TUGAS AKHIR
PERBANDINGAN PRESTASI REFRIGERATOR DENGAN MENGGUNAKAN R 22 DAN R 290
Di susun Memenuhui persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Starata Satu (S1) yang Selaku Di Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh : Eko Priyanto 01301-121
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
ABSTRAK
Aktifitas di dalam usaha menemukan bahan pendingin yang ramah terhadap lingkungan dewasa ini sangat marak dan gencar sehingga mendorong dilakukan penelitian, akan tetapi dalam performan bahan pendingin yang baru tidak dapat menggantikan refrigeran yang lama dengan efek yang berbahaya terhadap lingkungan. Dalam kajian tugas akhir ini di bahas mengenai penggunaan secara langsung R-290 jenis refrigeran propana hidrokarbon sebagai pengganti R-22 senyawa halokarbon (Halogen-duorokarbon) dalam suatu sistim pendinginan tanpa merubah dan memodifikasi dari suatu sistim pendinginan dalam kondisi normal pada status operasional. Didapat bahwa sistim pendinginan menggunakan R-290 memberikan penghematan konsumsi energi listrik yang cukup signifikan bila dibandingkan ketika sistim menggunakan R-22. Beberapa keuntungan lainnya adalah kerja yang lebih mudah dan penggunaan arus listrik yang lebih kecil membawa dampak positif terhadap usia kompresor, semua ini berlangsung dengan kemampuan pendinginan yang relatif komparabel di antara kedua refrigeran tersebut, dari hasil pengujian juga menyatakan bahwa penghematan penggunaan energi listrik sekitar 15 % dapat dicapai dengan mudah.
Mengesahkan: Dosen Pembimbing
(Ir. Yuriyadi Kusuma.Msc)
Ketua Jurusan Teknik Mesin
(Ir.Rully Nutranta.Eng)
KATA PENGANTAR
Pertama - tama penulis mengucapkan puji syukur atas rahmat Allah SWT. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akademik S1 (Strata Satu) yang berlaku di jurusan teknik mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana.
Pada kesempatan ini penulis bermaksud untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Ir. Yuriyadi Kusuma. Msc. Sebagai pembimbing Tugas Akhir, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan yang sangat berarti dalam pembuatan Tugas Akhir ini.
2.
Bapak Nanang Ruhyat, ST. MT. Sebagai pembimbing dan koordinator Tugas Akhir, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan yang sangat berarti dalam pembuatan Tugas Akhir ini.
3.
Seluruh dosen pengajar di jurusan Teknik Mesin yang telah memberikan banyak ilmunya selama masa perkuliahan.
4.
Dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis sangat berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak terdapat kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Jakarta, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul Lembar pengesahan Abstrak ................................................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................... ii Daftar Isi .............................................................................................................. iv Daftar Gambar .................................................................................................... vii Daftar Tabel dan Grafik..................................................................................... ix Nomenklatur ........................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang .................................................................................... 1 I.2. Maksud dan Tujuan ............................................................................ 3 I.3. Hipotesa .............................................................................................. 3 I.4. Batasan Masalah ................................................................................. 4 I.5. Metodologi Penulisan ......................................................................... 4 I.6. Sistimatika Penulisan .......................................................................... 5
BAB II TEORI DASAR II.1. Hukum Thermodinamika................................................................... 7 II.1.1. Hukum Thermodinamika I .................................................... 7 II.1.2. Hukum Thermodinamika II ................................................... 8 II.1.3. Siklus Carnot ......................................................................... 9
II.1.4. Siklus Kompresi Uap Standar ............................................... 11 II.1.5. Siklus Kompersi Uap Nyata .................................................. 16 II.2. Psikometri .......................................................................................... 16 II.3. Refrigeran .......................................................................................... 21 II.3.1. Klasifikasi Refrigeran ............................................................ 23 II.3.2. Penggolongan Refrigeran ...................................................... 25 II.3.3. Syarat-syarat Refrigeran ........................................................ 28 II.3.4. Refrigeran R-22 ..................................................................... 29 II.3.5. Refrigeran R-290 ................................................................... 30 II.4. Sistim Pengkondisian Udara.............................................................. 31 II.4.1. Bagian-bagian Sistim Pengkondisian Udara ......................... 32 II.4.2. Minyak Pelumas .................................................................... 37 II.5. Model Perpindahan Panas dan Aliran Fluida .................................... 38
BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN III.1. Tujuan Pengujian ............................................................................. 44 III.2. Instalasi Pengujian ........................................................................... 44 III.3. Pemasangan Alat Ukur Pengujian .................................................... 45 III.4. Prosedur dan Pelaksanaan Pengujian ............................................... 53
BAB IV PEMBAHASAN MASALAH IV.1. Perhitungan Data Pengujian R-22 .................................................... 65 IV.2. Perhitungan Data Pengujian R-290 .................................................. 69 IV.3. Perbandingan R-22 dengan R-290 ................................................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ....................................................................................... 80 V.2. Saran-saran ........................................................................................ 82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Refrigeran adalah cairan atau gas yang dipergunakan untuk memindahkan panas dari tempat bertemperatur rendah ke tempat bertemperatur tinggi dengan bantuan siklus terbalik (reversed cycle), seperti misalnya reversed Carnot. Dalam suatu Sistim uap bertekanan, refrigeran akan
mengalami perubahan fasa di mana
fasa cair berubah menjadi fasa uap ketika terjadi penyerapan panas dan kembali menjadi cair ketika panas tersebut dilepas. Banyak bahan kimia yang dapat berubah fasa dari cair menjadi uap dan sebaliknya namun hanya beberapa yang dapat memenuhi syarat sebagai refrigeran. Sebagian besar refrigeran yang digunakan saat ini ialah apa yang dikenal sebagai senyawa halokarbon, yakni senyawa hidrokarbon yang dalam molekulnya mengandung atom halogen seperti Cl dan Fl. Refrigeran yang digunakan umumnya adalah turunan dari senyawa metana dan etana. Sedangkan bila dilihat dari jenis molekulnya
dikenal
refrigeran
dalam
bentuk
Cholofluorocarbon
(CFC),
Hydrochlorofluorocarbon (HCFC) dan Hydrofluorocarbon (HFC). Namun beberapa refrigeran terutama CFC berpengaruh dalam perusakan lapisan ozon. Lapisan ozon ini berperan penting dalam melindungi atmosfir bumi dan kehidupan di bawahnya terhadap radiasi ultra violet yang dipancarkan matahari. 1
2
Oleh karenanya, bahan kimia yang berpotensi merusak lapisan ozon perlu diaturpenggunaannya. Bahwa kemudian banyak dilakukan percobaan untuk mencari refrigeran alternatif dengan dampak lingkungan seminim mungkin telah banyak melahirkan refrigeran baru dengan label “ramah lingkungan.” Percobaan terhadap refrigeran baru serta rekamannya banyak ditemukan dalam jurnal akademik (learned journals). Namun refrigeran ini umumnya merupakan senyawa sintetik sejumlah zat kimia dengan berbagai aditif untuk mencapai suatu objektif sifat tertentu dan merupakan industri skala besar dengan modal yang tentunya tidak sedikit pula. Padahal dalam usia dini, Sistim refirgerasi pernah menggunakan refrigeran yang berasal dari gas alam seperti metana menurut Jordan dan Priester (1981, p. 81). Refrigeran alternatif ini sekarang dikenal dengan refrigeran hidrokarbon yang menarik untuk dikaji penggunaannya karena selain harganya yang relatif lebih murah juga tidak diperlukan suatu industri kompleks untuk meningkatkan gas alam menjadi refrigeran sehingga tentunya biaya kapital yang dibutuhkan juga jauh lebih kecil. Sementara industri pemurnian gas alam menjadi refrigeran merupakan interdiciplinary exercise namun fokus kajian tugas akhir ini ialah pada studi penggantian langsung refrigeran R-22 (drop-in substitute) dengan R-290 (gas propana). Begitu pula, percobaan yang dilakukan tidak dalam suatu atmosfir terkontrol (controlled atmosphere) seperti yang layak dilakukan di lab melainkan dengan mempergunakan unit pengkondisi udara yang berada dalam status operasional. Tujuannya ialah agar seluruh kendala yang disebabkan oleh cuaca maupun kondisi lingkungan di mana unit tersebut dipasang dapat sebebas-bebasnya mempengaruhi unit percobaan karena akhirnya dalam kondisi inilah kelak unit
3
tersebut akan bekerja, tidak dalam kondisi lab yang terkendali. Kajian inipun tidak menganalisis kerusakan komponen unit percobaan. Namun kajian ini akan memberikan sejumlah parameter kerja yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki pengaruh pada operasi unit pengkondisi udara serta memperbandingkannya untuk kedua jenis refrigeran yang dipakai dalam pengujian ini, yakni R-22 sebagai refrigeran awal dan R-290 sebagai refrigeran pengganti.
I.2.
Maksud dan Tujuan
Penulisan tugas Akhir ini bertujuan untuk mendapatkan unjuk kerja Sistim pengkondisi udara dengan menggunakan refrigeran R-22 dan R-290 sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan perbandingan terhadap kedua hasil pengujian. Pada instalasi pengujian yang berupa pengkondisi udara jenis terpisah (split-type) dipasangkan sejumlah alat ukur pada titik-titik tertentu agar dapat menghitung siklus refrigerasi.
I.3.
Hipotesa
Adapun data dari alat pengkondisi udara yang digunakan ialah merek National, tipe NCS5 dengan kapasitas pendinginan nominal 44.000 Btu/jam (12,9 kW) dan suplai listrik pada 380V/3O/5,5A. Selain alat ukur temperatur (simbol “T”) dan tekanan (simbol “P”) juga dipergunakan alat ukur lain seperti anomometer untuk mengukur kecepatan aliran udara, Ampere-meter, Volt-meter, kWh-meter dan Hour-
4
meter untuk mengukur pasokan listrik, termometer bola basah dan bola kering untuk menentukan kelembaban, serta timbangan digital untuk mengukur massa refrigeran.
I.4.
