Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 633 (2002): 1-12
PERBANDINGAN RUMUS-RUMUS EMPIRIS DALAM PENDUGAAN VOLUME DOLOK KERUING (Dipterocarpus spp.)
(COMPARISON OF EMPIRICAL FORMULAS IN ESTIMATING THE LOG VOLUME OF KERUING (Dipterocarpus spp.))
Oleh/by : Haruni Krisnawati
SUMMARY A database of measurements of 130 logs from keruing trees (Dipterocarpus spp.) in the forest area in Sampit, Central Kalimantan was used to compare the performance of formulas, namely the Newton, Huber, Smalian, Brereton, Bruce, Patterson, and Centroid for estimating the log volume. The aim of this research was to obtain the best empirical formula for estimating the log volume of keruing based on the accuracy and precision. The results indicated that the Centroid formula showed the lowest bias as well as smaller tolerance interval that those of others. From the three formulas which apply measurement of log diameter at each end of the log, namely the large and small end diameters, the Brereton formula was more accurate and precise than that of the Smalian and Bruce. Further, a correlation analysis indicated that there was a significant relationship between the large end diameter and bias in estimating the log volume.
Kata kunci (keywords): rumus empiris, volume, keruing (empirical formula, volume, keruing)
I. PENDAHULUAN Dalam pengusahaan hutan yang berazaskan kelestarian hasil kayu, diperlukan informasi mengenai volume kayu yang dapat digunakan secara aktual untuk keperluan industri. Untuk itu diperlukan suatu cara menduga volume dolok yang akurat agar volume kayu yang sebenarnya dapat diduga dengan teliti. Pendugaan volume dolok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara langsung dan tidak langsung (Husch, 1963). Pendugaan volume dolok secara langsung dengan menggunakan xylometer kurang praktis untuk diterapkan di lapangan, karena xylometer hanya memungkinkan untuk dolok-dolok yang berukuran kecil. Oleh karena itu pendugaan volume dolok biasanya dilakukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan rumus empiris pendugaan volume. Beberapa rumus empiris yang lazim digunakan untuk menduga volume dolok antara lain adalah rumus Smalian, Newton, Huber, dan Brereton (FAO, 1973; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, telah diperkenalkan rumus-rumus empiris baru, seperti rumus Bruce yang dikembangkan oleh Bruce (1982) dan Max et al. (1985), rumus Centroid yang dikembangkan oleh Wiant et al. (1992), dan rumus Patterson yang dikembangkan oleh Patterson et al. (1993a). Dalam praktek perdagangan kayu bulat, tidak mungkin semua rumus tersebut digunakan. Oleh karena itu perlu dipilih bentuk rumus yang dianggap paling baik dengan melakukan uji coba secara obyektif terhadap berbagai rumus untuk menduga volume dolok secara seksama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan rumus empiris yang paling baik dalam pendugaan volume dolok jenis keruing (Dipterocarpus spp.) berdasarkan tingkat keakuratannya dan ketelitiannya.
1
II. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan di areal kerja HPH PT. Inhutani III, Unit Sampit, Kalimantan Tengah. Areal tersebut terletak di kelompok hutan Sungai Mentaya, termasuk dalam wilayah Ranting Dinas Kehutanan Mentaya Hulu, Cabang Dinas Kehutanan Kotawaringin Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Menurut kondisi fisiografi lapangan, hampir seluruh areal penelitian memiliki keadaan lapangan dari datar sampai bergelombang ringan. Sebagian kecil berbentuk bukit dengan kelerengan lapangan antara 25 dan 45%. Ketinggian lapangan dari atas permukaan laut 5 – 300 m. Tipe iklim di lokasi penelitian termasuk dalam tipe A (menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, 1951), dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.699 mm. Suhu udara rata-rata terendah 22,8oC dan tertinggi 33,1 oC, dengan kelembaban udara rata-rata 84,7%. Jenis tanah yang ada pada umumnya termasuk dalam satuan tanah Podzolik Merah Kuning dan Latosol dengan jenis batuan induk vulkanik basa menengah, sedimen meocene bawah, sedimen alluvial dan batuan koral.
