PERATURAN KEPALA DIVISI HUKUM
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5 TAHUN 2011
TENTANG
PROSEDUR PEMBUATAN PENDAPAT DAN SARAN HUKUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DIVISI HUKlIM KEPOUSIAN NEGARA REPUBUK INDONESIA,
Menimbang: a.
bahwa Divisi Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di bawah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pengkajian, bantuan dan nasehat hukum, pengembangan hukum, pembinaan hukum dan Hak Asasi Manusia di Iingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta berparfisipasi dalam pembinaan hukum nasional dan Hak Asasi Manusia;
b.
bahwa dalam menyelenggarakan fungsi bantuan dan nasehat hukum Divisi Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai sub sistem berkewajiban menyusun, dan membuat pendapat dan saran hukum sebagai bahan pertimbangan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Divisi Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Prosedur Pembuatan Pendapat dan Saran Hukum;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. 3.
Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia; Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KEPALA DIVISI HUKUM KEPOUSIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR PEMBUATAN PENDAPAT DAN SARAN HUKUM. BABI .
2
BASI
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Kapolri adalah Pimpinan Poln dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi Kepolisian.
3.
Kepala Divisi Hukum Polri yang selanjutnya disebut Kadivkum Polri adalah unsur pimpinan pada Divkum Porri yang bertugas memimpin, membina, mengawasi dan mengendalikan fungsi satuan-satuan organisasi dalam lingkungan Divkum Polri, mernbina fungsi hukum pada seluruh jajaran Polri, memberikan saran pertimbangan, dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolri.
4.
Pendapat dan saran hukum yang selanjutnya disingkat PSH adalah pemyataan resmi berupa keputusan atau saran yang didasari atas pengetahuan khusus keahlian yang berisi pemahaman dan penerapan hukum pada permasalahan tertentu yang dibuat untuk menjawab permintaan tertentu.
5.
Surat Perintah adalah surat yang diterbitkan oleh Kapolri dan Kadivkum Polri bagi Anggota Poiri/PNS untuk melaksanakan tugas menyusun, membuat pendapat dan saran hukum.
6.
Pemohon adalah satuan Polri dan keluarga besar Polri yang terdiri dari Anggota Polri, PNS Polri, Purnawirawan Polri, Warakawuri, Wredatama/Dudal Janda dari Poiri/PNS Polri, Veteran beserta keluarganya.
7.
Kepentingan dinas adalah kegiatan yang berkaitan pelaksanaan fungsi dan tugas kepolisian.
8.
Kepentingan perorangan adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pribadi Anggota Polri, PNS Polri, Pumawirawan Polri, Warakawun, Wredatamal Duda/Janda dari Poln/PNS Polri, Veteran beserta keluarganya.
9.
Keluarga adalah suami, istri, orang tua kandung/mertua, anak kandung, anak tiri, dan anak angkat yang sah.
langsung
dengan
PasaI2 ...
3
Pasal2
Tujuan peraturan ini: a.
sebagai pedoman dalam rangka pemberian PSH atas perkara Anggota Polri atau PNS pada Polri yang berkaitan dengan masalah hukum baik perdata, pidana maupun Tata Usaha Negara dan pengaduan masyarakat, peristiwa hukum nasional yang berkaitan dengan tugas Polri serta memenuhi keperluan pimpinan dalam masalah hukum; dan
b. terwujudnya pembuatan PSH sesuai substansi dan materi muatan yang dapat diimplementasikan sesuai batas kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 3 Prinsip-prinsip peraturan ini: a.
profesional, yaitu setiap pelaksanaan kegiatan dititikberatkan pada keahlian dan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing petugas;
b.
efektif dan efisien, yaitu setiap pelaksanaan kegiatan berorientasi pada pencapaian tujuan dan ketetapan waktu;
c.
akuntabel, yaitu setiap pelaksanaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan;
d.
transparan, yaitu setiap pelaksanaan kegiatan dilakukan secara jelas dan terbuka serta memudahkan akses untuk pihak yang membutuhkan; dan
e.
legalitas, yaitu pemberian PSH yang dilakukan mempunyai dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. BAB II RANCANGAN PSH
Pasal4 (1)
Rancangan PSH terdiri dari:
a.
rujukan;
b.
posisi kasus atau permasalahan;
c.
fakta-fakta;
d.
persangkaan;
e.
analisa fakta dan yuridis; dan
f.
PSH atau kesimpulan. (2) Rancangan .....
4
(2) Rancangan PSH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersifat keseluruhan atau sebagian, tergantung dari permasalahan dan/atau keperluan yang diharapkan.