Batasan Masalah
Penulisan tugas akhir ini dibatasi pada permasalahan apakah Hidrokarbon R290 yang disebut Propan ( C H ) dapat digunakan untuk meretrovit atau sebagai 3 8 refrigeran pengganti Chlorodifluoro-methane ( CHClF2 ) yang kita kenal sebagai R22, mencari kapasitas pendingin, kapasitas refrigerasi, daya konsumsi listrik dan kerja kompresor, serta COP. Tetapi kajian ini tidak sampai pada analisis kerusakan komponen alat pendingin udara. Pengujian ini dilakukan dengan model Sistim pengkondisian udara yang biasa terpasang pada ruangan. Perhitungan diasumsikan untuk siklus standar, dengan model Sistim pengkondisian udara yang biasa terpasang pada ruangan.
I.5.
Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah: 1. Metode literatur, yaitu metode pengumpulan data dengan mencari dari buku panduan dasar, buku manual, dan artikel dari katalog, kemudian dikembangkan kedalam masalah yang dibahas.
5
2. Metode pengumpulan data melalui literatur dan data-data yang diperoleh penulis dari hasil pengujian yang dilakukan langsung pada AC National tipe NCS 5. 3. Metode diskusi dengan pembimbing, staf dan karyawan Dinas Teknik Tata Udara PT. (Persero) Angkasa Pura II.
I.6.
Sistimatika Penulisan
Sistimatika penulisan dari makalah tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dari penulis untuk mengambil materi ini untuk digunakan sebagai bahan tugas akhir. Pada bab ini juga dijelaskan tentang tujuan penelitian, metode penelitian dan Sistimatika penulisan.
Bab II. Teori Dasar Bab ini berisi tentang teori – teori dasar Sistim refrigerasi secara umum dan mendasar.
Bab III. Prosedur Pengujian Berisi tentang cara dan langkah – langkah yang dilakukan penulis selama pengujian. Pada bab ini, juga akan dibahas tentang parameter –
6
parameter yang diuji khususnya perbandingan refrigeran antara R-290 dengan R-22.
Bab IV. Pembahasan Masalah Pada bab ini, berisi tentang hasil – hasil penelitian dari hasil pengujian yang dilakukan serta analisa dari hasil pengujian.
Bab V. Kesimpulan dan Saran Pada bab ini, berisi kesimpulan dari hasil pengujian dan analisa yang didapat dari hasil pengujian yang dilakukan.
Daftar Pustaka
Lampiran.
7
BAB II TEORI DASAR
II.1.
HUKUM THERMODINAMIKA
II.1.1. Hukum Termodinamika I
Hukum Termodinamika I disebut pula sebagai hukum kekekalan energi. Dasar dari hukum termodinamika I untuk Sistim terbuka atau tertutup adalah keseimbangan energi. Setiap zat mempunyai energi dan energi tersebut kekal, perubahan energi didalam suatu Sistim sebanding dengan jumlah energi yang masuk dikurangi dengan jumlah energi yang keluar atau Energi masuk – Energi keluar = Perubahan energi dalam Sistim, karena dalam Sistim pengkondisian udara laju aliran massa tidak berubah dari waktu ke waktu, oleh sebab itu laju aliran massa dapat dianggap mantap (steady flow). Persamaan untuk aliran mantap yaitu: 2
2
v v m( h 1 + 1 + g ´ z 1 ) - m( h 2 + 2 + g ´ z 2 ) + Q - W = 0 2 2
II.1.2. Hukum Termodinamika II
(2.1)
8
“Entropi dapat diproduksi tetapi tidak dapat dimusnahkan “ þ Pernyataan Kelvin – Plank
Adalah tidak mungkin membuat sebuah mesin yang beroperasi dalam satu siklus yang akan mengubah semua panas dari satu reservoir panas saja dan menghasilkan sejumlah kerja yang ekuivalen.
þ Pernyataan Clausius
Adalah mustahil untuk membuat mesin yang beroperasi dalam satu siklus yang akan memindahkan panas dari reservoir yang bertemperatur rendah ke reservoir yang bertemperatur tinggi tanpa memberikan kerja.
Di dalam Sistim terbuka persamaan untuk menghitung perubahan entropi adalah;
d.Ssistim = (d Q T ) + dm i .Si - d.m e .Se + dSirr
(2.2)
dQ = T (dm eSe - dm i Si ) + dSsys - dSirr
(2.3)
atau
di mana : dSsystim
= Perubahan total di dalam system dalam waktu detik.
dm i Si
= Kenaikan entropy karena masuknya massa.
dm e S e
= Penurunan entropy karena keluarnya massa.
9
(dQ / T )
= Perubahan entropy akibat ditimbulkan perpindahan kalor reversible sekeliling.
T
= Temperatur.
II.1.3. Siklus Carnot
Siklus refrigerasi Carnot merupakan suatu pembatas yang tak dapat dilebihkan jika melakukan kerja di antara dua temperatur tertentu. Dari kajian termodinamika siklus Carnot dikenal terjadi pada mesin mesin kalor. Secara skematik siklus Carnot diperlihatkan pada Gbr. 2.1. Siklus refrigerasi Carnot merupakan kebalikan dari mesin kalor tersebut karena menyalurkan energi dari temperatur rendah menuju temperatur yang lebih tinggi. Siklus refrigerasi membutuhkan energi dari luar untuk dapat kerja.
(a)
10
(b)
Gbr. 2.1. (a) Siklus refrigerasi Carnot. (b) Diagram Temperatur Entropi.[3]
Berdasarkan gambar tersebut di atas, T-S Diagram, tampak bahwa siklus mempunyai 4 proses reversible: 1. Proses 1-2 Kompresi adiabatik. 2. Proses 2-3 Pelepasan kalor secara isotermal, yaitu pelepasan kalor Q dari refrigeran ke udara . 3. Proses 3-4 Ekspansi adiabatic. 4. Proses 4-1 Pemasukan kalor secara isotermal, yaitu pengambilan panas Q dari udara oleh refrigeran.
COP = Jumlah kalor yang diserap/masukan kerja bersih;
=
Q1 Q = 1 atau Q 2 - Q1 W
(2.4)
11
=
T1 T2 - T1
(2.5)
II.1.4. Siklus Kompresi Uap Standar
(a)
(b)
Gbr. 2.2. (a) Siklus kompresi uap standar. (b) diagram aliran. [3]
Keterangan Gbr. 2.2;
12
1. Proses 1-2: Refrigeran berbentuk uap dengan tekanan dan temperatur rendah keluar dari evaporator, masuk ke kompresor dan dikompresikan secara isentropik. 2. Proses 2-3: Setelah uap refrigeran keluar dari kompresor dengan temperatur dan tekanan tinggi, uap terkompresi tersebut masuk ke kondensor di mana terjadi proses perpindahan panas yang berakibat penurunan panas lanjut dan dikondensasikan pada tekanan tetap sehingga berubah menjadi cairan. 3. Proses 3-4: Refrigeran yang keluar dari kondensor pada tekanan tinggi, temperatur sedang dan berbentuk cair jenuh masuk ke katup ekspansi. Di sini cairan jenuh tersebut diekspansikan secara irreversible atau adiabatik dengan entalpi konstan. 4. Proses 4-1: Setelah refrigeran keluar dari katup ekspansi pada tekanan dan temperatur rendah masuk ke evaporator kemudian diuapkan kembali pada tekanan dan suhu konstan dalam keadaan uap masuk kembali ke kompresor.
Untuk menghitung proses-proses yang terjadi pada siklus di atas terhadap aliran tunak (steady) berdasarkan Hukum Termodinamika I diperoleh;
1. Proses 1-2 adalah proses kompresi
W& Kompresor = m& ´ (h2 - h1 ) (kW)
2. Proses 2-3 adalah proses kondensasi
(2.6)
13
Q& Kondensasi = m& ´ (h2 - h3 ) (kW)
(2.7)
3. Proses 3-4 adalah proses ekspansi isentalpik
h3 = h4 (kJ/kg)
(2.8)
4. Proses 4-1 adalah proses evaporasi
·
Q evaporasi = m& ´ (h1 - h4 ) (kW)
(2.9)
5. Jadi Koefisien Prestasi (COP)
COP =
(h 1 - h 4 ) (h 2 - h 1 )
(2.10)
6. Untuk pemakaian daya listrik 3 phase arus bulak-balik
Pinput = V x I
3 x cos Ф (kW)
7. Laju aliran massa udara pada kondensor dan evavorator
(2.11)
14
·
m udara = A ´ V ( m 3 s )
(2.12)
8. Laju aliran kalor di saluran udara pada kondensor
·
q udara.con = m´ (hb - ha ) (kW)
(2.13)
Dengan; ha = hb = entalpi udara pada station keluar kondensor (kJ/kg)
9. Laju aliran kalor di saluran udara pada evaporator
·
q udara.eva = m ´ ( hc - hd ) (kW)
(2.14)
Dengan; hc = hd = entalpi udara pada station keluar evaporator (kJ/kg)
Twb
a
d
b
Garis jenuh
[6]
Gambar 2.3. Proses pola udara disaluran kondensor.
15
Garis jenuh d c Twb d
Gambar 2.4. Proses pola udara di saluran evaporator.[6]
II.1.5. Siklus Kompresi Uap Nyata
Siklus kompresi uap nyata mengalami pengurangan effisiensi dibandingkan dengan siklus standar. Perbandingan dapat dilakukan dengan mensuperposisikan diagram siklus nyata pada diagram tekanan dan entalpi, siklus standar seperti pada Gbr. 2.5.
16
Gbr. 2.5. Siklus kompresi uap nyata. [3]
Perbedaan yang penting antara siklus nyata dan siklus standar terletak pada penurunan
tekanan
di
dalam
kondensor
dan
evaporator,
dalam
proses
membawahdinginkan (subcooling) cairan yang meninggalkan kondensor, dan dalam pemanasan lanjut (superheating) uap refrigeran yang meninggalkan evaporator. Siklus standar dianggap tidak mengalami penurunan tekanan pada kondensor dan evaporator tetapi pada siklus nyata terjadi penurunan tekanan karena adanya gesekan. Akibat dari penurunan ini kompresi pada titik 1 dan 2 memerlukan lebih banyak kerja dibandingkan dengan siklus standar. Membawahdinginkan (subcooling) cairan di dalam kondensor adalah suatu keharusan dan untuk menjamin bahwa seluruh refrigeran yang memasuki alat ekspansi berada dalam keadaan 100% cair. Pemanasan lanjut uap (superheating) di dalam evaporator diharapkan
sebagai pencegah cairan agar tidak memasuki
kompresor Perbedaan yang lain pada siklus nyata adalah kompresi yang tidak lagiisentropis dan terdapat ketidak effisienan yang disebabkan oleh gesekan dan kerugian-kerugian lainnya.
