ARTIKEL PENELITIAN
Perbandingan Kenyamanan Bernapas Antara PressureTrigger dan Flow Trigger pada Pola Pressure Support Ventilation
Ari Setiawati, Calcarina Fitriani Retno Wisudarti, Bambang Suryono Suwondo
ABSTRACK
Background: Flow trigger and pressure trigger are ventilator triggering system which are commonly used in modern ventilator. Most research nowadays only compares physiologic response to trigger system, but yet there is none that asses patient comfort with certain trigger system. Objective: The aim of this research is comparing patient’s breathing comfort between flow trigger and pressure trigger in PSV mode to find out which trigger is more superior than other related to patient comfort. Methods: The research design was cross over randomised clinical trial, in which each research subject was considered as both experiment and control at once. Research subjects were mechanically ventilated patients with PSV mode in the ICU of Dr Sardjito Hospital, who met penyapihan criteria and haemodynamically stabile in PSV 8-10 cmH2O for at least 30 minutes. The exclusion criteria were patients with COPD, suffering from stroke and neuromuscular disorder. Triggering system for the first procedure was determined by simpel random sampling. It was applied for 30 minutes, during breathing pattern (tidal volume, minute ventilation, respiratory rate, oxygen saturation) and hemodynamic (blood pressure and heart rate) were recorded. Breathing comfort was measured with Visual Analogue Scale (VAS). Subject
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Jl. Kesehatan 1, Yogyakarta Korespondensi :
[email protected] 4
was asked to mark his/her breathing comfort on the 100mm horizontal line VAS in the last 5 minutes of the procedure. The first procedure was completed after subject had marked on the 100mm VAS. Then trigger system was returned to the basic pengaturan. After 30 mnutes breathing in the basic pengaturan subject was observed for the second trigger in the same procedur as the first one. Result: Breathing comfort (VAS measurement) between pressure trigger -1 cmH2O (6,339±1,475 cm) and flow trigger 3 L/minute (6,892±1,115 cm) showed no significant difference (p value = 0,214). Conclusion: There was no difference of breathing comfort between pressure trigger -1cmH2O and flow trigger 3 L/minute. (Maj Ked Ter Intensif. 2012; 2(1): 4 - 10) Key Words: Breathing comfort, flow trigger, pressure trigger, PSV, VAS PENDAHULUAN
Ventilasi mekanik adalah terapi suportif pada pasien yang memerlukan bantuan napas dengan menerapkan tekanan positif pada jalan napas sampai penyebab gagal napas teratasi dan pasien bisa bernapas sendiri tanpa bantuan ventilator.1 Ventilator modern menyediakan berbagai pada ventilasi yang pengaturannya bisa dipilih menurut penilaian klinis dokter dan disesuaikan dengan tujuan terapi. Mayoritas pasien dengan ventilasi mekanik di Intensive Care Unit (ICU) menggunakan pola assisted, yaitu pasien bernapas spontan dan ventilator membantu mengurangi beban kerja otot pernapasan dengan tekanan positif. Pengaturan ventilator akan Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Ari Setiawati, Calcarina Fitriani Retno Wisudarti, Bambang Suryono Suwondo
