PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang
:
a. bahwa dengan telah berlakunya Undang-undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retrebusi Daerah, maka guna lebih berdaya guna dan berhasil guna pemungutan Pajak Hiburan dipandang perlu mengadakan peninjauan kembali Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan; b. bahwa peninjauan kembali Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud huruf a perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar.
Mengingat
:
1. Undang - undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum AcaraPidana ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 ); 2. Undang - undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3465); 3. Undang - undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684 ); 4. Undang undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685 ); 5. Undang undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 );
1
6. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3988); 7. Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048 ); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138 ); 10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang – undangan, dan Bentuk Rancangan Peraturan Pemerintahan dan Rancangan Keputusan Presiden; 11. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 1995 tentang Penyidik Pegawai Negari Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar (Lembaran Kota Denpasar Tahun 1996 Nomor 14 Seri C Nomor 3); Memperhatikan :
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Denpasar Tanggal 18 Nopember 2002 Nomor 18 Tahun 2002 tentang Penetapan Persetujuan 14 ( Empat Belas ) Rancangan Peraturan Daerah Kota Denpasar menjadi Peraturan Daerah Kota Denpasar
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DENPASAR M E M U T U S K A N: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH DENPASAR TENTANG PAJAK HIBURAN.
2
BAB I KENTENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Kota Denpasar adalah Daerah Kota Denpasar; b. Pemerintah Kota Denpasar adalah Pemerintah Kota Denpasar; c. Walikota adalah Kepala Daerah Kota Denpasar; d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar selanjutnya disebut DPRD Kota Denpasar adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar; e. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Kota Denpasar; f. Pajak Hiburan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan; g. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran; h. Penyelenggaraan hiburan adalah Perorangan atau Badan yang menye lenggarankan hiburan baik dan untuk atas namanya sendiri atau untuk atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya; i. Penonton atau pengunjung adalah, setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan kecuali penyelenggara karyawan, artis dan petugas yang menghadiri untuk melakukan pengawasan; j. Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton menggunakan atau menikmati hiburan; k. Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran Pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang - undang Perpajakan Daerah; l. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Walikota Denpasar; m. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah kridit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi adminitrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Keputusan yang menetukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB,adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
3
q.
r. s.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit, atau pajak tidak ada kredit pajak; Surat tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi adminitrasi berupa bunga atau denda. Surat Perintah Membayar atas kelebihan pembayaran pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP adalah Surat Perintah membayar atas kelebihan pembayaran pajak.
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1) (2) (3)
Dengan nama Pajak Hiburan dipungut Pajak atas penyelenggaraan hiburan. Obyek Pajak adalah semua penyelenggaraan hiburan; Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain: a. Pertunjukan Film; b. Pagelaran Musik Dan Tari; c. Karaoke dan klub malam; d. Salon kecantikan dan spa; e. Panti pijat dan Panti mandi uap; f. Pusat kebugaran (Fitnes Centre); g. Permainan Bilyard; h. Gelanggang Permainan Ketangkasan, Slingsut, Bungy Jumping; i. Pertandingan Olah Raga; j. Gelanggang Renang; k. Padang golf; l. Gelanggang Bowling; m. Kolam Mancing; n. Taman rekreasi dan Dunia Fantasi; o. Taman Pentas Pertunjukan Satwa; p. Panggung Terbuka dan Panggung Tertutup; q. Pameran; r. Wisata Tirta (water sport) Pasal 3
(1) (2)
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
4
BAB III P ER IJ IN AN Pasal 4 (1) (2)
Setiap penyelenggaraan hiburan diwajibkan memiliki ijin dari Walikota. Tata cara dan persyaratan memperoleh ijin ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB IV DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 5 Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Pasal 6 Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh prosen) dari seluruh pembayaran.
BAB V WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 7 (1) (2)
Pajak yang terhutang dipungut di Kota Denpasar. Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB VI MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DERAH Pasal 8 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan takwin, kecuali ditentukan lain.
5
Pasal 9 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan. Pasal 10 (1) (2) (3) (4)
Setiap wajib pajak mengisi SPTPD, kecuali penyelenggaraan hiburan insidentil. SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib pajak atau kuasanya. SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Walikota selambat- lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak. Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB VII TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 11 (1) (2)
Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1) Walikota dapat menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD. Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 12
(1)
(2)
(3)
Wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan: a. SKPDKB; b. SKPDKBT; c. SKPDN; SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a diterbitkan: a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dihotung dari pajak yang kurang atau terlambat untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung pada saat terhutangnya pajak; b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
6
(4)
(5)
(6)
(7)
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak; c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima prosen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak jumlah pajak yang terutang, yang dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus prosen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak. Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua prosen) sebulan. Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 13 (1)
(2)
(3)
Pembayaran pajak dilakukan di Kas Kota Denpasar atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat- lambatnya 1 x 24 Jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota. Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 14
(1) (2)
(3)
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas Walikota dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
7
(4)
(5)
Walikota dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua prosen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 15
(1) (2)
Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. Bentuk, jenis isi ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana di maksud ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Walikota.
