PERBANDINGAN KALA DAN ASPEK KALIMAT BAHASA JEPANG DENGAN BAHASA INDONESIA DALAM CERPEN “DEWA AGNI” KARYA AKUTAGAWA RYUUNOSUKE Rahadiyan D. Nugroho Fakultas Sastra Jurusan Sastra Jepang Universitas Dr. Soetomo, Surabaya ABSTRAK Pada Bahasa Jepang penanda kohesi gramatikal lebih cenderung dominan daripada kohesi leksikal dalam menentukan makna suatu kalimat. Sebaliknya, dalam bahasa Indonesia, untuk menandai bahwa suatu kejadian atau peristiwa itu akan terjadi, sedang terjadi, atau telah selesai, dimungkinkan lebih cenderung menggunakan penanda kohesi leksikal seperti adverbia atau keterangan waktu. Penulis ingin menelusuri lebih lanjut tentang perbandingan fungsi kala dan aspek kalimat bahasa Jepang kemudian membandingkannya dengan terjemahannya dalam kalimat bahasa Indonesia. Melalui metode penelitian deskriptif-kualitatif, perbandingan kala dan aspek antara kalimat bahasa Jepang dan bahasa Indonesia serta fungsi dan jenis aspek bahasa Jepang yang ditemukan dalam cerpen “Dewa Agni” dapat ditemukan. Hasil yang ditemukan adalah (1) dalam Bahasa Jepang, kegiatan yang akan dilakukan, sedang dilakukan atau telah terjadi dinyatakan secara jelas lewat kategori gramatikal aspeknya, sebaliknya, dalam bahasa Indonesia dinyatakan secara jelas dalam kalimatnya. (2) terkait jenis dan fungsi aspek yang muncul dalam cerpen “Dewa Agni” adalah sebagai berikut:(a) Kelompok katsuyougobi; masu/ru-kei, menyatakan peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang dan mashita/ta-kei, menyatakan perbuatan yang telah selesai dilakukan. (b) Kelompok te-kei; te iru, menyatakan keadaan atau situasi saat ini, te imashita, menyatakan peristiwa yang sudah terjadi, namun masih memandang proses kejadian hingga mencapai ketercapaian, te kuru, menyatakan proses hilang dan munculnya sesuatu, te shimasu, menyatakan ketuntasan perbuatan, menyatakan perbuatan yang tak disengaja dan diharapkan akhirnya terjadi. (c) Kelompok renyoukei; renyoukei+dasu, menyatakan dimulainya suatu perbuatan, renyoukei+ageru, menyatakan perbuatan yang dilakukan untuk orang lain, renyoukei+hajimeru, menyatakan dimulainya suatu perbuatan. Kata kunci: kala, aspek, kohesi leksikal dan kohesi gramatikal
18
A. Pendahuluan dan Tinjauan Teori Pengisi struktur kalimat dalam
membandingkannya
dengan
Bahasa Jepang, yakni kata, secara
terjemahannya
kalimat
umum terbagi atas dua kelas kata,
bahasa Indonesia. Adapun sumber
yakni kata penuh atau jiritsugo dan
data yang diambil penulis, yakni
kata tugas atau fuzokugo. Kata
sebuah cerpen bahasa Jepang yang
penuh atau jiritsugo adalah kata-
telah diterjemahkan dalam bahasa
kata yang memiliki arti tertentu
Indonesia. Cerpen ini berjudul 『ア
sesuai dengan referensinya atau
グ ニ の 神 』 atau “Dewa Agni”
sesuai
kamus.
dalam kumpulan cerpen Lukisan
Sebaliknya, kata tugas atau fuzokugo
Neraka dan Cerpen Lainnya tahun
adalah kata-kata yang belum bisa
1987
dimaknai artinya sebelum kata-kata
Ryunosuke yang diterjemahkan oleh
ini melekat dengan jiritsugo dalam
Jonjon Johana tahun 2013.
sebuah kalimat. Kata-kata yang baru
1. Kala atau Jisei
dengan
arti
buah
dalam
karya
Akutagawa
memiliki fungsi demikian, tidak bisa
Kala atau tenses dalam bahasa
dimaknai secara leksikal melainkan
Jepang disebut jisei atau tensu.
secara gramatikal. Walau demikian,
Menurut Katou dan Fukuchi (1989:
baik
2-3),
kelas
kata
dari
jiritsugo
maupun fuzokugo pada akhirnya
lanjut tentang perbandingan fungsi
“tensu to wa, hanashite ga kono sekai no jishou o jikan no nagare no naka ni okeru hitotsu no ten toshite torae, hatsuwaji kara mite mae ka ushiro ka o mondai ni shita mono de aru.” Arti: dalam kala atau tense, pembicara menangkap suatu titik yang ada di dalam arus waktu berkaitan dengan gejala atau masalah di dunia ini, dan mempersoalkan waktu tersebut, baik sebelum atau sesudah yang coba diamati dari waktu ujaran.
kala dan aspek kalimat bahasa
Selanjutnya, Sudjianto (2011: 87),
apabila disatukan dan dipadukan guna membentuk sebuah kalimat, kata-kata ini secara kohesi akan terikat satu sama lain, membentuk kalimat yang memiliki makna yang tersusun
berdasarkan
kaidah
gramatika bahasa penuturnya. Penulis ingin menelusuri lebih
Jepang
kemudian
menambahkan bahwa kala atau tense 19
adalah kategori gramatikal yang
Kala tak lampau (hikako), meliputi
menyatakan waktu terjadinya suatu
waktu
peristiwa atau berlangsungnya suatu
mendatang (mirai) dan tak berkala
aktivitas yang bertitik tolak pada
(chouji). Penggunaan kala tersebut
waktu kalimat tersebut diucapkan.