mempengaruhi interaksi pasien dengan ventilator terutama pada pasien yang bernapas parsial misalnya pressure support ventilation (PSV). Interaksi tersebut tergantung pada respons ventilator terhadap usaha napas pasien dan respons pasien terhadap napas yang diberikan ventilator.2 PSV adalah pola yang paling banyak digunakan selama periode penyapihan dari ventilator. PSV adalah pola ventilasi dengan patient-triggered (inspirasi dimulai ketika pasien memicu trigger napas), pressure-limited (inspirasi dibatasi oleh tekanan tertentu jalan napas) dan flow-cycled (ekspirasi dimulai ketika aliran udara mencapai nilai sensitifitas pemicu ekspirasi). PSV digunakan bila pasien dinilai sudah mempunyai usaha napas. Usaha napas pasien akan terdeteksi oleh pressure trigger (trigger napas ventilator akibat perubahan tekanan); ventilator mendeteksi usaha napas pasien dalam bentuk penurunan tekanan dasar yang telah diatur dan memulai inspirasi atau flow trigger (trigger napas ventilator akibat perubahan aliran udara); ventilator mendeteksi usaha napas pasien sebagai penurunan batas aliran udara yang telah diatur dalam sirkuit pasien atau mendeteksi aliran udara inspirasi secara langsung dengan sensor pada jalan napas pasien dan memulai inspirasi.3,4 Pada pressure trigger, ventilator akan mendeteksi usaha napas dalam bentuk penurunan nilai tekanan dasar yaitu Positive End Espiratory Pressure (PEEP) atau Continous Positive Airway Pressure (CPAP). Setelah nilai sensitifitas trigger napas yang telah diatur tercapai, maka ventilator akan memberikan tekanan positif ke jalan napas pasien dan pasien mulai melakukan inspirasi. Pada flow trigger, ventilator akan mendeteksi usaha napas sebagai penurunan aliran udara kontinyu dalam sirkuit napas. Bila nilai sensifitas flow trigger yang telah diatur tercapai, maka ventilator akan memberikan tekanan positif ke dalam jalan napas pasien dan inspirasi dimulai. Sensitifitas pressure trigger yang aman dan efektif pada mayoritas pasien adalah -0.5 cmH2O sampai -2cmH2O sedangkan Sensitifitas flow trigger umumnya 1 - 5 L/menit.4 Pada penelitian perbandingan flow trigger dan pressure trigger pada pasien dengan CPAP menggunakan ventilator Hamilton Veolar dan Puritan Bennet 7200ae dilaporkan bahwa pada flow trigger, kerja napas waktu inspirasi/inspiratory work of breathing (WOBI) total turun secara bermakna dibandingkan dengan pressure trigger. Pada penelitian lain ditemukan bahwa pada pasien dengan CPAP dengan pressure trigger pada Puritan Bennet 7200ae, (WOBI) yang dihasilkan hampir Volume 2 Nomor 1 Januari 2012
sama dengan flow trigger bila pada pressure trigger diberikan bantuan tekanan positif 5cmH2O (PSV 5cmH2O), sebab pemberian bantuan tekanan positif akan mengurangi WOB pasien.6,7 Hasil penelitian pada 10 pasien gagal napas akut dengan CPAP tanpa chronic obstructive pulmonary disease (COPD) ditemukan bahwa flow trigger menurunkan kerja napas selama periode penyapihan dibandingkan dengan pressure trigger.8 Pada pasien COPD ini, penggunaan flow trigger bisa mengurangi kerja napas pasien untuk merangsang ventilator memulai inspirasi dan bisa memberikan PEEP yang cukup mampu mengurangi kerja otot respirasi dengan menurunkan PEEP intrinsik.9,10 Penelitian klinis yang membandingkan pengaruh pressure trigger sebesar-1cmH20 dan flow trigger sebesar 2L/menit pada pasien gagal napas akut selama periode penyapihan dengan PSV dilaporkan bahwa dengan ventilator Servo 300 tidak ada perbedaan bermakna dari nilai PaO2, mekanika paru-paru dan WOBI.11 sedangkan penelitian klinis lain yang membandingkan pressure trigger -1cmH2O dan flow trigger 3L/menit dilaporkan adanya perbedaan inspiratory pressure time product (PTP) yang sangat minimal.12 Penelitian lain melaporkan bahwa waktu yang diperlukan untuk merangsang ventilator 43% lebih singkat dan kerja napas 62% lebih ringan pada flow trigger dibandingkan pressure trigger. Tetapi usaha napas pada fase pasca trigger