PERBANDINGAN STRATEGI DAKWAH MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA RANTING SAWANGAN BARU
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjan Sosial Islam
Oleh: JAMILAH MATHAR NIM. 104051001867
Di Bawah Bimbingan Bpk. Dr. Arief Subhan. M. A. NIP. 150262442
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYTULLAH JAKARTA 1429 H/ 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 September 2008
Jamilah Mathar
ABSTRAK Jamilah Mathar, Pebandingan Strategi Dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru, (Di Bawah Bimbingan Bapak Dr. Arief subhan, M.A.). Berbeda dengan anggapan banyak orang yang menyatakan bahwa telah terbentuk ketidakakuran antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, di Kelurahan Sawangan Baru, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama hidup berdampingan dan cukup harmonis. Namun ini tidak berarti bahwa kedua organisasi berbeda haluan tersebut lantas berdamai dengan melalui penyeragaman paham, karena baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tetap berdakwah dengan mengusung ideologi masing-masing, Muhammadiyah dengan paham modernisnya dan sebaliknya Nahdatul Ulama dengan paham tradisionalnya. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan hingga anlisis data yang merujuk pada metodologi penelitian kualitatif, untuk menemukan data-data yang menajawab rumusan masalah yang telah diputuskan, tentang perbandingan strategi dakwah antardua objek penelitian. Sehingga hasil dari penelitian ini akan berujung pada penggunaan sejumlah instrumen pembanding untuk mengetahui persamaan dan perbedaan, serta kekurangan dan kelebihan dari dua objek penelitian yang diperbandingkan tadi. Setelah mengadakan penelitian selama kurang-lebih dua bulan, kesamaan hanya ditemukan pada strategi dakwah yang keduanya kini bergerak pada dakwah kultural. Pelaksanaan aktivitas dakwah pada segi kultural diharapkan mampu meredam segala perbedaan yang bisa memicu konflik antarkeduanya. Namun demikian selain memberi pengaruh positif, strategi dakwah kultural tersebut juga menyebabkan ketidakefektifan kinerja masing-masing organisasi di sisi yang lain. Pada Muhammadiyah, penggunaan strategi dakwah kultural menyebabkan terbatasnya gerakan dakwah Muhammadiyah yang bercirikan “tajdid”, karena para kadernya cenderung mengikuti saja tradisi keagamaan Nahdatul Ulama yang menjadi adat setempat. Pada Nahdatul Ulama, penggunaan strategi dakwah kultural bukan sebuah langkah baru. Sudah sejak lama dakwah organisasi ini menghasilkan pembentukan pada tradisi keagamaan masyarakat Kelurahan Sawangan Baru. Akan tetapi karena terlalu fokus pada kultural, menyebabkan Nahdatul Ulama lemah di segi struktural organisasinya. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan tanggung jawab setiap jabatan antapengurusnya. Selain itu dakwah yang berlangsung di daerah ini hanya berada pada tataran antaranggota, tidak sampai kepada lintas organisasi. Dalam artian masing-masing organisasi tidak secara signifikan menjadikan kader organisasi lain untuk menjadi mad’u dalam aktivitas dakwah yang dilakukannya.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Terucap syukur dari hati yang paling dalam kepada Allah Yang Maha Pengasih, yang senantiasa menemani dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya, hingga ia terbit kembali di keseterusan harinya, yang senantiasa memberikan kekuatan fisik dan batin, terutama kemampuan akal untuk penulis berpikir dalam rangka menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan serta menitipkan banyak pengetahuannya untuk menjadi penerang dalam perjalanan di dunia ini. Penyelesaian skripsi ini tidak luput dari figur-figur di belakang layar yang telah sangat membantu penulis, baik berupa motivasi, materi, waktu, dan lain sebagainya, yang tanpa mereka skripsi ini pun tidak akan ada. Merupakan sebuah kehormatan penulis bisa menuliskan nama-nama mereka dalam kata pengantar skripsi ini. 1. Terima kasih untuk Aba (Bpk. Qasim Mathar) dan Ummi (Ibu Nursiah Hamid), yang dengan melihat mereka adalah sebuah kekuatan, mendengar suara mereka adalah sebuah motivasi, dan mengingat mereka adalah sebuah dorongan besar untuk penulis terus berusaha dan tidak putus harapan. 2. Terima kasih kepada Bang Ais, Kak Dewi, Kak Pia, Kak Ali, Kak Upi, Bang Ikki, Bang Topik, serta adik-adikku, Apip, dan Arkoun, yang dengan setia memberikan dukungan meskipun kami berada di dua pulau yang berbeda. Telpon atau SMS dari mereka sudah menjadi dukungan berharga bagi penulis. Buat Akang dan Mba Indah, terima kasih untuk semua kebaikan dan keikhlasan.
3. Tidak terlupa untuk Vivant dan Diat, si kecil yang selalu mengundang gelak tawa, penghibur ketika penulis mulai merasa jenuh. 4. Terima kasih kepada Bpk. Dr.H.Murodi,M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Bpk. Drs. H.Mahmud Djalal,M.A, selaku PuDek II, serta Bpk. Drs.Studi Rizal L.K. M.Ag, selaku PuDek III. Dekanat yang menurut penulis unik dan bersahabat, sehingga penulis merasa ada suasana akrab di lantai II. 5. Terima kasih terkhusus untuk PuDek I, Bpk. Dr.Arief Subhan.M.A, yang selain menjadi PuDek I juga merupakan Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Jika semua isi skripsi ini diibaratkan sebagai sebuah tujuan yang untuk mencapainya penulis telah menemukan pintu masuknya, maka pintu itu tetap tidak akan terbuka tanpa bantuan Bapak, karena Bapak yang memegang kuncinya. Penulis juga mengucapkan maaf atas segala kesalahan yang penulis lakukan, sengaja maupun tidak sengaja. 6. Terima kasih untuk Bpk. Wahidin Saputra,M.Ag, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, dan Ibu Ummi Musyarofah selaku Sekretaris Jurusan, yang kerap kali mempermudah ketika penulis menghadapi kesulitan. 7. Terima kasih untuk pihak Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru, Bpk.Baharuddin Rahman, Bpk.H. Heri Husaeri, Bpk. Abdul Kadir, K.H.Damanhuri, beserta para santri yang sangat membantu penulis menemukan data. 8. Terima kasih kepada semua dosen, yang banyak memberikan ilmunya kepada penulis. Juga segenap staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi, di akademik, di perpustakaan, di administrasi, dan lain-lain, yang mohon maaf tidak bisa disebutkan satu-persatu.
9. Terima kasih untuk Solah, yang kebaikan dan kesabarannya adalah penguat hati, yang tidak pernah berhenti memberikan ketulusan dan keihlasannya dalam mengayomi. 10. Terima kasih untuk Indri, yang tidak berhenti memotivasi dan mengganggu penulis dengan semua keusilannya agar penulis tidak menjadi stres dalam menyelesaikan semua tugas. 11. Terima kasih untuk Odah, Achi, serta dua tetangga baru Tina dan Eska, yang selalu punya alasan untuk bertamu ke rumah penulis, sekaligus memberi alasan untuk penulis juga bertamu ke kozan mereka, untuk ganti-gantian numpang makan, numpang mandi, atau pinjam-pinjaman buku atau pakaian. 12. Terima kasih untuk teman-teman kelompok “Daon”, Rika yang jago masak. Hana dan Kesi yang suka hilang terus muncul tiba-tiba. Alfi, yang sekarang sibuk di luar kampus. Sela dan Ane yang dekat tapi jauh, Nyak Dede dan teman-teman di KPI D, Delon, Irfa, Ari, Yayan, Ipul, Jaka, Ical, Acun, Jamal, Away, Herdi, Alip, Hijrah, Dian, Susi, Ulfa, Ratna, Plontang, Yuli, Maria, Nida, Eka, Ine yang semuanya banyak membantu penulis di masa-masa aktif perkuliahan. 13. Terima kasih Dasuki, Indra, Melli, Kak Toni, Teh Ratna, Kak Moko, Acun, Otoy, Ikhwal, Apip, Arifin, Kak Away, Kak Lukman, Kak Ersyad, Adit, Maheso, Luthfi, Ustadz, Hasan, Nunu, Munir, Deden, teman-teman Angkatan 2004, BEM dan HMI, semuanya yang meramaikan kehidupan penulis di tahun-tahun yang lalu.
14. Terima kasih untuk semua pihak yang lagi-lagi, mohon maaf, tidak bisa disebutkan kesemuanya. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi wujud terima kasih penulis kepada mereka, dan bisa menjadi kontribusi ilmiah bagi segenap pembaca. Penulis sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ini.
Ciputat, 16 September 2008 Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………...
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………....
ii
LEMBAR PERNYATAAN ..………………………………………………….
iii
ABSTRAK …………………………………………..………………………...
iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................
5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .................................................................
6
E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................
6
F. Metodologi Penelitian ............................................................
7
G. Sistematika Penulisan ............................................................
10
LANDASAN TEORITIS A. Konsepsi Dakwah 1. Pengertian Dakwah ............................................................
11
2. Unsur-Unsur Dakwah .......................................................
14
3. Tujuan Dakwah ..................................................................
19
4. Hakikat dakwah Islam ........................................................
21
B. Konsepsi Strategi 1. Pengertian Strategi Dakwah ...............................................
22
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi .....
25
3. Strategi Dakwah Rasulullah ................................................ 26
BAB III
PROFIL MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA A. Sejarah Pendirian dan Perkembangan 1. Muhammadiyah di Indonesia ............................................ 28 2. Nahdatul Ulama di Indonesia .............................................. 33
B. Profil Organisasi Tingkat Ranting 1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ........................... 37 2. Nahdatul Ulama Cabang Sawangan Baru ........................... 41
C. Struktur Kepengurusan Ranting 1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ........................... 46 2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru ........................... 47
BAB IV
ANALISA STRATEGI DAKWAH ANTARA MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA RANTING SAWANGAN BARU A. Muhammadiyah dan NU di Kelurahan Sawangan Baru ........ 48 B. Skema Perbandingan .............................................................. 53 C. Kelebihan dan Kekurangan 1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ........................ 55 2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru ........................ 56
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 58 B. Kritik dan Saran ........................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN SURAT – SURAT KEABSAHAN PENELITIAN ............................................... 67 HASIL WAWANCARA ....................................................................................... 71 DAFTAR FOTO .................................................................................................... 81
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama adalah dua di antara beberapa organisasi masyarakat Islam terbesar dan tertua di Indonesia. Dua organisasi ini memiliki kiprah yang sangat signifikan dalam sejarah pra hingga pasca kemerdekaan Indonesia. Meskipun pada awal berdirinya kedua organisasi ini berorientasi pada pembinaan keislaman masyarakat muslim Indonesia kala itu, namun seiring berjalannya waktu baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama terus melebarkan sayapnya di dunia politik, ekonomi, dan berbagai sisi kehidupan sosial lainnya. Meski demikian, merambahnya cabang program kerja Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama ke bidang-bidang tersebut tidak menjadikan kedua organisasi ini lupa akan arah utamanya, yaitu membina keislaman masyarakat muslim Indonesia. Karena baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tetap eksis melakukan aktivitas dakwah untuk mengurusi akhlak maupun aqidah masyarakat muslim Indonesia dari awal berdirinya hingga sekarang. Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern, menganut madzhab yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist shahih. Didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di kota Yogyakarta, 18 November 1912. dengan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. 1
1
Ensiklopedia Indonesia, Edisi Khusus, Jilid 4 KOM-OZO, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1989), h.2306.
Organisasi ini dikenal sebagai pengusung gerakan tajdid, yang merupakan sebuah gerakan yang berupaya untuk memberantas penyakit yang oleh kelompok Muhammadiyah disebut sebagai penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat). Muhammadiyah juga disebut-sebut sebagai organisasi Islam modern, karena sejumlah gerakan pembaharuannya berorientasi pada pembaharuan dalam budaya tradisional keberagamaan umat muslim di Indonesia. Nahdatul Ulama adalah organisasi Islam berhaluan Ahlu Al-Sunnah wal Jama’ah dengan berpegang teguh pada salah satu dari 4 mazhab: Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad ibn Hambali. Didirikan di Surabaya (31 Januari 1926) dalam rapat alim ulama yang diselenggarakan untuk membentuk organisasi NU, dan untuk mengirim utusan ke Muktamar Islam di Mekah dengan tugas memperjuangkan hukum-hukum ibadah dalam empat mazhab.2 Organisasi ini sering disandingkan dengan Muhammadiyah sebagai pihak yang
bertolakbelakang
dengan
paham-paham
keagamaan
yang
diajarkan
Muhammadiyah. Nahdatul Ulama merupakan gerakan Islam tradisional. Ajaranajaran keagamaan tradisional yang ingin diberantas Muhammadiyah, juga pada umumnya merupakan budaya-budaya yang terbentuk dari ajaran-ajaran Nahdatul Ulama. Di awal masa berdirinya, sebagai organisasi keagamaan yang terbesar dan berpengaruh, kedua organisasi ini juga pernah melakukan kerjasama, salah satunya adalah menjadi sponsor pendiri MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) pada tahun 1937.
2
Ibid, h. 2327.
