PERBANDINGAN UJI PORTMANTEAU UNTUK KORELASI DIRI SISAAN PADA MODEL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)
KURNIA SEKAR NEGARI
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Uji Portmanteau untuk Korelasi Diri Sisaan pada Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016
Kurnia Sekar Negari NIM G14110069
ABSTRAK KURNIA SEKAR NEGARI. Perbandingan Uji Portmanteau untuk Korelasi Diri Sisaan pada Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Dibimbing oleh KUSMAN SADIK dan LA ODE ABDUL RAHMAN. Salah satu tahap dalam melakukan peramalan yaitu pemeriksaan kelayakan suatu model yang disebut dengan tahap diagnostik model. Diagnostik model dapat dilakukan dengan menggunakan suatu uji terhadap korelasi diri sisaan yang dikenal dengan uji portmanteau. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sensitivitas ̃ BP ), Ljung-Box (Q ̃ LB ), Monti (Q ̃ M ), kelima uji portmanteau yaitu uji Box-Pierce (Q ̃ WL), dan Monti terboboti (Q ̃ WM ). Hasil simulasi terhadap Ljung-Box terboboti (Q perbandingan sensitivitas uji portmanteau pada model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dengan menggunakan indikator kuasa uji menunjukkan bahwa uji Monti terboboti merupakan uji yang paling sensitif terhadap korelasi diri pada sisaan. Uji portmanteau juga memperlihatkan sensitivitas terhadap jumlah lag (m) yaitu semakin menurunnya nilai kuasa uji seiring dengan semakin besarnya nilai m. Uji Monti terboboti diterapkan pada data nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) harian 1 Maret 2014 hingga 16 September 2014 dan diperoleh informasi bahwa untuk melakukan peramalan data nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika menggunakan model ARIMA(0,1,1). Kata kunci: ARIMA, deret waktu, korelasi diri, portmanteau
ABSTRACT KURNIA SEKAR NEGARI. Comparison of Portmanteau Test for Residuals Autocorrelation on Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Model. Supervised by KUSMAN SADIK and LA ODE ABDUL RAHMAN. One of the steps in forecasting is checking the feasibility of a model or socalled model diagnostic. Model diagnostic can be performed by using a test to detect autocorrelation of residuals known as portmanteau test. This paper compares BoxPierce (𝑄̃𝐵𝑃 ), Ljung-Box (𝑄̃𝐿𝐵 ), Monti (𝑄̃𝑀 ), weighted Ljung-Box (𝑄̃𝑊𝐿 ), and weighted Monti ( 𝑄̃𝑊𝑀 ) portmanteau test. Comparison of the portmanteau sensitivity tests on the model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) using the power of test showed that the weighted Monti test is the most sensitive test for autocorrelation in residuals. Portmanteau test also showed sensitivity to the number of lag (m) that is the decreasing value of the power of the test along with the increasing value of m. Portmanteau tests have the highest value of power for large sample data (n = 500) compared to small and moderate sample data. In addition, the weighted Monti test also applied to daily US Dollar (USD) to Indonesia Rupiah (IDR) exchange rate data of March 1st 2014 until September 16th 2014 and it obtained information that for forecasting US Dollar to Indonesia Rupiah exchange rate data can use ARIMA(0,1,1) model. Keywords: ARIMA, autocorrelation, portmanteau, time series
PERBANDINGAN UJI PORTMANTEAU UNTUK KORELASI DIRI SISAAN PADA MODEL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)
KURNIA SEKAR NEGARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun karya ilmiah ini dengan baik dan lancar. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah analisis deret waktu, dengan judul Perbandingan Uji Portmanteau untuk Korelasi Diri Sisaan pada Model Deret Waktu Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, di antaranya Bapak Dr Kusman Sadik MSi dan Bapak La Ode Abdul Rahman SSi MSi selaku pembimbing karya ilmiah. Di samping itu penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh rekan Statistika 48 atas bantuan dukungannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak lain yang turut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan karya ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam upaya menyempurnakan penelitian ini sehingga dapat dikembangkan dengan baik. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Kurnia Sekar Negari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Deret Waktu Stasioner dan Peramalan
2
Koefisien Korelasi Diri
2
Proses Rataan Bergerak
3
Proses Regresi Diri
3
Proses Integrasi Regresi Diri-Rataan Bergerak
4
Uji Portmanteau
4
Simulasi Monte Carlo
6
METODOLOGI
6
Data
6
Metode
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Data Nilai Tukar SIMPULAN DAN SARAN
8 8 16 20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) dengan n = 50, m = 5 dan 20 13 2 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) dengan n = 200, m = 5 dan 15 14 3 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) dengan n = 500, m = 5 dan 10 16 4 Hasil pendugaan parameter data nilai tukar IDR terhadap USD
19
̃ WM ) pada sisaan model 5 Nilai-p uji portmanteau Monti terboboti (Q ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA(2,1,0)
19
DAFTAR GAMBAR 1 Plot data bangkitan model ARIMA(0,1,1)
9
2 Plot data bangkitan terhadap waktu setelah pembedaan pada d=1
10
3 Korelogram ACF (a) dan PACF (b) data bangkitan setelah pembedaan d=1
11
4 Plot data nilai tukar IDR terhadap USD periode 1 Maret 2014 - 16 September 2014 terhadap waktu
17
5 Plot data nilai tukar IDR terhadap USD setelah transformasi
17
6 Plot data nilai tukar IDR terhadap USD setelah transformasi dan pembedaan d=1
18
7 Plot ACF (a) dan PACF (b) data inflasi setelah stasioner
18
8 Plot data nilai tukar dan nilai dugaan model ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA(2,1,0)
19
DAFTAR LAMPIRAN 1
Persamaan model ARIMA(p,1,q) data bangkitan
22
2
Diagram alir prosedur simulasi
23
3
Data deret waktu model ARIMA(0,1,1) dengan θ=0.6 hasil pembangkitan 24
4
Korelogram ACF (a) dan PACF (b) data bangkitan
25
5
Hasil uji ADF data deret waktu bangkitan
25
6
Plot Box-Cox data bangkitan
25
7
Hasil uji ADF data bangkitan setelah pembedaan d=1
26
8
Hasil pengepasan model terhadap data bangkitan
26
9
Korelogram ACF dan PACF sisaan ARIMA(0,1,1)
26
10 Hasil uji Box-Pierce pada sisaan model ARIMA(0,1,1)
26
11 Nilai statistik uji portmanteau sisaan model ARIMA(0,1,1) hasil fungsi R dan program manual
27
12 Nilai-p uji portmanteau data sisaan model ARIMA(0,1,1)
27
13 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) pada n = 50, m = 10 dan 15
28
̃ BP (a), Q ̃ LB (b), Q ̃ M (c), Q ̃ WL (d), dan Q ̃ WM (e) 14 Grafik kuasa uji Q terhadap m pada n=50
29
15 Grafik kuasa uji pada m = 5 (a), m = 10 (b), m = 15 (c), dan m = 20 (d) pada n = 50
30
16 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) pada n = 200, m = 10 dan 20
31
17 Grafik kuasa uji pada m = 5 (a), m = 10 (b), m = 15 (c), dan m = 20 (d) pada n = 200
32
18 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) pada n = 500, m = 15 dan 20
33
19 Grafik kuasa uji pada m = 5 (a), m = 10 (b), m = 15 (c), dan m = 20 (d) pada n = 500
34
̃ BP (a), Q ̃ LB (b), Q ̃ M (c), Q ̃ WL (d), dan Q ̃ WM (e) 20 Grafik kuasa uji Q terhadap n pada m=5
34
21 Hasil uji ADF data nilai tukar IDR terhadap USD
34
22 Transformasi Box-Cox data nilai tukar IDR terhadap USD
34
23 Hasil uji ADF data nilai tukar setelah pembedaaan d=1
34
PENDAHULUAN Latar Belakang Peramalan menjadi salah satu unsur yang penting dalam banyak bidang seperti industri, ekonomi, ilmu sosial, politik, dan keuangan. Peramalan merupakan suatu kegiatan memprediksi kejadian yang akan datang dari sebuah deret waktu berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh dari masa lalu. Hasil dari peramalan banyak digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan perencanaan dan proses pengambilan keputusan. Salah satu tahap dalam peramalan yaitu pembentukan model. Menurut Chatfield (2003), prosedur pembentukan model yang biasa digunakan yaitu prosedur Box-Jenkins, yang terdiri dari tiga tahap utama yang berulang, yaitu spesifikasi model, pendugaan parameter dan diagnostik model. Diagnostik model merupakan tahap pemeriksaan kelayakan model tentatif yang didapat dari hasil tahap-tahap sebelumnya. Model dikatakan layak jika sisaannya merupakan white noise, yaitu antar nilai sisaan saling bebas atau tidak terdapat korelasi antar amatan (korelasi diri) dan menyebar identik dengan rataan nol dan ragam 𝜎 2 (Cryer dan Chan 2008). Sebuah analisis terhadap sisaan dapat dilakukan untuk mengetahui kelayakan sebuah model, salah satunya yaitu uji portmanteau untuk memeriksa korelasi diri pada sisaan. Uji ini mendeteksi korelasi diri pada sisaan berdasarkan autocorrelation function (ACF) sisaan dan partial autocorrelation function (PACF) sisaan. Uji portmanteau mampu mendeteksi korelasi diri dari sekelompok nilai ACF dan PACF sisaan yaitu dengan menggunakan sejumlah nilai ACF dan PACF sisaan pertama. Beberapa uji portmanteau untuk korelasi diri pada sisaan diantaranya yaitu uji Box-Pierce, uji Ljung-Box, uji Monti dengan uji nya yang berdasarkan pada PACF sisaan, dan uji Ljung-Box terboboti serta uji Monti terboboti (Fisher dan Gallagher 2012). Hingga saat ini, belum ada uji yang sempurna dalam mendeteksi korelasi diri sisaan. Setiap uji portmanteau yang telah diperkenalkan diduga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam beberapa kondisi. Penelitian ini akan mengkaji perbandingan sensitivitas uji portmanteau Box-Pierce, uji Ljung-Box, uji Monti, dan dua uji Fisher dalam mendeteksi korelasi diri dengan menggunakan indikator kuasa uji. Kuasa uji yaitu peluang benar dalam menolak hipotesis nol (H0) ketika hipotesis tandingan (H1) benar (Saefudin et al. 2009). Penelitian dilakukan menggunakan simulasi Monte Carlo dengan kuasa uji diperoleh dari persentase ketepatan hasil uji hipotesis masing-masing uji dalam mendeteksi korelasi diri terhadap sejumlah data deret waktu. Uji terbaik hasil simulasi kemudian diterapkan pada data nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) dalam kurun waktu 200 hari yaitu dari 1 Maret 2014 hingga 16 September 2014. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan sensitivitas uji portmanteau Box-Pierce, uji Ljung-Box, uji Monti, dan uji Fisher (Ljung-Box terboboti dan Monti terboboti) serta menunjukkan pengaruh jumlah lag ACF dan PACF sisaan (m) terhadap kuasa uji.
