PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN INSEMINASI BUATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR,
Menimbang
:
a. bahwa dalam upaya peningkatan populasi ternak, maka perlu usaha Peningkatan Produksi dan Produksivitas Ternak secara Optimal melalui Pengembangan Inseminasi Buatan; b. bahwa untuk melaksanakan Inseminasi Buatan diperlukan biaya dan sarana berupa peralatan, bahan IB (N2 cair, Plastik Sheet, Strow, dan lain-lain). Oleh karenanya perlu partisipasi dari masyarakat peternak sapi dan kerbau secara swadaya dalam pembangunan peternakan; c. bahwa demi suksesnya pembangunan peternakan khususnya kegiatan Inseminasi Buatan perlu ditetapkan Peraturan Daerah Tentang Retribusi Pelayanan Inseminasi Buatan.
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1946 tentang Pembentukan Propinsi Lampung (Lembaran Negara Tahun 1946 Nomor 95 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2688). 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tantang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur, Dan Kota Madya Daerah Tingkat II Metro (Lembaran Negara Tahun 1999 No.60 Tambahan Lembaran Negara No. 3825). 3. Undang-undang Nomor 2 tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 2 Tambahan Lembaran Negara 3667). 4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pembahasan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara No. 4048). 5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pembahasan PokokPokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 23). 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. 7. Peraruran Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 38 Tahun 2000 tentang Kewenangan sebagai Daerah Otonom. 8. Peraturan Daerah Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Lampung Timur.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH KEBUPATEN LAMPUNG TIMUR TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN INSEMINASI BUATAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lampung Timur. 2. Kepala Daerah adalah Bupati Lampung Timur. 3. Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Bupati Lampung Timur. 4. Permerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur. 6. Dinas adalah Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Timur. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Timur. 8. Inseminasi buatan adalah memasukan mani atau semen ke dalam alat kelamin hewan www.djpp.depkumham.go.id betina sehat dengan menggunakan alat Inseminasi Buatan dengan tujuan agar hewan itu bunting. 9. Akseptor adalah ternak sapi atau kerbau betina produktifyang dimanfaatkan untuk Inseminasi Buatan. 10. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam pelatihan khusus untuk melaksanakan Inseminasi Buatan serta memiliki Surat Izin Melaksanakan Inseminasi (SIMI). 11. Dosis adalah jumlah straw yang digunakan dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan oleh Inseminator. 12. Retribusi adalah sejumlah uang yang dipungut dari setiap pelayanan Inseminasi Buatan. 13. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lampung Timur. 14. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib Retribusi. 15. Surat Pendaftaran Retribusi Daerah adalah yang dapat disingkat SPRD, adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan objek retribusi, dan sebagai dasar perhitungan untuk pembayaran retribusi yang tertuang menurut peraturan perundangundangan Retribusi Daerah. 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besar jumlah retribusi yang tertuang. 17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang disingkat SKRDBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang Disingkat SKRDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang.
www.djpp.depkumham.go.id
19. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atas sanksi administrasi berupa bunga atau denda. 20. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau Dokumen lain yang disampaikan SKRDKBT, dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Restrebusi. 21. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan restrebusi daerah. 22. Penyelidikan tindak pidana di bidang Restrebusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah terjadi serta menemukan tersangkanya. 23. Penyidik Pegawai Negeri dibidang Retribusi Daerah adalah Pejabat selain Penyidik Umum yang mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan Tindak Pidana di Bidang Pelayanan Inseminasi Buatan dalam Wlayah Kabupaten Lampung Timur. BAB II NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2 Nama Retribusi Pelayanan Buatan, dikenakan Retribusi sabagai pembayaran atas pelayanan Inseminasi Buatan. www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 3
Objek Retribusi adalah pemilik ternak yang ternaknya mendapat pelayanan Inseminasi Buatan. Pasal 4 Subjek Retribusi adalah orang pribadi/petugas Inseminator yang ditunjuk untuk melayani Inseminasi Buatan. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Inseminasi buatan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Pelayanan. BAB IV JASA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6 Tinkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah pelayanan pada ternak yang di Inseminasi Buatan oleh Inseminator.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN BESARNYA TARIF Pasal 7 Retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pemilik Akseptor dari nilai tambah ternak hasil Inseminasi. BAB VI BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 8 (1) Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan pertisipasi masyarakat dalam setiap kali pelayanan Inseminasi Buatan. (2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan frekwensi Pelayanan Inseminasi Buatan. (3) Tarif Retribusi sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan Rp.1000,- (seribu rupiah) setiap dosis Pelayanan Inseminasi Buatan. (4) Biaya jasa pelayanan Inseminasi Buatan lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 9 (1) Biaya Jasa pelayanan sepenuhnya diberikan kepada Inseminator untuk operasional kegiatan Inseminasi Buatan. www.djpp.depkumham.go.id (2) Upah dipungut sebesar 5% (lima) persen dari jumlah retribusi yang diterima Pemerintah Daerah pembagian lebih lanjut diatur Bupati. BAB VII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG Pasal 10 Retribusi yang terhutang dipungut di lokasi pelayanan Inseminasi Buatan oleh petugas Inseminator setiap kali melaksanakan kegiatan. Pasal 11 Saat retribusi terhutang adalah pada saat ditetapkan SKRD atau Dokumen lain yang disamakan. BAB VIII SURAT PENDAFTARAN Pasal 12 (1) Wajib mengisi SPDORD (Surat Pendaftaran Diri Objek Retribusi Daerah). (2) SPDORD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus di isi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.
