PREDIKSI TEMPORAL UNTUK KEMUNCULAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)
ISNAN SYAIFUL ROBBY
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Temporal untuk Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Isnan Syaiful Robby NIM G64100031
ABSTRAK ISNAN SYAIFUL ROBBY. Prediksi Temporal untuk Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG. Hutan mempunyai manfaat yang besar terhadap kehidupan manusia. Saat ini luas hutan di Indonesia semakin berkurang disebabkan oleh illegal logging, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan kerugian ekonomi, gangguan kesehatan, dan polusi. Indikator terjadinya kebakaran hutan dapat diketahui melalui munculnya titik panas. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemodelan data untuk memprediksi kemunculan titik panas menggunakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). ARIMA merupakan salah satu metode prediksi yang dapat digunakan untuk pemodelan data deret waktu seperti titik panas yang dicatat setiap hari oleh sensor pada satelit. Pemodelan dilakukan terhadap data jumlah munculnya titik panas perbulan pada periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2012 untuk wilayah Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan model ARIMA(2,0,0) sebagai model terbaik untuk memprediksi jumlah kemunculan titik panas perbulan dengan nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 40.974. Kata kunci: ARIMA, deret waktu, titik panas
ABSTRACT ISNAN SYAIFUL ROBBY. Temporal Prediction for Hotspot Occurrences in Riau Province using Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG. Forest has many benefits for human life. Nowadays forest areas in Indonesia have decreased because of illegal logging, forest fires and forest conversion. Wildfires have resulted economic losses, health problems and pollution. Forest fires can be indicated through hotspot occurrences. In this work, data modeling was conducted to predict hotspot occurrences using Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). ARIMA is one of prediction methods that can be used for modeling timeseries data such as hotspots that are daily recorded by satellite sensor. Modeling was performed on monthly hotspots occurrences data for the period of 2001 to 2012 in Riau Province. The experimental results showed the ARIMA(2,0,0) model was the best model to predict the number of monthly hotspot occurrences with a Mean Absolute Percentage Error (MAPE) of 40.974. Keywords: ARIMA, hotspot, time series
PREDIKSI TEMPORAL UNTUK KEMUNCULAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)
ISNAN SYAIFUL ROBBY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji : 1 Hari Agung Adrianto, SKom MSi 2 Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi : Prediksi Temporal untuk Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Nama : Isnan Syaiful Robby NIM : G64100031
Disetujui oleh
Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah titik panas, dengan judul Prediksi Temporal untuk Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Terima kasih penulis ucapkan kepada: Ayah, Ibu dan keluarga yang selalu mendoakan, memberi nasihat, kasih sayang, semangat, dan dukungan sehingga penelitian ini bisa diselelsaikan. Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom selaku pembimbing yang telah memberi saran, masukan dan ide-ide dalam penelitian ini. Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi dan Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom sebagai penguji. Ibu Yenni Aggraeni, MSi sebagai dosen Analisis Deret Waktu yang telah memberikan penjelasan mengenai analisis data deret waktu dan ARIMA. Rekyan Hanung Puspadewi yang telah mendoakan, mendukung dan memberikan semangat selama ini. Teman seperjuangan Dhiya, Khairil, Putri, Egi, Resty, Risa, Ana, Indri, Yaumil yang telah memberikan masukan. PIXELS 47 yang telah membantu penulis selama ini dan memberikan warna di kampus IPB. ESCIFION yang selalu meberikan semangat dan inspirasi. Keluarga Mahasiswa Madura, Keluarga Olahraga Tarung Derajat IPB dan teman-teman kosan yang selalu menghibur, mendukung dan memberi semangat. Departemen Ilmu Komputer, staf dan dosen yang telah banyak membantu selama penelitian dan masa perkuliahan. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Isnan Syaiful Robby
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
3
ARIMA
3
Bahan
4
Prosedur Analisis Data
4
Pra-Proses Data
4
Analisis Data Deret Waktu
5
Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan ARIMA
5
Evaluasi Model
7
Peralatan Penelitian
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Pra-Proses Data
7
Analisis Data Time Series
7
Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan ARIMA
8
Evaluasi Model SIMPULAN DAN SARAN
16 17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Pendugaan parameter model ARIMA Perbandingan nilai AIC Hasil Peramalan Evaluasi model ARIMA(0,0,1) Evaluasi model ARIMA(2,0,0)
12 14 16 16 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tahapan penelitian Plot data titik panas per bulan pada tahun 2001 sampai dengan 2012 Plot titik panas bulanan di Provinsi Riau dengan perbedaan warna pertahun Plot Box-Cox Plot data titik panas bulanan hasil transformasi Box-Cox Plot ACF titik panas bulanan Plot PACF titik panas bulanan Model ARIMA(0,0,1) Model ARIMA(2,0,0)
4 8 9 10 10 11 12 15 16