2
TINJAUAN PUSTAKA Deret Waktu Stasioner dan Peramalan Tujuan dari peramalan yaitu untuk memprediksi nilai yang akan datang dari sebuah deret waktu. Suatu deret waktu merupakan rangkaian pengamatan runtut berorientasi pada waktu dari peubah yang menjadi perhatian. Amatan dari peubah diambil atau dikumpulkan pada jangka waktu yang sama seperti harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Data deret waktu ditampilkan dalam sebuah plot sehingga dari pengamatan plot tersebut dapat memperlihatkan pola data seperti acak, tren, musiman, siklus, atau campuran dari beberapa pola (Montgomery et al. 2008). Data deret waktu dikatakan stasioner jika data menyebar identik sepanjang periode, yang berarti memiliki karakteristik nilai tengah (rataan) dan ragam (fluktuasi) yang konstan pada nilai tertentu dari waktu ke waktu. Kestasioneran data harus terpenuhi agar model dari data deret waktu dapat teridentifikasi. Deret waktu yang tidak stasioner pada rataan dapat diatasi dengan melakukan pembedaan terhadap data. Pembedaan yaitu menghitung selisih atau beda nilai antar pengamatan kemudian menggunakan nilai selisih tersebut sebagai deret waktu baru hingga kestasioneran pada rataan terpenuhi. Deret waktu yang tidak stasioner pada ragam dapat diatasi dengan melakukan transformasi Box-Cox terhadap data (Cryer dan Chan 2008). Koefisien Korelasi Diri Pemeriksaan korelasi diri atau hubungan antar pengamatan, misal 𝑦𝑡 dengan 𝑦𝑡+𝑘 dapat dilihat dari pola diagram titik antar seluruh pasangan data 𝑦𝑡 dengan 𝑦𝑡+𝑘 yang dipisahkan dengan interval yang sama disebut lag (k). Korelasi antara 𝑦𝑡 dengan nilai pada waktu lainnya, misal 𝑦𝑡+𝑘 disebut koefisien korelasi diri pada lag k, yang didefinisikan sebagai berikut (Montgomery et al. 2008): 𝐸[(𝑦𝑡 − 𝜇)(𝑦𝑡+𝑘 − 𝜇)] 𝐶𝑜𝑣(𝑦𝑡 , 𝑦𝑡+𝑘 ) 𝛾𝑘 𝜌𝑘 = = = 𝑉𝑎𝑟(𝑦𝑡 ) 𝛾0 √𝐸[(𝑦𝑡 − 𝜇)2 ]𝐸[(𝑦𝑡+𝑘 − 𝜇)2 ] dengan: 𝜌𝑘 = koefisien korelasi diri lag k 𝑦𝑡 = nilai amatan waktu ke-t 𝑦𝑡+𝑘 = nilai amatan waktu ke t+k 𝛾𝑘 = koefisien peragam-diri lag k 𝜇 = rataan nilai amatan t = 1, 2, 3, … k = 0, 1, 2, … Kumpulan dari 𝜌𝑘 , dengan k = 0, 1, 2, . . . disebut fungsi korelasi diri atau autocorrelation function (ACF). Nilai 𝜌0 = 1, dan 𝜌𝑘 = 𝜌−𝑘 . ACF pada deret waktu 𝑦1 , 𝑦2 , …,𝑦𝑛 dapat diduga dengan ACF contoh (𝑟𝑘 ) , yang diperoleh dari 𝑐𝑘 𝑟𝑘 = 𝜌̂𝑘 = , 𝑘 = 0, 1, 2, … , 𝐾 𝑐0 𝑛−𝑘
1 𝑐𝑘 = 𝛾̂𝑘 = ∑(𝑦𝑡 − 𝑦̅)(𝑦𝑡+𝑘 − 𝑦̅) 𝑛 𝑡=1
3 dengan: 𝑟𝑘 = koefisien korelasi diri contoh lag k 𝑐𝑘 = koefisien peragam-diri contoh lag k n = ukuran contoh y̅ = rataan nilai amatan contoh t = 1, 2, …, n Model deret waktu dapat diduga dengan pengamatan terhadap korelogram, yaitu plot antara ACF contoh (𝑟𝑘 ) dengan lag. Pola korelogram ACF sangat baik digunakan untuk mengidentifikasi ordo q model rataan bergerak (Moving Average) yaitu ditunjukkan dengan penurunan nilai-nilai korelasi diri dengan cepat mendekati nol (cuts off) setelah lag q. Pengidentifikasian ordo p model regresi diri (Autoregressive) dari pola ACF tidak terlalu efektif karena model AR akan membentuk pola eksponensial dan pola sinus teredam atau bisa disebut tails off, nilai korelasi semakin mendekati nol. Cara lainnya yang lebih efektif adalah dengan menggunakan partial autocorrelation function (PACF), yaitu korelasi diri antara 𝑦𝑡 dengan 𝑦𝑡−𝑘 setelah menyesuaikan pengaruh 𝑦𝑡−1 , 𝑦𝑡−2 , …, 𝑦𝑡−𝑘+1atau secara umum pengaruh dari pengamatan lain yang sama. Model AR(p) akan ditunjukkan dari pola plot PACF (ϕ𝑘𝑘 ) antara 𝑦𝑡 dengan 𝑦𝑡−𝑘 untuk k > p akan sama dengan nol atau cuts off setelah lag p (Montgomery et al. 2008). PACF didapatkan dari persamaan sebagai berikut: 𝜌𝑗 = 𝜙𝑘1 𝜌𝑗−1 + 𝜙𝑘2 𝜌𝑗−2 + ⋯ + 𝜙𝑘𝑘 𝜌𝑗−𝑘 dengan: 𝜌𝑗 = koefisien korelasi diri lag j ϕ𝑘𝑘 = koefisien korelasi diri parsial lag k j = 1, 2, …, k. Proses Rataan Bergerak Proses rataan bergerak (MA) dengan ordo q berasal dari kenyataan bahwa 𝑦𝑡 diperoleh dari pemberian bobot 1, −θ1 , −θ2 , … , −θ𝑞 pada 𝑒𝑡 , 𝑒𝑡−1 , 𝑒𝑡−2 , … , 𝑒𝑡−𝑞 yang kemudian bobot-bobot tersebut bergerak pada 𝑒𝑡+1 , 𝑒𝑡 , 𝑒𝑡−1 , … , 𝑒𝑡−𝑞+1 untuk mendapatkan 𝑦𝑡+1 (Cryer dan Chan 2008). Deret {𝑒𝑡 } merupakan white noise, yaitu deret yang menyebar bebas identik. Proses MA(q) memiliki persamaan sebagai berikut: 𝑦𝑡 = 𝑒𝑡 − θ1 𝑒𝑡−1 − θ2 𝑒𝑡−2 − ⋯ − θ𝑞 𝑒𝑡−𝑞 dengan: 𝑦𝑡 = nilai amatan pada waktu ke-t θ𝑖 = parameter MA ke-i ; i = 1,2,…,q 𝑒𝑡 = galat pada waktu ke-t Proses Regresi Diri Proses regresi diri (AR) untuk ordo ke-p memiliki persamaan (Cryer dan Chan 2008): 𝑦𝑡 = ϕ1 𝑦𝑡−1 + ϕ2 𝑦𝑡−2 + ⋯ + ϕ𝑝 𝑦𝑡−𝑝 + 𝑒𝑡 dengan 𝜙𝑖 adalah parameter AR ke-i. Model AR ini menggunakan asumsi 𝑒𝑡 dan 𝑦𝑡−1 , 𝑦𝑡−2 , 𝑦𝑡−3 ,… saling bebas. Nilai pada 𝑦𝑡 merupakan kombinasi linier dari
4 sejumlah p nilai lampau terdekat dengan t ditambah dengan 𝑒𝑡 yang merupakan pengaruh pada waktu t yang tidak dapat dijelaskan oleh nilai sebelumnya. Proses Integrasi Regresi Diri-Rataan Bergerak Model untuk data deret waktu yang mengikuti gabungan proses AR dan MA disebut Regresi Diri-Rataan Bergerak (ARMA), dengan persamaan (Cryer dan Chan 2008): 𝑦𝑡 = ϕ1 𝑦𝑡−1 + ϕ2 𝑦𝑡−2 + ⋯ + ϕ𝑝 𝑦𝑡−𝑝 + 𝑒𝑡 − θ1 𝑒𝑡−1 − θ2 𝑒𝑡−2 − ⋯ − θ𝑞 𝑒𝑡−𝑞 dengan p adalah ordo AR dan q adalah ordo MA atau ARMA(p,q). Suatu deret waktu 𝑦𝑡 mengikuti model integrasi regresi diri-rataan bergerak (Autoregressive Integrated Moving Average) yaitu jika pembedaan ke-d, 𝑤𝑡 = 𝑦𝑡 − 𝑦𝑡−1 = (1 − 𝐵)𝑑 𝑦𝑡 adalah proses ARMA(p,q) yang stasioner sehingga {𝑦𝑡 } adalah proses ARIMA(p,d,q) (Montgomery et al. 2008). Model teoritis ARIMA(p,d,q) adalah sebagai berikut: 𝜙𝑝 (𝐵)(1 − 𝐵)𝑑 𝑦𝑡 = 𝜇 + 𝜃𝑞 (𝐵)𝑒𝑡 dengan (1 − 𝐵)𝑑 merupakan operator pembedaan 𝑦𝑡 dengan ordo d. Uji Portmanteau Uji portmanteau pertama kali diperkenalkan oleh Box dan Pierce pada tahun 1970 yang merupakan salah satu metode untuk memeriksa asumsi korelasi diri pada sisaan. Hipotesis yang digunakan pada uji ini yaitu: H0 : Tidak terdapat korelasi diri pada sisaan H1 : Terdapat korelasi diri antar sisaan Uji Portmanteau Box-Pierce Pemeriksaan diagnostik menurut Box dan Pierce merupakan salah satu teknik alternatif pada tahap uji kelayakan model yang mampu menunjukkan kemungkinan adanya kesalahan pemilihan suatu model. Uji portmanteau Box-Pierce hingga lag m adalah (Box dan Pierce 1970): 𝑚
𝑄̃𝐵𝑃 (𝑟) = 𝑛 ∑ 𝑟𝑘2 𝑘=1
∑𝑛𝑡=𝑘+1 𝑒̂𝑡 𝑒̂𝑡−𝑘 r𝑘 = ∑𝑛𝑡=1 𝑒̂𝑡2 dengan: 𝑒̂1 , … , 𝑒̂𝑡 n r𝑘 m
= sisaan yang diperoleh setelah pendugaan model dari contoh berukuran n = ukuran contoh = koefisien korelasi diri contoh antar 𝑒̂𝑡 dengan 𝑒̂𝑡−𝑘 = lag maksimum yang digunakan
Hipotesis nol pada uji ini ditolak jika nilai 𝑄̃𝐵𝑃 lebih besar dari nilai Khikuadrat (𝜒 2 ) dengan derajat bebas m – p – q, yang berarti tidak ada korelasi diri antar sisaan. Uji dari Box dan Pierce ini baik digunakan pada n∞ (Box dan Pierce 1970).
