PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LAJU METHYL DIETHANOL AMINE PADA AMINE CONTACTOR HESS (INDONESIA-PANGKAH) Ltd., GRESIK Hutama Putra Wibawa, Dr. Ir Totok Soehartanto, DEA. Jurusan Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] ABSTRAK Amine contactor merupakan bagian dari H2S removal yang berfungsi menyerap H2S dari sour gas dengan bantuan pelarut amine yaitu MDEA (Methyl Diethanol Amine). Perubahan flow sour gas yang masuk sangat mempengaruhi jumlah pelarut amine yang ditambahkan dan ppm H2S yang dihasilkan. Pada penelitian ini telah dilakukan analisa korelasi antara ketiga komponen tersebut. Selanjutnya dari hasil korelasi yang didapatkan dijadikan sebagai dasar pemodelan plant. Karena Jaringan Syaraf Tiruan memiliki kemampuan yang dapat mengenali pola hubungan input output, sehingga JST digunakan untuk memodelkan plant amine contactor dengan arsitektur backpropagation dan algoritma Lavenberg Marquardt. Dari hasil training didapatkan hasil terbaik 3 hidden layer dengan jumlah hidden node tiap layer 7, 6 dan 9 node dengan nilai RMSE sebesar 4.2137·10-6 dan VAF mendekati 100%. Selanjutnya untuk sistem pengendalian yang dibuat menggunakan kontroller berbasis data dimana kontroller ini dibangun berdasarkan hubungan korelasi data yang telah didapatkan. Hasil pengujian close loop sistem pengendalian amine didapatkan respon dengan nilai maximum overshoot 2,06 %, settling time (ts) 197s, peak time (tp) 20 s, error steady state (ess) 0,01875 %. Kata kunci : amine contactor, jaringan syaraf tiruan, kontroller berbasis data I.
Kedua tidak adanya kontroller yang mengatur secara langsung banyaknya pengunaan amine yang dibutuhkan, sehingga ketika terjadi perubahan laju sour gas yang ekstrim tidak dapat teratasi. Ketiga adalah tidak diketahuinnya secara pasti komposisi campuran bahan penyerap amine terhadap jumlah sour gas yang masuk contactor, karena memang semakin banyak amine yang ditambahkan akan semakin banyak H2S yang diserap tetapi di sisi lain pada batas tertentu juga akan mengurangi kadar hidrocarbon yang merupakan unsur terpenting pada gas. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan analisa laju amine terhadap sour gas pada saat laju gas masih sekitar 100 MMSCFD sebagai acuan penetapan perbandingan paling efisien terhadap perubahan laju gas dari sumur. Dari data tersebut kemudian dicari hubungan korelasinya antara laju amine dan sour gas. Korelasi ini nantinya digunakan sebagai dasar mengenerate pasangan data laju amine dan sour gas yang sesuai dengan set point yang diharapkan. Dari data ini dibuatlah pemodelan plant yang berbasis jaringan syaraf tiruan dan kontroller berbasis data berdasarkan pasangan data tersebut untuk mengendalikan konsentrasi H2S yang dihasilkan. Melalui penelitian ini, maka penambahan amine dapat dikontrol sesuai dengan perubahan laju sour gas mengunakan kontroller berbasis data yang dibuat. Nantinya diharapkan dari penelitian ini akan sangat membantu HESS dalam peningkatan kinerja operasional dan efisiensi plant.
PENDAHULUAN
Proses penghilangan senyawa belerang pada proses kilang minyak terjadi pada H2S removal unit. Unit ini terdiri dari amine contactor dan amine regenerator. Amine contactor berfungsi untuk menyerap H2S dari sour gas yang melewati plant ini sedangkan amine regenerator berfungsi untuk meregenerasi amine yang telah digunakan untuk menyerap H2S tadi agar dapat digunakan untuk proses penyerapan kembali di amine contactor. Pada plant HESS ini terdapat amine contactor yang didesain mengunakan bahan penyerap amine yaitu berjenis methyl diethanol amine (MDEA). Berdasarkan desain yang ada, MDEA digunakan pada konsentrasi 45% weight dengan toleransi hingga ± 5%. Perhitungan secara desain dengan konsentrasi seperti ini akan mampu menghasilkan spesifikasi sales gas dengan kadar H2S maksimum 10 ppm. Ketika awal pengoperasian dihasilkan laju gas dari sumur sekitar 100 MMSCFD. Dengan laju gas seperti ini diperlukan laju amine sebesar ± 33 m3/h dengan konsentrasi 43,44 %. Dari perbandingan ini didapatkan hasil sales gas dengan spesifikasi maksimum 9 ppm. Permasalahan yang terjadi adalah pada saat ini laju gas dari sumur hanya 40 MMSCFD tetapi membutuhkan amine sebesar ± 29 m3/h dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 47,39 %. Hal ini menunjukkan pengunaan amine yang tidak efisien jika kita lihat dari perbandingan jumlah gas dan jumlah amine yang dibutuhkan. Permasalahan ini dapat terjadi karena tiga hal utama. Pertama adalah karena terjadinya penurunan laju gas yang dihasilkan dari sumur pengeboran.