III. BAHAN DAN METODE A. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 130 dolok jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Dolok-dolok tersebut memiliki variasi ukuran baik panjang maupun diameter pangkal, yaitu dari panjang 5 m sampai dengan 15 m dan sebaran diameter pangkal dari 50 cm sampai dengan 150 cm.
2
B. Metode 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan cara purposive pada dolokdolok tertentu didasarkan pada sebaran ukuran diameter pangkal dan panjangnya. Beberapa dimensi yang diukur adalah: panjang dolok, diameter pangkal, diameter tengah, diameter ujung, diameter pada jarak 120 cm dari pangkal dolok, dan diameter pada titik centroid (diameter diukur pada jarak tertentu dari pangkal dolok yang membagi dolok tersebut menjadi dua bagian dengan volume yang sama). Selain itu untuk penghitungan volume dolok aktual, pada setiap dolok dilakukan pembagian seksi-seksi batang, dimana pada setiap seksi diukur diameter dan panjangnya. Ukuran panjang masing-masing seksi bervariasi tergantung dari keteraturan bentuk seksi batangnya, yaitu mulai dari 0,5 sampai dengan 2 m. 2. Pengolahan Data Pada tahapan ini dilakukan penghitungan volume aktual (volume yang sebenarnya) dan volume dugaan dari setiap dolok. Volume dolok aktual dihitung dengan cara menjumlahkan volume seksi-seksi batang yang membentuknya. Volume setiap seksi batang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Va = Vs1 + Vs2 + Vs3 + … + Vsn
(1)
Vs = (Bp + Bu)/2 x L
(2)
dimana, Va
= volume dolok aktual (m3)
Vs1,2,3,…,n = volume seksi batang ke-1, 2, 3, ...n (m3) Bp
= bidang dasar pangkal seksi batang (m2)
Bu
= bidang dasar ujung seksi batang (m2)
L
= panjang seksi batang (m)
3
Volume dolok dugaan dihitung dengan menggunakan berbagai rumus, yaitu rumus Newton, Huber, Smalian, Brereton, Bruce, Patterson, dan rumus Centroid. Adapun bentuk dari rumus-rumus tersebut adalah : Rumus Newton : Vd = (Bp + 4Bt + Bu)/6 x L
(3)
Rumus Huber
(4)
: Vd = Bt x L
Rumus Smalian : Vd = (Bp + Bu)/2 x L
(5)
Rumus Brereton : Vd = 0,25π ((dp + du)/2)2 x L
(6)
Rumus Bruce
(7)
: Vd = (0,25Bp + 0,75Bu) x L
Rumus Patterson : Vd = ((Bp + B120)/2 x 4) + ((B120 + Bu)/2 x (L - 4))
(8)
Rumus Centroid : Vd = (Bu x L) + (1/2 b x L2) + (1/3 c x L3)
(9)
b = (Bp - Bu - (c x L2))/L
(10)
c = (Bp - Bc(L/e) - Bu(1-(L/e))) / (L2-(L x e))
(11)
dimana, Vd
= volume dolok dugaan (m3)
Bp
= bidang dasar pangkal dolok (m2)
Bt
= bidang dasar tengah dolok(m2)
Bu
= bidang dasar ujung dolok (m2)
B120 = bidang dasar pada jarak 120 cm dari pangkal dolok (m2) dp
= diameter pangkal dolok (cm)
du
= diameter ujung dolok (cm)
L
= panjang dolok (m)
Bc
= bidang dasar pada titik tengah volume (centroid) yang diukur pada jarak q dari pangkal dolok (m2), dimana, q = L - (((((dp/du)4 + 1)0,5 - 20,5) / (20,5 ((dp/du)2 - 1))) x L)
e
=L–q
(12) (13)
3. Analisis Data
4
a. Pengujian keakuratan dan ketelitian rumus Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat keakuratan rumus adalah nilai simpangan rata-rata dan pengaruh besarnya bias yang ditimbulkan dalam pendugaan volume. Sedangkan kriteria yang dipakai sebagai dasar dalam penilaian ketelitian rumus adalah lebar interval toleransi atau distribusi dari bias. Menurut Sokal dan Rohlf (1992), keakuratan menunjukkan seberapa dekat suatu nilai terhitung terhadap nilai yang sebenarnya, sedangkan ketelitian menunjukkan seberapa dekat nilai