5 Uji Portmanteau Ljung-Box Uji ini merupakan modifikasi uji Box-Pierce untuk contoh berhingga. Uji portmanteau Ljung-Box 𝑄̃𝐿𝐵 adalah (Ljung dan Box 1978): 𝑚 𝑟𝑘2 𝑄̃𝐿𝐵 (𝑟) = 𝑛(𝑛 + 2) ∑ 𝑛−𝑘 𝑘=1
Ljung dan Box dalam studinya menunjukkan bahwa uji ini memberikan penaksiran yang lebih baik pada deret berukuran kecil terhadap sebaran Khi-kuadrat dengan derajat bebas yaitu m–p–q (Ljung dan Box 1978). Uji Portmanteau Monti Monti mengajukan uji portmanteau yang berdasarkan korelasi diri parsial sisaan. Uji portmanteau Monti 𝑄̃𝑀 adalah (Monti 1994): 𝑚 𝜋𝑘2 ̃ (𝜋) 𝑄𝑀 = 𝑛(𝑛 + 2) ∑ 𝑛−𝑘 𝑘=1
dengan 𝜋𝑘 merupakan korelasi diri parsial sisaan ke-k. Monti mengemukakan bahwa jika galat merupakan proses white noise, maka korelasi diri parsial sisaan akan tidak berbeda nyata dengan nol. Monti juga berpendapat bahwa dalam perbandingan kemampuan kerja, uji ini sebanding dan lebih baik dari uji Ljung-Box jika ordo MA diduga lebih kecil atau underestimated, dan sebaliknya uji Ljung-Box akan lebih baik jika ordo AR underestimated. Hipotesis nol pada uji ini ditolak jika nilai 𝑄̃𝑀 lebih besar dari nilai Khi-kuadrat dengan derajat bebas m-p-q (Monti 1994). Uji Portmanteau Fisher Uji yang diperkenalkan Fisher terdiri dari dua uji, yaitu uji Ljung-Box dan Monti terboboti. Kedua uji tersebut merupakan perkembangan dari uji portmanteau Pena-Rodriguez, namun dengan perhitungan yang lebih sederhana dan secara komputasi stabil. Uji portmanteau terboboti Fisher adalah sebagai berikut (Fisher dan Gallagher 2012): 𝑚 2 𝑟𝑘 (𝑚 − 𝑘 + 1) 𝑄̃𝑊𝐿 (𝑟) = 𝑛(𝑛 + 2) ∑ 𝑚(𝑛 − 𝑘) 𝑘=1 𝑚
𝑄̃𝑊𝑀 (𝜋) = 𝑛(𝑛 + 2) ∑ 𝑘=1
𝜋𝑘2 (𝑚 − 𝑘 + 1) 𝑚(𝑛 − 𝑘)
Persamaan di atas merupakan uji Ljung-Box dan Monti yang diberi bobot (m-k+1)/m di setiap korelasi diri dan korelasi diri parsial. Sisaan pada lag 1 diberi bobot terbesar yaitu 1, sedangkan lag m mendapatkan bobot terkecil yaitu 1/m (Fisher dan Gallagher 2012). Statistik 𝑄̃𝑊𝐿 dan 𝑄̃𝑊𝑀 pada hipotesis nol akan menyebar Gamma ( 𝛾, 𝜆 ) dengan: 3[𝑚2 + 𝑚 − 2(𝑚 − 1)(𝑝 + 𝑞)]2 𝛾= , 4[2𝑚3 + 3𝑚2 + 𝑚 − 6(𝑚2 − 2𝑚 − 1)(𝑝 + 𝑞)] dan
6 𝜆=
2[2𝑚3 + 3𝑚2 + 𝑚 − 6(𝑚2 − 2𝑚 − 1)(𝑝 + 𝑞)]2 3[𝑚(𝑚2 + 𝑚 − 2(𝑚 − 1)(𝑝 + 𝑞))] Simulasi Monte Carlo
Simulasi adalah sebuah teknik untuk memodelkan kejadian acak yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil yang diperoleh dari proses simulasi mendekati dengan hasil pada sistem sebenarnya. Monte Carlo merupakan sebuah teknik pada simulasi yang digunakan untuk memperkirakan suatu nilai atau solusi yang umumnya sulit dipecahkan atau kompleks. Monte Carlo bekerja berdasarkan pada bilangan acak dan peluang dengan menjalankan sebuah model matematis dari sistem sebenarnya. Sejumlah besar contoh acak dari sebuah sebaran statistik yang sama diterapkan pada model berulang kali yang kemudian akan menghasilkan keluaran yang acak pula. Banyaknya ulangan yang diterapkan pada simulasi Monte Carlo umumnya sekitar ratusan hingga ribuan, dengan tujuan untuk mendapatkan nilai yang konsisten. Hasil dari simulasi kemudian digunakan untuk analisis statistika (Thomopoulos 2013).
METODOLOGI Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bangkitan dan data nilai tukar tengah IDR terhadap USD (dalam Rupiah/USD). Data nilai tukar yang digunakan adalah data harian sebanyak 200 amatan yaitu periode 1 Maret 2014 hingga 16 September 2014. Penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak R 3.13. Metode Perbandingan kuasa uji pada uji portmanteau dilakukan menggunakan simulasi Monte Carlo dan diterapkan pada data nilai tukar IDR terhadap USD. Penelitian ini membandingkan kuasa uji dari uji Box-Pierce 𝑄̃𝐵𝑃 , Ljung-Box 𝑄̃𝐿𝐵 , Monti 𝑄̃𝑀 , Ljung-Box terboboti 𝑄̃𝑊𝐿 , dan Monti terboboti 𝑄̃𝑊𝑀 . Model deret waktu yang digunakan adalah kombinasi model ARIMA(p,d,q) dengan p dan q ≤ 2 dan d = 1. Model tersebut di antara lain adalah ARIMA(2,1,0), ARIMA(0,1,1), ARIMA(0,1,2), ARIMA(1,1,1), ARIMA(1,1,2), ARIMA(2,1,1), ARIMA(2,1,2). Seluruh kombinasi model deret waktu kemudian dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) untuk mendapatkan kondisi H1 benar atau terdapat korelasi diri antar sisaan. Model deret waktu serta nilai parameter yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Ukuran contoh (n) yang digunakan dibagi menjadi tiga jenis yaitu kecil, sedang, dan besar (50, 200, dan 500). Simulasi Monte Carlo dilakukan pada 300 deret waktu untuk setiap model dan masing-masing dilakukan menggunakan 1000 ulangan dan taraf nyata α = 0.05. Kuasa uji akan dihitung pada beberapa nilai m (m=5, 10, 15, 20).
7
Simulasi Prosedur simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut (Lampiran 2): 1. Membangkitkan data (𝑒0𝑡 ) yang menyebar N(0,1) 2. Membangun data deret waktu (𝑦0𝑡 ) Data 𝑒0𝑡 digunakan untuk membangun 𝑦0𝑡 berukuran n dengan model ARIMA(p,1,q) dan nilai parameter (ϕ1 , ϕ2 , θ1 , dan θ2 ) tertentu (Lampiran 1). 3. Mengepaskan data 𝑦0𝑡 dengan model ARIMA(1,1,0) Pendugaan parameter dilakukan dengan metode pendugaan kemungkinan ̂1 maksimum untuk mendapatkan nilai dugaan (𝑦̂0𝑡 ) dan ϕ 4. Mengolah sisaan sebagai data contoh dasar pada metode Monte Carlo a. Menghitung sisaan (𝑒̂0𝑡 ), yaitu selisih antara 𝑦0𝑡 dan 𝑦̂0𝑡 b. Menghitung ACF (𝑟0𝑘 ) dan PACF (𝜋0𝑘 ) sisaan c. Menghitung nilai statistik uji Box-Pierce (𝑄̃0𝐵𝑃 ), Ljung-Box (𝑄̃0𝐿𝐵 ), Monti (𝑄̃0𝑀 ), Ljung-Box terboboti (𝑄̃0𝑊𝐿 ), dan Monti terboboti (𝑄̃0𝑊𝑀 ) dari nilai 𝑟0𝑘 dan 𝜋0𝑘 pada m = 5, 10, 15, 20 5. Mengolah data contoh bootstrap dari data sisaan (𝑒̂0𝑡 ) a. Melakukan resampling terhadap 𝑒̂0𝑡 sebanyak 1000 kali (𝑒𝑖𝑡 ), dengan i = 1, 2, …, 1000 b. Membangkitkan data deret waktu model ARIMA(1,1,0) ( 𝑦𝑖𝑡 ) ̂1 dengan menggunakan nilai 𝑒𝑖𝑡 dan nilai ϕ c. Mengepaskan data 𝑦𝑖𝑡 dengan model ARIMA(1,1,0) untuk mendapatkan nilai dugaan (𝑦̂𝑖𝑡 ) d. Menghitung sisaan (𝑒̂𝑖𝑡 ), yaitu selisih antara 𝑦𝑖𝑡 dan 𝑦̂𝑖𝑡 e. Menghitung ACF (𝑟𝑖𝑘 ) dan PACF (𝜋𝑖𝑘 ) sisaan f. Menghitung nilai statistik uji Box-Pierce ( 𝑄̃0𝐵𝑃 ), Ljung-Box (𝑄̃0𝐿𝐵 ), Monti (𝑄̃0𝑀 ), Ljung-Box terboboti (𝑄̃0𝑊𝐿 ), dan Monti terboboti (𝑄̃0𝑊𝑀 ) dari nilai 𝑟0𝑘 dan 𝜋0𝑘 pada m = 5, 10, 15, 20 6. Menghitung nilai-p masing-masing tipe uji Nilai-p diperoleh dari 𝑃(𝑄̃𝑖𝐵𝑃 ≥ 𝑄̃0𝐵𝑃 ) , 𝑃(𝑄̃𝑖𝐿𝐵 ≥ 𝑄̃0𝐿𝐵 ) , 𝑃(𝑄̃𝑖𝑀 ≥ 𝑄̃0𝑀 ) , 𝑃(𝑄̃𝑖𝑊𝐿 ≥ 𝑄̃0𝑊𝐿 ), 𝑃(𝑄̃𝑖𝑊𝑀 ≥ 𝑄̃0𝑊𝑀 ) 7. Mengulang langkah 1 hingga 6 sebanyak 300 kali. Dari tahap ini akan didapatkan sebanyak 300 nilai-p untuk masing-masing tipe uji. 8. Menghitung kuasa uji pada lag m Kuasa uji diperoleh dengan menghitung persentase nilai-p yang lebih kecil dari taraf nyata α, yang menunjukkan H0 ditolak atau ada korelasi diri antar sisaan. 1 − 𝛽 = 𝑃(𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖_𝑝 < 𝛼) 9. Membandingkan kuasa uji seluruh uji portmanteau. Data Nilai Tukar Prosedur analisis terhadap data nilai tukar yaitu: 1. Eksplorasi data Melakukan eksplorasi data menggunakan grafik secara deskriptif. 2. Identifikasi model Diawali dengan pemeriksaan kestasioneran data, yaitu dengan pengamatan plot data terhadap waktu dan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dengan taraf nyata
8
3.
4.
5.
6.