Hal menarik yang mewarnai perjalanan kedua organisasi ini ialah lahirnya asumsi publik yang menyatakan bahwa telah berkembang ketidakakuran dari dua kubu organisasi ini. Di mana Muhammadiyah cenderung dipandang sebagai organisasi Islam yang menerima pembaharuan atau lembaga dakwah modern, sedangkan Nahdatul Ulama sebaliknya, dipandang sebagai organisasi yang tidak sepaham dengan pembaharuan khususnya di bidang agama, atau lembaga dakwah tradisional. Perbedaan perspektif antara kedua organisasi Islam ini akhirnya menyebabkan terbaginya pula perbedaan pendapat dalam masyarakat, sehingga terbentuk kelompok pengikut dari masing-masing pendapat ataupun pemahaman agama yang diajarkan oleh dua organisasi Islam yang berbeda fatwa ini. Terlepas dari semua permasalahan yang menyangkut perbedaan pendapat di antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, karena penelitian ini bukan penelitian investigatif konflik antara kedua organisasi tersebut, fenomena keberhasilan dua organisasi dakwah ini untuk tetap eksis dan digandrungi banyak masyarakat di tengah beragam dimensi kehidupan tradisional maupun modern yang berkembang di Indonesia-lah yang melatarbelakangi diajukannya judul ini untuk diteliti. Selain itu lokasi yang dipilih pun sengaja di Kelurahan Sawangan BaruDepok, karena di daerah ini terdapat sekretariat ranting dan sejumlah yayasan milik Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang jaraknya tidak begitu berjauhan. Kedua ranting ini, selain bergerak pada pembinaan anak didik yayasannya masing-masing, tentu juga memiliki andil pada pembentukan pemahaman keislaman masyarakat di sekitarnya.
Dengan jarak yang berdekatan, (kurang dari 1 kilometer antara letak basis Muhammadiyah dengan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru ini), dengan masyarakat sebagai objek dakwah yang sama, maka kedua organisasi ini tentu memiliki strategi-strategi tersendiri agar ajaran-ajarannya lebih mudah dipahami serta diterima oleh masyarakat setempat. Jadi, sebagai organisasi besar yang memiliki masing-masing pengikut dengan jumlah
yang
tidak
sedikit,
tentunya
Muhammadiyah
dengan
mengusung
pembaharuannya maupun Nahdatul Ulama yang teguh pada paham tradisionalnya, memiliki strategi-strategi dakwah tersendiri yang bisa membuat masyarakat mengikuti pemahamannya hingga ikut teguh mempertahankan pemahaman yang mereka akui lebih benar dibanding yang lain tersebut. Selain itu, berada di lokasi yang saling berdekatan memungkinkan pula terciptanya strategi-strategi penjagaan agar pesan dakwah yang telah disampaikan masing-masing organisasi, mampu bertahan dalam akal dan pikiran masyarakat sekitar. Bukan persoalan siapa yang benar dan siapa yang keliru, akan tetapi realita yang terjadi antara kedua organisasi ini merupakan hal yang sangat menarik. Meskipun Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama menyebarkan dakwah melalui strategi masing-masing yang saling berlainan satu sama lain, namun hal tersebut tidak mempengaruhi
fakta
banyaknya
minat
Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama.
masyarakat
untuk menjadi jamaah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian ini difokuskan kepada perbandingan terhadap strategi dakwah yang digunakan oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang berada pada tingkatan ranting di Kelurahan Sawangan Baru, Depok. Pembatasan ini dilakukan guna menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah yang akan diteliti. Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat suatu rumusan permasalahan yang akan diangkat dari objek penelitian. Adapun rumusan tersebut ialah sebagai berikut: 1.
Bagaimana perbedaan strategi dakwah antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kepada masyarakat Sawangan Baru-Depok?
2.
Apakah terdapat persamaan dari strategi dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kepada masyarakat Sawangan Baru-Depok serta bagaimana kekurangan dan kelebihan masing-masingdari strategi dakwah antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama?
C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan data maupun informasi yang memberikan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan di atas, yaitu tentang perbedaan maupun persamaan strategi yang dilakukan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama dalam melaksanakan aktivitas dakwah.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengolah informasi seputar judul penelitian yang telah dikumpulkan untuk dijadikan data-data dalam penulisan laporan penelitian, sehingga laporan penelitian ini nantinya dapat menjadi suatu laporan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
D. Manfaat Penelitian Secara praktis, kegunaan penelitian ini adalah mendapatkan dan memberikan gambaran tentang pendekatan psikologis dan efeknya pada proses komunikasi yang bisa dijadikan satu perbandingan atau upaya pemahaman kembali terhadap strategi pendekatan tersebut. Secara teoritis, pertama, penelitian ini diupayakan dapat memberikan hasil penelitian berupa karya ilmiah yang penulis harapkan mampu menambah referensi pustaka untuk mata kuliah yang menyangkut ilmu dakwah maupun strategi. Kedua, penulis berharap hasil penelitian ini bisa menjadi sumber data penelitian-penelitian baru yang akan dilakukan di masa mendatang, dan semoga hasil skiripsi ini bisa menjadi salah satu acuan yang memberikan kontribusi ilmiah bagi kegiatan-kegiatan akademis lainnya.
E. Tinjauan Kepustakaan Lutfi Rahman, seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam menyatakan dalam skripsinya yang berjudul, ”Studi Komparatif Konsep Dakwah Islam antara Majlis Tabligh Muhammadiyah dengan Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama (LDNU) pada
tahun 2006, bahwa perbedaan mencolok dari konsep dakwah antara kedua lembaga tersebut terletak pada sumber dan materi dakwah yang akan disampaikan. Meskipun keduanya sama-sama berpegang teguh pada landasan Al Qur’an dan Al Hadits, namun pada kelompok Nahdatul Ulama ada konsep dalam dakwahnya yang juga harus menambahkan ajaran-ajaran mengenai ahlusunnah wal jama’ah, yang dalam Muhammadiyah tidak diberlakukan sebagai sumber ataupun materi dakwah yang determinan. Sementara konsep dakwah Muhammadiyah tersebut dipertegas oleh Nur Hidayat, mahasiswa universitas yang sama pada jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam, dalam skripsinya yang berjudul, ”Dakwah dan Politik Muhammadiyah” menyatakan bahwa, orientasi kemunculan intervensi dakwah Muhammadiyah adalah upaya untuk mengembalikan ajaran Islam kepada keaslian dan kemurniannya, yakni berpegang pada dua landasan agama Al Qur’an dan Al Hadits tadi.
F. Metode Penelitian Penelitian
dengan
judul
’Perbandingan
Strategi
Dakwah
Antara
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Kelurahan Sawangan Baru-Depok’ ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.3
3
Lexi J, Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 4.
Sengaja penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, karena pada intinya penelitian ini bertujuan meneliti kualitas dari strategi masing-masing organisasi dalam melakukan dakwah. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah hasil penelitian yang deskriptif mengenai fokus permasalahan yang dikaji, serta tersusun berdasarkan data dan perilaku-perilaku yang diamati. 1. Objek dan Sumber Data a. Objek penelitian ini adalah dari lembaga dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru. b. Sumber data penelitian ini adalah data-data tertulis maupun lisan serta pengamatan pada perilaku objek penelitian yang memiliki sangkut paut yang signifikan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data Data-data awal akam dikumpulkan dari sejumlah sumber referensi tertulis, baik berupa buku, artikel, maupun sumber tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang memiliki sangkut-paut dengan judul penelitian yang akan diteliti. Selain itu data-data ini nantinya juga tentu akan diperoleh ketika turun ke lapangan penelitian, di mana data-data tersebut ditemukan berdasarkan hasil-hasil pengamatan dan wawancara. Data-data yang telah berhasil dikumpulkan tersebut pada akhirnya akan melalui proses analisis untuk kemuian digabungkan hingga menjadi suatu tulisan yang tersusun dan siap untuk dikaji secara lebih mendalam.
- Sumber referensi : data-data ilmiah tertulis. Data-data ini terkumpul dari sejumlah tulisan yang berupa buku, maupun artikel dari majalah dan internet. - Wawancara : pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan jawabanjawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).4 Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah salah satu pengurus dari kedua organisasi,
yaitu: (1)
Bapak Baharuddin Rahman,
Sekretaris
Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru. (2) Bapak H. Heri Husaeri, Ketua Dewan Syuriah Nahadatul Ulama Ranting Sawangan Baru, yang memang merupakan pihak yang berkompeten untuk menjawab semua pertanyaan yang penulis ajukan. - Observasi : pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.5 Observasi ini dilakukan selama kurang-lebih dua bulan, terhitung mulai dari akhir Bulan Juli sampai awal Bulan September 2008.
4
Irawan Soehartono, Metodologi Penenlitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian BIdang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakaraya, 2004), h. 68. 5 Ibid, h. 69
3. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan kategori, dan mencari hubungan antara berbagai konsep.6 Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan merangkum dan memilih hal-hal yang pokok, serta difokuskan pada hal-hal yang penting dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab. Lima bab tersebut disusun secara berurutan guna menjelaskan isi skripsi dengan lebih jelas, sistematis dan mendetail. Berikut gambaran mengenai penyusunan bab dalam skripsi ini: Bab satu, Pendahuluan: bab ini membahas tentang latar belakang pemilihan judul skripsi, pembatasan dan perumusan masalah yang akan diteliti, manfaat dan tujuan penelitian, serta metodologi penelitian. Bab dua, Tinjauan Teoritis: dalam bab ini dibahas teori-teori yang berkenaan dengan judul skripsi yang dipilih. Bab tiga, Profil: pada bab ini diberikan gambaran mengenai profil Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, termasuk gambara umum beragam aktivitas dan perkembangannya.
6
Dadang Rahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 158.
Bab empat, Analisis Data: semua data yang diperoleh dari berbagai sumber dianalisis dan dituangkan dalam bentuk tulisan pada bab ini. Bab lima, Penutup: penutup meliputi penarikan kesimpulan dan saransaran. Di luar lima bab di atas, skripsi ini dilengkapi dengan lampiran-lampiran data yang diperoleh selama masa penelitian, yang diletakkan di bagian akhir skripsi ini.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Konsepsi Dakwah 1. Pengertian Dakwah a.
Tinjauan Etimologi (Lughat, Bahasa) Kata ”dakwah” berasal dari Bahasa Arab, yatiu dari fi’il madhi:
(
)
yang
berati
menyeru,
memanggil,
mengajak,
menjamu. Banyak sekali kata-kata Bahasa Arab yang erat kaitannya dengan kata dakwah ini, seperti: : mengajak kepada : mendoakan kejahatan : mendoakan kebaikan : mendakwakan (perkara) : yang mendoa, yang menyeru, yang memanggil.7
1. Dakwah yang artinya undangan
Artinya: ”Datangilah undangan apabila engkau diundang”. (HR. Muslim)
7
Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel, Prinsip Dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) Cet.ke-2, hlm. 21.
2. Dakwah yang artinya menyeru
Artinya: ”Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”. (Q.S. Yunus: 25)
3. Dakwah yang artinya mengajak
Artinya: ”Yusuf berkata; Wahai tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku”. (QS. Yusuf: 33)
b. Tinjauan Terminologi (Istilah) Banyak ahli atau pakar yang berusaha mendefinisikan dakwah dan mereka bervariasi dalam mengungkapkannya. Di antara para ahli tersebut adalah: a. HMS. Nasarudin Latif Dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari’ah serta akhlakIslamiyah.
b. Syeikh Ali Mahfudz Dakwah adalah mengajak (mendorong) manusia untuk mengikuti kebenaran dan petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. c. Prof. H..M. Thoha Yahya Omar Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.8
2. Unsur-Unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).
a. Da’i (pelaku dakwah) Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat oraganisasi/lembaga. Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebuatn mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya 8
Ibid, hlm. 22-24.
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya. Siapa saja yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya menjadi seorang da’i, dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata dan kokoh. Dengan demikian, wajib baginya untuk mengetahui kandungan dakwah baik dari segi akidah, syariah, maupun dari akhlak. Berkaitan dengan hal-hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus maka kewajiban berdakwah dibebankan kepada orang-orang tertentu. Nasaruddin Latief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’in (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.9
b. Mad’u (Penerima Dakwah) Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak: atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orangorang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam dan Ihsan. 9
Munir. M, Ilahi. Wahyu, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006), hlm.21.
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga tipe mad’u, yaitu: mukmin, kafir dan munafik. Dari ketiga klasifikasi besar ini, mad’u kemudian dikelompokkan lagi dalam berbagai macam peneglompokan. Misalnya, orang mu’min dibagi mejadi tiga, yaitu: dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Mad’u atau mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan seterusnya. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpkir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan. 2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertianpengertian yang tinggi. 3. Golongan yang berbeda dengam kedua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja. 10
c. Maddah (Materi) Dakwah Pada dasarnya, materi dakwah tidak lan adalah Al Qur’an dan Al Hadits sebagai sumber utama yang meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.11 Materi dakwah tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai,namun secara umum bahwa materi dakwah adalah mencakup ajaran 10 11
Ibid, h.22-23. H.M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet.ke-5, h.7.
Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits sbagai sumber ajaran Islam. Karena sangat luasnya ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits, maka da’i harus cermat dan mampu dalam memilih materi yang akan disampaikan kepada mad’udengan mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat.12
d. Wasilah (Media) Dakwah Wasilah (media) dakwah adalah alat
yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: 1. Lisan, adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah atau suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya. 2. Tulisan, adalah media dakwah melalui tukisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat (korespondensi), dan sebagainya. 3. Lukisan, adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya. 4. Audiovisual, adalah media dakwah yang dapat merangsang indera pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, sperti televisi, film slide, OHP, internet, dan sebagainya.
12
Amarullah Ahmad, ed, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M, 1985), Cet.ke-1, h. 300.
5. Akhlak, adalah media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.
d. Thariqah (Metode) Dakwah Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian ”suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia”. Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode adalah”suatu cara yang sistematis yang umum teritama dalam mencari kebenaran ilmiah”. Ketika membahas tentang metode dakwah, maka pada umumnya merujuk pada surat An-Nahl:125:
Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: 1. Bil hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam melanjutkan ajaran-ajaran agama Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka. 3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.13
3. Tujuan Dakwah Tujuan dakwah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam pelaksanaan aktivitas dakwah.14 Tujuan dilaksanakannya dakwah adalah mengajak manusia ke jalan Tuhan, jalan yang benar, yaitu Islam. Di samping itu, dakwah juga bertujuan untuk mempengaruhi cara berpikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan bertindak, agar manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.15 Tujuan dakwah secara umum adalah megubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatannya, agar terdapat kehidupan yang penuh dengan keberkahan samawi dan keberkahan ardhi (al-A’raf:96). . 13
Munir. M, Ilahi. Wahyu, (Manajemen Dakwah), op.cit, hlm. 32-34. H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah Di Indonesia), (Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 33. 15 Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel, (Prinsip dan Strategi), op.cit, h. 32.
14
4. Hakikat Dakwah Islam Ismail R. al-Faruqi dan istrinya Lois Lamnya membagi hakikat dakwah Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas dan universalisme. Ketiganya saling berkaitan dan melengkapi. Kebahagiaan, ketenangan itulah cita-cita setiap orang. Manusia berusaha untuk menggapainya. Kadang mereka harus berebut kursi, bahkan banyak menghalalkan yang nyata haram. Mereka mengira ketika mencapai tujuan, itulah kebahagiaan. Mungkin benar itu bahagia, tapi sesaat. ”Bahagianya manusia adalah ketika ia menggapai apa yang diinginkannya”. Di sinilah manusia harus memiliki gapaian yang positif, di mana agama memberi bimbingan spritual yang transendental. Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam, termasuk kebebasan meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari ancaman, harus benar-benar yakin kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri. Jelas ”dakwah” tidak bersifat memaksa. Dakwah adalah ajakan yang tujuannya dapat dicapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari subjek dakwah. Dakwah Islam merupakan ajakan untuk berpikr, berdebat, berargumen, dan untuk menilai suatu kasus yang muncul. Dakwah Islam tidak dapat disikapi dengan keacuhan kecuali oleh orang bodoh atau berhati dengki. Hak berpikir merupakan sifat dan milik semua manusia. Tak ada orang yang dapat mengingkarinya.
Adapun yang dimaksud dengan dakwah yang komprehensif (takamul) adalah dakwah yang tidak membatasi diri hanya pada satu aspek/bidang saja sembari mengesampingkan aspek/bidang lainnya. Sebab, di antara kekhususan metode Islami adalah bahwa di dalamnya ada sistem ibadah, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem politik dan sistem militer. Sebaliknya, ada juga kalangan yang beranggapan bahwa parsialitas dalam dakwah Islam berarti membatasi dakwah pada aspek-aspek yang memang harus dilaksanakan-tidak boleh melampauinya dan meyakini hal itu saja sembari menolak selainnya. Gagasan parsialitas dakwah ini telah menyebabkan berbilangnya dan tumpah tindihnya dakwah, serta memecah belah kekuatan yang ada.16 Di antara aktivitas dakwah Islam, ada juga yang melontarkan keharusan adanya ide mengenai komprehensivitas dan keseimbangan dalam aktivitas dakwah di masa sekarang ini. Sebaliknya, ada juga pihak yang melontarkan gagasan dakwah yang bersifat parsial dan terkesan ”ekstrem”.
B. Konsepsi Strategi 1. Pengertian Strategi Dakwah Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Pengunaannya diwali atau bersumber dari dan populer di lingkungan militer.
16
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, Jilid 2, Kajian Kritis Terhadap Metode Dakwah Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Thariqul Izzah, 2003), hlm. 47.
Di lingkungan tersebut penggunaan kata strategi lebih dominan dalam situasi peperangan, sebagai tugas seorang komandan dalam menghadapi musuh, dan bertanggung jawab mengatur cara atau taktik untuk memenangkan peperangan.17 Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Kata strategi selalu diartikan atau disejajarkan dengan kata cara. Strategi kemudian berarti cara untuk menyelesaikan sesuatu. Dalam konteks ini padanan kata cara untuk strategi tidaklah melulu salah karena memang strategi adalah cara. Hal yang membedakan antara strategi dan cara dalam arti harfiah adalah bahwa strategi mempunyai arti yang luas dan kompleks. Kata cara dapat dipergunakan dalam banyak kondisi tetapi strategi adalah cara untuk menyelesaikan sesuatu secara jangka panjang. Ini kemudian berarti bahwa strategi adalah kegiatan yang dilakukan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ada atau aksi dalam organisasi untuk mencapai performance terbaiknya.18 Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. 17
Hadari, Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss, 2003), h. 147. 18 John P. Simandjuntak, Z. Bambang Darmadi, Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Jarot Priyogutumo, Public Relations, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003), h.78-79.
Berikut beberapa pengertian strategi lainnya dari sejumlah literatur: 1. Onong Uchyana Efendi mengatakan ”Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya memberikan atah saja, melainkan juga harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya”.19 2. Fuad Amsyari mengatakan bahwa ”Dalam pengertian dasarnya, strategi adalah metode atau taktik untuk memenangkan suatu persaingan. Persaingan itu berbentuk suatu pertempuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan memakai senjata dan tenaga manusia. Sedangkan dalam bidang non militer strategi dan taktik adalah suatu cara untuk memenangkan suatu persaingan antara kelompok yang berbeda orientasi hidupnya”.20 3. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah strategi adalah ”suatu ilmu untuk menggunakan sumber daya-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu”.21 Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari strategi dakwah adalah strategi yang dilakukan dalam dakwah, yang artinya sebagai metode, siasat, taktik yang digunakan dalam proses kegiatan dakwah.22
19
Onong Uchyana Efendi, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 32. 20 Fuad Amsyari, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1990), h. 40. 21 Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: LPFE UI, 19970, h. 199. 22 Asmuni, Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 35.
Strategi dalam berdakwah harus memperhatikan beberapa asas dakwah, yaitu: 1. Asas fisiologis, yaitu asas yang membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses aktifitas dakwah Islam. 2. Asas keahlian dan kemampuan da,i. 3. Asas sosiologis, yaitu asas yang membahas masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkuangn yang menjadi tempat sasaran dakwah. 4. Asas psikologis, yaitu asas yang mengharuskan adanya keseimbangan antara biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan dengan pencapaian hasil dakwah yang akan dicapai.23 Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis. Menurut Drs. H. Hisyam Alie, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan halhal sebagai berikut: 1. Strategi (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki. 2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya dan sebagainya. 3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos. 4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi Dalam menentukan suatu strategi, seseorang ataupun sekelompok orang akan dihadapkan oleh sejumlah faktor yang akan sangat mempengaruhi diambilnya keputusan terhadap suatu strategi tersebut.
23
Ibid, h. 35.
Faktor-faktor ini dapat bersumber dari dalam maupun dari luar diri sang pengambil keputusan strategi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula. Oleh karena itu sangat penting pula untuk diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi diambilnya suatu strategi, termasuk dalam penetapan strategi dakwah sebuah organisasi. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang ataupun sekelompok orang dalam memutuskan suatu strategi: 1. Lingkungan: Lingkungan tidak pernah berada pada suatu kondisi yang tetap dan tidak berubah. Perubahan yang terjadi pada lingkungan berpengaruh sangat kuat dan luas kepada segala sendi kehidupan manusia. Sebagai individu dan masyarakat, tidak hanya pada cara berpikir tetapi juga tingkah laku, kebiasaan, kebutuhan, dan pandangan hidup. 2. Lingkungan organisasi yang mencakup segala sumber daya dan kebijakan organisasi yang ada. 3. Kepemimpinan: Seorang pemimpin adalah orang tertinggi dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu setiap pemimpin dalam menilai perkembangan yang ada dalam lingkungan, baik eksternal maupun internal yang berbeda.24
Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa faktor yang mendominasi untuk mempengaruhi ditetapkannya suatu organisasi ialah faktor yang berasal dari lingkungan, baik lingkungan di luar organisasi maupun lingkungan di dalam organisasi itu sendiri. Karena strategi adalah suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, maka strategi juga memiliki beberapa sifat: 1. Menyatu (unified), yaitu menyatuka seluruh bagian dalam organisasi. 2. Menyeluruh (conprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam organisasi.
24
S.P. Siagian, Manajemen Modern, (Jakarta: Masa Agung, 1994), Cet. II, h. 9.
3. Integral (integrated), yaitu strategi harus dapat cocok/sesuai dengan seluruh tingkatan dalam organisasi.25
3. Strategi Dakwah Rasul Allah Banyak sekali manfaat serta pelajaran yang dapat kita ambil dengan menelusuri jejak dakwah Rasulullah SAW, pada saat mulai menyebarkan agama Islam di luar lingkungan keluarganya hingga mencapai batas-batas kesukuan maupun teritorial. Kita dapat memperhatikan bahwa keberhasilan dakwah Rasasulullah disebakan strategi yang strategis. Dengan menganalisis strategi yang strategis sebagaimana telah dikemukakan oleh Drs. H. Hisyam Alie di atas, yaitu memperhitungkan kondisi intern dan ekstern, strategi dakwah diawali dengan menggalang kekuatan di kalang keluarga terdekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat. Tahap awal yang dilakukan oleh Rasul menghasilkan kekuatan yang sangat tangguh, seperti adanya bantuan dan dorongan dana yang besar dari istrinya (Khadijah), dan memperoleh motivasi dari Abu Bakar Siddiq, seorang tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh serta disegani. Kita benar-benar yakin bahwa keberhasilan Rasul itu tidak terlepas dari bimbingan dan petunjuk Allah. Ketika menerima wahyu pertama, beliau tidak langsung mengislamkan seluruh warga Quraisy, tetapi memulainya dengan sabar dari keluarga terdekatnya, meskipun Beliau kerap menerima berbagai hasutan, hinaan, siksaan, bahkan usaha-usaha pembunuhan dan 25
Agustinus Sri Wahyuni, Manajemen Strategik; Pengantar Proses Berpikir Strategik, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), Cet. ke-1, h. 16.
penjegalan. Semua itu merupakan pelajaran yang sangat berharga yang diberikan oleh Rasulullah SAW, tentang perlunya penggunaan strategi. Dengan menyimak hal-hal di atas, maka strategi dakwah memerlukan beberapa faktor yang harus benar-benar diperhatikan dan dipertimbangkan, di antaranya adalah: 1. Umat Islam harus mengembangkan pola pikir dan wawasan keilmuan. 2. Pola pikir dan wawasan yang luas tersebut akan mempengaruhi umat Islam dalam hal kepribadian, sehingga tidak mudah larut terbawa watak tradisional emosional dan sikap-sikap negatif lainnya, termasuk tidak menghargai pendapat orang lain-lain. Dari situlah terwujud persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiah) akan terwujud. 3. Memiliki khazanah ilmu termasuk iptek, sehingga dalam melaksanakan dakwah mampu membawakan materi-materi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.26
26
Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel, (Prinsip dan Strategi), op.cit, h. 77.
BAB III PROFIL MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
A. Sejarah Pendirian dan Perkembangan 1. Muhammadiyah di Indonesia Indonesia di akhir abad ke-19 adalah sebuah negeri yang muram. Setelah runtuhnya kekuasaan-kekuasaan monarkis di nusantara, negeri ini terkoyak oleh kolonialisme, sebuah pengalaman kolektif sebagai bangsa yang menimbulkan trauma dan cedera historis. Pengalaman pahit sebagai bangsa di bawah penindasan kolonialisme itu dialami sebagian besar rakyat yang tenggelam dalam kemiskinan (struktural maupun kultural), kebodohan dan keterbelakangan.27 Di tengah kemuraman mayoritas pendududk pribumi yang tidak berdaya dalam kapitalisme kolonial itu, ada juga sekelompok kecil masyarakat pribumi yang muncul sebagai pengusaha industri dan pedagang yang kuat seperti pengusaha undustri batik, rokok, kerajinan, pedagang perantara, dan pedagang keliling di daerah-daerah seperti Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta, Kudus, Pariaman, Palembanga dan Banjarmasin. Kelompok ini merupakan kelas menengah pribumi dan juga merupakan sebagian kecil dari wiraswastawan pribumi yang mampu bersaing pada tingkat lokal dengan para pengusaha dan pedagang asing seperti eropa, Cina, arab dan India yang mendominasi sektor ekonomi pada masa itu.
27
Profil Muhammadiyah 2005, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005),h. 1.