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem yang penting bagi manusia karena hutan dapat menjaga keseimbangan ekologi dan berperan dalam mengatur aliran hidrologis. Kerusakan hutan dapat menyebabkan punahnya ribuan spesies hewan dan tumbuhan yang hidup dalam kawasan hutan tersebut karena hutan merupakan sumber plasma nutfah dan sebagai penyangga kehidupan bagi berbagai spesies hewan dan tumbuhan (Hyde 2002). Berkurangnya luas hutan dapat menyebabkan naiknya suhu bumi yang berimplikasi terhadap meningkatnya volume es yang mencair di kutub. Kebakaran hutan berada di peringkat kedua setelah ilegal logging dalam daftar penyebab kerusakan hutan di Indonesia. Setiap tahunnya jutaan hektar hutan mengalami kebakaran. Pengendalian kebakaran hutan merupakan tugas yang kompleks karena ketika terjadi kebakaran hutan api dapat menyebar sampai 600 km2 dalam waktu sembilan hari dan membutuhkan biaya jutaan dolar untuk memadamkannya (Martinus dan Junk 1982). Kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan besar terhadap lingkungan dan membahayakan kehidupan manusia. Hutan tropika Indonesia telah dikenal di dunia sebagai hutan tropika terluas nomor 3 di dunia, setelah Brazil dan Zaire. Pada awalnya diperkirakan luas hutan tropika di Indonesia adalah 164 juta Ha, kemudian berkurang menjadi 143 juta Ha dan pada tahun 1999 diperkirakan tinggal 90 juta Ha. Apabila luas daratan Indonesia diperkirakan 190 juta Ha, luas hutan di Indonesia tinggal ± 48-64% dari daratan (Suratmo et al. 2003). Kebakaran hutan yang terbesar di Indonesia terjadi pada Tahun 1997/1998 yang mencapai luasan 9,7 juta Ha lahan dengan luasan areal terbakar tersebar di beberapa pulau seperti, Sumatera 1.7 juta Ha, Kalimantan 6.5 juta Ha, Jawa 0.1 juta Ha, Sulawesi 0.4 juta Ha dan Irian Jaya 1 juta Ha. Dengan pembagian menurut tipe hutan yang terbakar adalah hutan pegunungan 0.1 juta Ha, hutan dataran rendah 3.3 juta Ha, gambut 1.5 juta Ha, lahan pertanian dan alang-alang terbuka 45 juta Ha, HTI dan perkebunan 0.3 juta Ha. Dengan jumlah kerugian mencapai Rp 9.5 Trilyun (EEPSEA dan WWF 1998). Dari fakta-fakta yang telah disebutkan, diperlukan cara untuk mengawasi dan mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan. Salah satu cara untuk membantu mengurangi masalah kebakaran hutan yang terjadi adalah membuat suatu model yang dapat memprediksi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Dengan adanya model tersebut dapat dilakukan pencegahan lebih dini terjadinya kebakaran hutan. Titik panas merupakan indikator kebakaran hutan yang mengindikasikan suatu lokasi yang memiliki suhu relatif tinggi dibandingkan suhu disekitarnya. Definisi tersebut tertulis dalam pasal 1 angka 9 Permenhut No.P 12//P MenhutII/2009. Titik panas dapat dideteksi dengan satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang dilengkapi sensor AVHRR (Advanced Very Hight Resulation Radiometer) (Fire Fight South East Asia 2002 dalam Wardani 2004). Titik panas hanya memberikan sedikit informasi apabila tidak didukung oleh analisis dan interpretasi lanjutan. Sekelompok titik panas dan atau titik panas yang berjumlah besar dan berlangsung secara terus menerus adalah indikator yang baik untuk kebakaran. Kesalahan bias atau geografi dari sebuah titik panas dapat sampai sejauh 3 km (Fire Fight South East Asia 2002 dalam Wardani 2004).
2 Data titik panas termasuk dalam data deret waktu karena pencatatan dari munculnya titik panas berdasarkan runtut waktu. Data deret waktu dapat digunakan untuk melakukan prediksi untuk suatu kejadian pada waktu tertentu. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi terhadap data deret waktu adalah ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). ARIMA merupakan teknik untuk mencari pola yang cocok dari sekelompok data deret waktu untuk melakukan peramalan (Pankratz 1983). Dalam penelitian ini ARIMA akan digunakan untuk memodelkan data titik panas di Provinsi Riau. Data titik panas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data deret waktu yang diperoleh NASA dari tahun 2001 sampai 2013. Dengan menggunakan ARIMA data titik panas akan dimodelkan untuk melakukan prediksi terhadap kemungkinan munculnya titik panas di masa yang akan datang sehingga dengan adanya prediksi tersebut dapat dilakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Perumusan Masalah Kebakaran hutan merupakan bencana yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan harus dicegah dan ditanggulangi bencana tersebut. Titik panas merupakan indikator kebakaran hutan, titik panas bisa muncul kapan saja sehingga dengan adanya kemungkinan tersebut maka pencatatan mengenai kemunculannya harus secara intensif sesuai kapan terjadinya kebakaran tersebut. Dengan pencatatan yang berkala tersebut, sekumpulan data yang diperoleh merupakan suatu data deret waktu karena dicatat berdasarkan runtutan waktu. Dari data deret waktu titik panas yang diperoleh maka dapat dimodelkan untuk dilakukan prediksi terhadap kemungkinan munculnya suatu titik panas pada suatu waktu menggunakan ARIMA. Karena data bersifat deret waktu maka muncul pertanyaan bagaimana model ARIMA digunakan dalam membuat prediksi kemunculan titik panas.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Menerapkan ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) untuk memodelkan data deret waktu titik panas untuk prediksi terjadinya kebakaran hutan di masa yang akan datang. Mengevaluasi model prediksi yang dihasilkan oleh metode ARIMA. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model untuk memprediksi kemungkinan munculnya titik panas sebagai indikator terjadinya kebakaran hutan di masa yang akan datang. Model prediksi tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pencegahan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan sehingga dapat mengurangi jumlah dan luas dari kebakaran hutan. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah: 1 Data yang digunakan merupakan data titik panas di Provinsi Riau dari tahun 2001 sampai 2013 yang diperoleh dari NASA. 2 Data titik panas yang diamati adalah aspek temporal yang terkandung dalam data tersebut.
METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Data deret waktu merupakan data hasil pengamatan pada sebuah variabel yang terjadi dalam suatu kurun waktu (Pankartz 1983). Waktu yang digunakan dalam data deret waktu dapat berupa minggu, bulan, tahun, dan sebagainya. Menurut Makridakis et al. (1999), peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien. Menurut Montgomery et al. (2008) terdapat dua metode peramalan deret waktu yaitu smoothing dan pemodelan. Smoothing dibagi berdasarkan tipe datanya, tipe data konstan menggunakan Single Moving Average dan Single Exponensial Smoothing, untuk tipe data tren menggunakan Double Moving Average dan Double Exponensial Smoothing, dan untuk tipe data musiman menggunakan Winters atau 3 tahap exponensial smoothing. Sedangkan pemodelan menggunakan model Box-Jenkins atau metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Data deret waktu dapat digunakan untuk menganalisis pola dari data tersebut yang akan diperlukan dalam peramalan di masa yang akan datang. Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan peramalan data deret waktu adalah ARIMA. ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad 1995). ARIMA mempunyai beberapa kelebihan yaitu, mudah dalam pembentukan modelnya, lebih cepat dalam pembentukan model, tidak perlu pelatihan seperti ANN (Artificial Neural Network), hasilnya mudah diinterpretasikan, karena koefisien-koefisien model diketahui, sehingga dapat dilihat pengaruh masing-masing prediktor terhadap hasil keluaran model (Hagen 2006). ARIMA memiliki tingkat keakuratan peramalan yang cukup tinggi karena setelah mengalami tingkat pengukuran kesalahan peramalan MAE (Mean Absolute Error) nilainya mendekati nol (Francis dan Hare 1995). ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan model yang dikembangkan oleh George Box dan Gwilyn Jenkinson yang diterapkan untuk analisis dan peramalan data deret waktu, sehingga model ini sering disebut dengan model Box-Jenkins. ARIMA adalah teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), dengan memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat (Pankartz 1983). Metode ini dapat digunakan hanya pada data deret waktu yang stationer (Pankratz 1983). Metode ini terdiri dari tiga langkah yaitu identifikasi model, pendugaan parameter, dan diagnostik model (Pankratz 1983). Model ARIMA merupakan gabungan antara model Autoregressive (AR) dan model Moving Average (MA) dengan data telah mengalami proses differencing (pembedaan) sebanyak d kali. Biasanya regresi menghubungkan dua buah variabel
4 yang berbeda, tapi untuk Autoregressive (AR) regresi dilakukan terhadap dirinya sendiri atau menghubungkan nilai-nilai sebelumnya pada variabel itu sendiri, sedangkan model Moving Average (MA) merupakan salah satu metode analisis teknikal sederhana dengan mencari rataan bergerak dari suatu variabel selama beberapa periode yang dipengaruhi oleh kesalahan atau residual pada saat ini dan masa lalu. Secara umum model ARIMA (p,d,q) dengan p merupakan derajat Autoregressive (AR), d merupakan banyaknya proses differencing, dan q merupakan derajat Moving Average (MA) dinyatakan sebagai berikut (Cryer dan Kung-Sik 2008) wt = 𝜃1𝑤𝑡−1 + 𝜃2𝑤𝑡−2 +....+ 𝜃𝑝𝑤𝑡−𝑝 +𝑒𝑡 - ∅1𝑒𝑡−1 - ∅2𝑒𝑡−2 -....- ∅𝑝𝑒𝑡−𝑞 ...(1) dengan wt = variabel yang menyatakan selisih antara pengamatan dalam deret waktu ( yt - yt-1); yt = deret waktu stasioner; yt-1 = nilai masa lalu; θ1... θp= parameter model Autoregressive; ∅ 1... ∅ p= parameter model Moving Avarage; wt-1...wt-p = nilai masa lalu; et-1...et-p =residual yang digunakan oleh model dan et = residual pada waktu t. Bahan Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data titik panas di Provinsi Riau pada tahun 2001 sampai dengan 2013 yang diperoleh dari NASA. Dari data yang diperoleh aspek yang diamati adalah atribut waktu karena akan digunakan untuk melakukan prediksi temporal yang berdasarkan rentang waktu tertentu. Prosedur Analisis Data Penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan tahapan yang digambarkan dalam Gambar 1. Mulai
Data Titik Panas Baru
Pra-Proses Data Deret Waktu
Model Prediksi
Evaluasi Model Prediksi
Plot Data Deret Waktu
Pembuatan Model Prediksi Titik Panas Menggunakan ARIMA
Selesai
Gambar 1 Tahapan penelitian
Pra-Proses Data Tahap pra-proses data merupakan tahap untuk mengubah data mentah yang diperoleh menjadi suatu data yang siap digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap
5 ini akan dilakukan pembersihan data dengan melakukan seleksi terhadap titik panas yang berada di area studi atau membuang data yang tidak diperlukan dalam penelitian ini dan dilakukan seleksi atribut-atribut pada data mentah menjadi menjadi data yang memiliki atribut yang dibutuhkan dalam penelitian. Hasil dari tahap ini merupakan data yang siap digunakan untuk melakukan pemodelan. Plot Data Deret Waktu Plot data deret waktu memungkinkan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh suatu kejadian dengan kejadian lain. Misalnya, apakah kenaikan jumlah penggunaan pupuk diikuti dengan kenaikan produksi padi. Pada penelitian ini akan diamati bagaimana waktu dapat mempengaruhi kemunculan titik panas pada waktu yang akan datang. Pengaruh waktu menunjukkan kalau data tersebut bisa dikatakan data musiman yang terjadi pada waktu tertentu. Data deret waktu mempunyai beberapa komponen sehingga dengan plot data deret waktu dapat diketahui masing-masing atribut, bahkan dengan plot data deret waktu, satu atau beberapa atribut dapat dihilangkan jika ingin mengamati atribut tersebut secara mendalam tanpa kehadiran atribut yang lain. Data deret waktu selalu mengalami perubahan karena adanya pengaruh dari atribut tersebut sehingga jika dibuat grafiknya akan menunjukkan suatu fluktuasi. Fluktuasi merupakan naik turunnya suatu grafik (Supranto 1996). Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan ARIMA Pembuatan model prediksi titik panas dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a Identifikasi model. Dalam tahap ini diawali dengan melihat stasioneritas data, jika data tidak stasioner maka dilakukan proses differencing. Setelah data stasioner, ditentukan model-model sementara, yaitu dengan menentukan nilai p, q dan d. Penentuan nilainilai tersebut dilakukan dengan mengamati grafik fungsi ACF (korelogram) dan PACF (korelogram parsial) (Montgomery et al. 2008). Nilai p (ordo proses AR) dapat ditentukan dengan melihat nilai pada grafik fungsi PACF dan nilai q (ordo proses MA) dapat ditentukan dengan melihat nilai pada grafik fungsi ACF, sedang d merupakan banyaknya proses differencing yang dilakukan. Cara untuk identifikasi ordo tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Persamaan untuk menghitung ACF pada lag ke-k (Montgomery et al. 2008): 𝜌𝑘 =
𝐶𝑜𝑣(𝑦𝑡 , 𝑦𝑡+𝑘 ) 𝑉𝑎𝑟(𝑦𝑡 )
𝑘 = 0,1,2, … , 𝑘
dengan 𝜌𝑘 merupakan nilai ACF pada lag ke-k, dan 𝑦𝑡 merupakan data pada waktu ke-t. Sedangkan persamaan untuk menghitung PACF pada lag ke-k (Montgomery et al. 2008): 𝑘
𝜌𝑗 = ∑ Ø𝑖𝑘 𝜌(𝑗 − 𝑖)
𝑗 = 1,2,3, … , 𝑘
𝑖=1
Dengan 𝜌𝑗 merupakan nilai ACF pada lag ke-j, dan Ø𝑖𝑘 merupakan nilai PACF pada lag ke-k.
6 b Pendugaan parameter dari setiap model-model sementara menentukan apakah parameter sudah layak digunakan dalam model. Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode momen, kuadrat terkecil dan kemungkinan maksimum (likelihood) (Montgomery et al. 2008). Pendugaan parameter untuk suatu model dikatakan berpengaruh signifikan jika nilai |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2);df = n-np), dengan α adalah taraf nyata (level of significance) yang dalam bernilai 0,05 (5%). Freedom of degree (df) adalah tingkat kepercayaan yang didapatkan dari operasi pengurangan antara jumlah data dengan jumlah perkiraan parameter. Persamaan thitung (Irianto 2004) adalah 𝛽 |t-hitung| = ...(2) 𝑆𝐸(𝛽)
dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan SE(β) adalah standar error dari setiap parameter dugaan. c Diagnostik model dilakukan untuk melihat model yang relevan dengan data. Pada tahap ini model harus dicek kelayakannya dengan melihat sifat sisaan dari sisi kenormalan dan kebebasannya. Secara umum pengecekan kebebasan sisaan model dapat dilakukan dengan menggunakan uji Q modifikasi Box-Pierce (Ljung-Box). Persamaan uji Q sebagai berikut (Cryer dan Kung-Sik 2008) 𝑟2
𝑘 𝑄∗= 𝑛 (𝑛 + 2) (∑𝑘𝑘=1 𝑛−𝑘 ...(3) ) dengan rk adalah nilai korelasi diri sisaan pada lag ke-k, n banyaknya data yang diamati, dan k adalah lag maksimum. Statistik uji Q* Ljung-Box menyebar mengikuti sebaran γ2(K-p-q), dengan p adalah ordo AR dan q adalah ordo MA. Jika nilai Q* lebih besar dari nilai γ2(K-p-q), untuk tingkat kepercayaan tertentu (df = k-p-q) atau nilai peluang statistik Q* Ljung-Box lebih kecil dari taraf nyata (α), dapat dikatakan bahwa sisaan tidak saling bebas. Kemudian dilakukan uji Shapiro-wilk untuk mengetahui kenormalan pada sisaan, jika nilai p yang dihasilkan lebih besar dari α, maka memenuhi kenormalan sisaan. d Overffiting. Proses ini adalah membandingkan model-model yang diperoleh dengan model beda satu ordo di atasnya. Model yang digunakan sebagai pembanding adalah model yang dihasilkan dengan menambahkan satu ordo pada setiap parameter yang terdapat pada model sementara. Model dengan nilai AIC (Akaike’s Information Criterion) terkecil, memenuhi asumsi sisaan dan semua parameternya signifikan, diikutsertakan pada langkah berikutnya. Persamaan untuk menghitung nilai AIC (Montgomery et al. 2008): 𝐴𝐼𝐶 = −2 log(𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑) + 2𝑘 Dengan k merupakan jumlah parameter yaitu k = p + q, dengan p adalah ordo AR dan q adalah ordo MA. e Melakukan peramalan dengan menggunakan model-model yang layak untuk beberapa waktu ke depan.