α=5% untuk kestasioneran dalam rataan serta transformasi Box-Cox untuk kestasioneran dalam ragam. Hipotesis uji ADF yaitu (Cryer dan Chan 2008): H0 : Data tidak stasioner H1 : Data stasioner Fungsi transformasi Box-Cox dengan parameter λ didefinisikan dengan: 𝑥𝜆 − 1 𝜆≠0 𝑔(𝑥) = { 𝜆 , 𝑙𝑛 𝑥, 𝜆=0 Kestasioneran data dalam ragam tercapai jika nilai parameter λ=1. Identifikasi model tentatif dilakukan dengan pengamatan terhadap pola pada korelogram ACF dan PACF data yang telah stasioner. Pendugaan parameter model tentatif Data dipaskan dengan model tentatif hasil tahap sebelumnya. Pendugaan parameter dilakukan dengan metode pendugaan kemungkinan maksimum (MLE). Menghitung nilai-p uji portmanteau Nilai-p masing-masing uji portmanteau terbaik hasil simulasi dihitung pada m = 5, 10, 15, 20. Uji portmanteau dilakukan dengan menggunakan paket dan fungsi yang telah tersedia pada perangkat lunak R. Interpretasi nilai-p uji portmanteau Tolak H0 jika nilai-p lebih kecil dari atau sama dengan taraf nyata yang berarti bahwa model dinyatakan layak sedangkan model dikatakan tidak layak jika saat nilai-p lebih besar dari taraf nyata. Pemilihan model terbaik Kriteria yang digunakan untuk memilih model terbaik dapat menggunakan nilai Akaike’s Information Criterion (AIC). Nilai AIC pada model didefinisikan sebagai berikut (Cryer dan Chan 2008): ;k = p+q+1 AIC = - 2 ln (maximum likelihood) + 2k Model tentatif terbaik dipilih dengan nilai AIC terkecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Penelitian dilakukan menggunakan perangkat lunak statistika R dengan menjalankan program atau sekumpulan perintah yang sebelumnya telah disusun untuk dapat melakukan pembangkitan data deret waktu, simulasi Monte Carlo, analisis deret waktu, dan menghitung nilai statistik uji portmanteau. Simulasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat sensitivitas uji portmanteau pada beragam kondisi deret waktu. Sensitivitas uji dapat diartikan dengan seberapa baik sebuah uji dapat mendeteksi suatu pengaruh, dalam hal ini korelasi diri. Untuk melihat sensitivitas ini, diperlukan kondisi di mana terdapat korelasi diri pada sisaan hasil pengepasan model deret waktu sehingga dapat diperlihatkan apakah uji yang diamati dapat dengan benar mendeteksi adanya korelasi diri pada sisaan. Korelasi diri dapat disebabkan oleh pemilihan model yang tidak tepat. Artinya model deret waktu dugaan tidak dapat mendeskripsikan atau menjelaskan hubungan antar amatan
9 dengan benar. Dalam penelitian ini korelasi diri pada sisaan diperoleh dari pengepasan model yang tidak sesuai dengan model asli atau model deret waktu data bangkitan. Model-model yang digunakan adalah model yang tidak cukup, atau underestimate. Sensitivitas uji ditunjukkan dengan kuasa uji. Kuasa uji dalam penelitian ini diperoleh dari persentase jumlah deret waktu dengan kesimpulan menolak H0 atau nilai-p uji yang diperoleh dari simulasi Monte Carlo kurang dari taraf nyata α yaitu sebesar 5%. Hipotesis nol (H0) pada uji portmanteau yaitu tidak terdapat korelasi diri pada sisaan, sedangkan hipotesis tandingan (H1) yaitu terdapat korelasi diri pada sisaan. Kelima uji diharapkan dapat mendeteksi adanya korelasi diri pada sisaan, yang menunjukkan bahwa model yang digunakan tidak layak. Semakin besar persentase atau kuasa uji, maka semakin sensitif uji tersebut terhadap korelasi diri.
-2 -5
-4
-3
Data
-1
0
1
Pemeriksaan Program Simulasi Pemeriksaan program dilakukan dengan tujuan memastikan program yang telah disusun bekerja dengan baik sehingga memberikan hasil yang benar. Pemeriksaan perintah diawali dengan pemeriksaan terhadap program pembangkitan data. Pembangkitan data merupakan tahap yang penting karena sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penelitian. Penggunaan data yang tidak sesuai dengan model yang diharapkan akan menyebabkan kesimpulan yang salah. Pemeriksaan program pembangkitan data meliputi pemeriksaan apakah karakteristik data sudah sesuai dengan model yang diinginkan. Sebagai ilustrasi dilakukan pembangkitan data deret waktu dengan model 1 yaitu ARIMA(0,1,1) dengan θ=0.6. Data deret waktu sebanyak 200 periode dibangkitkan berdasarkan galat yang menyebar normal dengan rataan nol dan ragam satu. Data hasil bangkitan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan plot data terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 1.
0
50
100
150
200
Waktu
Gambar 1 Plot data bangkitan model ARIMA(0,1,1) terhadap waktu
Tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan data bangkitan meliputi pemeriksaan kestasioneran data, pendugaan parameter, dan analisis sisaan. Pemeriksaan kestasioneran data dilakukan dengan pengamatan terhadap plot data terhadap waktu. Gambar 1 menunjukkan bahwa data berfluktuasi tidak pada suatu nilai tertentu dan mengandung tren menurun, yang menunjukkan bahwa data tidak stasioner pada rataan. Pemeriksaan kestasioneran juga dapat dilakukan dengan korelogram ACF
10
1 -2
-1
0
Diff(Data)
2
3
dan PACF dan uji formal yaitu uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Korelogram ACF dan PACF pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa data tidak stasioner, yaitu dengan pola ACF yang menurun secara lambat dan nilai PACF pada lag 1 yang signifikan dan mendekati satu. Hasil uji ADF yang ditampilkan pada Lampiran 5 juga menyatakan ketidak stasioneran data dengan nilai-p uji sebesar 0.234. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata α=0.05 yang berarti tidak cukup bukti untuk menolak H0 bahwa data bukan merupakan proses stasioner pada taraf nyata 5%. Pemeriksaan kestasioneran pada ragam diperiksa menggunakan transformasi Box-Cox. Transformasi Box-Cox tidak dapat dilakukan pada data bernilai negatif, sehingga data perlu ditambahkan sebuah konstanta sampai nilai terkecil pada data mencapai nilai positif (Cryer dan Chan 2008). Konstanta yang digunakan yaitu sebesar 6. Hasil transformasi Box-Cox yang ditunjukkan pada Lampiran 6 menyatakan bahwa data telah stasioner dalam ragam. Pembedaan dilakukan terhadap data untuk mencapai kestasioneran pada rataan. Gambar 2 menampilkan plot data bangkitan terhadap waktu setelah dilakukan pembedaan ordo satu (d=1). Plot telah menunjukkan data memiliki fluktuasi yang konstan dari waktu ke waktu. Kestasioneran data juga ditunjukkan dari hasil uji ADF yaitu nilai-p yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata yaitu sebesar 0.01. Hasil uji ADF pada data bangkitan setelah pembedaan d=1 dapat dilihat pada Lampiran 7.
0
50
100
150
200
Waktu
Gambar 2 Plot data bangkitan terhadap waktu setelah pembedaan pada d=1
Korelogram ACF dan PACF data bangkitan setelah pembedaan ordo 1 pada Gambar 3 menunjukkan pola cut off setelah lag 1 pada ACF dan pola tails off pada PACF. Model yang dapat terbentuk dari korelogram pada Gambar 3 adalah ARIMA(0,1,1). Lampiran 8 menampilkan hasil pengepasan model dan terlihat bahwa model memiliki penduga parameter yang signifikan. Korelogram ACF dan PACF sisaan model ARIMA(0,1,1) pada Lampiran 9 juga menunjukkan tidak terdapat korelasi diri antar sisaan. Berdasarkan kriteria tersebut model ARIMA(0,1,1) dianggap layak untuk data bangkitan. Model ARIMA(0,1,1) juga memiliki nilai dugaan parameter θ̂=0.6198. Nilai tersebut mendekati nilai parameter aslinya yaitu θ=0.6.
11
-0.5
-0.5
0.0
0.0
ACF
Partial ACF
0.5
0.5
1.0
Series diff(y)
1.0
Series diff(y)
5
10
15
20
5
10
15
Lag
Lag
(a)
(b)
20
Gambar 3 Korelogram ACF (a) dan PACF (b) data bangkitan setelah pembedaan d=1
Korelogram ACF dan PACF sisaan dari model ARIMA(0,1,1) yang ditampilkan pada Lampiran 9 menunjukkan tidak adanya korelasi diri atau nilai yang berbeda nyata dengan nol. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut telah dapat menjelaskan hubungan antar amatan data bangkitan. Korelogram ACF dan PACF dapat digunakan untuk menentukan kelayakan sebuah model, namun karena teknik ini bersifat pengamatan dan bersifat subjektif maka tidak dapat dijadikan satusatunya acuan sehingga perlu dilakukan uji portmanteau. Hasil uji portmanteau pada sisaan model ARIMA(0,1,1) yang dapat dilihat pada Lampiran 10, juga menunjukkan bahwa model layak digunakan. Nilai-p pada setiap lag yang digunakan memiliki nilai yang lebih besar dari 0.05 yang berarti tidak tolak H0 atau tidak cukup bukti untuk menyatakan ada korelasi diri antar sisaan pada taraf nyata 5%. Keseluruhan proses di atas menunjukkan pembangkitan data dengan model ARIMA(0,1,1) memberikan hasil yang sesuai. Model terbaik yang diperoleh sesuai dengan model bangkitan dengan nilai dugaan parameter yang mendekati nilai parameter sebenarnya. Hal tersebut membuktikan bahwa program pembangkitan data yang digunakan telah berjalan dengan baik dan dapat digunakan dalam penelitian. Tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan terhadap program uji portmanteau yang terdiri dari perhitungan nilai statistik dan simulasi Monte Carlo. Secara umum program perhitungan uji portmanteau pada beberapa uji adalah sama. Uji 𝑄̃𝐿𝐵 dan 𝑄̃𝑀 memiliki program perhitungan yang sama, hanya dasar perhitungan uji 𝑄̃𝐿𝐵 adalah nilai ACF sedangkan uji 𝑄̃𝑀 berdasarkan nilai PACF. Begitu pula dengan uji 𝑄̃𝑊𝐿 dan 𝑄̃𝑊𝑀 yang sama dengan 𝑄̃𝐿𝐵 dan 𝑄̃𝑀 yang diberi bobot. Pemeriksaan program dilakukan dengan membandingkan nilai statistik pada fungsi bawaan R dengan program manual yang telah disusun. Simulasi pada penelitian menggunakan jumlah deret yang besar dan rumit sehingga beberapa fungsi yang disediakan oleh R seperti fungsi untuk kedua uji Fisher yang tidak menyediakan teknik Monte Carlo tidak dapat digunakan. Nilai statistik kelima uji portmanteau untuk sisaan model ARIMA(0,1,1) dengan fungsi R dan program yang ditampilkan pada Lampiran 11 tidak memperlihatkan adanya perbedaan sehingga program perhitungan nilai statistik uji portmanteau telah disusun dengan benar.
12 Nilai-p uji portmanteau dihitung menggunakan simulasi Monte Carlo dengan pengulangan sebanyak 1000 kali. Nilai-p masing-masing uji portmanteau terhadap data sisaan ARIMA(0,1,1) pada Lampiran 12 menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata. Hasil tersebut memberikan kesimpulan tidak tolak H0 yaitu tidak terdapat korelasi diri antar sisaan pada taraf nyata 5% atau model dinyatakan layak untuk digunakan. Ketika data dipaskan dengan menggunakan model yang tidak layak, maka nilai-p uji portmanteau akan menunjukkan angka yang lebih kecil dari taraf nyata atau tolak H0 yang berarti terdapat korelasi diri antar sisaan sehingga membuktikan model tidak layak digunakan. Korelasi diri juga dapat diperiksa dari korelogram ACF dan PACF sisaan. Model yang cukup atau layak akan memiliki sisaan yang bebas dari korelasi diri, yang dapat ditunjukkan dari korelogram ACF dan PACF sisaan dengan tidak terdapat nilai yang berbeda nyata dari nol. Tidak terdapatnya korelasi diri pada sisaan menunjukkan bahwa model sudah dapat menjelaskan hubungan antar amatan. Simulasi Data Berukuran Kecil Simulasi dilakukan dengan menggunakan data berukuran contoh sebesar n=50. Data yang digunakan adalah data deret waktu hasil pembangkitan dengan beberapa model tertentu seperti yang tertera pada Lampiran 1. Jumlah deret yang dibangkitkan untuk masing-masing model sebanyak 300 deret. Kuasa uji pada kelima uji portmanteau kemudian dihitung pada lag m (m= 5, 10, 15, 20). Hasil penghitungan kuasa uji pada lag 5 dan lag 20 ditampilkan pada Tabel 1. Hasil simulasi lainnya untuk lag 10 dan 15 dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil simulasi pada data berukuran kecil menunjukkan bahwa kelima uji portmanteau sensitif terhadap nilai m, yang dapat dilihat pada perbedaan kuasa uji pada kedua lag m pada Tabel 1. Kuasa uji portmanteau mencapai nilai terbesar pada nilai m=5 atau lag m terkecil dan semakin menurun seiring semakin besarnya nilai m. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14, di mana penurunan terjadi pada setiap model dan uji. Kuasa uji menunjukkan persentase deret yang seluruhnya berjumlah 300 deret, yang dinyatakan mengandung korelasi diri pada sisaannya. Misalnya kuasa uji yang diperoleh sebesar 0.253, berarti sebesar 25.3% dari 300 deret sisaan yang diamati atau sebanyak 76 deret diantaranya dinyatakan mengandung korelasi diri. Semakin besar kuasa uji, maka semakin baik atau semakin sensitif suatu uji dalam mendeteksi korelasi diri sisaan. Hasil simulasi pada Tabel 1 menunjukkan untuk model ARIMA dengan q lebih besar dari nol (q>0) seperti model ARIMA(0,1,1), ARIMA(0,1,2), ARIMA(1,1,1), dan ARIMA(1,1,2) kuasa uji 𝑄̃𝑀 lebih besar dari kuasa uji 𝑄̃𝐿𝐵 . Hasil tersebut menunjukkan uji Monti lebih baik atau lebih sensitif dibanding uji Ljung-Box untuk model dugaan dengan ordo MA (q) yang lebih rendah dari model sebenarnya atau underestimated. Sebaliknya, kuasa uji 𝑄̃𝐿𝐵 lebih besar dari kuasa uji 𝑄̃𝑀 pada model ARIMA(2,1,0) yaitu model dengan ordo AR (p) lebih besar dari satu (p>1). Hasil tersebut menunjukkan bahwa uji Ljung-Box lebih baik atau lebih sensitif dibandingkan dengan uji Monti jika ordo AR (p) underestimated.
