Catala, 2000).
4. Jumlah Akar Untuk parameter pengamatan jumlah akar ini, dilakukan sampai dengan melebihi minggu ke-16. Untuk perlakuan tunggal konsentrasi TDZ menunjukkan perbedaan sangat nyata. Jumlah akar yang paling banyak adalah pada perlakuan konsentrasi TDZ
0,0 mg l-1 (t1) yaitu rata-rata 0,58 buah.
Sedangkan perlakuan
tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap jumlah akar. Jumlah akarnya berkisar antara 0,0 sampai dengan 0,25 buah. Penambahan konsentrasi TDZ dengan interval 0,1 mg.l-1 yaitu sampai dengan konsentrasi 0,3 mg.l-1 justru akan menekan pertumbuhan akar dan jumlah akar. Pada penelitian ini perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap jumlah akar.
Interval konsentrasi NAA yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 0,25 mg l-1 yaitu mulai dari konsentrasi 0,25 mg l-1 (n1) sampai dengan 1,00 mg l-1 (n4). Karena NAA adalah golongan Auksin yang mempunyai kisaran kepekatannya yang sempit, batas kepekatan yang meracun dari zat ini sangat mendekati kepekatan yang optimum untuk perakaran (Hendaryono dan Wijayani, 1994), kemungkinan kisaran konsentrasi NAA yang digunakan merupakan batas kepekatan yang meracun untuk pertumbuhan akar dan jumlah akar yang terbentuk pada eksplan tangkai bunga anggrek. Salisbury dan Cleon (1995) menjelaskan tunas atau daun muda berperan sebagai sumber auksin untuk memacu pertumbuhan awal akar terutama bila tunas tersebut mulai tumbuh. Akar yang terbentuk memang
memerlukan waktu yang relatif
lebih lama jika dibandingkan dengan
pembentukan tunas. Sehingga jumlah akar yang keluarpun tidak banyak.
Gambar 2. Tunas dan Akar Hasil Percobaan 5. Panjang Akar Akar yang terbentuk juga dengan waktu pengamatan cukup lama yaitu mencapai lebih dari 16 minggu setelah penanaman, menyebabkan perkembangan panjang akar juga memerlukan waktu yang cukup lama pula. Untuk perlakuan tunggal konsentrasi TDZ menunjukkan perbedaan sangat nyata. Panjang akar yang paling tinggi adalah pada perlakuan konsentrasi TDZ 0,0 mg l-1 (t4) yaitu rata-rata 1,67 mm. Sedangkan perlakuan tunggal konsentrasi NAA tidak berpengaruh terhadap panjang akar. akarnya berkisar antara 0,0 sampai dengan 0,83 mm.
Panjang
Sebagaimana jumlah akar, panjang akar rata-ratanya pun bertambah walaupun sangat kecil seiring peningkatan konsentrasi NAA yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 0,83 mm. Karena NAA adalah golongan Auksin yang mempunyai kisaran kepekatannya yang sempit, batas kepekatan yang meracun dari zat ini sangat mendekati kepekatan yang optimum untuk perakaran (Hendaryono dan Wijayani, 1994), kemungkinan kisaran konsentrasi NAA yang digunakan merupakan batas kepekatan yang meracun untuk pertumbuhan akar dan jumlah akar yang terbentuk pada eksplan tangkai bunga anggrek. Hasil penelitian Rini (2003) yang menyatakan bahwa justru jumlah akar dan panjang akar maksimum pada konsentrasi NAA 2,1 ppm. Sedangkan konsentrasi NAA tertinggi yang digunakan pada penelitian eksplan tangkai bunga anggrek bulan ini hanya 1,00 mg l -1, sehingga konsentrasi NAA tertinggi yang ada dianggap belum cukup untuk memicu pertumbuhan akar. Justru perlakuan TDZ yang mempunyai taraf dengan rentang konsentrasi kecil justru dapat memicu pertumbuhan dan panjang akar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Interaksi zat pengatur tumbuh NAA dan TDZ tidak memberikan pengaruh
terhadap
perbanyakan
eksplan
tangkai
bunga
(Phalaenopsis amabilis) pada seluruh peubah yang diamati. 2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA memberikan pengaruh pada peubah saat tumbuh tunas = 4,92 hsp, prosentasi hidup eksplan minggu ke-8 dan ke-12 = 100% terhadap perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis) dengan taraf konsentrasi NAA terbaik adalah 0,75 mg l-1 (n3) . 3. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh TDZ memberikan pengaruh terhadap peubah jumlah tunas = 2,50 buah dan panjang tunas = 16,58 mm dengan konsentrasi terbaik pada t 4 = 0,3 mg l-1 , jumlah akar = 0,58 buah dan panjang akar = 1,67 mm dengan konsentrasi terbaik pada t1 = 0,0 mg l-1 pada perbanyakan eksplan tangkai bunga (Phalaenopsis amabilis).