1
II.
• Analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. • Pemodelan antara flow amine dengan flow sour gas dan ppm H2S. • Melakukan uji signifikansi koefisien (koefisien regresi) dengan melakukan uji serentak (F-test) dan uji individu (t-test).
Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi landasan teori yang menunjang penyelesaian masalah yang diangkat melalui penelitian ini. Teori-teori ini menjadi rujukan dan pedoman dalam penyusunan tugas akhir. Selain itu juga sebagai landasan berfikir penulis untuk menganalisa process plant yang telah ada. Penyusunan tinjauan pustaka ini didapatkan dari berbagai sumber, antara lain adalah studi pustaka, internet, wawancara, manual instrument operating dan data real yang terjadi di lapangan.
3. Jaringan Syaraf Tiruan Pada jaringan syaraf tiruan, training adalah proses pembentukan konfigurasi harga-harga bobot dari jaringan. Pembentukan ini mempunyai tujuan akhir agar input yang diberikan padanya akan direspon melalui bobot tersebut, menghasilkan output yang sesuai dengan target output untuk input yang bersangkutan. Adapun metode belajar jaringan syaraf tiruan ini adalah supervised training (dengan pengawasan). Tiap pola input mempunyai target pasangannya. Sehingga pada belajar tipe ini masingmasing input mempunyai output target pasangan yang bersesuaian. Pada proses belajarnya, bobotbobot dibangun menuju kesesuaian respon pasangan input-output dari pola yang diajarkan bobotnya, dapat memberikan pola yang sesuai dengan output target dari input tersebut. Dalam hal ini ditetapkan toleransi kesalahan output respon terhadap target yang seharusnya. Training JST merupakan proses pemetaan antara input dan output JST untuk mendapatkan bobot yang tepat. Untuk melihat keberhasilan training, maka digunakan acuan parameter nilai RMSE (Root Mean Square Error). Makin kecil nilai RMSE maka makin besar tingkat keberhasilan training. Selain itu juga dinyatakan dengan VAF dalam persen. Dengan ketentuan bahwa semakin besar nilai VAF (mendekati 100%) maka semakin besar tingkat keberhasilan training. Persamaan RMSE dan VAF dapat dituliskan sebagai berikut :
1. Amine Contactor Amine contactor merupakan salah satu komponen dari H2S removal plant yang berfungasi untuk menyerap sulfur atau H2S dengan cara absorbsi.
Gambar 2.1 Plant H2S removal Prinsip kerja amine contactor adalah aliran sour gas masuk dari bawah dan mengalir ke atas melalui bubble tray yang tersusun secara seri, sementara cairan kimia amine (MDEA) mengalir dari atas ke bawah sehingga memungkinkan terjadinya intimate contact yang kemudian terjadi reaksi antara lean amine solution dengan H2S. Reaksi absorbsi menjadikan sour gas bersih dari unsur gas asam H2S menjadi sweet gas yang terus mengalir ke atas meninggalkan amine contactor. Adapun reaksi absorbsi menjadikan lean amine solution terkontaminasi dengan H2S dan berubah menjadi rich amine yang menuju ke bawah keluar amine contactor untuk selanjutnya diregenerasi agar menjadi lean amine kembali.
N
RMSE =
∑ (y i =1
− yˆ i )
2
i
(2.1)
N
Dengan : yt = data target JST ŷt = data hasil simulasi N = jumlah data ܸ = ܨܣቀ1 −
2. Korelasi Antara Data Masukan dan Keluaran Untuk memodelkan hubungan antar variabel masukan dan keluaran maka digunakan pemodelan dengan mengunakan regresi berganda. Regresi berganda ini berbeda dengan regresi pada umumnya atau yang sering dikenal dengan regresi klasik. Perbedaanya adalah terdapat dua prediktor sedangkan regresi klasik hanya ada satu. Pada pemodelan ini prediktornya adalah flow sour gas dan ppm H2S sedangkan responya adalah flow amine. Langkah – langkah pemodelan regresi berganda ini adalah sebagai berikut. • Identifikasi variabel.