terdapat di setiap predikat dalam
Jika waktu berbicara (hatsuwa-ji)
kalimat, baik predikat berupa verba,
atau waktu mengucapkan kalimat
ajektiva dan nomina (Katou dan
tersebut diumpamakan dengan waktu
Fukuchi (1989: 3). Secara lebih rinci,
sekarang (saat ini), maka waktu
penggunaan kala lampau dan tak
terjadinya peristiwa atau aktivitas
lampau beserta perubahannya dalam
tersebut
setiap predikat, dapat diamati pada
ada
tiga,
yaitu
waktu
sebelumnya atau yang telah berlalu ‘lampau’,
(kako)
waktu
sekarang
(genzai),
waktu
contoh kalimat berikut ini.
saat
berbicara (genzai) ‘sekarang/kini’,
Predikat verba じゅぎょう
dan waktu yang akan datang (mirai).
せんしゅう
お
(1) 授 業 は、 先 週 で終わりまし か こ
Dengan demikian, berdasarkan
た。
(過去)
あ ら す か
teori Katou, Fukuchi, dan Sudjianto,
い
(2) アラスカへ行ってみたい。 げんざい
penulis menyimpulkan bahwa kala
(現在 ) かれ
あしたき
みらい
atau jisei adalah kategori gramatikal
(3) 彼 は明日来ます。
yang
(4) オリンピックは四年 毎に開 か れる。 (超時)
lebih
menerangkan
menitik-beratkan
kapan
( 未来 )
よんねん
dan suatu
ひら
peristiwa itu terjadi, yakni pada masa
Predikat ajektiva
lampau, sekarang atau pada masa
a. i-keiyoshi
akan datang. Pada saat berujar, saat
(1) き の う は 歯 が 痛 か っ た 。
は
いた
か こ
itulah keadaan peristiwa tersebut
(過去) かれ
いそが
げんざい
disampaikan oleh pembicara.
(2) 彼 はとても 忙 しい。( 現在 )
2. Perubahan Bentuk Kala dalam
(3) 長期予報 によれば、今年 の冬
ちょうきよほう あたた
は 暖 かい。
Predikat Kalimat Bahasa Jepang Dalam
bahasa
Jepang,
kala
ことし
ふゆ
みらい
( 未来 )
b. Na-keiyoshi かれ
terbagi atas 2, yakni kala lampau (過
げんき
か こ
(1) 彼 は元気だった。 ( 過去 )
去) dan kala tak lampau (非過去). 20
かれ
しゅうまつ
1. Predikat dalam kalimat tunggal
(2) 彼 は、 週 末 になると、げん げんざい
きだ。
(shubun)
( 現在 )
yang
menyatakan
situasi, aktivitas atau peristiwa. Predikat nomina あめ
かれ
か こ
(1) きのうは雨 だった。 ( 過去 ) きょう
ぼく
じょうたい
らいしゅうよんねん
きこく
( 現在 )
う ち だ せんせい
たか
(2) 僕 は 、 来 週 四 年 ぶ り に 、
げんざい
あきば
(2) 今日は秋晴れだ。
せ
(1) 彼 はとても背 が高 い( 状 態 ) どうさ
帰国します。 (動作)
ろくがつ
(3) 内田 先生 は、ことしの六月 で ななじゅうさい
2. Predikat dalam kalimat majemuk
みらい
七 十 歳 です。
( 未来 )
(fukubun) 3.
Keterlibatan
Kala
klausa
dalam
yang
utama
mengandung
(shusetsu)
dan
klausa tambahan (juuzokusetsu).
Kalimat
かれ
Dalam sebuah kalimat, bentuk
たいりょく
さいよう
(1) 彼は 体 力 があったので、採用 された。
kala selain mudah ditemukan dalam
こうくうけん
か
(2) 航空券 も買 ったし、ホテルの
kalimat berpredikat tunggal yang
よやく
予約した。
menyatakan situasi, aktivitas atau peristiwa, juga bisa ditemukan dalam
3. Predikat dalam kalimat yang
kalimat majemuk, yang di dalamnya
menyatakan pernyataan objektif
terdapat klausa utama atau shusetsu
(kyakkanteki)
dan
atau
subjektif (shukanteki) pembicara.
Berikutnya,
(1) あ、やはり、ここにあった。
klausa
tambahan
juuzokusetsu.
じぜん
atau
pernyataan
い
(2) 事前 に言 ってくれれば、よか った(のに)。
keterlibatan kala dalam kalimat juga dapat ditemukan dalam kalimat yang menyatakan kebenaran pembicara
3. Aspek atau Sou
atau hanashite no shinri, baik lewat
Aspek dalam bahasa Jepang
pernyataan objektif atau kyakkanteki
disebut sou. Menurut Katou dan
atau
atau
Fukuchi (1989: 25), “aru kotogara,
dan
Fukuchi
jishou o aru ittei no jikanteki
Berikut
contoh
hirogaranaishi wa naitekikatei o
pernyataan
shukanteki (1989:
subjektif
(Katou 4).
kalimatnya.
motta mono toshite torae, sono youna katei no doutekina shosou o mondai ni suru mono de aru.”
