Perancangan Visualisasi Bangunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sebagai Media Informasi Berbasis Animasi 3D
Artikel Ilmiah
Peneliti : Bintang Adiati Kusuma Laras (692011050) T. Arie Setiawan P., S.T., M.Cs. Michael Bezaleel Wenas, S.Kom., M.Cs.
Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Oktober 2015
ii
iii
iv
v
vi
vii
Perancangan Visualisasi Bangunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sebagai Media Informasi Berbasis Animasi 3D 1)
Bintang Adiati Kusuma Laras., 2) T.Arie Setiawan P., 3) Michael Bezaleel Wenas
Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50771, Indonesia Email: 1)
[email protected],2)
[email protected] 3)
[email protected] Abstract Surakarta Sultanate Palace is the oldest in Indonesia which has a high cultural value and virtuous both physical and non-physical form. One of the physical form is building in Surakarta Palace. Building in Surakarta Palace has a philosophy to achieve the perfection of life between man and God. The absence of media that explain the subject, making people start to forget the nobility were taught in Javanese culture. Visualization Design of Surakarta Sultanate Palace as media with 3D information is intended to provide information about the function and philosophy of Surakarta Palace, so that people know and appreciate the culture of Java. So the culture has been handed down is not lost and replaced with a new culture. The result is a 3D visualization of the information media with the interest and enthusiasm the community. The language used is clear and unambiguous so that people easily understand the information to be conveyed. Keyword : Visualization, Information Media, 3D Animation, Java Culture, Surakarta Sultanate Palace, Building Surakarta Palace Abstrak Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan Karaton tertua di Indonesia yang memiliki nilai budaya tinggi dan berbudi luhur baik berbentuk fisik maupun non fisik. Salah satu yang berbentuk fisik adalah bangunan di Karaton Surakarta. Bangunan di Karaton Surakarta memiliki filosofi untuk mencapai kesempurnaan hidup antara manusia dengan Tuhan. Belum adanya media yang menjelaskan mengenai hal tersebut, membuat masyarakat mulai melupakan budi luhur yang diajarkan dalam budaya Jawa. Perancangan Visualisasi Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai media Informasi dengan 3D ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai fungsi dan filosofi Karaton Surakarta, agar masyarakat mengetahui dan lebih menghargai kebudayaan Jawa, sehingga budaya yang sudah turun temurun tidak hilang dan diganti dengan budaya baru. Hasilnya adalah visualisasi media informasi dengan 3D yang menarik minat dan antusias masyarakat. Bahasa yang digunakan jelas dan mudah dimengerti, sehingga masyarakat mudah memahami informasi yang ingin disampaikan. Kata Kunci : Visualisasi, Media Informasi, Animasi3D, Kebudayaan Jawa, Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Bangunan Karaton Surakarta 1)
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Desain Komunikasi Visual, 1. Pendahuluan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
2) 3)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
1.
Pendahuluan Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya, baik budaya fisik maupun budaya non-fisik. Menurut Iman Sudibyo dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Kebudayaan Jawa dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional Indonesia dan Relevansinya Dengan Pengembangan Materi Pembelajaran Budaya Jawa mengatakan bahwa kebudayaan jawa merupakan salah satu bentuk budaya nasional yang mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia [1]. Salah satu sumber dan pusat budaya Jawa ada di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Karaton Surakarta sebagai Karaton tertua di Indonesia memiliki budaya yang berbentuk non-kebendaan (tangible) maupun kebendaan (intangible). Salah satu budaya kebendaan (tangible) di Karaton Surakarta yang memiliki makna tersirat adalah struktur bangunan-bangunan yang ada di Karaton Surakarta. Struktur Karaton memiliki nilai luhur mengenai pedoman kehidupan untuk mencapai Kemuliaan Hidup, sehingga manusia memiliki kewajiban untuk menjalankan tuntunan kewajiban hidup agar selamat dunia dan akhirat [2]. Menurut hasil wawancara dengan KPA. Winarnokusumo, selaku abdi dalem bagian Kepala Hubungan masyarakat (Humas) Karaton Surakarta, saat ini budaya luhur mulai terlupakan dan mulai tergantikan oleh budaya-budaya baru yang menghapuskan budaya luhur Indonesia. Hal ini juga dikarenakan belum adanya media informasi yang menarik, untuk mengenalkan fungsi dan nilai filosofi bangunan-bangunan didalam wilayah Karaton Surakarta, khususnya