suatu pengukuran dari sejumlah ulangan yang ada. Semakin kecil nilai simpangan rata-ratanya atau nilai bias semakin mendekati nilai 0 (nol), maka hasil pendugaan volume dolok semakin mendekati volume yang sebenarnya, yang berarti rumus penduga volume yang digunakan semakin akurat. Semakin kecil lebar interval toleransinya atau distribusi biasnya mengumpul mendekati nilai nol, berarti rumus yang digunakan semakin teliti. Perhitungan nilai simpangan rata-rata didasarkan pada rumus Bruce (dalam Husch, 1963), yaitu dalam bentuk:
SR =
⎧ (Vd − Va ) ⎫ ⎬ Vd ⎭ ×100% N
∑ ⎨⎩
(14)
dimana: Vd = volume dolok dugaan Va = volume dolok aktual N = jumlah dolok Pengaruh besarnya bias (Vd – Va) yang ditimbulkan dalam pendugaan volume dolok dilihat dengan menggunakan uji t. Pendugaan interval toleransi bagi bias dilakukan dengan perhitungan: ⎞ = 1−α P⎛⎜ B ± t(α ,n −1) S ⎟ 2 n⎠ ⎝ dimana:
(15)
P = nilai peluang
5
B = bias rata-rata S = simpangan baku n = jumlah dolok
α = 5% b. Pengujian korelasi diameter pangkal dolok dengan bias volume dugaan Pengujian ini dilakukan mengingat data diameter pangkal dolok cukup bervariasi, yaitu dari 50 cm sampai dengan 150 cm. Tujuannya adalah untuk melihat derajat variasi kedua peubah (diameter pangkal dolok dan bias volume dugaan yang dihasilkan) secara bersama-sama atau keeratan hubungan antara kedua peubah tersebut. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah nilai koefisien korelasi (r) yang nilainya bervariasi dari -1 melalui 0 hingga +1. Apabila r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua peubah tersebut sangat lemah atau tidak terdapat hubungan sama sekali. Sedangkan apabila r = +1 atau mendekati 1, maka korelasi antara kedua peubah dikatakan positif dan sangat kuat. Sebaliknya, bila r = -1 atau mendekati -1, maka korelasi keduanya dikatakan sangat kuat tetapi negatif. Nilai r diperoleh dengan perhitungan: cov( x, y ) var( x ) var( y ) dimana: r=
(16)
r = koefisien korelasi x = diameter pangkal dolok (cm) y = bias volume dugaan setiap rumus
6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Statistik Data Statistik data yang disusun dari 130 dolok jenis keruing (Dipterocarpus spp.) dengan menggunakan tujuh rumus empiris penduga volume disajikan pada Tabel 1. Tabel (Table) 1. Rata-rata dan simpangan baku volume dugaan dan volume aktual dolok keruing (Mean and standard deviation of the estimated volume and actual volume of keruing logs) Rumus (Formula) Newton Huber Smalian Brereton Bruce Patterson Centroid Aktual (Actual)
Volume rata-rata (m3) (Mean volume) 4,365 4,313 4,468 4,443 4,184 4,386 4,353 4,334
Simpangan baku (Standard deviation) 1,815 1,759 1,941 1,926 1,800 1,832 1,818 1,795
Hasil perhitungan volume dolok dugaan dengan menggunakan tujuh rumus empiris penduga volume pada Tabel 1 menunjukkan bahwa secara umum volume dugaan yang dihasilkan oleh ketujuh rumus tidak terlalu jauh berbeda dengan volume aktualnya. Walaupun secara umum ketujuh rumus memberikan hasil pendugaan yang cukup mendekati volume sebenarnya, namun perlu dilakukan pengujian terhadap besarnya bias yang ditimbulkan dan seberapa jauh tingkat ketelitian yang diberikan oleh ketujuh rumus tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat beberapa rumus memberikan hasil dugaan yang under estimate (seperti rumus Huber dan Bruce) dan rumus-rumus lainnya memberikan hasil dugaan yang over estimate.