Pasal5 (1)
Rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan bersumber dan permintaan Kasatker, Kesatwil, Anggeta Polri dan PNS Polri beserta keluarganya, Purnawirawan, Warakawuri, dan masyarakat.
(2) Pesisi kasus/permasalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan penjelasan singkat, padat dan jelas mengenai masalah yang akan dianalisis. (3)
Fakta-fakta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c berisi keterangan saksi dan/atau terperiksa yang bersumber dari Berita Acara Pemeriksaan serta alat bukti yang ada dalam Berkas Perkara.
(4) Persangkaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat (1) huruf d, terdiri dari pasal yang diterapkan baik yang terdapat dalam peraturan perundang undangan yang berlaku di lingkungan Pelri maupun yang berlaku secara umum atau hal yang dipermasalahkan. (5) Analisis fakta dan yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e merupakan keqiatan meneliti, mempelajari dan menganalisis fakta fakta yang diketemukan dalam berkas perkara dan alat bukti yang tersedia dikaitkan dengan pasal yang dipersangkakan untuk menentukan terpenuhinya syarat hukum secara rnateril dan formll. (6) PSH atau kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f merupakan kesimpulan akhir dari hasil analisis fakta dan yuridis serta menyarankan langkah tindakan atau hal yang dapat dilaksanakan untuk menjawab rujukan.
BAB III PELAKSANAAN Bagian Kesatu
Sarana
Pasal6
Sarana dalam pembuatan PSH yang digunakan meliputi: a.
alat ketik atau kemputer;
b.
alat cetak atau printer;
c.
alat tulis antara lain papan tulis atau white board, spidel besarlkecil, pensil, pena, kertas, map;
c. alat .....
5
d.
alat sorot atau LCD projector;
e.
meja dan kursi sesuai kebutuhan;
f.
buku-buku yang berkaitan dengan hukum sebagai referensi pembuatan PSH; dan
g.
ruang khusus sebagai tempat untuk diskusi dan/atau pembahasan dalam rangka pembuatan PSH.
dalam
Bagian Kedua
Mekanisme Pembuatan PSH
Pasal7
(1) Pembuatan PSH dilakukan oleh Kabagrapkum dan/atau staf Bagrapkum Divkum Polri serta anggota Polri yang bertugas di lingkungan Divkum Polri yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk membuat PSH. (2) Pembuatan PSH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui mekanisme, sebagai berikut: a.
inventarisasi;
b.
verifikasi;
c.
analisis substansi;
d.
pembahasan;dan
e.
penyusunan PSH.
Pasal8 (1) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, dilaksanakan oleh Kabagrapkum bersama staf Bagrapkum melalui kegiatan: a.
mengumpulkan perrnintaan, permohonan dan/atau bantuan perlidungan hukum yang diterima dari Kasatker, Kasatwil, Anggota Polri, PNS Pelri dan keluarganya. Pumawirawan dan/atau Warakawuri. dan/atau masyarakat yang memerlukan; dan
b.
mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan hukum sebagai reterensi yang akan digunakan dalam menganalisis permasalahan.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) hurut b. dilaksanakan oJeh Kabagrapkum dan/atau stat Bagrapkum, dengan tujuan: a.
memastikan apakah permintaan, permohonan perlindungan hukum yang diterima adalah benar;
danlatau
bantuan
b.
memastikan apakah permintaan, permohonan dan/atau bantuan perlindungan hukum telah didukung oleh data yang cukup atau alat bukti sebagai bukti pendukung; dan c. apabila .....
6
c.
(3)
memastikan objektivitas/keakuratan data dengan melakukan perunjauan ke lapangan dan beberapa sasaran (apabila diperlukan), sekurang kurangnya 1 (satu) kali untuk setiap permasalahan yang akan diberikan PSH, sehingga diperoleh kelengkapan data, dan dapat menambah intormasi dan/atau keterangan yang telah ada.
Analisis substansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, dilaksanakan oleh Kabagrapkum dan/atau stat Bagrapkum, melalui kegiatan: a.
gelar internal Bagrapkum di ruang pertemuan Bagrapkum, dihadiri Kabagrapkum dan stat Bagrapkum, sekurangnya sekali untuk setiap permasalahan yang akan diberikan PSH;
b.
membahas permasalahan yang dimintakan, dimohonkan dan/atau perlu perlindungan hukum dengan ditetapkan awal persangkaan; dan
c.
menyusun rancangan PSH awal.
