1 PERBANDINGAN SISWA SMP YANG TINGGAL DI DESA DENGAN DI KOTA DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITATIF DAN KEERATAN KELUARGA
INDAH FERBIANI RIYADI Progam Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pola asuh otoritatif dan keeratan keluarga antara siswa SMP yang tinggal di desa dengan siswa SMP yang tinggal di kota. Variabel X penelitian adalah tempat tinggal dan variabel Y1 adalah pola asuh otoritatif, sedangkan Y2 adalah keeratan keluarga. Subjek yang digunakan sebanyak 100 orang yang terdiri dari 50 siswa SMP Nasional KPS Balikpapan dan 50 siswa SMP 5 Lawe-Lawe, Kalimantan Timur. Teknik pengambilan sampel purposive sampling.Penelitian menunjukkan bahwa uji asumsi telah terpenuhi, yaitu pada variabel pola asuh otoritatif dan variabel keeratan keluarga memiliki data yang terdistribusi normal dan variansi antar kelompoknya bersifat homogen. Analisis data menggunakan teknik statistik Between-Subjects two-sample t-test, dengan bantuan program statistik SPSS 20 for Macintosh. Dari hasil analisis data diperoleh nilai thasil pada variabel pola asuh otoritatif adalah 4,909 dan pada variabel keeratan keluarga sebesar 2,708 lebih besar dari ttabel1,984. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan pada pola asuh otoritatif dan keeratan keluarga antara siswa SMP yang tinggal di desa LaweLawe dengan di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Selain itu, didapatkan hasil bahwa jumlah orang tua yang memakai pola asuh otoritatif di kota Balikpapan lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua yang di desa Lawe-Lawe dan keeratan keluarga di desa Lawe-Lawe lebih erat dibandingkan dengan keluarga di kota Balikpapan.
Kata Kunci: Pola Asuh Otoritatif, Keeratan Keluarga, Remaja, Desa dan Kota.
2 COMPARISON IN AUTHORITATIVE PARENTING STYLE AND FAMILY CLOSENESS AMONG JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS WHO LIVES IN THE VILLAGE AND THE CITY
ABSTRACT
This study aims to determine whether there are differences in authoritative parenting style and family closeness among junior high school students who live in the village with junior high school students who live in the city. The variable X is a place where the students live and study, variables Y1 is an authoritative parenting style, while Y2 is family closeness. The research subjects are 100 people consisting of 50 junior high school students of National KPS Balikpapan and 50 junior high school students of SMPN 5 Lawe-Lawe, East Borneo. Researcher use purposive sampling as our technique sampling .The research shows that the data in the test are normally distributed whether in variable authoritative parenting style and variable family closeness and also the inter-group variance is homogeneous. Analysis Data used statistical techniques that calledBetween-Subjects two-sample t-test with the help of statistical program SPSS 20 for Macintosh. From analysis, the data showed that tresult of authoritative parenting is 4.909 and for family closeness is 2.708 which is higher than ttabel1.984. The data suggests that there are differences in authoritative parenting style and family closeness among junior high school students who live in Lawe-Lawe with Balikpapan, East Borneo. The Parents who live in Balikpapan use Authoritative parenting style more than the parents who live in Lawe-Lawe and Family who lives in Lawe-Lawe has the closeness more than Family who lives in Balikpapan.