Satu di antara kelas menengah pribumi saat itu ialah Kiai Haji Ahmad Dahlan. Ia barangkali hanyalah merupakan sebuah noktah kecil dalam kancah sejarah Indonesia, jika ia hanya menjalani hidup sebagai seorang pedagang batik dan khatib amin di Masjid Agung Kesultanan Ngayogyakarta. Namun ternyata ia tidak hanya hadir sebagai noktah kecil sejarah, melainkan ia hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah kemuraman nasib bangsa di bawah penindasan kolonialisme di tengah kosmopolitanisme pergaulannya melalui perdagangan, ibadah haji, studi di Makkah, dan bacaan-bacaannya, ia berpikir besar tentang perubahan sosial demi kemajuan umat Islam yang sedang mengalami keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan secara sistematis. Pikiran besarnya itulah yang kemudian mendoronganya untuk melahirkan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 yang mencoba melakukan pencerahan di tengah kemuraman nasib bangsa ini, sekaligus juga untuk mengembalikan sejarah umat Islam pada kejayaannya.28 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyah secara bertahap dan berencana. Mula-mula K.H. Ahmad Dahlan selalu menganjurkan agar pengajaran agama meninggalkan cara lama dan memulai cara baru dan para kiai giat mendatangi murid dan tidak hanya menunggu datangnya santri di pesantren atau suraunya.
28
Ibid, h. 3
K.H. Ahmad Dahlan memberi contoh dengan langsung mengajar dasar agama Islam di berbagai sekolah negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di Jetis Yogyakarta, dan sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren). K.H. Ahmad Dahlan tidak langsung mendirikan persyarikatan Muhammadiyah. Mula-mula beliau mendirikan lembaga pendidikan. Pada tahun 1911 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah agama yang khas dengan nama ’Sekolah Muhammadiyah’, sekolah Muhammadiyah ini memang tidak sama dengan pendidikan agama yang dikenal selama ini. Dahulu pendidikan agama selalu diadakan di surau atau pesantren. Para santri duduk di lantai, mereka belajar mengaji dengan meletakkan kitab suci Al- Qur’an di atas sarekal. Sedangkan dalam sekolah Muhammadiyah, para murid belajar di gedung, duduk di bangku, terdapat papan tulis dan meja guru. Dahulu para santri hanya belajar agama dan berbagai cabangnya. Namun, di sekolah Muhammadiyah, di samping pelajaran agama, murid juga belajar Huruf Latin, berhitung, ilmu bumi, ilmu tubuh manusia, sejarah dan lain-lain. Pendek kata sekolah Muhammadiyah itu menyerupai sekolah umum yang didirikan pemerintah. Pada mulanya jumlah muridnya belum banyak. Tetapi, makin lama jumlah siswanya makin meningkat.29
29
Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyono, KH. Ahmad Dahlan, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001), H.42
Perserikatan Muhammadiyah terus berkembang. Sejak tahun 1921 cabang Muhammadiyah tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga tumbuh di pulau-pulau lain, seperti Sumatera dan Sulawesi. Muhammadiyah juga mendapat dukungan keuangan dari para pengusaha Kota Gede, Lawijan (Surakarta), Kudus, Pekalongan, dan pengusaha kota lain.30 Sebagai gerakan yang berlandaskan agama, maka ide pembaharuan Muhammadiyah ditekankan pada usaha untuk memurnikan Islam dari pengaruh tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam
kaitan
ini
usaha-usaha
pembaharuan
yang
dilakukan
Muhammadiyah banyak terkait dengan masalah-masalah praktis ubudiyah dan muamalah. Namun demikian, sebagaimana gerakan pembaharuan Islam yang lain, Muhammadiyah konsisten dengan semboyan ”kembali pada ajaran yang murni, yakni Qur’an dan Sunnah”. 31 Posisi modernis Muhammadiyah terletak pada inovasinya untuk tidak terikat dengan suatu rezim madzhab tertentu. Juga, Muhammadiyah tidak terpaku pada pendapat ulama tertentu, baik dalam merumuslan ketentuan agama maupun dalam menafsirkan Al Qur’an. Sebagai gambaran kumulatif tentang pembaharuan khususnya dalam bidang keagamaan yang telah dilakukan Muhammadiyah sebagai aktivitas dakwahnya dapat dilihat sebagai berikut: 1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam shalat, sebaga koreksi dari kebiasaan sebelumnya yang menghadap tepat ke arah barat.
30
Ibid, h. 53 Achmad Jainuri, Kumpulan Tulisan Muhammadiyah Kini dan Esok, (Jakarta: Pustaka Panji MAs, 1990), h.41
31
2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama. 3. Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti drai shalat serupa dalam jumlah jamaah yang lebih kecil yang diselenggarakan di masjid. 4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan qurban pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) oleh panita khusus (’amil) untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Hal ini mendekonstruksi hak istimewanpara pejabat agama (kiai, penghulu, naib, modin, kaum, dan lain-lain) yang sebelumnya merupakan pihak yang paling berhak menerima zakat atau qurban tanpa kontrol. 5. Penyampaian khutbah dalam bahasa lokal (Jawa atau Melayu) sebagai perubahan dari kebiasaan sebelumnya yang dalam Bahasa Arab. 6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan, dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat politeistis. 7. Penyederhanaan makam (kuburan) yang semula dihiasi secara berlebihan. 8. Meghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali). 9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat gaib yang dimiliki oleh para kiai/ulama tertentu, serta mendekonstruksi pengaruh ekstrem pemujaan terhadap mereka.
10. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan wanita dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan. 32
2. Nahdatul Ulama di Indonesia Arti penting lahirnya organisasi Nahdatul Ulama ini tidak lepas dari konteks saat itu, yaitu untuk menjaga eksistensi ”jama’ah tradisional” ketika harus berhadapan dengan gerakan pembaharuan yang ketika itu telah terlambangkan, antara lain, dalam Muhammadiyah. Nahdatul Ulama
adalah
organisasi
keagamaan,
keislaman dan
kemasyarakatan (Jamiyyah diniya, Islamiyyah dan ijtima’iyyah) yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1926 M. Organisasi ini dirintis oleh para kiai yang berpaham Ahlussunnah wal al-Jama’ah, sebagai wadah usaha mempersatukan diri dan menyatukan langkah dalam tugas memelihara, melestarikan, memperjuangkan dan mengamalkan ajaran Islam menurut salah satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), serta berkhidmat pada kepentingan bangsa, negara dan umat Islam. Nahdatul Ulama (NU) merupakan perkumpulan para kiai yang mencoba membangkitkan semangat para pengikutnya dan juga masyarakat Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, kiai pesantren dalam Nahdatul Ulama memiliki kedudukan yang sentral, baik sebagai pendiri, pemimpin dan pengendali organisasi, maupun sebagai panutan kaum nahdhiyyin.
32
Profil Muhammadiyah 2005, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005), h. 6.
Memahami Nahdatul Ulama sebagai organisasi (jam’iyyah) secara tepat belumlah cukup dengan hanya melihat dari sudut formal saja, semenjak Nahdatul Ulama lahir dalam bentuk organisasi, ia telah lebih dahulu hadir dalam bentuk jama’ah (community) yang sudah terikat kuat oleh tradisi sosial keagamaan yang mempunyai karakternya sendiri. Lahirnya Nahdatul Ulama tidak ubahnya hanya untuk mewadahi sesuatu yang sudah ada. Dengan sebagai penegasan formal dari mekanisme informal para kiai sebagai pemegang teguh tradisi fiqh yang sudah ada jauh sebelum NU dilahirkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan didirikannya organisasi Nahdatul Ulama adalah untuk menjaga dan mengembangkan ortodoksi yang ada. Akan tetapi, pembaharuannya juga terkait erat dengan perkembangan Islam modern di Indonesia. Islam di Indonesia yang diperhadapkan dengan kolonialisme Belanda dalam kurun waktu yang panjang juga dipengaruhi oleh perkembangan Islam di saudi arabia pada awal abad XX. Munculnya wahabi mengilhami sebagian umat Islam Indonesia untuk membentuk gerakan serupa. Oleh karena tujuan dari gerakan keagamaan ini adalah ”Pemurnian Islam” dan mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan al-Hadist maka tidak mengherankan jika dalam tataran operasional ia selalu menyerang tradisi para kiai yang sudah ada yaitu pola beragama bermahdzab (taqlid) terhadap ulama terdahulu yang diyakini lebih kredibel pengetahuan dan pengalamannya.
Pada 1912, di Indonesia lahir organisasi keagamaan yang juga sangat concern dengan pemikiran kaum wahabi, yakni Muhammadiyah. Organisasi ini menganggap tradisi para kiai terlalu dipenuhi oleh hal-hal yang bersifat tahayyul dan bid’ah, yang menyebabkan terjadinya stagnasi pada umat Islam. Oleh karena itu, organisasi modern ini selalu mendorong pola beragama dengan penalaran independen (ijtihad) terhadap para ulama terdahulu yang diyakini lebih kredibel pengetahuan dan pengalamannya. Adanya semangat untuk merdeka dari penjajahan Belanda dan sebagai respon atas gerakan ”modernisasi”agama yang mengancam kelestarian tradis Ahlusunnah wa al-Jama’ah telah mendorong para kiai pesantren untuk membidani lahirnya organisasi para ulama yang kemudian disebut Nahdatul Ulama. Di sisi lain, berdirinya Nahdatul Ulama dapat dikatakan sebagai ujung dari perjalanan dan perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan kiai pada seperempat pertama abad XX. Nahdatul Ulama mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber ajaran Islam yakni: Al Qur’an, As Sunnah, Al Ijma’, dan Al Qiyas.33 Sepanjang perjalanannya, Nahadtul Ulama telah banyak sekali mengambil peran-peran besar dalam berbagai episode sejarah Republik Indonesia, yang sekaligus menunjukkan dinamika organisasi, antara lain: 1. Mempelopori berdirinya MIAI (Majlis Islami A’la Indonesia) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia Berparlemen.
33
Khorul Fathoni, Muhammad Zen, NU Pasca Khittah, Prospek Ukhuwah Dengan Muhammadiyah (Yogyakarta: Media Widya Mandala, 1992), h. 11
2. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945. 3. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga dalam perolehan suara secara nasional. 4. Memperoleh sedikitnya tiga puluh dua jabatan kementerian sepanjang pemerintahan RI tahun 1945-1965. 5. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara. 6. Kembali ke Khittah pada tahun 1984, yang menegaskan jati diri Nahadatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan. 7. Mempelopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di sepanjang dekade 90-an. Kini, jumlah warga Nahdatul Ulama yang merupakan basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 60 juta orang, dengan beragam profesi, yang sebagaian besar dari mereka adalah penduduk desa, dan rata-rata memiliki ikatan emosional cukup kuat dengan dunia pesantren yang menjadi pusat cagar budaya Nahadatul Ulama. 34 Para kader Nahdatul Ulama sangat khas dengan budaya kepesantrenan. Oleh karena itu, biasanya pada pesantren-pesantren yang berada di bawah naungan organisasi ini, para pimpinan atau guru-guru terhormat yang digelar sebagai kiai, akan sangat diagungkan.
34
Profil Nahdatul Ulama, (Jakarta: Pengurus Besar Nahdatul Ulama), h. 6.
Berbeda dengan pesantren-pesantren Muhammadiyah pada umumnya yang para pimpinan ataupun guru-gurunya yang dipanggil dengan sebutan ustadz atau ustadzah, menerima perlakuan dari para santri yang biasa-biasa saja. Dalam artian, para tokoh pesantren ini tetap dihormati, tetapi bukan diagung-agungkan.
B. Profil Organisasi Tingkat Ranting 1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru atau lebih dikenal dengan Ranting
Sawangan
Kaum
berdiri
sejak
tahun
1968.
Kemunculan
Muhammadiyah di kelurahan ini tidak terlepas dari peranan tokoh-tokoh yang membawa pengaruh Muhammadiyah ke dalam kehidupan masyarakat Sawangan Baru. Saat pertama kali Muhammadiyah masuk ke dalam daerah ini, kehidupan masyarakat setempat telah kental dengan tradisi keagamaan ala Nahadatul Ulama.35 Adapun tokoh pendiri Muhammadiyah tersebut ialah: 1. HME. Sunadi 2. H. Ismail 3. H. Abdul Rahman 4. H. Nijan 5. Dadi Hudayat36
35
Hasil Wawancara Dengan Bapak Baharuddin Rahman Selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru 36 Hasil Wawancara Dengan Bapak Baharuddin Rahman Selaku Sekretaris Muhammadiyah ranting Sawangan Baru
Muhammadiyah
adalah
gerakan/organisasi
yang
berupaya
untuk
menghilangkan penyakit pada masyarakat dalam hal ibadah yaitu TBC (taklid, bid’ah, dan churafat), karena bagaimanapun tatkala manusia ingin beribadah dan mengabdikan diri kepada Allah harus dengan semurni-murninya ketulusan dan keikhlasan, bukan karena ikut-ikutan tanpa mengetahui ilmunya, tidak mengadakan sesuatu yang tidak Rasulullah dan tidak menghilangkan sunnahnya serta tidak bersyarikat dalam beribadah kepada Allah. Para kader Muhammadiyah menilai masyarakat Kelurahan Sawangan Baru banyak dijangkiti oleh penyakit TBC tersebut, oleh karena itu pada tahun 1968 masuklah intervensi Muhammadiyah dalam kehidupan masyarakat Sawangan Baru hingga hari ini. Selain melalui pengadaan struktur kepengurusan tingkat ranting yang formal, Untuk menopang pergerakan Muhammadiyah, para pendiri juga mendirikan sarana pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana pendidikan yang dibina oleh muhammadiyah di Keluruhan Sawangan Baru ini dimulai dari tingkat TK sampai dengan Aliyah (pondok pesantren). Pondok pesantren milik Muhammadiyah di daerah ini yang bernama Pondok Pesantren Darul Arqom, merupakan tempat di mana kegiatan-kegiatan ataupun program-program kerja banyak dilaksanakan.