(4) Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) hurut d, dilaksanakan oleh Kabagrapkum dan/atau stat Bagrapkum, dengan kegiatan: a.
menyusun rancangan PSH dengan format yang telah baku;
b.
gelar dan/atau presentasi atas rancangan PSH dengan melibatkan Bagbanhatkum Divkum Polri dan fungsi terkait lainnya di ruang pertemuan Divkum Polri, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali untuk setiap permasalahan yang akan diberikan PSH;
c.
gelar dan/atau presentasi kembali dengan waktu yang disepakati bersama, bila tidak atau belum ditemukan kesepahaman rumusan substansi; dan
d.
merumuskan substansi rancangan PSH yang telah disepakati beberapa pihak.
(5) Penyusunan PSH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e, dilaksanakan oleh Kabagrapkum dan/atau staf Bagrapkum, dengan mendasari hasil rumusan substansi rancangan PSH yang telah disepakati beberapa pihak, yang dirumuskan dalam format PSH yang telah ditetapkan.
Pasal9 Fungsi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b, adalah pihak pihak terkait dalam tindak lanjut permasalahan yang akan diberikan PSH, dalam hal ini Bidpropam Polri, SSDM Polri, Satker dan/atau Satwil pemohon dan/atau Pemohon.
Pasal10 (1) Pemberian PSH dilakukan untuk: a.
memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri; b. memenuhi .....
7
b.
memenuhi Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Poln dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri;
c.
memenuhi perintah atau permintaan Kapolri, permintaan Kasatker di lingkungan Mabes Polri, Kasatwil, Anggota Polri dan PNS Polri serta keluarganya, Purnawirawan dan/atau Warakawuri, dan masyarakat yang memerlukan dalam menghadapi permasalahan hukum;
d.
hasil gelar perkara yang diselenggarakan oleh fungsi Bareskrim Polri dan/atau fungsi Kepolisian lainnya yang menyelenggarakan gelar perkara dan memerlukan kehadiran Divkum Poln: dan
e.
saran masukan kepada Pimpinan mengenai adanya pemberitaan pada media massa baik cetak maupun elektronik.
(2) Pemberian PSH harus memenuhi kaidah-kaidah dan prinsip hukum dengan tidak mengenyampingkan prinsip berorganisasi yaitu keadilan, keseimbangan, keber1anjutan dan keutamaan. (3) Dalam proses penyusunan dan pemberian PSH, pihak-pihak yang memiliki kompetensi menyusun dan memberikan PSH tidak dibenarkan untuk melakukan komunikasi baik menggunakan alat komunikasi telepon maupun sarana prasarana komunikasi lainnya, yang bertujuan untuk memberikan keuntungan pada pihak tertentu, sehingga merugikan pihak lain. (4) Pemberian PSH harus sepengetahuan dan seijin Kadivkum Polri.
Pasal11 (1)
Setelah rancangan PSH selesai disusun Bagrapkum, diajukan kepada Karobankum Divkum Polri.
(2)
PSH untuk kepentingan Satker dalam lingkungan Mabes Polri, disahkan dan ditandatangani oleh Karobankum Divkum Polri.
(3)
PSH untuk kepentingan Kapolri, Satwil Polri dan masyarakat, disahkan dan ditandatangani oleh Kadivkum Polri.
Pasal12 (1)
Mekanisme pendataan administrasi PSH, dimulai sejak rancangan PSH disusun pada Bagrapkum Divkum Polri dan secara berjenjang sampai Tata Urusan Dalam (Taud) Divkum Polri.
(2)
Setiap PSH yang dikeluarkan Divkum Polri, tetap menggunakan sistem pendataan administrasi PSH sesuai yang ber1aku dalam Iingkungan Polri, yaitu melalui Sekretariat Umum (Setum) Polri.
Bagian .....
8
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal13
(1)
Pengawasan secara langsung dalam pemberian PSH, dilakukan oleh Kabagrapkum, dan secara berjenjang dilakukan o!eh Karobankum Divkum Polri dan pada tahap akhir oleh Kadivkum Polri.
(2)
Pengawasan secara administrasi ketatausahaan dilakukan oleh unsur Taud.
Pasal14 Tujuan dilakukan pengawasan: a.
memastikan bahwa kerangka rancangan PSH telah sesuai dengan format yang telah ditetapkan secara konsisten;
b.
memastikan bahwa dasar pemberian PSH telah sesuai dengan peraturan perundangan;
c.
memastikan penggunakan kata dan kalimat telah sesuai dengan istilah dan pengertian hukurn, dan penulisan kata dan/atau kalimat telah sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta menggunakan pilihan kata yang tepat, jelas dan pasti;
d.
memastikan bahwa penerapan hukum dalam PSH telah sesuai dengan keperluan; dan
e.
memastikan bahwa pemberian PSH, disusun oleh pihak yang memiliki kompetensi dan berwenang untuk menyusun dan memberikan PSH.