17
II.2.
Psikometri
Psikometri merupakan merupakan kajian tentang sifat-sifat campuran udara dan uap air, yang mempunyai arti penting didalam bidang teknik pengkondisian udara, karena udara atmosfir tidak benar-benar kering, tetapi merupakan campuran antara udara dan uap air. Pada beberapa proses pengkondisian udara, kandungan air sengaja disingkirkan dari udara, tetapi pada proses yang lain air ditambahkan. Proses-proses yang terjadi pada udara dapat digambarkan dalam bagan psikometrik guna penjelasan yang lebih cepat. Dan yang lebih penting adalah kenyataan bahwa bagan tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan sifat-sifat udara yang penting, seperti suhu, rasio kelembaban dan entalpi dalam proses tersebut. Beberapa proses dasar yang akan ditunjukan meliputi : 1. Pemanasan dan pendinginan sensibel diartikan sebagai laju perpindahan kalor yang hanya disebabkan oleh perubahan suhu bola kering. Gbr 2.6 menunjukan suatu perubahan suhu bola kering tanpa perubahan rasio kelembapan.
18
Gbr. 2.6. Pemanasan dan pendinginan sensible. [3]
2. Pelembaban, seperti yang ditunjukan pada Gbr.2.7 dapat bersifat adiabatik yaitu proses 1-2, atau dengan penambahan kalor, yaitu proses 1-3.
Gbr. 2.7. Proses pelembaban udara. [3]
19
3. Pendinginan dan pengurangan kelembaban menurunkan suhu bola kering dan rasio kelembaban (Gbr.2.8), proses seperti itu terjadi pada koil pendingin atau alat penurun kelembaban. Kapasitas refrigerasi dengan satuan kilowatt selama proses pendinginan dan penurunan kelembaban dinyatakan dengan;
Kapasitas refrigerasi = w ´ (h 1 - h 2 )
(2.15)
dengan w bersatuan kg s , h 1dan.h 2 bersatuan kJ kg .
Gbr. 2.8. Proses pendinginan dan penurunan kelembaban. [3]
4. Pada proses kimiawi (Gbr.2.9), uap air dari udara diserap atau diabsorsi oleh suatu bahan higroskopik. Apabila proses tersebut diberi penyekat kalor sehingga entalpinya tetap, dan karena kelembabannya turun, maka suhu udara tersebut harus naik.
20
Gbr. 2.9. Proses penurunan kelembaban kimiawi.
[3]
5. Campuran dua aliran udara adalah proses yang umum di dalam pengkondisian udara Gbr 2.10 menunjukan percampuran antara w 1 kg s udara dari keadaan 1 dengan w 2 kg s udara dari keadaan 2. Hasilnya adalah keadaan 3 terlihat pada grafik psikometri. Persamaan dasar pada proses pencampuran ini adalah persamaan keseimbangan energi dan keseimbangan massa. Persamaan keseimbangan energi tersebut adalah:
w 1 h 1 + w 2 h 2 = (w 1 + w 2 )h 3
(2.16)
dan persamaan keseimbangan massa air adalah:
w 1 W1 + w 2 W 2 = (w 1 + w 2 )W3
(2.17)
21
Persamaan (2.16) dan (2.17) menunjukan bahwa entalpi dan rasio kelembaban akhir adalah rata-rata dari entalpi dan rasio kelembaban udara saat masuk. Suatu pendekatan yang dilakukan oleh banyak ahli rekayasa menyatakan bahwa suhu dan rasio kelembaban adalah harga rata-rata dari harga pemasukan.
Gbr. 2.10. Skema proses pencampuran pada grafik psikometri. [3]
II.3.
Refrigeran
Refrigeran adalah suatu zat yang digunakan untuk menghasilkan efek refrigerasi dengan cara penguapan dan digunakan dalam Sistim kompresi uap. Dalam satu Sistim uap bertekanan, refrigeran akan mengalami perubahan fasa dari cairan menjadi uap setelah menyerap kalor dan uap akan kembali menjadi cairan apabila kalor dilepaskan kembali. Banyak bahan kimia yang bisa berubah fasa dari cair menjadi uap, namun hanya beberapa yang dapat memenuhi syarat sebagai refrigeran. Sebagian besar refrigeran yang digunakan saat ini adalah apa yang disebut dengan senyawa halokarbon.
22
Senyawa halokarbon adalah senyawa hidrokarbon yang dalam molekulnya mengandung atom halogen. Halogen yang umumnya digunakan adalah Chlor (Cl) dan Fluor (F). Refrigeran yang digunakan umumnya merupakan turunan dari gugus metana ( CH 4 ), etana ( C 2 H 6 ) dan propana ( C 3 H 8 ).
Jenis refrigeran halokarbon ini merupakan turunan dari: a) Gugus Metana CH 4 (R-11, R-12, R-22)
Gbr. 2.11. Refrigeran gugus metana. [5]
b) Gugus Etana C 2 H 6 (R-134a, R-152a)
Gbr. 2.12. Refrigeran gugus etana. [5]
23
c) Gugus Propana C 3 H 8 (R-290)
Gbr. 2.13. Refrigeran gugus propana.
[5]
Dilihat dari komposisi molekulnya, refrigeran dapat berupa Khloroflorokarbon (CFC), Hidrokhloroflorokarbon (HCFC) atau Hidroflorokarbon (HFC). Kebanyakan refrigeran merupakan senyawa yang stabil, jadi ketika meninggalkan bumi melewati troposfir dan mencapai stratosfir refrigeran tidak rusak. Kemudian disana refrigeran menyebar dengan pancaran sinar ultra violet kuat akan memecah dan melepaskan atom Chlor. Dengan Chlor sebagai pemacu (katalisator) menjadikan terurainya ozon secara terus menerus sehingga akan mengakibatkan lapisan ozon menjadi semakin tipis. Dengan adanya pembatasan pemakaian HFC dan HCFC, maka penggunaan refrigeran hidrokarbon seperti Propana ( C 3 H 8 ) sebagai refrigeran alternatif menjadi semakin banyak untuk menggantikan pemakain HFC dan HCFC yang masih banyak digunakan pada saat ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi refrigeran dan beberapa sifat refrigeran. [1]
24
II.3.1. Klasifikasi Refrigeran
Untuk kepentingan standarisasi maka refrigeran dapat dikelompokan berdasarkan potensi ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan yang didasarkan atas tingkat nyala (flammability) dan tingkat racun (toxicity). Refrigeran diklasifikasi menjadi tiga kelompok tingkat nyala: Kelas 1
: Refrigeran yang tidak menunjukan perambatan api (flame propagation), jika diuji di udara pada 101 kPa
pada
temperatur 18°C (65°F). Kelas 2 : Lower Explosion Limit (LEL) > 0,1 kg m 3 atau 3,5% volume pada 21°C dan 101 kPa kalor pembakaran lebih kecil dari 19.000 kJ kg .
25
Kelas 3 : Lower Explosion Limit (LEL) < 0,1 kg m 3 atau 3,5% volume pada 21°C dan 101 kPa kalor pembakaran lebih besar dari 19.000 kJ kg .
Refrigeran juga diklasifikasikan menjadi dua kelompok tingkat racun yaitu: Kelompok A : adalah refrigeran yang mempunyai Litle Consentratic LC 50 ³ 10.000. ppm . Kelompok B : adalah refrigeran yang mempunyai Litle Consentratic LC 50 £ 10.000. ppm . Klasifikasi tersebut di atas tidak mempertimbangkan tingkat racun gas hasil pembakaran refrigeran tersebut. Namun jika menemui kesulitan untuk menentukan kelompok klasifikasi suatu refrigeran, maka refrigeran tersebut dimasukan ke dalam kelompok yang mempunyai potensi bahaya yang paling tinggi. Pada klasifikasi di atas tidak dimasukan potensi perusakan lapisan ozon dan potensi pemanasan global dari suatu refrigeran. Meskipun demikian kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam memilih refrigeran. Secara umum suatu Sistim yang dirancang dan dirawat dengan baik, efek tak langsung pemanasan global sebagai akibat lepasnya CO 2 dari mesin pembangkit, daya penggerak mesin refrigerasi akan memberikan dampak pemanasan global yang jauh lebih besar dari pada dampak langsung oleh refrigerannya. Oleh karena itu pemilihan refrigeran yang tepat dan perancangan serta perawatan Sistim refrigerasi yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi merupakan hal yang sangat penting.
26
II.3.2. Penggolongan Refrigeran
Refrigeran hidrokarbon meliputi propana, normal butan dan isobutan. Sedangkan refrigeran halokarbon adalah refrigeran sintetik turunan dari gugus metana, etana dan senyawa hidrokarbon tak jenuh. Sistim penomoran dilakukan sedemikian rupa sehingga dari nomor refrigeran dapat diketahui struktur senyawa dan sebaliknya. Sistim penomoran tersebut adalah sebagai berikut:
Nomor refrigeran dimulai dengan R dan diikuti 4 digit nomor. a) Digit pertama dari kanan adalah jumlah atom fluor. b) Digit kedua dari sebelah kanan adalah jumlah dari atom H dalam senyawa ditambah dengan satu. c) Digit ketiga dari sebelah kanan adalah jumlah dari atom C dalam senyawa dikurangi satu. Apabila nilai digit ini nol dan digit keempat dari kanan juga nol maka angka nol ini tidak dituliskan. d) Digit keempat dari sebelah kanan adalah sama dengan jumlah ikatan karbon karbon yang tak jenuh. Jika nilai digit ini nol maka angka nol tersebut tidak dicantumkan. e) Jumlah atom chlor dalam senyawa dapat dihitung dengan cara mengurangi jumlah atom fluor dan hidrogen dari jumlah atom total yang terikat pada atom C. Untuk halokarbon dari gugus metana jumlah atom total tersebut adalah
27
empat sedangkan dari gugus etana jumlah atom yang dimaksud adalah enam. Untuk refrigeran halokarbon jenuh jumlah atom total yang terikat pada atom C adalah 2n+2, di mana n adalah jumlah atom karbon. f) Untuk isomer pada gugus etana, setiap isomer diberi nomor refrigeran yang sama dengan isomer yang paling simetri dinyatakan dengan nomor refrigeran saja. Sedangkan isomer yang lain diberi imbuhan huruf kecil (a, b, c, dst.) sesuai
dengan
urutan
ketidaksimetrian.