kepada masyarakat umum yang datang berkunjung ke Karaton Surakarta. Saat ini media yang ada untuk mengenalkan fungsi dan filosofi bangunan hanya berupa buku yang tidak semua masyarakat ingin membeli buku Karaton Surakarta atau jasa tour guide yang tidak semua masyarakat gunakan di Karaton Surakarta. Sehingga kebanyakan pengunjung hanya datang untuk mengunjungi Karaton secara sepintas, tanpa mengetahui nilai-nilai filosofi yang ada dalam Karaton Surakarta. Dalam hal ini nilai filosofis yang ada dalam bangunan Karaton Surakarta, mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang takut pada Tuhan-nya, menjadi seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, serta menjadi manusia yang taat pada aturan. Hal-hal seperti ini mulai dilupakan, karena sekarang manusia lebih mengikuti egoisme yang dimiliki, sehingga banyak masyarakat yang mulai melupakan Tuhan-nya, lupa bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijak dan tidak taat pada aturan yang ada. Sebagai objek yang bersejarah, tidak otomatis menjadikan Karaton Surakarta memiliki daya tarik, sehingga perlu untuk disampaikan, diperkenalkan dan dimasyarakatkan kepada masyarakat agar budaya luhur ini tidak terlupakan dan tergantikan oleh budaya-budaya baru yang menghapuskan budaya luhur Indonesia. Menurut hasil wawancara dengan KP. Luki selaku abdi dalem bagian Wakil Kepala Humas Karaton Surakarta, dibutuhkan sebuah media informasi mengenai Karaton Surakarta sehingga dapat ditampilkan di dalam Museum Karaton Surakarta, agar masyarakat yang berkunjung dapat melihat denah Karaton Surakarta dan dapat mengetahui fungsi dan filosofi bangunan Karaton Surakarta sebelum berkelililing Karaton Surakarta. Media informasi merupakan salah satu media yang sedang berkembang pesat saat ini. Teknik yang sering digunakan
2
adalah animasi, karena dengan animasi dapat menampilkan produk dengan variasi yang menarik, dapat menjangkau pasar khusus (misal:anak-anak), dan dapat menggantikan produk dengan prototype [3]. Salah satu jenis animasi yang sering diterapkan adalah animasi 3 dimensi (3D), karena animasi 3D dapat menggambarkan apa yang tidak dapat difoto dapat menampilkan apa yang belum pernah dibangun, memberikan kesan glamour dan gaya, dinamis dan cepat mendapatkan perhatian [4]. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan usaha penyampaian informasi yang dikemas dengan menarik mengenai informasi fungsi dan filosofi bangunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, salah satunya berupa visualisasi 3D. Animasi ini akan mempermudah masyarakat yang berkunjung ke Karaton Surakarta untuk lebih mengenal Karaton Kasunanan Surakarta dan mengetahui informasi dari bangunan-bangunan di dalamnya dengan berbasis 3 (tiga) dimensi. Sehingga masyarakat akan lebih mengenal fungsi dan filosofis budaya yang ada di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan dapat menerapkan ajaran filosofis dalam bangunan-bangunan Karaton pada kehidupan sehari-hari. 2.
Tinjauan Pustaka
Penelitian pertama dilakukan oleh Eko Adhi Setiawan pada tahun 2000 dalam penelitiannya yang berjudul Konsep Simbolisme Tata Ruang Luar Karaton Surakarta Hadiningrat, Universitas Diponegoro. Latar belakang masalah yang dimiliki adalah tata ruang luar Karaton Surakarta Hadiningrat dengan konsep simbolisme dan bagaimanakah dalam perencanaan dan perancangannya belum pernah diungkap secara menyeluruh. Tujuan penelitian ini, adalah mengidentifikasi dan menganalisa konsep simbolisme tata ruang luar Karaton Surakarta, untuk mencari ciri khas atau keunikan dalam tata ruang luarnya baik soft material maupun hard material. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Konsep Simbolisme Tata Ruang Luar Karaton Surakarta merupakan tuntunan perjalanan hidup, orientasi tata ruang berdasarkan 4 (empat) arah mata angin, dan menggambarkan keseimbangan serta keselarasan antara material (rasa dan nafsu) dengan immaterial (kegiatan spiritual) [5]. Kemudian, penelitian kedua dilakukan oleh Michael Bezaleel Wenas,T. Arie Setiawan Prastida, Stefanie G.N.L Worang, dan Nat Wahyu Srikuning pada tahun 2012 dalam penelitian yang berjudul Perancangan dan Implementasi Virtual Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Berbasis Web, Universitas Kristen Satya Wacana. Latar belakang masalah yang dimiliki, bahwa belum dapat dikelolanya dengan baik museum Karaton Surakarta yang berdampak hilangnya warisan kebudayaan Jawa di Karaton Surakarta Hadiningrat. Tujuan dalam penelitian ini adalah menangani masalah pengidentifikasian, pendokumentasian, dan digitalisasi benda bersejarah yang ada di Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat [6]. Hasil dari penelitian ini adalah Virtual Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berbasis web yang dapat digunakan sebagai media informasi dan pembelajaran serta transfer pengetahuan tentang