7 Evaluasi Model Pada tahap ini akan dihitung ketepatan dari model yang telah dipilih. Ketepatan peramalan dapat dicari dengan menghitung nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) (Montgomery et al. 2008): 1 MAPE = 𝑛 ∑𝑛𝑡=1|𝑟𝑒𝑡 (1)| ...(4) dengan 𝑟𝑒𝑡 (1) adalah relative forecast error. Adapun persamaan 𝑟𝑒𝑡 (1) sebagai berikut (Montgomery et al. 2008): 𝑥 −𝑓 𝑟𝑒𝑡 (1) = 𝑡𝑥 𝑡 × 100 ...(5) 𝑡
dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n adalah jumlah data yang diramal dan ft adalah data hasil ramalan pada waktu ke-t. Semakin kecilnya nilai MAPE menunjukan bahwa data hasil peramalan mendekati nilai aktual. Peralatan Penelitian Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: : Microsoft Windows 7 (32-bit) Sistem Operasi Bahasa Pemrograman :R Antarmuka Bahasa Pemrograman : R Studio Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini komputer personal dengan spesifikasi: : Intel(R) Core(TM)i5-2410M Prosesor Memory : 2GB (RAM) VGA : NVDIA GeForce GT 525M
HASIL DAN PEMBAHASAN Pra-Proses Data Data mentah yang diperoleh dalam penelitian ini masih mengandung beberapa data dan atribut yang tidak diperlukan dalam penelitian. Sehingga diperlukan pra-proses data untuk menghilangkan data dan atribut yang tidak diperlukan tersebut. Area penelitian ini merupakan Provinsi Riau sehingga data yang berada di luar Provinsi Riau harus dibuang. Selain itu atribut yang tidak diperlukan juga dibuang. Sehingga dari tahap ini diperoleh data bersih yaitu data titik panas Provinsi Riau saja dengan atribut yang diperlukan seperti time, longitude, dan latitude. Kemudian dihitung jumlah titik panas yang muncul tiap bulan. Plot Data Deret Waktu Titik Panas Gambar 2 menunjukkan grafik hasil plot data titik panas per bulan di Provinsi Riau dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2012. Perintah dalam R untuk menghasilkan plot seperti pada Gambar 2:
Dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa terdapat fluktuasi jumlah titik panas yang cukup signifikan pada tahun 2005. Visualisasi lebih detil dapat dilihat pada Gambar 3 yang menggambarkan plot grafik titik panas bulanan di Provinsi Riau dengan pewarnaan yang berbeda untuk masing-masing tahun, pada Gambar 3 frekuensi munculnya titik panas bulanan di Provinsi Riau tertinggi terjadi pada bulan Februari
8
4000 3000 0
1000
2000
hotspot.bulanan
5000
6000
7000
tahun 2005 yang mencapai nilai 7057 seperti yang tergambar dalam grafik berwarna hijau muda. Hal tersebut disebabkan titik panas dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu dan musim. Ketika musim kemarau maka kemungkinan munculnya titik panas semakin besar karena suhu udara ketika musim kemarau cukup tinggi sehingga dapat memicu munculnya titik panas. Perintah dalam R untuk menghasilkan plot seperti pada Gambar 3:
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Time
Gambar 2 Plot data titik panas per bulan pada tahun 2001 sampai dengan 2012 Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan ARIMA a
Identifikasi model Untuk mengidentifikasi model, pertama harus melakukan uji stasioneritas data titik panas yang dihasilkan dari pra-proses data. Untuk mengetahui stasioneritas data dalam nilai tengah dapat diperoleh dengan melakukan uji akar unit menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller terhadap data titik panas bulanan. p-value hasil uji Augmented DickeyFuller sebesar 0.0156, dimana nilai tersebut lebih kecil dari α yang bernilai 0.05 yang menunjukkan kestasioneran dalam nilai tengah. Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan uji stasioneritas:
9
7000
Berikut adalah hasil Augmented Dickey-Fuller:
4000 3000 0
1000
2000
Hotspot
5000
6000
2001 2006 2012
2
4
6
8
10
12
Month
Gambar 3 Plot titik panas bulanan di Provinsi Riau dengan perbedaan warna pertahun Selain kestasioneran dalam nilai tengah, uji stasioneritas dalam ragam juga dilakukan menggunakan uji Bartlett and Levene. p-value hasil uji Bartlett and levene yang diperoleh lebih kecil dari 2.2e-16 sehingga data titik panas bulanan tidak stasioner dalam ragam karena nilai p-value hasil uji Bartlett and levene lebih kecil dari α yang bernilai 0.05. Karena data masih belum stasioner dalam ragam, sehingga perlu dilakukan transformasi Box-Cox, agar data dapat digunakan pada tahap selanjutnya yaitu penentuan plot ACF dan PACF. Berikut adalah hasil uji Bartlett and levene:
Menurut Ispriyanti (2004) transformasi Box Cox adalah transformasi pangkat pada respons. Box Cox mempertimbangkan kelas transformasi berparameter tunggal, yaitu λ yang dipangkatkan pada variabel respon 𝑦 . Secara umum transformasi Box-Cox mempunyai rumus 𝑦𝑡 = 𝑦 𝜆 , dimana 𝑦𝑡 adalah data hasil transformasi, 𝑦 adalah data awal sebelum ditransformasi, dan λ merupakan koefisien dari transformasi Box-Cox yang perlu diduga. Nilai λ dapat diperoleh dari plot
10
-416 -417
95%
-418
log-Likelihood
-415