napas kuantitasnya hampir sama pada flow trigger dan pressure trigger. Secara umum dilaporkan bahwa flow trigger lebih baik dalam menurunkan WOB, namun demikian setelah sensor tekanan pada ventilator modern semakin banyak diperbaiki, maka besarnya perbedaan usaha napas pasien dan WOB antara pressure trigger dan flow trigger sudah banyak berkurang.13 Saat ini belum banyak penelitian yang menilai keluaran pasien dengan sistem trigger napas tertentu. Sebagian besar penelitian hanya membandingkan evaluasi singkat respons fisiologis terhadap sistem trigger napas tersebut. Belum banyak diketahui adanya suatu sistem trigger napas lebih superior dibandingkan yang lain dalam hal durasi penggunaan ventilasi mekanik atau indeks morbiditas lain misalnya kenyamanan pasien, yang diketahui merupakan salah satu faktor yang menentukan sinkronitas pasien dengan ventilator. Pada penelitian prospektif observasional dilaporkan 86% pasien menyatakan nyaman bernapas dengan flow trigger, tetapi belum pernah diteliti tingkat kenyamanan pasien dengan pressure trigger.14 Seperti diketahui bahwa salah satu 5
Perbandingan Kenyamanan Bernapas Antara Pressure Trigger dan Flow Trigger pada Pola Pressure Support Ventilation
tujuan utama perawatan pasien dengan ventilator adalah memaksimalkan sinkronitas pasienventilator sehingga pasien merasa nyaman dan akan mempercepat proses penyapihan. Di ICU RS Dr. Sardjito sendiri pressure trigger lebih sering digunakan pada bantuan napas assisted maupun kendali pada berbagai jenis ventilator. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: adakah perbedaan kenyamanan pasien antara bernapas dengan flow trigger dan pressure trigger pada PSV? METODE Penelitian ini menggunakan uji klinis acak silang (randomized cross over design clinical trial), membandingkan kenyamanan pasien yang bernapas dengan pressure trigger dan flow trigger pada PSV, untuk menemukan sistem trigger napas yang lebih nyaman untuk pasien. (Gambar 1) Sampel dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang diambil dari semua pasien di ICU RS Dr. Sardjito Jogjakarta yang memerlukan bantuan ventilasi mekanik yang sudah memenuhi kriteria penyapihan dan mulai menggunakan pola ventilasi PSV 8-10 cmH2O, PEEP 5 cmH2O dengan hemodinamik stabil selama minimal 30 menit. Kriteria inklusi adalah pasien berumur 18-65 tahun, sadar, tidak tersedasi dan kooperatif dengan Skala Koma Glasgow (GCS) E4M5V terintubasi, serta pasien atau keluarga pasien bersedia menandatangani surat pernyataan persetujuan mengikuti prosedur penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien menderita COPD, strok, atau penyakit neuromuskular .
Bila selama prosedur penelitian karena penyakit dasarnya pasien mengalami intoleransi terhadap proses penyapihan, sesuai dengan panduan dari American College of Chest Physician/American Association for Respiratory Care/Society of Critical Care Medicine15 dan Prosedur Tetap Khusus Perawatan Intensif RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta tahun 200716 sehingga pola ventilasi kembali sebelum pola ventilasi PS 8-10cmH2O maka subyek dikeluarkan dari penelitian. Pada uji klinik ini diasumsikan distribusi data adalah normal dan besar sampel diperhitungkan berdasarkan rumus besar sampel untuk uji dua proporsi, dengan menggunakan kekuatan penelitian sebesar 80%, α=5%, hipotesis dua arah, maka Zα=1,96 dan β=10%, maka Zβ=0,84. Dari penelitian pendahuluan oleh Barrera dkk.14 proporsi pasien yang merasa nyaman dengan trigger flow pada PSV sebesar 86%. Perbedaan klinis yang dianggap bermakna adalah sebesar 