7
2. Keakuratan dan Ketelitian Rumus Tingkat keakuratan dan ketelitian rumus seperti ditunjukkan dengan nilai simpangan rata-rata, bias dan interval toleransinya dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel (Table) 2. Simpangan rata-rata, bias dan interval toleransi bias dari tujuh rumus penduga volume dolok (Mean deviation, bias and tolerance intervals of bias of seven formulas in estimating the log volume) Rumus (Formula) Newton Huber Smalian Brereton Bruce Patterson Centroid
Simpangan rata-rata (%) (Mean deviation) 1,63 2,57 3,80 3,63 5,40 3,08 1,63
Bias (m3) (Bias) 0,030 -0,021 0,134** 0,109** -0,150** 0,053 0,019
Interval toleransi (m3) (Tolerance interval) 0,068 0,095 0,157 0,146 0,134 0,105 0,060
Keterangan (Remarks) : ** = bias berbeda sangat nyata (bias highly significantly different (p < 0,01))
Dari Tabel 2 terlihat bahwa nilai simpangan rata-rata yang dihasilkan oleh rumus Newton dan Centroid paling kecil dengan nilai yang sama besar, yaitu 1,63%; sedangkan simpangan rata-rata terbesar dihasilkan oleh rumus Bruce, yaitu sebesar 5,40%. Secara umum nilai simpangan rata-rata yang dihasilkan oleh ketujuh rumus relatif kecil (kurang dari 6%), namun demikian dilihat dari nilai biasnya ternyata bias yang dihasilkan oleh rumus Smalian, Brereton dan Bruce berpengaruh nyata terhadap hasil pendugaan volume dolok. Bias rumus Huber dan Bruce yang bernilai negatif menunjukkan bahwa volume dugaan yang dihasilkan cenderung under estimate. Hal ini seperti ditunjukkan dalam Tabel 1, dimana volume dugaan yang dihasilkan oleh kedua rumus cenderung lebih rendah dari volume aktualnya.
8
Apabila dilihat dari lebar interval toleransi dari bias, terlihat bahwa rumus Newton dan Centroid memiliki lebar interval toleransi yang lebih kecil dibandingkan dengan lebar interval toleransi rumus-rumus lainnya. Secara lebih detil distribusi nilai bias yang ditimbulkan oleh ketujuh rumus penduga volume dapat dilihat pada Gambar 1. 3. Korelasi antara Diameter Pangkal Dolok dengan Bias Volume Dugaan Hasil analisis korelasi antara diameter pangkal dolok dengan bias volume dugaan disajikan pada Tabel 3. Tabel (Table) 3. Koefisien korelasi (nilai-r) antara bias dalam pendugaan volume dengan diameter pangkal dolok (Correlation coefficients (r-values) between the bias in estimating volume and log large end diameter) Rumus (Formula) Newton Huber Smalian Brereton Bruce Patterson Centroid
Koefisien korelasi (Correlation coefficient) 0,202 -0,256 0,600 0,555 -0,134 0,356 0,147
Keterangan (Remarks) : Semua nilai-r berbeda nyata dari r = 0 (All r-values were significantly different from zero (p < 0,05)
Hasil analisis korelasi (Tabel 3) menunjukkan bahwa antara diameter pangkal dolok dengan bias yang ditimbulkan dalam pendugaan volume dolok keruing terdapat korelasi yang erat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai r yang berbeda nyata dari r = 0 pada semua rumus. Nilai koefisien korelasi (r) yang bernilai negatif, seperti yang dihasilkan oleh rumus Huber dan Bruce menunjukkan bahwa bias atau kesalahan yang timbul dalam pendugaan volume dolok menurun dengan bertambahnya diameter pangkal dolok. Sebaliknya, dengan menggunakan rumus Newton, Smalian, Brereton,
9
Patterson dan Centroid, bias yang ditimbulkan akan meningkat dengan bertambahnya diameter pangkal dolok, seperti ditunjukkan oleh nilai r yang positif.
