KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN BAHAN STERILISASI DALAM PENGENDALIAN KONTAMINASI EKSPLAN PADA PERBANYAKAN TANAMAN SIRSAK (Annona muricata L.) SECARA IN VITRO
Suratman, Ari Pitoyo, Sri Mulyani Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Email :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bahan sterilisasi eksplan yang paling tepat dalam perbanyakan tanaman sirsak secara in vitro. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 kelompok perlakuan yaitu : kontrol, NaClO 3 %, HgCl2 0,1 %, NaClO 3 % + HgCl2 0,1 %. Masing-masing kelompok perlakuan tersebut terdiri atas 5 ulangan. Variabel yang diamati meliputi : persentase kontaminasi, saat munculnya kontaminasi dan penampilan eksplan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA dan dilanjutkan dengan uji DMRT taraf 5 % jika ada perbedaan nyata di antara kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan sterilisasi NaClO 3 % selama 5 menit yang dikombinasikan dengan HgCl2 0,1 % selama 5 menit memberikan hasil yang terbaik dalam menekan persentase eksplan terkontaminasi dan saat munculnya kontaminasi walaupun penampilan eksplannya tidak sebagus kelompok kontrol. Kata kunci : Annona muricata L., bahan sterilisasi, eksplan, perbanyakan, in vitro PENDAHULUAN Tanaman sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu tanaman yang telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini mudah sekali dijumpai di pekarangan atau kebun penduduk. Penduduk biasa memanfaatkan buah tanaman ini karena buah sirsak mengandung nutrisi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap (Verheij dan Coronel, 1997). Penduduk juga dapat memanfaatkan tanaman ini sebagai bahan obat. Hampir semua bagian tanaman sirsak mulai dari akar, daun, buah, biji, hingga kulit batangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat (Wijaya, 2005). Tanaman sirsak dapat berbuah sepanjang tahun sehingga komoditas ini berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka pengembangan agroindustri dan agribisnis (Fredika, 2002). Meskipun tanaman sirsak memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan secara komersial ternyata masih terdapat kendala utama yang dihadapi yakni tidak tersedianya bibit tanaman bermutu dalam jumlah yang banyak. Bibit yang bermutu merupakan salah satu komponen produksi paling utama dalam suatu budidaya tanaman (Sudjijo, 2011).
1
Budidaya tanaman sirsak secara konvensional masih menemui banyak kendala. Cara perbanyakan tanaman sirsak yang selama ini dilakukan masih menggunakan biji. Perbanyakan dengan biji tidak memerlukan keahlian khusus tetapi perlu mempunyai keterampilan dalam melakukan persemaian. Perbanyakan dengan biji biasanya mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif lainnya (Sukarmin, 2010). Cara ini juga dianggap paling menghemat biaya produksi tetapi untuk perkebunan komersial yang bibitnya berasal dari biji hasilnya cenderung tidak memuaskan karena tingkat heterozigositasnya tinggi. Cara ini juga tidak dianjurkan karena karakteristik buahnya sering menyimpang dari induknya (Sukarmin, 2009). Hal ini disebabkan adanya keragaman sifat yang dipengaruhi oleh mutasi gen dari pohon induknya. Dengan demikian perbanyakan dengan biji akan menghasilkan tanaman yang tidak seragam karena merupakan hasil penyerbukan silang. Selain itu biji sirsak memiliki struktur kulit yang keras dan tebal sehingga permeabilitasnya rendah. Oleh karena itu masa dormansi biji sirsak juga cukup lama yaitu bervariasi antara 1-3 bulan (Badrie dan Schauss, 2009). Hal ini menyebabkan perbanyakan tanaman sirsak dengan menggunakan biji membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain diperbanyak melalui biji, tanaman sirsak juga dapat diperbanyak secara vegetatif melalui pencangkokan tetapi teknik memiliki ini kendala dalam hal biaya dan waktu (Bridg, 2000) Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (in vitro) menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis. Teknik perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung musim (Hambali et al., 2006). Selain itu, teknik kultur in vitro mampu menghasilkan bibit yang bermutu, seragam, sifatnya identik dengan induknya, masa non produktif lebih singkat dan produktivitasnya lebih tinggi (Toruan-Mathius et al., 2005; Yunus et al. (2010). Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya menjadi tanaman utuh dalam kondisi lingkungan yang aseptik (in vitro). Keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh media yang digunakan seperti sumber eksplan, pemberian zat pengatur tumbuh, unsur hara makro dan mikro, bahan organik, karbohidrat, asam amino, vitamin, bahan pemadat media dan kondisi bahan, peralatan dan ruangan yang steril. Respon pertumbuhan planlet pada kultur jaringan juga tergantung pada jenis tanaman yang dikulturkannya (George dan Sherington, 1984; Struik, 1991; Narayaswamy, 1994). 2