BAB IX TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 16 Tata cara Pembukuan dan Pelaporan pelaksanaanya sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB X TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 17 (1)
(2) (3)
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenisnya, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang. Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 18
(1)
Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lainnya yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat paksa.
8
(2)
Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran atau Surat Peringatan satau surat lain yang sejenis. Pasal 19
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah melaksanakan penyitaan. Pasal 20 Telah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajak, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah melaksanakan penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 21 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib pajak. Pasal 22 Bentuk, jenis dan formulir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan pajak daerah ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB XI PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 23 (1) (2)
Walikota berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB XII TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
9
Pasal 24 (1)
(2)
(3)
(4)
Walikota karena Jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Membetulkan SKPD atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan Pajak yang terutama dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib pajak atau bukan karena kesalahannya . Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal di teriam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas. Walikota atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) sebagaimana dimaksud ayat (3) atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi adminitrasi dianggap dikabulkan.
BAB XIII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 25 (1)
(2)
(3)
(4)
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanaya kepada Walikota atau Pejabat yang tunjuk atas suatu : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN; Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak dapat mengajukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasannya. Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, Permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
10
(5)
Pengajua n keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 26
(1)
(2)
Wajib Pajak dapat mengajukan bandimg kepada dan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3(tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 27 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 atau banding sebagaimana dimaksud pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XIV PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 28 (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Wajb Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang – kurangnya; a. Nama dan alamat wajib Pajak; b. Musa Pajak; c. Besarnya kelebihan pajak; d. Alasan yang jelas; Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permoho nan pengembaliaan kelebihan pembayaran pajak sebagai ma na dimaksud ayat (1) harus Memberikan keputusan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampaui Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pambayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1(satu) bulan. Apabila Wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung dipehitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkanmya SKPDLB dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP). Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua prosen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
11
Pasal 29 Atas kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XV KAD ALUW ARS A Pasal 30 (1)
(2)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah. Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila: a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau; b. Ada pengakuan utang Pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XVI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 31 (1)
(2)
(3)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan disamping dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 32 bila dipandang perlu Walikota dapat menutup sementara kegiatan usaha Wajib Pajak dalam hal ini wajib pajak terbukti tidak membayar pajak. Dalam rangka pembinaan dimaksud ayat (1) Walikota dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan Perpajakan Daerah. Setiap Wajib Pajak yang tidak menggunakan Bill / Nota Pembayaran, HTM (Harga Tanda Masuk) dan atau sejenisnya yang tidak diporporasi Dinas Pendapatan Kota Denpasar sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi 400 % (empat ratus prosen) dari pajak terhutang.
12
BAB XVII KE TENTUAN PIDANA Pasal 32 (1)
(2)
Wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Kota Denpasar dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali pajak yang terutang. Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Kota Denpasar dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. Pasal 33
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 32 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak.
BAB XVIII PEN YIDI KAN Pasal 34 (1)
(2)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Kota Denpasardiberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah tersebut; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
13
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3)
Penyidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota. Pasal 36 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Denpasar.
14
Disahkan di Denpasar pada tanggal 14 Nopember 2002
WALIKOTA DENPASAR, ttd
PUSPAYOGA Diundangkan di Denpasar pada tanggal 18 Nopember 2002
SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR, ttd
MADE WESTRA
LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR TAHUN 2002 NOMOR 7
15
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN I.
UMUM: Mengingat semakin meningkatnya pelaksanaan tugas Pemerintah Pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat maka menuntut tersedianya dana yang lebih memadai. Sejalan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah, dimana Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Kabupaten / Kota, maka seyogyanya sumber pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut diatas dapat digali dari pendapatan Asli Daerah dimana salah satunya adalah yang berasal dari Pajak Hiburan yang merupakan potensi pajak yang cukup besar di Kota Denpasar. Peninjauan kembali terhadap Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan. Juga sejalan dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disamping itu peninjauan kembali Peraturan Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan dimaksud agar Pungutan Pajak Hiburan dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna sekaligus dimaksudkan untuk menyatakan tidak berlaku Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2
Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11
: Cukup jelas : ayat 3 huruf g : Yang dimaksud gelanggang permainan dan ketangkasan: 1. Usaha permainan dan ketangkasan jenis mesin dingdong dan sejenisnya. 2. Usaha permainan dan ketangkasan jenis Play Station. 3. Usaha permainan dan ketangkasan jenis Vidio Game. 4. Usaha permainan dan ketangkasan jenis permainan anak-anak 5. Usaha permainan sejenisnya : Cukup jelas : Cukup jelas : Yang dimaksud dengan, yang seharusnya dibayar adalah termasuk pemberian potongan harga dan tiket cuma-Cuma. : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas
16
Pasal 12 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36
: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas
17