13 Tabel 1 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) dengan n = 50, m = 5 dan 20 No. Model ϕ1 ϕ2 θ1 θ2 𝑄̃𝐵𝑃 𝑄̃𝐿𝐵 𝑄̃𝑀 𝑄̃𝑊𝐿 𝑄̃𝑊𝑀 m=5 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.253 0.243 0.333 0.377 0.453 2. -0.4 0.093 0.100 0.117 0.137 0.137 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.467 0.470 0.413 0.573 0.523 4. 1 -0.6 0.960 0.957 0.943 0.973 0.963 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.273 0.253 0.310 0.373 0.443 6. 0.8 -0.2 0.480 0.467 0.560 0.623 0.667 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.120 0.117 0.173 0.173 0.223 8. -0.3 -0.5 0.103 0.097 0.110 0.117 0.127 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.110 0.110 0.143 0.123 0.157 10. 1.1 -0.45 0.1 0.517 0.503 0.487 0.567 0.580 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.443 0.427 0.697 0.573 0.763 -0.5 0.3 0.5 0.593 0.573 0.790 0.730 0.840 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.247 0.240 0.303 0.330 0.370 0.3 0.5 0.3 0.6 0.060 0.060 0.080 0.073 0.090 14. m=20 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.150 0.147 0.177 0.203 0.260 2. -0.4 0.077 0.063 0.073 0.080 0.107 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.307 0.293 0.217 0.390 0.347 4. 1 -0.6 0.857 0.807 0.777 0.910 0.907 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.210 0.187 0.167 0.243 0.303 6. 0.8 -0.2 0.300 0.280 0.300 0.360 0.477 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.073 0.077 0.100 0.103 0.127 8. -0.3 -0.5 0.070 0.060 0.080 0.087 0.100 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.097 0.083 0.087 0.103 0.113 10. 1.1 -0.45 0.1 0.360 0.307 0.267 0.407 0.417 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.277 0.237 0.397 0.370 0.607 -0.5 0.3 0.5 0.353 0.317 0.490 0.467 0.747 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.140 0.143 0.147 0.197 0.240 0.3 0.5 0.3 0.6 0.050 0.047 0.043 0.057 0.060 14.
Keseluruhan hasil simulasi pada data berukuran kecil menunjukkan bahwa uji Ljung-Box terboboti (𝑄̃𝑊𝐿 ) dan uji Monti terboboti (𝑄̃𝑊𝑀 ) menghasilkan kuasa uji terbesar untuk setiap lag m yang dicobakan. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada Lampiran 15. Kuasa uji Ljung-Box terboboti merupakan nilai terbesar pada model ARIMA(2,1,0), di mana p underestimated. Sebaliknya, uji Monti terboboti memiliki nilai kuasa uji terbesar pada saat q underestimated dan pada hampir seluruh model kecuali pada model ARIMA(2,1,0).
14 Simulasi Data Berukuran Sedang Simulasi dilakukan dengan menggunakan data berukuran contoh n=200. Hasil penghitungan kuasa uji pada lag 5 dan lag 15 ditampilkan pada Tabel 2. Hasil simulasi lainnya untuk lag 10 dan lag 20 ditampilkan pada Lampiran 16. Tabel 2 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) dengan n = 200, m = 5 dan 15 No. Model ϕ1 ϕ2 θ1 θ2 𝑄̃𝐵𝑃 𝑄̃𝐿𝐵 𝑄̃𝑀 𝑄̃𝑊𝐿 𝑄̃𝑊𝑀 m=5 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.920 0.923 0.967 0.987 0.993 2. -0.4 0.337 0.340 0.363 0.453 0.480 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.860 0.880 0.933 0.937 0.937 6. 0.8 -0.2 0.990 0.987 0.983 0.997 0.997 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.613 0.603 0.687 0.737 0.760 8. -0.3 -0.5 0.317 0.313 0.343 0.380 0.407 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.333 0.330 0.447 0.490 0.583 10. 1.1 -0.45 0.1 0.993 0.990 0.993 0.997 1.000 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 -0.5 0.3 0.5 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.903 0.910 0.937 0.957 0.970 0.3 0.5 0.3 0.6 0.137 0.130 0.153 0.160 0.170 14. m=15 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.703 0.680 0.833 0.893 0.953 2. -0.4 0.193 0.183 0.197 0.297 0.333 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.983 0.980 0.980 1.000 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.610 0.593 0.700 0.827 0.877 6. 0.8 -0.2 0.907 0.900 0.940 0.980 0.990 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.310 0.307 0.420 0.533 0.653 8. -0.3 -0.5 0.213 0.203 0.230 0.267 0.280 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.180 0.187 0.237 0.310 0.433 10. 1.1 -0.45 0.1 0.980 0.977 0.987 0.993 0.997 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.987 0.983 0.990 0.997 1.000 -0.5 0.3 0.5 0.987 0.980 0.993 1.000 1.000 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.690 0.683 0.730 0.870 0.917 0.3 0.5 0.3 0.6 0.127 0.123 0.140 0.147 0.150 14.
Hasil simulasi pada data berukuran sedang menunjukkan kuasa uji yang secara keseluruhan lebih besar jika dibandingkan dengan kuasa uji pada simulasi data berukuran kecil. Tabel 2 menunjukkan kuasa uji pada lag 5 dan lag 15, di mana terlihat bahwa rata-rata kuasa uji menurun dengan semakin besarnya nilai m.
15 Berbeda dengan hasil simulasi pada data berukuran kecil, hasil simulasi pada data berukuran sedang tidak dapat menunjukkan secara jelas keunggulan uji 𝑄̃𝐿𝐵 dibanding 𝑄̃𝑀 pada model dengan ordo AR (p) yang lebih besar dari ordo pada model dugaan ARIMA(1,1,0) yaitu p=1 seperti pada model ARIMA(2,1,0) karena kuasa uji yang mencapai nilai maksimum pada kedua uji tersebut. Uji 𝑄̃𝑀 lebih baik dari uji 𝑄̃𝐿𝐵 pada model dengan ordo MA (q) lebih besar dari nol (q>0) atau lebih besar dari ordo MA pada model dugaan ARIMA(1,1,0) yaitu q=0. Hal ini dapat dilihat dari lebih besarnya kuasa uji 𝑄̃𝑀 pada model ARIMA(0,1,1), dan ARIMA(0,1,2) dibanding kuasa uji 𝑄̃𝐿𝐵 pada seluruh lag m. Kuasa uji 𝑄̃𝑊𝐿 dan 𝑄̃𝑊𝑀 pada simulasi ini juga menunjukkan nilai yang lebih besar dari uji 𝑄̃𝐿𝐵 dan 𝑄̃𝑀 pada seluruh model. Secara keseluruhan, simulasi pada data berukuran sedang menunjukkan bahwa ̃ uji 𝑄𝑊𝑀 menghasilkan kuasa uji terbesar pada beberapa model untuk setiap lag m yang dapat dilihat pada Lampiran 17. Model-model tersebut antara lain model ARIMA(0,1,1), ARIMA(0,1,2), ARIMA(1,1,1), ARIMA(2,1,1), ARIMA(1,1,2), dan ARIMA(2,1,2) sedangkan pada model lainnya kuasa uji 𝑄̃𝑊𝑀 dan 𝑄̃𝑊𝐿 memiliki nilai yang sama. Kuasa uji 𝑄̃𝑊𝑀 terbesar pada model-model tersebut menunjukkan bahwa uji Monti terboboti paling baik dan lebih sensitif dalam mendeteksi korelasi diri jika ordo MA underestimated dibanding dengan uji lainnya. Simulasi Data Berukuran Besar Simulasi dilakukan dengan menggunakan data berukuran contoh n=500. Hasil penghitungan kuasa uji pada lag 5 dan lag 10 ditampilkan pada Tabel 3. Hasil simulasi lainnya untuk lag 15 dan lag 20 disajikan pada Lampiran 18. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar dari hasil simulasi pada data berukuran besar ini merupakan nilai kuasa uji maksimum, yaitu satu. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil uji menyatakan bahwa model tidak layak untuk seluruh deret yang dicobakan. Kuasa uji pada beberapa model memperlihatkan nilai yang sama seperti pada model ARIMA(2,1,0) dan ARIMA(1,1,2) di mana kuasa uji sebesar satu pada setiap uji dan lag sehingga tidak dapat terlihat perbedaan antar uji serta pengaruh dari nilai m. Seperti hasil pada ukuran contoh sebelumnya, kuasa uji Monti 𝑄̃𝑀 lebih besar dari kuasa uji pada 𝑄̃𝐿𝐵 pada model dengan q lebih besar dari nol seperti pada model ARIMA(0,1,1) dan ARIMA(1,1,1). Kuasa uji Monti dan Ljung-Box pada model lainnya cenderung sama yaitu sebesar satu yang dipengaruhi oleh ukuran contoh. Kuasa uji Ljung-Box terboboti 𝑄̃𝑊𝐿 dan Monti terboboti 𝑄̃𝑊𝑀 pada simulasi ini menunjukkan nilai yang lebih besar dari uji 𝑄̃𝐿𝐵 dan 𝑄̃𝑀 seperti terlihat pada model 2, 7, 9, dan 14. Pada model-model tersebut 𝑄̃𝑊𝑀 memiliki kuasa uji terbesar yang menandakan bahwa pada ukuran contoh besar, uji Monti terboboti merupakan uji yang paling baik dalam mendeteksi korelasi diri (Lampiran 19). Hasil simulasi pada data berukuran besar menunjukkan kuasa uji yang lebih besar dibandingkan dengan kuasa uji pada simulasi data berukuran kecil dan sedang (Lampiran 20). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran contoh mempengaruhi sensitivitas suatu uji. Semakin besar ukuran contoh yang digunakan, pendugaan statistik akan semakin akurat serta uji akan cenderung menolak H0 dan kuasa uji akan meningkat (Murphy dan Myors 2004).