www.djpp.depkumham.go.id
(3) Bentuk, isi, serta cara pengisian dan penyampaian SPDORD sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan. BAB IX PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 13 (1) Berdasarkan SPDORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditetapkan retribusi dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemerikasaan dan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabakan penambahan jumlah retribusi yang terhutang, maka dikeluarkan SKRDBT. (3) Bentuk, isi, dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati. BAB X TATA CARA PENGUMUTAN Pasal 14 (1) Retribusi pelayanan Inseminasi buatan dikenakan terhadap pemilik ternak yang dilayani Inseminasi Buatan. (2) Inseminator menarik Retribusi pelayanan IB pada setiap kali pelayanan. www.djpp.depkumham.go.id (3) Tanda bukti penarikan retribusi ditandatangani oleh petugas yang ditunjuk dengan keputusan Bupati. Pasal 15 (1) Inseminator selaku petugas penarik retribusi pelayanan IB wajib menyetorkan hasil retribusi ke bendahara penerima ternak setiap akhir bulan bersangkutan dan paling lambat 5 (lima) hari dari bulan berikutnya. (2) Bendahara penerima melanjutkan penyetoran hasil retribusi pelayanan IB ke Kas Daerah Kabupaten Lampung Timur sebagai setoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) paling lambat 1 X 24 jam. BAB XI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 16 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktu atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB XII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 17 Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan STRD. BAB XIII TATA CARA PENAGIHAN Pasal 18 (1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain dipersamakan SKRDKBT, STRD dan Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib Retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). (2) Penagihan retribusi melalui BPULN dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB XIV KEBERATAN Pasal 19 www.djpp.depkumham.go.id
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas. (3) Wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB di terbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan Pelaksanaan Penagihan Retribusi. Pasal 20 (1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruh atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terhutang.
www.djpp.depkumham.go.id
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. BAB XV PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 21 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi Wajib Retribusi dapat mengajukan pemohonan pengembalian Kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka www.djpp.depkumham.go.id waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua) persen sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 22 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan sekurang-kurangnya menyebutkan: a. Nama dan Alamat Wajib Retribusi; b. Masa retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung kepada Kepala Daerah atau melalui Pos Tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah. Pasal 23 (1) Pengembalian kelabihan retribusi dilakukan dengan menertiban Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utan retribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB XVI PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 24 (1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pembayaran pengurangan keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan antara lain kepada Wajib Retribusi. (3) Tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan Surat Keputusan. BAB XVII KADALUWARSA Pasal 25 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun, terhitung sejak saat terutangnya retribusi kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila diterbitkan Surat Teguran atau ada pengakuan utang terutang retribusi dari wajib Retribusi baik langsung maupuan tidak langsung. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 26 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. BAB XIX PENYIDIKAN Pasal 27 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengimpul;kan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan menjadi lengkap dan jelas. b. Mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari oprang pribadi atau badan sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah. d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah. e. Melakukan penggeladahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah. g. Identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah i. Memanggil orang untuk didengar keteranganya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. j. Menghentikan penyidikan. k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. l. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya dan menyampaikan hasil-hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Polri, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 www.djpp.depkumham.go.id
Dengan berlaku Peraturan Daerah ini ketentuan yang telah ada sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung Nomor 15/DPRD/LS/1994 tentang Retribusi Pemeriksaan Ternak Potong dan Daging serta Peraturan Daerah perubahanya dinyatakan tidak berlaku. Pasal 29 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 30 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan Daerah ini dengan penempatanya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Timur. Ditetapkan : SUKADANA Pada Tanggal : Maret 2002 BUPATI LAMPUNG TIMUR,
IRFAN NURANDA DJAFAR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2002 NOMOR 10
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id