3
benda bersejarah kebudayaan Jawa yang ada di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada penelitian yang pertama, memiliki kesamaan dalam konten yang dibahas dengan penelitian ini, yaitu mengenai konsep simbolisme bangunan di Karaton Surakarta. Sedangkan pada penelitian kedua memiliki kesamaan dalam hasil produk yang dirancang, yaitu sama-sama menggunakan animasi 3D dalam perancangannya. Dalam penelitian ini akan dirancang mengenai simbolisme bangunan Karaton Surakarta menggunakan animasi 3D, menjadi sebuah visualisasi media Informasi Karaton Surakarta. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan kedua penelitian sebelumnya, pada penelitian pertama hanya menganalisa simbolisme atau filosofi bangunan Karaton Surakarta sedangkan pada penelitian ini menginformasikan kepada masyarakat mengenai fungsi dan filosofi bangunan Karaton Surakarta sehingga masyarakat dapat mengetahui makna filosofi dan fungsi bangunan Karaton Surakarta. Kemudian pada penelitian kedua membahas museum Karaton Surakarta beserta benda budayanya sedangkan pada penelitian ini membahas setiap bangunan umum dan semi umum untuk diinformasikan pada masyarakat. Sehingga penelitian ini memiliki kelebihan dapat menginformasikan kepada masyarakat mengenai obyek bangunan Karaton Surakarta serta fungsi dan filosofi bangunan sehingga masyarakat dapat mengenal budaya luhur bangsa Indonesia. Visualisasi merupakan penggunaan komputer pendukung, penggambaran data visual interaktif untuk memperkuat pengamatan, dan informasi berarti itemitem, entity-entity, hal-hal yang tidak memiliki korespondensi fisik secara langsung. Dengan kata lain visualisasi informasi itu sendiri berarti rekayasa dalam pembuatan gambar, diagram, grafik atau animasi untuk penampilan suatu informasi [7]. Animasi merupakan perubahan visual sepanjang waktu yang memberi kekuatan besar pada proyek multimedia dan halaman web yang dibuat. Banyak aplikasi multimedia menyediakan fasilitas animasi [8]. Ada beberapa teknik animasi yang sering digunakan berdasarkan proses pembuatannya, yaitu animasi 2D atau yang lebih dikenal dengan kartun, merupakan proses yang teknik pembuatannya menggunakan teknik animasi sel, dan penggambarannya langsung maupun digital. Kemudian animasi 3D yang merupakan pengembangan dari animasi 2D karena adanya kemajuan teknologi komputerisasi dan yang terakhir adalah clay motion, yang merupakan animasi yang dibuat dengan tanah liat khusus yang kemudian dianimasikan dengan teknik stop motion [9]. Saat ini animasi yang sedang berkembang adalah animasi 3D. Animasi 3D adalah objek animasi yang berada pada ruang 3D. Objek animasi ini dapat dirotasi dan berpindah seperti objek riil. Ada sebuah teknik yang sering digunakan dalam pembuatan animasi 3D, teknik ini dikenal dengan teknik animasi 3D pipeline. Animasi 3D Pipeline merupakan alur kerja produksi pembuatan film animasi. Setiap pembuatan animasi akan melalui proses Pra Produksi, Produksi dan Pasca Produksi. Alur produksi tersebut haruslah berurutan karena sangat sulit jika tidak berurutan [10]. Dengan menggunakan alur kerja 3D pipeline dapat membuat proses pembuatan media informasi Karaton Surakarta lebih teratur dan terarah. Media menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) adalah 1) alat,
4
2) alat atau sarana komunikasi, 3) sesuatu yang terletak diantara dua pihak, 4) perantara atau penghubung [11]. Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima serta bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang [12]. Menurut Koentjoroningrat dalam bukunya Kebudayaan Jawa, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, sistem, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia melalui belajar [13]. Warisan budaya dapat diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan berprestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi jati diri suatu kelompok atau bangsa [14]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa warisan budaya merupakan hasil budaya baik dalam bentuk fisik (tangible) maupun non fisik (intangible) dari masa lalu [15]. Beragam wujud warisan kebudayaan Jawa memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu untuk kemudian dilihat relevansinya dengan masa sekarang. Namun, kearifan lokal seringkali diabaikan dengan alasan tidak ada relevansi dengan masa sekarang. Dampaknya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan, bahkan dilecehkan keberadaannya. Di Indonesia salah satu sumber warisan budaya ada di Karaton Surakarta. Sejarah berdirinya Karaton Surakarta tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Karaton