Simetri
ditentukan
dengan
menghitung jumlah atom halogen dan hidrogen yang terikat pada setiap atom C. Kemudian jumlah berat atom yang terikat pada satu atom C dikurangi dengan jumlah berat atom yang terikat dengan atom C lainnya. Semakin kecil harga absolut perbedaannya semakin simetri senyawa refrigeran tersebut.
Penulisan nomor refrigeran sesuai dengan formula kimia: C m H n Fp Cl q dimana (n+p+q) = (2m+2), penulisannya R (m - 1)(n + 1)(p ) .
Refrigeran yang digunakan dalam Sistim digolongkan beberapa kelompok antara lain:
a).
Refrigeran Campuran
Refrigeran campuran terdiri dari refrigeran zeotrop dan azeotrop. Refrigeran ini ditulis dengan cara penulisan nomor refrigeran dan fraksi massa tiap komponen. Urutan penulisan komponen dimulai dari komponen yang mempunyai titik didih
28
normal yang paling rendah. Sebagai contoh; R-22 (48,8%) + R-115 (51,2%) ditulis sebagai R-22/R-115[48,8/51,2].
b).
Refrigeran Zeotrop
Refrigeran campuran zeotrop komersial dinyatakan dengan nomor refrigeran seri 400. Nomor refrigeran menunjukan komponen apa saja yang terdapat dalam campuran tetapi tidak menunjukkan jumlah tiap komponen. Dua digit terakhir hanya menunjukan nomor urut.
c).
Refrigeran Azeotrop
Refrigeran campuran azeotrop komersial dinyatakan dengan nomor refrigeran seri 500. Nomor refrigeran menunjukan komponen apa saja yang terdapat dalam campuran tetapi tidak menunjukkan jumlah tiap komponen. Dua digit terakhir hanya menunjukan nomor urut.
d).
Refrigeran Organik
Refrigeran organik lain yang tidak termasuk dalam kelompok refrigeran yang telah disebut di atas (halokarbon, hidrokarbon, zeotrop, azeotrop) dinyatakan dengan
29
nomor refrigeran seri 600. Dua digit terakhir hanya menunjukkan nomor urut. Aturan penulisan isomer juga berlaku bagi kelompok refrigeran ini.
e).
Refrigeran Anorganik
Refrigeran senyawa anorganik dinyatakan dengan nomor refrigeran seri 700. Dua digit terakhir menunjukan berat molekul dari senyawa tersebut. Apabila terdapat dua senyawa berbeda yang mempunyai berat molekul yang sama maka dibelakang nomor refrigeran ditambah huruf besar A,B,C dan seterusnya.
II.3.3. Syarat-syarat Refrigeran
Persyaratan refrigeran untuk unit refrigerasi adalah: 1. Tidak beracun, tidak berbau dalam semua keadaan. 2. Tidak dapat terbakar atau meledak sendiri bila bercampur dengan udara, minyak dan sebagainya. 3. Tidak menyebabkan korosi terhadap logam yang dipakai dalam Sistim pengkondisian udara. 4. Dapat bercampur dengan minyak kompresor tetapi tidak merusak atau mempengaruhi minyak kompresor. 5. Mempunyai struktur kimia yang stabil, tidak boleh terurai setiap kali dimampatkan
(dikompresikan),
diuapkan (dievaporasi).
diembunkan
(dikondensasikan)
dan
30
6. Mempunyai temperatur penguapan atau temperatur didih (boiling point) yang rendah, harus lebih rendah pada temperatur evaporator yang di rencanakan. 7. Mempunyai tekanan pengembunan atau kondensasi (condensing pressure) yang rendah karena tekanan yang tinggi memerlukan kompresor yang besar dan kuat, juga pipa-pipa harus kuat dan kemungkinan bocor besar. 8. Mempunyai tekanan penguapan (evaporative pressure) sedikit lebih tinggi dari pada 1 atm, sehingga apabila terjadi kebocoran udara luar tidak masuk ke dalam Sistim. 9. Mempunyai panas laten penguapan yang besar agar panas yang diambil oleh evaporator dari ruangan menjadi besar jumlahnya, sebaliknya jumlah bahan pendingin (refrigeran) yang dipakai sedikit. 10. Bila terjadi kebocoran mudah diketahui dengan alat sederhana. 11. Harganya murah.
II.3.4. Refrigeran R-22
Refrigeran sintetik ini termasuk dalam kelompok senyawa halokarbon yang mempunyai satu atom klorin dan dua atom fluorin refrigeran dari gugus methana ini mempunyai susunan kimia CHF2 Cl (Monochlorodifluorometana) dengan nomor R22.
31
Gbr. 2.14. Diagram gugus metana. [1]
Saat ini refrigeran R-22 menjadi refrigeran utama karena sangat ideal dari segi teknik, sehingga banyak digunakan pada Sistim refrigerasi dengan kapasitas yang kecil sampai kapasitas besar.
II.3.5. Refrigeran R-290
Refrigeran ini mempunyai rumus C 3 H 8 dengan nomor R-290 adalah refrigeran hidrokarbon untuk menggantikan refrigeran CFC, refrigeran HFC atau refrigeran HCFC.
32
Refrigeran hidrokarbon merupakan refrigeran yang langsung dapat diisikan ke Sistim yang semula menggunakan HCFC (R-22) tanpa perlu melakukan modifikasi atau mengganti komponen maupun minyak pelumas. Refrigeran hidrokarbon ini mempunyai sifat yang mudah terbakar sehingga pada penggunaannya harus dihindari terjadinya kebocoran dan percikan api.
II.4.
Sistim Pengkondisian Udara
Sistim pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan udara sehingga
dapat
mencapai
temperatur,
kelembaban,
kebersihan
dan
pendistribusiannya secara serentak guna mencapai kondisi nyaman yang dibutuhkan sesuai dengan persyaratan terhadap suatau ruangan tertentu. Sistim pengkondisian udara pada umumnya dibagi menjadi dua golongan utama yaitu: 1. Penyegaran udara untuk kenyamanan, yaitu menyegarkan udara dari ruangan untuk memberikan kenyamanan kerja bagi orang yang melakukan kegiatan didalam ruangan tersebut. 2. Penyegaran udara untuk industri, yaitu menyegarkan udara dari ruangan karena diperlukan oleh proses kegiatan industri yang ada didalamnya.
33
II.4.1. Bagian-bagian Sistim Pengkondisian Udara
Sistim refrigerasi dalam pengkondisian udara sebenarnya adalah pompa kalor, karena Sistim tersebut menyerap energi kalor pada daerah dengan tingkat suhu yang rendah dan membuangnya ke daerah dengan tingkat suhu yang lebih tinggi. Siklus refrigerasi untuk pengkondisian udara yang banyak dipakai adalah siklus refrigerasi kompresi uap dan siklus refrigerasi absorpsi. Mesin refrigerasi untuk pengkondisian udara, seperti halnya siklus Carnot pada umumnya mempunyai peralatan sebagai berikut: 1. Kompresor. 2. Kondensor dan Evaporator. 3. Katup Ekspansi.
II.4.1.1. Kompresor
Kompresor mengisap uap refrigeran dari ruang penampung uap, di dalam penampung uap tekanan diusahakan tetap rendah supaya refrigeran senantiasa dalam keadaan uap dan bertemperatur rendah. Di dalam kompresor tekanan refrigeran dinaikkan sehingga memudahkan pencairannya kembali. Energi yang diperlukan untuk proses kompresi pada umumnya diberikan oleh motor listrik yang menggerakkan kompresor, jadi dalam proses kompresi ini energi diberikan kepada uap refrigeran. Pada waktu uap refrigeran diisap masuk ke dalam
34
kompresor temperatur dan tekanan masih rendah, tetapi selama proses kompresi berlangsung temperatur dan tekanannya naik. Kompresor adalah jantungnya dari Sistim kompresi uap. Empat jenis kompresor yang pada umumnya dipakai dalam Sistim refrigerasi adalah kompresor torak (recripocating compressor), kompresor skrup (screw compressor), sentrifugal dan sudu (vane compressor). Ditinjau dari cara penggerak untuk kompresor maka kompresor ini dapat kategorikan menjadi dua jenis yaitu: a) Kompresor jenis terbuka (open-type compressor). b) Kompresor jenis hermetik (hermetic compressor).
Kompresor hermetik adalah kombinasi antara kompresor dan motor listrik penggeraknya yang menjadi satu bagian. Pada jenis ini, bila kompresornya dapat diperbaiki maka jenis tersebut disebut kompresor semi hermetik.
Gbr. 2.15. Kompresor skrup semi hermetic. [4]
35
II.4.1.2. Kondensor dan Evaporator
Kondensor dan evaporator berfungsi sebagai alat penukar kalor, maka keduanya mempunyai beberapa sifat tertentu. Salah satu penggolongan kondensor dan juga evaporator, dengan memperhatikan apakah refrigeran mengalir didalam atau diluar pipa, dan apakah fluida yang mendinginkan kondensor atau yang didinginkan evaporator berbentuk gas atau cairan. Kondensor dan evaporator yang paling banyak digunakan adalah penukar kalor dari jenis cangkang dan pipa (shell and tube) dan penukar kalor koil bersirip (finned coil heat exchanger).
