PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PEMOTONGANGAN HEWAN DAN PENYEDIAAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA DENPASAR,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa dalam rangka menjaga kesehatan daging yang dipotong di rumah serta dalam upaya memberikan perlindungan kepada masyarakat konsumen maka perlu ada pengawasan dan pengendalian;
b.
bahwa berhubungan dengan hal tersebut huruf a serta dengan telah ditetapkannya Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka Peraturan Daerah Kota Pemerintahan Nomor 3 Tahun 1999 tentang Rumah Potong Hewan perlu ditinjau kembali;
c.
bahwa untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud huruf a dan b diatas dipandang perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar.
1.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824 )
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 9, Tambaha Lembaran Negara Nomor 3685);
4.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 5.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048 );
7.
Peraturan Pemerintahan Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan;
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 2 );
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang- undang, Rancangan Peraturan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden; 12. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 1995 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar ( Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 1996 Nomor 14 seri C Nomor 3 ). Memperhatikan
:
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar Tanggal 14 Nopember 2002 Nomor 18 Tahun 2002 tentang Penetapan Persetujuan 14 (Empat Belas) Rancangan Peraturan Daerah Kota Denpasar Menjadi Peraturan Daerah Kota Denpasar
Dengan Persetujuan DENGAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DENPASAR MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR TENTANG USAHA PEMOTONGAN HEWAN DAN PENYEDIAAN DAGING
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. b. c. d. e.
f.
g.
h. i.
j.
k.
Kota Denpasar adalah Daerah Kota Denpasar; Pemerintah Kota Denpasar adalah Pemerintah Daerah Kota Denpasar; Walikota adalah Kepala Daerah Kota Denpasar; Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Lembaga Dana Pensiun Bentuk Usaha Tetap serta Badan Usaha lainnya; Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi Atas Jasa yang disediakan oleh Walikota dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta; Retribusi Usaha Pemotongan Hewan dan Penyelidikan Daging yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah Pembayaran atas pelayanan / penyediaan Fasilitas Usaha Pemotongan Hewan dan penyediaan daging meliputi pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante mortem), pemeriksaan kesehatan daging sesudah dipotong (post mortem), pemakaian tempat pemotongan, pemakaian angkutan daging yang di miliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah serta pemeriksaan daging ulang, pemberian ijin usaha pemotongan hewan dan pemberian ijin usaha penyediaan daging. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menerima jasa yang disediakan oleh Walikota wajib untuk melakukan pembayaran retribusi. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan fasilitas usaha pemotongan hewan dan penyediaan daging. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya dapat disingkat SKRDKBT, adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas retribusi yang telah ditetapkan; Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDLB, adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r. s. t. u. v.
w. x.
y.
z.
pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dar pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi; Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku; Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Spil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang serta menentukan tersangkanya; Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perorangan dan atau badan yang me laksanakan pemotongan hewan di rumah potong hewan milik sendiri atau milik pihak ketiga atau menjual jasa pemotongan hewan; Usaha penyediaan daging adalah kegiatan yang dilakukan oleh perorangan dan atau badan yang melaksanakan penyediaan daging ditempat tempat penyediaan daging milik sendiri atau milik pihak ketiga; Pemotongan hewan potong adalah kegiatan untuk menghasilkan daging yang penyembelihan dan pemeriksaan post mortem; Pemeriksaan ante mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih; Pemeriksaan post mortem adalah pemeriksaan daging dan bagian-bagiannya setelah penyelesaian penyelembelihan; Daging adalah bagian-bagian hewan potong yang disembelih termasuk isi rongga perut dan dada yang lazim dimakan manusia; Petugas Pemeriksa adalah Dokter Hewan Pemerintah yang ditunjuk atau petugas lain yang berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab Dokter Hewan dimaksud untuk melakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem di wilayah pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan dan pemeriksaan daging ulang di tempat penyediaan daging; Hewan potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing domba ayam dan hewan lainnya yang dagingnya lazim dikonsumsi; Rumah Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi masyarakat luas; Penyedia daging adalah seseorang atau badan yang usahanya meliputi kegiatan menghasilkan daging, mengumpulkan daging, menyimpan daging, mengolahdaging,mengedarkan daging dan memasarkannya; Pemeriksaan daging ulang adalah kegiatan pemeriksaan terhadap, daging yang diragukan kesehatan, keamanan, keutuhan dan kehalalannya baik yang berasal dari luar / dalam wilayah Kota Denpasar.