Mencegah dan menghindari kontaminasi merupakan hal mutlak yang perlu dilakukan dalam seluruh rangkaian kegiatan teknik kultur jaringan. Aspek ini sangat menentukan keberhasilan dalam perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan. Untuk mencegah dan menghindari kontaminasi dapat dilakukan melalui sterilisasi. Sterilisasi tersebut tidak hanya dilakukan terhadap bahan eksplan tetapi juga terhadap bahan dan peralatan, serta ruangan yang digunakan. Proses sterilisasi bahan eksplan merupakan salah satu kegiatan penting dalam kultur jaringan. Kegiatan sterilisasi eksplan bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme yang mungkin terbawa saat pengambilan eksplan, yang dapat menimbulkan kontaminasi sehingga menghambat pertumbuhan eksplan menjadi tanaman utuh. Banyak bahan desinfektan yang dapat digunakan untuk sterilisasi media dalam kultur jaringan, diantaranya yang umum dikenal adalah HgCl2 dan NaClO (Gunawan, 1992; Sugiyama, 1999). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan bahan sterilisasi eksplan yang paling tepat dalam perbanyakan tanaman sirsak secara in vitro. Dengan diketahuinya bahan sterilisasi eksplan yang paling tepat maka hal ini akan menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman sirsak secara in vitro.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta dari bulan Agustus sampai September 2013. Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah tunas aksiler yang diambil dari ujung cabang tanaman sirsak (urutan 3-5 dari ujung). Media dasar yang digunakan adalah media Nitsch & Nitsch (N2) dalam bentuk padat dengan penambahan 7 g/L agar, 20 mg/L antibiotik Rifampicin, 4 g/L karbon aktif dan 30 g/L sukrosa. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 kelompok perlakuan yaitu : kontrol, NaClO 3 %, HgCl2 0,1 %, NaClO 3 % + HgCl2 0,1 %. Masing-masing kelompok perlakuan tersebut terdiri atas 5 ulangan. Eksplan setelah diambil dari lapangan kemudian disikat dengan deterjen cair pekat dan kemudian didiamkan selama kurang lebih 5 menit. Sebelum dialiri dengan air kran maka eksplan digojog dengan air sampai busa deterjen hilang atau tinggal sedikit. Eksplan kemudian dialiri dengan air kran selama kurang lebih 30 menit sambil sekalikali digojog. Eksplan kemudian dibilas dengan akuades biasa sebanyak 3 kali. Proses ini semuanya dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Eksplan 3
kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker berisi larutan fungisida Dithane 4 % yang telah dibuat sebelumnya di LAFC. Eksplan lalu dishaker dengan larutan Dithane 4 % selama kurang lebih 45 menit pada suhu 370C dan kecepatan 60 rpm. Eksplan tersebut dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Eksplan direndam lagi dalam larutan alkohol 70 % selama 2 menit dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Eksplan kemudian direndam dalam larutan NaClO 3 % atau HgCl 2 0,1 % atau NaClO 3 % yang dikombinasikan dengan HgCl2 0,1 % masing-masing selama 5 menit serta dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Eksplan steril tersebut lalu ditiriskan pada petridish yang telah diberi tissue steril selama kurang lebih 5 menit. Eksplan tersebut kemudian ditanam pada masing-masing media kultur. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi : persentase eksplan terkontaminasi, saat munculnya kontaminasi dan penampilan eksplan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA dan dilanjutkan dengan uji DMRT taraf 5 % jika ada perbedaan nyata di antara kelompok perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persentase Eksplan Terkontaminasi Hasil sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata (signifikan) antara beberapa perlakuan yang diberikan terhadap nilai rata-rata persentase eksplan terkontaminasi. Tabel 1. Nilai rata-rata persentase eksplan terkontaminasi pada berbagai kelompok perlakuan (%) Bahan Sterilisasi I Kontrol NaClO 3 % HgCl2 0,1 % NaClO 3 % + HgCl2 0,1 %
100a 80b 40c 0d
Minggu II III 100a 100a 80b 0c
100a 100a 100a 0b
IV 100a 100a 100a 20b
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada uji DMRT 5 %.