20%, sehingga proporsi pasien yang diharapkan merasa nyaman dengan trigger pressure adalah sebesar 66%, sehingga besar sampel dengan penambahan drop out 10% menjadi 18.70. Dengan pembulatan maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 19 subyek. Randomisasi penentuan perlakuan pertama yang diberikan kepada subyek penelitian dilakukan dengan cara acak sederhana. Selama penelitian tidak dilakukan perubahan pengaturan ventilator selain pengaturan sistem trigger napas oleh ventilator (trigger), yaitu pressure trigger atau flow trigger. Pressure trigger diatur pada sensitifitas -1 cm H2O dan flow trigger diatur pada sensitifitas 3 L/menit. Aliran udara dasar secara otomatis akan menjadi 6 L/menit pada flow trigger. Pasien bernapas spontan dengan trigger yang
Gambar 1. Rancangan Penelitian 6
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Ari Setiawati, Calcarina Fitriani Retno Wisudarti, Bambang Suryono Suwondo
telah diatur selama 30 menit. Volume tidal, volume semenit, frekuensi napas dan saturasi oksigen dicatat reratanya dalam 30 menit. Pada 5 menit terakhir penelitian, pasien diminta menilai kenyamanan bernapasnya pada garis lurus 10cm Visual Analogue Scale (VAS). Nilai VAS = 0 menunjukkan paling nyaman, nilai VAS = 10 menunjukkan paling tidak nyaman. Selama 30 menit berikutnya, pola ventilasi dikembalikan pada pola ventilasi sebelum penelitian. Kemudian pasien diamati untuk jenis trigger yang kedua selama 30 menit. Volume tidal, volume semenit, frekuensi napas dan saturasi oksigen dicatat reratanya dalam 30 menit. Pada 5 menit terakhir penelitian, pasien diminta menilai kenyamanan bernapas pada garis lurus 10cm Visual Analogue Scale (VAS). Setelah penelitian selesai, proses penyapihan dilanjutkan dengan T-Piece sesuai dengan panduan Prosedur Tetap Khusus Perawatan Intensif RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta tahun 2007.16 Hasil analisis data ditampilkan sebagai mean dan standard deviation. Keluaran utama adalah perbandingan skor kenyamanan antara pressure trigger dan flow trigger. Uji t untuk kelompok berpasangan digunakan untuk membandingkan skor kenyamanan pressure trigger dan flow trigger. Hasil uji hipotesis dengan nilai p<0,05 secara statistik dinyatakan bermakna. Hasil
Sembilan belas pasien menjadi subyek pada penelitian ini, 1 pasien dikeluarkan karena pasien mengalami intoleransi terhadap proses penyapihan sesuai dengan panduan dari American College of Chest Physician/American Association for Respiratory Care/Society of Critical Care Medicine dan Prosedur Tetap Khusus Perawatan Intensif RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta tahun 2007.15,16 Karakteristik demografi subyek penelitian menunjukkan rerata usia adalah 36,062 ± 11,676 tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 18 orang (94,7%) dan diagnosis terbanyak adalah pasca laparatomi dan pasca Sectio Cesaria dengan eklampsia sebanyak 5 orang (26,3%) dan pasca laparatomi sebanyak 5 orang (26,3%) dan drop out 1 orang (Tabel 1). Karakter respirasi dan hemodinamik antara pressure trigger dan flow trigger pada subyek penelitian memiliki kesamaan baik dari frekuensi napas, volume tidal, ventilasi semenit, saturasi oksigen, tekanan darah, dan denyut nadi. Karakter Volume 2 Nomor 1 Januari 2012