BAB II NAMA OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama retribusi Usaha Pemotongan Hewan dan Penyediaan Daging dipungut retribusi sebagai pembiayaan atas pelayanan / penyediaan fasilitas usaha pemotongan hewan dan penyediaan daging. Pasal 3 Obyek retribusi adalah pelayanan / penyediaan fasilitas usaha pemotongan hewan dan penyediaan daging meliputi : a. Pemeriksaan ante mortem; b. Pemeriksaan post mortem; c. Pemakaian kandang penampungan ; d. Pemakaian tempat pemotongan e. Pemakaian angkutan daging; f. Pemeriksaan daging ulang; g. Pemeriksaan ijin usaha pemotongan hewan h. Pemberian ijin usaha penyediaan daging; Pasal 4 Subyek retribusi adalah setiap orang atau badan yang mendapatkan pelayanan dan atau menggunakan fasilitas usaha pemotongan hewan dan penyediaan daging.
BAB III RUMAH POTONGAN HEWAN Pasal 5 Rumah Potong Hewan disediakan dan dirawat oleh pemerintah Kota Denpasar untuk dapat dimanfaatkan oleh yang berkepentingan. Pasal 6 1. Pihak Swasta dapat mendirikan Rumah potong Hewan setelah mendapat ijin dari Walikota; 2. Persyaratan dan tata cara memperoleh ijin dimaksud ayat (1) huruf b ini ditetapkan dengan Keputusan Walikota
Pasal 7 1. Setiap orang atau badan hukum yang bergerak dibidang usaha pemotongan hewan harus dilaksanakan di Rumah Potong Hewan yang telah ditetapkan oleh Walikota. 2. Pengecualian terhadap ayat (1) huruf d dapat diberikan dalam hal pemotongan hewan yang dilakukan untuk keperluan peribadatan / keagamaan dengan terlebih dahulu mendapat ijin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. 3. Pemotongan darurat harus dilakukan di ruang potong darurat, rumah potong hewan atau tempat lain; 4. Kecuali para petugas pemeriksa dan pihak yang berkepentingan, setiap orang memasuki kawasan Rumah Potong Hewan harus mendapat ijin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
BAB IV PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN Pasal 8 1. Setiap hewan sebelum dipotong harus diistirahatkan dikandang penampungan sekurang-kurangnya 12 jam sebelum saat pemotongan dan harus dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang. 2. Hewan yang telah diperiksa untuk dipotong harus dipisahkan dari hewan lainnya. 3. Pemotongan hewan harus dilakukan tidak lebih dari 24 jam sesudah diperiksa dan disetujui oleh petugas pemeriksa yang berwenang, kecuali dalam hal pemotongan darurat. Pasal 9 1. Penyembelihan hewan harus dilakukan menurut syarat atau huk um agama yang dianutnya. 2. Tata car pemotongan hewan / unggas dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 (1) Bagian-bagian hewan / unggas setelah selesai pemotongan harus segera dilakukan pemeriksaan post mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Petugas pemeriksa yang berwenang mempunyai wewenang untuk mengiris, membuang seperlunya bagian-bagian daging utnuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut, menahan daging sepanjang deperlukan dalam rangka pemeriksaan post mortem, memerintahkan pemusnahan daging yang dilarang untuk diedarkan dan dikonsumsi dan pemeriksaan ulang daging.