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok kontrol yang tidak disterilisasi baik menggunakan NaClO 3 % maupun HgCl2 0,1 % menunjukkan angka persentase eksplan terkontaminasi terbesar yaitu sebesar 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan sterilisasi eksplan sangat menentukan keberhasilan teknik kultur in vitro. Tanpa penggunaan bahan sterilisasi maka eksplan akan terkontaminasi sehingga perbanyakan tanaman sirsak secara in vitro tidak akan berhasil. Penggunaan 4
NaClO 3 % sebagai bahan sterilisasi eksplan pada penelitian ini menghasilkan rata-rata persentase eksplan terkontaminasi sebesar 85 %. NaClO seringkali digunakan sebagai bahan pemutih atau desinfektan. Senyawa ini sangat efektif membunuh bakteri dan virus. Dalam teknik kultur jaringan tanaman, senyawa ini umumnya digunakan sebagai bahan sterilisasi permukaan jaringan tanaman (Sawant dan Tawar, 2011). Senyawa NaClO mampu membersihkan mikroorganisme yang terikut dalam bahan tanaman, menghilangkan pertikel-partikel tanah, debu dan lain-lain (Santoso dan Nursandi, 2003). Penggunaan NaClO sebagai bahan sterilisasi permukaan dari berbagai sumber eksplan tanaman telah banyak dilaporkan (Miche dan Balandreau, 2001; Vejsadova, 2006; Badoni dan Chauhan, 2010; Maina et al., 2010; Colgecen et al., 2011; Morla et al., 2011). Karena hanya berperan sebagai sebagai bahan sterilisasi permukaan jaringan tanaman maka efektifitas NaClO dalam mengendalikan kontaminasi pada eksplan juga tidak tinggi. Jika senyawa ini diberikan dalam konsentrasi dan waktu pemaparan yang rendah juga tidak terlalu efektif dalam mengendalikan kontaminasi pada eksplan (Farooq et al., 2002). Semakin sedikit konsentrasi NaClO maka eksplan semakin rentan terhadap patogen, namun apabila semakin tinggi konsentrasi NaClO maka perkembangan jaringan eksplan menjadi terhambat (Rismayani dan Hamzah, 2010). Penggunaan HgCl2 0,1 % sebagai bahan sterilisasi eksplan pada penelitian ini menghasilkan rata-rata persentase eksplan terkontaminasi sebesar 60 %. Hal ini berarti bahwa penggunaan HgCl2 lebih efektif jika dibandingkan dengan NaClO. Walaupun penggunaan bahan sterilisasi eksplan kadangkala memberikan respon yang berbeda untuk masing-masing spesies tumbuhan tetapi kadangkala penggunaan HgCl2 memang lebih efektif jika dibandingkan dengan NaClO (Maina et al., 2010). Respon ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aksi dua ion klorida yang berikatan erat dengan protein mikroorganisme penyebab kontaminasi yang akhirnya dapat menyebabkan kematian organisme tersebut (Pauling, 1955). Penggunaan bahan sterilisasi NaClO 3 % yang dikombinasikan dengan HgCl2 0,1 % memberikan hasil terbaik dalam penelitian ini. Penggunaan kombinasi dua macam bahan sterilisasi ini menghasilkan rata-rata persentase eksplan terkontaminasi sebesar 20 %, angka ini merupakan persentase eksplan terkontaminasi terendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja NaClO 3 % dan HgCl2 0,1 % yang saling sinergis dalam mengendalikan mikroorganisme penyebab kontaminasi pada eksplan.
5
2. Saat Muncul Kontaminasi Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata (signifikan) di antara beberapa perlakuan yang diberikan terhadap nilai rata-rata saat munculnya kontaminasi. Tabel 2. Nilai rata-rata saat munculnya kontaminasi pada berbagai kelompok perlakuan Bahan Sterilisasi Kontrol NaClO 3 % HgCl2 0,1 % NaClO 3 % + HgCl2 0,1 %
Saat Muncul Kontaminasi (HST) 2.5a 7.0b 15.0c 30.0d
Keterangan : 1. HST = Hari Setelah Tanam 2. angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada uji DMRT 5 %.
Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat bahwa pada kelompok kontrol, saat munculnya kontaminasi mulai terlihat pada 2.5 HST. Hal ini berarti bahwa eksplan yang tidak diperlakukan dengan bahan sterilisasi eksplan menyebabkan eksplan akan cepat terkontaminasi. Pada kelompok perlakuan yang menggunakan NaClO 3 % sebagai bahan sterilisasi eksplan maka saat munculnya kontaminasi terlihat pada 3 HST. NaClO dilaporkan sangat efektif membunuh berbagai macam tipe bakteri bahkan dalam beberapa konsentrasi senyawa ini dapat mengurangi populasi bakteri (Nakagawara et al., 1998). Ketika senyawa NaClO dilarutkan dalam air maka garam hipokloritnya akan membentuk senyawa HClO, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan DNA yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel bakteri (Dukan et al., 1999). Akan tetapi pada penelitian ini munculnya kontaminasi pada eksplan terhitung cepat. Hal ini dapat disebabkan masih rendahnya konsentrasi dan lama pemaparan NaClO pada eksplan. Apalagi peran NaClO sebagai sterilisasi permukaan eksplan menjadikan senyawa ini dalam mengendalikan kontaminasi pada eksplan tidak maksimal, terutama dalam pengendalian mikroorganisme yang tidak terdapat pada permukaan eksplan. Pada kelompok perlakuan yang menggunakan HgCl2 0,1 % sebagai bahan sterilisasi eksplan maka saat munculnya kontaminasi terlihat pada 10 HST. Penggunaan HgCl2 sebagai bahan sterilan dalam kultur jaringan sebenarnya telah banyak dilaporkan (Naika dan Krishna 2008; Preethi et al., 2011; Anburaj et al., 2011; Sen et al., 2013). Jika dibandingkan dengan NaClO maka dalam penelitian ini penggunaan HgCl2 lebih efektif dalam menekan munculnya kontaminasi pada eksplan. 6
Pada kelompok perlakuan yang menggunakan kombinasi bahan sterilisasi NaClO 3 % dan HgCl2 0,1 %, kontaminasi pada eksplan mulai muncul pada 21 HST. Hal ini berarti penggunaan dua macam bahan sterilisasi ini memberikan hasil terbaik dalam penelitian ini. NaClO 3 % dan HgCl2 0,1 % yang bekerja secara sinergis dapat mengendalikan kemunculan kontaminasi pada eksplan secara efektif. 3. Penampilan Eksplan Pemberian berbagai macam bahan sterilisasi pada eksplan ternyata dapat mempengaruhi penampilan eksplan, seperti yang terlihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Penampilan eksplan pada berbagai kelompok perlakuan Bahan Sterilisasi Kontrol NaClO 3 % HgCl2 0,1 % NaClO 3 % + HgCl2 0,1 %
Penampilan Eksplan Hijau, segar Hijau kecoklatan, segar Hijau kehitaman, mengkerut Hijau kecoklatan, segar
Pada kelompok kontrol yang tidak diberi bahan sterilisasi maka eksplan terlihat hijau dan segar. Ketiadaan bahan sterilisasi ternyata tidak mengubah warna dan tekstur eksplan. Walaupun terlihat hijau dan segar tetapi eksplan ini mempunyai resiko terbesar untuk terkontaminasi karena tidak adanya bahan sterilisasi eksplan. Pada kelompok perlakuan yang menggunakan NaClO 3 % maka eksplan terlihat hijau kecoklatan dan segar. Hal ini disebabkan senyawa NaClO 3 % yang dapat mengubah struktur dan tekstur eksplan. Apabila eksplan diperlakuan dengan NaClO konsentrasi tinggi maka permukaannya bisa menjadi memar atau mencoklat. Semakin tinggi konsentrasi NaClO yang digunakan maka semakin luas permukaan eksplan yang mengalami pencoklatan dan semakin banyak jumlah eksplan yang mencoklat (Rismayani dan Hamzah, 2010). Pada penelitian ini, perlakuan sterilisasi eksplan dengan menggunakan HgCl2 0,1 % menghasilkan eksplan yang berwarna hijau kehitaman dan mengkerut. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bahan sterilisasi dapat mengubah warna dan tekstur eksplan. Pemaparan eksplan yang lebih lama pada HgCl2 akan menyebabkan kerusakan pada eksplan yang tidak dapat balik (irreversible). Hal ini disebabkan HgCl2 akan lebih bersifat toksik terhadap eksplan jika diberikan dalam konsentrasi yang lebih besar dan waktu pemaparan yang lebih lama. Pemaparan eksplan dengan HgCl 2 dalam periode waktu yang panjang akan menyebabkan eksplan mengalami pencoklatan (browning) 7
