Prediksi Curah Hujan Bulanan Untuk Kegiatan Pertanian/Perkebunan Menggunakan Metoda SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average) : Studi Kasus di Kabupaten Semarang – Jawa Tengah – Indonesia
Adi Nugroho 1) 1)
Progdi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana. Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia Telp. (0298) 321212 Ext. 274, Fax (0298) 3419240/321433 Email :
[email protected]
Abstrak Di Indonesia, terutama di Jawa Tengah, kegiatan-kegiatan pertanian dan/atau perkebunan sangat menggantungkan diri mereka akan ketersediaan air yang berasal dari curah hujan. Paper ini ditulis untuk menjelaskan pengembangan dan penggunaan model prediksi curah hujan berbasis metoda SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average) untuk memprediksi curah hujan di Kabupaten Semarang –Jawa Tengah – Indonesia untuk 1 tahun ke depan menggunakan data curah hujan harian yang diambil pada rentang waktu 2000-2011. Evaluasi model dilakukan menggunakan kriteria AIC (Akaike’s Information Criterion). Hasilnya menunjukkan bahwa metoda SARIMA ini cukup akurat digunakan untuk memprediksi curah hujan harian di daerah penelitian dan cukup baik digunakan di wilayah-wilayah lain di Indonesia (terutama bagian barat) yang memiliki karakteristik-karakteristik iklim dan kondisi-kondisi geologis yang serupa. Kata Kunci : Prediksi Curah Hujan, SARIMA, Runtun Waktu
Gambar 1. Peta Daerah Penelitian
1.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi karena kepulauannya dikelilingi oleh lautan yang cukup luas, memiliki temperatur harian yang cukup tinggi, kelembaban udara yang cukup tinggi, serta cukup berangin (http://www.bmkg.go.id). Saat ini, ada sekitar 40,6 juta hektar wilayah pertanian dan perkebunan di Indonesia (http://indonesia.go.id/en/potential/naturalresources) yang sebagian besar mengandalkan ketersediaan airnya pada curah hujan. Dalam kaitan dengan hal ini, wilayah Indonesia bagian barat dan timur laut (misalnya Kepulauan Ambon dan Papua) memiliki kondisi geologi dan tanah yang subur yang memungkinkan pertanian/perkebunan hampir selalu bisa dilakukan asalkan ada air dalam jumlah yang cukup (http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/tamp_komoditas.php), sementara semakin ke arah timur, terutama Indonesia bagian tenggara (misalnya NTT [Nusa Tenggara Timur]) kondisi tanahnya semakin tidak subur dan curah hujannya semakin rendah sehingga kegiatankegiatan pertanian/perkebunan tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan curah hujan semata, melainkan juga perlu dilakukan langkah-langkah pengolahan tanah (misalnya penambahan pupuk dan pengolahan menggunakan teknik-teknik pertanian non-konvensional lainnya). Dengan alasan-alasan yang telah diungkapkan, penelitian yang kami lakukan akan cukup valid untuk kegiatan-kegiatan pertanian/perkebunan di wilayah-wilayah Indonesia bagian barat dan timur laut.
Gambar 2. Plot Curah Hujan Harian Kabupaten Semarang – Jawa Tengah (area penelitian) terletak di pulau Jawa yang secara geografis berada di Indonesia bagian barat. Area penelitian berada pada posisi geografis 6º, 5’ – 7º, 10’ Lintang Selatan dan 110º, 35’ Bujur Timur dengan luas wilayah mencapai 37.366.838 hektar atau 373,7 Km2 (http://www.semarangkab.go.id/utama/selayang-pandang/kondisi-umum/geografi-topografi.html.) Kegiatan pertanian/perkebunan di wilayah ini terutama adalah penanaman padi (sawah tadah hujan) dan beberapa komoditi pertanian lainnya, seperti ketela pohon, ubi jalar, jagung, dan sebagainya, hingga pohon durian. Secara umum, curah hujan di wilayah penelitian mengikuti pola 2 musim, yaitu musim panas (Maret – Oktober) dan musim hujan (Oktober – Maret) (http://www.bmkg.go.id). Pola musim ini akan sangat mempengaruhi pola tanam di area penelitian. Penelitian yang dilakukan mencoba melakukan prediksi curah hujan harian dalam 1 tahun ke depan berdasarkan data curah hujan yang diambil sepanjang rentang waktu 11 tahun sebelumnya. Prediksi dilakukan menggunakan metoda runtun waktu (time series).