௩[௬ ି௬ො ] ௩[௬ ]
ቁ × 100%
(2.2)
Untuk mendapatkan hasil pemodelan yang lebih baik digunakan algoritma Levenbeg Marquardt dengan penurunan algoritma ini adalah sebagai berikut: 1. Pilih vektor bobot awal w(0) dan harga awal λ(0). Dimana w adalah bobot dan λ diberikan harga awal. 2. Tentukan arah pencarian. (2.3) [ R( w (i ) + λ(i ) I )] f (i ) = −G( w (i ) ) maka diperoleh f dan dimasukan ke: (2.4) w = arg min VN (w, Z N ) w
2
jika VN(w(i) + f(i) ,ZN) < VN (w(i) ,ZN) sehingga memenuhi w(i+1) = w(i) + f(i) sebagai iterasi baru, maka λ(i+1) = λ(i). Jika tidak maka mencari harga baru dari r V N ( w (i ) , Z N ) − V N ( w ( i ) + f ( i ) , Z N ) (i ) (2.5) r = V N ( w ( i ) , Z N ) − L(i ) ( w (i ) + f (i ) ) jika r(i) > 0,75 maka λ(i) = λ(i) /2 jika r(i) < 0,25 maka λ(i) = 2λ(i) dimana: 1 V (w, Z N ) = L1(w) − ∑[y(k) − yˆ(k | w)]T [y(k) − yˆ(k | w)] (2.7) N
3.
terjadi pada saat model yang dibuat disimulasikan. Respon daripada kondisi - kondisi yang terjadi ini disebut sebagai aksi. 5. H2S Analyzer Untuk pengukuran nilai variabel proses, dan dalam hal ini adalah konsentrasi H2S dalam gas serta pengkonversian kedalam besaran elektrik 4-20 mA dipasanglah H2S analyzer pada keluaran plant amine contactor. H2S analyzer ini sekaligus sebagai transmitter yang digunakan untuk mengukur kadar H2S sales gas untuk diumpankan kembali sebagai referensi pengendalian. Blok diagram transmitter tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2, dimana hubungan linieritas antara input process variabel dan output maipulated variabel.
2N
(2.8) L( i ) ( w ( i ) + f ( i ) ) = ( λ(i ) f ( i )T f ( i ) ) − ( f ( i )T G ) Jika kriteria tercapai, maka perhitungan berhenti. Jika kriteria belum tercapai maka mengulangi langkah nomor 2.
4. Kontroller Berbasis Data Kontroller berbasis data adalah suatu tipe kontroler yang bekerja berdasarkan pasangan data. Perbedaan mendasar dari kontroller ini adalah tidak adanya operasi berupa perhitungan matematik seperti pada mode kontrol proporsional integral derivatif (PID). Sistem pengambilan keputusan berdasarkan logika yang telah diset sebelumnya berdasarkan pasangan data hubungan input dan output yang ada sebagai acuan penetapan logika kontrolnya. Dengan kata lain, untuk kontroller berbasis data, sudah ditentukan berapa nilai keluaran sinyal kontrol. Langkah - langkah pembuatan kontroler berbasis data adalah sebagai berikut : 1. Mencari hubungan antara data input dan output plant atau dengan kata lain membuat pemodelan plant terlebih dahulu. 2. Melakukan pengujian hasil pemodelan yang didapatkan apakah sudah sesuai atau mendekati nilai yang diinginkan. Pengujian ini dilakukan secara open loop. 3. Setelah didapatkan model yang sesuai dan logis maka dilanjutkan melakukan perhitungan untuk menentukan nilai sinyal kontrol. Penentuan besarnya sinyal kontrol ini berdasarkan output manipulated variable yang diinginkan dikonversikan kedalam range sinyal kontrol. 4. Setelah itu membangun algoritma kontrol berdasarkan hubungan input dan output sinyal kontrol yang diharapkan berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya. 5. Melakukan simulasi dengan melakukan pengujian secara close loop dimana pengujian ini menyertakan kotroller yang telah dibuat sebelumnya untuk melihat apakah sudah menghasilkan respon yang sesuai.