21
Artinya, aspek adalah sesuatu yang
memahami kehadiran aspek dalam
tidak
melebarkan
ruang
sebuah
waktu
tertentu
terkait
lingkup suatu
kalimat,
diperlukan
penghayatan batin yang mendalam.
gejala/masalah, atau suatu kasus, pemahamannya melibatkan proses
4. Ciri Khas Verba dalam Aspek
batin, dan mempersoalkan aspek
Kindaiichi
(dalam
Sudjianto,
kedinamisan proses. Jadi, aspek tidak
2011: 94-96), memilah jenis verba
mempermasalahkan ruang lingkup
yang
waktu, namun lebih cenderung pada
bahasa Jepang ke dalam empat
penghayatan
macam. Berikut uraiannya.
batin
terkait
suatu
proses gejala, masalah atau suatu peristiwa.
Selanjutnya,
menentukan
aspek
dalam
a. Shunkan doushi, yaitu verba yang
Sudjianto
menyatakan suatu aktivitas atau
(2011: 93) menambahkan bahwa
kejadian,
aspek merupakan kategori gramatikal
terjadinya suatu perubahan dalam
dalam
waktu singkat. Perubahan yang
verba
yang
kondisi
suatu
kejadian
apakah
menyatakan
perbuatan baru
atau
dimaksud
mengakibatkan
adalah
“dari
tidak...menjadi...”.
dimulai,
sedang berlangsung, sudah selesai
b. Keizoku doushi, yaitu verba yang
atau berulang-ulang.
menyatakan suatu aktivitas atau
Dengan demikian, berdasarkan
kejadian yang memerlukan waktu
pendapat
Katou,
Fukuchi
dan
tertentu dan pada setiap bagian
Sudjianto,
penulis
menyimpulkan
waktu tersebut terjadi perubahan.
bahwa
aspek
adalah
kategori
Dengan demikian, waktu kapan
gramatikal dalam verba yang tidak
dimulai dan kapan berakhirnya
mempermasalahkan
suatu aktivitas atau kejadian akan
kapan
suatu
situasi atau peristiwa itu terjadi.
terlihat jelas.
Aspek lebih menitik-beratkan pada proses
kejadian,
atau
menyatakan keadaan sesuatu. Jika
situasi yang tercermin dalam sebuah
dilihat dari titik waktu tertentu,
kalimat
sama sekali tidak akan terlihat
yang
perbuatan
c. Joutai doushi, yaitu verba yang
dituturkan
oleh
pembicara. Oleh karena itu agar bisa
terjadinya suatu perubahan.
22
d. Danyonshuu doushi, yaitu verba
suatu peristiwa yang sedang
yang menyatakan keadaan sesuatu
berlangsung. Misalnya:
secara
(3) 桜 の花が、風に乗って
khusus,
dan
さくら
selalu
かぜ
の
ふぶき
dinyatakan dalam verba -te iru
ち
吹雪 のように、散 ってい る。
atau bentuk sedang.
6.
はな
2) Menyatakan situasi akhir
Macam-Macam
Aspek
yang
dan
mengandung
perubahan
Maknanya dalam Kalimat Bahasa
makna
dalam
waktu
singkat. Misalnya:
Jepang
し
Terkait pengaplikasian aspek
(4) あっ、ゴキブリが死 んで いる。
dalam kalimat, Katou dan Fukuchi
3) Menyatakan perbuatan yang
(1989: 26) membagi aspek menjadi 3
berulang-ulang
golongan, yaitu katsuyougobi, te-kei,
(habituatif). Misalnya:
dan renyoukei. Berikut uraiannya.
(5) 僕 は、この頃 、朝六時 に
ぼく
ごろ
あさろくじ
お
1. katsuyougobi a. Aspek
dilakukan
起きている。
yang
4) Menyatakan keadaan sesuatu
menggunakan
verba bentuk ta, memiliki
secara khusus. Misalnya:
makna ketercapaian perbuatan
(6) 山が高くそびえている。
melalui
suatu
やま
proses.
b. te kei+hojodoushi
Misalnya:
1) Aspek yang menggunakan
こ
じゅんび
(1) 引っ越 しの準備 がやっと できた。
b. Aspek
yang
bentuk te ita, menyatakan situasi peristiwa yang terjadi
menggunakan
verba bentuk ru memiliki
たか
di
(masu kei),
makna
waktu
lampau
sekarang sudah tidak ada lagi.
suatu
Misalnya:
perbuatan atau keadaan belum
みっかまえ
まど
(7) 三日前 にはその窓 ガラス
tercapai. Misalnya: れっしゃ
dan
わ
は割れていた。
とうちゃく
(2) 列車 は ま も な く 到 着 し ます。
2) Aspek yang menggunakan bentuk te aru, menyatakan
2. te kei
keadaan
a. 1) Aspek yang menggunakan bentuk te iru, menyatakan 23
hasil
perubahan
akibat
suatu
きゅう
perbuatan
きょうみ
seseorang. Misalnya: つくえ
てがみ
お
ひ こ う き
ばくおん
とお
(14) 飛行機の爆音が遠 ざかっ ていく。(terjadinya perubahan)
3) Aspek yang menggunakan bentuk te shimau menyatakan
3. renyoukei+hojodoushi
yang
a.
dilangsungkan sampai tuntas.