Mataram. Karaton Mataram mulanya berdiri di Kotagede pada tahun 1585 yang kemudian hancur karena serangan dari Trunojoyo. Kemudian Karaton Mataram dipindahkan ke Kartasura pada tahun 1677. Akibat adanya pemberontakan dilakukan oleh orang-orang Cina berkulit kuning yang menginginkan kedudukan di Karaton Kartasura. Paku Buwana II berhasil merebut kembali Karaton Kartasura dari kaum pemberontak. Akibat dari peristiwa tersebut, Karaton Kartasura dalam keadaan rusak sehingga membuat Paku Buwana II memindahkan ke Desa Solo dengan berbagai pertimbangan. Karaton di Desa Solo itu diberi nama Karaton Surakarta sedangkan Karaton di Kartasura diganti namanya menjadi Wanakarta. Karaton Surakarta diperintah oleh seorang Ratu Jawa yakni Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwana Senopati Ing Ngalogo Ngabdurrahman Sayidin Panatagama. Paku Buwana memerintah secara turun-temurun berdasarkan hak asal-usul atau hak tradisional dan bersifat istimewa, memerintah sejak jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Sifat pemerintahan yang turun-temurun dari ratu sebelumnya ke ratu berikutnya berdasarkan hak asal-usul yang telah ada sebelum terbentuknya Negara Indonesia merupakan keistimewaan dari Karaton Surakarta yang membedakan dengan bentuk pemerintahan lainnya dan Karaton selalu berhubungan dengan jabatan ratu untuk membedakan dengan bentuk pemerintahan yang lainnya [16]. Karaton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta. Hingga saat ini Komplek bangunan Karaton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kerajaan hingga saat ini. Beberapa bangunan yang berada di dalam Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Adalah Gapura Gladag, Gapura Pamurakan, Alun-Alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil, Kamandungan Utara, Sangga Buwana, Museum Karaton, Smarakata, Sri Manganti, Marcukundha,
5
Sasana Sewaka, Sasana Handrawina, Alun-Alun Selatan dan Gapura Gading. Nilai filosofis yang ada dalam bangunan ini tidak hanya mengenai perjalanan hidup manusia, namun juga memiliki nilai luhur yang religius seperti takut kepada Tuhan, nilai moral seperti menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana serta memiliki nilai tata krama dalam bermasyarakat [2]. 3.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mixed method. Mixed method merupakan metode yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, karena dalam pengambilan data diperlukan wawancara ke narasumber dan diperlukan pengambilan kesimpulan melalui kuesioner. Pendekatan kualitatif bersifat fleksibel dan berubah-ubah sesuai kondisi lapangan dengan pengambilan data berupa wawancara. Pendekatan kuantitatif lebih menekankan pada penggunaan riset yang baku dengan melakukan kuesioner atau riset. Sedangkan strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linear Strategy atau strategi garis lurus yang menetapkan urutan logis pada tahapan yang sederhana dan relatif mudah dipahami komponennya [17]. Tahapan penelitian mengenai Perancangan Visualisasi Bangunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sebagai Media Informasi Berbasis Animasi 3D dapat dilihat pada Gambar 1. TAHAP 1
TAHAP 2
TAHAP 3
TAHAP 4
Identifikasi Masalah
Pengumpulan dan analisis data
Perancangan dan Produksi
Pengujian
Gambar 1 Tahapan penelitian
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam ruang lingkup Karaton Surakarta dan masalah degenerasi pengetahuan masyarakat mengenai nilai budaya dan norma yang berlaku di masyarakat saat ini. Selanjutnya, setelah identifikasi masalah selesai, dilakukan pengumpulan data-data teori dari sumber-sumber yang terpercaya dan pengumpulan data dari lokasi yang akan divisualisasikan baik berupa data verbal maupun data visual. Pengumpulan data verbal dilakukan melalui penyebaran angket kuisioner penelitian awal kepada masyarakat umum yang berasal dari luar kota Surakarta dan berusia 17-30 tahun, sebagai wakil dari masyarakat luar Surakarta untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat yang mengetahui tentang Karaton Surakarta. Penelitian ini melibatkan 40 responden masyarakat luar kota Surakarta. Selanjutnya, adalah dilakukannya wawancara kepada abdi dalem Karaton Surakarta. untuk mengetahui keadaan Karaton Surakarta saat ini, serta mengetahui media informasi apa saja yang telah ada untuk memberikan informasi mengenai Karaton Surakarta. Hasil dari pengumpulan data berupa data teks buku, foto bangunan Karaton Surakarta ,hasil kuisioner kepada responden serta wawancara pada bagian Humas Karaton Surakarta akan digunakan sebagai dasar dari perancangan visualisasi 3D. Kemudian dari hasil pengumpulan data didapatkan analisis data yaitu: - Pengetahuan responden terhadap Karaton Surakarta masih sangat kurang.