Pasal15 (1)
Penerapan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d merupakan penerapan pasal-pasal persangkaan yang dikaitkan dengan takta fakta dan alat bukti yang ada, sehingga dapat diperoleh logika hukum yang dapat diterima dan sesuai dengan kaidah dan prinsip hukum yang berlaku.
(2)
Pihak yang memiliki kornpetensi dan berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e yaitu Kabagrapkum dan staf Bagrapkum Robankum Divkum Polri. atau Kabag danJatau perwira lainnya di lingkungan Divkum Poln yang diberi kewenangan oIeh Kadivkum Polri untuk rnenyusun dan memberikan PSH sesuai dengan keper1uan.
Pasal16 (1)
Gelar dan/atau presentasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b, diselenggarakan oleh Bagrapkum Robankum Divkum Polri, dengan menggunakan anggaran Divkum Polri. (2) Gelar .....
9
(2)
Gelar dan/atau presentasi dilaksanakan oleh Tim PSH ditetapkan dengan Surat Perintah Kadivkum Polri.
(3)
Tim PSH sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari Tim penyusun Bagrapkum Robankum Oivkum Polri, tungsi terkait lainnya dan Bagbanhatkum Robankum Polri.
(4)
Pelaksanaan gelar dan/atau presentasi dipimpin oleh Kabagrapkum Robankum Oivkum Polri atau salah satu Kassubag pada Bagrapkum.
(5)
Ketua gelar dan/atau presentasi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan gelar dan/atau presentasi dan melaporkan hasilnya secara berjenjang kepada Karobankum dan kepadan Kadivkum Polri.
(6)
Susunan Tim PSH, sebagai berikut: a.
penanggung jawab
Kadivkum Polri;
b.
koordinator
Karobankum;
c.
ketua
Kabagrapkum;
d.
wakil ketua
Kasubbag yang berkaitan permasalahan yang akan dibahas;
e.
sekretaris
Stat Bagrapkum;
f.
anggota peserta
dengan
1. Satker di Iingkungan· Mabes Polri atau Satwil terkait; 2. Bagbanhatkum Robankum: 3. Stat Bagrapkum;
Pasal17 Guna tercapainya penyusunan dan pemberian PSH, pembahasan permasalahan ditujukan pada: a.
kesesuaian antara rujukan sebagai dasar pembahasan dengan persangkaan yang diajukan;
b.
kesesuaian antara persangkaan;
c.
hal-hal khusus, antara lain mengenai penulisan istilah hukum baik bahasa Inggris, Yunani maupun Belanda, dan konsistensi penggunaan istiJah;
d.
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar; dan
e.
penulisan pada pendapat dan saran. telah memberikan rasa keadilan, keseimbangan, keberlanjutan dan keutamaan.
substansi
penulisan
dengan
pokok
perkara
dan
BABIV .....
10
BABIV
KETENTUAN PEN UTUP
Pasal18
Peraturan Kadivkum ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 11ei
Disahkan di Jakarta padatanggal 10 Juni
2011
KEPALA KEPOLlSIA~UBLIK INDONESIA,
~
Drs. TIMUR PRADOPO
..IENDERAL POLISI
REGISTRASI SETUM POLRI NOMOR
(G
TAHUN 2011
2011
10
BA.BIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal18
Peraturan Kadivkum ini mulai ber1aku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta padatanggal
2011
VISI HUKUM POLRI,
Drs. UD..II WALUYO, S.H., M.M. INS EKTUR JENDERAL POLISI
Disahkan di Jakarta pada tanggal
2011
KEPALA KEPOLISIAN ~BLlK INDONESIA,
-----
Drs. TIMUR PRADOPO
JENDERAL POLISI
REGISTRASI SETUM POLRI NOMOR
6
TAHUN
10
BABIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal18
Peraturan Kadivkum ini mulai beriaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta padatanggal
2011
IVISI HUKUM POLRI,
W
DJI WALUYO, S.H., M.M. KTUR JENDERAL POLISI
Disahkan di Jakarta to pada tanggal
). .:
2011
. KEPALA KEPOLISIAN NEGA~A ~~UBLIK INDONESIA,
~OPO
Drs. TIMUR JENDERAL POLISI
TAHUN Paraf: 1. Kabagsunkum
3. Kabagrapkum 4. Karobankum 5. Karosunluhkum
6. Kataud 7. Kasetum Polri 8. Wakapolri
'.', '.'