16 Tabel 3 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) dengan n = 500, m = 5 dan 10 No. Model ϕ1 ϕ2 θ1 θ2 𝑄̃𝐵𝑃 𝑄̃𝐿𝐵 𝑄̃𝑀 𝑄̃𝑊𝐿 𝑄̃𝑊𝑀 m=5 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 2. -0.4 0.787 0.790 0.840 0.893 0.897 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6. 0.8 -0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.973 0.973 0.983 0.980 0.983 8. -0.3 -0.5 0.813 0.807 0.860 0.913 0.923 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.837 0.843 0.900 0.937 0.947 10. 1.1 -0.45 0.1 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 -0.5 0.3 0.5 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.3 0.5 0.3 0.6 0.360 0.377 0.443 0.467 0.487 14. m=10 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 2. -0.4 0.600 0.603 0.643 0.820 0.843 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.997 0.993 1.000 1.000 1.000 6. 0.8 -0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.893 0.890 0.953 0.963 0.987 8. -0.3 -0.5 0.673 0.667 0.723 0.830 0.843 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.667 0.653 0.757 0.883 0.927 10. 1.1 -0.45 0.1 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 -0.5 0.3 0.5 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.997 0.997 1.000 1.000 1.000 0.3 0.5 0.3 0.6 0.340 0.327 0.440 0.460 0.473 14.
Data Nilai Tukar Pengolahan data nilai tukar dilakukan sebagai ilustrasi penerapan uji 𝑄̃𝑊𝑀 , sebagai uji terbaik hasil simulasi, pada data aktual. Berbeda dengan simulasi yang sebelumnya telah dilakukan, penerapan uji pada data nilai tukar menggunakan indikator nilai-p. Hal ini disebabkan pada data nilai tukar tidak diketahui model sebenarnya dan hanya merupakan satu deret. Nilai-p yang lebih kecil atau sama dengan taraf nyata α=0.05 mengimplikasikan bahwa terdapat cukup bukti untuk menolak H0, sedangkan jika nilai-p lebih besar dari α maka H0 diterima. Nilai-p
17
11800 11600 11400
Nilai tukar (Rp)
12000
mengukur kecenderungan atau kesesuaian data terhadap H0. Semakin besar nilai-p maka semakin sesuai data yang digunakan dalam mendukung H0 atau tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan sebaliknya. Nilai-p yang kecil menunjukkan data memiliki cukup bukti untuk menolak H0. Pengolahan data nilai tukar diawali dengan eksplorasi data untuk memeriksa kestasioneran data pada rataan dan ragam. Gambar 4 merupakan plot data deret waktu nilai tukar IDR terhadap USD. Berdasarkan plot tersebut data terlihat memiliki pola tren naik serta ragam yang tidak konstan. Uji ADF juga menunjukkan hasil yang sama dengan nilai-p sebesar 0.474 yang lebih besar dari taraf nyata (Lampiran 21).
0
50
100
150
200
Waktu
Gambar 4 Plot data nilai tukar IDR terhadap USD periode 1 Maret 2014 - 16 September 2014 terhadap waktu
5.0e-21 4.5e-21 4.0e-21
trans dari Nilai tukar (Rp)
5.5e-21
Lampiran 22 menampilkan transformasi Box-Cox untuk memeriksa stasioneritas pada ragam. Nilai lambda (λ) hasil transformasi menunjukkan angka mendekati -5 yang berarti data tidak stasioner pada ragam. Transformasi terus dilakukan hingga λ mendekati 1 untuk mencapai kestasioneran. Plot data hasil transformasi ditunjukkan pada Gambar 5.
0
50
100
150
Waktu
Gambar 5 Plot data nilai tukar IDR terhadap USD setelah transformasi
200
18
0e+00 -2e-22
diff (Nilai tukar)
2e-22
4e-22
Setelah data mencapai kestasioneran pada ragam, kemudian dilakukan pembedaan untuk mengatasi ketidak stasioneran pada rataan. Gambar 6 menunjukkan plot data nilai tukar setelah transformasi dan pembedaan dengan d=1. Terlihat bahwa fluktuasi data setelah pembedaan cenderung lebih konstan dibanding dengan plot data nilai tukar awal. Data mencapai kondisi stasioner setelah pembedaan pertama atau d=1 juga ditunjukkan dari hasil uji ADF dengan nilai-p yang lebih kecil dari taraf nyata (Lampiran 23).
0
50
100
150
200
Waktu
Gambar 6 Plot data nilai tukar IDR terhadap USD setelah transformasi dan pembedaan d=1
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi model deret waktu dengan menggunakan korelogram ACF dan PACF data stasioner yang disajikan pada Gambar 7. Korelogram menunjukkan pola ACF yang cuts off setelah lag 1 sedangkan pada PACF terlihat pola cut off setelah lag 1 dan 2 sehingga model yang dapat terbentuk dari data nilai tukar adalah ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA(2,1,0). Data kemudian dipaskan dengan kandidat model yang telah diperoleh untuk mendapatkan nilai penduga parameter. Series diff(dat1)
0.4
Partial ACF
0.2
0.4
-0.2
0.0
0.0
0.2
ACF
0.6
0.6
0.8
0.8
1.0
1.0
Series dat2
10
20
30
40
50
0
10
20
30
Lag
Lag
(a)
(b)
40
50
Gambar 7 Plot ACF (a) dan PACF (b) data inflasi setelah stasioner Tabel 4 menyajikan hasil pendugaan parameter kandidat model untuk data nilai tukar. Terlihat bahwa penduga parameter signifikan untuk seluruh model ditunjukkan dengan nilai-p yang lebih kecil dari taraf nyata. Nilai penduga parameter
19 kemudian digunakan untuk menghitung nilai tukar dugaan serta sisaan. Gambar 8 menunjukkan plot perbandingan data nilai tukar IDR terhadap USD dengan nilai dugaan ketiga kandidat model. Tabel 4 Hasil pendugaan parameter data nilai tukar IDR terhadap USD θ̂
Nilai-p
-0.3766
0.000 0.000 0.000 0.032
̂ ϕ
Model ARIMA(0,1,1) ARIMA(1,1,0) ARIMA(2,1,0)
-0.2497 -0.2875 0.1517
Rataan Jumlah Kuadrat Sisaan 5.5x10-24 5.6x10-24 5.5x10-24
AIC -19714.65 -19706.77 -19709.38
12200 12100
Nilai tukar (Rp)
12000 11900 11800 Nilai aktual ARIMA(0,1,1) ARIMA(1,1,0) ARIMA(2,1,0)
11700 11600 11500 11400 11300 11200 1
20
39
58
77
96
115
134
153
172
191
Waktu
Gambar 8 Plot data nilai tukar dan nilai dugaan model ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA(2,1,0) Setelah mendapatkan nilai sisaan, dilakukan pemeriksaan asumsi korelasi diri dengan menggunakan uji Monti terboboti. Penghitungan nilai-p pada data nilai tukar ini dilakukan dengan menggunakan fungsi pada paket WeightedPortTest yang telah tersedia pada perangkat lunak R. Tabel 5 menyajikan nilai-p untuk masing-masing model pada lag m=5, 10, 15, 20 dengan α=0.05. Tabel 5 Nilai-p uji portmanteau Monti terboboti (𝑄̃𝑊𝑀 ) pada sisaan model ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA(2,1,0) Model ARIMA(0,1,1) ARIMA(1,1,0) ARIMA(2,1,0)
m 5 0.214 0.026 0.223
10 0.274 0.033 0.229
15 0.241 0.030 0.197
20 0.267 0.040 0.213
Tabel 5 menunjukkan nilai-p pada model ARIMA(0,1,1) dan ARIMA(2,1,0) tidak memiliki cukup bukti untuk menolak H0, yaitu nilai yang lebih besar dari taraf
20 nyata. Hal ini berarti tidak terdapat korelasi diri antar sisaan atau kedua model dinyatakan layak untuk data nilai tukar. Sebaliknya, nilai-p pada sisaan model ARIMA(1,1,0) menunjukkan nilai pada setiap lag yang lebih kecil dari taraf nyata. Hal ini menunjukkan bahwa sisaan model ARIMA(1,1,0) mengandung korelasi diri atau model tersebut tidak layak. Tahap selanjutnya yaitu pemilihan model terbaik antara model ARIMA(0,1,1) dan ARIMA(2,1,0) yang dapat ditentukan dengan menggunakan nilai AIC. Model terbaik ditunjukkan dengan nilai AIC yang paling kecil. Terlihat pada tabel 4 nilai AIC model ARIMA(0,1,1) lebih kecil dari model ARIMA(2,1,0) sehingga model ARIMA(0,1,1) merupakan model terbaik yang dapat digunakan untuk peramalan pada data nilai tukar IDR terhadap USD.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara keseluruhan, dari kelima uji portmanteau yang diamati, uji Monti terboboti merupakan uji yang paling sensitif terhadap korelasi diri pada model deret waktu ARIMA. Hasil simulasi Monte Carlo yaitu berupa lima kuasa uji portmanteau, diantaranya uji Box-Pierce, uji Ljung-Box, uji Monti, uji Ljung-Box terboboti, dan uji Monti terboboti menunjukkan bahwa pada kondisi ordo AR underestimated atau diduga lebih kecil dari yang seharusnya, uji Ljung-Box lebih baik daripada uji Monti. Sebaliknya, pada saat ordo MA underestimated, uji Monti lebih baik dalam mendeteksi korelasi diri dibandingkan uji Ljung-Box. Selain itu, hasil simulasi juga menunjukkan bahwa kuasa uji sensitif terhadap nilai m yaitu semakin turun seiring dengan semakin besarnya nilai m. Ukuran contoh menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kuasa uji, yang ditunjukkan dari kuasa uji terbesar pada data berukuran besar (n=500). Hasil penerapan uji Monti terboboti pada data nilai tukar IDR terhadap USD menunjukkan bahwa model yang dapat digunakan untuk melakukan peramalan data nilai tukar adalah model ARIMA(0,1,1). Saran Penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan jumlah deret yang sedikit yang disebabkan keterbatasan teknologi dan waktu. Hasil simulasi akan lebih baik jika menggunakan jumlah deret yang lebih banyak sehingga tingkat ketelitian simulasi lebih baik. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan perbandingan uji portmanteau pada model deret waktu yang mengandung faktor musiman dan penelitian terhadap pengaruh lag terhadap uji portmanteau dan penentuan lag optimum.
21
DAFTAR PUSTAKA Box GEP, Pierce DA. 1970. Distribution of residual autocorrelations in Autoregressive-Integrated Moving Average time series models. Journal of the American Statistical Association. 65:1509-1526. Chatfield C. 2003. The Analysis of Time Series: An Introduction 6th ed. Florida (US): Chapman & Hall/CRC. Cryer JD, Chan K. 2008. Time Series Analysis With Application in R 2nd ed. New York (US): Springer Science+Business Media. Fisher TJ, Gallagher CM. 2012. New weighted portmanteau statistics for time series goodness of fit testing. Journal of the American Statistical Association. 107:777787.doi:10.1080/01621459.2012.688465. Ljung GM, Box GEP. 1978. On a measure of lack of fit in time series models. Biometrika. 65:297-303. Montgomery DC, Jennings CL, Kulahci M. 2008. Introduction to Time Series Analysis and Forecasting. New Jersey (US): John Wiley & Sons. Monti AC. 1994. A proposal for a residual autocorrelation test in linear models. Biometrika. 81(4):776-780. Murphy KR, Myors B. 2004. Statistical Power Analysis: A Simple and General Model for Traditional and Modern Hypothesis Tests Second Edition. New Jersey (US): Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Saefudin A, Notodiputro KA, Alamudi A, Sadik K. 2009. Statistika Dasar.Jakarta: PT Grasindo. Safi SK, Al-Reqeb AA. 2014. Comparative study of portmanteau tests for the residuals autocorrelation in ARMA models. Science Journal of Applied Mathematics and Statistics. 2(1):1-13.doi:10.11648/j.sjams.20140201.11. Thomopoulos NT. 2013. Essentials of Monte Carlo Simulation. New York (US): Springer.
