PERBANDINGAN KUALITAS LABA ANTARA PERIODE SEBELUM DAN SETELAH PENGADOPSIAN IFRS DI INDONESIA.
Nama Mahasiswa
: M. Ayub Famila P
Fakultas
: Ekonomi
Program Studi
: Akuntansi
Nama Pembimbing
: Dr. Fitriany
Abstrak Isu di dunia yang sedang berkembang adalah konvergensi didalam standard pelaporan keuangan yaitu IFRS (International Financial Reporting Standard) yang bertujuan agar laporan keuangan diseluruh dunia akan mudah dikomparasi oleh calon calon penggunanya. IFRS sendiri sudah mulai diterapkan di beberapa negara di Uni Eropa namun ada juga yang mulai menerapkannya dengan sistem adopsi perstandar seperti di Indonesia. Skripsi ini membahas tentang perbandingan kualitas laba antara periode sebelum dan sesudah pengadopsian IFRS di Indonesia. Kualitas laba di ukur dari pendekatan accounting based yaitu persistensi dan prediktabilitas serta pendekatan market based yaitu relevansi dan timeliness yang digunakan oleh Francis et al (2004). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara nilai prediktabilitas, relevansi dan timeliness pada periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS namun nilai persistensi dari laba periode setelah pengadopsian IFRS memiliki nilai yang lebih tinggi dari periode sebelumanya. Temuan lain dari penelitian ini adalah terdapat anomaly data harga saham ditahun 2008 yang mempengaruhi perhitungan dari sisi market based. kata kunci: Atribut Laba, IFRS, Kualitas Laba 1.1
Latar Belakang Laporan laba rugi merupakan salah satu bagian yang mendapatkan perhatian utama bagi
Para pengguna laporan keuangan karena mengandung informasi tentang kinerja perusahaan dalam satu periode tertentu. Para pengguna laporan keuangan menggunakan informasi tersebut sebagai parameter dalam mengevaluasi kinerja manajemen. Pentingnya informasi yang terkandung dalam laporan keuangan mengakibatkan laba yang dilaporkan harus memiliki
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
kualitas yang andal karena menurut Schipper (2003) kualitas informasi akuntansi sering ditentukan oleh kualitas laba yang dilaporkan. Sedangkan laba sangat dipengaruhi oleh standar akuntansi yang digunakan untuk pelaporan (Beijerink, 2008). Sehingga dibutuhkan sebuah aturan atau standar baku yang dapat meningkatkan kualitas pengungkapan dan penyajian informasi pada setiap laporan keuangan sehingga dapat menghasilkan kualitas laba yang tinggi. Standar akuntansi secara umum diterima sebagai aturan baku, yang didukung oleh sanksisanksi untuk setiap ketidak patuhan (Belkaoui, 2006, dalam Chariri dan Kusuma, 2010). Era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem atau standar akuntansi internasional yang dapat diberlakukan secara internasional di setiap negara atau dengan kata lain diperlukan adanya harmonisasi terhadap standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor, dan kreditor di seluruh penjuru dunia. Standar akuntansi yang berkualitas sangat penting untuk pengembangan kualitas struktur pelaporan keuangan global. Permasalahan kebutuhan standar yang berkualitas tersebut mendorong pengadopsian IFRS (International Financial Reporting Standard) yang berdasar atas adanya peningkatan kualitas akuntansi dan keseragaman standar internasional. IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan (Choi et al, 2005). Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi. Yaitu laporan keuangan yang memenuhi beberapa criteria sebagai berikut: (1) Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan, (2) Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS, (3) Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna (Gamayuni, 2009). IFRS memiliki tiga ciri utama yaitu principles based, yaitu adanya pelaporan menggunakan fair value dimana perusahaan akan melaporkan aset dan kewajibanya sejumlah nilai wajarnya ketika aset atau kewajiban itu di pasar aktif. Standar yang bersifat principles based hanya mengatur hal-hal prinsip bukan aturan detail. Konsekuensinya diperlukan professional judgment dalam menerapkan standar. Untuk dapat memiliki professional judgment
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
seorang akuntan harus memiliki pengetahuan, skill dan etika karena jika tidak memiliki ketiga hal tersebut maka professional judgment yang diambil tidak tepat. Pada PSAK sebelum periode pengadopsian IFRS sebenarnya telah menggunakan dasar nilai wajar, namun nilai wajar diterapkan pada pencatatan awal dan penilaian sesudah pencatatan awal untuk beberapa aset yang memiliki nilai wajar yang dapat diandalkan (aset yang memiliki kuotasi pasar aktif seperti saham). Dalam IFRS penggunaan nilai wajar diperluas bahkan untuk aset biologi (contoh tanaman atau hewan ternak), aset tetap, properti investasi dan aset tidak berwujud sebagai pilihan metode selain metode biaya. IFRS mengharuskan pengungkapan yang lebih luas agar pemakai laporan keuangan mendapatkan informasi yang lebih banyak sehingga dapat mempertimbangkan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan (Martani, 2011). Hal tersebut menegaskan apa yang telah dikemukana Epstein (2009) bahwa IFRS merubah paradigma standar akuntansi USGAAP yang tadinya rule based menjadi principle based. Implikasinya lebih banyak estimasi dan judgement yang akan dilakukan terkait laporan keuangan sehingga penerapan IFRS sendiri memiliki manfaat seperti menurunnya cost of capital, meningkatnya kualitas laba dan lain lain. Hal ini sangatlah penting mengingat kualitas laba sering dijadikan tolak ukur untuk mengambil keputusan bagi para pengguna laporan keuangan. Dari pengamatan penulis penelitian mengenai peningkatan kualitas laba dari penerapan standar baru yaitu IFRS telah banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan di Eropa. Penelitian tersebut dapat dilakukan karena perusahaan-perusahaan di Eropa diperbolehkan untuk memilih menyusun laporan keuanganya dengan menggunakan standar lama yaitu US-GAAP atau menggunakan standar yang baru yaitu IFRS seperti yang dilakukan oleh Leuz (2002). Penelitian mengenai peningkatan kualitas laba dari penerapan standar yang baru juga dilakukan oleh peneliti di wilayah lainnya dengan cara membandingkan perusahaan di dua wilayah yang menggunakan standar berbeda seperti yang dilakukan oleh Ndubizu (2006). Peningkatan kualitas laba dari penerapan standar baru juga telah dibuktikan oleh penelitian Leuz (2002) dengan membandingkan US-GAAP dan IFRS dalam hal informasi asimetri dan likuiditas pasar. Leuz (2002) menggunakan data perusahaan yang diperdagangkan di bursa New Market Firm Jerman untuk tahun 1999 dan 2000. Perusahaan-perusahaan bebas memilih antara IFRS dan US-GAAP dalam penyusunan laporan keuangan mereka. Temuan