istik respirasi subyek penelitian pada kedua jenis pemicu napas sebelum perlakuan adalah homogen. (Tabel 2) Pemantauan repirasi dan hemodinamik antara pressure trigger dan flow trigger pada subyek penelitian memiliki kesamaan baik dari frekuensi napas, volume tidal, ventilasi semenit, saturasi oksigen, tekanan darah, dan denyut nadi.(Tabel 3) Keluaran utama penelitian ini adalah perbedaan kenyamanan yang dinilai dengan skala VAS.(Tabel 4) Kenyamanan pasien yang menggunakan pressure trigger dan flow trigger tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0,05). Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kenyamanan bernapas antara flow trigger dan pressure trigger pada pasien-pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik pola PSV. Penelitian ini menggunakan cross over design clinical trial yaitu tiap subyek mendapatkan 2 perlakuan dan pada tiap perlakuan tidak ada perubahan dosis maupun jenis analgetik yang digunakan. Tabel 1. Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Variabel
Jumlah (%)
Umur
36,062 + 11,676*
Jenis Kelamin •Laki- laki •Perempuan
1 (5,3%) 18 (94,7%)
Diagnosis •Pascaoperasi Laparatomi •Pascaoperasi Seksio sesaria dengan Eklampsia •Pascaoperasi Kraniotomi •Pascaoperasi Torakotomi •Pasca Kuretase Mola hidatidosa •Pascaoperasi PSSW Drop out
5 (26,3%) 5 (26,3%) 4 (21,1%) 2 (10,5%) 1 (5,3%) 1 (5,3%) 1 (5,3%)
*rata - rata umur
Jumlah subyek penelitian yang menggunakan analgetik fentanyl kontinyu intravena adalah 13 (72%), anestetika lokal (bupivacaine) melalui kateter epidural ada 4 pasien (22.2%), anestesi lokal (Bupivacaine) dan morfin melalui epidural kateter hanya 1 pasien (5%). Penelitian Pochard dkk melaporkan bahwa 13 dari 43 pasien yang 7
Perbandingan Kenyamanan Bernapas Antara Pressure Trigger dan Flow Trigger pada Pola Pressure Support Ventilation
Tabel 2. Karakteristik Respirasi dan Hemodinamik Subyek Penelitian Sebelum Perlakuan Pressure Trigger (Mean + SD)
Karakteristik respirasi Frekuensi napas (f) (x/menit) Volume tidal (VT) (mL) Ventilasi semenit (L/menit) Saturasi oksigen (SO2) (%) Tekanan darah Sistol (mmHg) Diastol (mmHg) Denyut nadi (x/menit)
16,167 + 2,431 378,1111 + 71,655 5,794 + 1,405 99,333 + 0,840 132,611 + 17,503 82,111 + 11,911 90,889 + 12,911
Flow Trigger (Mean + SD)
p
16,556 + 2,382 362,611 + 63,070 5,772 + 1,626 99,333 + 0,970
0,631 0,496 0,965 1,000
132,833 + 20,520 80,778 + 11,880 89,833 + 12,562
0,972 0,739 0,805
Keterangan : nilai p > 0,05 berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara karakteristik respirasi dan hemodinamik pressure trigger dan flow trigger sebelum perlakuan
Tabel 3. Karakteristik Respirasi dan Hemodinamik Subyek Penelitian Selama Perlakuan Pressure Trigger (Mean + SD)
Karakteristik respirasi Frekuensi napas (f) (x/menit) Volume tidal (VT) (mL) Ventilasi semenit (MV) (L/menit) Saturasi Oksigen (%) Tekanan darah Sistol (mmHg) Diastol (mmHg) Denyut Nadi (x/menit)
Flow Trigger (Mean + SD)
p
16,528 + 2,629 373,400 + 64,601 5,769 + 1,385 99,492 + 0,665
16,696 + 3,025 355,936 + 58,379 5,618 + 1,496 99,519 + 0,692
0,904 0,376 0,915 0,191
132,344 + 17,273 81,640 + 10,792 90,928 + 12,792
132,768 + 17,849 81,872 + 10,187 89,808 + 12,597
0,811 0,837 0,775
Keterangan : nilai p > 0,05 berarti tidak ada perbedaan yang signifikan pada karakteristik respirasi antara pressure trigger dan flow trigger
Tabel 4. Rerata Kenyamanan Subyek Penelitian Kenyamanan
VAS (cm) (Mean + SD)
Pressure Trigger Flow Trigger
6,339 + 1,475 6,892 + 1,115
p 0,214
menggunakan ventilasi mekanik merasakan nyeri hebat, oleh karena sekitar 30% pasien tidak mendapatkan analgetik yang adekuat.17 Nyeri akan menyebabkan gangguan respirasi restriktif akut akibat trauma otot respirasi atau kekakuan otot yang membatasi gerakan dinding dada dan diafragma. Seluruh pasien pada penelitian ini menggunakan analgetik, namun semua pasien dalam keadaan sadar, tidak tersedasi dan kooperatif (GCS E4M5V terintubasi). Yang menyebabkan bias pada penelitian ini adalah karena jenis dan cara pemberian analgetik tidak sama. Keluaran utama penelitian ini adalah perbedaan kenyamanan yang dinilai dengan skala VAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan 8