Gbr. 2.16. Kondensor berpendinginan udara. [3]
36
Gbr. 2.17. Evavorator berpendinginan air (water-cooled shell and tube). [3]
II.4.1.3. Katup Ekspansi
Elemen dasar yang terakhir dalam siklus refrigerasi uap, setelah kompresor, kondensor dan evaporator adalah alat ekspansi. Katup ekspansi ini mempunyai dua kegunaan yaitu menurunkan tekanan refrigeran cair dan mengatur aliran refrigeran ke evaporator. Alat ekspansi pada umumnya terdiri dari beberapa jenis yaitu: pipa kapiler, katup ekspansi (superheat controlled expansion valve), dan katup ekspansi tekanan konstan (constant pressure expansion valve). Pipa kapiler melayani hampir semua Sistim refrigerasi yang berkapasitas kecil, pipa kapiler umumnya mempunyai ukuran panjang 1 hingga 6 meter dengan diameter dalam antara 0,5 hingga 2 mm. Cairan refrigeran memasuki pipa kapiler tersebut dan mengalir sehingga tekanannya berkurang disebabkan oleh gesekan dan percepatan. Sejumlah cairan berubah menjadi uap ketika refrigeran melalui pipa ini.
37
Jenis lain ialah katup ekspansi berkendali superheat (panas lanjut) atau lebih populer sebagai katup ekspansi thermostatik. Katup ini pengendaliannya tidak digerakan oleh suhu di dalam evaporator, tetapi oleh besarnya panas lanjut gas isap yang meninggalkan evaporator. Katup ekspansi ini mengatur laju aliran refrigeran cair yang besarnya sebanding dengan laju penguapan di dalam evaporator.
Gbr. 2.18. Diagram skematik katup ekspansi thermostatik. [3]
Katup ekspansi tekanan konstan berfungsi mempertahankan tekanan yang konstan pada sisi keluarnya, yang merupakan masukan evaporator. Katup ekspansi ini menditeksi tekanan evaporator dan bila tekanan tersebut turun ke bawah batas kendali, maka katup membuka lebih besar. Bila tekanan evaporator naik ke atas batas kendali, katup tersebut menutup sebagian. Dengan pengisian refrigeran yang tepat menjadikan cairan refrigeran menguap sempurna dalam evaporator, sehinga mencegah cairan refrigeran ini masuk
38
kompresor. Penggunaan yang utama adalah pada kondisi dimana suhu penguapan pada evaporator harus dipertahankan pada titik tertentu agar dapat mengendalikan suhu sehingga mencegah terjadinya pembekuan pada alat pendingin air (watercooler) pada Sistim chiller.
Gbr. 2.19. Katup ekspansi tekanan konstan. [4]
II.4.2. Minyak Pelumas
Minyak pelumas mesin refrigerasi bersirkulasi hanya untuk melumasi bagianbagian kompresor yang saling bergesekan. Sebagian dari minyak pelumas itu bercampur dengan refrigeran dan masuk ke dalam kondensor dan evaporator.
39
Oleh karena itu minyak pelumas mesin refrigerasi harus memiliki sifat, selain sebagai pelumas yang baik, juga tidak menyebabkan gangguan atau kerusakan refrigeran dan bagian-bagian yang dilaluinya. Minyak pelumas mesin refrigerasi harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan temperatur kerja mesin, jenis refrigeran dan jenis kompresor yang digunakan. Persyaratan minyak pelumas mesin refrigerasi tersebut adalah: a) Titik beku yang rendah. b) Titik nyala yang tinggi (stabilitas termal yang baik). c) Viskositas yang tepat. d) Dapat dipisahkan dengan mudah dari refrigeran tanpa reaksi kimia. e) Tidak mudah membentuk emulsi. f) Tidak bersifat sebagai oksidator. g) Kadar parafin rendah (untuk mencegah pembekuan pada temperatur rendah). h) Bersifat isolator listrik yang tinggi, terutama untuk penggunaan pada kompresor hermetik. i) Kekuatan lapisan minyak yang tinggi.
II.5.
Model Perpindahan Panas dan Aliran Fluida
II.5.1. Model Perpindahan Panas
40
Model perpindahan panas yang terjadi pada Sistim pengkondisian udara adalah model konveksi. Persamaan umum untuk laju perpindahan panas secara konveksi yaitu:
Q = h e ´ A(t s - t f )
(2.18)
dimana : h e = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W m 2 C ) A = Luas penampang ( m 2 ) t s = Suhu permukaan (°C)
t f = Suhu fluida (°C).
Sedangkan koefisien perpindahan panas total untuk suatu penukar panas merupakan suatu perbandingan yang tetap, yang apabila dikalikan dengan luas permukaan perpindahan panas dan rata-rata perbedaan suhu diantara dua fluida akan menghasilkan laju perpindahan panas.
II.5.2. Ada 2 macam aliran fluida yaitu:
II.5.2.1. Aliran Laminar
41
Aliran berlangsung dalam lapisan atau jalur yang beraturan, ciri-ciri untuk unsur terpisah bergerak dalam lapisan-lapisan sejajar secara beraturan. Pada kecepatan yang sangat rendah, aliran bersangkutan akan berbentuk laminar. Fluida yang mengalir secara laminar akan mengalir dalam lapisan-lapisan yang berbeda-beda. Lapisan-lapisan ini akan melaju beraturan secara bersama-sama dan antara satu lapisan dengan lapisan yang lainnya tidak terjadi pertukaran unsur-unsur fluida. Laju suatu aliran laminar memungkinkan sebuah pipa pengalir terisolasi dalam arus, ini adalah sebuah silinder khayalan yang dinding sampingnya dibentuk oleh garisgaris yang berbeda. Hansen menyajikan rumus empiris berikut untuk aliran laminar yang berkembang penuh dalam tabung pada suhu tetap;
Nu = 3,66 + 0,0668(d L ). Re2. Pr 3 1 + 0,04[(d L ). Re . Pr ]
(2.19)
di mana d adalah diameter, L adalah panjang pipa. Untuk 10 < L d < 400, rumus empiris yang agak sederhana untuk perpindahan kalor aliran laminar dalam pipa diusulkan oleh Sieder dan Tate;
Nu = 1,86(Re . Pr )
( L)
1 3. d
II.5.2.2. Aliran Turbulen
1 3
ù ém rata - rata ú .ê m ëê dinding ûú
0,14
(2.20)
42
Aliran turbulen adalah aliran dengan gerakan berputar, ciri-cirinya adalah pada aliran sesungguhnya yang diarahkan secara aksial timbul gerak sampingnya yang tidak beraturan, dan dapat berubah-ubah sehingga berbagai aliran akan saling mempengaruhi satu sama lain, dengan berakibat akan terjadi pusaran. Apabila kecepatan aliran meningkat lebih tinggi dari suatu kecepatan kritis tertentu, aliran laminar secara tiba-tiba akan berubah menjadi aliran turbulen. Pada aliran turbulen lapisan-lapisan fluida yang beraturan akan menghilang dan digantikan oleh unsur-unsur fluida yang melakukan gerakan-gerakan berputar tidak beraturan. Untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh dalam pipa licin, Dittus dan Boelter menyarankan persamaan berikut:
Nu = 0,023. Re 0,8 . Pr 0,3
(2.21)
Sedangkan untuk memperhitungkan variasi sifat-sifat fluida dengan adanya perubahan suhu, Sieder dan Tate menyarankan rumus berikut:
Nu =
æm
ö rata - rata ÷ ÷÷ çç m dinding ø è
1 ç 0,027. Re 0,8 . Pr 3
0,14
(2.22)
Sedangkan pada bagian masuk dimana aliran belum berkembang, Nusselt menyarankan rumus berikut:
43
Nu = 0,036. Re 0,8 . Pr 3 .(d L ) 1
(2.23)
II.5.2.3. Bilangan Reynolds
Untuk menentukan sebuah aliran laminar atau turbulen tergantung pada: 1. Kecepatan aliran dari zat cair atau kecepatan rata-rata (v). 2. Diameter dari pipa pipa atau saluran-saluran (d). 3. Vikositas kinematik dari zat cair (n). Dari ketiga besaran ini terdapat hubungan yang sudah dikenal yaitu bilangan Reynolds yang hubungannya adalah:
v. d n = Re
dimana;
(2.24)
d = diameter dalam m. v = kecepatan dalam m/s. n = vikositas dalam m 2 s .
Tetapi bila bukan viskositas kinematik yang diberikan melainkan viskositas dinamik, maka bilangan Reynolds akan memperoleh sebagai berikut:
Re = v.d.r m
(2.25)
44
Karena;
m = n.r.atau.n = m r
(2.26)
dimana;
r = berat jenis zat cair. di sini v dinyatakan dalam m/s, dan d dalam m, m dalam Pa.s dan r dalam kg m 3 .
Jadi dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bilangan Reynolds adalah suatu besaran yang tidak berdimensi dan menyatakan perbandingan gaya-gaya inersia terhadap gaya-gaya kekentalan (viskositas).
Dari bilangan Reynolds dapat ditentukan sifat-sifat aliran yaitu: §
Bila Re < 2320 maka aliran laminar.
§
Bila Re terletak antara 2320 dan 3000 maka aliran dapat berbentuk laminar atau turbulen (aliran transisi).
§
Bila Re >3000 maka arusnya turbulen.
45
BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN
III.1. Tujuan Pengujian
Pengujian yang dilakukan dalam percobaan ini ditujukan untuk mendapatkan unjuk kerja masing-masing refrigeran, R-22 ataupun R-290 sedemikian rupa sehingga kemudian dapat dilakukan perbandingkan dari hasil pengujian terhadap kedua refrigeran tersebut.