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
mereka menunjukkan bahwa US-GAAP tidak mimiliki kualitas tinggi seperti yang sering diklaim (Leuz, 2002). Selain itu penelitian oleh Beijerink (2008) yang melakukan observasi tehadap perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kategori 50 prusahaan Blue-Chip
di Eropa (DJ
Eurostoxx 50). Penelitian tersebut memberikan hasil yang serupa dengan (Leuz, 2002). Dari sisi maket based terdapat perbedaan yang signifikan antara laba yang dilaporkan dengan menggunakan IFRS dan US-GAAP. Laba yang dihasilkan dengan menggunakan IFRS memiliki relevansi dan timeliness yang tinggi dibandingkan US-GAAP. Hal ini disebabkan karena IFRS lebih memberikan keleluasaan bagi penggunanya dalam mengintepretasikan karakteristik akuntansi yang digunakan, sedangkan US-GAAP cenderung terlalu menimbulkan peraturan yang kompleks untuk diintepretasikan. Di lain sisi, penelitian mengenai perbandingan kualitas laba dari dua standar akuntansi yang dilakukan oleh Van der Meulen et al (2006) menemukan hasil yang berbeda. Van der Meulen et al (2006) melakukan penelitian untuk membandingkan kualitas US-GAAP dan IFRS menggunakan sampel yang terdiri dari perusahaan Jerman yang di perdagangkan di bursa New Market Firm Jerman untuk periode antara tahun 1997 sampai tahun 1999. Mereka menemukan bahwa kualitas US-GAAP dalam menyiapkan laporan keuangan dan informasi secara keseluruhan sangat sebanding dengan IFRS namun berdasarkan atribut produktif beberapa kualitas seperti kualitas akrual, relevansi nilai, persistensi dan timeliness. Mereka menemukan US-GAAP secara signifikan memiliki kualitas laba yang lebih tinggi dari IFRS (Van der Meulen et al, 2006). Penelitian lainnya dilakukan oleh Ndubizu (2006) yang membandingkan perbedaan nilai relevansi laba yang disusun dengan US-GAAP di Chile dengan IFRS di Peru. Data dari tahun 1992 hingga tahun 2000 yang mereka amati mengidikasikan bahwa laba berdasarkan US-GAAP dan IFRS memiliki nilai informasi yang relevan bagi investor namun laba US-GAAP lebih memiliki value relevan dibanding laba IFRS. Mereka juga menemukan bahwa pelaporan kerugian pada US-GAAP di Chile lebih tepat waktu dari angka IFRS di Peru. Ketepatan waktu yang lebih tinggi karena sensitivitas pasar yang lebih tinggi untuk kerugian ekonomi (konservatisme). Oleh karena itu, Chili US-GAAP memiliki kualitas yang lebih tinggi daripada
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
informasi akuntansi IFRS Peru berdasarkan nilai relevansi dan tingkat timeliness (Ndubizu, 2006). Perbedaan hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perbandingan kualitas laba antara standar baru yaitu IFRS dengan standar lama yaitu US-GAAP membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Penelitian ini akan membahas mengenai perbandingan kualitas laba antara dua periode yaitu periode standar akuntansi lama yang didominasi oleh perhitungan historis dengan periode standar akuntansi baru yang mulai mengadopsi IFRS dimana mulai manerapkan fair value. perubahan tersebut tentu akan memberikan efek. Salah satunya adalah penggunaan fair value accounting akan menyebabkan income smoothing menjadi semakin sulit dengan penggunaan balance sheet approach dan fair value (Sonbay, 2010). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohaeni dan Aryati (2012) yang menemukan bahwa pengadopsian IFRS berdampak negative terhadap earning smoothing. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Beijerink (2008) tentang perbandingan atribut laba berdasarkan IFRS dan US-GAAP pada perusahaan-perusahaan yang tergolong dalam DJ Eurostoxx 50. Atribut laba yang digunakan adalah atribut laba dari Francis et al (2004) yang melakukan penelitian mengenai cara menentukan kualitas laba sebuah laporan keuangan. Dari hasil penelitiannya Francis et al (2004) merumuskan tujuh earning attributs yang telah digunakan sebagai landasan pengukuran kualitas laba. Lebih lanjut, ketujuh earning attributs yaitu persistensi, kualitas akrual, prediktabilitas, smoothnes, timelines, konservatisme dan relevansi diklasifikasikan berdasarkan atribut yang menempel pada masingmasing pendekatan yaitu “accounting based”dan “market based”. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi oleh empat atribut laba yaitu persistensi dan prediktabilitas yang mewakili accounting based serta relevansi dan timeliness yang mewakili market based. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini penulis menggunakan sample perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dengan membandingkan dua periode antara laporan keuangan sebelum mengadopsi IFRS (2003-2006) dan setelah pengadopsian IFRS (2008-2011). Selain itu dalam membandingkan nilai kualitas laba dari setiap atribut digunakan software statistik MedCalc yang telah luas digunakan dalam dunia penelitian biomedical. Penggunaan software tersebut dikarenakan dalam penelitian ini
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
dibutuhkan perhitungan statistik yang mampu melakukan perhitungan untuk membandingkan koefisien korelasi dan standar deviasi antara dua data yang berbeda.