Di samping itu, para aktivis Muhammadiyah di daerah ini juga mendirikan sejumlah majelis taklim dan panti asuhan. Majelis taklim ini sengaja dibentuk untuk mempererat hubungan silaturahmi antar kader Muhammadiyah itu sendiri. 37 Pada umumnya, tingkatan ranting berbasis di sebuah yayasan pendidikan milik organisasi. Begitu pun di Kelurahan Sawangan Baru ini, basis Ranting Muhammadiyah ini bertempat di salah satu yayasan pendidikannya, yaitu di Pondok Pesantren Darul Arqom tadi. Tidak terdapat gedung tersendiri yang merupakan sekretariat ranting. Hal-hal yang berurusan dengan ranting akan dibicarakan di pondok pesantren Darul Arqom atau di rumah salah satu pengurus ranting tersebut. Selain memiliki yayasan pendidikan tingkat aliyah dan tsanawiyah, Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ini juga membina yayasan pendidikan tingkat madrasah ibtida’iyah dan taman kanak-kanak. Semua yayasan tersebut terletak di area yang saling berdekatan. Untuk gedung SD dan TK, letaknya lebih dekat ke yayasan-yayasan Nahdatul Ulama. 38 Sekolah dasar milik Muhammadiyah disebut-sebut sebagai lokasi di mana para tokoh pendirinya mencetuskan pemikiran mereka untuk medirikan sebuah ranting. Sebelum berdirinya gedung sekolah, dulu di lokasi tersebut adalah rumah salah satu tokoh Muhammadiyah setempat.
37
Hasil Wawancara dengan Bapak Baharuddin Rahman selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru. 38 Hasil Observasi di Lokasi Penelitian (Kelurahan Sawangan Baru).
Adapun gedung taman kanak-kanaknya merupakan tanah yang diwakafkan oleh seorang tokoh Nahadatul Ulama. Di awal masuknya Muhammadiyah, kerap terjadi selisih paham antarkader dengan Nahdatul Ulama. Meskipun demikian masih ada beberapa tokoh Nahdatul Ulama yang simpatik, termasuk Bapak Abdul Wahab, yang mewakafkan sebagian tanahnya kepada Muhammadiyah, dan kini tanah tersebut telah menjadi lokasi gedung taman Kanak-Kanak Aisyiyah.
a. Visi-Misi Muhammadiyah hadir dalam kehidupan masyarakat Sawangan Baru dengan mengusung visi terbentuknya baldah thoyibah, masyarakat yang utama, beriman dan bertakwa, yang diridhoi oleh Allah SWT. Muhammadiyah juga mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar, yaitu berupaya mengajak masyarakat kepada kebaikan dan mencegah mereka untuk melakukan kejahatan. Pada tataran aktivitas dakwah kekiniannya, Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru memantapkan misi gerakan dakwahnya agar mengutamakan orientasinya pada strategi dakwah kultural.
b. Aktivitas Dalam
rangka
mewujudkan
visi-misinya,
Muhammadiyah
mencanangkan sejumlah program kerja yang dikemas dalam jadwal harian, mingguan, bulanan, dan tahunan, sebagai berikut:
1. Aktivitas Harian: mengelola Amal Usaha Muhammadiyah sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
Jadi
setiap
harinya,
setiap
pengurus
Muhammadiyah memiliki tugas sesuai bidangnya masing-masing. Bidangbidang ini meliputi: a. Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah b. Bidang Kesejahteraan Umat c. Bidang Tabligh dan Dakwah d. Bidang Pewakafan e. Bidang Penelitian dan Pengembangan.
2. Aktivitas Mingguan: setiap mingggunya pengurus Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru mengadakan pengajian dan pengkajian rutin yang terbuka untuk umum, yang dilaksanakan pada: a. Hari Kamis Malam
: pengajian bapak-bapak
b. Hari Sabtu Siang
: pengajian ibu-ibu
c. Hari Jum’at Malam
: pengajian remaja
d. Hari Ahad Malam
: kaderisasi remaja
e. Hari Ahad Subuh
: sholat Subuh berjamaah secara bergilir
3. Aktivitas Bulanan: Pengurus Muhammadiyah melakukan kerjasama rutin dengan
pengurus
Aisyiyah
(perkumpulan
kader
Muhammadiyah
perempuan) di setiap bulan dalam mengadakan santunan dan pemberian dana tunjangan pembayaran SPP para siswa/i yang menjadi anak asuh atau tanggungan Muhammadiyah dan Aisyiyah.
4. Aktivitas Tahunan: mengadakan Sholat Taraweh berjamaah, Sholat Idul Fitri dan Idul Adha, serta mengkoordinir penerimaan dan penyaluran zakat dari dan kepada masyarakat. Selain itu, pengurus juga secara terbuka ikut berpartisipasi atas bekerjasama dengan kalangan masyarakat umum yang berda di Sawangan Baru ketika mengadakan perayaan-perayaan hari besar Islam maupun perayaan peringatan hari-hari besar kenegaraan.
2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru Sebelum masuknya Muhammadiyah ke Kelurahan Sawangan Baru, masyarakat setempat telah memiliki paham keagamaan tersendiri yang telah mengakar dalam hati mereka. Paham tersebut ialah paham keagamaan yang berdasar pada perspektif Nahdatul Ulama. Tidak heran jika secara kultural, ajaran Nahadatul Ulama mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Keluruhan Sawangan Baru.39 Walaupun mewabah pada aspek kultural masyarakat, namun pengkaderaan dan pembinaan masyarakat akan kurang efektif jika Nahdatul Ulama tidak terstruktur dengan baik dalam kepengurusan dan program kerjanya. Oleh karena itu untuk memperkuat kultur Nahdatul Ulama tersebut, maka didirikanlah Nahdatul Ulama Ranting Kelurahan Sawangan Baru pada tanggal 9 Februari 2007. Meskipun agaknya terlalu lama Nahdatul Ulama mengadakan sebuah lembaga kepengurusan bila dihitung dari kemunculan awalnya di daerah ini, yang bahkan mendahului keberadaan Muhammadiyah, namun keberhasilan 39
Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru.
para tokoh Nahdatul Ulama dalam menanamkan fatwanya dalam kultur masyarakat, mampu membuat sebagian besar masyarakat tidak terpengaruh dengan aliran-aliran lain yang hadir dalam kehidupan mereka. Sebenarnya untuk tingkatan kepengurusan ranting Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru telah ada sejak sebelum Ranting Muhammadiyah di kelurahan yang sama ini dibentuk. Akan tetapi kurangnya keseriusan para pengurus menyebabkan terbengkalainya kepengurusan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru terdahulu. Nanti di tahun 2007 lalu baru muncul kesadaran akan pentingnya kepengurusan ranting tersebut secara dinamis, sehingga baru pada tahun tersebut kepengurusan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru dibentuk kembali dan dilegalisasikan.40 Sama halnya dengan Muhammadiyah Ranting Kelurahan Sawangan Baru, Nahdatul Ulama di daerah ini pun menitikberatkan basis kegiatannya di salah satu yayasan pendidikannya, yaitu Pondok Pesantren Al-Karimyah. Nahdatul Ulama juga tidak memiliki gedung sekretariat ranting tersendiri. Program kerja maupun hal-hal lain yang menyangkut Nahdatul Ulama ranting ini, akan dibicarakan di pondok pesantren tersebut atau di salah satu rumah pengurus ranting. Untuk keterkaitan dengan kepengurusan yayasan-yayayasannya, pihak Nahdatul
Ulama
memiliki
pendapat
yang
berbeda
dengan
pihak
Muhammadiyah. Meskipun ada sejumlah yayasan pendidikan berhaluan
40
Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewa Syuriah Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru.
Nahdatul Ulama, namun pihak Nahdatul Ulama tidak mengatakan bahwa yayasan-yasan tersebut adalah dibawah kepengurusan ranting. Bagi pihak Nahdatul Ulama, mereka memang sengaja tidak mengikutsertakan nama organisasi dalam yayasan-yasan yang ada. Misalnya “Pondok Pesantren Al Karimiyah” tidak seperti “Yayasan Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah”. Meski demikian, mayoritas pimpinan maupun guru pada yayasanyasan tersebut adalah juga pengurus Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru. Pondok Pesantren Al Karimiyah juga menjadi basecamp para pengurus ranting, karena belum dibangunnya sebuah kantor secretariat tersendiri. Selain itu, walaupun tidak berada di bawah kepengurusan ranting dan dipromosikan sembagailembaga pendidikan umum, namun yayasan-yasan ini juga tetap mengadakan pengajaran mengenai Ahlusunnah wal jama’ah.
a. Visi-Misi Pendirian sebuah ranting ini diharapkan mampu menjadi sarana pencapaian visi dan misi Nahdatul Ulama itu sendiri dalam membangun ukhuwah jamiiyah dari segi ekonomi pendidikan, serta sebagai upaya terus menjaga nilai-nilai aqidah ahlussunnah wal jama’ah dan tradisi Nahdatul Ulama yang selama ini dijalankan.
b. Aktivitas Berikut aktivitas-aktivitas yang menjadi program kerja Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru: 1. Aktivitas Harian: setiap pengurus Nahdatul Ulama memiliki tugas dalam melaksanakan program kerja harian sesuai bidang yang dikelolanya masing-masing. Bidang-bidang ini meliputi: a. Bidang Pelatihan dan Pengembangan Dakwah b. Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan c. Bidang Pengembangan Ta’lim d. Bidang Kesejahteraan Umat e. Bidang Pengelola Kegiatan Pembacaan Ratib dan Rawi.
2. Aktivitas Mingguan: a. Pengajian kaum bapak. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan pengurus
DKM (Dewan Kepengurusan Masjid) Al-Aula
Sawangan Baru. Mayoritas program kerja yang berbentuk pengajian ataupun pengkajian ini diadakan di Masjid Al Aula. b. Kajian intensif Islam untuk pemuda. Kegiatan ini bekerjasama dengan PRM (Persatuan Remaja Masjid) dan Gerakan Pemuda Anshor Ranting Kelurahan Sawngan Baru. c. Pembacaan ratib dan rawi. Pembacaan ratib dan rawi ini ditujukan pada dua kalangan, yaitu masyarakat umum dan para santri di yayasan pendidikan milik Nahdatul Ulama.
3. Aktivitas Bulanan: a. Bakti sosial berupa kerja bakti penyuluhan kesehatan untuk masyarakat. b. Menerbitkan Buletin Jum’at
4. Aktivitas Tahunan: a. Mengadakan perayaan di setiap peringatan hari-hari besar Islam b. Pemberian santunan kepada anak-anak yatim-piatu c. Pengadaan bazar amal d. Mengadakan mubhaligh dan mubhalighot muda Nahdatul Ulama sekelurahan Sawangan Baru
3. Struktur Kepengurusan Ranting a. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru Berikut susunan kepengurusan Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru:
Pimpinan Ranting
: Abdul Hamid HS
Bendahara
: Mahfudin Asmit
Sekretaris
: Baharuddin Rahman S.Ag
Departemen: Dikdasmen 1. Drs. Abdul Hamid 2. Ir. Syamsudin
Tablig dan Dakwah 1. Drs. Ukin Supriyatna 2. Ust. Sahroni Bidang Penelitian dan Pengembangan 1. Gunawan 2. Heri Sahlani
Kesejahteraan Umat 1. Asnawi 2. Masturi Bidang Perwakafan 1. Suherman 2. Miharja
b. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru Kepengurusan Nahdatul Ulama terbagi atas dua, kepengurusan Syuriah dan kepengurusan Tandfiziyah. SYURIAH Rois
: Ust. H. Heri Husaeri
Wakil Rois
: 1. Ust. Ibrahim 2. Ust. Abdul Rahnan
Katib
: Ust. Ahmad Barkah
Wakil Katib
: 1. Ust. Matridi 2. Drs. H. Amarullah
A’waan
: 1. Abdul Rosad 2. A. Damyati
3. Abdul Rosid 4. Hajali 5. Ust. H. Anwar 6. Ust. Uju Tahyub 7. H. Rojenih 8. Drs. Marulloh Hasyim 9. Ust. Ardi 10. Wawan ansyah
TANFIDZIYAH Ketua
: Ust. Abdul Fatah, S.Ag
Wakil Ketua
: 1. Ust. Rohimi Azhari 2. Ust. Andi Darussalam, S.Ag
Sekretaris
: Abdul Kodir, S.Ag
Wakil Sekretaris
: 1. Drs. Madamin 2. Ahmad Junaidi
Bendahara
: Syaiful Bahri
W. Bendahara
: 1. M. Sholeh. HM 2. Bambang Irfana
BAB IV ANALISA STRATEGI DAKWAH ANTARA MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA RANTING SAWANGAN BARU
A. Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru Bukan rahasia lagi ketika antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama dicap sebagai dua kubu organisasi Islam yang saling bertolakbelakang. Kedua organisasi ini berawal dari pulau Jawa lalu besar hampir di seluruh pelosok nusantara. Berbagai kepengurusan tingkat provinsi, daerah, cabang, hingga ranting Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama tersebar hingga keluar pulau kelahirannya. Muhammadiyah berkembang, begitu pun Nahdatul Ulama. Fatwa-fatwa keduanya menjadi patokan sebagian besar masyarakat muslim Indonesia. Apa yang terjadi di Kelurahan Sawangan Baru hampir serupa dengan kejadian kemunculan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di abad ke-20. Sebelum Muhammadiyah menancapkan pengaruhnya, daerah ini telah lebih dulu berada dalam kontrol Nahdatul Ulama. Budaya maupun adat-istiadat keseharian warga muslim Sawangan Baru didominasi oleh tata-cara keberagamaan yang diajarkan oleh para tokoh Nahdatul Ulama. Seperti budaya tahlilan, ziarah kubur ataupun dari segi bacaan-bacaan sholat.41
41
Hasil Wawancara Dengan Para Pengurus Masing-Masing Organisasi dan Observasi di Lokasi Penelitian.
