PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa dengan telah diterbitkan Undang - undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pajak Hotel dan Restaurant perlu disesuaikan;
b.
bahwa untuk melaksanakan penyesuaian sebagaimana dimaksud huruf a dia tas, perlu mengatur kembali Pajak Restaurant dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar.
1.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
2.
Undang - undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar (Lembaran Negara Tahun 1992);
3.
Undang - undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684).
4.
Undang - undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
5.
Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 2000 1
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3988); 7.
8.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Ta hun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
10
Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang- undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
11. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 1995 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 1996 Nomor 14 Seri C Nomor 3). Memperhatikan
:
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar Tanggal 14 Nopember 2002 Nomor 18 Tahun 2002 tentang Persetujuan Penetapan 14 ( Empat Belas ) Rancangan Peraturan Daerah Kota Denpasar Menjadi Peraturan Daerah Kota Denpasar.
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DENPASAR M E M U T U S K A N: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR TENTANG PAJAK RESTORAN
2
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Kota Denpasar adalah Daerah Kota Denpasar; b. Pemerintah Kota Denpasar adalah Pemerintah Daerah Kota Denpasar ; c. Walikota adalah Kepala Daerah Kota Denpasar; d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar selanjutnya disebut DPRD Kota Denpasar adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar; e. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Kota Denpasar; f. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; g. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah Iuran Wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yanga seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah; h. Pajak Restoran adalah pungutan Daerah atas pelayanan restoran, Rumah Makan, Bar, Cafe, Warung dan yang sejenisnya; i. Restoran atau Rumah Makan adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, termasuk makanan dan minuman yang dibungkus dan dibawa pulang; j. Pengusaha Restoran adalah orang atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri untuk dan tasa nama pihak lain yang menjadi tanggungannya; k. Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPJ adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan Perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang- undangan Perpajakan Daerah; l. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan Pembayaran atau penyetoran Pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang- undangan yang berlaku; m. Surat ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah Pajak yang Terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus di bayar; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pem,bayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang;
3
q.
r.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama besarnya jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak; Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
BAB II NAMA OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1) (2)
Dengan nama Pajak Restoran dipungut Pajak atas setiap pelayanan direstoran atau sejenisnya Obyek Pajak Re storan adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar direstoran Pasal 3
Dikecualikan dari obyek pajak sebagaimana dimaksud Pasal 2 adalah Pelayanan usaha jasa boga atau katering. Pasal 4 (1) (2)
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pembayaran atas pelayanan restoran dan sejenisnya. Wajib Pajak adalah Pengusaha restoran dan sejenisnya.
BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 5 Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran dan atau pembayaran yang seharusnya dilakukan kepada restoran. Pasal 6 Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% ( sepuluh prosen )
4
BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 7 (1) (2)
Pajak yang terhutang dipungut di Kota Denpasar Besarnya pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 (lima). BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 8
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1( satu ) bulan takwin. Pasal 9 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di restoran. Pasal 10 (1)
(2)
Wajib Pajak dalam memungut pembayaran Pajak Restoran harus mempergunakan Nota Pembayaran atau Bill, dan atau disamakan dengan Nota Pembayaran atau Bill dengan diberi Nomor Seri dan diporporasi oleh Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Salinan Nota Pembayaran atau Bill dan atau yang disamakan dengan Nota Pembayaran atau Bill yang sudah dipergunakan harus disimpan oleh Wajib Pajak dengan waktu setahun sebagai bukti dasar perhitungan dalam pembuatan surat pemberitahuan Pajak Daerah. Pasal 11
(1) (2) (3) (4)
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD. SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Walikota selambat - lambatnya 15 ( lima belas ) hari setelah berakhirnya masa pajak. Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
5
BAB VI TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 12 Dalam pemeriksaan Pembukuan Perpajakan, Walikota dapat menunjuk konsultan. Pasal 13 (1) (2)
Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) Walikota menetapkan pajak terhutang dengan me nerbitkan SKPD. Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua prosen ) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 14
(1). Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terhutang. (2). Dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar ( SKPDKB ); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan ( SKPDKBT ); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil ( SKPDN ). (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua prosen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat )bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% ( dua puluh lima prosen ) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua prosen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung saat terhitungnya pajak; c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terhutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% ( dua puluh lima prosen ) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua prosen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. (4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, akan dikenakan sanksi administrasi
6
(5)
(6)
(7)
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus prosen) dari jumlah kekurangan jumlah pajak tersebut. SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak. Apabila kewajiban membayar pajak terhutang SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% ( dua prosen ) sebulan. Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15 (1)
(2)
(3)
Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD; Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat- lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota; Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 16
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
Pembayaran harus dilakukan sekaligus atau lunas. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terhutang dalam kurung waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% ( dua prosen ) sebulan, dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% ( dua prosen ) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
7
Pasal 17 (1) (2)
Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pasal 16 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB VIII TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 18 Tata cara Pembukuan dan Pelaporan pelaksanaanya sesuai dengan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.
BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 19 (1) (2) (3)
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh ) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal Surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang. Surta peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 20
(1)
(2)
Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. Pejabat menerbitkan surat paksa setelah lewat waktu 21 ( dua puluh satu ) hari sejak surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Pasal 21
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka 7 ( tujuh ) hari sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
8
Pasal 22 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, maka lewat waktu 10 (sepuluh ) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan pada Kantor Lelang Negara. Pasal 23 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan, dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 24 Penunjukan juru sita sebagaimana dimaksud Pasal 23 ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 25 Bentuk, jenis dan formulir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan pajak daerah ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 26 (1) (2)
Walikota berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. Tata Cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB XI TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 27 (1)
Walikota karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerimaannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;
9
c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terhutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilapan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan; (2)
Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Walikota atau Pajabat yang ditunjuk selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKBT, atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(3)
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan .
(4)
Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga ) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangn ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 28 (1)
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); d. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB); e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)
(2)
Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat mengajukan bahwa jangka waktu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3)
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.
(4)
Apabila setelah lewat waktu 12 ( dua belas ) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
10
(5)
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 29
(1)
(2)
Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. Pengajuan banding sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda membayar Pajak. Pasal 30
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pasal 24 atau banding sebagaimana dimaksud pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% ( dua prosen ) sebulan untuk paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan.
BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 31 (1)
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Walikota atau Pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat Wajib Pajak; b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas.
(2)
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Walikota atau Pejabat tidak memberika keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu ) bulan
(4)
Apabila Wajib Pajak mempunyai hutang lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang pajak dimaksud.
(5)
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 ( dua ) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkansurat perintah membayar kelebihan pajak ( SPMKP ).
11
(6)
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2( dua ) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Walikota, atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 ( dua prosen ) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 32
Apabila kelebiahan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak sejenis dan atau pajak lainnya. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara konpensasi untuk pajak sejenis dan pemindahan bukuan untuk pajak lainnya.
BAB XIV KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 33 (1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa penagihan setelah melamapui jangka waktu 5 ( lima ) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah.
(2)
Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Peringatan dan Surat Paksa atau ; b. Ada pengakuan hutang Pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34 (1)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan disamping dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 36 Peraturan Daerah ini maka bila dipandang perlu Walikota dapat menutup sementara kegiatan usaha Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak terbukti tidak membayar pajak.
(2)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dimaksud ayat (1) pasal ini Walikota dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan Perpajakan Daerah.
12
Pasal 35 Setiap wajib pajak yang tidak menggunakan Nota Pembayaran ( Bill) dan atau sejenisnya sebagai diatur dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi sebesar 400% ( empat ratus prosen ) dari pajak terhitung.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 36 (1)
Wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidan kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan atau denda paling banyak 2 ( dua ) kali jumlah pajak yang terhutang.
(2)
Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara dengan lama 2 ( dua ) tahun dan atau denda paling banyak 4 ( empat ) kali jumlah pajak yang terhutang. Pasal 37
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 36 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 ( sepuluh ) tahun sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. BAB XVII PENYIDIKAN Pasal 38 (1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a.
b. c.
menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah; Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan denagn tinadak pidana dibidang Perpajakan Daerah;
13
d. e.
f. g.
h. i. j. k.
(3)
Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakn Daerah; Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaa tugas penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah; Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung da memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah; Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; Menghentikan penyidikan; Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Perperpajakan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidik dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 39 Hal –hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota. Pasal 40 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pajak Hotel dan Restaurant dinyatakan tidak berlaku. Pasal 41 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Denpasar.
14
Disahkan di Denpasar Pada tanggal 14 Nopember 2002 WALIKOTA DENPASAR, ttd PUSPAYOGA
Diundangkan di Denpasar Pada tanggal 18 Nopember 2002 SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR,
ttd MADE WESTRA
LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR TAHUN 2002 NOMOR 5
15
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK RESTORAN I.
UMUM
Bahwa dengan semakin meningkatnya pelaksanaan tugas Pemerintahan, pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat maka menuntut tersedianya dana yang lebih memadai. Sejalan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintaha di Daerah, dimana titik berat bertumpu pada Daerah Kabupaten/Kota, maka seyogya sumber pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dapat digali dari Pendapatan Asli Daerah, dimana salah satunya adalah yang berasal dari Pajak Hotel yang merupakan potensi pajak yang cukup besar di Kota Denpasar. Oleh karena itu perlu diambil langkah- langkah peninjauan kembali terhadap Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pajak Hotel dan Restaurant, dengan menetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran yang baru, serta sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pajak Hotel dan Restaurant. II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Pasal 2 :
Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 ayat (1) ayat (2) ayat (3)
: : : : : : : : : : :
Cukup Jelas Termasuk dalam obyek Pajak Restoran adalah rumah makan,cafe, bar, dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/ rumah makan meliputi penjualan makanan dan / atau minuman di restoran / rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan / minuman yang diantar / dibawa pulang. Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas
16
Ayat (4)
:
Pasal 12
:
Pasal 13 Pasal 14,
: : ayat (3) huruf c
Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41
:
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
a. bahwa Wajib Pajak yang wajib mengis i SPTPD adalah wajib pajak yang menggunakan pembukuan. b. Wajib Pajak yang tidak menggunakan pembukuan, pajaknya ditetapkan secara taksasi / penafsiran berdasarkan data yang diperoleh dari : - Interview / wawancara - Pengamatan di lapangan - Dan sejenisnya Dalam pemeriksaan pembukuan perpajakan Walikota dapat menunjuk konsultan atau kerjasama dengan perguruan tinggi, tetapi tidak termasuk penetapan dan penagihan pajak. Cukup Jelas
Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah Penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas
17
18