1.2
Perumusan Masalah Masalah yang akan dibahas didalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan
kualitas laba antara periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia. Pertanyaan penelitian secara spesifik sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan kualitas laba dari sisi persistensi antara periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia ? 2. Apakah
terdapat perbedaan kualitas laba dari sisi prediktabilitas antara periode
sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia? 3. Apakah terdapat perbedaan kualitas laba dari sisi timeliness antara periode sebelum dan setelah pengadopsiana IFRS di Indonesia ? 4. Apakah terdapat perbedaan kualitas laba dari sisi relevansi antara periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia ? Landasan Teori
2.1
Kualitas Laba Laporan laba rugi merupakan salah satu bagian yang penting dalam laporan keuangan
perusahaan karena mengandung sebuah informasi yang mencerminkan
kinerja perusahaan,
seperti profitabilitas dan merupakan bahan pertimbangan bagi investor sebagai pengambil keputusan. Pentingnya sebuah laporan kuangan tidak sertamerta menjamin baiknya kualitas informasi yang disajikan dalam sebuah laporan keuangan karena laba di dalam laporan keuangan tidak bersifat absolut dalam arti belum tentu mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya karena dalam praktik menyusun laporan keuangan, perusaahaan menggunakan asumsi dan beberapa estimasi sehingga keandalannya akan menurun dalam teori keagenan, manajemen sebagai agen akan melakukan sebuah perlakuan akuntansi yang dapat mengakselerasi laba perusahaan sessuai dengan motivasinya, bonus atau kompensasi. Hal ini tentu saja dapat berpengaruh terhadap keandalan laba yang dilaporkan oleh perusahaan.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Kualitas laba merupakan salah satu alat untuk mengetahui apakah laba yang dilaporkan perusahaan di setiap periodenya mencerminkan kualitas yang dapat diandalkan atau tidak. Didalam dunia akademis kualitas informasi akuntansi sering ditentukan oleh kualitas laba yang di laporkan (Schipper, 2003). Laba dikatakan baik dan berkualitas menurut kerangka konseptual harus memenuhi kriteria relevance dan faithfully representative. Relevan artinya bahwa laba tersebut bisa dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan sehingga laba harus mempunyai daya prediksi dan feedback value. Sedangkan faithfully representative artinya bahwa laba telah benar benar disajikan sehingga karakteristiknya harus netral dan tidak bias. (Godfrey, 2009) Francis et al.(2004) Membagi kriteria laba menjadi 2 atribut yaitu accounting based dan market based. Kriteria berdasarkan akuntansi bahwa laba harus memiliki sifat akrual, persistensi, prediktabilitas, dan smoothness. Sedangkan kriteria berdasarkan pasar bahwa laba harus memiliki sifat nilai relevansi, ketepatan waktu dan konservatisme. Teets (2002) dalam Winata (2008) menjelaskan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba yaitu keputusan yang dibuat oleh standard setter, pemilihan metode akuntansi oleh manajemen dan penggunaan judgement atau estimasi oleh manajemen. Kualitas laba sangat dipengaruhi dengan adanya keberadaaan manajemen laba dalam pengelolaan perusahaan. Menurut teori keagenan, manajer akan lebih menggunakan metode tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya sehingga sifat oportunitis dari manajemen akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba (Siallagan, 2006). Hal ini akan mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan karena ada kemungkinan laba tidak mencerminkan keadaan sebenarnya (Trianingsih, 2010). Beijerink (2008) mengatakan bahwa sebenarnya laba juga dipengaruhi oleh standar akuntansi yang digunakan untuk pelaporan. Hasil penelitiannya pada
perusahaan-
perusahaan yang terdafar di bursa DJ Eurostoxx 50 menemukan bahwa dari sisi maket based terdapat perbedaan yang signifikan antara laba yang dilaporkan dengan menggunakan IFRS dan US-GAAP. Laba yang dihasilkan dengan menggunakan IFRS memiliki relevansi dan timeliness yang tinggi dibandingkan US-GAAP. Hal ini disebabkan karena IFRS lebih memberikan keleluasaan bagi pengguna dalam mengintepretasikan karakteristik akuntansi yang digunakan, sedangkan US-GAAP cenderung terlalu menimbulkan peraturan yang kompleks untuk diintepretasikan.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
2.2
Pengukuran Kualitas Laba Kualitas laba merupakan sebuah konsep yang multi-dimensial sehingga pengukuran yang
digunakan dalam menentukan kualitas laba tergantung dari apa yang menjadi pertanyaan di dalam penelitian itu sendiri. Paek dan Chan (2001) menguji apakah return saham akan datang akan merefleksikan informasi mengenai kualitas laba pada saat ini. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan akrual tinggi maka laba perusahaan akan semakin kurang berkualitas. Bowen (2003) mengukur kualitas laba dengan menggunakan metode income smoothness yang diukur dengan standar deviasi dari arus kas operasional dibagi dengan standar deviasi dari laba. Pengukuran ini berpendapat bahwa income seharusnya bisa menjadi magnitude bagi arus kas operasional. Semakin besar rasio yang dihasilkan berarti semakin besar variabilitas laba terhadap variabilitas arus kas operasi, yang mana akan menunjukkan penggunaaan akrual untuk menyiasati labanya. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin smooth dan akan mengurangi kualitas laba dari perusahaan. Metode lain yang digunakan dalam mengukur kualitas laba dengan model Abdelghany (2005) yang mengukur kualitas laba dengan 3 pengukuran dasar dari penelitian : 1.
Leuz et al (2003) dimana kualitas laba diukur dengan variabilitas pendapatan yang sama dengan standar deviasi dari pendapatan operasi dibagi dengan standar deviasi arus kas dari operasi. Rasio yang semakin kecil berarti kualitas laba semakin rendah
2.
Pendekatan rasio Barton dan Simko (2002) dimana kualitas laba diukur dengan menggunakan earning surprising index yaitu rasio antara saldo awal net operating assset terhadap penjualan. Rasio semakin kecil menandakan kualitas laba yang semakin baik
3.
Pendekatan Penman (2001) mengukur kualitas laba dengan rasio antara arus kas dari operasi dibagi dengan pendapatan bersih. Rasio semakin kecil menandakan kualitas laba yang semakin baik.