III.2. Instalasi Pengujian
Instalasi pengujian yang dipergunakan ialah suatu instalasi pengkondisian udara yang terdapat dalam suatu ruangan disebuah gedung perkantoran. Instalasi pengujian ini dipasang sejumlah alat ukur yang akan digunakan untuk menentukan besaran pengukuran. Pemasangan alat-alat ukur seperti thermometer dan manometer pada sistim pengkondisian udara dari jenis terpisah (Air Conditionnig Split Type), pada titik-titik tertentu agar sesuai dengan siklus uap nyata dapat diketahui. Sistim pengkondisian udara yang digunakan dalam pengujian ini, menggunakan Air Conditioning Split system
dengan merk dan ukuran yang ada dipasaran secara
umum. Data-data dari pengkondisian udara tersebut sebagai berikut:
46
Merk
: NATIONAL
Type
: NCS5
Kapasitas pendinginan
: 44.000 Btu / jam
Voltase
: 380 v 3Æ 5,5 A
III.3. Pemasangan Alat Ukur Pengujian
Sebelum mengadakan suatu pengujian dalam sistim pengkondisian udara, dengan menggunakan Air Conditionning Split sistim yang sudah terpasang dalam suatu ruangan. Alat ukur seperti termometer dan manometer harus terpasang terlebih dahulu seperti gbr.3.12. Langkah-langkah pemasangan alat ukur sebagai berikut : a. Pemasangan termometer dan manometer pada saluran hisap kompresor. b. Pemasangan termometer dan manometer pada saluran tekan kompresor. c. Pemasangan termometer dan manometer pada saluran masuk kondensor. d. Pemasangan termometer dan manometer pada saluran keluar kondensor. e. Pemasangan termometer pada saluran masuk udara pendingin kondensor. f. Pemasangan termometer pada saluran keluar udara pendingin kondensor. g. Pemasangan manometer pada saluran sebelum katup ekspansi. h. Pemasangan manometer pada saluran sesudah katup ekspansi. i. Pemasangan termometer pada saluran masuk evaporator. j. Pemasangan termometer pada saluran keluar evaporator. k. Pemasangan termometer pada saluran udara masuk evaporator.
47
l. Pemasangan termometer pada saluran udara keluar evaporator. Disamping alat ukur yang terpasang seperti tersebut diatas, diperlukan juga alat ukur lainnya seperti : ·
Anemometer untuk kecepatan udara, pada saluran udara keluar kondensor dan evavorator.
·
Ampere,Voltage dan kWhmeter untuk daya listrik.
·
Termometer bola basah dan bola kering untuk kelembaban.
·
Timbangan digital untuk mengukur berat refrigeran.
Gbr. 3.1. Ampere meter.
48
Gbr. 3.2. AVO meter.
Gbr. 3.3. KWH meter.
49
Gbr. 3.4. Anemometer.
Gbr. 3.5. Thermometer dan Seling Psikometer.
50
Gbr. 3.6. Hourmeter.
Gbr. 3.7. Timbangan digital.
51
Gbr. 3.8. Pemasangan thermometer dan manometer pada kompresor.
52
Gbr. 3.9. Outdoor Unit.
Gbr. 3.10. Indoor Unit.
53
Gbr. 3.11. Pemasangan thermometer indoor unit.
To
P 2
Kondensor
T2
T1
P 1
Ti
P d
Td P s
P 3
Katup Ekspansi
P 4
Ts
380 volt 3 phase
To A V
Kompresor P 5
Evaporator
T5
P 6 T6
Ti
= Manometer
A V
= Ampere meter
= Thermometer
Gbr. 3.12. Pemasangan alat-alat ukur pada Air Conditionning split system.
54
III.4. Prosedur dan Pelaksanaan Pengujian
Pedoman prosedur praktis sebagai petunjuk servis dan perbaikan sehingga standar minimum penanganan dan pemakaian refrigeran hidrokarbon dapat terjamin aman. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh CFC, HCFC, HFC, maka prosedur recovery dan recycling refrigeran CFC, HCFC dan HFC harus diperhatikan. Prosedur konversi dilakukan dengan cara praktek refrigerasi, dan peralatan yang umum yang mungkin telah dimiliki atau yang mudah diperoleh. Langkah-langkah konversi adalah seperti yang dijelaskan dibawah ini: ·
Langkah pertama adalah pemeriksaan mesin refrigerasi yaitu dengan mengikuti diagram alir pada hal 57, pemeriksaan mesin untuk memastikan mesin dapat dikonversi ke suatu refrigeran Hidrokarbon secara aman dan praktis.
·
Langkah berikutnya adalah mengambil kembali R-22 dalam sistim dengan recovery pump, R-22 kemudian disimpan dalam tabung. Jangan membuang R-22 yang tersisa dalam sistim ke atmosfir karena akan merusak lingkungan.
·
Kemudian perbaiki mesin refrigerasi seperlunya untuk peralatan yang mungkin memerlukan perbaikan. Selanjutnya lakukan uji tekan dan deteksi kebocoran dalam sistim dengan cara yang sama seperti pada sistim R-22.
55 ·
Langkah selanjutnya adalah pengosongan sistim yang harus dilakukan seperti yang biasa dilakukan. Setelah itu sistim siap diisi kembali dengan refrigeran Hidrokarbon.
III.4.1. Prosedur Penghampaan dan Isi Ulang
Prosedur dalam mengerjakan penghampaan (vacuum) pada sistim refrigerasi harus dilakukan dengan benar sebagai berikut: a. Alat ukur tekanan harus dikalibrasi. b. Refrigeran dari golongan CFC, HCFC, dan HFC dapat di recover. Refrigeran Hidrokarbon tidak perlu di recover atau didaur ulang. c. Tangki refrigeran tidak boleh diisi melebihi kapasitas. Berat tangki dan isinya harus ditimbang. d. Sebelum uji unjuk kerja, level minyak pelumas kompresor harus diperiksa, jika perlu dapat ditambah, atau dikurangi bahkan diganti baru. e. Sistim harus di vacuum dengan bantuan pompa vacuum selama kurang lebih 30 menit dan sampai tekanan manometer menunjukan 90 kPa (27”Hg). Setelah tekanan vacuum tercapai, sistim harus ditutup. f. Periksa tekanan vacuum setelah 1 menit sistim ditutup dan periksa kembali setelah 15 menit. g. Jika terjadi kenaikan tekanan sampai dengan 2 kPa (0,5”Hg) hal ini menunjukan masih ada kebocoran sistim. Jika hal ini terjadi, sebelum
56
dilakukan pengisian refrigeran ke dalam sistim, periksa ulang kebocoran sistim. h. Sebelum mengisi refrigeran ke dalam sistim, periksa kembali kebocoran dengan cara memasukan refrigeran secukupnya ke dalam sistim. i. Pengisian refrigeran hidrokarbon campuran ke dalam sistim harus sesuai dengan petunjuk pemakaian. j. Kebocoran sistim dapat dilakukan dengan detektor kebocoran khusus untuk hidrokarbon menggunakan larutan air sabun.
III.4.2. Prosedur Pengujian
Pelaksanaan pengujian dengan menggunakan dua refrigeran yang berbeda, dimana menggunakan refrigeran R-22 yang merupakan kelompok A1 dan menggunakan refrigeran R-290 yang termasuk kelompok A3. Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6501.2.2000 yang mengatur penggunaan refrigeran dalam sistim pengkondisian udara. Maka pengujian ini dalam pembahasan aturan keselamatan, sistim tersebut dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok sistim beresiko tinggi dan kelompok sistim beresiko rendah. Prosedur konversi dari refrigeran R-22 ke refrigeran R-290 dapat dilakukan dengan cara yang sederhana yang mencangkup: a. Memperkirakan komponen listrik yang perlu diganti. b. Apakah suatu sistim dapat dikonversi atau tidak.
57
c. Jenis refrigeran hidrokarbon yang digunakan. d. Prosedur konversi. Suatu mesin dapat dikonversikan refrigeranya ke refrigeran hidrokarbon dengan prosedur yang sederhana. Pada kebanyakan kasus tidak diperlukan perubahan pada sirkuit refrigerasi, tetapi mungkin diperlukan perubahan pada komponen listrik. Prosedur konversi ke refrigeran hidrokarbon lebih sederhana dibandingkan dengan prosedur konversi refrigeran CFC ke refrigeran HFC. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap mesin untuk mencari peralatan listrik yang perlu diganti agar mesin tersebut aman jika bekerja dengan refrigeran hidrokarbon. Peralatan yang tidak aman adalah peralatan yang dapat menimbulkan bunga api apabila beroperasi. Jika peralatan tersebut terletak dekat dengan sirkuit refrigerasi, maka bunga api yang ditimbulkan dapat menyalakan refrigeran hidrokarbon yang bocor. Tidak semua mesin dapat dikonversikan dengan praktis dan aman. Dalam beberapa kasus biaya konversi menjadi sangat tinggi, pada kasus yang lain tidak mungkin menghilangkan semua sumber penyalaan. Untuk menentukan apakah suatu mesin dapat dikonversi atau tidak adalah dengan cara memeriksa mesin tersebut.
58
III.4.3. Pelaksanaan pengujian
Sebelum pelaksanaan pengujian dan pengambilan data-data, maka peralatan air conditioning (AC) terlebih dahulu diuji kebocoran dalam sistim saluran pemipaannya, prosedur pengujian ini meliputi: a. Periksa sambungan dan pengelasan pipa dengan busa sabun. b. Pengisian Nitrogen ( N 2 ) hingga tekanan > 60 psig. c. Biarkan tekanan dalam pipa tersebut beberapa jam.
Apabila tekanan dalam pipa refrigerasi tidak ada penurunan tekanan, maka dapat dipastikan sistim tersebut tidak terdapat kebocoran. Langkah berikutnya adalah pelaksanaan pengambilan data-data menggunakan refrigeran R-22. Sebelum melakukan pengisian refrigeran dalam sistim, maka sistim tersebut terlebih dahulu dikosongkan (vacuum) dengan menggunakan pompa vakum (vacuum pump) sampai tekanan 30 psig, tekanan ini dipertahankan beberapa waktu untuk memastikan tidak adanya kebocoran dalam sistim.