Box-Cox seperti yang terlihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 diperoleh λ=0.05. Setelah itu dilakukan transformasi menggunakan nilai λ yang diperoleh, plot data hasil transformasi Box-Cox ditampilkan pada Gambar 5. Berikut adalah perintah dalam R untuk transformasi Box-Cox:
-0.10
-0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
1.3 1.1
1.2
hotspot.transform
1.4
1.5
Gambar 4 Plot Box-Cox
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Time
Gambar 5 Plot data titik panas bulanan hasil transformasi Box-Cox
11 Setelah data bersifat stasioner, maka plot ACF dan plot PACF dapat dilakukan dengan menggunakan data titik panas bulanan yang telah ditransformasi. Plot ACF dapat dilihat pada Gambar 6 dan plot PACF dapat dilihat pada Gambar 7. Dari hasil plot diagram ACF dapat dilihat bahwa nilai korelasi diri nyata pada lag ke-1 sehingga dapat diketahui bahwa ordo dari MA adalah 1 dan dapat diidentifikasi bahwa model sementara yang mungkin dapat dibentuk adalah ARIMA (0,0,1). Sedangkan dari hasil plot diagram PACF dapat diketahui bahwa nilai korelasi diri parsial nyata pada lag ke-1, sehingga dapat diketahui bahwa ordo AR adalah 1 dan dapat diidentifikasi model sementara berikutnya yang dapat dibentuk adalah ARIMA (1,0,0). Selain melihat plot ACF dan PACF secara terpisah untuk menentukan kemungkinan model berikutnya yang dapat dibentuk dengan menggabungkan hasil plot ACF dan PACF yaitu dengan menggabungkan ordo dari AR dan MA, sehingga diperoleh model ARIMA (1,0,1). Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan plot ACF dan PACF:
0.4 0.2 0.0 -0.2
ACF
0.6
0.8
1.0
Series hotspot.transform
0.0
0.5
1.0
1.5
Lag
Gambar 6 Plot ACF titik panas bulanan
12
0.1 -0.2
-0.1
0.0
Partial ACF
0.2
0.3
0.4
Series hotspot.transform
0.5
1.0
1.5
Lag
Gambar 7 Plot PACF titik panas bulanan b Pendugan parameter Pada tahap ini dilakukan pendugaan parameter pada model-model sementara yang diperoleh akan dilakukan pendugaan parameter. Hasil pendugaan parameter dapat dilihat pada Tabel 1. Dari hasil pendugaan parameter diperoleh dua model yang terseleksi dari tahap ini adalah model ARIMA(0,0,1) dan model ARIMA(1,0,0), karena kedua model tersebut mempunyai t-hitung lebih besar dari t-tabel untuk semua parameternya, dimana nilai t-tabel sebesar 1.97705. Tabel 1 Pendugaan parameter model ARIMA Model ARIMA(0,0,1) ARIMA(1,0,0) ARIMA(1,0,1)
c
Tipe MA(1) AR(1) AR(1) MA(1)
Nilai Parameter 0.4492 0.4224 0.1209 0.3483
SE (standard
t-hitung
error) 0.0756 0.0778 0.1949 0.1846
5.94 5.42 0.62 1.88
Diagnostik model Pada tahap ini dilakukan diagnostik model pada model-model yang diperoleh dari tahap pendugaan parameter dan dilakukan diagnostik model untuk memeriksa kelayakan menggunakan asumsi kebebasan dan kenormalan dari sebaran sisaan. Uji Ljung-Box digunakan untuk melihat kebebasan sisaan, sedangkan uji Shapiro-walk digunakan untuk melihat kenormalan sisaan. Pada model ARIMA(0,0,1), diperoleh p-value hasil uji Ljung-Box sebesar 0.9764 dan diperoleh p-value hasil uji Shapiro wilk sebesar 0.5657. Model ini dianggap layak karena mempunyai p-value yang lebih besar dari taraf nyata (α) 0.05 untuk semua hasil uji. Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan uji Ljung-Box dan uji Shapiro-walk ARIMA(0,0,1):
13
Beriut adalah hasil uji Ljung-Box pada model ARIMA(0,0,1):
Beriut adalah hasil uji Shapiro-wilk pada model ARIMA(0,0,1):
Pada model ARIMA(1,0,0) mempunyai nilai p-value dari hasil uji Ljung-Box sebesar 0.5309 dan nilai p-value hasil uji Shapiro-wilk sebesar 0.5857. Model ini juga dianggap layak karena mempunyai nilai p yang lebih dari α untuk semua hasil uji. Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan uji Ljung-Box dan uji Shapiro-walk ARIMA(2,0,0):
Beriut adalah hasil uji Ljung-Box pada model ARIMA(0,0,1):
Beriut adalah hasil uji Shapiro-wilk pada model ARIMA(0,0,1):
14 d Overfitting Model overfitting untuk model ARIMA(0,0,1) adalah ARIMA(0,0,2) dan model overfitting dari model ARIMA(1,0,0) adalah ARIMA(2,0,0). Dari kedua model yang di-overfitting akan dibandingkan dan model hasil overfitting ditentukan oleh nilai AIC (Akaike’s Information Criterion) terkecil. Perbandingan nilai AIC dapat dilihat dari Tabel 2. Dari tahap overfitting diperoleh model ARIMA(0,0,1) yang mempunyai ordo MA(1) menghasilkan nilai AIC yang lebih kecil dari model ARIMA(0,0,2) yang mempunyai ordo MA(2) dan ARIMA(2,0,0) yang mempunyai ordo AR(2) menghasilkan nilai AIC yang lebih kecil dari model ARIMA(1,0,0) yang mempunyai ordo AR(1). Dua model yang terpilih, yaitu model ARIMA(0,0,1) dan Model ARIMA(2,0,0) digunakan untuk melakukan peramalan pada tahap selanjutnya. Tabel 2 Perbandingan nilai AIC Model ARIMA(0,0,1) ARIMA(0,0,2) ARIMA(1,0,0) ARIMA(2,0,0)
e
AIC -331.55 -329.92 -320.42 -323.14