Francis et al (2004) mengidentifikasikan 7 pengukuran dari kualitas laba yang secara luas dipergunakan didalam penelitian-penelitian akuntansi. mereka diklasifikasikan berdasarkan atribut yang menempel pada masing masing pendekatan yaitu “accounting based”dan “market based”. Laba berdasarkan atribut “accounting based” adalah kualitas akrual, persistensi,
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
prediktabilitas, dan smoothness. Atribut ini menggunakan arus kas atau laba sebagai landasan dasarnya dan dihitung menggunakan estimasi akuntansi bukan pasar. Sedangkan untuk “market based”terdiri dari nilai relevansi, ketepatan waktu dan konservatisme. Atribut ini menggunakan return atau harga saham sebagai landasan dasarnya dan dihitung dengan menggunakan data akuntansi dan data return. Berikut ini akan dijelaskan mengenai accounting based dan market based.
2.2.1
Pendekatan Accounting based Pengukuran kualitas laba melalui pendekatan accounting based hanya menggunakan
informasi akuntansi seperti arus kas atau laba. Lebih lanjut, Francis et al (2004) berpendapat bahwa pendekatan accounting based berasal dari asumsi bahwa laba merupakan alokasi akrual dari arus kas untuk setiap periode pelaporan keuangan.
Pengukuran kualitas laba melalui
pendekatan accounting based dibagi menjadi dua atribut yaitu persistensi dan prediktabilitas.
2.2.1.1
Persistensi Laba Persistensi laba dalam pengukuran kualitas laba berarti bahwa laba dikatakan berkualitas
apabila laba terus terulang kembali dari waktu-kewaktu atau dengan kata lain laba yang berkualitas adalah laba yang berkesinambungan dan permanen. Hal ini juga terkait dari seberapa jauh sebuah kejadian yang tak terduga dari rangkaian laba menyebabkan perubahan dalam ekspektasi laba dimasa datang seorang investor (Boonlert,2004). Kazemi (2011) mengatakan bahwa penggunaan konservatisme akan meningkatkan persistensi laba karena manjemen dapat membantu mengatur laba yang akan direalisasikan di masa depan dengan cara mengatur waktu pengakuan akrualnya. Sebaliknya Penman dan Zhang (2002) justru memandang konservatisme akan memberikesempatan manajemen untuk mengatur laba yang direalisasikan sehingga menimbulkan unrecorded reserved dan earning yang besar di tahun berikutnya yang bersifat temporer sehingga laba cenderung tidak persisten.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Perhitungan persistensi laba dalam penelitian mengacu pada sejauh mana laba masa lalu menjelaskan laba dimasa yang akan datang. Persistensi dianggap penting karena pada umumnya investor menginginkan berinvestasi pada perusahaan yang labanya berkesinambungan. Semakin tinggi nilai persistensi maka semakin tinggi kualitas laba (Lipe,1986). Adapun model persistensi laba menurut Francis et al (2004) adalah sebagai berikut: Ej,t = β 0,j + β 1,j Ej, t-1 + β j,t
(1)
Dimana: Ej,t
= Earning before extraordinary item perusahaan j ditahun t
Ej, t-1 = Earning before extraordinary item perusahaan j ditahun t-1
2.2.1.2
Prediktabilitas Laba Lipe (1990) berpendapat bahwa perediktabilitas adalah kemampuan laba untuk
memprediksi dirinya sendiri. Pengukuran ini memandang bahwa perdiksi laba dipengaruhi oleh laba itu sendiri dan bukan faktor lain. Kazemi (2011) menyatakan bahwa konservatisme dapat meningkatkan prediktabilitas laba karena manajemen mengatur sedemikian rupa agar profit dapat smooth di tahun – tahun berikutnya dan akan memberikan arus kas yang bisa diprediksi. Sebaliknya, Penman dan Zhang (2002) menyatakan bahwa praktik konservatisme yang menyebabkan laba berfluktuasi sehingga akan mengurangi daya prediksinya. Prediktabilitas laba diukur dari nilai akar kuadrat dari standar deviasi rumus persistensi laba. Semakin kecil angka koefisiennya, maka akan semakin berkualitas laba yang dihasilkannya karena memiliki standar deviasi yang kecil dimana itu berarti laba tahun depan akan cenderung mendekati angka laba tahun ini namun sebaliknya angka standar deviasi yang besar menunjukkan varians laba memiliki gap yang besar sehingga laba tiap tahunnya sulit diprediksi. Berikut ini adalah rumus dari atribut prediktabilitas menurut Francis et al (2004). Predictability = √σ2(E)
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
(3)
2.2.2
Pendekatan Market Based Pendekatan market based menggunakan return atau harga saham sebagai sebuah akibat
dari informasi yang terkandung dalam laba akuntansi sehingga ukuran dalam atribut ini didasarkan pada hubungan perkiraan laba akuntansi dengan harga atau return saham. Francis et al (2004), menyatakan bahwa market based attribute berasal dari asumsi implisit yang menyatakan bahwa laba merupakan cerminan dari pendapatan ekonomi yang bisa diwakili oleh return saham. Pendekatan market based dibagi menjadi dua yaitu relevansi dan timeliness. 2.2.2.1
Relevansi Menurut teori modal sebuah pasar keuangan yang efficient akan segera menyesuaikan
diri dengan informasi baru yang mempengaruhi harga asset (Fama,1970). Ball dan Brown (1986), berpendapat bahwa tingginya hubungan antara laba dengan return pasar menunjukkan semakin berkualitas informasi yang disajikan oleh laporan laba rugi tersebut. Chan et al (2004) menjelaskan bahwa ada hubungan negatif antara akrual dengan equity gain karena ada pengaruh timely loss recognition yang akan membuat earnings tidak bisa menjelaskan perubahan return yang ada di pasar. Hal ini didukung oleh penelitian Suaryana (2009) yang menemukan hubungan negatif antara akrual dengan ERC karena adanya pengakuan rugi diawal dan mengakui keuntungan di akhir. Sedangkan Kazemi (2011) mengatakan bahwa konservatisme berhubungan positif dengan relevansi laba karena laba berbasis akrual akan lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Relevansi sebagai alat pengukur laba menandakan bahwa angka yang tertera di dalam laba harus bisa menjelaskan variasi perubahan harga saham. Semakin atribut bisa menjelaskan varians dari saham, maka kualitas labanya akan semakin bagus hal ini dicerminkan melalu angkadari adjusted R2. Adapun model relevansi laba menurut Francis et al (2004) adalah sebagai berikut:
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
RETj,t = β 1,jEarnj,t + β 2,j ∆Earnj,t + β j,t
(4)
Dimana: RET = Return saham perusahan j selama 15 bulan (tambah 3 bulan setelah 31 Desember) Earn = EPS tahun berjalan dibagi dengan harga pasar saham pada tahun t-1 ∆Earn = Perubahan EPS tahun berjalan dibagi dengan harga pasar saham pada tahun t-1
2.2.2.2
Timeliness
Pada umumnya timeliness berarti memberikan berita dalam laporan keuangan secara tepat waktu. Menurut Ball dan Brown (1968) timelines adalah atribut laba yang dapat menggambarkan seberapa cepat laba akuntansi dapat mempengaruhi market return. Beaver (1987) dalam Beijerink (2008) berpendapat akibat adanya perilaku konservatisme berita buruk sering memiliki ketepatan waktu yang lebih dari pada berita baik. Hal tersebut mencerminkan adanya sebuah distorsi yang mengurangi kualitas dari laporan keuangan. Peneltian Ball and Brown (1968) dalam Fitriany (2010) mengaitkan efficient market theory dalam menjelaskan hubungan economic income dan accounting income. Dalam penelitiannya, mereka mengatakan bahwa laba baik adalah laba yang tepat waktu sehingga perubahan return bisa tercermin dari perubahaan earning perusahaan. Beaver et al. (1994) dan Gelb dan Zarowin (2002) dalam Fitriany (2010) mengatakan bahwa konservatisme dalam hal pengakuan pendapatan dan matching expense akan membuat economic income di dalam accounting income tertinggal di belakang karena ada lag dari pengakuan laba atau rugi. Sehingga return belum bisa mencerminkan perubahaan dari earning perusahaan. Timeliness bertujuan untuk mengukur seberapa besar informasi yang dapat digunakan oleh investor dari pendapatan perusahaa. Sebagai pengukur kualitas laba berarti kemampuan laba tersebut untuk merefleksikan berita baik atau buruk yang dihitung dari return. angka ini dilihat dari adjusted R2 dari persamaan regresi. Semakin kecil angkanya, maka kurang baik kualitas labanya. Adapun model timeliness laba menurut Francis et al (2004) adalah sebagai berikut:
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Earnj,t = β 0,j + β i,jNEGj,t + β 2,jRETj,t + β 0,j NEGj,tRETj,t + β j,t
(5)
Dimana: NEG = NEG akan bernilai 1 jika RET < 0 dan bernilai 0 jika RET > 0
Desain Penelitian 3.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ini mencoba untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kualitas laba antara
periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia berdasarkan empat atribut laba dari Francis et al (2004). Penelitian ini memfokuskan diri pada 4 atribut laba yaitu persistensi, prediktabilitas, relvansi dan timeliness. Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Laporan Keuangan Perode Sebelum Pengadopsian IFRS Di Indonesia Laporan Keuangan Perode Setelah Pengadopsian IFRS Di Indonesia
3.2
Persistensi
Accounting
Prediktabilitas
Based
Relevansi Timeliness
Market Based
Metode Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Unit analisa dari penelitian ini adalah perusahaan. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan data berupa seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2002 – 2011. Penulis memilih sampel perusahaan pada tahun tersebut karena diasumsikan bahwa pada tahun 2008-2011 sudah ada penerapan PSAK yang mengadopsi standar IFRS. Sehingga bisa dijadikan sampel untuk laporan keuangan pada periode setelah pengadopsian IFRS. Pemilihan sampel kemudian dilakukan dengan teknik purposive sampling yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
a. Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari periode 2002 sampai dengan periode 2011. b. Mempublikasikan data laporan keuangan yang telah diaudit untuk tanggal tutup buku 31 Desember 2002 - 2011 c. Tidak Mengalami Kerugian di tahun berjalan dan Tidak mengalami defisiensi modal. d. Disajikan dalam rupiah d. Memiliki data yang lengkap dan bisa digunakan sebagai sampel.
Adapun data yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory tahun 2011 dan dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, yang diperoleh baik dari pusat data Bloomberg, situs perusahaan maupun dari situs Bursa Efek Indonesia serta data harga saham didapat dari pusat data Bloomberg dan website yahoo finance.
3.3
Model Penelitian Bab ini menjelaskan model yang akan digunakan untuk menentukan perbedaan kualitas
informasi yang disampaikan antara periode pengdopsian IFRS dan sebelumnya. Kualitas yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan dalam nilai untuk empat atribut produktif. Penelitian ini memfokuskan pada empat atribut yang dapat menentukan kualitas laba yang dilaporkan. Lebih khusus, penelitian ini berfokus pada dua atribut akuntansi yaitu persistensi dan prediktabilitas, dan dua attibut berbasis pasar yaitu nilai relevansi dan ketepatan waktu yaitu. Tiga dari empat atribut akan ditentukan dengan menggunakan analisis regresi, sedangkan prediktabilitas ditentukan dengan melihat varians dalam regresi persistensi. Analisis regresi linier ini adalah bentuk permodelan statistik yang mencoba untuk mengevaluasi hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Sebagai contoh, untuk model persitensi variabel independen atau penjelas adalah earning before extraordinary item dan variabel dependen atau yang menjelaskan adalah earning before extraordinary item tahun sebelumnya. Intensitas atau kekuatan hubungan ini tunujakan oleh R2 model (coefficient correlation). prediktabilitas Langkah pertama adalah meregresikan setiap earning atribut pada saat pengadopsian IFRS dan sebelumnya secara terpisah. Selanjutnya, hasil relevansi, ketepatan waktu, dan persistensi untuk masing-masing periode laporan yang telah menerapkan IFRS dan sebelumnya akan dibandingkan untuk melihat signifikansi perbedaan antara keduanya melalu model T-test
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
compare coefficient correlation yang tersedia pada program MedCalc yang telah digunakan secara luas dalam penelitian biomedical. Sedangkan untuk predictabilitas menggunakan F-test compare Standard Deviation yang juga tersedia dalam software MedCalc.