10
120
120
Ne wton
100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0
Hube r
0
-1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0
0.2 0.4 0.6 0.8
1
-1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
120
0
0.2 0.4
0.6 0.8
1
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
120
Sm alian
100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
Bre re ton
0
0 -1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
-1
1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0
0.2 0.4 0.6
0.8
1
0.8
1
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
120
120
Bruce 100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0
Patte rson
0 -1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
-1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
0
0.2 0.4 0.6
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
120
Ce n troid
100 80 60 40 20 0 -1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0
0.2 0.4
0.6 0.8
1
Nila i te nga h bia s (M e an o f bias )
Gambar (Figure) 1. Distribusi bias dalam pendugaan volume dolok keruing (Bias distribution in estimating the log volume of keruing) B. Pembahasan
11
Dari ketujuh rumus, ternyata rumus Centroid memiliki tingkat keakuratan yang paling tinggi dibandingkan dengan keenam rumus lainnya, dengan nilai bias yang paling kecil (0,019 m3) dan simpangan rata-rata sebesar 1,63%. Hal ini dikarenakan rumus Centroid menghitung volume dengan menggunakan titik centroid.
Titik
centroid merupakan titik di sepanjang dolok diukur pada jarak tertentu dari pangkal dolok yang membagi dolok tersebut menjadi dua bagian dengan volume yang sama, dimana
titik
ini
merupakan
titik
pusat
volumenya.
Sehingga
dengan
memperhitungkan diameter pada pangkal dan ujung, serta diameter pada titik centroid dari dolok (seperti yang terlihat pada Persamaan 9) akan dihasilkan volume dugaan yang lebih akurat. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wiant et al. (1992) pada jenis Pinus radiata dan jenis-jenis kayu daun lebar di Australia dan Amerika menunjukkan bahwa volume dolok yang diduga dengan menggunakan rumus Centroid memiliki keakuratan yang sama dengan volume dolok yang diduga dengan rumus Newton. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Patterson et al. (1993b) pada jenis northtern red oak (Quercus rubra), yellow-poplar (Liriodendron tulipifera), dan red pine (Pinus resinosa). Menurut hasil penelitian mereka, rumus yang memberikan keakuratan paling tinggi adalah rumus Centroid dengan nilai rata-rata persentase kesalahan absolut yang paling kecil dibandingkan dengan rumus Newton, Smalian, Huber dan Patterson. Hasil pendugaan volume dolok dengan rumus Newton juga memberikan keakuratan yang cukup tinggi, seperti ditunjukkan oleh simpangan rata-rata yang sama nilainya dengan yang dihasilkan rumus Centroid. Keakuratan yang cukup tinggi ini dikarenakan, rumus Newton menghitung volume dengan menggunakan nilai panjang dolok dan rata-rata luas bidang dasar pada ujung dan pangkal dolok serta posisi tengah dolok. Rumus ini memperhitungkan deviasi pada pangkal dan ujung dolok, seperti bagian pangkal dolok yang melebar dan mengecil pada ujung, dengan melakukan pembobotan yang lebih besar pada luas bidang dasar tengah untuk meminimumkan deviasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumus Newton (Persamaan 3). Menurut Wiant et al. (1992), rumus Newton telah diakui sebagai
12
rumus penduga volume yang akurat untuk semua bentuk-bentuk yang sederhana, seperti silinder, paraboloid, conoid, dan neiloid. Rumus Huber (Persamaan 4), hanya menggunakan luas bidang dasar tengah dan panjang dolok.
Rumus ini cenderung mengabaikan bagian pangkal yang
melebar, sehingga kesalahan yang terjadi negatif, seperti ditunjukkan oleh rata-rata biasnya yang bernilai negatif dalam Tabel 2. Tingkat keakuratan yang dihasilkan juga cenderung lebih rendah dibandingkan dengan rumus Centroid dan Newton. Namun demikian, masih lebih baik dari rumus Smalian, Brereton, dan Bruce yang menduga volume dari pengukuran diameter pangkal dan ujung dolok. Rumus Smalian dan Brereton, memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah dari rumus-rumus di atas, dengan nilai simpangan rata-rata masing-masing adalah 3,80% dan 3,63%. Hal ini disebabkan kedua rumus tersebut menggunakan asumsi adanya kesamaan taper dari dolok. Rumus Smalian menggunakan hasil rata-rata luas bidang dasar pangkal dan ujung dengan panjang dolok (Persamaan 5), sedangkan rumus Brereton menggunakan rata-rata diameter pangkal dan ujung dengan panjang dolok (Persamaan 6). Kedua rumus tersebut menggunakan asumsi kesamaan taper, sehingga bagian pangkal yang melebar dan bagian ujung yang mengecil diabaikan. Akibatnya, keakuratan yang dihasilkan dalam pendugaan volume dolok cenderung rendah.