Peramalan Model yang diperoleh dari tahap overfitting akan digunakan untuk peramalan. Peramalan akan dilakukan untuk 8 bulan selama tahun 2013 dari bulan Januari sampai Agustus. Hasil peramalan harus ditransformasi balik terlebih dahulu karena sebelumnya telah dilakukan transformasi Box-Cox. Plot dari model ARIMA(0,0,1) dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan plot model ARIMA(2,0,0) dapat dilihat pada Gambar 9. Data hasil peramalan dari model yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar 8 merupakan plot grafik hasil model prediksi ARIMA(0,0,1) yang masih dalam bentuk data transformasi. Pada plot hasil prediksi terdapat tiga garis, garis biru pada bagian atas menunjukkan batas atas dari hasil prediksi, garis merah menunjukkan data hasil prediksi, dan garis biru pada bagian bawah menunjukkan batas bawah dari hasil prediksi. Model ARIMA(0,0,1) mempunyai batas atas tertinggi dengan nilai 1.5607 dan batas atas terendah dengan nilai 1.383, untuk hasil prediksi tertinggi dengan nilai 1.4 dan hasil prediksi terendah 1.223, sedangkan untuk batas bawah tertinggi dengan nilai 1.239 dan nilai batas bawah terendah 1.062. berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan plot model ARIMA(0,0,1):
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
15
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Time
Gambar 8 Model ARIMA(0,0,1) Gambar 9 merupakan plot grafik hasil model prediksi ARIMA(2,0,0) yang masih dalam bentuk data transformasi. Plot hasil prediksi pada Gambar 9 mempunyai struktur yang sama seperti Gambar 8 yang mempunyai batas atas, hasil prediksi dan batas bawah. Model ARIMA(2,0,0) mempunyai batas atas tertinggi dengan nilai 1.562 dan batas atas terendah dengan nilai 1.413, untuk hasil prediksi tertinggi dengan nilai 1.394 dan hasil prediksi terendah 1.245, sedangkan untuk batas bawah tertinggi dengan nilai 1.226 dan nilai batas bawah terendah 1.077. Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan plot model ARIMA(2,0,0):
Pada Tabel 3 menunjukkan data hasil prediksi selama delapan bulan dari bulan Januari sampai bulan Agustus untuk model ARIMA(0,0,1) dan model ARIMA(2,0,0). Dua model yang digunakan untuk prediksi menghasil data hasil prediksi yang hampir mirip, yaitu mempunyai hasil prediksi yang tinggi pada bulan Juni sampai Agustus dan mempunyai hasil prediksi yang rendah pada bulan Januari. Model ARIMA(0,0,1) mempunyai nilai prediksi tertingi pada bulan Juni sebesar 837.606 dan terendah pada bulan Januari sebesar 186.407, sedangkan model ARIMA(2,0,0) mempunyai nilai prediksi tertinggi pada bulan Juni sebesar 775.959 dan terendah pada bulan Januari sebesar 188.135.
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
16
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Time
Gambar 9 Model ARIMA(2,0,0) Tabel 3 Hasil peramalan titik panas bulanan ARIMA(0,0,1) ARIMA(2,0,0)
Jan 186.407 188.135
Feb 252.655 237.747
Mar 204.000 253.263
Apr 207.691 239.034
Mei 292.411 282.980
Jun 837.606 775.959
Jul 545.649 524.759
Agus 832.767 743.458
Evaluasi Model Tahap evaluasi model akan membandingkan hasil peramalan dengan data aktual. Kemudian, akan dihitung error dari hasil peramalan menggunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Tabel 4 menunjukkan hasil evaluasi model ARIMA(0,0,1) dan Tabel 5 menunjukkan hasil evaluasi model ARIMA(2,0,0). Model ARIMA(0,0,1) mempunyai nilai MAPE sebesar 43.460, sedangkan model ARIMA(2,0,0) mempunyai nilai MAPE sebesar 40.974. Sehingga model yang lebih baik adalah model ARIMA(2,0,0) karena mempunyai nilai MAPE terkecil. Secara matematis model ARIMA(2,0,0) dapat ditulis sebagai berikut : 𝑦𝑡 = 1.3191 + 0.501𝑦𝑡−1 − 0.1876𝑦𝑡−2 Tabel 4 Evaluasi model ARIMA(0,0,1) Ramalan Data Aktual 𝑟𝑒𝑡 (1)
Jan 186.407
Feb 252.655
Mar 204.000
Apr 207.691
Mei 292.411
Jun 837.606
Jul 545.649
Agus 832.767
189
232
392
401
328
8257
1740
2963
1.371
-8.903
47.959
48.206
10.850
89.855
68.640
71.894
Tabel 5 Evaluasi model ARIMA(2,0,0) Ramalan Data Aktual 𝑟𝑒𝑡 (1)
Jan 188.135
Feb 237.747
Mar 253.263
Apr 239.034
Mei 282.980
Jun 775.959
Jul 524.759
Agus 743.458
189
232
392
401
328
8257
1740
2963
0.457
-2.477
35.392
40.390
13.725
90.602
69.841
74.908
17 Dari hasil evaluasi dua model yang digunakan untuk memprediksi jumlah kemunculan titik panas bulanan mempunyai nilai MAPE yang tinggi. Tingginya nilai MAPE disebabkan oleh data aktual yang tinggi pada bulan Juni sampai Agustus. Terjadi fluktuasi data yang signifikan pada data aktual tahun 2013 dari bulan Juni sampai Agustus, hal tersebut sama seperti yang terjadi pada tahun 2005. Data aktual pada bulan Juni sebesar 8257, Juli sebesar 1740 dan Agustus sebesar 2963.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa data titik panas bulanan yang diperoleh tidak stasioner dalam ragam. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji Bartlett and Levene, sehingga dilakukan transformasi data menggunakan transformasi Box-Cox. Model ARIMA(2,0,0) dapat digunakan untuk pemodelan data bulanan titik panas karena telah memenuhi tahap pendugaan parameter, uji kebabasan dan kenormalan sisaan, AIC (Akaike’s Information Criterion) dan mempunyai nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) yang paling kecil dari model-model yang diperoleh. Model ARIMA(2,0,0) mempunyai nilai MAPE sebesar 40.974, nilai MAPE tersebut masih cukup besar, hal ini disebabkan oleh data aktual yang sangat tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, sehingga menghasilkan selisih error yang tinggi. Saran Penelitian ini masih memiliki kekurangan. Hal tersebut dapat terlihat dari nilai MAPE yang cukup besar, sehingga mungkin dapat menggunakan teknik lain seperti ARIMA Fuzzy Timeseries, Fuzzy atau teknik lain yang mungkin bisa menghasil error yang lebih kecil. Selain itu disarankan penelitian lanjutan untuk melakukan peramalan tidak hanya aspek temporal saja, tapi dari aspek spasial atau lokasi yang mungkin muncul titik panas pada waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad L. 1995. Peramalan Bisnis. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Cryer JD, Kung-Sik C. 2008. Time Series Analysis With Applications in R Second Edition. New York (US): Springer Science+Business Media, LLC. [EEPSEA] Economy and Environment Program for Southeast Asia and [WWF] World Wide Fund for Nature. 1998. Interim results of Study on The Economic Value of Haze Damage In Southest Asia. Jakarta. [FFSEA] Fire Fight South East Asia. 2002. Pengadilan Pelaku Kebakaran Hutan dan Lahan : Sebuah Studi Kasus Mengenai Proses Hukum di Riau Indonesia. Fire Fight South East Asia. WWF. IUCN. European Union. Francis RC, Hare SR. 1995, Climate Change and Salmon Production in The Northeast Pacific Ocean. Climate Change and Northern Fish Populations. p.357372 Hagen C. (2006). Neural Network and Their Statistical Application. SSRN Working Paper.
18 Hyde EB. 2002. Southeast Asian Rainforest [Internet]. [diakses 2013 Des 7]. Tersedia pada: http://www.blueplanetbiomes.org/se_asian_rnfrst.htm Irianto A. 2004. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group Ispriyanti D. 2004. Pemodelan statistika dengan transformasi box-cox. Jurnal Matematika dan Komputer. 7(3):8-17. Makridakis SG, Wheelmright, SC, McGee VE. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Martinus N, Junk W. 1982. The Petawawa National Forestry Institute: Forest fires in North America. Proceedings of the International Seminar on Forest Fire Prevention and Control, Warsaw, Poland (PL): 127–34. Montgomery DC, Cheryl LJ, Murat K. 2008. Introduction to Time Series Analysis and Forecasting. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc. Pankratz A.1983. Forecasting With Univariate Box – Jenkins Model. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc. Supranto J. 1996. Dasar-dasar Statistik. Jakarta (ID): Rieneka Cipta Group. Suratmo, Husaeni FGA, Jaya NS. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Wardani, S.F. 2004. Studi Tentang Sebaran Titik Panas (hotspot) Bulanan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di propinsi Sumatra Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
19 Lampiran 1 Tabel penentuan nilai ordo pada proses ARIMA berdasarkan plot ACF dan PACF No 1
2 3 4 5
Kemngkinan plot ACF dan PACF ACF nyata pada lag ke-1,2,3,....,q dan terpotong setelah lag q (cuts off), PACF menurun cepat membentuk pola exponensial atau sinus(tails off) ACF tails off , PACF nyata pada lag ke 1,2,....,p dan cuts off setelah lag ke-p ACF nyata pada lag ke-1,2,...q lalu cuts off, PACF nyata pada lag ke-1,2,3...,p dan cuts off Tidak ada autokorelasi yang nyata pada plot ACF dan PACF ACF tail off, PACF tail off
Ordo MA(q)
AR(p) MA(q) jika ACF cuts off lebih tajam, AR(p) jika PACF cuts off lebih tajam ARMA(0,0) ARMA(p,q)
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pamekasan pada tanggal 15 Maret 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Syaiful Bahri dan Qurratul Ainiyah. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pamekasan dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis sedang mengikuti program Fasttrack di Departemen Ilmu Komputer IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi kampus seperti menjadi angota Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB periode 2010-2011, pengurus dan anggota UKM Tarung Derajat IPB periode 2010-sekarang, serta sebagai Keluarga Mahasiswa Madura. Penulis juga aktif dalam kegiatan yang diadakan di IPB seperti sebagai Komisipenegak kedisiplinan dalam Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru 48, Master of Discipline pada G-Force 48, firewall pada Gravity 48, serta panitia pada acara Olimpiade Mahasiswa IPB, SPIRIT, IT-Today, dan Ilkom Sport Competition. Penulis juga menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah. Penulis mempunyai hobi olahraga seperti sepak bola, futsal, badminton dan lainnya, serta suka travelling dan mendaki gunung.