Hasil Penelitian
4.1 Intepretasi Hasil Perbandingan Atribut Laba Hasil dari regresi dan perbandingan pada table 4.13 menjukan bahwa baik periode sebelum pengadopsian IFRS maupun setelahnya sama-sama memili kualitas laba dari sisi accounting based yang tinggi. Meskipun demikian hasil dari regresi dari kedua model accounting based menunjukkan adanya kenaikan kualitas laba dari sisi accounting based pada periode setelah pengadopsian IFRS di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari naiknya nilai persistensi laba sebesar sebesar 0,912 menjadi 0,947. Kenaikan tersebut juga didukung dengan hasil uji comparison of coefficient correlation yang menunjukkan bahwa terdapat beda signifikan antara periode sebelum pengadopsian IFRS di Indonesia dan setelahnya dimana nilai coefficient correlation (R-Squared) setelah pengadopsian IFRS di Indonesia menunjukkan angka yang lebih tinggi dari periode sebelumnya. Adanya kenaikan kualitas laba dari sisi accounring based juga ditunjukkan dari turunnya angka standar deviasi variance dari 1,049 menjadi 1,013. Hal tersebut menggabarkan adanya kenaikan kualitas laba dari sisi persistensi pada periode setelah pengadopsian IFRS di Indonesia. Namun setelah dilakukan uji Comparison of standard deviation melalui Medcalc 12.3 perbedaan tersebut tidak terbukti signifikans dengan p value sebesar = 0,581 sehingga dengan kata lain p value > α (5%).
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Tabel 4.13 Perbandingan Hasil Regresi Seluruh Atribut Sebelum Setelah Pengukur Pengadopsia Pengadopsi an n IFRS an IFRS
Comparison Coefficient Correlation
Keterangan
Persistensi Ej,t=β 0,j+β1,jEj,t-1+v j,t
R2model Persisten si
0.912
0.947
p < 0,0001
signifikan
Prediktabilitas
√σ2(E) Model Persisten si
1.049
1.013
p = 0,533
Tidak signifikan
R2 Model relevansi
0.036
0.046
P = -0.925
Tidak signifikan
R2 Model timelines s
0.03
0.032
p = 0.9822
Tidak signifikan
Atribut Accounting base:
√σ2(E) Market Based : Relevansi RETj,t = β 1,jEarnj,t + β 2,j ∆Earnj,t + β j,t Timeliness Earnj,t = β 0,j+β i,jNEGj,t + β 2,jRETj,t + β0,jNEGj,tRETj,t + β j,t
Tingginya kualitas laba dari sisi accounting based baik pada periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia ternyata tidak diimbangi dengan tingginya nilai kualitas laba dari sisi market based. Kecilnya nilai timeliness menunjukkan bahwa laporan keuangan hanya memiliki kekuatan yang kecil dalam menjelaskan seberapa cepat laporan keuangan bisa mempengaruhi pergerakan harga saham. Mendominasinya perhitungan fair value dan berkurangnya konservatisme sebagai dampak dari diadopsinya IFRS di Indonesia tidak bisa meningkatkan nilai timeliess di Indonesia karena walaupun nilai timeliness mengalami kenaikan dari 0,030 menjadi 0,032 seperti yang ditunjukkan pada table 4.11 di atas. Namun kenaikan tersebut tidak signifikan (p value < α 5%) sehingga dalam peneiltian ini tidak bisa disimpulkan bahwa nilai timeliness periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia berberda.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Kecilnya nilai timeliness diikuti dengan kecilnya nilai relevansi. Hal tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan kurang mampu menjelaskan pergerakan harga saham. Walaupun nilai relevansi mengalami kenaikan dar 0,036 menjadi 0,046 seperti yang ditunjukkan pada table 4.13 di atas namun kenaikan tersebut tidak signifikan (p value < α 5%) sehingga dalam peneiltian ini tidak bisa disimpulkan bahwa nilai relevansi periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia berberda. Melihat kecilnya nilai timeliness dan nilai relevansi setelah pengadopsian IFRS mengidikasikan sangat lemahnya korelasi diantara market return dan laba perusahaan di Indonesia
mengindikasikan laba perusahaan bukan satu-satunya faktor utama yang
mempengaruhi market return di Indonesia. Isu perekonomian global masih menjadi foktor terkuat yang menyebabkan naik dan turunnya harga saham di Indonesia terlebih pergerakan harga saham pada tahun-tahun obervasi untuk sampel periode pengadopsian IFRS yang sangat fluktuatif sehingga terdapat anomali pergerakan harga saham di Indonesia pada tahun 2008. Sebagai ilustrasi pada tahun 2007 IHSG beda pada level 2.745 namun krisis subprieme mortgage di Amerika mengakibatkan IHSG turun sangat dalam ke level 1.355 pada tahun 2008 dan di tahun 2009 setelah krisis terjadi IHSG ditutup di level 2.534. Kesimpulan 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris apakah laporan keuangan berdasarkan standar baru yang mengadopsi IFRS memberikan peningkatan kualitas laba dari tahun-tahun sebelum pengadopsian. Untuk membuktikannya, penulis mengambil data tahun 2003-2006 dimana pada tahun tersebut IFRS belum diadopsi ke dalam PSAK dan tahun 20082011 dimana pada tahun tersebut telah ditetapkan beberapa PSAK yang sudah mengadopsi IFRS. Sampel yang digunakan adalah seluruh perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan empat model penelitian dari Francis et al (2004) yang akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan masing-masing 4 tahun obesrvasi antara periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia menunjukkan bahwa baik periode sebelum maupun setelah penerapa IFRS di Indonesia memiliki nilai persistensi yang tinggi. Namun setelah pengadopsian