III.4.3.1. Pengujian dengan refrigeran R-22
59
Pengujian dan pengambilan data-data pada sistim pengkondisian udara dengan menggunakan refrigeran R-22. Langkah-langkah pengambilan data adalah sebagai berikut: a. Memvakum sistim refrigerasi sampai takanan 90 kPa, lakukan dua kali sehingga dipastikan dalam sistim bersih dan hampa. b. Siapkan refrigeran R-22 dan timbangan digital, Ampere meter, pressure gauge, catat berat refrigeran sebelum di isi. c. Isi refrigeran R-22 sampai 10 psig, kemudian operasikan sistim tersebut sehingga tekanan hisap akan menjadi vakum kembali. d. Tambahkan refrigeran R-22 ke dalam sistim sampai tekanan saluran hisap 15 psig, operasikan beberapa waktu selanjutnya dan ambil data tersebut. e. Tambahkan refrigeran R-22 ke dalam sistim sampai tekanan saluran hisap 25 psig, operasikan beberapa waktu selanjutnya dan ambil data tersebut. f. Lakukan berulang-ulang prosedur diatas sampai tekanan pada saluran hisap kompresor mencapai 65 psig, operasikan beberapa waktu selanjutnya ambil data-data tersebut. g. Pada saat tekanan saluran hisap 65 psig, maka tidak ada penambahan refrigeran R-22. Selanjutnya mengambil data-data pada saat temperatur ruangan dan temperatur udara luar yang berubah-ubah.
60
Tabel 3.1. Data hasil pengujian menggunakan refrigeran R-22.
Tabel 3.2. Data hasil pengujian pada titik efek refrigerasi maksimum menggunakan R-22.
61
III.4.3.2. Pengujian dengan refrigeran R-290
Dalam pelaksanaan pengujian dengan refrigeran R-290, prosedur dalam konversi dari R-22 ke R-290 sesuai diagram alir diatas harus dilaksanakan. Penggunaan R-290 yang sangat peka terhadap percikan api maka pengkabelan dalam sistim ini harus diperhatikan. Pengujian
dan
pengambilan
data-data
menggunakan
R-290
pada
sistim
pengkondisian udara, sama seperti pengambilan menggunakan R-22 adalah sebagai berikut : a. Memvakum sistim refrigerasi sampai takanan 90 kPa, lakukan dua kali sehingga dipastikan dalam sistim bersih dan hampa. b. Siapkan refrigeran R-290 dan timbangan digital, Ampere meter, pressure gauge, catat berat refrigeran sebelum di isi. c. Isi refrigeran R-290 sampai 10 psig, kemudian operasikan sistim tersebut sehingga tekanan hisap akan menjadi vakum kembali dan ambilah data. d. Tambahkan refrigeran R-290 ke dalam sistim sampai tekanan saluran hisap 15 psig, operasikan beberapa waktu selanjutnya ambil data tersebut.
62
e. Tambahkan refrigeran R-290 ke dalam sistim sampai tekanan saluran hisap 25 psig, operasikan beberapa waktu selanjutnya ambil data tersebut. f. Lakukan berulang-ulang prosedur diatas sampai tekanan pada saluran hisap kompresor mencapai 60 psig, operasikan beberapa waktu selanjutnya ambil kembali data-data tersebut. g. Pada saat tekanan saluran hisap kompresor mencapai 60 psig, tidak ada penambahan refrigeran R-290, selanjutnya pengambilan data pada temperatur ruangan dan udara luar yang berubah-ubah.
Tabel 3.3. Data hasil pengujian menggunakan refrigeran R-290.
Tabel 3.4. Data hasil pengujian pada efek refrigerasi maksimum menggunakan R290.
63
III.5. Data Perhitungan Beban Pendingin Pada Ruangan
Perhitungan beban pendingin pada pengujian ini dilakukan untuk mencari laju aliran masa refrigeran dimana kondisi ruangan pada saat dilakukan pengujian dalam keadaan kosong, sehingga beban dari manusia dianggap tidak ada.
III.5.1. Data Kondisi Cuaca Lokasi Pengujian
Data kondisi kota Jakarta pada saat pengujian dapat diperoleh dari tabel lampran ; Kota / tempat
: Jakarta
Garis lintang
:
Garis Bujur
:
Waktu perencanaan
: Bulan September
Temperatur bola kering
: 310Cdb
Temperatur bola basah
: 260Cwb
RH udara luar
: 77 %
Perubhan temperatur harian :
64
III.5.2. Kondisi Ruangan yang Dikondisikan
Data kondisi ruangan yang dikondisikan disesuaikan dengan kondisi ruangan pada saat melakukan pengujian.
Temperatur ruangan
:
Jumlah manusia/penghuni pada saat pengujian
: Tidak ada
Luas ruangan
:
III.5.3. Tahanan Thermal Melalui Atap
Bahan atap dan koefesien perpindahan panas : Bahan 1. Lapisan udara luar 2. Genting 3. Rongga udara 4. Internit 5. Isolasi 6. Lapisan udara dalam
Ua =
1 = W/m2.C å RT
Aa = m2 (diukur)
Tahanan Termal (m2.C/W)
65
III.5.4. Tahanan Thermal Melalui Dinding
Bahan dinding dan koefesien perpindahan kalor ditentukan berdasarkan perkiraan bahan pada dinding dan dengan bantuan tabel pada lampiran.
Bahan 1. Lapisan udara luar 2. Tembok 3. Rongga udara 4. Kaca 5. Isolasi 6. Lapisan udara dalam
Ud =
1 = W/m2.C å RT
Ad = m2 (diukur)
III.5.5. Tahanan Thermal Melalui Kaca
Uk = W/m2.C Ak = m2 (diukur)
III.5.6. Tahanan Thermal Melalui Lantai
Tahanan Thermal (m2.C/W)
66
Ul = W/m2.C Al = m2 (diukur)
III.5.7. Tahanan Thermal Melalui Dinding Depan
Bahan 1. Tembok 2. Isolasi
Udd =
1 = W/m2.C å RT
Add = m2 (diukur)
Tahanan Thermal (m2.C/W)
67
BAB IV PEMBAHASAN MASALAH
Data-data yang sudah didapat dari percobaan ini, harus diperhitungkan secara teoritis sehingga dapat diketahui karakteristik masing-masing refrigeran. Untuk mengetahui besaran massa refrigeran yang mengalir dalam suatau sistim refrigerasi, digunakan asumsi effisiensi pertukaran panas pada evaporator sebesar 90 % untuk kedua refrigeran, karena dalam percobaan menggunakan unit yang sama dan kesulitan memasang alat ukur flow meter pada alat pengujian. Untuk besaran kecepatan udara yang mengalir baik pada indoor unit, maupun pada outdoor unit untuk masing-masing dua percobaan refrigeran adalah menggunakan kecepatan yang sama.
10 cm
Mencari kecepatan rata-rata udara pada indoor unit
V1
V2
V3
V4
110 cm V1 = 4,5 m/s V2 = 4,1 m/s V3 = 4,5 m/s V4 = 4,2 m/s
-
V =
4,5 + 4,1 + 4,5 + 4,2 = 4,3 m s 4
68
Æ 40 cm
Mencari kecepatan rata-rata udara pada outdoor unit
V1
V2
V1 = 6,7 m/s V2= 6,1 m/s
-
V=
V3
V4
V3 = 6,3 m/s V4 = 6,5 m/s
6,7 + 6,1 + 6,3 + 6,5 = 6,4m / s 4
Perhitungan dengan mengambil data pada tekanan hisap kompresor 65 psig adalah sebagai berikut: Luas permukaan disfuser indoor unit; A indoor = L ´ P ( m 2 ) = 0,1 ´ 1,1 = 0,11 m 2
69
Luas permukaan disfuser outdoor unit; Aoutdoor = 2 ´
p 4
´ D 2 ( m2 )
= 2 ´ 0,785 ´ 0,4 2 = 0,25 m 2
Jumlah udara yang disirkulasikan di indoor unit; ·
m udara = A ´ V ( m 3 s ) = 0,11 ´ 4,3 = 0,473 m3/s = 1.702,8 m3/h
Jumlah udara yang disirkulasikan di outdoor unit; ·
m udara = A ´ V ( m 3 s ) = 0,25 ´ 6,4 = 1,6 m3/s = 5.760 m3/h
IV.1. Perhitungan data Pengujian R-22
Perhitungan pada tekanan hisap kompresor pada sistim refrigerasi ini pada kondisi tekanan 65 psig. Massa udara kering yang mengalir pada kondensor; ·
m
udara
=
1,6 = 1,8 kg s 0,886
Laju aliran panas di saluran udara pada kondensor;
70
·
q udara.con = m´ (hb - ha ) (kW)
= 1,8 ´ (94 - 85) = 16,2 kW =
16.200 = 55.270 Btu/h 0,2931
Massa udara kering yang mengalir pada evaporator; ·
m udara =
0,473 = 0,56 kg s 0,845
Laju aliran panas di saluran udara pada evaporator; ·
q udara.eva = m ´ ( hc - hd ) (kW) = 0,56 ´ (45-25) =11,2 kW =
11.200 = 38.212 Btu/h 0,2931
Apabila effisiensi pertukaran panas pada evaporator 90%, maka kapasitas refrigerasi adalah: Kapasitas refrigerasi; qrefrigerasi=
q refrigerasi =
q eva
h panas
(kW)
38.212 = 42.457 Btu/h = 12,4 kW 0,9
Massa refrigeran yang disirkulasikan;
71
·
m R 22 =
=
q ref
(h1 - h4 )
(kg/s)
12,4 = 0,074 kg s (417 - 250)
Daya kompresor yang diperlukan; ·
Pcom = m . ´ (h 2 - h 1 ) (kW)
= 0,074 ´ (450 - 417 ) = 2,44kW
Daya listrik yang diperlukan; Pinput = V ´ I ´ 3 ´ cos F (kW) = 380 ´ 5,2 ´ 1,732 ´ 0,8 = 2,737 kW
Effisiensi Kompresor; h=
=
Pcom Pinput
2,44 = 0,89 2,737
Kapasitas kondensor yang diperlukan; ·
q con = m . ´ (h 2 - h 3 ) (kW) = 0,074 ´ (450 - 250 ) = 14,8 kW
72
Prestasi kerja; COP =
=
(h 1 - h 4 ) (h 2 - h 1 ) (417 - 250) = 5,06 (450 - 417 )
Dari data pengujian R-22 dan dengan perhitungan yang sama, maka didapat hasil pengujian tersebut seperti dalam tabel dibawah:
73
Tebel 4.1. Data perhitungan hasil pengujian dengan refrigeran R-22.