Aspek
yang
bentuk
Kedua menyatakan perbuatan
menggunakan
sufiks ...hajimeru,
menyatakan dimulainya suatu
yang tidak disengaja (tidak
peristiwa
diharapkan) telanjur terjadi.
atau
perbuatan.
Misalnya:
Misalnya:
あめ
ふ
(15) とうとう雨 が降 りはじめ た。
そうじ
(9) もう、掃除をしてしまっ た。(aktivitas tuntas) さけ
うす
興味 が 薄 れ て い っ た 。 (munculnya sesuatu)
(8) 机 に手紙が置いてある。
aktivitas/kejadian
もんだい
(13) 急 に 、 そ の 問題 か ら
b.
Aspek
yang
menggunakan
の
(10) 酒を飲みすぎてしまった。 (penyesalan)
bentuk
4) Aspek yang menggunakan
peristiwa
menyatakan dimulainya suatu
bentuk te kuru menyatakan proses
munculnya
dan
proses
sesuatu
こ
terjadinya
c.
Aspek
おと
さんちょう
きゅう
yang
bentuk なみ
perbuatan. な
だ
(16) その子は 急 に泣き出した。
き
menggunakan
sufiks
...owaru,
menyatakan berakhirnya suatu
(11) 遠 くから波 の音 が聞こ えてくる。(munculnya sesuatu) とざんしゃ
atau
Misalnya:
perubahan. とお
sufiks ...dasu, juga
peristiwa. Misalnya:
お
(12) 登山者が 山 頂 から下り てくる。(terjadinya perubahan)
か
(17) やっとレポートを書 きお わった。
Bentuk aspek dan maknanya
5) Aspek yang menggunakan bentuk te iku menyatakan
dalam
proses
munculnya
beraneka ragam. Oleh karena itu,
dan
proses
sesuatu
bahasa
kemungkinan
terjadinya
bentuk-bentuk
perubahan.
Jepang
masih lainnya
sangat
banyak yang
belum tersaji dalam landasan teori. Sejalan dengan rumusan masalah,
24
pada bab pembahasan, penulis
mencatat
mencoba mengelompokkan kala
data kalimat yang mengandung kala
dan aspek dalam kalimat bahasa
dan aspek dalam bahasa Jepang lalu
Jepang yang muncul dalam cerpen,
membandingkannya dengan kalimat
lalu
terjemahan bahasa Indonesia.
akan
dibandingkan
dideskripsikan
dengan
dan
kalimat
dan Pembahasan 1.
Metode yang penulis gunakan dalam
penelitian
adalah
えんどう
かいちゅうどけい
metode
お
だ
み
‘Setelah selesai membaca surat itu, Endo mengeluarkan jam rantainya dari sakunya.’ (2013: 173)
yang bertujuan membuat deskripsi; data
よ
懐中時計を出して見ました。 (1987: 205)
deskriptif-kualitatif.
gambaran
てがみ
(1) 遠藤は手紙 を読 み終 えると、
Metode penelitian ini adalah metode
membuat
Kala atau Jisei
a. Kala lampau (過去)
B. Metode Penelitian
ini
mengklasifikasikan
C. Hasil Penelitian
terjemahan bahasa Indonesia.
penelitian
dan
secara
Kalimat
sistematis dan ilmiah, faktual dan
(1)
menyatakan
akurat mengenai data, sifat-sifat serta
peristiwa yang telah terjadi dari
hubungan fenomena-fenomena yang
perbuatan
diteliti. Metode ini dikatakan pula
perbuatan tersebut terjadi secara
sebagai
dengan
berurutan, tanpa menunjukkan proses
interpretasi yang tepat (Djajasudarma,
dan keadaan saat ia melakukan kedua
2010: 9).
perbuatan
Adapun teknik penelitian ini adalah
perbuatan yang sudah usai ini masuk
teknik simak bebas libat cakap dan
ke dalam kategori kala lampau.
catat (Mahsun, 2005: 93). Artinya,
Berkaitan
dalam
penulis
antara kalimat bahasa Jepang dan
mengamati penggunaan bahasa tokoh
bahasa Indonesia, penanda kohesi
dan partisipan lain lewat kalimat-
gramatikal
kalimat cerpen. Selanjutnya, teknik
berakhirnya perbuatan terletak pada
catat
klausa utama di sisi kanan, yang
pencarian
penelitian
adalah
mendapatkan
data
ini,
cara data
penulis
dengan
aktif
Endo.
tersebut,
dengan
yang
Kedua
sehingga
perbandingan
menandai
ditandai dengan akhiran –mashita
cara
25
pada
verba
dashite
miru 3. Kala mendatang(未来)
‘mengeluarkan’. Sebaliknya, dalam
ばあ
bahasa Indonesia, penanda kohesi gramatikal
yang
うらな
とう
(3) 「もしお婆 さんの 占 いが当 れ とき
べつ
れい
ば、その時 は別 にお礼 をする から、」(1987: 197)
menyatakan
‘Nanti kalau ramalan nenek tepat, akan saya kasih lagi.’ (2013: 165)
selesainya kedua perbuatan tidak diketahui. Terdapat verba selesai, namun verba ini digunakan untuk menyatakan
selesainya
Kalimat
perbuatan
(3)
menyatakan
keadaan kala mendatang, oleh karena
pada klausa tambahan di sisi kiri.