kenyamanan bernapas yang bermakna antara pasien yang menggunakan pressure trigger -1 cmH20 dan flow trigger 3 L/menit dengan nilai VAS berturutturut (6,339 ± 1,475 cm) dan (6,892 ± 1,115 cm). Penelitian mengenai sistem trigger napas dan pengaruhnya pada mekanika paru-paru diukur dari besarnya nilai inspiratory pressure time product (PTPi) dan inspiratory work of breathing (WOBI), karena PTP dan WOB merupakan parameter pengukuran yang sahih untuk menilai usaha napas pasien yang bernapas secara parsial.18 PTP adalah penurunan tekanan jalan napas dikalikan dengan dengan interval waktu sampai level PEEP/CPAP tercapai pada waktu inspirasi. Area yang merupakan grafik fungsi waktu yang dibentuk oleh penurunan tekanan dibawah PEEP/CPAP tersebut menunjukkan besarnya usaha pasien untuk merangsang ventilator memberikan tekanan positif. Perbedaan utama dari kedua sistem trigger ini adalah nilai-nilai PTP dan WOB yang harus dihasilkan pasien untuk memicu ventilator. Penelitian pada pasien gagal napas akut selama Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Ari Setiawati, Calcarina Fitriani Retno Wisudarti, Bambang Suryono Suwondo
periode penyapihan dengan PSV (ventilator Servo 300) tidak ditemukan perbedaan WOB yang bermakna antara pressure trigger -1cmH20 (WOB 0.02±0.02J/L) dan flow trigger 2L/menit (WOB 0.02±0.04J/L)11. Penelitian lain pada 10 pasien gagal napas akut dengan pola ventilasi PSV (ventilator Nellcor Puritan Bennet 7200ae), didapatkan perbedaan nilai PTP antara pressure trigger 1cmH2O, flow trigger 3L/menit tidak bermakna yaitu (0.161±0.045cmH2O.detik) dan (0.161±0.086 cmH2O.detik).12 Namun demikian penelitian Aslanian dkk pada 8 pasien dengan pola PSV menggunakan ventilator Nellcor Puritan Bennet 7200ae didapatkan hasil WOB yang lebih tinggi pada pressure trigger 2cmH2O (1.16±0.53J/L) dibandingkan flow trigger 2L/ menit (1.00±0.49J/L).13 Penelitian Barrera dkk yang meneliti kenyamanan pasien-pasien dengan pola ventilasi PSV dan flow trigger 3 L/menit (ventilator Nellcor Puritan Bennet 7200ae) dilaporkan hanya 86% pasien yang merasa nyaman, sayangnya tidak dilakukan penelitian pada pressure trigger -2cmH2O Pada penelitian tersebut diperoleh hasil PTP dan WOB yang lebih rendah pada flow trigger 3L/menit (PTP 140±117cmH2O.min dan WOB 0.71±0.55J/ L) dibandingkan pressure trigger 2cmH2O (PTP 165±127cmH2O.min dan WOB 0.92±0.87J/L).14 Pada beberapa penelitian pada ventilator Nelcor Puritan Bennet 7200ae dilaporkan bahwa pressure trigger -2cmH2O menghasilkan PTP dan WOB yang lebih tinggi dibandingkan flow trigger 2L/menit dan 3L/menit, sedangkan pada pressure trigger -1cmH2O ventilator menghasilkan PTP dan WOB yang sama dengan flow trigger 3L/menit. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan PTP dan WOB, oleh karena itu digunakan satu jenis ventilator untuk menyamakan nilai-nilai PTP dan WOB karena tidak semua ventilator akan menghasilkan PTP dan WOB yang sama walaupun menggunakan trigger napas dengan tingkat sensitifitas yang sama 13. Penelitian ini menggunakan satu jenis ventilator yaitu Hamilton Galileo, tetapi karena keterbatasan fasilitas tidak dilakukan pengukuran PTP dan WOB sehingga tidak diketahui apakah ventilator Hamilton Galileo menghasilkan PTP dan WOB yang sama pada pressure trigger -1cmH2O dan flow trigger 3L/menit. Namun demikian dengan merujuk beberapa hasil penelitian pada ventilator Nelcor Puritan Bennet 7200ae diatas yaitu nilai PTP dan WOB sama pada pressure trigger -1cmH2O dan flow trigger 3L/menit maka tingkat kenyamanan yang sama pada penelitian ini mungkin berkaitan dengan kesamaan PTP dan WOB yang dihasilkan