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
IFRS di Indonesia nilai persistensi mengalami peningkatan yang signifikan dari 0.912 menjadi 0,947. Peningkatan nilai yang signifikan antara laba pada saat sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia menandakan adanya peningkatan kualitas laba dari sisi persistensi yang disebabkan perubahan fundamental pelaporan keuangan yang sebelumnya didominasi oleh historical cost menjadi fair value dan berkurangnya konservatisme. Perubahan tersebut juga menandakan bahwa terdapat penurunan unrecorded reseved earnin laba pada periode IFRS sehingga laba menunjukkan nilai yang seharusnya. Hal tersebut sejalan dengan Penman dan Zhang (2002) yang memandang bahwa konservatisme akan menimbulkan unrecorded reserved earning yang besar di tahun berikutnya yang bersifat temporer sehingga laba cenderung tidak persisten. Pengadopsian IFRS di Indonesia ternyata belum mampu membuat perbedaan atau bahkan peningkatan kualitas laba dari sisi prediktabiltas laba. Karena walaupun nilai standar deviasi antara periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS mengalami penurunan dari 1,049 menjadi 1,013 namu hal tersebut tidak terbukti signifikan. Tidak signifikanya niali prediktabilitas antara laba seblum dan setelah pengadopsian IFRS dikarena tidak adanya perubahan yang berarti antara metode sebelum dan setelah diadopsinya IFRS di Indonesia yang masih di dominasi oleh historical cost (Sonbay, 2010). Sehingga peningkatan kualitas laba dari sisi prediktabilitas pada periode setelah pengadopsian IFRS ke dalam PSAK tidak terbukti signifikan. Tidak adanya perubahan yang signifikan antara metode sebelum dan setelah diadopsinya IFRS di Indonesia yang masih di dominasi oleh historical cost (Sonbay, 2010) ternyata juga membuat nilai relevansi pada periode sebelum dan setela pengadopsian IFRS di Indonesia terbukti beda secara signifikan meskipun terjadi kenaikan dari 0.036 dari
menjadi 0,049.
Kecilnya nilai relvansi mengindikasikan bahwa laba bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan pergerakan saham di Indonesia. Hal tersebut diperkuat karena terdapat anomali pergerakan data harga saham yang disebabkan oleh krisis finansial pada tahun 2008 menyebabkan model relevansi tidak dapat menghasilkan nilai relvansi periode setelah pengadopsian IFRS di Indonesia sehingga data 2008 harus dikeluarkan. Sebagai ilustrasi anomali yang terjadi, pada tahun 2007 IHSG bedapa pada level 2.745 namun krisis subprieme mortgage di Amerika mengakibatkan IHSG turun sangat dalam ke level 1.355 pada tahun 2008 dan di
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
tahun 2009 setelah krisis terjadi IHSG di tutup di level 2.534. sehingga dalam peregresian model relevansi peneliti harus membuang data 2008 agar mendaptkan hasil perhitungan yang tepat. Nilai timeliness pada kedua periode menunjukkan angka yang kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa laba di kedua periode kurang begitu kuat dalam menggambarkan seberapa cepat pasar merespon laba pada laporan keuangan. Kecilnya kenaikan nilai timeliness yang terjadi setelah periode pengadopsian IFRS di Indonesia dari 0.030 menjadi 0,032 mengindikasikan tidak adanya perbedaan kualitas laba diantara kedua periode dari sisi timeliness hal tersebut juga dibuktikan setelah dilakukannya uji comparison of coefficient correlation yang menunjukan perbedaan diantara keduanya tidak terbukti signifikan. Sama seperti atribut prediktabilitas dan relevansi hal tersebut dikarenakan tidak adanya perbedaan yang berarti antara metode sebelu dan setelah pengadopsian IFRS yang masih sama-sama didominasi oleh penggunaan metode historical cost. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa baik laba pada periode sebelum maupun setelah pengadopsian IFRS memiliki kualitas yang relatif sama. Walaupun kualitas laba pada periode setelah pengadopsian IFRS cenderung menunjukkan angka peningktan namun hanya atribut persistensi saja yang menunjukkan hasil beda secara signifikan. Sedangkan nilai prediktabilitas, relevansi dan timeliness antara kualitas laba periode sebelum dan setelah pengadopsian IFRS di Indonesia tidak terbukti beda secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan sedikitnya perbedaan metode yang digunakan pada periode sebelum maupun setelah pengadopsian IFRS di Indonesia yang masih di diminasi oleh penggunaan metode historical cost. Hasil lain dari penelitian ini adalah kurang berkorelasi antara laba akuntansi dengan pergerakan harga saham pada periode setelah pengadopsian IFRS di Indonesia. Selain itu dalam penelitian ini juga ditemukan anomali data harga saham di tahun 2008 sehingga untuk peregresian model relevansi data 2008 harus dihilangkan.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Daftar Pustaka Abdelghany, K. E. 2005. Measuring Earnings Quality. The Emerald Research: Managerial Auditing Journal , 1001 - 1015. Bandyopadhay, S., Chen, C., Huang, A. G., & Jha, R. (2008). Accounting Conservatism and Trade-off Between Relevance and Reliability of Current Earnings. Canada: School of Acconting and Finance, University of Waterloo. Basu, Sudipta. 1997. The Conservatism Principle and Asymmetric Timeliness Journal of Accounting and Economics 24 page 3 - 37
of
Earnings.