si pembicara menyatakan janjinya
b. Kala kini(現在)
untuk melakukan sesuatu kepada si わたし
しゅじん
ほんこん
にほんりょう
(2)「 私 の主人は香港の日本領だ。」 (1987: 201)
nenek bila ramalannya tepat. Dalam kalimat bahasa Jepang, ada dua
‘Majikanku adalah konsul Jepang di Hong Kong.’ (2013: 169)
penanda kohesi yang menyebabkan kalimat ini dianggap sebagai kalimat
menyatakan
yang akan dilakukan di masa depan,
keadaan kala kini, yakni keadaan
Pertama adalah kohesi gramatikal
profesi
pembicara.
berupa awalan moshi dan akhiran –
Kalimat ini menyatakan kala kini,
ba yang melekat pada verba touru
karena pada kalimat bahasa Jepang
‘tepat’ pada klausa pertama. Kedua
di atas terdapat penanda kohesi
kata yang saling mengapit kata yang
gramatikal berupa kopula da yang
diterangkannya memiliki arti kalau
melekat pada nomina Nihon ryou
yang
‘konsul Jepang’. Dengan demikian,
Kedua,
hingga sampai saat ini, majikannya
verba kala mendatang yakni suru
masih
konsul
‘(akan) melakukan’. Verba tersebut
Jepang. Sebaliknya, dalam bahasa
setelah digabung dengan nomina orei
Indonesia, tidak disertakan penanda
o suru memiliki arti ‘kasih/beri’ pada
kohesi leksikal guna menegaskan
klausa kedua. Begitu juga sebaliknya,
keadaan tersebut masih berlangsung
dalam bahasa Indonesia, penanda
hingga kini.
kohesi
Kalimat
majikan
menjabat
(2)
si
sebagai
26
menyatakan kategori
yang
pengandaian.
leksikal
menyatakan
berupa
bahwa
perbuatan ini akan dilakukan pada
penanda kohesi yang mempertegas
masa depan, ditandai dengan kata
bahwa proses perbuatan ini terjadi
nanti kalau (makna pengandaian)
berulang-ulang
pada klausa pertama (makna
belum
dan
memerlukan
dan
akan
waktu tertentu untuk melakukan
dilakukan)
pada
ritual, yakni tiga kategori leksikal
klausa kedua. Kata-kata tersebut
seperti
termasuk
‘malam ini’, 12 ji ’jam 12’, dan mata
ke
dalam
kategori
keterangan
waktu
konya
‘lagi’. Kemudian kohesi gramatikal
gramatikal.
berupa partikel mo ‘pun’ dan sufiks – 2. Aspek atau Sou
masu atau –ru yang melekat pada
1. Katsuyougobi
verba utsuru ‘merasukkan’. Begitu
a. masu (ru kei) こんや
juga
じゅうにじ
(4) 今夜 も 十二時 に はお婆 さ ん 「
あ ぐ に
」
かみ
Indonesia
の
がまた『 アグニ 』 の神 を乗 うつ
り移 らせ
(4)
dalam
bahasa
juga
ditandai
dengan
kohesi leksikal malam ini, dan jam
ます。 (1987:
12. Lalu, kohesi gramatikalnya yakni
204) ‘Malam ini pun pada pukul dua belas, si nenek akan merasukkan dewa Agni ke dalam tubuh saya.’ (2013: 172) Kalimat
sebaliknya,
ばあ
kata lagi dan pun.
b. mashita (ru kei) じん
い
(5) アメリカ人 はそう言 いなが あたら
menyatakan
けん た
ば けんたばこ
ら、 新 しい見タバ巻煙草へ ひ
火をつけました。
peristiwa yang akan terjadi pada masa
mendatang.
kalimat
(1987: 196) ‘Sambil berkata demikian, orang Amerika itu menyalakan rokok linting barunya.’ (2013: 164)
ini
sepertinya bisa dimasukkan ke dalam kategori
kala
mendatang,
tapi
melihat dari keadaan atau situasi Kalimat
kalimat yang menyatakan proses perbuatan
yang
perbuatan
berulang-ulang
merasukkan
dewa
menyatakan telah
selesai
dilakukan oleh orang Amerika (kala
dilakukan oleh pelaku (nenek sihir) dengan
yang
(5)
lampau). Akan tetapi, apabila dilihat
Agni
dari proses sebelum ia menyalakan
kepada si pembicara, maka kalimat
rokok
ini tergolong dalam aspek. Adapun
27
linting,
si
pembicara
mendahuluinya
dengan
‘Begitu melihat cek tiga ratus dolar, serta-merta saja sikap si nenek menjadi ramah.’ (2013: 165)
perbuatan
berkata sesuatu kepada nenek sihir India. Dengan demikian, ada proses kegiatan
lain
yakni
perbuatan
Kalimat
berbicara yang kemudian diselingi
perbuatan
dengan perbuatan menyalakan rokok
perbuatan
–mashita yang melekat pada verba ‘menyalakan’
merupakan
kategori
berkonjugasi,
yang
dalam
Adapun gramatikal
dalam
kategori
berkonjugasi,
namun
bahasa
Indonesia
bahasa
kohesi
Jepang
yang
proses, ditunjukkan oleh sufiks -ru to yang melekat pada verba miru ‘melihat’, yang memiliki makna bahwa
sufiks
setelah
dilakukan,
secara
kegiatan
satu
otomatis
akan
segera menimbulkan perbuatan lain.