Volume 2 Nomor 1 Januari 2012
oleh ventilator Hamilton Galileo. Beberapa penelitian melaporkan bahwa intensitas ketidaknyamanan akan meningkat seiring dengan perubahan pola ventilasi dari yang seharusnya dibutuhkan oleh pasien.19,20,21 Pada tabel 2 dan 3 diperlihatkan data karakteristik repirasi dan hemodinamik antara pressure trigger dan flow trigger pada subyek penelitian sebelum dan selama perlakuan. Hasilnya kedua jenis trigger menghasilkan kesamaan karakteristik respirasi baik dari segi frekuensi napas, volume tidal, ventilasi semenit, saturasi oksigen, dan kesamaan karakteristik hemodinamik pada tekanan darah (sistol/diastol), dan denyut nadi. Pada penelitian Vittaca dkk diketahui bahwa pola PSV dengan berbagai pressure support menghasilkan karakteristik respirasi yang berbeda dan tingkat kenyamanan yang berbeda. Pada penelitian tersebut pola PSV, dengan PEEP 5 dan pressure support berturut-turut 25, 20, 15, 10 dan 5 cmH2O. Dilaporkan semakin kecil pressure support yang diberikan maka volume tidal dan ventilasi semenit semakin berkurang dan frekuensi napas semakin meningkat. Sedangkan tingkat kenyamanan dinilai dengan VAS, hasilnya didapatkan nilai VAS tinggi pada pressure support yang tertinggi dan terendah, nilai VAS yang rendah diperoleh pada pressure support 10-15cmH2O artinya pola PSV yang membuat pasien merasa paling nyaman diperoleh pada pressure support 1015cmH2O. Berbeda dengan penelitian tersebut diatas, pada penelitian ini diberikan pressure support 8-10 cmH2O dengan flow trigger atau pressure trigger pada semua subyek penelitian, menyebabkan tingkat kenyamanan yang diukur dengan VAS nilainya tidak begitu tinggi yaitu berkisar 6cm (nilai tertinggi VAS=10cm), artinya pasien merasa nyaman tetapi tidak optimal. Jadi selain sinkronitas pasien-ventilator, faktor penentu kenyamanan yang lain adalah kesesuaian besarnya bantuan pressure support yang diberikan sehingga menghasilkan volume tidal, ventilasi semenit dan frekuensi napas yang memenuhi kebutuhan oksigenasi dan ventilasi pasien.21 Hasil penelitian ini tidak bisa diterapkan pada semua pasien di ICU karena pasien yang diteliti adalah pasien-pasien pascabedah dengan mekanika paruparu yang normal yang hanya memerlukan bantuan ventilasi yang singkat dan siap disapih. Pada subyek penelitian ini juga tidak dilakukan pemasangan artery line sehingga tidak dilakukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD) serial tiap kali pengaturan
9
Perbandingan Kenyamanan Bernapas Antara Pressure Trigger dan Flow Trigger pada Pola Pressure Support Ventilation
ventilator diubah. Tindakan pengambilan darah arteri perkutan yang dilakukan berulang kali untuk pemeriksaan AGD akan mengganggu kenyamanan pasien sehingga tidak perlu dilakukan, karena dengan pemantauan parameter-parameter respirasi, hemodinamik dan VAS yang pemeriksaannya tidak invasif dapat diketahui kenyamanan bernapas pasien yang menggunakan pola PSV. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kenyamanan bernapas yang bermakna antara pasien yang menggunakan pola PSV dengan pressure trigger -1 cmH20 atau flow trigger 3 L/menit, oleh karena itu kedua jenis trigger tersebut dapat digunakan pada pasien-pasien dengan mekanika respirasi normal yang memerlukan bantuan ventilasi mekanik pola PSV. DAFTAR PUSTAKA