Pasal 11 (1) Dilarang mengeluarkan daging dan bagian-bagiannya dari Rumah Potong Hewan sebelum diperiksa dan dibubuhi cap. (2) Dilarang memindahkan daging yang berasal dari luar wilayah Kota Denpasar sebelum diperiksa ulang. (3) Karkas yang dikeluarkan dari Rumah Potong Hewan dapat berbentuk utuh, setengah atau seperempat bagian. Pasal 13 Petugas pemeriksa yang berwenang, berwenang melakukan pemeriksaan terhadap daging yang beredar di luar Rumah Potong Hewan.
BAB V PENGANGKUTAN DAGING Pasal (1) Pengangkutan daging harus menggunakan angkutan khusus yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Angkutan khusus untuk mengangkut daging babi harus dibedakan dengan angkutan untuk daging lainnya.
BAB VI USAHA PEMOTONGAN HEWAN Pasal 15 (1) Setiap usaha pemotongan hewan di kota Denpasar harus memiliki ijin usaha pemotongan hewan dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2) Ijin dimaksud ayat (1) berlaku selama 5 tahun dan diwajibkan mendaftar ualng setiap tahun. (3) Prosedur permohonan dan tata cara memperoleh ijin sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB VII USAHA PENYEDIAAN DAGING Pasal 16 (1) Setiap usaha penyediaan daging harus memiliki ijin penyediaan daging dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2) Ijin dimaksud ayat (1) berlaku selama 5 tahun dan diwajibkan mendaftar ulang setiap tahun (3) Prosedur permohonan dan tata cara memperoleh ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Walikota. (4) Pemegang ijin harus dapat menunjukan tanda bukti ijin apabila diminta oleh petugas yang berwenang. Pasal 17 Setiap penyedia daging harus memiliki dan menggunakan Kartu Tanda Penyedia Daging yang dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 18 Tempat usaha penyedia daging harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Walikota. Pasal 19 Dilarang menjual / mengedarkan, menyimpan, mengolah daging dan bagian-bagian yang : a. berupa daging gelap b. berupa daging selundupan c. tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan tidak layak dikonsumsi.
BAB VIII KESEHATAN KARYAWAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN Pasal 20 (1) Setiap karyawan yang menangani hewan atau daging dan bagian-bagiannya harus berbadan sehat, termasuk tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai borok dan penyakit kulit serta bebas dari penyakit menular yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Dokter yang ditunjuk. (2) Setiap karyawan yang bekerja di Rumah Potong Hewan harus diperiksa kesehatannya secara berkala minimal 1 (satu) tahun sekali oleh Dokter yang ditunjuk.
Pasal 21 (1) Didalam ruang kerja Rumah Potong Hewan dilarang meludah, merokok, dan mengotori ruangan daging dan peralatannya. (2) Didalam Rumah Potong Hewan harus decegah adanya anjing, kucing, tikus, unggas dan binatang lainnya di Rumah Potong Hewan dan tempat penampungan hewan dilaksanakan sesuai dengan detentuan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.
BAB IX PEMERIKSAAN DAGING ULANG Pasal 22 (1) Setiap orang atau Badan Hukum yang memasukkan daging dari luar daerah harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan dan Asal Daging yang dikelurkan oleh petugas yang berwenang. (2) Daging sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini selanjutnya harus diperiksa ulang oleh petugas pemeriksa yang berwenang. Pasal 23 Tata cara pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat (2) diatur dengan Keputusan Walikota.
BAB X GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 24 Retribusi Usaha Pemotongan Hewan dan Penyediaan Daging digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
BAB XI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 25 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan / jasa, jumlah dan jenis hewan yang akan dipotong.
BAB XII PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 26 (1) Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi adalah didasarkan pada tujuan memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha jenis. (2) Sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi adalah didasarkan kepada jenis pelayanan/jasa, jumlah dan jenis hewan yang akan dipotong.