gramatikal tak berkonjugasi/menjadi
Dalam bahasa Indonesia, sufiks ini
konjungsi.
berubah menjadi kata utuh berupa adverbia begitu. Selanjutnya, pada
c. naru さんびゃくどる
klausa
こ ぎ っ て
(6) 婆さんが三 百 弗 の小切手を み
penanda
pada klausa kedua berawal dari
tersebut berubah menjadi kategori
ばあ
proses
menandakan bahwa kejadian final
Selanjutnya,
sebagai
oleh
ramah.
memerlukan waktu ditandai dengan
gramatikal
diawali
ketercapaian
proses perbuatan berbincang yang –nagara
tersebut
perbuatan
saja, setelah itu ia berubah menjadi
penanda kohesi leksikal, misalnya
sufiks
ketercapaian
dolar oleh orang Amerika. Seketika
perbuatan tidak ditunjukkan melalui
waktu.
demikian,
disodorkannya cek sebesar tiga ratus
gramatikal
sebaliknya
Indonesia,
keterangan
terjadi.
ia menerima cek 300 dolar. Walau
mencapai
ketercapaian ditandai dengan sufiks
bahasa
sudah
tingkah laku ramah si nenek setelah
Dalam kalimat bahasa Jepang,
tsukeru
yang
menyatakan
Perbuatan yang diwujudkan dengan
linting baru.
proses
(6)
きゅう
kedua,
terdapat
kategori
adverbia dengan kata kyuu ni ‘serta-
あいそ
見ると、 急 に愛想がよくな りました。 1987: 197)
merta’
dan
yoku
yang
bisa
diterjemahkan dengan baik. Kedua 28
kata dalam bahasa Jepang ini dalam
memedulikan). Jadi, dipaksa dengan
bahasa Indonesia juga berfungsi
cara
sebagai
terwujud
menggubris atau pun gentar. Di
dalam kata penuh atau jiritsugo.
samping itu partikel –sae yang
Dengan
menyatakan
adverbia
yang
demikian,
kehadiran
demikian,
si
nenek
tidak
ketidak-percayaan
si
adverbia ini menambah kejelasan
pembicara terhadap lawan bicaranya
keadaan sikap si nenek yang menjadi
(si nenek) turut menjadi faktor masih
ramah.
membekasnya keadaan itu terhadap diri
2. a. te iru み
ところ
くちびる
Dalam
bahasa
penggambaran
situasi
ば か
yang
う
dampaknya seperti –te iru tidak
って人 を馬鹿 にしたような びしょう
penutur.
Indonesia,
かえ
(7) 見えない 所 か 唇 には、帰 ひと
si
微笑 さえ浮 かべているので す。(1987: 202)
masih
bisa
dirasakan
ditemukan, namun penggambaran
‘Jangankan merasa takut, bahkan dia menyunggingkan senyum yang seolah melecehkan.’ (2013: 169)
keadaan
ketidak-percayaan
pembicara
seperti
partikel
–sae
masih bisa diterjemahkan menjadi konjungsi jangankan...bahkan.
Kalimat (7) menyatakan keadaan
b. te+imashita ばあ
atau situasi sikap si nenek. Dalam
うたが
(8) 婆さんはますます 疑 わしそ にほんじん
konteks
kalimat
menyunggingkan Endo
yang
sebelumnya, senyum
kepada
sebelumnya
menyerahkan
Taeko.
Adapun penanda kategori gramatikal yang
menyatakan
situasi
itu
masih
keadaan bisa
Kalimat
atau
menjadi
kejadian tersebut hingga mencapai ketercapaian.
diterjemahkan
melecehkan
menyatakan
masih memandang bagaimana proses
iru yang melekat pada verba ukaberu yang
(8)
keadaan yang sudah terjadi, namun
diamati
keadaannya nampak dari sufiks –te ‘mengapung’
うかが
‘Si nenek semakin terlihat curiga, terus-menerus memperhatikan tindaktanduk orang Jepang itu.’ (2013: 169)
telah
mengancamnya dengan pistol agar bersedia
ようす
うに、日本人の様子を 窺 っ ていました。 (1987: 201)
ia
Adapun
proses
kejadian yang dijadikan tinjauan
(tidak
adalah sikap curiga si nenek yang ia 29
perbuatan
–te kuru yang menyatakan demikian.
terus-menerus
Dalam terjemahan bahasa Indonesia,
tingkah laku Endo, orang Jepang
tidak diketahui secara pasti penanda
tersebut. Lalu, secara gramatikal,
kategori leksikal atau gramatikal
ketercapaian
ditandai
yang menyatakan proses hilangnya
yang
sesuatu, namun bila melihat dari
wujudkan
dalam
memperhatikan
perbuatan
dengan
sufiks
melekat
pada
–imashita verba
ukagau
konteks
kalimatnya,
bisa
segera
‘memperhatikan’. Dalam terjemahan
dipahami bahwa si nenek memang
bahasa Indonesia, tidak ditemukan
tengah merasakan hal demikian.
penanda aspek ketercapaian dalam kejadian tersebut.