Paham maupun tata-cara beragama yang diajarkan oleh Nahdatul Ulama seakan telah tertanam dengan kuat dalam hati hampir sebagian besar masyarakat muslim di daerah ini, sehingga meskipun di kemudian hari ramai berdatangan aliranaliran lain, termasuk Muhammadiyah, pengaruh Nahdatul Ulama tidak mudah dipatahkan. Tahun 1968, Muhammadiyah merambah ke Kelurahan Sawangan Baru. Awalnya tidak ada permasalahan yang berujung konflik yang terjadi antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Meskipun sering terjadi selisih paham, karena pada zaman tersebut Nahdatul Ulama masih dibawa para asuhan tokoh yang kini oleh para penerusnya disebut sebagai golongan tua. Namun demikian golongan tua hanya cenderung lebih agresif dalam menanamkan fatwa pada kalangan Nahadatul Ulama saja. Dalam artian, ketika para pimpinan Nahdatul Ulama mengeluarkan sebuah perintah atau larangan, maka masyarakat yang mengaku NU wajib melaksanakan perintah tersebut. Misalnya, para wanita pada masa itu sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan celana panjang. Akan tetapi para golongan tua ini tidak bersikeras memberlakukan fatwa-fatwanya terhadap pihak di luar kader Nahdatul Ulama. Sehingga kehadiran Muhammadiyah pun kala itu, tidak mendapatkan sikap antipati yang berlebihan dari pihak Nahdatul Ulama. Pihak Nahdatul Ulama menerima kehadiran Muhammadiyah meski tetap eksis menjalankan dakwah kulturalnya, begitupun sebaliknya, Muhammadiyah tidak melakukan hal-hal yang bisa memancing reaksi keras dari pihak Nhadatul Ulama, namun tetap
mengupayakan pencapaian
misi dakwah modernisnya,
yaitu
pembaharuan untuk menghilangkan penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat), yang
oleh kalangan Muhammadiyah dianggap sedang menjangkiti masyarakat Sawangan Baru kala itu.42 Kedua organisasi berbeda haluan ini hidup harmonis sebagai tetangga. Apalagi mengingat bahwa banyak di antara para pengurus Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang masih merupakan kerabat atau memiliki hubungan persaudaraan. Bahkan ada yang berhubungan sangat dekat, misalnya orang tuanya mengikuti paham keagamaan ala Nahdatul Ulama, sedangkan anaknya berhaluan Muhammadiyah. Meskipun awalnya Muhammadiyah dibawa oleh pendatang, tapi ke depannya notabene para pengurus berasal dari masyarakat setempat yang dahulunya menganut paham Nahdatul Ulama. Sehingga yang terjadi kemudian ialah timbulnya perasaan enggan untuk meributkan perbedaan paham, karena para kader Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah saling menghargai hubunga kekerabatan tersebut. Ketika ditanyakan mengenai konflik yang pernah timbul antara kedua organisasi ini, baik pihak Nahdatul Ulama maupun pihak Muhammadiyah sama-sama menyatakan bahwa konflik mulai timbul ketika muncul intervensi pihak ketiga yang merupakan aliran lain di luar Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Aliran-aliran seperti Ahmadiyah, Islam Ba’iat, dan lain sebagainya, walaupun dalam jumlah yang minoritas namun kerap lebih gencar dan terang-terangan menanamkan fatwanya kepada masyarakat. Bahkan menurut Bapak H. Heri Husaeri, salah satu tokoh Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru, pihak ketiga ini pernah memprovokasi antara Muhammadiyah dengan Nahdatul Ulama dengan mengangkat isu dominasi Nahdatul Ulama pada kepengurusan masjid yang terlalu berlebihan. Pada waktu itu hanya 42
Hasil wawancara dengan Bapak Baharruddin Rahman S. Ag. Selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
terdapat satu masjid di daerah ini, sehingga isu tersebut sempat membuat pihak Muhammadiyah terpancing untuk mengurangi intervensi Nahadatul Ulama dalam kepengurusan masjid, yang padahal memang masjid tersebut didirikan oleh pihak Nahdatul Ulama.43 Isu tersebut sengaja ditujukan kepada pihak Muhammadiyah agar terjadi perpecahan dengan Nahdatul Ulama. Adapun sebab dilakukannya provokasi tersebut ialah karena pihak ketiga tidak mampu menerobos pertahanan ajaran-ajaran Nahdatul Ulama yang telah ditanamkan dengan kuat dalam kehidupan keberagamaan masyarakat Sawangan Baru. Sehingga pihak ketiga ini mencari dukungan dari kelompok Muhammadiyah yang dinilai telah memiliki pengaruh yang juga lumayan pada masyarakat Sawangan Baru, namun masih mudah dipengaruhi.44 Pihak ketiga memprovokasi dengan mengklaim Nahdatul Ulama terlalu menguasai masjid Al-Aula yang pada saat itu merupakan satu-satunya masjid yang ada di daerah tersebut. Isu ini sempat membuat pihak Muhammadiyah terpancing dan hampir melakukan kudeta untuk merebut kepengurusan masjid. Namun karena mengingat ikatan persaudaraan tadi, konflik tersebut bisa diredam dan diselesaikan dengan kepala dingin. Kini untuk menghindari konflik, kedua organisasi beralih ke arah strategi dakwah kultural, yaitu strategi dakwah di mana masing-masing organisasi berupaya untuk menghargai tradisi keagamaan masing-masing dengan serta-merta mengikuti tradisi keagamaan tersebut, dengan tujuan untuk memahami dan mengubah sedikit
43
Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru. 44 Ibid
demi sedikit tradisi yang dianggap melenceng dari ajaran agama dalam pemahaman masing-masing organisasi.45 Penggunaan strategi kultural ini terbukti mampu meredam konflik antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru. Akan tetapi di satu sisi mengakibatkan hal yang menghambat kinerja masing-masing organisasi. Pada Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru, strategi dakwah kultural telah menyebabkan kader-kader organisasi ini terbawa arus untuk mengikuti saja adatistiadat setempat yang kental dengan nuansa Nahdatul Ulama. Meskipun pada wawancara dengan salah seorang pengurus organisasi ini dikatakan bahwa ikut serta dalam tradisi keagamaan masyrakat setempat yang khas dengan ajaran Nahdatul Ulama hanyalah sebuah strategi untuk mengubah secara perlahan-lahan, akan tetapi hingga saat dilakukannya penelitian ini tidak terdapat perubahan signifikan yang berhasil dilakukan oleh pihak Muhammadiyah. Sedangkan pada Nahdatul Ulama, penggunaan strategi kultural yang sudah berlaku sejak lama, yang telah memberikan keberhasilan bagi Nahdatul Ulama untuk membentuk tata-cara keberagamaan masyarakat setempat itu, membuat Nahdatul Ulama menjadi condong apatis untuk menguatkan sisi struktural kepengurusan dalam tubuh organisasinya sendiri. Terlepas dari hal-hal tersebut, meskipun juga kadang kala masih terjadi konflik-konflik kecil yang disebabkan oleh kader, baik dari Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama, yang masih menanggapi perbedaan dengan sangat keras, namun hal tersebut tidak memberikan dampak yang begitu besar sehingga kehidupan antara kader Muhammadiyah dan kader Nahdatul Ulama di kelurahan ini berjalan harmonis. 45
Hasil Observasi di Lokasi Penelitian
B. Skema Perbandingan Pembanding
Strategi Dakwah
Muhammadiyah
Nahdatul Ulama
Ranting
Ranting
Sawangan Baru
Sawangan Baru
-
Kultural lemah
-
Kultural kuat
-
Struktural kuat
-
Struktural lemah
Pembahasan
tentang
ajaran Pembahasan
tentang
ajaran
agama yang bersumber dari agama yang bersumber dari Al Materi Dakwah Al-Qur’an dan Hadits
Qur’an, As Sunnah, ditambah Al Ijma’, dan Al Qiyas pada Menitikberatkan
Menitikberatkan Media Dakwah
pemanfaatan
lembaga- penyebaran
lembaga pendidikan (modern)
pada
dakwah
melalui
mimbar atau pengajian-pengajian (tradisional)
Menciptaan masyarakat Islam Selain
juga
meenciptakan
yang diridhoi Allah SWT, masyarakat Islam yang diridhoi Tujuan
serta
Dakwah
penghapusan dan pencegahan Ulama
sebagai
upaya Allah SWT, dakwah Nahdatul juga
budaya tradisional yang tidak menjaga
bertujuan
nilai-nilai
untuk aqidah
ada tuntunannya dalam agama, ahlussunnah wal jama’ah dan dalam ajaran
artian
menciptakan tradisi Nahdatul Ulama yang
keagamaan
yang selama ini dijalankan, dalam
berbeda dengan ajaran agama artian mempertahankan ajaran yang
telah
mengental
masyarakat setempat.
di yang
telah
mengental
merupakan ajran-ajaran para
yang
Da’i boleh siapa saja yang Da’i
lebih
penting memahami apa yang memahami Da’i
disampaikan
dan
dakwahnya
pada
diutamakan dan
jika
mendalami
memulai agama dengan baik, seperti para dirinya ulama atau kiai
sendiri
Melalui Program Dakwah Utama
pendidikan
di Melalui
lembaga-lembaga pendidikan mimbar formal
seperti
mimbar
di
ke
pengajian-
sekolah- pengajian/majelis
sekolah.
taklim
setempat Tradisionalisme, dengan tetap
Modernisme, Muhammadiyah
Kekuatan
dakwah
memiliki
berpegang
teguh
dan
kekuatan tersendiri melalui
memperjuangkan ajaran-ajaran
pembaharuan bersifat modern
dari para ulamanya terdahulu,
yang
Nahdatul Ulama masih memiliki
diusungnya,
seperti
pandangan berbeda dengan
banyak pengikut ajarannya.
Nahdatul Ulama dalam tatacara berbusana dalam Islam. Khusus untuk di daerah ini
Terlalu dominannya intervensi
kelemahan
kaum tua yang menyebabkan
Muhammadiyah
yang Kelemahan
menghambat
kurang
menariknya
dakwahnya ialah kurangnya
pemuda
setempat,
para tokoh tua tua yang
kader-kader
dituakan
cenderung pasif dalam kegiatan
di
Sawangan Baru.
Kelurahan
dakwah organisasi ini.
minat sehingga mudanya
C. Kelebihan dan Kekurangan 1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru Secara struktural, Muhammadiyah lebih kuat dibanding Nahdatul Ulama. Hal ini ditandai dengan pendirian ranting Muhammadiyah yang jauh lebih dulu dibandingkan ranting Nahdatul Ulama. Ketika Muhammadiyah masuk ke daerah ini, para tokoh pendirinya tidak lama mengambil langkah untuk langsung mendirikan sebuah kepengurusan ranting. Hal tersebut dilakukan agar Muhammadiyah memiliki legalitas
yang
jelas
sebagai
sebuah
lembaga
dakwah,
serta
guna
mempermudah aktivitas-aktivitas yang menjadi program kerjanya. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi kultural Muhammadiyah ketinggalan
jauh
dibandingkan
Nahdatul
Ulama.
Meskipun
telah
mengorientasikan dakwahnya pada strategi kultural, yakni dakwah yang dilakukan dengan cara mengikuti tradisi setempat dan berusaha mengubahnya perlahan-lahan, namun tetap saja pihak Muhammadiyah tidak mampu merubah tradisi keagamaan masyarakat tersebut. Hingga hari ini tidak nampak perubahan berarti yang merupakan hasil dari dakwah Muhammadiyah. Malah Muhammadiyah menjadi terbawa arus, apa yang dulu dianggap sebagai penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat) seperti tahlilan dan ziarah kubur, kini bukan sekedar objek dari strategi dakwah kultural saja, tetapi juga telah menjadi tradisi keagamaan masyarakat Muhammadiyah sendiri di kelurahan Sawangan Baru.