Menurut Avery (1967), kedua rumus tersebut terutama rumus Smalian,
memiliki keakuratan yang lebih rendah dibandingkan dengan rumus Huber dan Newton. Namun demikian, rumus ini banyak digunakan dalam praktek karena cukup praktis dan mudah dalam penerapannya. Rumus yang dikembangkan oleh Patterson et al. (1993a) lebih akurat dari rumus Smalian, Brereton dan Bruce. Hal ini ditunjukkan oleh nilai simpangan ratarata dan biasnya yang lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar 3,08% dan 0,053 m3. Rumus ini meminimumkan deviasi dari bagian pangkal yang melebar dengan membagi dolok tersebut menjadi dua bagian, masing-masing panjangnya 4 feet (1 feet = 120 cm) dan (L – 4) feet, seperti ditunjukkan oleh bentuk rumusnya dalam Persamaan 8.
13
Diantara ketujuh rumus, rumus yang memiliki keakuratan paling rendah adalah rumus Bruce (Persamaan 7). Hal ini ditunjukkan oleh simpangan rata-rata dan nilai biasnya yang paling besar, masing-masing 5,40% dan – 0,150 m3. Menurut Williams et al. (1991) dan Patterson et al. (1993b), rumus ini hanya akurat apabila digunakan pada dolok-dolok yang diameternya besar dan pendek, tetapi keakuratannya cenderung akan berkurang bila digunakan pada dolok-dolok yang panjang. Hal ini juga dapat dilihat kembali dari pengaruh atau hubungan antara diameter pangkal dengan bias yang ditimbulkan dalam pendugaan volume (Tabel 3), yang mana pengaruh bias akan menurun dengan bertambahnya diameter pangkal dolok (koefisien korelasi bernilai negatif). Tingkat ketelitian yang paling tinggi dalam pendugaan volume dolok keruing juga diperlihatkan oleh rumus centroid. Hal ini ditunjukkan oleh lebar interval toleransi biasnya yang paling kecil dibandingkan dengan keenam rumus lainnya (Tabel 2).
Interval toleransi yang kecil ini memberikan arti bahwa distribusi
kesalahan (bias) yang timbul dalam pendugaan volume dolok lebih kecil. Hal ini disebabkan kesalahan (bias) mengelompok di sekitar nilai 0 (seperti ditunjukkan pada Gambar 1). Dari tiga rumus yang hanya menggunakan hasil pengukuran diameter pangkal dan ujung, yaitu rumus Smalian, Brereton, dan Bruce, ternyata rumus Bruce memberikan ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan kedua rumus lainnya. Hal ini dapat dilihat dari lebar interval toleransi biasnya yang cenderung lebih kecil (Tabel 2). Walaupun demikian, rumus Bruce memiliki keakuratan yang tidak lebih baik daripada rumus Smalian dan Brereton (lihat nilai simpangan rata-rata dan biasnya pada Tabel 2). Ini menunjukkan bahwa meskipun distribusi kesalahan dalam pendugaan volume dolok keruing lebih kecil, akan tetapi kesalahan yang dibuat rumus Bruce dalam pendugaan individu dolok mungkin lebih besar.