c. te+shimau ・・・ に か い
まど
かお
だ
(10) … 二階の窓から顔を出し し な じ ん
c. te+kuru ごろ
み
いちもくみ
(9) 「この頃 はせっかく見 てあ れい
ろく
おお
き
た
ぼんやり立 ちすくんでし まいました。(1987: 199)
‘Akhir-akhir ini, meski saya sudah meramalkan, banyak orang yang tidak membalas kemurahan hati dengan semestinya.’ (2013: 165) (9)
たも
つ気 にとられたように、
き
ない人が、 多くなって来ま したからね。」(1987: 197)
Kalimat
こ
一目見 る と 、 し ば ら く保
げても、お礼 をさえ碌 にし ひと
おんな
た 支那人 の 女 の 子 を
‘Begitu melihat wajah anak perempuan yang muncul di jendela lantai dua, dia terhenti berjalan dan bengong terpana.’ (2013: 167)
merupakan
Kalimat (10)menggambarkan
ujaran si nenek yang ditujukan pada
ketuntasan perbuatan yang dilakukan
orang
oleh tokoh aku (Endo), karena telah
Amerika
yang
ingin
diramalnya. Kalimat ini menyatakan
melihat
makna
muncul di lantai dua. Ketuntasan
proses
penghormatan yang
tidak
para
hilangnya pelanggannya
membalas
tersebut
budi
perbuatan
anak
ia
perempuan
tampilkan
berhenti
sejenak
yang
dalam dan
sewajarnya kepada si nenek setelah
bengong menatap gadis itu. Adapun
mereka diramal olehnya. Secara
penanda
gramatikal, kategori gramatikal yang
adalah sufiks –te shimaimashita yang
menandainya ditandai dengan sufiks 30
kategori
gramatikalnya
memiliki makna dilangsungkannya
gramatikalnya ditandai dengan sufiks
kejadian
Lalu,
-dashimasita yang bergabung dengan
menunjukkan
verba tataku ‘mengetuk’. Kejadian
bahwa perbuatan tersebut telah usai.
tersebut juga telah usai. Sebaliknya,
Dalam bahasa Indonesia, penanda
dalam bahasa Indonesia, peristiwa
yang menunjukkan ketuntasan belum
selesainya kejadian tersebut juga
diketahui secara pasti apakah kata
tidak bisa diamati secara jelas karena
terpana, lalu tidak ditemukan pula
tidak ada penanda kohesinya. Begitu
penanda leksikal yang menyatakan
pula dengan bentuk perbuatan yang
bahwa kejadian tersebut telah usai.
dilakukan, apakah betul-betul baru
hingga
tuntas.
akhiran-mashita
dimulai 3. a. renyoukei+dasu
atau
tidak,
juga
tidak
diketahui secara pasti.
ばあ
へ
や
と
(11) そうして婆さんの部屋の戸を ちから
たた
だ
力 いっぱい叩 き出 しました。
b. renyoukei+ageru いろ
(1987: 200) ‘Lalu dengan sekuat tenaga dia mengetuk pintu kamar si nenek.’ (2013: 168)
いちどばあ
suatu
kegiatan
み
atau
Kalimat
penyebab. Adapun konteks kalimat yakni,
Endo
perbuatan
berusaha
nenek
mendengar tangisan Taeko yang
tersebut.
Adapun
penanda
kategori
adalah
dengan
menatap
oleh karena ia merasa tertekan dan
diri
perbuatan
oleh
wajahnya. Ia melakukan demikian,
sedang disiksa si nenek. Oleh karena
melakukan
dilakukan
dilakukan E Ren (Taeko) kepada si
sebelumnya, dinyatakan bahwa ia
memberanikan
menyatakan
konteks kalimat (12), perbuatan yang
sekuat tenaga, karena dalam konteks
Endo
yang
(12)
seseorang untuk orang lain. Pada
mengetuk pintu kamar si nenek
itulah,
(1987:
199) ‘Wajah E Ren semakin memucat, dan sekali lagi dia menatap wajah si nenek.’ (2013: 167)
tersebut dilatar-belakangi oleh suatu
atas
あ
見上げました。
perbuatan. Kegiatan atau perbuatan
di
かお
も う 一度婆 さ ん の 顔 を
Kalimat (11) memiliki makna dimulainya
うしな
(12) いよいよ色 を 失 って、
tersiksa oleh perilaku si nenek. Adapun wujud penanda gramatikal yang menyatakan makna demikian,
31
ditandai dengan sufiks –agemashita.
kalimat ini ditandai dengan sufiks –
Secara gramatikal, dalam bahasa
hajimeru
Indonesia, tidak ditandai bentuk
sufiks –mashita yang menandakan
kohesi yang menunjukkan perbuatan
bahwa peristiwa ini telah usai.
memberi yang dilakukan seseorang
Sebaliknya,
kepada orang lain, melainkan harus
bahasa Indonesia,
dipahami dulu konteks kalimatnya.
secara pasti penanda kohesi yang
dan
diikut-lekati
dalam
oleh
terjemahan
tidak diketahui
menunjukkan kapan perbuatan itu c. renyoukei+hajimeru だれ
そと
き
と
たた
おと
dimulai, dan kapan perbuatan itu み
berakhir.
(13)誰か外 へ来 たと見 えて、 とつぜんあらあら
戸 を叩 く音 が、突然粗々 はじ
しく聞え始めめました。
D. Kesimpulan
(1987: 199) ‘Tepat pada saat itu, tampaknya ada seseorang yang datang, terdengar ketukan yang keras di pintu.’ (2013: 167)
Berdasarkan hasil analisis kalimat terkait perbandingan antara kala dan aspek dalam bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia, penulis mendapati
Kalimat (13) memiliki makna
beberapa
yang hampir sama dengan kalimat
1. Suatu peristiwa, perbuatan atau
suatu kegiatan. Pada konteks kalimat ini, dimulainya suatu bentuk kegiatan perbuatan
ditandai
Berikut
perbedaannya.
(10) yakni menyatakan dimulainya
atau
perbedaan.
oleh
situasi
dalam
Jepang
apakah
kalimat
bahasa
sudah
selesai
(kako), sedang berlangsung atau
didengarnya ketukan pintu oleh si
dalam suatu keadaan (genzai)
nenek (dalam konteks sebelumnya
dinyatakan secara jelas lewat
disebut). Perbuatan tersebut menjadi
kategori
latar belakang sikap dan perbuatan si
gramatikal
aspeknya
walau tanpa menyertakan penanda
nenek lainnya yang mulai curiga
leksikal seperti kata keterangan
terhadap orang yang tiba-tiba datang
waktu. Sebaliknya, dalam bahasa
ini (Endo). Dalam bahasa Jepang,
Indonesia
penanda gramatikal yang menandai
suatu
peristiwa
apakah sudah selesai,
dimulainya suatu perbuatan dalam 32
itu
sedang
berlangsung atau dalam suatu
kata lain, bahasa Jepang mengenal
keadaan tidak dinyatakan secara
perubahan makna lewat proses
jelas dalam kalimatnya. Jadi, tidak
berkonjugasinya kata-kata tugas
ada penanda kekohesian tertentu
dalam kata lain yang bisa berdiri
yang turut membedakan kapan
sendiri. Misalnya: –ba tidak akan
peristiwa itu terjadi.
memiliki arti apa-apa bila tidak
2. Bahasa
Jepang
sangat
bergabung
dengan
kata
lain
memperhatikan penggunaan kala
seperti taberu ‘makan’, sehingga
atau
menjadi tabereba ‘bila makan’, -
sou.
Dengan
demikian,
memudahkan seorang pembelajar
mashita
untuk mengetahui situasi, proses,
makna
kejadian atau perbuatan yang
digabungkan
dilakukan
Misalnya:
oleh
pelaku
atau
juga apa
tidak pun
memiliki bila
dengan
tidak verba.
nomu+mashita=
pembicara dalam kalimat. Adapun
nomimashita yang artinya telah
wujud
minum.
kala
ditandai
penanda-penanda
dengan
Sebaliknya,
dalam
kekohesian
bahasa Indonesia, suatu kata dapat
gramatikal, seperti –te iru, -te
berdiri sendiri dan tanpa harus
shimasu, -te kuru dan sebagainya.
digabung dengan kata lain pun, ia
Sebaliknya,
dalam
tetap
Indonesia,
nampaknya
diketahui
secara
bahasa
pasti
bisa
dimaknai
secara
tidak
leksikal. Misalnya: akan memiliki
wujud
arti hendak, bakal atau memiliki
penanda kalanya.
makna sesuatu yang akan terjadi.
3. Pemaknaan arti kalimat bahasa
5. Terkait jenis dan fungsi aspek
Jepang lebih cenderung bersifat
yang muncul dalam cerpen “Dewa
gramatikal,
Agni” adalah sebagai berikut.
sedangkan
bahasa
Indonesia bersifat leksikal.
a. Kelompok katsuyougobi
4. Pemaknaan arti kata dalam bahasa
(1) masu/ru-kei, menyatakan
Jepang baru bisa diketahui setelah
peristiwa yang akan terjadi
sebuah
pada masa mendatang.
kata
tugas
(fuzokugo)
bergabung dengan unsur atau kelas kata lain (jiritsugo). Dengan
33
(2) mashita/ta-kei, menyatakan perbuatan
yang
menyatakan
telah
yang tak disengaja dan
selesai dilakukan.
diharapkan
b. Kelompok te-kei
c. Kelompok renyoukei
atau situasi saat ini.
(1) renyoukei+dasu,
(2) te imashita, menyatakan
terjadi,
yang
sudah
namun
masih
memandang
menyatakan
(2) renyoukei+ageru,
proses
menyatakan yang
ketercapaian.
orang lain.
(3) te kuru, menyatakan proses dan
dimulainya
suatu perbuatan.
kejadian hingga mencapai
hilang
akhirnya
terjadi.
(1) te iru, menyatakan keadaan
peristiwa
perbuatan
perbuatan
dilakukan
untuk
(3) renyoukei+hajimeru,
munculnya
menyatakan
sesuatu.
suatu
dimulainya perbuatan.
(4) te shimasu, menyatakan ketuntasan
perbuatan,
E. Daftar Pustaka Akutagawa, Ryuunosuke. 2013. “Dewa Agni”. Dalam Lukisan Neraka dan Cerpen Pilihan Lainnya. Terjemahan Jonjon Johana dari Akutagawa Ryuunosuke Tanpenshuu: Aguni no Kami (1987). Jakarta: Kansha Publishing. Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode Linguistik. Bandung: Refika Aditama. Katou, Yasuhiko dan Fukuchi Tsutomu. 1989. Tensu, Asupekuto, Muudo. Tokyo: Aratake Shuppan. Kenji, Matsuura. 1994. Nihongo-Indoneshiago Jiten ‘Kamus Bahasa JepangIndonesia’. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press. Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa, Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya (Edisi Revisi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
34
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc. Sutedi, Dedi. 2011. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.
35