Keywords : Authoritative Parenting Style, Family Closeness, Adolescence, Village and City
3 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa (Rejeki, 2007). Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok, karena bagi remaja pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang penting.Beberapa ahli teori menyatakan bahwa budaya kawan-kawan sebaya dapat mempengaruhi remaja untuk menyepelekan nilai-nilai kendali orang tua terhadap mereka.Kawan-kawan sebaya dapat memperkenalkan remaja kepada alkohol, minuman keras, kenakalan, serta bentuk-bentuk lain dari perilaku yang dianggap maladaptif oleh orang dewasa (Santrock, 2007). Penelitian yang dilakukan di Jakarta (Jatmiko, 2010), terdapat 30 responden yang diteliti mengenai kenakalan yang pernah mereka lakukan.Responden berusia 13-21 tahun yang berjumlah 27 untuk responden laki-laki dan tiga untuk responden perempuan.Kenakalan yang diteliti pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kenakalan biasa meliputi berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit, berkelahi dengan teman. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan meliputi mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri, minum minuman keras, selain itu terdapat juga kenakalan khusus seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan. Terdapat lima (16,67%) responden yang melakukan kenakalan biasa, dua (6,67%) responden yang melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran kejahatan, dan 23 (76,67%) yang melakukan kenakalan khusus. Selain itu juga Jatmiko juga meneliti hubungan antara interaksi keluarga dengan tingkat kenakalan remaja di Jakarta. Mereka yang berhubungan dekat dengan lingkungan keluarganya berjumlah delapan responden (26,6%), kurang dekat 12 responden (40%), dan tidak dekat 10 responden (33,4%). Data menunjukkan bahwa bagi keluarga yang kurang dan tidak dekat hubungannya mempunyai kecenderungan memiliki anak yang melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat, yaitu kenakalan khusus.Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari keluarga yang interaksinya kurang atau tidak dekat. Masa remaja adalah masa dimana orang tua tetap memberi pengaruh utama dalam sebagian besar kehidupan, namun bagi sebagian remaja, teman sebaya dianggap lebih berperan penting dibandingkan dengan masa kanak-kanak (Wong, 2009).Gaya pengasuhan orang tua menjadi faktor penting dalam kedekatan hubungan orang tua dengan anak. Pendekatan tipologi menganggap bahwa gaya pengasuhan yang paling baik adalah yang
4 bersifat otoritatif, yaitu orang tua mengarahkan perilaku secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Para remaja menyatakan memiliki kedekatan yang berbeda-beda dengan orang tua.Kedekatan hubungan anak dengan orang tua juga dapat menunjukkan seberapa erat atau kuat hubungan keluarga tersebut. Keeratan keluarga di desa dengan di kota berbeda. Kebanyakan orang tua di daerah perkotaan bekerja di perkantoran sehingga waktu yang diberikan untuk anaknya lebih sedikit, hubungan antara anggota keluarga satu dengan yang lainnya tidak erat, sedangkan di pedesaan pada umumnya mata pencaharian mereka adalah bertani, kebanyakan dari remaja membantu orang tua bertani sehingga remaja lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan orang tuanya dibandingkan dengan remaja di perkotaan (Kartika, 2007). Selain itu, di daerah perkotaan yang memiliki ekonomi berkecukupan biasanya menanamkan pola asuh lebih demokratis (otoritatif), sedangkan pada keluarga di pedesaan biasanya memakai pola asuh yang bersifat otoritatif dan permisif
(Betsy,
Rustiyarso & Rivaei, 2011). Penulis akan melakukan penelitian mengenai “perbandingan Pola Asuh Otoritatif dan Keeratan Keluarga Pada Siswa yang Tinggal di Desa dengan di Kota”. Hipotesis Penelitian H1 : Terdapat perbedaan dalam pola asuh otoritatif dan keeratan keluarga pada siswa SMP yang tinggal di desa dan di kota. H2 : Keeratan keluarga siswa SMP di desa lebih tinggi dibandingkan dengan di kota H3 : Pola asuh otoritatif siswa SMP di kota lebih tinggi dibandingkan dengan pola asuh otoritatif di desa TINJAUAN PUSTAKA Remaja Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, masa ini diakui sebagai masa yang penting dalam rentang kehidupan, suatu masa perubahan, usia bermasalah dimana individu mencari identitas dan ambang dewasa (Rejeki, 2007). Remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perkembangan kehidupan manusia, seseorang berada dalam masa transisi. Satu sisi mereka bukan lagi anak-anak, tetapi di sisi lain mereka juga belum dewasa. Prespektif tentang remaja kini tidak lagi terfokus pada tahapan statis berdasar rentang usia, namun lebih terorientasi pada proses transisi yang terjadi. Secara empiris banyak ditemui variasi individual kondisi remaja yang diklasifikasikan dalam usia kronologis yang sama (Dahesihsari, 1996).