6
- Responden tidak mengetahui adanya Karaton di Surakarta. - Responden tidak mengetahui nilai fungsi dan filosofi yang dimiliki Karaton Surakarta. - Responden ingin adanya media yang dapat memberikan informasi mengenai Karaton Surakarta dengan menarik. - Setiap bangunan memiliki fungsi bangunannya masing-masing. - Setiap bangunan memiliki nilai filosofis tersendiri, seperti nilai filosofi manusia terhadap Tuhan-nya, Raja dengan rakyatnya, dan filosofi dalam bertata krama dan tata susila dalam kehidupan sehari-hari. Dari data yang didapat, maka dirancang sebuah Visualisasi Bangunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sebagai Media Informasi Berbasis Animasi 3D yang mampu menarik minat banyak orang. Alur pertama dari proses perancangan animasi ini dapat dilihat pada Gambar 2. Perancangan konsep
Storyboard
Pra Produksi
Concept art
Modeling
Materialing
Produksi
Animating Evaluasi Ya
Rendering Tidak Compositing
Pasca Produksi
Evaluasi Ya
Editing Audio Tidak Final Render
Gambar 2 Proses Perancangan dan Produksi Animasi
Media yang dirancang ini dihadirkan untuk memperkenalkan fungsi dan filosofi bangunan Karaton Surakarta, sehingga makna filosofis yang ada dapat diterapkan kembali dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Media ini dirancang untuk masyarakat Indonesia khususnya masyarakat luar Surakarta yang berusia 17-30 tahun. Media yang dirancang ini berupa visualisasi media informasi Karaton Surakarta dengan animasi 3D. Alur perancangan animasi ini dimulai
7
dengan brainstorming ide media informasi yang akan dibuat. Judul yang digunakan dalam animasi ini adalah Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sesuai dengan nama Wisuda Karaton Surakarta. Konsep yang akan digunakan dalam media informasi Karaton Surakarta adalah menampilkan Karaton Surakarta sesuai dengan bentuk arsitektur traditional Jawa yang dimiliki, namun menerapkan animasi yang dinamis dalam pergerakannya. Dalam animasi ini akan menampilkan Karaton Surakarta sebagai pulau tersendiri, untuk menggambarkan Karaton Surakarta sebagai daerah istimewa di Surakarta dan berbeda dengan daerah-daerah di Surakarta lainnya. Pengambilan gambar dalam animasi ini dipilih dengan teknik normal angle, slanted dan high angle sehingga dapat menampilkan objek dari sudut tertentu dan dapat menghasilkan gambar yang menarik dan menimbulkan emosi tertentu kepada penontonnya [18]. Dalam media informasi ini akan menampilkan sisi bangunan Karaton Surakarta dari depan atau normal angle untuk menunjukkan bagian bangunan dari depan, kemudian pengambilan gambar dari sudut samping atau slanted yang bertujuan untuk memperlihatkan sisi lain bangunan dari samping dan yang terakhir angle dari atas atau high angle untuk menunjukkan letak bangunan agar masyarakat mengetahui tata letak setiap bangunan yang akan ditampilkan. Pada bagian opening akan menampilkan nama Karaton Surakarta, peta Surakarta dan sejarah singkat Karaton Surakarta. Kemudian pada bagian utama akan menampilkan filosofi utama Karaton Surakarta, lalu menampilkan setiap bagian Karaton Surakarta dimulai dari pintu masuk Karaton Surakarta yaitu Gapura Gladag hingga pintu keluar Karaton Surakarta yaitu Gapura Gading. Alur ini dipilih karena menyesuaikan filosofi Karaton Surakarta yang dimulai dari lahir hingga meninggal. Kemudian tahap kedua dilanjutkan dengan tahap perancangan storyboard untuk menggambarkan secara garis besar bagaimana animasi akan ditampilkan, bangunan-bangunan yang ingin diperlihatkan serta mempersiapkan informasiinformasi apa saja yang ingin disampaikan dalam animasi ini. Karaton merupakan tempat yang sakral sehingga hanya bagian tertentu saja yang boleh dikunjungi masyarakat umum. Perancangan storyboard dari animasi ini dapat dilihat pada Gambar 3.
8
Gambar 3. Storyboard animasi
Setelah tahap storyboard selesai dilanjutkan dengan tahap pembuatan concept art untuk menentukan warna dan pencahayaan yang sesuai dengan animasi. Warna yang digunakan dalam animasi ini karena disesuaikan dengan warna bangunan yang ada di dalam Karaton Surakarta. Warna yang sering digunakan dalam animasi ini adalah putih dan biru. Warna putih memiliki makna yang suci, bersih, dan baik, sedangkan warna biru memiliki makna kedamaian, kesejukan juga memiliki hubungan makna spiritual dan kepercayaan tertentu. Concept art yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Contoh Concept art
Ketiga tahapan ini disebut dengan tahap pra produksi. Setelah tahap pra produksi maka dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu tahap produksi. Pada tahap produksi dimulai dengan proses modeling objek-objek bangunan di Karaton Surakarta. Modeling adalah proses pembuatan benda 3 dimensi berdasarkan objek nyata maupun tidak. Proses modeling dimulai dari gapura gladag dan terakhir gapura gading. Model 3D yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 5.