B. Saran Pada seluruh peubah yang diamati hasilnya adalah interaksi perlakuan NAA dan TDZ, tidak menunjukkan pengaruh, sehingga disarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk ekspan anggrek tangkai bunga anggrek ini dengan penambahan hanya faktor tunggal taraf konsentrasi NAA saja atau TDZ saja secara terpisah. Selain itu, dilakukan subkultur minimal dua kali yaitu minggu ke-8 dan ke-16 agar hasil pada peubah yang diamati dapat lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung. Afriana, A. 2008. Respon Ruas dari Ujung Batang Anggrek Vanda Genta Bandung Pada Beberapa Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh BAP (6Benzylaminopurine) secara In Vitro. Laporan Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Anonim. 2005. Phalaenopsis. Trubus Swadaya. 2 (1) : 27-28 Dinas Kehutanan Kalsel. 2009. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Gamborg, O. L. 1991. Metode Kultur Jaringan (Terjemahan). Institute Teknologi Bandung. Bandung. Hardarani, N. 2004. Respon Pertumbuhan Kultur Bakal Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca L) Terhadap Zat Pengatur Tumbuh IAA dan BAP. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Kalimantan Selatan. Haryani dan B. Sayaka. 1991. Anggrek Phalaenopsis. Penebar swadaya. Jakarta. Hendaryono, D.S dan Wijayani, A. Yayasan Kanisius. Yogyakarta.
1994.
Teknik Kultur Jaringan.
Jen-Tsung, C and Wei-Chin Chang. 2000. Plant Regeneration Via Embryo and Shoot Bud Formation From Flower-Stalk Explant of Onchidium Sweet Sugar. Plant Cell, Tissue and Organ culture 62:95-100 Lawalata, I.J. 2011. Pemberian Beberapa Kombinasi ZPT Terhadap Regenerasi Tanaman Gloxinia (Siningia speciosa) dari Eksplan Batang dan Daun Secara In Vitro. Universitas Pattimura. Jurnal Exp.Life Sci. Vol. 1 No. 2:56-110 Le, B. V., N.T.H. Phoung, L.T.A. Hong, and K.T.T. Van. 1999. High Frequency Shoot Regeneration From Rhyncostylis gigantean (Orchidaceae) Using Thin Cell Layer. Plant Growth Regulation 28: 179-185 Rahardja P.C. 1994. Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rusmayadi, G., Rodinah, I. Sumardi, H. Sujadmiko, dan E.W. Kuswidyosusanti. 2010. The Use Comfort Index For Assesing The
Suitability Of Endemic Orchids Phalaenopsis amabilis (L.) Blume In South Kalimantan. Faculty Of Biologi. UGM. Santoso, U. dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhamadiyah Malang Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. SK Pelepasan Anggrek Phalaenopsis amabilis Pelaihari
Lampiran 2. Hasil Uji Kehomogenan Ragam Bartlett pada seluruh Peubah
χ2 Hitung
χ2 Tab. Kesimpulan
No
Parameter Pengamatan
1.
Saat Pembentukan Tunas (hsp)
59,49
2.
Saat pembentukan Tunas setelah ditransformasi data (hsp)
9,19
Homogen
3.
Jumlah Tunas (shoot)
9,17
Homogen
4.
Panjang Tunas (mm)
20,87
Homogen
5.
Jumlah Daun (buah)
6,36
Homogen
6.
Jumlah Akar (buah)
0,71
Homogen
7.
Panjang Akar (mm)
2,21
Homogen
30,6
Tidak Homogen
Lampiran 3. Analisis Ragam Pada Seluruh Peubah
Sumber Keragaman
db
Kelompok Perlakuan N T N xT Galat Total KK
2 15 3 3 9 30 47
S P Tns
Jlh.Tunas
0,0016 ns 0,01034 ** 0,04547 ** 0,00131 ns 0,00164 ns 0,00320
0,0236 ns 0,18235 ns 0,25561 ns 0,32890 * 0,10908 ns 0,10767
14,69 %
21,29 %
Kuadrat Tengah Pjg.Tunas Jlh.Daun 10,8992 ** 1,08828 ns 0,07630 ns 3,97456 ** 0,46351 ns 0,64075 17,79 %
0,3417 ** 0,07858 ns 0,09666 ns 0,12945 ns 0,05560 ns 0,05605 20,35%
Jlh Akar 0,0746 * 0,08606 ** 0,03353 ns 0,29616 ** 0,03353 ns 0,02204
Pjg Akar 0,1266 ns 0,14953 ** 0,06043 ns 0,50593 ** 0,06043 ns 0,04142
11,12%
15,52%
Ftabel 0,05 0,01 3,32 2,01 2,92 2,92 2,21
5,39 2,70 4,51 4,51 3,07
Lampiran 4. Foto Hasil Saat Tumbuh Tunas Kelompok 1 (ujung/tips)
Lampiran 5. Foto Hasil Tunas Kelompok 2 (tengah)
Lampiran 6. Foto Hasil Tunas Kelompok 3 (pangkal)
Lampiran 7. Foto Hasil Akar Kelompok 2 (tengah)
Lampiran 8. Foto Hasil Akar Kelompok 3 (pangkal)
Lampiran 9. Foto Pengukuran Panjang Tunas Kelompok 1
Lampiran 10. Foto Pengukuran Panjang Tunas Kelompok 2
Lampiran 11. Foto Pengukuran Panjang Tunas Kelompok 3
Lampiran 12. Foto Eksplan yang Terkontaminasi
Kontaminasi oleh Jamur
Kontaminasi oleh Bakteri
Lampiran 13. Foto Tangkai Bunga Anggrek
Calon Mata Tunas