5 Pola Asuh Otoritatif Menurut Chadler (Rachmad, 2011) pola asuh ini memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan kasih sayang, keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orang tua terhadap anak, serta mendorong pada kemandirian. Orang tua yang menerapkan pola asuh seperti ini memiliki sifat yang sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada anak tetapi tetap memberi batasan untuk mengarahkan anak menentukan keputusan yang tepat dalam hidupnya. Pendekatan tipologi menganggap bahwa gaya pengasuhan yang paling baik adalah yang bersifat otoritatif. Orang tua mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Orang tua mendorong anak untuk mematuhi aturan dengan kesadaran sendiri, namun di sisi lain, orang tua bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan anak. Orang tua menghargai anak dan kualitas kepribadian yang dimilikinya sebagai keunikan pribadi (Lestari, 2012). Keeratan Keluarga Keeratan keluarga merupakan kualitas relasi di dalam keluarga yang memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan (well-being). Defrain dan Stinnett (Lestari, 2012) mengindentifikasi enam karakteristik bagi keluarga yang kukuh, sebagai berikut : (1) memiliki komitmen, (2) terdapat kesediaan untuk mengungkapkan apresiasi, (3) Terdapat waktu berkumpul bersama, (4) Mengembangkan spiritualitas, (5) Menyelesaikan konflik serta menghadapi tekanan dan krisis dengan efektif, (6) memiliki ritme. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel independen (bebas) yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah tempat tinggal yang terbagi menjadi desa dan kota, sedangkan variabel dependen (terikat) adalah pola asuh otoritatif dan keeratan keluarga Subjek Penelitian Subjek penelitian terdiri atas 100 orang, dimana 50 siswa SMP di desa Lawe-Lawe dan 50 siswa SMP di kota Balikpapan. Alat Ukur 1. Pola Asuh Otoritatif Pola asuh otoritatif dalam penelitian ini diukur dengan skala yang mengacu pada dimensi pola asuh otoritatif milik Chadler (Lestari, 2012), yaitu intensitas tinggi akan kasih sayang, keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orang tua terhadap anak, serta mendorong pada kemandirian. Skala pola asuh otoritatif terdiri atas 40 aitem penyataan yang nantinya setelah
6 uji coba akan disaring menjadi 20 aitem pernyataan dengan sistem skor skala Likert (4 pilihan alternatif respon skala). Proses analisis aitem serta uji reliabilitas pada saat uji coba skala menghasilkan koefisien Cronbach Alphasebesar 0,969 dengan 38 aitem yang lolos (standra rit > 0,30). Sebanyak 2 aitem yang gugur kemudian dihilangkan dalam skala penelitian yang sebenarnya.Hal tersebut berarti bahwa skala pola asuh otoritatif tergolong reliabel (standar reliabilitas > 0,60). 2. Keeratan Keluarga Skala keeratan keluarga dalam penelitian ini menggunakan karakteristik miliki Defrain dan Stinnet (Lestari, 2012). Skala keeratan keluarga terdiri atas 60 aitem pernyataan yang nantinya setelah uji coba akan disaring menjadi 30 aitem pernyataan dengan sistem skor skala Likert (4 pilihan alternatif respon skala). Proses analisis aitem serta uji reliabilitas pada saat uji coba skala menghasilkan koefisien Cronbach Alphasebesar 0,979 dengan 57 aitem yang lolos (standar rit > 0,30) dan 3 aitem gugur kemudian dihilangkan dari skala penelitian sebenarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala kecerdasan emosional na reliabel (standar reliabilitas > 0,60). Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Between-subjects twosample t-test. HASIL 1. Berdasarkan hasil T-test yang dihasilkan oleh peneliti adalah thasil> ttabel (4,909 > 1,984), hal ini berarti terdapat perbedaan dalam pola asuh otoritatif antara siswa SMP yang tinggal di desa dengan di kota. 2. Dari uji hipotesis, dapat diketahui bahwa rata-rata orang tua siswa yang tinggal di kota (63,12) lebih banyak menggunakan pola asuh otoritatif dibandingkan dengan siswa yang tinggal di desa (55,88). 3. Berdasarkan hasil T-test yang dihasilkan oleh peneliti adalah thasil> ttabel (2,708 > 1,984), hal ini berarti terdapat perbedaan dalam keeratan keluarga pada siswa yang tinggal di desa dengan di kota. 4. Dari uji hipotesis, dapat diketahui bahwa rata-rata orang tua siswa yang tinggal di desa (95,70) memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan siswa yang tinggal di kota (89,80).