Masyarakat yang merupakan kader dari Muhammadiyah cenderung mengikuti saja tradisi masyarakat setempat (yang sebagian besar adalah tradisi khas Nahadtul Ulama), untuk menghindari pertengkaran, di samping menjadi sebuah bentuk kebiasaan turun-temurun yang telah dilakukan oleh para orang tua mereka, yang mayoritas merupakan kader dari Nahdatul Ulama. Majlis tarjih seakan tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu yang dipertikaikan oleh masyarakat muslim.46 Muhammadiyah di kelurahan ini lebih memilih untuk menyamakan tradisi demi perdamaian tersebut.
2. Nahdatul Ulama Berbanding terbalik dengan Muhammadiyah, Nahdatul Ulama
secara struktural
Ranting Sawangan Baru belum terstruktur sebaik
Muhammadiyah. Hal ini ditandai dengan keterlambatan pembentukan kepengurusan ranting serta saling ketidaktahuan mengenai siapa yang menjabat atau apa jabatannya masing-masing, antar anggota Nahdatul Ulama itu sendiri. Kurangnya kepedulian pihak Nahdatul Ulama pada pengukuhan kepengurusan secara struktural boleh jadi menjadi salah satu alasan yang menyebabkan beberapa kadernya berpindah haluan ke Muhammadiyah.
46
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900~1942, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996), Cet.ke-8, h. 92.
Namun apabila ditinjau dari segi kultural, meskipun baru resmi berdiri sebagai sebuah ranting pada tahun 2007 lalu, tapi pihak Nahdatul Ulama yang mayoritas merupakan penduduk asli telah menanamkan fatwanya dengan sangat kuat dalam kehidupan masyarakat setempat, sehingga fatwa-fatwa tersebut telah terbangun menjadi sebuah tradisi yang turun-temurun dan sulit untuk diubah. Meskipun ada beberapa kadernya yang berpindah haluan, termasuk ke Muhammadiyah, namun mayoritas masyarakat Kelurahan Sawangan Baru, baik yang telah berpindah haluan maupun yang tidak menjadi kader organisasi apapun, secara turun-temurun mengerjakan tradisi keagamaan yang diajarkan oleh Nahdatul Ulama.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Perbedaan paling mencolok pada strategi dari kedua organisasi ini, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, ialah lebih kepada penggunaan media dakwahnya. Pada Muhammadiyah strategi dakwah dititikberatkan melalui media pendidikan, sedangkan Nahdatul Ulama lebih pada media mimbar atau pengajian-pengajian.
2. Implementasi strategi dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru kini berorientasi pada strategi dakwah kultural, yaitu strategi di mana kedua organisasi saling menghargai tradisi keagamaan masing-masing dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan tertentu yang dilakukan, baik oleh Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama.
3. Strategi ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan kedua organisasi ini, mengingat bahwa perbedaan yang berujung konflik kerap kali bersumber dari ketidakmampuan untuk menerima perbedaan paham keberagamaan masingmasing
kelompok.
Dengan
memperkuat
strategi
dakwah
kultural,
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama akan menjadi lebih menghargai masingmasing paham keagamaan.
4. Meskipun saling ikut berpartisipasi dalam beberapa kegiatan keagamaan masing-masing, namun baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tidak mengubah paham keorganisasiannya. Dalam artian Muhammadiyah melalui keikutsertaannya
dalam
kegiatan-kegiatan
Nahdatul
Ulama,
tetap
mengupayakan terwujudnya sedikit demi sedikit visi-misi dakwahnya yang mengusung pembaharuan dan pemurnian paham keagamaan yang ada pada tradisi Nahdatul Ulama tersebut. Begitupun sebaliknya, Nahdatul Ulama merangkul para kader Muhammadiyah melalui paham keagamaan yang telah mengakar dalam tradisi masyarakat Kelurahan Sawangan Baru, namun juga tetap menghargai aktivitas dakwah yang dilakukan kalangan Muhammadiyah untuk mengubah tradisi keagamaannya itu.
5. Hampir tidak terdapat benturan dalam aktivitas dakwah yang dilakukan antara kalangan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kepada masyarakat Kelurahan Sawangan Baru. Selain hal tersebut terjadi karena pengaruh pengembangan dan pengaplikasian strategi dakwah kultural, kerukunan kehidupan antara kalangan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di kelurahan ini lebih dipengaruhi oleh keterkaitan hubungan keluarga antarmasyarakat setempat. Sehigga perselisihan paham menjadi suatu problematika diselesaikan secara kekeluargaan.
yang bisa
B. Kritik dan Saran Setelah melakukan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, dengan dibantu dengan sejumlah instrumen penting seperti wawancara dan observasi langsung di lokasi penelitian, maka ditemukan beberapa hal yang perlu untuk dikritisi; meskipun secara keseluruhan, strategi dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama sudah cukup baik yang ditandai dengan keinginan kedua organisasi untuk menitikberatkan dakwahnya pada strategi kultural, guna menghindari terjadinya konflik antarkeduanya, akan tetapi: 1. Optimalisasi aktivitas dakwah melalui strategi dakwah kultural telah menyebabkan baik Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama menjadi menurun kualitasnya pada sisi yang lain.
2. Pada Muhammadiyah, seperti apa yang telah disebutkan sebelumnya, penggunaan strategi dakwah kultural telah menyebabkan kader-kader organisasi ini terbawa arus tradisi Nahdatul Ulama. Sedangkan Nahadtul Ulama tidak mampu sebaik Muhammadiyah dalam mengatur manajemen organisasinya.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan kedua belah pihak: 1. Pemantapan strategi kultural hendaknya diiringi dengan pemantapan struktural keorganisasian. Hal ini berguna untuk memperkuat basis pertahanan kedua organisasi untuk menghadapi hambatan intern maupun ekstern. Jadi bukan
hanya masalah fatwa, tetapi juga ketika legalitas dipermasalahkan, tidak akan ada kesulitan untuk menyelesaikannya.
2. Di samping pemantapan pada segi struktural, kedua organisasi perlu meningkatkan kembali pengembangan pemahaman keagamaan para kader masing-masing.
Hal ini ditujukan untuk menanggulangi pemahaman
keagamaan yang dangkal, sehingga setiap kader tidak berislam dengan tatacara yang sekedar mengikuti tradisi masyarakat setempat ataupun kebiasaan yang turun-temurun dalam keluarga.
3. Meskipun hidup cukup harmonis di Kelurahan Sawangan Baru ini, tapi Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama tidak pernah mengadakan kerjasama yang menyangkut kegiatan-kegiatan keagamaan.
4. Oleh karena itu, agar lebih menjadi contoh yang baik dalam kerukunan hidup antarorganisasi Islam, kedua pihak organisasi sebaiknya menyempatkan untuk mengadakan kerjasama, khususnya bakti sosial yang berorientasi pada pembinaan kesejahteraan masyarakat muslim setempat.
Akhirnya, mengutip dari sebuah literatur,” apapun nama dan bentuk gerakan Islam, kapan dan di mana saja, pada hakikatnya merupakan suatu usaha perwujudan dakwah islamiyah sebagai tindak lanjut dari Risalah para Rasul yang pada intinya adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Usaha tersebut dalam rangka menumbuhkan perkara yang ma’ruf di samping juga mengikis serta membendung segala bentuk kemungkaran”.47 Semoga apapun strategi dakwah yang digunakan dan materi dakwah apapun yang disampaikan, baik oleh kader Muhammadiyah maupun kader Nahadatul Ulama Ranting Sawangan Baru, mampu menjadi penuntun yang membantu masyarakat muslim untuk senantiasa melakukan pekerjaan yang ma’ruf serta terhindar dari segala yang munkar. Di samping itu tentunya dimensi kehidupan yang bernuansa keislaman juga diharapkan mampu menuntun kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya di segala aspek kehidupan lainnya.
47
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel,, (Prinsip dan Strategi Dakwah), op.cit, hlm. 57.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amarullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, PLP2M, Yogyakarta: 1985. Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, Jilid 2, Kajian Kritis Terhadap Metode Dakwah Rasulullah, Pustaka Thariqul Izzah, Jakarta: 2003. Amsyari, Fuad, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, Mizan, Bandung: 1990. A. Muis, Komunikasi Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001. Arifin, H.M., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Bumi Aksara, Jakarta: 2000. Efendi, Uchyana, Onong,
Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung: 1992. Ensiklopedia Indonesia, Edisi Khusus, Jilid 4 KOM-OZO, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta: 1989. Fathoni, Khorul, Muhammad Zen, NU Pasca Khittah, Prospek Ukhuwah Dengan Muhammadiyah, Media Widya Mandala, Yogyakarta: 1992. Hadari, Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, Gajah Mada University Perss, Yogyakarta: 2003. Hasanuddin, H., Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah Di Indonesia), PT. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta: 1996. Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, Gema Insani Perss, Jakarta: 1998. Hasil Mukernas IV Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama, Potret Gerakan Dakwah NU, PP LDNU Publishing, Yogyakarta: 2007.
Hidayat, Nur, Dakwah dan Politik Muhammadiyah, Skripsi Mahasiswa Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam, universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta: 1996. Jainuri, Achmad, Kumpulan Tulisan, Muhammadiyah Kini dan Esok, Pustaka Panji Mas, Jakarta: 1990. Kumpulan Tulisan, Muhammadiyah Kini dan Esok, Pustaka Panji Mas, Jakarta: 1990. Madjid, Nurcholish, Islam, Doktrin & Peradaban, sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta: 1992. Mahmud, Ahmad, Dakwah Islam, Jilid 2, Kajian Kritis Terhadap Metode Dakwah Rasulullah, Pustaka Thariqul Izzah, Jakarta: 2003. Moleong, Dr. Lexy J., M. A., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Munir, M., Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Prenada Media, Jakarta: 2006. Muis, A., Komunikasi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001. Muzadi, Abdul Muchith, Mengenal Nahdatul Ulama, Cetakan Keempat, Khalista, Surabaya: 2006. Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam, sejarah Pemikiran Dalam Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta: 1992. Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900~1942, Pustaka LP3ES, Jakarta: 1996. Nuh, Muhammad, Sayid, Dakwah Fardiyah, Pendekatan Personal Dalam Dakwah, Era Intermedia, Solo: 2000.
Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel,, Prinsip dan Strategi Dakwah, Pustaka Setia, Bandung: 2001. Rahmad, Dadang, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Pustaka Setia, Bandung: 2000. Safwan, Mardanas, Sutrisno Kutoyono, KH. Ahmad Dahlan, PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta: 2001. Siagian, S.P., Manajemen Modern, Masa Agung, Jakarta: 1994. Simandjuntak, John. P., Z. Bambang Darmadi, Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Jarot Priyogutumo, Public Relations, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2003. Situs Resmi Organisasi Muhammadiyah Situs Resmi Organisasi Nahdatul Ulama Soehartono, Irawan, Metodologi Penenlitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Rosdakaraya, Bandung: 2004. Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya: 1983. Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, LPFE UI, Jakarta: 1997. Tim Redaksi Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Profil Nahdatul Ulama, Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Jakarta. Tim Redaksi Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Buletin Risalah Nahdatul Ulama, Edisi 7 & 9Tahun Kedua, Jakarta: 2008. Tim Redaksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Profil Muhammadiyah 2005, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta: 2005.
Tutik, Triwulan, Jonaedi Efendi, Membaca Peta Politik Nahdatul Ulama, Sketsa Politik Kiai & Perlawanan Kaum Muda NU, Lintas Pustaka, Jakarta: 2008. Wahyuni, Sri, Agustinus, Manajemen Strategik; Pengantar Proses Berpikir Strategik, Binarupa Aksara, Jakarta: 1996.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Hasil Wawancara Dengan Pihak Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru
Interviuwee
: Ust. H. Heri Husaeri
Jabatan
: Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama Ranting Sawangan
Baru Pekerjaan
: Guru Yayasan Pondok Pesantren Al-Qarimiyah
Tanggal Wawancara : Senin, 1 September 2008 Tempat Wawancara
: Rumah Bpk. H. Heri Husaeri Jl. Jati, Sawangan-Depok
1. Tolong Bapak jelaskan, bagaimana sejarah pengembangan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru sampai berdirinya sebuah ranting? Jawab: Sebetulnya untuk pengembangan NU di Sawangan baru tidak terlalu sulit ya, karena memang dari dasar awalnya NU itu sudah berdiri. Jadi, pada awalnya memang belum ada kepengurusan ranting. Nnamun setelah ada kepengurusan Depok kemudian juga
kecamatan, yang akhirnya
terbentuklah ranting. Jadi tidak sulit karenmemang orang-orangnya sudah NU dari sejak dulu, jadi ga terlalu nyari-nyari anggota atau nyarinyari pengurus dulu. Kita tinggal manggil-manggil orang, kemudian ayo lita bentuk yang sudah dibentuk dari kecamatan.
2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam aktivitas dakwah Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru? Jawab: Untuk Sawangan baru khususnya Sawangan kita ini ya, hambatannya sih tidak terlalu banyak, karena banyaknya pendatang-pendatang baru pindah ke Sawangan gitu ya. Dari Jakarta pindah ke daerah Sawangan dan beberapa daerah-daerah lainnya, yang mereka sendiri mungkin kan latarbelakngnya beda-beda. Ada myngkin yang NU atau mungkin Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Jadi untuk daerah kita ini gitu ya, masih bisa terkendali untuk kegiatan-kegiatan dakwah dengan sistem NU itu sendiri.