9
Gambar 5 Model Kamandungan Lor (atas), Model Marcukunda (bawah)
Kemudian setelah semua bangunan dan environtment yang dibuat telah di model 3D, maka tahap selanjutnya adalah proses materialing. Materialing adalah proses pemberian warna pada model-model objek Karaton Surakarta. Warna yang digunakan pada objek adalah warna laut seperti biru dan putih yang mendominasi warna di Karaton Surakarta. Model yang sudah diberi material dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Material model bangunan Karaton Surakarta
Selanjutnya, setelah materialing, dilakukan proses animating kamera untuk pengambilan kamera yang mendukung visualisasi media informasi ini. Pada proses ini sering mengambil gambar dari tampak atas (high level), kemudian tampak depan dan samping bangunan. Proses animating camera yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 7.
10
Gambar 7 Proses animating kamera.
Setelah tahap produksi selesai, dilakukan tahapan evaluasi sebelum dilanjutkan pada tahap yang terakhir. Dalam tahap ini dilakukan beberapa kali revisi warna sebelum akhirnya menggunakan warna yang paling sesuai dengan warna di Karaton Surakarta. Kemudian dilakukan beberapa kali perubahan angle kamera sebelum akhirnya mendapatkan angle kamera yang sesuai dengan konsep media informasi yang ingin dibuat. Kemudian setelah tahap evaluasi selesai dilakukan tahap post produksi. Dalam tahap post produksi ini dimulai dengan tahap rendering animasi yang telah dibuat dalam aplikasi 3D. Rendering atau tahap exporting animasi ini merupakan proses terakhir setelah model objek 3D di modeling, materialing dan diberi animating kamera. Dalam perancangan ini hasil animasi yang sudah ada di export dalam bentuk .png agar dapat dimasukan dalam aplikasi editing. Proses rendering animasi dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Proses rendering animasi
Kemudian setelah hasil animasi telah dirender, maka dilanjutkan dengan compositing animasi untuk menggabungkan animasi yang telah dirender dengan teks informasi yang ingin disampaikan dalam media informasi ini. Tipografi yang terdapat dalam tampilan animasi ini menggunakan dua font sans serif. Font pertama adalah font sans serif swis 721BT yang digunakan sebagai nama
11
bangunan dalam animasi. Pemilihan font karena font tersebut memiliki karakteristik kuat, ketebalan yang sesuai dengan animasi media informasi ini. Font ini juga memberikan penekanan pada setiap nama bangunan sehingga lebih memudahkan pembaca untuk mengetahui informasi yang disampaikan. Font yang kedua adalah font humanist. Font ini digunakan sebagai isi bahasan setiap nama bangunan dalam animasi media informasi ini. Font ini dipilih karena kemudahan keterbacaan dan ada jarak pemisah antar setiap karakter huruf. Font ini digunakan pada skala ukuran 14 pt sedangkan untuk Swis digunakan pada skala ukuran 28. Font Swis dan font humanist dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kiri font swiss 721 BT, kanan font humanist.
Selain menambahkan teks dalam animasi, dalam proses ini juga diberikan tambahan motion graphic didalamnya. Proses compositing dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Proses compositing
12
Setelah tahapan ini selesai, kemudian dilakukan beberapa kali evaluasi untuk perubahan tipografi, dan timing yang kurang sesuai. Evaluasi dilakukan bersama Bapak Arie dan Bapak Michael selaku dosen pembimbing, KPA. Winarnokusumo dan KP. Luki selaku humas Karaton Surakarta dan kepada 3 responden. Dari hasil evaluasi, ada beberapa hal yang harus diperbaiki seperti ukuran font yang terlalu kecil atau timing pergantian teks yang terlalu cepat. Setelah mendapatkan hasil yang paling sesuai, animasi yang telah dibuat dirender menjadi satu video animasi dalam format H264. Setelah itu dimasukkan dalam aplikasi editing film dan audio, untuk memberikan backsound dan sound effect yang sesuai dengan animasi. Backsound yang digunakan dalam animasi ini adalah instrumen modern untuk memberikan kesan modern pada media informasi ini. Tahap terakhir dari proses ini adalah proses final render. Setelah tahap editing animasi dan backsound sudah selesai, dilakukan final render untuk mendapatkan hasil animasi yang terakhir, untuk diujikan. Hasil render terakhir ini dalam bentuk format H264. Media informasi ini akan ditampilkan di Museum Karaton Surakarta, serta akan digunakan sebagai media pengenalan Karaton Surakarta bila bagian hubungan masyarakat Karaton Surakarta melakukan kunjungan atau seminar diluar kota Surakarta.
4.
Hasil dan Pembahasan
Berikut adalah hasil desain media informasi 3D Karaton Surakarta yang telah dilakukan. Perancangan media informasi ini terdiri dari opening, isi dan closing. Hasil dari perancangan ini dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Desain opening animasi,isi dan closing.