14
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa suatu rumus empiris penduga volume dolok mungkin lebih akurat tetapi tidak teliti, atau kebalikannya lebih teliti akan tetapi tidak akurat. Oleh karena itu, dalam menentukan rumus penduga volume dolok terbaik paling tidak harus memperhatikan dua hal pokok, yaitu keakuratan dan ketelitiannya. Bias yang dijadikan sebagai kriteria keakuratan menunjukkan kesalahan sistematik dalam pendugaan. Bias yang lebih kecil akan membuat rata-rata nilai dugaan mendekati nilai yang sebenarnya, dan sebaliknya bias yang lebih besar akan membuat rata-rata nilai dugaan menjauhi nilai yang sebenarnya. Interval toleransi menunjukkan ketelitian dalam pendugaan; pendugaan yang lebih teliti akan menutupi nilai-nilai kesalahan sehingga mendekati ke nilai rataratanya. Dalam praktek pengukuran volume dolok di lapangan, selain memperhatikan keakuratan dan ketelitian rumus yang digunakan, hal yang penting pula untuk diperhatikan adalah posisi atau susunan antar dolok, karena mungkin dolok-dolok di lapangan disusun dalam keadaan tertumpuk atau tidak tertumpuk (antar dolok terpisah). Plank dan Cahill (1984) menyatakan bahwa pengukuran diameter tengah dolok seperti yang diperlukan dalam penerapan rumus Huber tidak dapat dilakukan pada dolok-dolok yang tertumpuk. Untuk pendugaan volume dolok yang tertumpuk, dimana pendekatan dengan titik tengah panjang maupun titik tengah volume tidak mungkin dilakukan, dalam contoh penelitian ini rumus Brereton merupakan rumus yang lebih akurat daripada rumus Smalian dan Bruce, meskipun ketelitiannya sedikit lebih rendah daripada rumus Bruce. Rumus Smalian, seperti yang selama ini sering digunakan dalam praktek di lapangan, mungkin akan memberikan keakuratan dan ketelitian yang lebih tinggi jika diameter pangkal diukur pada titik yang representatif, yaitu pada titik dekat pangkal di luar pengaruh dari bagian pangkal batang yang melebar. Untuk kondisi dolok yang tidak tertumpuk, dimana pendekatan dengan titik tengah panjang dan titik tengah volume memungkinkan untuk dilakukan, bagaimanapun, rumus Centroid merupakan rumus yang lebih akurat dan teliti
15
dibandingkan dengan keenam rumus lainnya, seperti telah dibuktikan dalam pendugaan volume dolok keruing dalam penelitian ini. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Rumus Centroid merupakan rumus terbaik untuk menduga volume dolok jenis keruing dengan tingkat keakuratan dan ketelitian paling tinggi. 2. Pada kondisi dolok tertumpuk, rumus Brereton merupakan rumus yang lebih akurat dan teliti untuk menduga volume dolok keruing dibandingkan dengan rumus Smalian dan Bruce. Sedangkan pada kondisi dolok tidak tertumpuk (antar dolok terpisah), rumus yang paling akurat dan teliti untuk menduga volume dolok adalah rumus Centroid. 3. Diameter pangkal dolok jenis keruing memiliki korelasi yang erat dengan bias yang ditimbulkan dalam pendugaan volumenya. B. Saran Dalam pendugaan volume dolok di lapangan, selain harus memperhatikan keakuratan dan ketelitian rumus yang digunakan, sebaiknya perlu memperhatikan pula kondisi atau susunan antar dolok.
DAFTAR PUSTAKA Avery, T.E. 1967. Forest Measurement. Mc Graw-Hill Book Company, Inc., New York. Bruce, D. 1982. Butt log volume estimators. Forest Sci. 28 (3) : 489 - 503. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Departemen Pertanian, Jakarta.
Vademecum
Kehutanan
Indonesia.
FAO. 1973. Manual of Forest Inventory with Species Reference to Mixed Tropical Forest. Food and Agricultural Organization of the United Nation, Rome.
16
Husch, B. 1963. Forest Mensuration and Statistics. The Ronald Press Co., New York. Max, T.A., J. M. Cahill, and T.A. Snellgrove. 1985. Validation of a butt log volume estimator for Douglas-fir. Forest Sci. 31 (1) : 643 - 646. Patterson, D.W., H.V. Wiant, and G.B. Wood. 1993a. Log-volume estimators the centroid method and standard formulas. J. of Forestry. 91 (8) : 39 - 41. Patterson, D.W., H.V. Wiant, and G.B. Wood. 1993b. volume of butt logs. Forest Prod. J. 43 (3) : 41 - 44.
Errors in estimating the
Plank, M.E. and J.M. Cahill. 1984. Estimating cubic volume of small diameter tree length logs from pendoresa and lodgepole pine. USDA For. Serv. Res. Note. PNW-417. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Verhand No. 42. Kementrian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Sokal, R. and F.I. Rohlf. 1992. Pengantar Biostatistika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wiant, H.V., G.B. Wood, and G.M. Furnival. 1992. Estimating log volume using the centroid position. Forest Sci. 38 (10) : 187 – 191. Williams, J.G., W.H. McNab, and A. Clark, III. 1991. Volume estimators for pond cypress butt logs. USDA For. Serv. Res. Note. SE-361.
17