3. Bagaimana Nahdatul Ulama menilai aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah? Jawab: Ya, kalau bagi kita di sini, ya pada dasarnya dakwahnya masih umumumum saja. Sebab Muhammadiyah yang ada di lingkungan kita itu juga kebanyakan masih keluarga. Ya memang ada sih ajakan-ajakan, mungkin misalnya perbedaan dalam tahlilan. Tapi ga ada masalah, ya silahkansilahkan saja. Karena memang ya keluarga kita juga.
4. Apakah ada kekhawatiran yang dirasakan NU dalam menanggapi perkembangn dakwah Muhammadiyah? Jawab: Oh, kita ga ada. Soalnya kenapa. Dasar NU-nya di hati mereka itu sudah melekat dari sejak awal. Terkecuali memang pada anak-anak muda yang terpengaruh pada ajaran-ajaran baru. Tapi saya rasa pengurusnya itu dominan, artinya dominan bisa mempertahankan itu. Jadi kita ga ada kekhawatiran mereka nanti ikut. Mungkin kalau tradisi, misalnya mereka ada acara dan sebagainya, kita ikut itu biasa ya.
5. Apa yang diharapkan oleh pihak Nahdatul Ulama terhadap aktivitas dakwah Muhammadiyah? Jawab: Yang diharapkan itu ya, kan begini, terjadinya perselisihan antar Islam itu kan karena pemahaman yang minim. Kan kadang-kadang setiap orang menganggap dirinya itu yang paling benar. Kalau kita, ga merasa kalau kita tuh paling benar. Dan kita kepngennya Muhammadiyah juga begitu, juga tidak merasa dirinya yang paling benar. Namanya manusia ka nada kekurangan ada kesalahan. Artinya kenapa ada yang merasa dirinya paling benar, yak arena kurangnya pemahaman terhadap agama. Makanya kalau kita ini, keluarga kita yang Muhammadiyah kalau betul tinggi pemahaman agamanya, ya kita ga ada kekhawatiran. Begitu juga sebaliknya, kalau yang NU tinggi paham agamanya, ya ga ada yang perlu dikhawatirkan.
6. Bagaimana kriteria da’i yang ideal dalam perspektif Nahdatul Ulama? Jawab: Kalau saya sih berpendapat, da’i yang efektif yang mereka itu memahami ilmu dan memahami strategi dakwah dilingkungan masyarakat setempat. Kadang-kadang ilmu saja dia kuasai tanpa memahami strategi dakwah di lingkungan masyarakat akhirnya kan pemaksaan, atau dia memahami lingkungan masyarakat, tapi tanpa ilmu juga kan kurang berdalil, dalilnya jadi kurang kuat.
7. Bagaimana metode dakwah yang ideal dalam perspektif Nahdatul Ulama? Jawab : Kalau metodenya sih tinggal kita liat siapa yang akan kita sampaikan, gitu kan. Kalau memang orang tua, bapak-bapak dan ibu-ibu, kita paling metode biasa, artinya dengan nasehat ceramah kemudian dengan contoh dan lain sebagainya. Tapi kalau di sini anak muda biasa sudah pakai sistem diskusi tentang keislaman. Kan ada majlis taklim tiap-tiap mushola, ada juga majlis taklim gabungan setiap RW, ada juga majlis taklim yang, apa namanya, gabungan dari pengajian-pengajian. Kadangkadang juga pakai sistem kerja amal, tu misalnya dia bikin bazar kemudian mendatangkan barang murah. Cuma pengajian itu juga ada dua, ada yang ngaji Al Qur’an-jadi baca Qur’an gitu ya, ada yang pengajiannya itu pengajian kitab-kitab Islam.
Hasil Wawancara Dengan Pihak Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Interviuwee
: Baharuddin Rahman, S.Ag.
Jabatan
: Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Pekerjaan
: Guru Yayasan Pondok Pesantren Darul Arqom
Tanggal Wawancara : Senin, 1 September 2008 Tempat Wawancara
: Rumah Bpk. Baharuddin Rahman, S.Ag. Jl. Abdul Wahab, Sawangan-Depok
1. Bagaimana sejarah pengembangan Muhammadiyah di Kelurahan Sawangan Baru sampai berdirinya sebuah ranting? Jawab: Jadi orang tua, kalau cerita orang tua ya, orang tua itu cerita tatkala masuk sini kan banyak PKI, pendaftaran anggota-anggota PKI. Kemudian orang tua datang kemari ini masih banyak dari ibadah-ibadah yang istilahnya ikut campurlah dengan Hindu. Karena memang Sawangan ini tempat transit Cirebonm Banten, trus ingin ke, mana, ke Jakarta. Jadi berbagai macam efek masuk ke sini. Seperti budaya, terutama juga Jawa masuk ke sini, sehingga ibadah-ibadah tercampur. Nah kalau latar belakang pendiri-pendiri memang masuk ke sini ingin mengadakan suatu peribadatan yang murni gitu, yang murni tidak tercampur dengan sesuatu yang memang dia tidak diketahui terutama taklidnya kan. Bagaimana taklid? Banyak orang ibadah tapi dia tidak mengetahui dasarnya, kemudian orang beribadah bid’ah, sesuatu yang dicontohkan
Rasul kemudian dia ibadahi. Makanya orang tua pendiri, ini sangat berat, sampai berhenti itu tidak terlalu besra, ya klesnya dengan NU di tahun 2000an ini lah. Tadinya itu masih sangat kental.
2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam aktivitas dakwah Muhammadiyah di Kelurahan Sawangan Baru? Jawab: Sebetulnya dakwah itu tergantung kita ya, semua harus dimengerti oleh warga kader Muhammadiyah juga. Sebenarnya Muhammadiyah tuh bukan organisasi saja, yaitu Muhammadiyah yang betul-betul sebagai pengikut
Nabi
Muhammad,
dan
Muhammadiyah
secara
lebih
organisatoris, sehingga untuk dakwah yang sebetulnya itulah maka kita kembalikan hari ini kepada dakwah kultur. Jadi kita tidak mengambil perbedaannya. Kalau tahun-tahun kemarin kan kita dakwah yang kita lihat adalah perbedaannya, sehingga yang terjadi adalah benturan-benturan. Nah hari ini yang kita lihat bukan gitu, karena ya musuh besar kita hari ini adalah, bagaimana mengislamkan orang lain. Setelah mereka Islam, sadar, bagaiman kita jauhkan mereka dari bid’ah, tahayyul, churafat, itu yang paling penting dan saya rasa tantangannnya hari ini.
3. Bagaimana Muhammadiyah menilai aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Nahdatul Ulama? Jawab: Kalau NU pakai ciri khas ya, cirri khas dakwah panggung, itu ciri dakwah, khas NU. Sama halnya kemudian dengan metode salafiyah.
Dalam artian temponya yang dulu, kepesantrenan, itu NU. Kalau kita Muhammadiyah, bukan berarti kita mengabaikan, Muhammadiyah itu cara dakwahnya berkelanjutan gitu. Misalnya kalau saya ngaji, hari ini baca apa, nanti apa, itu lain-lain. Tapi kalau untuk kader itu ada temanya, jadi apa yang belum dibahas dan belum dipahami. Sehingga si kader ini nantinya akan menjadi mengerti. Kita juga tidak ada yang seperti di NU, bahwa kiai itu adalah sentral, kemudian silabusnya kita tarjih yang kita sampaikan, itu pun tidak mesti kiai yang menyampaikan. Karena di Muhammadiyah tidak ada kiai kecuali Kiai Ahmad Dahlan. Jadi ya kader yang senior saja, mereka yang nantinya harus mengkader yang muda-muda.
4. Apakah ada kekhawatiran yang dirasakan Muhammadiyah dalam menanggapi perkembangn dakwah Nahdatul Ulama? Jawab: Kita Muhammadiyah di Sawangan ini tidak ada masalah sedikit pun ya dengan perkembangan dakwah Nahdatul Ulama. Karena yang kami khawatirkan bukan NU yang lebih banyak, tapi kristenisasi yang lebih banyak, itu yang saya khawatirkan. Kalau NU jadi lebih besar, atau Muhammadiyah jadi lebih besar, ya ga masalah. Jadi kita tidak terpengaruh dengan mana yang lebih besar, paling oknum-oknum saja. Misalnya kader-kader yang keras, itu masih ada aja. Tapi yang bersinggungan
dengan
masyarakat
berarti
dia
bukan
kader
Muhammadiyah. Kalau ada kader Muhammadiyah yang bersinggungan, berarti dia keblinger dengan Muhammadiyahnya.
5. Apa yang diharapkan oleh pihak Muhammadiyah terhadap aktivitas dakwah Nahdatul Ulama? Jawab: Kalau kita harap, NU berdakwah sesuai dengan apa yang dimusyawarahkan dan itu baik untuk Islam. Muhammadiyahnya juga mengerjakan apa yang sudah dimuktamarkan. Jangan bicarakan masalah persinggungan saja. Orang-orang sudah jauh ke mana, kita masih membahas yang itu-itu saja. Kalau sekarang kan sudah muncul JIL, dan lain sebagainya, itu harus kita cancel. Nah, Muhammadiyah dengan NU sebagai organisasi tertua di Indonesia, kalau kita bersinggungan terus, nanti habis kadernya. Jadi yang kita harapkan
masing-masing
berjalan.
Muhammadiyah
dengan
Muhammadiyahnya, NU dengan NU-nya. Teruskan saja kaderisasinya, nanti kita bertemu pada satu titik. Itu saja.
6. Bagaimana kriteria da’i yang ideal dalam perspektif Muhammadiyah? Jawab: Kalau kita lihat da’i, ga banyak sih syararnya. Kalau dia bicara, yang penting harus dia kerjakan sendiri. jadi ga mesti dia harus seorang guru kiai ataupun sebagainya, seorang tukang pun bisa di sini. Jadi kriteria dia melaksanakan apa yang didakwahkan. Rasul sendiri kan tidak mencirikan. Jadi kalau misalnya ada hari ini yang mencirikan, ya jangan dulu. Jadi ya siapa yang berhak, siapa yang mau, siapa yang mampu, dan dia bisa praktekkan.
Nah,
bagaimana
caranya
mengetahuinya,
kita
ini
kan
hidup
bermasyarakat, jadi kita bisa lihat. Kalau dia tidak bisa mmpraktekan apa yang dia sampaikan, nah ini yang sulit. Tapi kalau syarat umumnya, ya minimal dia seperti apa yang menjadi syarat imam shalatnya, ya dia memahami Al Qur’an dan Hadits. Paham shiroh-nya, paham manhajnya. tapi kalau ideal, ya yang ideal cuma Rasul.
7. Bagaimana metode dakwah yang ideal dalam perspektif Muhammadiyah? Jawab: Metode dakwah yang ideal ya itu tadi, kita kembali kepada kultur, tapi bukan kita mengikuti ya. Kita kembali kepada kultur, agar tidak terjadi pertentangan. Kalu kita mau berjalan di atas air, ya kit ikuti saja alirannya. Ya kalau di masyarakat tradisinya begini, ya kita ikuti saja, sambil sedikit-sedikit kita beri pemahaman. Dalam artian, sarana boleh berubah, tapi hatinya, tauhid dan aqidahnya tidak boleh berubah. Sehingga kalau Rasul, apa yang dibangun oleh Rasul, tauhidnya aja dulu sama aqidahnya dulu. Kalau aqidahnya sudah kuat, baru yang lain-lain; puasanya, zakatnya, shalatnya, dan sebagainya. Jadi apa yang harus hari ini kita antisipasi agar tidak bersinggungan dengan masyarakat umum, kembali kepada aqidahnya, kembali ke tauhidnya. Kalau kita bicarakan fur’iyyah hari ini, misalnya paham Muhammadiyah shalatnya “allahumma bait …”, itu saja yang kita bicarakan, maka akan terjadi persinggungan. Jadi maksud dakwah kultur adalah dakwah kepada akidah dan tauhid.
DAFTAR FOTO
1.1. Bersama Bpk. H. Heri Husaeri
1.2. Bersama Bpk. Baharuddin Rahman
1.3. Bersama Guru PonPes Darul Arqam Muhammadiyah
4.1. Bersama Santri PonPes Al Karimiyah Yayasan Nahdatul Ulama
4.2. Bersama Salah Satu Mudabbiroh (Senior Pengurus)
4.3. Bersama Santri PonPes Darul Arqam Muhammadiyah
5.1. Para Santri Pulang Dari Shalat Jum’at
5.2. Menunggu Waktu Shalat Berjamaah Dengan Santri
5.3. Tadarrus Bersama
2.1. Masjid Al-Aula Masjid ini yang dulunya hampir menjadi sumber konflik antara kader Nahdatul Ulama dengan kader Muhammadiyah, di Kelurahan Sawangan Baru
2.2. Sekretariat DKM Masjid Al-Aula
3.3. Pondok Pesantren Al Karimiyah Yayasan Nahdatul Ulama
3.4. Asrama Puteri Pondok Pesantren Al Karimiyah
3.1. Pondok Pesantren Darul Arqam Yayasan Muhammadiyah
3.2. Asrama Putera Pondok Pesantren Darul Arqam
6.1. TK dan TPA Aisyiyah
6.2. TK dan TPA Aisyiyah