2.
METODA PENELITIAN
Runtun waktu (time series) pada dasarnya merupakan data pengukuran yang diambil secara kronologis dalam kurun waktu tertentu. Ada berbagai metoda prediksi yang dapat diklasifikasikan kedalam metoda runtun waktu, seperti AR (Autoregressive), MA (Moving Average), ARMA (Autoregressive Moving Average), GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity), metode VAR (Vector Autoregressive), VARMA (Vector Autoregressive Moving Average), dan sebagainya (Cowpertwait, 2009). Meski demikian, dalam penelitian yang dilakukan, sesuai dengan karakteristik datanya yang bersifat tidak stasioner, kami menggunakan metoda ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). ARIMA pada dasarnya merupakan gabungan dari metoda AR dan MA untuk data non-stasioner dan yang juga sering disebut sebagai metoda Box-Jenkins karena dikembangkan George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1976 (Cowpertwait, 2009). Misalkan Z menggambarkan prediksi curah hujan selama waktu t dan a merupakan suatu simpangan dari prediksi (white noise) maka dapat didefinisikan bahwa nilai Z ini dapat diprediksi menggunakan persamaan ARIMA sebagai berikut (Chatfield, 2000).
Zt = Φ1 Zt-1 + Φt-2 + …Φp Zt-p + at + at-1 + … + ap
……................ (1)
Dalam hal ini juga, misalkan Z menggambarkan prediksi curah hujan selama waktu t dan Yt adalah data hasil observasi, maka jika kita berharap agar prosesnya berjalan secara stasioner maka proses ARIMA dapat dituliskan sebagai berikut (Abdul Aziz, 2013).
Ṽp Zt = Ṽq Yt
…................ (2)
Dimana Ṽ adalah operator backshift. Jika runtun waktu Y bersifat non-stationer, maka runtun waktu Y ini dapat direkayasa menjadi deret stasioner menggunakan proses differencing menggunakan teknik berikut ini (yang dilakukan melewati sejumlah langkah yang terbatas) (Abdul Aziz, 2013).
Ṽp Zt = Ṽq (1-B)d Yt
……................ (3)
Dimana d merupakan bilangan bulat positif dan B pada dasarnya merupakan operator backshift dengan kriteria sebagai berikut.
B Yt = Yt-1; B2 Yt = Yt-2; B3 Yt = Yt-3, dan seterusnya. Dengan demikian, persamaan (3) dapat dengan mudah ditulis-ulang menjadi persamaan berikut ini.
(1 – Φ1 B – θ2 B2 - … - Φp Bp) Zt = Φ0 + (1 – Φ1 B – θ2 B2 - … - Φq Bq) a t
…...............
(4)
Dimana at merupakan deret berurutan yang disebut sebagai white noise, yang merupakan deret simpangan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya antarperiode waktu dalam suatu runtun waktu. Dalam hal ini, jika kita menggabungkan persamaan (3) dan (4), maka kita akan mendapatkan model Box-Jenkins untuk runtun waktu non-stasioner sebagai berikut.
(1 – Φ1 B – Φ2 B2 - … - Φp Bp) Yt = Φ0 + (1 – Φ1 B – Φ2 B2 - … - Φq Bq) a t
…...............
(5)
Yang menggambarkan suatu proses runtun waktu yang sering disebut sebagai ARIMA (p, d, q) (lihat kembali persamaan [3]). Dengan menggunakan langkah-langkah yang serupa dengan di atas, kita juga mungkin menurunkan persamaan untuk model SARIMA (Seasonal ARIMA) (jika terjadi proses musiman untuk setiap periode pengamatan pada runtun waktu yang didefinisikan) sebagai ARIMA (p, d, q) x (P, D, Q). Dalam hal ini, nilai-nilai baik p, d, q, maupun P, D, Q, dapat diduga menggunakan penggambaran (plot) nilai-nilai ACF (Autocorrelation Factor) serta PACF (Partial Autocorrelation Factor) yang didefinisikan sebagai berikut (Shumway, 2011).
………………………… (6) dengan persamaan PACF didefinisikan sebagai berikut (Chatfield, 2000).
