PERPADANAN PENERJEMAHAN KALIMAT PASIF BAHASA JEPANG KE DALAM BAHASA INDONESIA (SATU KAJIAN STRUKTUR DAN MAKNA)
ILSHA MIYONDA H1F 050038
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU BUDAYA JATINANGOR 2012
PERPADANAN PENERJEMAHAN KALIMAT PASIF BAHASA JEPANG KE DALAM BAHASA INDONESIA
Oleh : Ilsha Miyonda *
ABSTRAK Bahasa merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan tidak akan dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Dengan adanya bahasa, manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dapat saling berkomunikasi dengan baik, sehingga dapat menyampaikan pesan, ide, dan pada akhirnya dapat mencapai pengertian bersama. Bentuk pasif adalah salah satu bentuk kalimat yang terdapat dalam setiap bahasa, meskipun Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia tidak satu rumpun, tapi dalam bentuk kata atau bentuk kalimat antara keduanya tentu ada hal-hal yang berbeda dan ada pula hal-hal yang sama. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan penerjemahan kalimat pasif bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, dan faktor-faktor apa yang menyangkut pergeseran penerjemahan kalimat pasif bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Dari hasil analisis data, diperoleh penerjemahan kalimat pasif bahasa jepang menjadi kalimat aktif, kalimat pasif di-, kalimat pasif ter-, kalimat pasif zero.
Kata kunci : Kalimat Pasif Bahasa Jepang, semantik, struktur, terjemahan.
*
Penulis Mahasiswa Program Studi Sastra Jepang FIB UNPAD. Lulus : 30 Mei 2012
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan tidak akan dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Dengan adanya bahasa, manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dapat saling berkomunikasi dengan baik, sehingga dapat menyampaikan pesan, ide, dan pada akhirnya dapat mencapai pengertian bersama. Sintaksis adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Nita (1997:14) menjelaskan bahwa bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup : jenis dan fungsinya, unsurunsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya. Secara umum stuktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), prediket (P), objek (O), keterangan (K). Berdasarkan relasi antara S dan P, kalimat verbal dapat dibedakan menjadi kalimat aktif dan kalimat pasif. Pemasifan dalam bahasa Indonesia (Alwi dkk, 2003:345) dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan verba berprefiks didan verba tanpa prefiks di-. Misalnya, arti pasif dapat pula bergabung dengan verba berprefiks ter- dan berkonfiks ke-an. Kalimat pasif dalam bahasa Jepang disebut ukemi (受身) atau judõtai (受 動態). Ukemi atau bentuk pasif adalah suatu ungkapan yang mengandung arti di mana seseorang mendapat atau menerima perlakuan atau perbuatan dari orang lain. Tipe kalimat pasif Bahasa Jepang dilihat dari sudut morfologis verba pasif ditandai dengan sufiks (r)areru. Berikut adalah contoh kalimat pasif dalam bahasa Jepang. (1) 太郎 は 先生 に ほめられた。(DDLBJ, 2003 :76) Taro
guru
dipuji
(Taro wa sensei ni homerareta) „Taro dipuji oleh guru‟ Dalam bahasa Jepang ada kalimat pasif langsung dan kalimat pasif tidak langsung. Kalimat pasif dalam bahasa Jepang bisa juga dibentuk dari kalimat
intransitif, bahkan kalimat pasif yang dibentuk dari kalimat transitif pun ada yang termasuk ke dalam pasif tidak langsung. Sementara itu , dalam bahasa Indonesia yang ada hanya kalimat pasif langsung saja, yaitu yang dibentuk dari kalimat transitif. Fungsi utama kalimat pasif dalam bahasa Jepang umumnya hanya untuk mengungkapkan kekecewaan atau rasa tidak puas, karena merasa terganggu atau terbebani oleh perbuatan seseorang. Meskipun demikian, tidak semua kalimat pasif bahasa Jepang bisa di transfer ke dalam kalimat pasif bahasa Indonesia. Kalimat pasif bahasa Jepang bisa di terjemahkan ke dalam kalimat pasif dan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia jika ada faktor yang mendukung. Pada hakekatnya penerjemahan merupakan usaha pengungkapan sebuah makna yang dikomunikasikan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran sesuai dengan makna yang dikandung dalam bahasa sumber tersebut. Di dalam proses penerjemahan terkandung pengertian adanya pengalihan bahasa (dari bahasa sumber ke bahasa sasaran); adanya pengalihan isi, dan keharusan atas tuntutan untuk menemukan padanan yang mempertahankan fitur-fitur keasliannya. Tidak bisa disangkal lagi bahwa kegiatan penerjemahan terfokus pada makna. Proses pengalihan makna ini tidaklah berjalan langsung dan otomatis karena sampai batas-batas tertentu memerlukan penyesuaian. Penyesuaian inilah yang dianalisis sebagai pergeseran semantik menyangkut perluasan, penyempitan dan penyimpangan makna serta modulasi (modulation), yakni pergeseran sudut pandang atau perspektif sebagai konsekuensi dari strategi pemadanan.
ISI
1. KAJIAN TEORI 1.1 Teori Terjemahan Nida dan Taber mengatakan bahwa (1982:12) “translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of a source language message firstly in term of meaning and secondly in term of style” (menerjemahkan adalah proses untuk menghasilkan paduan alami yang paling mendekati dari pesan bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, pertama pada tingkat makna dan kedua pada tingkat gaya). Larson dalam Taniran menjelaskan bahwa : “..terjemahan meliputi kegiatan mengalihkan bahasa sumber ke dalam penerima yaitu dimulai dari bentuk bahasa pertama, menuju bahasa kedua dengan menggunakan struktur semantik, dalam hal ini makna tidak boleh berubah, hanya bentuknya saja yang berubah.” (Taniran, 1989 :3) Terjemahan selalu melibatkan sekurang-kurangnya dua bahasa. Menurut Simatupang (1999:5), bahasa sumber (yang selanjutnya akan penulis singkat menjadi Bsu) adalah bahasa yang digunakan oleh pengarang asal dalam mengungkapkan pesan atau gagasan, yang kemudian menjadi bahan yang akan diterjemahkan, sedangkan bahasa sasaran (yang selanjutnya penulis singkat menjadi Bsa ) adalah sasaran bahasa yang dituju pada proses penerjemahan. 1.2 Analisis dan Pengalihan Linguis ternama seperti Verhaar (2004: 162) dengan mengacu pada teori tagmemik dan dipadukan dengan teori linguistik modern lainnya menjelaskan bahwa kalimat (klausa) dapat dianalisis melalui tiga hal, yaitu fungsi, kategori, dan peran. Fungsi berhubungan dengan sebutan subjek, predikat, objek, dan pelengkap atau keterangan yang digunakan dalam struktur kalimat. Kategori berhubungan dengan jenis kata yang menduduki kalimat tersebut, sehingga muncul sebutan nomina, verba, adjektiva dan sebagainya. Peran berhubungan
dengan apa yang dialami oleh subjek, objek, dan pelengkap tersebut, sehingga muncul istilah pelaku, pengalam, penerima dan sebagainya. Menurut Larson (dalam Choliludin : 2005) saat menerjemahkan sebuah teks, tujuan penerjemah adalah mencapai terjemahan idiomatik yang sedemikian rupa berusaha mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber ke dalam dalam bentuk alami dari bahasa sasaran. Lebih jauh lagi
dia mengatakan bahwa
penerjemahan adalah kegiatan yang berkenaan dengan studi tentang leksikon, sruktur tata bahasa, situasi komunikasi , dan konteks budaya teks bahasa sumber yang dianalisis dengan maksud untuk menentukan maknanya. Makna yang ditemukan
kemudian
diungkapkan
dan
dikonstruksi
kembali
dengan
menggunakan leksikon dan struktur tata bahasa dan konteks budayanya. 1.3 Prosedur penerjemahan Menurut The Macquarie Dictionary, “ a prosedur is the act or manner of proceding in any action or process” „prosedur adalah perbuatan atau cara kerja
dalam segala tindakan atau proses (Machali, 2009 : 91) Berdasarkan
konsep
Newmark
modulasi
adalah
prosedur
yang
menyangkut pencarian padanan dan pengaturan variasi melalui pengaturan atau pengubahan sudut pandang, perspektif, dan amat sering melalui pergeseran kategori seperti misalnya pergeseran dari abstrak menjadi konkrit, sebab menjadi akibat, aktif menjadi pasif dan sebaliknya, ruang menjadi waktu, perubahan simbol (Newmark ,1988:88-89). 1.4 Stuktur Permukaan Bahasa Bahasa memiliki 2 aspek, yaitu bentuk dan makna. Larson dalam Simatupang (2000:9) menjelaskan sebagai berikut : kata, frasa ,klausa , kalimat atau tata bahasa dan sebagainya termasuk dalam aspek bentuk suatu bahasa. Struktur permukaan adalah bentuk yang kita dengar pada saat orang berbicara atau bentuk yang kita lihat pada saat kita membaca sebuah tulisan. Menurut Kridalaksana (1984:179), sintaksis adalah pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Sintaksis
membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Kalimat pasif bahasa Jepang disebut ukemi atau judobun. Didalamnya terdapat dua macam , yaitu kalimat pasif langsung (直接受身 „chokusetsu no ukemi’) dan kalimat pasif tidak langsung ( 間 接 受 身 „kansetsu no ukemi‟). Pembahasan ini merujuk pada pendapat Yoshikawa (1990: 184-189) : 1. Kalimat pasif langsung Kalimat pasif langsung hanya dibentuk dari kalimat aktif transitif yang objeknya berupa manusia atau binatang, secara langsung dikenai perbuatan. Jadi, pada dasarnya benda mati tidak bisa dijadikan subjek dalam kalimat pasif bahasa Jepang. Contoh : (1) 太郎が先生にしかられた。(AITJL, 1996 :233) Tarou ga sensei ni shikarareta. „Tarou dimarahi oleh guru‟ 2. Kalimat pasif tidak langsung Kalimat pasif tidak langsung bisa dibentuk baik dari verba transitif maupun dari verba intransitif. Kalimat pasif tidak langsung umumnya digunakan untuk menyatakan arti penderitaan, sehingga disebut juga dengan meiwaku no ukemi. Contoh : (2) 私は太郎に足をけられました。 (NK,1981 : 265) Watashi wa Tarou ni ashi o keraremashita. „Kaki saya ditendang oleh Tarou‟ Sedangkan Suzuki (1985) mengemukakan bahwa : 受身の立場は、もとにる立場の動詞のしめす働きの対象で(直接対 象相手)などを主語としてあらわす立場で、接尾辞「れる、られる」をつ けてつくられて派生動詞によってあらわされる。 “Ukemi adalah subjek yang dikenai suatu perbuatan oleh objek (objek langsung, lawan) dan dalam akhirannya menggunakan akhiran reru dan rareru”.
2.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2.1 Penerjemahan kalimat pasif dengan predikat verba yang menyatakan tindakan 2.1.1
Kalimat pasif bahasa Jepang menjadi kalimat aktif bahasa Indonesia Di dalam contoh penerjemahan ini, kalimat pasif bahasa jepang
diterjemahkan menjadi kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, dapat dilihat dalam contoh berikut : 1a. Bsu : 子供にこんなところ見られたら、どうしようってね。 Kodomo/ ni/ konna/ tokoro/ miraretara/ doushiyotte/ne. Anak/oleh/seperti ini/tempat/dilihat/bagaimana. „Bagaimana kalau tempat seperti ini dilihat oleh anak-anak.‟ (ノルウェイの森下:15) 1b. Bsa : „Kalau ia melihat kelakuanku, bagaimana?‟ (Norwegian Wood :297) Konteks kalimat di atas adalah subjek akan mendapat pengaruh dari pelaku jika perbuatan atau yang dia lakukan diketahui oleh orang lain. Kalimat pasif di atas menyatakan pengaruh yang mungkin akan diterima karena tindakan orang lain. Kalimat di atas berdasarkan pada verba transitif miru „melihat‟ dimana kodomo „anak-anak‟ sebagai pelaku , watashi „aku‟ penerima tindakan menjadi objek tidak langsung dari verba miru. Pada Bsu yang berfungsi sebagai subjek (S) adalah watashi „aku‟ (nomina bernyawa), yang berperan sebagai objek tidak langsung yang menerima pengaruh atau penilaian jika pelaku melihat kegiatan atau apa yang dilakukan watashi „aku‟ di tempat seperti itu (konna tokoro). yang menjadi pelaku adalah kodomo „anak-anak (nomina bernyawa), Partikel pada kalimat pasif di atas adalah ni, sebagai petunjuk orang yang melakukan perbuatan. Predikat pada verba pasif yaitu verba mirareru (miru + rareru) yang artinya „dilihat‟. Verba mirare- diikuti modalitas -tara untuk menyatakan bentuk pengandaian. Pada kalimat Bsu kalimat pasif di atas mendapat padanan kalimat aktif dalam Bsa „melihat‟, prefik me-+lihat yang mempunyai nosi melakukan suatu
tindakan atau perbuatan (Wirjosoedarmo,1984:92).
Pada Bsa yang berfungsi
sebagai S (pelaku) adalah „dia‟, yang menjadi objek dari tindakan adalah „aku‟ (kelakuanku), pada Bsu menggunakan sudut pandang persona 3 kodomo „anakanak‟, dipadankan pada Bsa menggunakan persona 3 „dia‟. Dalam penerjemahan kalimat ini terjadi pergeseran makna atau modulasi dari bentuk pasif Bsu menjadi bentuk aktif Bsa. Pada modulasi terjadi pergeseran sudut pandang, pada Bsu yang menjadi sudut pandang pasif adalah „saya‟ (yang dikenai perbuatan), sedangkan pada Bsa yang diterjemahkan menjadi bentuk aktif , sudut pandang adalah kodomo ‟anak-anak‟ (pelaku) yang melakukan perbuatan, pergeseran lain terjadi pada objek tidak langsung pada Bsu konna tokoro „tempat ini‟ yang menunjukkan keterangan tempat dimana pengalam melakukan suatu kegiatan/ perbuatan, diinterprestasikan dalam Bsa menjadi „kelakuanku‟ pelakuperbuatan yang mencirikan perbuatan yang dilakukan oleh watashi „aku‟ . 2.1.2 1a.
Kalimat pasif bahasa Jepang menjadi kalimat pasif bahasa Indonesia
Bsu : そしてあの子に撫でられたり舐められたりした体をとにかくきれい に 洗っちゃおうと思ったの。 Soshite/ano/ko/ni/naderaretari/nameraretari/shita/karada/o/tonikaku/kirei /ni/ Arachaou/t/omottano. Lalu/itu/anak/oleh/dielus/dijilati/berbuat/badan/0/pokoknya/bersih/0 mencuci/berfikir. „Lalu, aku fikir, aku harus membersihkan tubuhku yang dielus dan dijilati anak itu.‟ (ノルウェイの森下:23)
1b. Bsa : „Aku harus membersihkan tubuh yang telah dielus-elus dan dijilati anak itu.‟ (Norwegian Wood :301) Konteks kalimat di atas subjek dikenai perbuatan dari agent, anggota tubuh subjek yang dijilati oleh seseorang. Kalimat pasif di atas adalah bentuk kalimat pasif tidak langsung dengan verba transitif .
Pada Bsu yang berfungsi sebagai subjek (S) adalah watashi „saya‟ , yang berperan sebagai sasaran atau yang tempat tujuan suatu tindakan, dan yang menjadi pelaku adalah kodomo „anak-anak‟ (nomina bernyawa), partikel pada kalimat pasif di atas adalah ni yang menunjukkan pelaku yang melakukan tindakan kepada subjek. Verba pasif di atas dibentuk dari verba naderu+rareru dan nameru+ rareru disertai ~tari suru yang menjelaskan perbuatan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pada kalimat Bsa kalimat pasif di atas mendapat padanan dielus-elus dan dijilati, verba pasif di-+verba. Konstruksi verba di- dipakai apabila pelaku tidak disebutkan / pelaku tersebut bukan si pembicara juga bukan lawan berbicara melainkan persona ketiga. Pada Bsu yang berfungsi sebagai subjek kalimat aktif adalah „aku‟, objek diisi oleh „anak‟. 2.2
Penerjemahan kalimat pasif dengan prediket verba yang menyatakan
keadaan 2.2.1
Kalimat pasif bahasa Jepang menjadi kalimat aktif bahasa Indonesia
1a.
Bsu :
僕は彼たち二人のいるあの小さな部屋に戻りたいという 激しい想いに駆られた。 Boku/wa/karetachi/futari/no/iru/ano/chisana/heya/ni/modoritai/toiu/ Hageshii/omoi/ni/karareta. Saya/0/mereka/berdua/0/ada/itu/kecil/kamar/ke/kembali/ingin/dikata dahsyat/perasaan/oleh/didorong. „Saya didorong oleh perasaan dahsyat ingin kembali ke kamar kecil itu tempat mereka berdua berada.‟ (ノルウェイの森 下: 115) 1b. Bsa : „Keinginan menggebu mendorongku untuk kembali ke kamar mungil tempat mereka berdua berada.‟ (Norwegian wood : 397) ㄙ ㄣ
Konteks kalimat pasif di atas subjek dikenai atau dipengaruhi oleh pelaku, subjek (aku) dikenai atau dipengaruhi oleh sebuah perasaan untuk melakukan sebuah tindakan. Kalimat pasif di atas merupakan kalimat pasif tidak langsung dengan verba intransitif. Pada Bsu yang berfungsi sebagai subjek (S) adalah boku „aku‟ yang
berperan sebagai tujuan suatu tindakan dan yang menjadi pelaku adalah hageshi omuo „keinginan‟, partikel pada kalimat pasif diatas adalah ni yang menunjukkan sumber yang memberi pengaruh kepada subjek. Verba pasif dibentuk dari verba karu + rareru disertai –ta yang menunjukkan kala lampau. Pada terjemahan Bsa mendapat padanan „mendorongku‟ dibentuk dari prefik me-+verba–dorong+ klitika ku yang mempunyai nosi melakukan perbuatan (Wirjosoedarmo,1984:116-119). Pada kalimat ini terjadi pergeseran makna modulasi dari bentuk pasif Bsu menjadi bentuk aktif pada Bsa dan perubahan makna verba karareru „didorong‟ yang jika dirubah ke bentuk aktif menjadi „mendorong‟, yang diterjemahkan dalam Bsa menjadi „mendorong‟, pada verba „mendorong‟ mempunyai nuansa bahwa subjek tidak bisa mengontrol faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Bentuk pasif Bsu mempunyai makna yang sama dengan bentuk aktif Bsa yaitu sama-sama tidak bisa mengontrol sesuatu yang mempengaruhi. Salah satu sifat kalimat pasif bahasa Jepang adalah menyatakan perbuatan atau tindakan yang tidak bisa di kontrol. Bsu dan Bsa mempunyai padanan makna dan arti yang sama. 2.2.2 Kalimat pasif bahasa Jepang menjadi kalimat pasif bahasa Indonesia 1a.
Bsu : 私のこと知ったって仕方ないわよ、つまんない人生だもの普通の 夫が いて、子供がいて、 家事に追われて、と私はいったの。 Watashi/no/koto/shittatte/shikata/iwayo/tsumannai/jinsei/da/mono/futsu/no/ Futsu/ga/ite/kodomo/ga/ite/kaji/ni/owarete/to/watashi/wa/itttano. Saya/0 /hal/tahu/cara/tidak/membosankan/kehidupan manusia/mono/biasa/ suami/0/ada/anak/0/ada/urusan rumah tangga/0/dikejar/saya/ 0/berkata. „Tidak ada gunanya mengetahui tentang saya, kehidupan saya membosankan, punya suami yang biasa saja, punya anak, dan dikejar tumpukan pekerjaan rumah tangga, jawabku.‟ (ノルウェイの森下:15)
1b.
Bsa : „Tak ada gunanya mengetahui saya, karena kehidupan saya membosankan sekali, punya suami yang biasa-biasa saja, punya anak, sibuk dengan pekerjaan di rumah, jawabku. (Norwegian Wood : 292)
Konteks kalimat di atas adalah subjek yang dikenai atau dibebani dengan begitu banyak pekerjaan rumah tangga. Kalimat pasif di atas adalah bentuk kalimat pasif tidak langsung posisi dengan verba intransitif , Pada Bsu yang berperan sebagai subjek (S) adalah watashi „saya‟ , yang berperan sebagai tempat tujuan suatu tindakan, dan yang menjadi pelaku adalah pekerjaan rumah tangga (nomina tak bernyawa), partikel pada kalimat pasif di atas adalah ni yang menunjukkan sumber perbuatan yang dikenakan kepada subjek.
Verba Owareru, Ou + rareru, artinya „dikejar‟,
mempunyai makna dikejar-kejar oleh pekerjaan rumah dan kerjaan lainnya. Pada kalimat Bsa kalimat pasif di atas mendapat padanan „sibuk dengan ~‟ yang berarti „saya sibuk‟, yang merupakan bentuk pasif zero (persona satu+ verba) (Ramlan,1983:128-129). Klausa bahasa Jepang kaji ni owareta mengandung makna dibebani atau diberi tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan pada klausa bahasa Indonesia „sibuk dengan pekerjaan‟ juga mengandung makna yang sama. 2.3
Penerjemahan kalimat pasif dengan prediket verba yang menyatakan
kedudukan / lokatif 1a.
Bsu : 敷地は広く、まわりを高いコンクリートの塀に囲まれていた。 Shikichi/wa/hiraku/mawari/o/takai/konkuriito/no/hei/ni/kakomareteita. Tempat/0/luas/sekeliling/0/takai/beton/0/benteng/oleh/dikelilingi. „Tempatnya luas, dikelilingi oleh benteng beton yang tinggi.‟ (ノルウェイの森 ・上 : 22) 1b. Bsa : „Tempatnya luas, dan dikelilingi benteng tinggi.‟ (Norwegian Wood : 17) Kalimat di atas menerangkan tempat di mana subjek kalimat pasif terletak, ㄕ ㄤ
ˋ
ㄙ ㄣ
pada kalimat tersebut subjek merupakan sebuah tempat yang luas, yang lokasinya dikelilingi oleh benteng yang tinggi. Pada terjemahan Bsa mendapat padanan „dikelilingi‟ yang dibantu dari prefiks di+ verba- +sufiks i yang memberikan keterangan pada subjek. Pada tipe kalimat pasif yang menerangkan kedudukan ini, pada Bsu dan Bsa mempunyai makna dan arti yang sama.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis yang dilakukan, penulis mengidentifikasikan bahwa : a. Penerjemahan kalimat pasif bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia dapat dipertahankan ke dalam bentuk pasif bahasa Indonesia, dan ada yang mengalami pergeseran (modulasi) dari bentuk pasif Bsu ke bentuk aktif Bsa. Pergeseran makna pada data ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang atau cara berfikir pada pemakai bahasa Bsu dan Bsa. Pergeseran sudut pandang yang terjadi untuk memperoleh makna
yang lebih spesifik,
pemakaian kalimat aktif dalam
berkomunikasi pada masyarakat pemakai bahasa Indonesia untuk menjelaskan atau mendeklarasikan suatu kejadian dan keadaan, yang dalam
bahasa
Indonesia
lebih
memudahkan
pengertian
dan
memperjelas tingkat pemahaman. b. Komponen makna dan pola-pola kalimat yang berbeda dapat menimbulkan pergeseran. Penerjemahan kalimat pasif bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, mengikuti pola-pola kalimat bahasa Indonesia, yang mempunyai padanan makna dan arti yang sama, Kalimat aktif : subjek yang nyata, sumber dari tindakan atau dikenakan pada objek. Pasif di- : pelaku tidak disebutkan / pelaku tersebut bukan si pembicara, juga bukan lawan bicara melainkan persona 3. Pasif ter-: sama dengan konstruksi pasif di. Pasif zero: umumnya dipakai kalau pelaku adalah persona 1 atau persona 2.
DAFTAR SUMBER Alwi. 2003. Metode penelitian. Jakarta : Gramedia. Choliludin. S.Pd. 2005. The Technique of making Idiomatic Translation. Jakarta : Kesaint Black. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Machali, Rochayah . 2009. Pedoman Bagi Penerjemah. Bandung : PT Mizan Pustaka Nida, Eugene A. dan Charles R. Taber. 1982. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Nitta, Yoshio. 1997. Nihongo Yousetsu. Tokyo : Hitsuji Shoubou. Newmark, P. 1988. A Textbook of Translation. London : Prentice-Hall. Simatupang, Maurits DS.1995. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Universitas Indonesia. Suzuki, Shigeyuki. 1985. Nihongo no Keitairon. Tokyo : Mugi Hobo. Taniran, Kencanawati. 1989. Penerjemahan Berdasar Makna ; Pedoman untuk Pemadanan antar bahasa . Jakarta. Arcan. Verhaar, J.W.M. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Wirjosoedarmo, Soekarno.1984. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Yoshikawa, Taketoki. (1989). Nihongo Bunpou Nyuumon. Tokyo : Aruku (ALC).