22 Lampiran 1 Persamaan model ARIMA(p,1,q) data bangkitan ARIMA(0,1,1) 1. 𝑦𝑡 = 𝑦𝑡−1 + 𝑒𝑡 − 0.6𝑒𝑡−1 2. 𝑦𝑡 = 𝑦𝑡−1 + 𝑒𝑡 + 0.4𝑒𝑡−1 ARIMA(2,1,0) 3. 𝑦𝑡 = (1 + 0.3)𝑦𝑡−1 + (0.4 − 0.3)𝑦𝑡−2 − 0.4𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 4. 𝑦𝑡 = (1 + 1)𝑦𝑡−1 + (−0.6 − 1)𝑦𝑡−2 + 0.6𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 ARIMA(0,1,2) 5. 𝑦𝑡 = 𝑦𝑡−1 + 𝑒𝑡 − 0.3𝑒𝑡−1 − 0.2𝑒𝑡−2 6. 𝑦𝑡 = 𝑦𝑡−1 + 𝑒𝑡 − 0.8𝑒𝑡−1 + 0.2𝑒𝑡−2 ARIMA(1,1,1) 7. 𝑦𝑡 = (1 + 0.4)𝑦𝑡−1 − 0.4𝑦𝑡−2 + 𝑒𝑡 − 0.7𝑒𝑡−1 8. 𝑦𝑡 = (1 − 0.3)𝑦𝑡−1 + 0.3𝑦𝑡−2 + 𝑒𝑡 + 0.5𝑒𝑡−1 ARIMA(2,1,1) 9. 𝑦𝑡 = (1 + 0.6)𝑦𝑡−1 + (0.3 − 0.6)𝑦𝑡−2 − 0.3𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 + 0.5𝑒𝑡−1 10. 𝑦𝑡 = (1 + 1.1)𝑦𝑡−1 + (−0.45 − 1.1)𝑦𝑡−2 + 0.45𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 − 0.1𝑒𝑡−1 ARIMA(1,1,2) 11. 𝑦𝑡 = (1 + 0.55)𝑦𝑡−1 − 0.55𝑦𝑡−2 + 0.4𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 + 0.5𝑒𝑡−1 − 0.2𝑒𝑡−2 12. 𝑦𝑡 = (1 − 0.5)𝑦𝑡−1 + 0.5𝑦𝑡−2 + 𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 − 0.3𝑒𝑡−1 − 0.5𝑒𝑡−2 ARIMA(2,1,2) 13. 𝑦𝑡 = 0.8(𝑦𝑡−1 − 𝑦𝑡−2 ) + (−0.4 − 0.8)𝑦𝑡−2 + 0.4𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 − 𝑒𝑡−1 + 0.35𝑒𝑡−2 14. 𝑦𝑡 = 0.3(𝑦𝑡−1 − 0.3𝑦𝑡−2 ) + (0.5 − 0.3)𝑦𝑡−2 − 0.5𝑦𝑡−3 + 𝑒𝑡 − 0.3𝑒𝑡−1 − 0.6𝑒𝑡−2
23 Lampiran 2 Diagram alir prosedur simulasi
24 Lampiran 3 Data deret waktu model ARIMA(0,1,1) dengan θ=0.6 hasil pembangkitan t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
yt -0.3140 0.9619 1.1858 1.6915 -0.4540 -0.4192 -0.3893 -2.3211 -0.9320 -2.3424 -2.4305 -3.4881 -1.9879 -1.7784 -1.0239 -0.9210 -0.9523 -2.2541 -1.6914 -1.3154 -2.6854 -1.8955 -1.1178 -2.0066 -0.1479 -2.1478 -1.3888 -3.1332 -1.4977 -1.9175 -2.0622 -1.8463 -1.7564 -2.0189 -3.1441 -2.5448 -2.0585 -0.7900 -0.5120 -1.3514
t 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
yt -0.9305 -1.5039 -0.1547 -0.7483 -1.0054 -1.1084 -1.7454 0.0985 -1.0126 -2.2295 -0.9931 -2.1613 -1.1330 -0.5341 -1.0892 -0.5061 -0.5025 -0.8479 -2.0025 -2.1561 -1.5860 -2.3109 -1.5355 -0.8275 -2.0600 -1.4259 -1.2448 0.3805 -0.1805 0.7936 -1.3112 0.1923 -0.2303 -2.2593 -0.6413 -1.2294 -1.0690 -1.0358 -1.3257 -1.4788
t 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
yt -0.8851 -1.3379 -1.3608 -2.4655 -1.6822 -1.3790 -1.9156 -3.0034 -0.7957 -1.3149 -1.4853 -1.5350 -1.7807 -2.1996 -3.6147 -3.5156 -3.4001 -1.8896 -1.6142 -2.0868 -3.1428 -1.6261 -0.3043 -2.5835 -2.4435 -2.4712 -4.1336 -3.0401 -1.3548 -2.5943 -1.6303 -1.7297 -2.3730 -4.2307 -2.3571 -3.1924 -2.8659 -2.5070 -3.3118 -2.2153
t 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
yt -1.8377 -3.7488 -3.4436 -3.2388 -2.3886 -2.5128 -1.7290 -2.8823 -2.3193 -3.1593 -3.4954 -4.3092 -2.9534 -4.5136 -5.1347 -4.0477 -4.2937 -2.3810 -3.4909 -3.4229 -2.4004 -2.3467 -3.7041 -2.5415 -3.1099 -2.7380 -3.1506 -2.0742 -2.1331 0.0312 -1.9344 -1.6477 -0.9904 -2.1196 -0.1887 -0.6813 -0.2797 -0.9977 0.4120 0.8095
t 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200
yt -0.5759 -0.6710 -0.5809 1.1168 0.0708 0.5507 1.2707 0.5700 -0.6028 -0.4727 -0.7031 0.1822 -0.0730 0.5255 -0.5773 0.2975 -1.0141 0.5040 -0.9772 -2.4201 -1.3948 -3.6229 0.1279 -1.5135 -2.6882 -2.2876 -1.9405 -1.5451 -1.7787 -1.0415 -3.4603 -2.2901 -1.4659 -1.1339 -2.4307 -1.9334 -3.0071 -2.4964 -4.0669 -3.1448
25 Lampiran 4 Korelogram ACF (a) dan PACF (b) data bangkitan Series y
0.4
Partial ACF
0.2
0.4
-0.2
0.0
0.0
0.2
ACF
0.6
0.6
0.8
0.8
1.0
1.0
Series y
5
10
15
20
5
10
15
Lag
Lag
(a)
(b)
Lampiran 5 Hasil uji ADF data deret waktu bangkitan Augmented Dickey-Fuller Test data: coba Dickey-Fuller = -2.8163, Lag order = 5, p-value = 0.2342 alternative hypothesis: stationary
Lampiran 6 Plot Box-Cox data bangkitan
20
26 Lampiran 7 Hasil uji ADF data bangkitan setelah pembedaan d=1 Augmented Dickey-Fuller Test data: dcoba Dickey-Fuller = -7.6547, Lag order = 5, p-value = 0.01 alternative hypothesis: stationary Lampiran 8 Hasil pengepasan model terhadap data bangkitan Model ARIMA(0,1,1) ARIMA(0,1,2)
̂ ϕ
ARIMA(1,1,1)
0.0080
θ̂ 0.6198 0.6181 0.0036 0.6255
Nilai-p 0.000 0.000 0.952 0.932 0.000
AIC 530.29 532.29 532.29
Lampiran 9 Korelogram ACF dan PACF sisaan ARIMA(0,1,1) Series arima(ye, c(0, 1, 1))$res
0.4
Partial ACF
0.2
0.4
-0.2
0.0
0.0
0.2
ACF
0.6
0.6
0.8
0.8
1.0
1.0
Series arima(ye, c(0, 1, 1))$res
5
10
15
20
Lag
5
10
15 Lag
Lampiran 10 Hasil uji Box-Pierce pada sisaan model ARIMA(0,1,1) Lag 5 10 15 20
Statistik Hitung Derajat Bebas 2.087317 4 6.763421 9 8.203459 14 10.418931 19
Nilai-p 0.7197028 0.6617353 0.8784591 0.9418437
20
27 Lampiran 11 Nilai statistik uji portmanteau sisaan model ARIMA(0,1,1) hasil fungsi R dan program manual Fungsi R Lag
𝑄̃𝐵𝑃
𝑄̃𝐿𝐵
5 2.08732 2.14453 10 6.76342 7.07664 15 8.20346 8.63061 20 10.41893 11.09984
𝑄̃𝑀 2.1940 7.2117 8.2367 11.5699
Program Manual 𝑄̃𝑊𝐿
𝑄̃𝑊𝑀
1.1198 2.8726 4.6045 5.8877
1.1503 2.9217 4.5636 5.9759
𝑄̃𝐵𝑃
𝑄̃𝐿𝐵
2.08732 2.14453 6.76342 7.07664 8.20346 8.63061 10.41893 11.09984
𝑄̃𝑀 2.19440 7.21166 8.23667 11.56986
Lampiran 12 Nilai-p uji portmanteau data sisaan model ARIMA(0,1,1) Lag 5 10 15 20
𝑄̃𝐵𝑃 0.731 0.635 0.839 0.905
𝑄̃𝐿𝐵 0.726 0.617 0.853 0.915
𝑄̃𝑀 0.723 0.636 0.888 0.923
𝑄̃𝑊𝐿 0.703 0.727 0.774 0.862
𝑄̃𝑊𝑀 0.694 0.735 0.793 0.855
𝑄̃𝑊𝐿
𝑄̃𝑊𝑀
1.11983 2.87264 4.60446 5.88768
1.15030 2.92167 4.56361 5.97594
28 Lampiran 13 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) pada n = 50, m = 10 dan 15 No. Model ϕ1 ϕ2 θ1 θ2 𝑄̃𝐵𝑃 𝑄̃𝐿𝐵 𝑄̃𝑀 𝑄̃𝑊𝐿 m=10 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.213 0.210 0.243 0.283 2. -0.4 0.083 0.083 0.093 0.097 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.360 0.316 0.287 0.473 4. 1 -0.6 0.897 0.890 0.890 0.957 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.240 0.233 0.273 0.313 6. 0.8 -0.2 0.360 0.327 0.387 0.500 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.103 0.100 0.110 0.133 8. -0.3 -0.5 0.093 0.073 0.097 0.100 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.103 0.103 0.103 0.117 10. 1.1 -0.45 0.1 0.403 0.380 0.387 0.507 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.330 0.300 0.527 0.457 -0.5 12. 0.3 0.5 0.463 0.430 0.693 0.597 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.197 0.183 0.203 0.260 0.3 14. 0.5 0.3 0.6 0.053 0.053 0.060 0.060 m=15 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.177 0.157 0.173 0.243 2. -0.4 0.067 0.060 0.083 0.087 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.330 0.297 0.240 0.410 4. 1 -0.6 0.883 0.867 0.857 0.940 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.220 0.193 0.217 0.270 6. 0.8 -0.2 0.310 0.283 0.323 0.410 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.097 0.080 0.090 0.107 8. -0.3 -0.5 0.073 0.067 0.087 0.090 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.097 0.080 0.090 0.107 10. 1.1 -0.45 0.1 0.347 0.313 0.300 0.440 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.330 0.303 0.440 0.403 -0.5 12. 0.3 0.5 0.393 0.367 0.590 0.517 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.183 0.173 0.150 0.220 0.3 14. 0.5 0.3 0.6 0.050 0.050 0.053 0.060
𝑄̃𝑊𝑀 0.380 0.123 0.443 0.953 0.350 0.583 0.173 0.113 0.143 0.527 0.717 0.840 0.297 0.063 0.300 0.117 0.517 0.923 0.333 0.517 0.117 0.107 0.117 0.443 0.677 0.797 0.250 0.057
29
1.000
Model 1
1.000
0.900
Model 2
0.900
0.800
Model 3
0.800
Model 3
0.700
Model 4
0.700
Model 4
0.600
Model 5
0.500
Model 6
Model 5
0.600
Model 6
Kuasa uji
Kuasa uji
̃ BP (a), Q ̃ LB (b), Q ̃ M (c), Q ̃ WL (d), dan Q ̃ WM (e) terhadap m pada n=50 Lampiran 14 Grafik kuasa uji Q Model 1 Model 2
0.500
Model 7
0.400
Model 8
0.300
Model 9
0.300
0.200
Model 10
0.200
Model 10
0.100
Model 11
Model 11
0.100
Model 12
0.000 5
10
15
20
Model 7
0.400
Model 8 Model 9
Model 12
0.000
Model 13
5
Model 14
Lag
20
Model 13 Model 14
(b)
1.000
1.000
Model 1
Model 1
0.900
Model 2
0.900
Model 2
0.800
Model 3
0.800
Model 3
0.700
Model 4
0.700
Model 4
0.600
Model 5
0.600
Model 5
Model 6
0.500
Model 7
0.400
Model 8
0.300
Kuasa uji
Kuasa uji
15
Lag
(a)
Model 6
0.500
Model 7
0.400
Model 8
Model 9
0.300
Model 9
0.200
Model 10
0.200
Model 10
0.100
Model 11
0.100
Model 11
Model 12
0.000 5
10
15
20
Model 13 Model 14
Lag
(c) Model 1
0.900
Model 2
0.800
Model 3
0.700
Model 4
0.600
Model 5 Model 6
0.500
Model 7
0.400
Model 8
0.300
Model 9
0.200
Model 10
0.100
Model 11 Model 12
0.000 5
10
15
Lag
(e)
Model 12
0.000 5
10
15
Lag
(d)
1.000
Kuasa uji
10
20
Model 13 Model 14
20
Model 13 Model 14
30 Lampiran 15 Grafik kuasa uji pada m = 5 (a), m = 10 (b), m = 15 (c), dan m = 20 (d) pada n = 50 1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800 0.700 QBP
0.600
Kuasa Uji
Kuasa Uji
0.700 0.500
QLB
0.400
QM
0.300
QWL
0.300
0.200
QWM
0.200
0.100
QLB
0.500
QM
0.400
QWL QWM
0.100
0.000
0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Model
Model
(a)
(b)
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800 0.700
0.700 0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM
0.300
QWL
0.300
0.200
QWM
0.200
0.100
Kuasa Uji
Kuasa Uji
QBP
0.600
QBP
0.600
QLB
0.500
QM
0.400
QWL QWM
0.100
0.000
0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Model
Model
(c)
( d)
31 Lampiran 16 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) pada n = 200, m = 10 dan 20 No. Model ϕ1 ϕ2 θ1 θ2 𝑄̃𝐵𝑃 𝑄̃𝐿𝐵 𝑄̃𝑀 𝑄̃𝑊𝐿 m=10 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.793 0.790 0.900 0.943 2. -0.4 0.240 0.243 0.263 0.370 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.993 0.993 0.993 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.710 0.693 0.800 0.870 6. 0.8 -0.2 0.950 0.957 0.970 0.987 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.437 0.427 0.540 0.623 8. -0.3 -0.5 0.247 0.240 0.263 0.283 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.233 0.217 0.297 0.387 10. 1.1 -0.45 0.1 0.987 0.990 0.980 0.997 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.997 0.997 1.000 1.000 -0.5 12. 0.3 0.5 1.000 1.000 1.000 1.000 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.770 0.760 0.840 0.913 0.3 14. 0.5 0.3 0.6 0.127 0.120 0.150 0.157 m=20 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.630 0.593 0.743 0.847 2. -0.4 0.160 0.160 0.177 0.267 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 0.960 0.960 0.960 0.997 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.560 0.537 0.630 0.783 6. 0.8 -0.2 0.863 0.843 0.907 0.970 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.263 0.233 0.340 0.490 8. -0.3 -0.5 0.197 0.187 0.207 0.223 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.187 0.177 0.203 0.277 10. 1.1 -0.45 0.1 0.963 0.960 0.957 0.990 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 0.957 0.940 0.970 0.977 -0.5 12. 0.3 0.5 0.970 0.960 0.983 0.990 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.617 0.583 0.690 0.803 0.3 14. 0.5 0.3 0.6 0.120 0.120 0.143 0.133
𝑄̃𝑊𝑀 0.973 0.407 1.000 1.000 0.877 0.990 0.723 0.313 0.483 0.997 1.000 1.000 0.947 0.157 0.933 0.283 0.997 1.000 0.800 0.980 0.597 0.253 0.370 0.990 0.983 0.997 0.887 0.153
32
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800
0.700
0.700 0.600
QBP
0.500
QLB
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM
0.300
QWL
0.300
0.200
QWM
0.200
Kuasa Uji
Kuasa Uji
Lampiran 17 Grafik kuasa uji pada m = 5 (a), m = 10 (b), m = 15 (c), dan m = 20 (d) pada n = 200
QWL QWM
0.100
0.100
0.000
0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Model
Model
(a)
(b)
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800
0.700
0.700
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM
0.300
QWL
0.200
QWM
0.100
Kuasa Uji
Kuasa Uji
QM
0.400
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM QWL
0.300
QWM
0.200 0.100
0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Model
Model
(c)
(d)
33 Lampiran 18 Kuasa uji portmanteau pada model ARIMA(p,1,q) yang dipaskan dengan model ARIMA(1,1,0) pada n = 500, m = 15 dan 20 No. Model ϕ1 ϕ2 θ1 θ2 𝑄̃𝐵𝑃 𝑄̃𝐿𝐵 𝑄̃𝑀 𝑄̃𝑊𝐿 m=15 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 2. -0.4 0.517 0.500 0.543 0.743 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 1.000 1.000 1.000 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.987 0.987 0.993 1.000 6. 0.8 -0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.823 0.807 0.903 0.943 8. -0.3 -0.5 0.637 0.577 0.590 0.727 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.617 0.597 0.720 0.853 10. 1.1 -0.45 0.1 1.000 1.000 1.000 1.000 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 -0.5 0.3 0.5 1.000 1.000 1.000 1.000 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.993 0.993 0.997 1.000 0.3 0.5 0.3 0.6 0.263 0.273 0.400 0.397 14. m=20 1. ARIMA(0,1,1) 0.6 0.993 0.993 1.000 1.000 2. -0.4 0.420 0.400 0.460 0.693 3. ARIMA(2,1,0) 0.3 0.4 1.000 1.000 1.000 1.000 4. 1 -0.6 1.000 1.000 1.000 1.000 5. ARIMA(0,1,2) 0.3 0.2 0.973 0.970 0.980 0.993 6. 0.8 -0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 7. ARIMA(1,1,1) 0.4 0.7 0.740 0.743 0.880 0.917 8. -0.3 -0.5 0.577 0.560 0.573 0.630 9. ARIMA(2,1,1) 0.6 0.3 -0.5 0.563 0.527 0.667 0.820 10. 1.1 -0.45 0.1 1.000 1.000 1.000 1.000 11. ARIMA(1,1,2) 0.55 -0.5 0.2 1.000 1.000 1.000 1.000 -0.5 0.3 0.5 1.000 1.000 1.000 1.000 12. 13. ARIMA(2,1,2) 0.8 -0.4 1 -0.35 0.987 0.987 0.997 1.000 0.3 0.5 0.3 0.6 0.240 0.240 0.367 0.347 14.
𝑄̃𝑊𝑀 1.000 0.767 1.000 1.000 1.000 1.000 0.970 0.753 0.893 1.000 1.000 1.000 1.000 0.493 1.000 0.693 1.000 1.000 0.997 1.000 0.967 0.653 0.860 1.000 1.000 1.000 1.000 0.413
34
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800
0.700
0.700
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM
0.300 0.200
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM
QWL
0.300
QWL
QWM
0.200
QWM
Kuasa Uji
Kuasa Uji
Lampiran 19 Grafik kuasa uji pada m = 5 (a), m = 10 (b), m = 15 (c), dan m = 20 (d) pada n = 500
0.100
0.100 0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Model
Model
(a)
(b)
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800
0.700
0.700
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM QWL
0.300
QWM
0.200 0.100
Kuasa Uji
Kuasa Uji
0.000
0.600
QBP
0.500
QLB
0.400
QM
0.300
QWL
0.200
QWM
0.100
0.000
0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Model
Model
(c)
(d)
35 ̃ BP (a), Q ̃ LB (b), Q ̃ M (c), Q ̃ WL (d), dan Q ̃ WM (e) terhadap n pada m=5 Lampiran 20 Grafik kuasa uji Q 1.000
1.000
0.900 0.800
Kuasa Uji
0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100
0.800 0.700
0.500 0.400
0.200 0.100 0.000
200
500
50
N
(a)
(b)
1.000
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7 Model 8 Model 9 Model 10 Model 11 Model 12 Model 13 Model 14
0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 50
200
500
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7 Model 8 Model 9 Model 10 Model 11 Model 12 Model 13 Model 14
0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000
N
(e)
0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 200
(d)
1.000
200
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7 Model 8 Model 9 Model 10 Model 11 Model 12 Model 13 Model 14
0.900
N
(c)
500
500
1.000
50
N
50
200
N
Kuasa Uji
50
Kuasa Uji
0.600
0.300
0.000
Kuasa Uji
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7 Model 8 Model 9 Model 10 Model 11 Model 12 Model 13 Model 14
0.900
Kuasa Uji
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7 Model 8 Model 9 Model 10 Model 11 Model 12 Model 13 Model 14
500
36 Lampiran 21 Hasil uji ADF data nilai tukar IDR terhadap USD Augmented Dickey-Fuller Test data: tukar Dickey-Fuller = -2.2438, Lag order = 5, p-value = 0.474 alternative hypothesis: stationary
Lampiran 22 Transformasi Box-Cox data nilai tukar IDR terhadap USD
Lampiran 23 Hasil uji ADF data nilai tukar setelah pembedaaan d=1
Augmented Dickey-Fuller Test data: diff(tukar1) Dickey-Fuller = -5.928, Lag order = 5, p-value = 0.01 alternative hypothesis: stationary
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1994 dari pasangan Widodo dan Sri Muljaningtyas. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis berawal dari SD Negeri Percontohan 08 Pagi Rawajati pada tahun 2000 dan kemudian berlanjut di SMP Negeri 41 Jakarta pada tahun 2006. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 14 Jakarta dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi sebagai mahasiswa Departemen Statistika di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur ujian tertulis. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Keprofesian Statistika IPB yaitu Gamma Sigma Beta (GSB) sebagai anggota Database Center (DBC) pada tahun 2013/2014. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan acara yang menjadi Program Kerja GSB seperti Statistika Ria dan WCS. Selain itu juga aktif dalam beberapa kepanitiaan program kerja fakultas seperti MPF dan SPIRIT. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Fisika Umum untuk tingkat Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Penulis mengikuti kegiatan praktik lapang di PT Dunamis Jakarta pada tahun 2014.