BAB XIII STRUKTUR DAN TARIF RETRIBUSI Pasal 27
(1). Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan/jasa, jumlah dan jenis hewan yang akan dipotong. (2) Besarnya tarif ditetapkan sebagai jumlah pembayaran per satuan unit pelayanan / jasa, yang merupakan jumlah unsur-unsur tarif yang meliputi : a. Unsur biaya per satuan penyediaan jasa; b. Unsur keuntungan yang dikehendaki per satuan jasa. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a pasal ini meliputi: a. Biaya operasional langsung, yang meliputi biaya belanja pegawai termasuk pegawai tidak tetap, belanja barang pemeliharaan, sewa tanah dan bangunan, biaya listrik, dan semua biaya rutin / periodik lainnya yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa; b. Biaya tidak langsung yang meliputi biaya administrasi umum, dan biaya lainnya yang mendukung penyediaan jasa; c. Biaya modal, yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang berjangka menengah dan panjang, yang meliputi angsuran dan bunga pinjaman, nilai sewa tanah dan bangunan, dan penyusutan aset; d. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa, seperti bunga atas pinjaman jangka pendek. (4) Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pasal ini ditetapkan dalam persentase tertentu dari total biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini dan dari modal. (5) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : Jenis / Jasa Pelayanan a. Pemeriksaan Ante Mortem
Jenis Hewan -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba
Tarif Rp. 400 / ekor Rp. 200 / ekor
b. Pemeriksaan Post mortem c. Pemakaian kandang penampungan d. Pemakaian tempat pemotongan e. Pemakaian angkutan Daging f. Pemeriksaan daging ulang g. Ijin Usaha Pemotongan Hewan h. Pendaftaran ulang ijin usaha pemotongan hewan i. Ijin Usaha Penyediaan daging j. Pendaftaran ulang ijin usaha penyediaan daging
-Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Sapi/Kerbau/Kuda -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas -Sapi/Kerbau/Kuda -Babi/Kambing/domba -Unggas
Rp. 100 / ekor Rp. 200 / ekor Rp. 300 / ekor Rp. 10 / ekor Rp. 1000/ ekor/hari Rp. 500/ ekor/hari Rp. 10/ ekor/hari Rp. 8.500 / ekor Rp. 5.500 / ekor Rp. 50 / ekor Rp. 1.500 / ekor Rp. 1.000 / ekor Rp. 10 / ekor Rp. 125 / kg Rp. 125 / kg Rp. 50 / kg Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 25.000 Rp. 25.000 Rp. 25.000
BAB XIV TEMPAT PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 28 Retribusi yang terhutang dipungut di Kota Denpasar
BAB XV MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG Pasal 29 Masa Retribusi untuk pemakaian kandang dan atau pelayuan daging adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) hari atau ditetapkan lain oleh Walikota.
Pasal 30 Saat Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XVI TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 31 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokoumen lain yang dipersamakan.
BAB XVII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 32 Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) setiap bulan dari Retribusi yang terhutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XVIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 33 (1) Pembayaran Retribusi terhutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat- lambatnya 15 (lima belas)hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tata cara pembayaran, Penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan keputusan walikota.
BAB XIX TATA CARA PENAGIHAN Pasal 34 (1) Pengeluaran surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terhutang; (3) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.
BAB XX PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 35 (1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota. (2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib Retribusi mempunyai hutang Retibusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu uatang Retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua Prosen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan Retribusi. Pasal 36 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan sekurang-kurangnya menyebutkan : a. Nama dan alamat Wajib Retribusi b. Masa Retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran d. Alasan yang singkat dan jelas (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota. Pasal 37 (1) Pengembalian kelebihan Retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan hutang Retribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XXI PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 38 (1) Walikota dapat memberikan pengurangan keringanan dan pembebasan Retribusi. (2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan antara lain kepada Wajib Retribusi dalam rangka hajatan. (3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan keputusan Walikota.