Pada opening berisi informasi singkat sejarah mengenai berdirinya karaton Surakarta, dimana letak Karaton Surakarta, siapa Raja pendiri, terjaya dan Raja yang sedang memimpin saat ini serta sejarah singkat Karaton Surakarta sebelum ada di Surakarta. Pada bagian ini dilengkapi dengan peta daerah Karaton Surakarta. Hasil dari perancangan opening ini dapat dilihat pada Gambar 12.
13
Gambar 12 Desain opening animasi.
Selanjutnya adalah bagian isi dari animasi, pada bagian ini membahas setiap fungsi dan filosofi bangunan Karaton yang dimulai dari Gapura Gladag hingga Gapura Gading. Dalam scene-scene ini dilengkapi dengan nama setiap bangunan sehingga mudah untuk diketahui. Hasil dari perancangan isi animasi ini dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Desain isi animasi.
Sedangkan bagian closing terdapat nama Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, diikuti dengan logo Karaton, FTI dan UKSW. Hasil dari perancangan closing ini dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Desain closing animasi.
14
Pengujian dari animasi media Informasi Karaton Surakarta dilakukan untuk mengetahui layak atau tidak perancangan media informasi ini. Pengujian animasi media informasi ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik yang digunakan adalah wawancara kepada KPA. Winarnokusumo dan KP. Luki selaku abdi dalem Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Berdasarkan hasil wawancara, perancangan ini dinilai baik dan sangat diperlukan sebagai media informasi fungsi dan filosofi bangunan Karaton Surakarta, khususnya bagi masyarakat yang berkunjung ke Karaton Surakarta agar tahu mengenai daerah-daerah Karaton Surakarta yang dapat dikunjungi oleh umum dan masyarakat tidak hanya berkunjung namun juga dapat mengetahui nilai filosofi-filosofi bangunan yang mulai terlupakan dari budaya saat ini. Kemudian dari observasi yang dilakukan kepada pengunjung, banyak pengunjung yang tertarik dengan animasi ini dan antusias saat melihat media informasi ini. Selain itu dari pihak Karaton Surakarta sudah antusias untuk menjadikan media ini sebagai media informasi Karaton Surakarta. Pengujian kuantitatif dilakukan dengan cara pengisian kuesioner kepada responden yang merupakan pengunjung Karaton Surakarta dengan range umur 17-30 tahun. Dalam hal ini responden yang dilibatkan adalah 45 orang pengunjung Karaton Surakarta. Pengisian kuesioner dilakukan dengan menujukkan hasil perancangan visualisasi media informasi bangunan Karaton Surakarta pada responden dengan menjelaskan rincian pada animasi media informasi tersebut. Kuesioner diberikan untuk menilai tanggapan para responden terhadap media informasi bangunan Karaton Surakarta. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang maupun kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang digunakan oleh peneliti [19]. Aspek penilaian dari 9 kategori pernyataan yang akan diujikan pada para pengunjung sudah mengacu pada indikator keberhasilan perancangan media informasi yang terdiri dari 3 aspek yaitu menarik, keterbacaan tinggi dan mudah dicerna. Skor 1 yaitu sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 netral, 4 setuju dan 5 sangat setuju. Hasil penilaian kuesioner yang telah diisi 45 responden, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil kuesioner pengujian
No.
Pernyataan
1.
Tampilan animasi sudah menarik
2.
Penjelasan dalam animasi dapat terbaca dengan baik Warna dalam animasi sudah menarik
3. 4. 5.
Animasi dalam video informasi tidak membingungkan Bahasa yang digunakan dapat
15
STS
TS
N
S
SS
1
2
3
4
5
1
6
33
5
9
30
6
3
11
21
10
2
15
21
7
10
27
8
dimengerti dengan baik 6.
7.
8
9.
Anda dapat mengetahui nama-nama bangunan dan gapura di Karaton Surakarta Anda dapat mengetahui fungsi-fungsi bangunan dan gapura di Karaton Surakarta Anda dapat mengetahui filosofifilosofi bangunan dan gapura di Karaton Surakarta Anda dapat mengetahui tata letak bangunan Karaton Surakarta Jumlah poin
1
12
24
8
2
13
22
8
3
12
22
8
2
8
22
13
14
96
222
73
405
Dari hasil yang didapatkan berdasarkan tabel 1, maka dilakukan penilaian yaitu dengan rumus jumlah poin dikalikan dengan skala likert, sehingga didapatkan hasil dari total skor adalah 0+28+288+888+365= 1569. Maka rumus perhitungan yang digunakan adalah Y : Nilai tertinggi =Y = Skor tertinggi x total poin keseluruhan : Y =5 x 405= 2025 X : Nilai terendah =X= Skor terendah x total poin keseluruhan : X =1 x 405 = 405 Jadi jika total skor keseluruhan = 1569 maka rumus index % dapat dihitung dengan rumus :
Maka hasil yang didapat 2025/1620 x 100 = 77.48 % Dengan demikian hasil menunjukkan bahwa para pengunjung menyukai animasi media informasi Karaton Surakarta, dapat membaca penjelasan dalam animasi, menyukai warna yang digunakan, dapat mengerti bahasa yang digunakan, dapat mengetahui nama-nama, fungsi-fungsi dan filosofi-filosofi setiap bangunan Karaton Surakarta dengan baik, serta dapat mengetahui tata letak bangunan Karaton Surakarta secara garis besar. Hasil pengujian diolah menggunakan perhitungan skala Likert untuk mengetahui persentase pendapat para pengunjung. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa persentase keseluruhan sebesar 77,48 % dan hasil pengujian kuisioner ini termasuk ke dalam kategori setuju yang memiliki range persentase 60% sampai dengan 79,99%.