7 DISKUSI Pendekatan tipologi yang dipelopori oleh Baumrind menganggap bahwa gaya pengasuhan yang paling baik adalah yang bersifat otoritatif. Karena pada pola asuh ini orang tua mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan (Lestari, 2012). Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan pola asuh otoritatif pada siswa SMP yang tinggal di desa dengan di kota dengan nilai nilai Thasil pada pola asuh otoritatif adalah 4,909 dimana nilai tersebut lebih besar dari pada nilai Ttabel dengan jumlah 1,984. Jika nilai Thasil lebih besar daripada nilai Ttabel, maka terdapat perbedaan pada variabel pola asuh otoritatif pada siswa SMP yang tinggal di desa dengan di kota. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata orang tua yang tinggal di kota lebih banyak memakai pola asuh otoritatif dibandingkan dengan orang tua yang tinggal di desa (63.12 > 55.88). Perbedaan ini didukung pula oleh pernyataan Baumrind yang mengatakan bahwa setiap orang mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri dan latar belakang yang sering kali sangat jauh berbeda.Entah itu latar belakang keluarga lingkungan tempat tinggal atau pengalaman pribadinya.Perbedaan ini sangat memungkinkan pola asuh yang berbeda terhadap anak (Hale, 2008). Perbedaan pola asuh otoritatif yang ditanamkan di desa dan di kota terjadi karena suatu keluarga memiliki latar belakang yang berbeda seperti yang Baumrind katakan. Penelitian ini didapatkan hasil dari T-Test bahwa terdapat perbedaan pada keeratan keluarga pada siswa SMP yang tinggal di desa dengan di kota. nilai T hasil pada keeratan keluarga adalah 2,708 dimana nilai tersebut lebih besar dari pada nilai Ttabel dengan jumlah 1,984. Jika nilai Thasil lebih besar daripada nilai Ttabel, maka terdapat perbedaan pada variabel keeratan keluarga pada siswa SMP yang tinggal di desa dengan di kota. Selain itu, perbedaan antara siswa SMP yang tinggal di desa dengan yang di kota dapat juga dilihat dengan menggunakan nilai rata-rata yang berfungsi untuk mengetahui kelompok mana yang lebih memiliki hubungan keluarga yang erat. Diperoleh kesimpulan dari hasil analisis data bahwa keeratan keluarga siswa SMP yang tinggal di desa lebih erat dibandingkan dengan siswa SMP yang tinggal di kota (95,70 > 89,80). Hal ini didukung pula oleh teori yang menyatakan bahwa keluarga tinggal di kota mempunyai hubungan yang tidak terlalu erat karena mereka jarang berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya, konflik pun jarang terjadi dikarenakan jarangnya komunikasi tersebut. Anggota keluarga biasanya hanya berbicara dan berdiskusi jika ada suatu hal yang sangat penting untuk dibicarakan (Arced & Alvarez, 1983). Sedangkan di pedesaan pada umumnya
8 mata pencaharian mereka adalah bertani, kebanyakan dari remaja membantu orang tua bertani sehingga remaja lebih banyak menghabiskan waktu mereka dan lebih sering berkomunikasi dengan orang tuanya dibandingkan remaja di perkotaan sehingga hubungan mereka lebih erat dibandingkan dengan remaja perkotaan (Sylvia, 2012). Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari penelitian perbandingan pola asuh otoritatif pada siswa yang tinggal di desa dengan di kota, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian sebagai berikut: 1. Dari uji hipotesis, dapat diketahui bahwa rata-rata orang tua siswa yang tinggal di kota (63,12) lebih banyak menggunakan pola asuh otoritatif dibandingkan dengan siswa yang tinggal di desa (55,88). 2. Dari uji hipotesis, dapat diketahui bahwa rata-rata siswa yang tinggal di desa (95,70) memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan siswa yang tinggal di kota (89,80). 3. Terdapat perbedaan pola asuh otoritatif dengan nilai sebesar 4,909 dan keeratan keluarga dengan nilai sebesar 2,708 antara siswa SMP yang tinggal di desa dengan di kota. Nilai yang didapat lebih besar dibandingkan nilai ttabel dengan nilai 1,984. DAFTAR PUSTAKA Betsy D, Rivaei W, Rustiyarso . (2011). Pola Asuh Anak Pada Keluarga Petani Desa Mangat Baru Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang. Jurnal tidak diterbitkan.Pontianak : Universitas Tanjungpura Dahesihsari, R. (1996). Keluarga Sebagai Pondasi Ketahanan Remaja Dalam Menanggulangi Masalah. Jurnal tidak diterbitkan.Jakarta : Universitas Atmajaya. Jatmiko,
S.
(2010).
Genk
remaja:
anak
haram
sejarah
ataukah
korban
globalisasi.Yogyakarta : kanisius. Kartika, A. (2007).Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Penyesuaian Sosial Siswa SMA Negeri Se-Kota Blitar.Skripsi tidak diterbitkan.Malang : Universitas Negeri Malang. Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga : Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta : Kencana. Rachmad, R. R. B. (2011).Penerapan Variasi Pola Asuh Orang Tua Tunggal (Single Parent) Dalam Membiasakan Perilaku Religius Anak di Dusun Kecapangan Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto.Skripsi tidak diterbitkan.Malang :Universitas Islam Negeri Malang.
9 Rejeki, S. A. (2007).Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga dengan Pemahaman Moral pada Remaja.Skripsi tidak diterbitkan.Jakarta : Universitas Gunadarma. Santrock. (2007). Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.