BAB XXII KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 39 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat teguran atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XXIII PETUGAS PELAKSANA PASAL 40 Walikota menunjuk dan menetapkan Dokter Hewan atau Petugas untuk bertanggung jawab didalam / diluar Rumah Potong Hewan agar terwujud Kesehatan Masyarakat veteriner. Pasal 41 (1) Penunjukan petugas pemungut retribusi Rumah Potong Hewan dan Fasilitas lainnya wajib menyetor uang hasil pemungutannya ke Kas Daerah Kota Denpasar dengan tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Pemungutan retribusi dilaksanakan dengan memberi tanda lunas pembayaran berupa karcis kepada wajib retribusi. Pasal 42 Bagi petugas / pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan dan atau pengawasan terhadap kesehatan hewan sebelum dipotong (ante mortem) dan kesehatan daging ssesudah dipotong (post mortem) serta pemeriksaan daging ulang sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (5) huruf a,b dan f diberikan jasa pemeriksaan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB XXIV KETENTUAN – PIDANA Pasal 43 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal dari Bab II sampai dengan Bab XXIII Peraturan Daearh ini dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5000.000,- (lima Juta Rupiah) (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XXV PENYIDIKAN Pasal 44 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidik pidana di bidang Retribusi Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah: a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak Retribusi Daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; g. Identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; i. Memanggil orang untuk berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
BAB XXVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Dengan berlakunya Peraturan daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan dan fasilitas lainnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Pasal 46 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota. Pasal 47 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan . Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran daerah Kota Denpasar.
Disahkan di Denpasar pada tanggal 14 Nopember 2002 WALIKOTA DENPASAR,
Ttd PUSPAYOGA Diundangkan di Denpasar Pada tanggal 18 Nopember 2002 SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR
Ttd MADE WESTRA
LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR TAHUN 2002 NOMOR 10
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PEMOTONGAN HEWAN DAN PENYEDIAAN DAGING
I. UMUM Bahwa daging merupakan kebutuhan masyarakat kebutuhan masyarakat sehari- hari yang perlu tetap dijaga kesehatannya sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam rangka pengawasan ini maka perlu disediakan Rumah Potong Hewan dan fasilitas lainnya seperti kandang hewan, pemeriksaan terhadap hewan yang akan dipotong, pemeriksaan kesehatan daging sesudah penyembelihan, pengangkutan daging, perijinan usaha pemotongan hewan, perijinan penyediaan daging, pemeriksaan daging ulang dan ijin membangun Rumah Potong Hewan dan fasilitas lainnya yang terkait dengan Usaha Pemotongan Hewan dan penyediaan daging dan sebagainya dimana atas pelayanan ini dikenakan Retribusi. Untuk itulah disusun Peraturan Daerah tentang Retribusi Usaha Pemotongan Hewan dan Penyediaan daging. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 ayat(1) ayat(2)
: : : : : : : : : : :
cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas Pengertian membuang seperlunya dalam hal ini adalah mengandung pengertian membuang daging yang tidak layak dikonsumsi / abnormal sesuai dengan teknis tata cara pemeriksaan daging terkait dengan diagnosa / dugaan bahwa daging dimaksud membahayakan konsumen bila dikonsumsi Pasal 11 : cukup jelas Pasal 12 ayat(1) : cukup jelas ayat (2) : Pengartian karkas dalam hal ini adalah bagian dari hewan potong yang disembelih setelah kepala dan kaki dipisahkan, dikuliti, serta isi rongga perut dan dada dikeluarkan
Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31
: : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40
: : : : : : : : :
Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47
: : : : : : :
cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas yang dimaksud dengan Dokumen lainnya yang dipersamakan adalah Karcis cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas terwujudnya kesehatan masyarakat veteriner mengandung pengertian terwujudnya kesehatan masyarakat akibat berhubungan atau mengkonsumsi bahan yang berasal dari hewan cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas cukup jelas