Gambar 2.2 Diagram blok H2S analyzer Kadar H2S yang terukur ini akan menyebabkan terjadinya perubahan resistansi pada sensor yang kemudian dikonversikan menjadi arus listrik oleh transmitter. Secara umum fungsi alih dari suhu transmitter dapat didekati dengan sistem orde 1 sebagaimana pada persamaan dibawah ini ் ்ೣ
=
ఛ ௌାଵ
(2.9)
Dengan persamaan di atas dan data spesifikasi alat serta data input serta output dari real plant, maka dapat dicari fungsi transfer daripada H2S analyzer Karena output transmitter adalah 4 – 20 mA, maka gain transmitter adalah = ்ܭ
௨௧௨௧
௨௧௨௧ ௦௦
(2.10)
Dengan τ T adalah konstanta waktu untuk transmitter yang besarnya adalah 63.2 % dari waktu yang dibutuhkan oleh transmitter untuk mentransmisikan hasil bacaan terhadap process variabel sampai terbaca di control room yang selanjutnya akan diproses ke controller.
Kontroller bebasis data pada dasarnya berisi sebuah perintah sebab - akibat yang befungsi sebagai pasangan aksi - kondisi dari sebuah proses. Pasangan aksi - kondisi pada kontroller ini dapat disusun melalui deskripsi kondisi yang kemudian diartikan oleh kontroler melalui tabel aksi. Tabel kondisi adalah suatu kumpulan deskripsi kondisi daripada tabel kebenaran sebagai interpretasi kejadian yang mungkin
III. METODOLOGI PENELITIAN 1. Alur Penelitian Adapun tahapan - tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dijabarkan melalui flowchart berikut. 3
Gambar 3.2 Desain sistem pengendalian amine Dari rancangan desain di atas dapat disederhanakan menjadi sebuah diagram blok sistem pengendalian sebagai berikut.
Gambar 3.1 Alur penelitian
Flow Sour Gas
2. Diagram Blok Pengendalian Logic Solver Pada dasarnya, H2S removal adalah sebuah plant yang digunakan untuk menghilangkan kadar H2S yang terdapat pada produk gas. Cara pemurniaanya adalah dengan mengunakan bantuan pelarut amine (MDEA) yang digunakan untuk mengikat unsur tersebut. Banyaknya larutan amine yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan input gas yang masuk. Untuk itu perlu adanya sistem pengendalian laju aliran pelarut amine (MDEA) terhadap laju sour gas yang masuk agar dapat menyerap H2S dengan sempurna. Kontroller yang digunakan di sini adalah kontroller berbasis data. Di mana pada kontroller ini telah ditentukan pasangan data yang sesuai untuk menghasilkan sinyal kontrol. Perbedaan mendasar dari kontroller berbasis data apabila dibandingkan dengan mode kontrol P, PI maupun PID adalah keluaran sinyal kontrol (u) sudah ditentukan terlebih dahulu melalui perhitungan model matematis. Digunakanya model kontrol berbasis data seperti ini karena memang kondisi real plant hubungan antara laju sour gas dan laju amine yang ditambahkan tidak linier dimana ada suatu batasan tertentu agar hidrokarbon dalam gas tidak ikut terbuag. Oleh karena ini desain kontroller ini disusun dengan data yang didapat dari parameter di lapangan agar didapat sistem kontrol yang mendekati keadaan real. Akuator yang digunakan di sini adalah control valve. Control valve ini digunakan untuk memanipulasi laju aliran pelarut amine (MDEA). Sedangkan laju aliran sour gas tidak dikendalikan karena memang laju ini langsung berasal dari sumur pengeboran, sehingga tidak dapat diatur dan tidak terprediksi. Karena itulah maka laju pelarut amine yang harus dikendalikan agar dihasilkan set point yang sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Perancangan sistem pengendalian amine dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini.