bahkan dapat menyebabkan kematian pada eksplan (Farooq et al., 2002). Oleh karena itu pemaparan eksplan dengan menggunakan HgCl2 akan memberikan efek negatif terhadap survival rate eksplan (Danso et al., 2011). Pada kelompok perlakuan yang menggunakan kombinasi bahan sterilisasi NaClO
3 % dan HgCl 2 0,1 %, eksplan terlihat hijau dan agak segar. Walaupun
penampilan eksplan tidak seperti pada kelompok kontrol yang cenderung lebih segar akan tetapi dengan penampilan eksplan seperti pada kelompok perlakuan ini justru memberikan hasil terbaik dalam menekan munculnya kontaminasi pada eksplan. Eksplan masih terlihat sehat dan munculnya kontaminasi tetap dapat ditekan secara efektif. KESIMPULAN Pemberian bahan sterilisasi NaClO 3 % selama 5 menit yang dikombinasikan dengan HgCl2 0,1 % selama 5 menit memberikan hasil yang terbaik dalam menekan persentase eksplan terkontaminasi dan saat munculnya kontaminasi walaupun penampilan eksplannya tidak sebagus kelompok kontrol. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Bersaing Lanjutan Dana BOPTN TA 2013 dengan nomor kontrak 165/UN27.11/PN/2013 tanggal 10 Juni 2013. DAFTAR PUSTAKA Anburaj, J., C. Ravider Singh, T. Kuberan, C. Sundaravadivelan, and P. Kumar. 2011. Effects of plant growth regulators on callus induction from leaf explants of Cleome viscose. Res. J. Pharm. Biol. Chem. Sci. 2: 576. Badoni, A., and J.S. Chauhan. 2010. In vitro sterilization protocol for micropropagation of Solanum tuberosum cv. ‘Kufri Himalini’. Academia Arena 2: 24–27. Badrie, N. and A. G. Schauss. 2009. Soursop (Annona muricata L.) : Composition, Nutritional Value, Medicinal Uses and Toxicology. In : R.R. Watson and V. R. Preedy (eds.). Bioactive Foods in Promoting Health. Academic Press, Oxford. p. 621-643. Bridg, H. 2000. Micropropagation and Determination of the in vitro Stability of Annona cherimola Mill. and Annona muricata L. Dissertation. Fakultät der HumboldtUniversität zu Berlin, Germany. Colgecen, H., U. Koca, and G. Toker. 2011. Influence of different sterilization methods on callus initiation and production of pigmented callus in Arnebia densiflora Ledeb. Turkish J. Biol. 35: 513–520. 8
Danso, K.E., E. Azu, W. Elegba, A. Asumeng, H.M. Amoatey, and G.Y.P. Klu. 2011. Effective decontamination and subsequent plantlet regeneration of sugarcane (Sacchrum officinarum L.) in vitro. Int. J. Integr. Biol. 11: 90–96. Dukan, S., S. Belkin, and D. Touati. 1999. Reactive oxygen species are partially involved in the bactericidal action of hypochlorous acid. Arch. Biochem. Biophys. 367: 311–316. Farooq, S.A., T.T. Farooq, and T.V. Rao. 2002. Micropropagation of Annona squamosa L. Using Nodal Explants. Pakistan Journal of Biological Sciences 5 (1) : 43-46. Fredika, E. 2002. Masalah potensi dan saran solusi pengembangan komoditi buah di Kabupaten Solok. Jurnal Ilmu Pertanian Farming l: 18-21. George, E.F and P.D Sherington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture : Hand Book and Directory of Comercial Laboratorius. Exegenetics Ltd., England. 709.p Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB, Bogor. 165 hal. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I. K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T. H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso, dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta. Maina, S.M., Q. Emongor, K.K. Sharma, S.T. Gichuki, M. Gathaara, and S.M. de Villiers. 2010. Surface sterilant effect on the regeneration efficiency from cotyledon explants of groundnut (Arachis hypogea L.) varieties adapted to eastern and Southern Africa. African Journal of Biotechnology 9 (20) : 2866-2871 Miche, L., and J. Balandreau. 2001. Effects of rice seed surface sterilization with hypochlorite on inoculated Burkholderia vietnamiensis. Appl. Environ. Microbiol. 67: 3046–3052. Morla, S., C.S.V.R. Rao, and R. Chakrapani. 2010. Factors affecting seed germination and seedling growth of tomato plants cultured in vitro conditions. J. Chem. Biol. Phys. Sci. 1: 328–334. Naika, H.R. and V. Krishna. 2008. Plant regeneration from callus culture of Clematis gouriana Roxb. – a rare medicinal plant. Turkish J. Biol. 32: 99-103. Nakagawara, S., T. Goto, M. Nara, Y. Ozawa, K. Hotta, and Y. Arata. 1998. Spectroscopic characterization and the pH dependence of bactericidal activity of the aqueous chlorine solution. Anal. Sci. 14: 691–698. Narayaswamy, S. 1994. Plant Cell and Tissue Culture. Tata Mc Graw Hill Publishing Company Ltd., New Delhi. Pauling, L. 1955. College Chemistry. W.H. Freeman and Company, San Francisco. pp. 578. Preethi, D., T.M. Sridhar, and C.V. Naidu. 2011. Efficient protocol for indirect shoot regeneration from leaf explants of Stevia rebaudiana (Bert.) – an important calorie free biosweetner. J. Phytol. 3: 56–60 Rismayani dan F. Hamzah. 2010. Pengaruh Pemberian Chorox (NaOCl) Pada Sterilisasi Permukaan Untuk Perkembangan Bibit Aglaonema (Donna Carmen) Secara In Vitro. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Sawant, R.A. and P.N. Tawar. 2011. Use of Sodium Hypochlorite as Media Sterilant in Sugarcane Micropropagation at Commercial Scale. Sugar Tech. 13 (1) : 27-35. Santoso, U. dan Nursandi, F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
9
Sen, M.K., M.M. Hassan, S. Nasrin, M.A.H.M. Jamal, A.N.M. Mamun-Or-Rashid, and B.K. Dash. 2013. In vitro sterilization protocol for micropropagation of Achyranthes aspera L. node. Int. Res. J. Biotechnol. 4: 89–93. Struik, P.C. 1991. Plant tissue culture. In Biotol (Ed). Biotechnological Innovations in Crop Improvement. Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford. Sudjijo, 2011. Perbaikan Mutu Buah Sirsak Melalui Polinasi. Badan Litbang Pertanian, Solok. Sugiyama, M. 1999. Organogenesis in vitro. Opinion on Plant Biology 2: 61-64 Sukarmin. 2009. Teknik penyerbukan pada tanaman sirsak. Buletin Teknik Pertanian 14 ( 1) : 9-11. Sukarmin. 2010. Teknik uji daya pertumbuhan dua species Annona. Buletin Teknik Pertanian 15 ( 1) : 13-15. Toruan-Mathius, N., E. Yuniastuti, R. Setiamiharja, dan M.H. Karmana. 2005. Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Menara Perkebunan 73 (1) : 12-25 Vejsadova, H. 2006. Factors affecting seed germination and seedling growth of terrestrial orchids cultured in vitro. Acta Biol. Cracoviensia Ser. Bot. 48: 109–113. Verheij, E.W.M. and R.E. Coronel. 1997. Plant Resources of South East Asia 2 :Edible Fruits and Nuts. Prosea Foundation, Bogor. Wijaya, M. 2005. Ekstraksi Annonaceous Acetogenin dari Daun Sirsak (Annona muricata L.) Sebagai Bahan Senyawa Bioaktif Antikanker. Skripsi. Prodi Teknologi Bioproses UI, Depok. Yunus, A., Samanhudi, A.T. Sakya dan M. Rahayu. 2009. Teknologi Kultur Jaringan. UNS Press, Surakarta
10