)
………………………… (7) dan ……… (8)
dimana Pt,k(X) merupakan proyeksi X pada ruang yang diberikan oleh Zt+1, …, Zt+k-1.
Tabel 1. Pola Plotting ACF dan PACF Serta ARIMA Tentatif (Sadeq, 2008)
ACF Menuju nol setelah lag q.
PACF Menurun secara
ARIMA (p, d, q) ARIMA (0, d, q)
bertahap/bergelombang. Menurun secara
Menuju nol setelah lag q.
ARIMA (p, d, 0)
Menurun secara
Menurun secara
ARIMA (p, d, q)
bertahap/bergelombang.
bertahap/bergelombang.
bertahap/bergelombang.
Suatu prediksi harus diuji dan dievaluasi untuk menilai kelayakannya. Dalam tulisan ini, untuk menilai kelayakan model prediksi, digunakan perhitungan AIC (Aikake’s Information Criterion) yang didefinisikan menggunakan persamaan sebagai berikut (Shumway, 2011).
…………………. (9) dengan SSE =
Dimana
Dimana yk adalah nilai observasi, y nilai rata-rata (mean), dan n merupakan jumlah banyaknya observasi. Dalam hal ini, dapat dinyatakan bahwa semakin kecil nilai perhitungan AIC, berarti model yang diambil adalah model yang terbaik (Shumway, 2011).
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan data runtun waktu dilakukan menggunakan bahasa pemrograman R yang diciptakan khusus untuk pengolahan data statistik. Bahasa R yang bertipe fungsional ini memiliki paket-paket statistik dan plotting grafis yang memungkinkan penggunanya melakukan analisis-analisis dan perhitungan-perhitungan statistik tanpa harus melakukan pemrograman dari awal seperti yang kita lakukan saat kita menggunakan bahasa-bahasa pemrograman serbaguna seperti C, C++, Java, dan sebagainya (Shumway, 2011).
Gambar 3.a
Gambar 3.b
ACF (Autocorelation Factor)
Partial ACF (Partial Autocorelation Factor)
Plot ACF (Autocorelation) dan PACF (Partial Autocorelation) terlihat pada Gambar 3.a dan 3.b. Terlihat plot ACF dan PACF bersifat periodik. Sifat periodik yang serupa pada baik ACF maupun PACF menyiratkan adanya pola musiman (seasonal) pada runtun waktu, sehingga model ARIMA yang sebaiknya digunakan adalah SARIMA (Seasonal ARIMA). Model ARIMA, lebih tepat SARIMA, beserta perhitungan AIC-nya, untuk curah hujan di Kabupaten Semarang – Jawa Tengah diperlihatkan melalui Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Model ARIMA (p, d, q)
Tabel 2. Model ARIMA (p, d, q) x (P, D, Q)
1, 1, 1
2284.13
(1, 1, 1) x (1, 1, 1)
NA
0, 1, 1
2294.03
(1, 1, 1) x (0, 1, 1)
2144.34
0, 1, 0
2434.63
(1, 1, 1) x (0, 1, 0)
2273.99
1, 1, 0
2381.82
(1, 1, 1) x (1, 1, 0)
2174.17
Untuk kelak dapat melakukan prediksi curah hujan secara akurat, perlu dibuat model yang tepat pula. Seperti telah kita bahas sebelumnya, model yang kita gunakan adalah ARIMA. Pada plot ACF serta PACF seperti terlihat pada Gambar 3.2a dan 3.2b terlihat bahwa kurva sinusoidal menurun secara bertahap mulai pada lag awal (plot ACF dan PACF memperlihatkan pola yang serupa) sehingga kita bisa menafsirkan bahwa p serta q sama-sama bernilai 1, dimana hal ini berarti bahwa model ARIMA (p, d, q) yang bisa diambil adalah ARIMA (1, 1, 1). Tabel 1 di atas, dengan penilaian menggunakan AIC, kita bisa mendapatkan hasil dan kesimpulan yang serupa, dimana nilai AIC terkecil didapatkan pada model ARIMA (1, 1, 1).