1. Tobin MJ. Principles and practice of mechanical ventilation. 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2006. 2. Kondili E. Prinianakis G, Georgopoulos D. Patient-ventilator interaction. Br J Anaesth. 2003; 91: 106-119 3. Brochard L, Rauss A, Benito S. Comparison of three methods of gradual withdrawal from ventilatory support during weaning from mechanical ventilation. Am J Respr Crit Care Med. 1994; 150:896-903. 4. Macintyre NR, Branson RD. Mechanical ventilation. 2nd ed. New York: Saunders 2009 . 5. Tobin MJ, Jubran A, Laghi F. Patient-ventilator interaction. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:1059–63. 6. Branson R, Campbell R, Davis K, et al. Comparison of pressure and flow triggering systems during continuous positive airway pressure. Chest Med. 1994; 106:540-44 . 7. Sassoon C, Gruer S. Characteristics of the ventilator pressure and flow-trigger variables. Intensive Care Med. 1995; 21: 59-68 8. Polese G, Massara A, Poggi R, Brandolese R, Brandi G, Rossi A. Flow triggering reduces inspiratory effort during weaning from mechanical ventilation. Intensive Care Med. 1995; 21: 68286. 9. Ranieri VM, Mascia L, Petruzzelli V, Bruno F, Brienza A, Giuliani R. Inspiratory effort and measurement of dynamic intrinsic PEEP in COPD patients: effects of ventilator triggering systems. 10
Intensive Care Med. 1995; 21:896-903. 10. Nava S, Ambrosino N, Bruschi C, Confalonieri M, Rampulla C. Physiological effects of flow and pressure triggering during non-invasive mechanical ventilation in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Thorax. 1997; 52: 249-54 11. Tütüncü A, Cakar SN, Camci E, Telci EF, Akpir K. Comparison of pressure- and flow-triggered pressure-support ventilation on weaning parameters in patients recovering from acute respiratory failure. Crit Care Med. 1997; 25: 756-60. 12. Goulet R, Hess D, Kacmarek RM. Pressure vs flow triggering during pressure support ventilation. Chest.1997; 111:1649–653. 13. Hamilton Galileo Operator Manual. 2004; p. 3638 14. Aslanian P, El Atrous S, Isabey D, Valente E, Corsi D, Harf A, et al. Flow triggering added to pressure support ventilation improves comfort and reduces work of breathing in mechanically ventilated patients. Journal of Critical Care. 1999; 14(4): 172-76 15. MacIntyre NR, Cook DJ, Ely EW. Collective Task Force (ACCP, AARC, SCCM): evidencebased guidelines for weaning and discontinuing ventilator support. Chest. 2001; 120(6): 375– 395. 16. ICU RSUP Dr. Sardjito. Prosedur tetap: weaning pada T-piece dinding (No dokumen: 03.5.01.102.2.10.10). Mar 2007. 17. Pochard F, Lanore JJ, Bellivier F, Ferrand I, Mira JP, Belghith M, et al. Subjective psychological status of severely ill patients discharged from mechanical ventilation. Clinical Intensive Care. 1995; 6: 57-61 . 18. Hamilton Galileo. Technical specification. Accessed 12 oct 2009. From: http://www.hamiltonmedical.com . 19. Brochard L. Effects of flow triggering on breathing effort during partial ventilatory support. Am J Respir Crit Care Med. 1998; 157:135–43 . 20. Knebel AR, Janson-Bjerklie SL, Malley JD, Wilson AG, Marini JJ. Comparison of breathing comfort during weaning with two ventilatorymodes. Am J Resp Crit Care Med. 1994; 149: 14-18 . 21. Vitacca M, Bianchi L, Zanotti E, Vianello E, Barbano L, Porta R, Clini E. Assessment of physiologic variables and subjective comfort under different levels of pressure support ventilation. Chest. 2004; 126(3):851-59.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif