LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
52
PERBANDINGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA DAN MALAYSIA
Harits Dwi Wiratma Abstract Tourism has become an industry that has a significant role in the development of a country as a whole. In some countries, this industry is experiencing a significant growth. This growth is very dependent to the willingness and ability of the government. To ideally develop this industry, the government requires a partnership with the private sector or all the interested parties. If this partnership is in a synergy, it will give a great boost for the country's revenues earned from tourist arrivals. This research is a comparative study of the tourism industry development in two Southeast Asian countries, Indonesia and Malaysia. Tourism industry in these two countries is the second largest revenues income, making this industry as an important sector to be developed. This comparative study is largely based to an extensive literature study. The effectiveness of the partnership synergy concept between institutions in the two countries is the parameter used for comparison. Through a process of analysis that has been done, Malaysian tourism industry has proven to be better than Indonesia. Malaysia has reached a better ranking than Indonesia in TTCI (Travel & Tourism Competitiveness Index). Factors that make the Malaysian industry more superior than Indonesia is the synergized cooperation between their government and private sectors. Malaysian tourism industry development is more sustainable and focused than Indonesia. Keywords: Tourism, Tourism Industry, Synergy, Cooperation, TTCI.
A. PENDAHULUAN Pada saat ini sektor kepariwisataan merupakan industri yang memberikan keuntungan bagi suatu negara. Sektor ini tidak kalah pentingnya dengan sektor yang lain dalam pengembangan suatu negara. Hal-hal yang berhubungan dengan kepariwisataan dapat memberikan daya tarik bagi wisatawan lokal maupun internasional. Kondisi ini tidak hanya dikerjakan atau digerakkan oleh pemerintah yang disini diwakili oleh Departemen Pariwisata, akan tetapi industri ini harus dilaksanakan secara sinergi antara pemerintah, akademisi, masyarakat dan pihak swasta yang memiliki kepentingan di sektor kepariwisataan. Tingkat pariwisata di wilayah Asia Tanggara telah mengalami peningkatan dalam segi infrastrukur dan sistem informasi sudah mengalami kemajuan di masing-masing negara. kondisi ini memberi gambaran bahwa sektor ini mamiliki peluang di abad 21 sebagai sektor yang perlu diperhatikan. Kondisi yang terjadi pada tahun lalu, sekitar 30 juta penduduk dari negara-negara Asia Tenggara tercatat sering melakukan perjalanan ke luar negeri untuk mengisi hari liburnya. Apabila angka tersebut tetap bisa terpenuhi tahun ini, dengan saling kunjung
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
53
diantara penduduk negara-negara Asia Tenggara, maka target kunjungan wisatawan mancanegara Asia Tenggara tahun 2009 akan terlampui. Ini merupakan salah satu solusi untuk mengatasi perlambatan ekonomi yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara yang terkena dampak krisis. Jadi, selain menggalang kembali solidaritas antar penduduk Asia Tenggara. Hal ini menjadi sebuah gambaran yang sangat riil melihat aktifitas pariwisata menjadi salah satu pendorong di dalam menarik perhatian para wisatawan asing untuk memasuki negara tertentu. Sehingga dengan adanya industri pariwisata sebuah negara akan meningkatkan citra dan pemasukan terhadap anggaran belanja negara. Menurut John Naisbitt dalam Global Paradox, mengatakan dalam globalisasi pariwisata merupakan industri terbesar di dunia. Pariwisata ini sangat erat keterkaitannya dengan pandangan orang-orang asing terhadap negara tertentu karena banyak faktor yang mempengaruhi wisatawan asing untuk masuk ke negara tertetu dalam rangka wisata (Naisbitt, 1994) . Salah satu hal yang paling utama adalah masalah keamanan serta kondisi sosial dan politik dalam negeri. Kondisi yang terjadi saat ini menjadi masalah serius bagi kebanyakan negara-negara di Asia maupun negara-negara yang lain. Luas wilayah suatu negara memiliki potensi yang penting di dalam sektor pariwisata. Kondisi ini dapat kita lihat di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi pariwisata. Hal ini akan dipaparkan mengenai dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia. Dimana Indonesia merupakan negara kepulauan serta memiliki potensi pariwisata yang sangat beragam. Indonesia memiliki luas 1.910.931,32 km² dan memiliki sekitar 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke serta memiliki jumlah penduduk 259.940.857 jiwa. Selain daripada itu pulau-pulau kecil yang merentang sepanjang 6.400 km dari barat ke timur dan sekitar 3000 km dari utara dan selatan dan oleh sebab itu, secara alamiah memberikan keanekaragaman (Prosiding Pelatihan dan Lokakarya, Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan, 1997). Hal ini salah satu potensi yang dimiliki oleh Indonesia dibanding dengan Malaysia. Luas wilayah Malaysia 329.750 km² dan memiliki jumlah pulau sejumlah 878 dengan total penduduk 26.160.356 jiwa. Selain wilayah yang sangat luas, Indonesia didukung oleh sumber pariwisata yang sangat beragam. Dimana wisata di Indonesia memiliki beranekaragam kriteria aspekaspek kepariwisataan. Keanekaragaman ini ditopang oleh faktor alam, budaya/kultur, sosial dan ekonomi setempat. Di Indonesia mengenal kebijakan-kebijakan yang mendukung sektor pariwisata. Kebijakan-kebijakan ini diambil sesuai dengan arah kepariwisataan Internasional yang ada di Indonesia. Dimana tempat-tempat yang telah ditentukan untuk menopang industri kepariwisataan di dalam negeri, yaitu Bali, Yogyakarta dan Lombok meskipun tidak ditutup kemungkinan wilayah-wilayah lain selain ketiga tempat tersebut. Kondisi geografis inilah yang selalu menjadi modal bagi sektor pariwisata Internasional dalam negeri. Kondisi ini menjadi modal sekaligus tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan. Keadaan ini memiliki pengaruh terhadap daya serap wisatawan yang datang ke dalam negeri khususnya untuk mengunjungi tempat-tempat pariwisata. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pemasukan devisa suatu negara akan tetapi yang paling penting di dalam mengembangkan sektor ini. Hal ini dapat di lihat dari
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
54
banyaknya pengunjung pertahun. Parameter ini menjadi salah satu dasar peningkatan di sektor pariwisata di Indonesia. Kondisi geografis Indonesia merupakan modal awal bagi suatu negara dalam pengambangan di sektor pariwisata. Di sisi lain, pada saat ini Indonesia masih tertinggal oleh Malaysia dalam segi industri pariwisatanya. Dimana setiap tahunnya jumlah pariwisata di Malaysia mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 Malaysia menerima jumlah pemasukan dari pariwisatanya melebihi perolehan dari Indonesia. Perolehan yang cukup signifikan ini Malaysia mampu meningkatkan dan menghidupkan sektor pariwisatanya lebih baik. Perkembangan ini sangat berkaitan dengan kerjasama antara pemerintah, pihak-pihak swasta atau aspek-aspek yang terkait di sektor kepariwisataan untuk saling bersinergi. Sinergi antara pemerintah dengan pihak swasta memberikan suatu kekuatan pengelolaan dalam hal pemberdayaan kepariwisataan dalam negeri. Kondisi ini sangat berbeda dengan perolehan yang diterima oleh Indonesia. Menurut Misalnya, pada tahun 2007 yang lalu menargetkan 8 juta wisatawan hasilnya hanya 5.505.759 orang wisatawan mancanegara (Salam, 2008). Pada tahun 2008 Indonesia menargetkan wisatawan mancanegara sejumlah 7 juta, akan tetapi dalam laporan dari data BPS ataupun Kementerian Budaya dan Pariwisata wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia tidak sampai 7 juta orang. Apabila melihat peta potensi di Indonesia memiliki jumlah dan tempat-tempat pariwisatanya lebih beranekaragam dibanding dengan Malaysia.
JUMLAH PENERIMAAN WISATAWAN ASING MALAYSIA DAN INDONESIA Tahun 2000-2010
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Malaysia 10.220.000 12.780.000 13.290.000 10.580.000 15.700.000 16.430.000 17.550.000 20.970.000 22.050.000 23.650.000 24.580.000
Indonesia 5.064.217 5.153.620 5.033.400 4.467.021 5.321.165 5.002.101 4.871.351 5.505.759 6.234.497 6.323.730 7.002.944
Sumber : diolah oleh penulis Melihat dari jumlah pendapatan wisatawan mancanegara yang diperoleh Malaysia dan Indonesia terdapat jarak yang sangat jauh. Jumlah tersebut mempengaruhi dari tingkat dari peringkat yang dikeluarkan oleh Travel and Tourism Competitiveness Index
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
55
2011. Data peringkat yang dikeluarkan oleh The Travel and Tourism Competitiveness Report 2011 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum Malaysia memperoleh peringkat 35 dan Indonesia memperoleh peringkat 74. Kondisi yang berkaitan dengan kesuksesan suatu negara di dalam hal pariwisata internasional dilihat dari berapa banyak wisatawan mancanegara yang masuk ke suatu negara, lamanya mereka tinggal (length of stay) besarnya devisa masuk, banyaknya tenaga kerja yang diserap serta tidak merusak lingkungan. Namun pengembangan wisatawan lokal juga sangat penting. Banyak negara-negara di dunia ini selain mengembangkan wisatawan lokal, hal ini disebabkan kontribusi wisatwan lokal apabila dikerjakan secara baik, tidak akan kalah dengan wisatawan mancanegara. Jepang misalnya merupakan suatu negara yang lebih banyak diuntungkan dengan mengembangkan wisatawan lokalnya. Selain daripada itu pemasukan negara dari sektor pariwisata internasional memperoleh peringkat kedua setelah minyak dan gas (migas), yang menghasilkan penerimaan devisa tertinggi yang pernah dicapai sebesar 6,7 milyar USD (BPS, 1998). Di lain pihak dalam tahun 1988, 25 % dari hasil kegiatan perdagangan jasa dunia berasal dari pariwisata, dan berarti bahwa pariwisata menduduki peringkat ketiga dalam jajaran sektor ekspor dalam hal perolehan devisa (Mas’oed, 1994). Sebagai negara kepulauan yang agak terpencil dari daratan Asia, Jepang memiliki budaya yang unik serta pemandangan alam yang sangat indah, namun kunjungan wisatawan mancanegara lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand (UNWTO, 2007). Malaysia dan Thailand memiliki luas wilayah yang kecil dibandingkan dengan Indonesia, akan tetapi peringkat pariwisata internasional kedua negara tersebut diatas negara Indonesia. Hal ini yang menjadi suatu tantangan bagi Indonesia untuk meningkatkan strategi-strategi pengembangan pariwisata internasional seperti Malaysia dan Thailand. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata lokal tidak mengabaikan pariwisata internasioanal. Kondisi ini akan memberikan pengaruh kepada wisatawan asing, dimana wisatawan lokal dapat dipadukan dengan adanya wisatawan mancanegara. Pengembangan industri ini sangat dimungkinkan mengingat begitu kayanya alam Indonesia dengan begitu banyaknya ragam pesonanya. Mulai dari keindahan alam, khazanah peninggalan sejarah, keunikan adat budaya berbagai suku bangsa dan aneka atraksi festival dan pagelaran budayanya. Perbedaan budaya antara tujuan wisata individu akan terus memainkan peran penting, antara faktor-faktor lain, dalam pilihan tujuan wisata (Wahab dan Cooper, 2001). B. KERANGKA PEMIKIRAN Pembuatan kebijakan dalam dunia pariwisata, menurut James Elliot, seorang pakar dalam Poltics of Tourism memberikan gambaran para aktor yang berperan dalam kebijakan pariwisata, bahwa pemerintah bisa menggandeng aktor non negara untuk turut dalam pengembangan pariwisata dengan maksimalisasi peran. Seperti contoh gambar dibawah ini (Elliot, 2002).
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
56
Dari gambar diatas akan terlihat beberapa aktor yang berperan dalam industri pariwisata. Adanya gambaran dari beberapa aktor dalam industri pariwisata, hal ini dapat memberikan suatu peningkatan dalam sinergisitas antara aktor-aktor yang terlibat dalam industri pariwisata di dalam suatu negara. Hal ini dapat dilakukan antara pemerintah dengan pihak-pihak swasta. Kondisi tersebut akan memberikan dampak yang positif. Dimana sinergisitas antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan dengan bentuk kerjasama ataupun dalam tingkat koordinasi yang rutin dalam mengelola industri pariwsata di suatu negara ataupun dalam lingkup daerah. Pihak-pihak swasta yang berperan di dalam industri pariwisata termasuk di dalamnya adalah Non-Government Organization. Kelompok ini berperan dalam memberikan beberapa input terhadap pemerintah berkaitan isu ekonomi, sosial dan politik. Hal ini berkaitan dengan industri pariwisata yang berhubungan dengan jasa perhotelan, jasa perjalanan, jasa penerbangan. Hasil penelitian yang dilakukan Roerkaerts dan Savat (Spillane, 1987) menjelaskan bahwa manfaat yang dapat diberikan sektor pariwisata adalah: (a) menambah pemasukan dan pendapatan, baik untuk pemerintah daerah maupun masyarakatnya. Penambahan ini bisa dilihat dari meningkatnya pendapatan dari kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat, berupa penginapan, restoran, dan rumah makan, pramuwisata, biro perjalanan dan penyediaan cinderamata. Bagi daerah sendiri kegiatan usaha tersebut merupakan potensi dalam menggali PAD, sehingga perekonomian daerah dapat ditingkatkan, (b) membuka kesempatan kerja,
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
57
industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah tersebut, (c) menambah devisa negara, semakin banyaknya wisatawan yang datang, maka makin banyak devisa yang akan diperoleh, (d) merangsang pertumbuhan kebudayaan asli, serta menunjang gerak pembangunan daerah. C. HASIL ANALISA 1. Sinergisitas Industri Pariwisata Pemerintah-Swasta di Malaysia Malaysia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki keunggulan dalam aspek industri pariwisata. Industri pariwisata yang ada di negara ini sudah tidak asing lagi bagi wisatawan mancanegara khususnya wisatawan yang berada di kawasan Asia ataupun wisatawan yang berasal dari luar kawasan. Di dalam menjalankan industri pariwisatanya, pemerintah yang mengurusi dan bertanggung jawab yaitu Ministry of Arts, Culture and Tourism (MOCAT) bekerja sama dengan pihak-pihak swasta untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas dari pariwasata dalam negeri. Kondisi ini akan terbentuk suatu sinergisitas di dalam menjalankan pembangunan industri pariwisata. Industri pariwisata merupakan industri yang memiliki peranan dalam meningkatkan pembangunan di Malaysia. Hal ini menjadi salah satu industri terbesar setelah manufaktur di Malaysia. Di mana Malaysia sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 jumlah penerimaan dari industri pariwisatanya mengalami peningkatan, kondisi tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. JUMLAH PENERIMAAN WISATAWAN ASING MALAYSIA DAN INDONESIA Tahun 2000-2010 Tahun Malaysia 2000 10.220.000 2001 12.780.000 2002 13.290.000 2003 10.580.000 2004 15.700.000 2005 16.430.000 2006 17.550.000 2007 20.970.000 2008 22.050.000 2009 23.650.000 2010 24.580.000 Sumber : Diolah penulis Pemerintah Malaysia melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan serta mempertahankan kualitas industri pariwisata di dalam negeri. Oleh karena itu, di dalam menjalankan industri ini, pemerintah memiliki sinergi dengan Malaysian Tourism Promotion Board (MTPB). Sinergi ini memberi salah satu bentuk kekuatan dari
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
58
pemerintah untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya untuk menarik perhatian dari wisatawan mancanegara untuk melakukan kunjungan ke negara ini. Di sisi lain, pemerintah Malaysia melakukan beberapa bentuk perbaikan dan peningkatan kinerja yang berkaitan dengan infrastruktur. Infrastrukur ini dapat dilihat dalam kaitannya dengan daya dukung industri pariwisata di dalam negeri. Di samping melakukan sinergisitas dengan Malaysian Tourism Promotion Board (MTPB) pemerintah memiliki tanggung jawab bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam industri pariwisata. Hal ini menjadi sangat penting guna meluaskan jaringan serta membagi peran pada sektor-sektor jasa yang ada di Malaysia. Dalam keterkaitan industri pariwisata di Malaysia, pemerintah menjadi ujung tombak dalam keberhasilan pembangunan pariwisatanya. Industri pariwisata sudah menjadi prioritas ke dua setelah manufaktur karena peningkatan daya serap setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dalam keterkaitannya dengan sinergisitas yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia dengan swasta dapat dilihat dalam peranannya di lapangan. Kondisi ini dapat terjalin dengan baik dalam koordinasi antara satu institusi dengan istitusi yang lain. Institusi tersebut berkaitan antara pemerintah dengan pihak swasta. Koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah dapat di lihat dari berbagai bidang kerjasama. Di mana, pemerintah memberikan sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya kepada Malaysia Tourism Promotion Board (MTPB) untuk melakukan berbagai macam bentuk promosi-promosi, event-event ataupun pameran yang berkaitan dengan industri parwisata. Badan ini sangat efektif dalam melakukan promosi untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Malaysia sebagai salah satu tujuan dari wisatawan mancanegara telah memberikan kontribusi dalam perkembangannya (Asian Development Bank, 2007). Dari sektor pariwisata telah membantu dalam penerimaan devisa negara. Hal tersebut di dukung oleh adanya beberapa kantor perwakilan pemasaran yang berada di luar negeri berjumlah 34 dan 11 kantor perwakilan pemasaran. Dengan banyakanya kantor perwakilan akan memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk mengenal lebih dekat tentang suatu wilayah tertentu. Hal ini merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam memperkenalkan industri pariwisata Malaysia di luar negeri. Hal tersebut memberikan bukti bahwa Malaysia Tourism Promotion Board sangat efektif dalam melakukan kinerjanya. 2. Sinergisitas Industri Pariwisata Pemerintah-Swasta di Indonesia Industri pariwisata di Indonesia dilakukan oleh pemerintah dibawah Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Pada saat ini Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata tidak bisa berjalan tanpa adanya suatu sinergi dengan kementrian yang lain atau pihak swasta. Pembangunan dalam bidang industri pariwisata merupakan industri yang sedang berkembang, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Hubungan antara pariwisata dengan perekonomian sektor yang lain sangat penting (seperti pertanian dan usaha kecil) dapat meningkatkan nilai tambah/efek, sehingga meningkatkan kontribusi terhadap retensi pendapatan dan penciptaan kesempatan kerja bagi penduduk pokal (Akama&Kieti,2007). Industri pariwisata ini tidak dapat dihindarkan bahwa secara data dan fakta memperlihatkan angka yang semakin meningkat dari setiap tahunnya di kawasan Asia
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
59
Tenggara pada khususnya. Di mana jumlah pemasukan dari industri pariwisata dapat meningkatkan devisa suatu negara tertentu. Pariwisata adalah industri terbesar dan menjadi bagian dari kontribusi perekonomian negara-negara maju dan berkembang (Jones dan Tang,2005). Untuk itu dalam mengahadapi arus globalisasi pada saat ini, setiap negara harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam memperkuat segala aspek dalam negerinya yang dapat menguntungkan dalam aspek pembangunan dalam negeri. kunci penting dalam satu aktifitas pariwisata salah satunya intrarelationship sesama organisasi pariwisata dan proses inter-relationships diantara organisasi serta industri dalam pariwisata itu sendiri (Pierce dan Buttler,2002). Oleh karena itu, diperlukan suatu sinergi antara aktor pemerintah dan swasta dalam melaksanakan pembangunan di bidang industri pariwisata. Sinergisitas industri pariwisata antara pemerintah dan swasta di Indonesia memiliki saling ketergantungan satu dengan yang lain. Permasalahan industri pariwisata di Indonesia memiliki permasalahan yang sangat beragam. Oleh karena itu, dalam menangani permasalahan-permasalahan yang di hadapi dalam dunia indutri pariwisata dalam negeri diperlukan sinergisitas dengan pihak pemerintah dan swasta. Selain itu pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata mengajak kerja sama dengan kementrian yang terkait dalam meningkatkan industri pariwisata dalam negeri. Kondisi ini sangat penting dilakukan kedua belah pihak. Permasalahan yang terjadi kurang disadari oleh pemerintah ataupun pemangku kepentingan yang berkaitan dengan industri pariwisata. Perjalanan dan industri pariwisata adalah sekelompok kegiatan ekonomi yang gabungan membuat industri terbesar di dunia, nomor satu penggerak pekerjaan, salah satu ekspor terbesar di dunia, dan pendorong utama untuk investasi dan pertumbuhan (Gee, 2007). Disisi lain kementrian ini melakukan kerja sama dengan kementrian yang terkait dalam kaitannya memajukan pembangunan pariwisata di dalam negeri. Karena di dalam menjalankan industri pariwisata ada beberapa prinsip yang dapat menjadikan dasar. Adapun beberapa prinsip diantaranya adalah : 1. Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dan konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia dan hubungan antara manusia dan lingkungan. 2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal 3. Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan dan proporsionalitas 4. Memelihara keletarian alam dan lingkungan hidup 5. Memberdayakan masyarakat setempat 6. Menjamin keterpaduan antarsektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangak otonomi daerah serta keterpaduan antar pemangku kepentingan 7. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata 8. Memperkukuh keutuhan negara kesatuan (Wibowo, 2011).
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
60
Disisi lain, dapat juga dilihat 3 faktor dominan yang berperan dalam pembangunan kepariwisataan di Indonesia, yaitu : 1. Sumber Daya Alam Telah diketahui secara umum bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan mempunyai unsur-unsur keindahan alam (natural beauty), keaslian (originality), kelangkaan (scarcity), dan keutuhan (wholeness) dan diperkaya dengan kekayaan alam berupa keanekaragaman flora dan fauna, ekosistem, serta gejala alam yang kesemuanya itu merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan kepariwisataan Indonesia 2. Penduduk Penduduk Indonesia yang beradat dan ramah tamah, terdiri atas beberapa suku bangsa dengan keanekaragaman budaya yang merupakan faktor yang dominan, sangat berpengaruh bagi upaya pembangunan nasional yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada pembangunan kepariwisataan Indonesia. 3. Geografi Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas kurang lebih 17.508 pulau mencakup wilayah yang luasnya lebih dari 1,9 juta km dan dua pertiganya merupakan wilayah perairan dan memiliki garis pantai lebih 81.000 km (Muljadi,2009). Di lain pihak faktor penduduk menjadi penggerak dalam industri pariwisata. Jumlah penduduk yang dimiliki oleh Indonesia dapat memberikan dukungan di setiap daerah tujuan pariwisata. Ukuran penduduk merupakan salah satu faktor tempat berpijak kekuatan nasional, dan oleh sebab kekuatan sebuah negara selalu relatif terhadap kekuatan negara lain, maka ukuran relatif dari penduduk negara-negara yang bersaing untuk kekuasaan dan khususnya, laju relatif pertumbuhan, patut mandapat perhatian yang seksama (Morgenthau,1990). Adanya potensi industri pariwisata yang dimiliki oleh Indonesia belum dilakukan secara baik antara pihak pemerintah dan swasta. Hal ini dalam hal pengelolaan industri pariwasata secara sinergi. Sinergisitas menjadi salah satu katalisator yang dapat mendukung peningkatan dari aspek penerimaan devisa maupun dari sisi pengunjung yang datang ke Indonesia. Ke dua hal ini merupakan nilai tambah untuk mendukung nilai jual yang dimiliki oleh Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat dari sisi kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Akan tetapi, di lain pihak sampai saat ini belum tergarap secara serius antara pihak pemerintah dan swasta dalam mengelola industri pariwista yang ada. Hal ini terlihat dari penerimaan kunjungan wisatawan mancanegara pada setiap tahunnya. Dari angka yang di dapat oleh negara ini belum bisa memperolah peningkatakan secara signifikan. Apabila melihat luas wilayah dan jenis wisata yang dimiliki oleh Indonesia seharusnya mampu bersaing dengan Malaysia. Ini menjadi salah satu bukti bahwa pengelolaan industri pariwisata di Indonesia belum memiliki sinergisitas yang baik antara pemerintah dan swasta. Pembangunan industri pariwisata memberikan jaminan bagi negara dalam meningkatkan aspek ekonomi dalam bidang industri pariwisata. Penerimaan pariwisata internasional tumbuh lebih cepat dari perdagangan dunia pada tahun 1980 dan sekarang memberikan proporsi yang lebih tinggi dari pada nilai ekspor dunia
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
61
dibanding dengan semua sektor lainnya seperti minyak mentah / produk minyak bumi dan kendaraan bermotor / unit-unit tertentu / aksesoris (Goeldner dan Ritchie,2009). Kondisi yang terjadi di Indonesia masih tingginya ego sektoral antara satu institusi dengan institusi yang lainnya. Hal ini menjadi permasalahan di negeri ini khususnya dalam hal koordinasi lintas departemen. Hal tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang ada di seluruh Indonesia, dimana setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan. Perihal Undang-Undang mengenai Otonomi Daerah mengisyaratkan bahwa kepala-kepala Daerah memiliki peran yang sangat signifikan. Dalam hal ini, seperti yang dilakukan PM Lee Kuan Yew yang berhasil membawa Singapura menjadi negara maju, maka Indonesia, ataupun Yogya, bisa memajukan daerah, dengan memilih beberapa orang, baik birokrat, pengusaha maupun bersama-sama masyarakat untuk bisa melakukan repositioning itu (Viko,2001). Apa yang di lakukan oleh PM Lee Kuan Yew di Singapura atau PM Mahathir Mohamad di Malaysia merupakan salah satu bukti bagi Indonesia bahkan dunia, dimana suatu negara mampu meningkatkan pembangunan industri pariwisatanya. Hal ini memerlukan leadership yang tangguh, berkemampuan wirausaha yang mampu mendayagunakan kekayaan budaya, bahasa, dan kekhasan lokal sebagai modal inovasi lokal (Nugroho,2011). Melihat potensi yang dimiliki oleh Indonesia dari Sabang sampai Merauke merupakan aset bagi industri pariwisata di masa yang akan datang. Di sisi lain, dapat memberikan suatu kekuatan terhadap Indonesia dalam bargaining position di mancanegara khususnya dalam kekayaan alamnya. Di lain pihak dalam pengembangan industri pariwisata pemerintah mengajak sektor swasta untuk yang menjadi salah satu mitra penting dalam mengembangkan industri pariwisata di Indonesia. Pariwisata akan menjadi pedorong utama perekonomian dunia pada abad 21, dan menjadi salah satu industri yang mengglobal (GelGel,2006). D. KESIMPULAN Perkembangan dalam sektor pariwisata internasional pada saat ini menjadi salah satu upaya bagi setiap negara untuk memberikan keuntungan dari sisi sosial, ekonomi maupun politik. Kondisi ini tidak terlepas oleh adanya sinergisitas dari pemerintah dalam hal regulasi, infrastruktur dan sumber daya manusia, daya tarik, hasil budaya dan hasil alam. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara Malaysia dan Indonesia dari sisi kerangka kebijakan yang mengarah kepada dukungan pemerintah dalam sektor pariwisata. Di mana, Malaysia mampu mempertahankan industri pariwisatanya. Salah satunya beberapa indikator yang ada di dalam Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) serta sinergisitas yang dilakukan oleh pemerintah dapat memberikan daya dukung dalam bidang industri pariwisata. Keterkaitannya dengan industri pariwisata Indonesia memiliki kelebihan dibanding dengan Malaysia. Hal ini dapat dilihat dari keindahan alamnya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kondisi alam menjadi keunggulan bagi setiap negara dalam menawarkan industri pariwisatanya ke mancanegara. Kondisi alam yang dimiliki oleh Indonesia dapat berupa pantai, gunung, hutan, danau ataupun pemandangan yang bersifat alamnya yang masih alami.
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
62
Di samping itu, Indonesia memiliki beberapa kebudayaan nasional yang masuk dalam kategori peninggalan budaya yang bernilai tinggi. Hal ini dapat dilihat seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Situs Sangiran, Taman Nasional Lorentz Papua, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra, Wayang Indonesia, Keris Indonesia, Batik Indonesia dan Angklung Indonesia. Sehingga beberapa hasil yang bersifat budaya maupun hasil alam, pemerintah Indonesia telah berhasil mendaftarkan ke dalam daftar warisan dunia (World Heritage) yang diprakarsai oleh United Nations of Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di bawah Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Meskipun Malaysia tidak memiliki hasil budaya dan hasil alam yang banyak seperti Indonesia. Akan tetapi, melihat dari data kunjungan wisatawan mancanegara yang diperoleh oleh Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia. Salah satu keberhasilan dalam industri pariwisata dapat dilihat dari segi penerimaan kunjungan wisatawan mancanegara. Melihat kenyataan ini Indonesia masih tertinggal jauh dari Malaysia. Di mana, sinergisitas memiliki tingkat koordinasi yang terarah diantara sektor-sektor yang lain, kedua hal tersebut menjadi salah satu strategi pembangunan industri pariwisata yang diterapkan oleh Malaysia. Perngaruh strategi tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam mempertahankan industri pariwisatanya. Dengan demikian industri pariwisata mampu memberikan devisa bagi negara yang cukup signifikan dalam membantu proses pembangunan. Di lain pihak, industri ini memberikan sebuah citra di mancanegara bahwa Malaysia menjadi salah satu negara yang layak diperhitungkan dalam persaingan industri pariwisata global.
REFERENSI A.J, Muljadi, Kepariwisataan dan perjalanan, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta,2009 Elliot, James, Politics and Public Sector Management, ROUTLEDGE, 2002 G.Pearce, Douglas and W.Butler, Richard (edt), Contemporery Issues in Tourism Development, Routledge, London, 2002 GelGel, Putu, I, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi Perdagangan Jasa (GATS- WTO) Implikasi Hukum dan Antisipisi, refika ADITAMA, Bandung, 2006 Goeldner, Charles R. and Ritchie, Brent, J.R, TOURISM Principles, Practices, Philosophies, JOHN WILEY & SONS, INC., Canada, 2009 Jones, E and Haven-Tang, C, Tourism SMEs, Service and Destination Competitiveness, CABI PUBLISHING , Cambridge, 2005 Mas’oed, Mochtar, Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Oktober, 1994 Morgenthau, Hans J, Politik Antar Bangsa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1990 Naisbitt, John, Global Paradox, Alih Bahasa Budjianto, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994 Nugroho, Iwan, Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011 Spillane, J James, Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius, Yogyakarta, 1987
LANTIP Volume 05. No. 01. April 2015
63
Viko, Ronny S, Tourism, Trade, Investment : Yogya dalam Bingkai Otonomi, BIGRAF, Yogyakarta, 2001 Wahab, Salah and Cooper, Chris, Tourism in the Age of Globalisation, Routledge,London and New York, 2001 Y. Gee, Chuck, INTERNATIONAL TOURISM: A GLOBAL PERSPECTIVE, World Tourism Organization, Madrid, Spain, 1997 MAKALAH, JURNAL, LAPORAN Akama, J. S., & Kieti, D, Tourism and socio-economic development in developing countries: a case study of Mombasa Resort in Kenya. Journal of Sustainable Tourism, 2007 Wibowo, Kebijakan Kepariwisataan Indonesia, disampaikan dalam seminar Indonesian Tourism Policy Challenge di UMY, tanggal 28 April 2011 Laporan Tahunan dari UN-WTO pada tahun 2007 Asian Development Bank,Operation Evaluation Department, Private Sector Development and Operations : Harnessing Synergies with the Public Sector, 2007 Prosiding Pelatihan dan Lokakarya, Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan, Bandung, Penerbit ITB, 1997 Usmar, Salam, Makalah Strategi Pengembangan Pariwisata Nasional Dalam Menghadapi Krisis Finansial Global, diskusi bulanan Jurusan Ilmu Hubungan Internaional FISIPOL UGM pada tanggal 25 November 2008