IV.2. Perhitungan data Pengujian R-290
Perhitungan data R-290 dimulai pada tekan hisap kompresor pada sistim refrigerasi ini, yaitu pada tekanan 60 psig. Massa udara kering yang mengalir pada kondensor; ·
m
udara
=
1,6 = 1,8 kg s 0,886
74
Laju aliran panas di saluran udara pada kondensor; ·
q udara.con = m udara ´ (hb - ha ) (kW) = 1,8 ´ (95-85) =18 kW 18.000 = 61.412 Btu/h 0,2931
=
Massa udara kering yang mengalir pada evaporator; ·
m
udara
0,473 = 0,56 kg/s 0,845
=
Laju aliran panas di saluran udara pada evaporator; ·
q udara.eva = m ´ ( hc - hd ) (kW)
= 0,56 ´ (54 - 33) = 11,76 kW 11.760 = 40.122 Btu/h 0,2931
=
Apabila effisiensi pertukaran panas pada evaporator 90%, maka kapasitas refrigerasi adalah: Kapasitas refrigerasi; qrefrigerasi=
q eva
h panas
q refrigerasi =
(kW)
11,76 = 13 kW 0,9
75
Massa refrigeran yang disirkulasikan; ·
m R 290 =
q ref ( h 1 - h4 )
=
(kg/s)
13 = 0,047 kg/s (940 - 630)
Daya kompresor yang diperlukan; ·
Pcom = m´ (h 2 - h 1 ) (kW)
= 0,047 ´ (980 - 940 ) = 1,7 kW
Daya listrik yang diperlukan; Pinput = V ´ A ´ 3 ´ cos F (kW) = 380 ´ 4,3 ´ 1,732 ´ 0,8 = 2,2 kW
Effisiensi kompresor; h=
=
Pcom Pinput
1,7 = 0,77 2,2
Kapasitas kondensor;
76 ·
q con = m´ (h 2 - h 3 ) (kW)
= 0,042 ´ (980 - 630 ) = 14,7 kW
Prestasi kerja; COP =
=
(h1 - h4 ) (h2 - h1 ) (940 - 630) = 7,75 (980 - 940)
Dari data pengujian R-290 dan perhitungan yang sama, maka didapat hasil perhitungan seperti tabel dibawah;
77
Tebel 4.2. Data perhitungan hasil pengujian dengan refrigeran R-290.
IV.3. Perbandingan R-22 dengan R-290
78
Hasil dari beberapa pengambilan data pengujian antara dua refrigeran yang diuji, kemudian kedua refrigeran tersebut diperbandingkan untuk mengetahui sifatsifat dari refrigeran tersebut. Untuk memudahkan dalam membandingkan karakteristik refrigeran yang diuji, dari hasil percobaan dan perhitungan secara teori disajikan dalam bentuk grafik garis, seperti dibawah ini.
15
Grafik 4.1. Perbandingan kapasitas pendinginan.
R-22
Tekanan hisap kompresor psig
·
Grafik 4.2. Perbandingan massa refrigeran ( m ) yang disirkulasikan.
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0
5
Kilowatt
10
R-290
R-22
0,05
R-290
60
65
55
60
55
50
45
35 40
30
25
15 20
10
0
0
Kilogram/detik
0,1
79
Tekanan hisap kompresor psig
3
Grafik 4.3. Perbandingan daya kompresor yang diperlukan.
R-22
Tekanan hisap kompresor psig
Grafik 4.4. Perbandingan energi listrik yang diperlukan kompresor.
65
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0
1
Kilowatt
2
R-290
3
80
R-22
0
1
Kilowatt
2
R-290
0
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
Tekanan hisap kompresor psig
h).
1
Grafik 4.5. Perbandingan effisiensi kompresor (
0,5
R-22
Tekanan hisap kompresor psig
Grafik 4.6. Perbandingan berat refrigeran yang diisikan kedalam sistim.
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0
Effisiensi
R-290
2.5
81
R-22
1.5 1
60 60
65
55 55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0
0.5
Kilogram
2
R-290
Tekanan hisap kompresor psig
6
Grafik 4.7. Perbandingan arus listrik yang diperlukan kompresor.
R-22
Tekanan hisap kompresor psig
65
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0
2
Ampere
4
R-290
82
8
10
Grafik 4.8. Perbandingan prestasi kerja (COP).
R-22
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0
2
4
COP
6
R-290
Tekanan hisap kompresor psig
300
Grafik 4.9. Perbandingan tekanan pada saat temperatur ruangan 21°C.
tek hisap R-290 250
255
tek hisap R-22
200 200
197
150
tek buang R-290
100
tek buang R-22 tek kondensor R-290
65
50
55
tek kondensor R-22 0
Tekanan (Psig)
240
1
83
80
Grafik 4.10. Perbandingan temperatur pada temperatur ruangan 21°C.
Temp tek isap R-290 69 56
o
Temperatur C
60
Temp tek isap R-22
45 42
40 20
Temp tek buang R-290 Temp tek buang R-22
21
Temp kond R-290 18
0
Temp kond R-22
1
Perbandingan effisien pemakaian energi listrik adalah : Pemakaian energi dengan R-22 = 1283,8 - 1278,9 = 4,9 kwh. Pemakaian energi dengan R-290 = 1312,4 - 1308,4 = 4 kwh. Efek refrigerasi dari R-22 = 42.453 Btu/h ~ 3,5377 TR. Efek refrigerasi dari R-290 = 44.353 Btu/h ~ 3,6961 TR.
Pemakaian energi listrik per Ton Refrigerasi adalah : R-22 =
4,9 = 1,385 kwh TR 3,5377
R-290 =
4 = 1,0822 kwh TR 3,6961
84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pengujian refrigeran R-22 dan R-290 dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Kalor laten R-290 lebih besar dibanding kalor laten R-22, sehingga kemampuan R-290 untuk menyerap kalor lebih besar disbanding R-22 (padatekanan yang sama R-290 mempunyai Dh antara cair jenuh dan uap jenuh lebih besar dibanding dengan R-22). b. Pada temperatur evaporator tertentu refrigeran R-290 bekerja pada daerah yang hampir sama dengan R-22 terutama pada evaporator, kerja R-290 bisa dianggap kompatibel dengan R-22 c. Coeficien of performance (COP = efek pendinginan udara/ daya listrik) R290 lebih tinggi dibandingkan R-22 pada temperatur refrigeran masuk ke evaporator tertentu. d. Penggantian R-22 dengan R-290 tidak memerlukan penggantian minyak pelumas dengan jenis yang lain. e. Refrigeran R-290 mempunyai sifat yang mudah terbakar sehingga pada penggunaannya harus dihindari terjadinya kebocoran dan percikan api. Untuk memperkecil terjadinya penyalaan akibat kebocoran dapat dipasang ventilasi,
85
untuk menghindari akumulasi R-290 akibat kebocoran. Dapat juga dengan memisahkan instalasi kelistrikan dengan instalasi pemipaan refrigeran.
Dari hasil pengujian tesebut diketahui bahwa refrigeran R-290 dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti refrigeran R-22, dengan tidak ada perubahan atau penggantian salah satu alat dalam sistim.
PERFORMANSI REFRIGERAN HIDROKARBON R-290 Hidrokarbon No
Parameter R-22
Perubahan (%)
R-290 Naik Turun
1 2 3 4 5 6
Massa refrigeran (gram)
2.086
1.416
-
32
COP (tanpa beban)
3,1
3,5
-
12
COP (dengan beban penuh)
5.06
7.75
50
Perbandingan kompresi (tanpa beban)
10
9
-
10
Perbandingan kompresi (dengan beban)
3,8
3,25
-
15
3.421
2.750
-
20
Konsumsi listrik (watt)
86
V.2.
Saran-saran
1. Tidak diperkenankan menambah refrigeran kedalam sistim sebelum semua kebocoran pada sistim selesai diperbaiki. 2. Kualifikasi teknisi ditingkatkan agar seorang teknisi dapat memiliki keahlian dalam sistim refrigerasi dengan pengetahuan khusus hidrokarbon. 3. Hal-hal yang perlu dicantumkan pada sistim yang telah dikonversi adalah: a. Tanda bahwa sistim telah dikonversi ke refrigeran kelompok A3 (sebutkan nomor atau jenis refrigeran yang digunakan) b. Tanda bahwa sistim tersebut telah diisi dengan refrigeran A3 yang mudah terbakar. c. Jumlah muatan refrigeran. d. Tanggal konversi dilakukan. e. Tanda bahwa yang dapat merawat atau yang melakukan servis terhadap sistim yang telah dikonversi hanyalah orang-orang yang berkompeten saja. 4. Konversi refrigeran harus dilakukan di ruang yang berventilasi atau di udara terbuka. 5. Jangan menggunakan detector obor untuk uji kebocoran. 6. Terdapat pemadam kebakaran di dekat tempat konversi. 7. Gunakan refrigeran A3 yang tepat.
87
8. Mesin harus diberi label yang menunjukan bahwa mesin telah di isi dengan hidrokarbon yang bersifat mudah terbakar, label harus ditempel pada kompresor sehingga teknisi yang menservis dapat melihatnya pada saat perbaikan, label seperti dibawah ini:
9. Jangan menggunakan R-600a murni (iso butan) atau R-290 (propan) untuk menggantikan R-12 atau R-134a prestasi sistim tidak sempurna.
88
DAFTAR PUSTAKA
1. ASHRAE, Hand Book of Air Conditioning Fundamental. ASHRAE. 2001. 2. ARORA C P, Refrigeration and Air Conditioning. Cetakan ke delapan. Delhi: Indian Institute of Technology. 1990. 3. Wilbert F Stoecker, Jerold W. Jones, Supratman Hara, Refrigerasi dan Pengkodisian Udara, Edisi ke dua. Jakarta. 1996. 4. Wiranto Arismunandar, Heizo Saito, Penyegaran Udara, PT. PRADNYA PATAMITA. Jakarta. 1981. 5. Ari Darmawan Pasek, Nathanael P Tandian, Short Course on the Application of Hydrocarbon Refrigerants. Bandung. 2-6 Juli 2000. 6. Djuhana, M. Henkky Sihombing, Panduan Praktikum Pengujian Mesin. Laboratorim Pengujian Mesin, Jurusan Teknik Mesin, FTI. Serpong. April 2001.