Beijerink, M. 2008. Information Quality between IFRS and US GAAP. Enschede: Universiteit Twente. Beaver, William H., Clarke, Roger, Wrigh, William F. The Relation between Unsystematic security Returns and the Magnitude of Earnings Forecast Errors, Journal of AccountingResearch, Vol. 17, No. 2, 1979. Bliss, J.H. 1924. Management Through Accounts. New York, NY: The Ronald Press Co. Brouwer, R. 2001. Accounting Conservatism in Europe. Journal of Accounting Research . Cho, J.Y. and K. Jung. 1991. Earnings Response Coefficient: A Syntesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literature 10: 85 - 116 Dechow, & Dichev. 2002. The Quality of Accruals and Earnings : The Role of Accrual Estiamation Errors. The Accounting Review , 35 - 39. Dhole, S. 2010. What Drive Firm - Level Differences in Conservatism ? USA: Departemen of Accounting and Taxation; C.T. Bauer College of Business. Fama, E. 1970. Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work. The Journal of Finance, 25, No. 2. Francis, J., LaFond, R., Olsson, P. M., & Schipper, K. (2004). Cost of Equity and Earnings Attributes. The Accounting Review , 967 - 1010. Feltham, G. and J.A. Ohlson. 1995. Valuation and clean surplus accounting for operating and financial activities. Contemporary Accounting Research 11 (Spring): 689-731. Fitriany, A. 2010. Analisis Komprehensif Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Indonesia : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Gamayuni R., 2009. Perkembangan Standar Akuntansi Indonesia Menuju International Financial Reporting Standard. Jurnal Akuntansi Keuangan ISSN 1410-1831. Gassen, Joachim and Thorsten Sellhorn 2006: Applying IFRS in Germany: Determinants and Consequences, Betriebswirtschaftliche Forschung und Praxis, 58 (4): 365–386. Givoly, D., & Hayn, C. 2002. Rising Conservatism: Implication for Financial Analyst. Financial Analyst Journal Vol 58 , 56 - 74.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Givoly, D., & Hayn, C. 2000. The Changing Time Series Properties of Earnings, Cashflow and Accrual. Journal of Accounting and Economics , 287 - 320. Godfrey, Hodgson, Tarca. 2009. Accounting Theory: 7 edition. Wiley Hartanto, A. 2010. Pengaruh Tenure dan Spesialisasi Audit Terhadap Kualitas Laba dengan Pendekatan Nilai Prediksi, Netralitas, Ketepatan Waktu dan Penyajian Jujur. Indonesia: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ikatan
Akuntan Indonesia. 2007. Peluncuran program konvergensi terhadapIFRS.http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=19. pada 27/12/12-16.45
PSAK Diakses
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Tabel PSAK berlaku efektif per Desember 2011. http://www.iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi/index.php?id=94.Diakses pada 4/01/13- 15.05. Kazemi, H. 2011. Investigating The Relationship Between Accounting Conservatism and Earnings Attributes. World Applied Sciences journal 12 , 1385 - 1396. Kieso, Donald E., Jerry J Weygandt., dan Terry D Warfield., 2009. Intermediate Accounting. 13th edition. Wiley International Edition. Kim, B. H. 2010. Essays On Accounting Conservatism. Missouri: ProQuest. Komitmen
negara-negara dunia untuk melakukan konvergensi IFRS serta perkembangannya.http://www.frs.org/Financial+crisis/Update+G20+response.htm. Diakses pada: 25/12/12-16:35.
Leuz, C., IAS Versus US-GAAP: Information Asymmetry-Based Evidence from Germany.s N Market, Journal of Accounting Research, 2003. Li, D. 2007. Audit Tenure and Accounting Conservatism. Unites States: ProQuest. Lipe. R., The relation between stock returns and accounting earnings given alternative information, The Accounting Review 65: 49-71, 1990. Abraham, L.B. 2010. Pengaruh Tenure dan Spesialisai Auditor Terhadap Audit Report Lag. Indonesia: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Martani Dwi., 2011. Dampak Implementasi IFRS Bagi Perusahaan. Jurnal akuntansi keuangan ISSN 2088-8317 / No.48 tahun V Juli 2011, hal. 98-99 Mashayekhi, B., Abadi, M. M., & Reza, H. S. (2010). The Effect of Accounting Conservatism on Earnings Persistence. Journal of Accounting Review , 107 - 124. Mulyani, S., Asyik, N. F., & Andayani. (2007). Faktor Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba. JAAI , 35 - 45.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.
Nachrowi, Nachrowi, D & Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Paek, W, Chen, & Sami. 2007. Accounting Conservatism, Earning Persistence and Pricing Multiples on Earnings. Journal of Contemporary Accounting and Economics Symposium. Penman, S. H., & Zhang, X. -J. 2002. Accounting Conservatism, The Quality of Earnings and Stock Returns. The Accounting Review , 237 - 264. Petruska, K. A. 2008. Accounting Conservatism, Cost of Capital and Fraudulent Financial report. United States: Kent State University. R, W., & Kim, B. 2007. Estimation and Validation of a Firm-year Measure of Conservatism. Korean Advance Institute of Science and Technol. Rohaeni, D dan Aryati, T. 2012. Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Income smoothing Dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderasi, Simposium Nasional Akuntansi XV. Siallagan, H., dan Machfoedz, Mas’ud. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX.
Suaryana, A. 2007. Pengaruh Konservatisme Laba Terhadap Koefisien Respon Laba. Indonesia: Jurusan Akuntansi; Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana. Sunarto. 2010. Peran Persistensi Laba Terhadap Hubungan Antara Keagresifan Laba dan Biaya Ekuitas. Kajian Akuntansi , 22 - 38. Tan Kwan, En. 2002. Pengaruh Koefisien Respon Laba Terhadap Harga Saham Dalam Masa Krisis Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Vol. 2 No.1. Trianingsih, I. 2010. Pengaruh Konservatisme Akuntansi Terhadap Asimetri Informasi, Kualitas Laba dan Return Saham. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Velury, Uma & Jenskin, David S. 2006. International Owmership and Quality of Earnings. Journal of Business Research: 59 page. 1043 – 1051. Watts, R. L. 2002. Conservatism in Accounting. The Bradley Policy Research Center Financial Research and Policy , 02 - 21. Wardhani, Ratna. 2009. Pengaruh Proteksi Investor, Konvergensi Standar Akuntansi, Implementasi Corporate Governance, dan Kualitas Audit terhadap Kualitas Laba : Analisis Lintas Negara. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Widya. 2004. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Perusahaan Terhadap Akuntansi Konservatif. Dipresentasikan di Simposium Nasional Akuntansi 7 di Denpasar, Bali. Winata, Denny. 2009. Pengaruh Konservatisme Terhadap Kualitas laba dan Return Saham. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Zhang, J. 2007. The Contracting Benefit of Accounting Conservatism to Lenders and Borrowers. ELSEVIER : Journal of Accounting and Economics , 27 -54.
Pebandingan kualitas..., M. Ayub Famila P, FE UI, 2013.