Dengan cara yang serupa, dengan pertimbangan yang bersifat pengamatan secara klimatologis bahwa curah hujan di area penelitian bersifat musiman (seasonal) (musim hujan berlangsung mulai Oktober hingga Maret dan musim panas berlangsung mulai Maret hingga Oktober), kita bisa melakukan penghalusan model ARIMA (1, 1, 1) dengan mempertimbangkan aspek musimannya. Tabel 3.2 memperlihatkan perhitungan AIC untuk masing-masing parameter dalam model ARIMA (1, 1, 1) x (P, D, Q) (atau lebih sering disebut sebagai model Seasonal ARIMA). Model yang terbaik menurut perhitungan kriteria AIC adalah ARIMA (1, 1, 1) x (0, 1, 1). Dalam hal ini, Tabel 2 memperlihatkan nilai AIC yang terbaik (terkecil).
Gambar 4. Plot Runtun waktu dengan ARIMA (1, 1, 1) x (0, 1, 1)
Tabel 3 Prediksi Curah Hujan Pada Tahun 2012
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
5.26075
3.91975
3.28090
4.11511
3.92238
2.72392
0.92425
6.32432
5.92433
6.52434
6.82434
5.42434
Gambar 4 memperlihatkan nilai-nilai prediksi ARIMA (1, 1, 1) x (0, 1, 1) yang diplotkan pada grafik curah hujan. Poin-poin bulat di sepanjang kurva curah hujan adalah plot data prediksi yang dimaksud. Akurasi prediksi melalui fungsi runtun waktu ARIMA (1, 1, 1) x (0, 1, 1) pada data curah hujan asal bernilai 92%. Melalui prosedur minimalisasi fungsi yang difasilitasi oleh bahasa R didapatkan persamaan matematika (fungsi untuk runtun waktu) sebagai Zt = 0.2993 Zt-1 + at-1 dengan standar error untuk AR(1) sebesar 0.0575 dan standar error untuk MA (1) sebesar 0.0101. Selanjutnya fungsi untuk runtun waktu ini digunakan untuk memprediksi nilai curah hujan pada tahun berikutnya yang hasilnya diperlihatkan melalui Tabel 3.
4.
SIMPULAN
Di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, kegiatan pertanian dan/atau perkebunan sangat berlandaskan pada ketersediaan air yang berasal dari curah hujan di wilayah yang bersangkutan. Model statistik yang bisa digunakan untuk memprediksi curah hujan di bulan-bulan di tahun berikutnya adalah model Seasonal ARIMA (1, 1, 1) x (0, 1, 1) yang memiliki nilai AIC terendah (2144.34). Persamaan matematika (fungsi untuk runtun waktu) untuk curah hujan untuk Kabupaten Semarang ini didefinisikan sebagai Zt = 0.2993 Zt-1 + at-1 dengan standar error untuk AR(1) sebesar 0.0575 dan standar error untuk MA (1) sebesar 0.010. Fungsi matematika ini dapat meramalkan dengan baik curah hujan di tahun berikutnya dengan akurasi sekitar 92%.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Aziz, A.R., M. Anokye, A. Kwame, L. Munyakazi, N. N. N. Naowah Nuamah, 2013. Modeling and Forecasting Rainfall in Ghana as a Seasonal ARIMA Process: The Case of Ashanti Region. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 3, No 3. Chatfield, Chris, 2000. Time Series Forecasting. Chapman & Hall/CRC, Washington D.C. Cowpertwait, Paul S.P., Andrew V. Metcalfe, 2009. Introductory Time Series with R. Springer Science+Business Media, Inc., New York. Sadeq, Ahmad, 2008. Analisis dan Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan Dengan Metoda ARIMA (Studi Pada Bursa Efek Jakarta). Tesis: Program Magister Manajemen, Universitas Diponegoro. Schumway, Robert H., David S. Stoffer, 2011. Time Series Analysis and Its Application. Springer Science+Business Media, Inc., New York. Kondisi geografi dan topografi Kabupaten Semarang. http://www.semarangkab.go.id/utama/selayangpandang/kondisi-umum/geografi-topografi.html Musim hujan di Indonesia. http://www.bmkg.go.id. Diakses 15 Agustus 2013. Situs
Penelitian dan Pengembangan Komoditas Pertanian – Departemen http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/tamp_komoditas.php. Diakses 19 Agustus 2013.
Pertanian.
Luas area pertanian dan perkebunan di Indonesia. http://indonesia.go.id/en/potential/natural-resources. Diakses 10 Agustus 2013.