16
5.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu bahwa penggunaan visualisasi bangunan Karaton Surakarta secara 3D dapat membuat masyarakat lebih tertarik untuk melihat animasi media informasi ini, sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi berupa fungsi dan filosofi bangunan Karaton Surakarta. Penerapan konsep penggabungan antara tradisional bangunan Karaton Surakarta dengan teknik 3D animasi dipilih karena menyesuaikan perkembangan teknologi saat ini, sehingga masyarakat antusias melihat media informasi ini. Pemilihan alur jalan kamera menuju bangunan yang ingin ditampilkan sudah sesuai yaitu dari Gapura Gladag hingga Gapura Gading, sehingga sesuai dengan jalannya filosofi hidup yang diajarkan Karaton Surakarta dari awal lahir hingga meninggal atau pelepasan. Selain itu alur ini juga tidak membuat masyarakat bingung dengan alur bangunan yang ingin dilihat. Kemudian didukung dengan tampilan yang menarik dan penggunaan bahasa Indonesia yang mudah dicerna, membuat informasi yang diberikan dalam animasi ini dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan kepada KPA.Winarnokusumo dan KP. Luki selaku abdi dalem bagian Humas Karaton Surakarta serta kepada 45 responden pengunjung Karaton Surakarta, dapat diambil beberapa saran yaitu dengan perlunya pengembangan dalam video media informasi Karaton Surakarta ini sehingga dapat diberlakukan diluar wilayah Karaton Surakarta. Kemudian perlu adanya media pengembangan baru seperti aplikasi media interaktif mengenai bangunan Karaton Surakarta, dan dapat menjadikan penelitian ini sebagai dasar dari pengembangan aplikasi tersebut. 6.
Daftar Pustaka
[1]
Sudibyo, Iman. 2005. Peranan Kebudayaan Jawa Dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional Indonesia Dan Relevansinya Dengan Pengembangan Materi Pembelajaran Budaya Jawa. UKSW: Pendidikan Sejarah FKIP. Hamaminatadipura. 2006. Babad Karaton Mataram. Semarang:Intermedia Paramadina. Suyanto. 2010, amikom.ac.id.”research.amikom.ac.id” diakses tanggal 7 Oktober 2015. Anonim. 2014. Top Benefits of Using 3D Animation. http://explainervideo.com/blog/3d-animation-explainer-video/. (diakses tanggal 7 Oktober 2015). Setiawan, Eko Adhi. 2000. Konsep Simbolisme Tata Ruang Luar Karaton Surakarta Hadiningrat. UNDIP: Magister Teknik Arsitektur. Wenas, Michael Bezaleel, T. Arie Setiawan, Stefanie Worang dan Nat Wahyu Srikuning. 2012. Perancangan dan Implemantasi Virtual Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Berbasis Web. UKSW: DKV FTI.
[2] [3] [4]
[5] [6]
17
[7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15]
[16] [17] [18] [19]
Shneiderman, Ben. 2009. Designing the User Interface:Strategies for Effective Human-Computer Interaction. New York: Pearson. Vaughan, Tay. 2004. Multimedia: Making It Work. Yogyakarta: Andi. Djalle, Zaharuddin G., Edi Purwantoro dan Desi Dasmana. 2006. The Making 3D Animation Movie. Bandung: Informatika. Kerlow, Isaac. 2003. The Art of 3D Computer Animation and Effect, New York: Wiley. Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka. McLeod, Raymond. 2001. Management Information Systems. London: Prentice Hall. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Davidson,G dan Mc.Conville. 1991. Heritage Book. Sydney: Allen and Unwin. Srikuning, Nat. 2013. Pemodelan benda budaya di Museum Karaton Kasunanan Hadiningrat Surakarta Menggunakan Teknik Sub Object Modeling. UKSW: DKV FTI. Risti, E. 2012. Konflik Raja Kembar Kasunanan Surakarta (2004-2012). UNY: Ilmu Sosial. Sarwono, Jonathan dan Hary Lubis. 2007. Metode Riset Untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. Ascher, Steven, and Edward Pincus. 1999. The Filmmaker's Handbook: A Comprehensive Guide for the Digital Age. New York: Plume. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
18