FLOW TRANSMITTER 138-FT-121
Set Point
e
KONTROLLER BERBASIS DATA
U
KONTROL VALVE 135-FV-100
+-
Konsentrasi H2S
MV
PLANT AMINE CONTACTOR 135-V-06
PV
Flow Amine H2S ANALYZER 136-AI-264
Gambar 3.3 Diagram blok pengendalian Dari gambar digram blok diatas maka dapat diamati bahwa kontroler berbasis data yang akan dirancang memiliki dua referensi yaitu flow sour gas yang masuk plant dan konsentrasi H2S hasil keluaran proses. 3. Penentuan Hubungan Variabel Masukan dan Keluaran Data yang didapatkan ini adalah flow sour gas yang masuk, flow amine yang ditambahkan dan konsentrasi ppm H2S yang dihasilkan. Kemudian dari ketiga data tersebut kita olah mengunakan software bantu Minitab untuk mengetahui korelasi ketiganya. Langkah – langkah pencarian korelasinya tersebut adalah sebagai berikut : 1. Analisi Korelasi Langkah pertama dalam analisis regresi adalah mengetahui korelasi antara variabel prediktor yaitu flow sour gas dan ppm H2S serta variabel respon yaitu flow amine. Hasilnya adalah sebagai berikut. Hipotesis: a. H0 : tidak ada korelasi antara variabel flow sour gas dan variabel flow amine, ρ = 0 H1 : terdapat korelasi antara variabel flow gas dan variabel flow amine, ρ ≠ 0 α = 0,05 Daerah Kritis : P-value < α 4
b. H0 : tidak ada korelasi antara variabel ppm H2S dan variabel flow amine, ρ = 0 H1 : terdapat korelasi antara variabel ppm H2S dan variabel flow amine, ρ ≠ 0 α = 0,05 Daerah Kritis : P-value < α
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 11,5981 0,2951 39,30 0,000 flow sour gas 0,215318 0,003371 63,87 0,000 1,115 ppm H2S -0,09309 0,01473 -6,32 0,000 1,115
nilai p-value dari output diatas bernilai variabel flow sour gas maupun ppm H2S dapat disimpulkan tolak H0 koefisien flow dan ppm H2S signifikan berpengaruh model. 4. Pemilihan model terbaik
Correlations: flow sour gas; flow amine; ppm H2S flow amine
flow sour gas 0,839 0,000
flow amine
a S = 1,29053
ppm H2S
0,321 0,000 Cell Contents: Pearson correlation P-Value
0 untuk sehingga sour gas terhadap
R-Sq = 71,1%
R-Sq(adj) = 71,0%
0,193 0,000
Variasi sampel flow amine yang dapat dijelaskan oleh flow sour gas dan ppm H2S sebesar 71,1%. Dari nilai Rs-q dapat diketahui model layak digunakan karena bernilai lebih dari 70%.
b
Dari output diatas didapatkan nilai P-value untuk point a dan b yang bernilai 0, artinya tolak H0 dan dapat disimpulkan terdapat korelasi antara flow amine dan flow sour gas serta flow amine dan ppm H2S. Sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut yaitu analisis regresi. 2. Model Regresi Berganda
4. Perancangan Kontroler Berbasis Data Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kontroler berbasis data ini memiliki dua nilai referensi, yaitu laju sour gas dan konsentrasi H2S. Penetapan set point adalah pada konsentrasi ppm H2S yang dihasilkan maksimum 8 ppm.
The regression equation is flow amine = 11,6 + 0,215 flow sour gas - 0,0931 ppm H2S
Dari model diatas dapat diketahui nilai amine berdasarkan nilai flow sour gas dan ppm H2S. Jika nilai flow sour gas bertambah satu satuan maka nilai flow amine akan bertambah sebanyak 0,215 satuan. Jika nilai ppm H2S berkurang satu satuan maka nilai flow amine akan bertambah sebanyak 0,0931 satuan. 3. Pengujian parameter regresi 3.1 Pengujian secara serentak Hipotesis H0 : βj = 0, j=1 dan 2 H1 : paling tidak ada satu βj yang tidak sama dengan 0 α=5%
Tabel 3.1 Generate Data Kontroller
Untuk itu dalam perangcangan kontroller berbasis data ini dibuat berdasarkan desain real plant. Dimana input sour gas maksimum 144 MMSCFD dengan perubahan interval 0,5 MMSCFD dan set point konsentrasi ppm H2S adalah 8 ppm. Tabel 3.1 menunjukkan cuplikan beberapa data hasil dari generate untuk dasar pembuatan kontroller berbasis data.
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 7168,2 3584,1 2152,00 0,000 Residual Error 1751 2916,3 1,7 Total 1753 10084,5
Tabel 3.2 Kondisi Kontroller Berbasis Data Berdasarkan output diatas didapatka nilai p-value sebesar 0,000 yang berarti tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa model signifikan. Variabel flow sour gas dan ppm H2S secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel flow amine. 3.2 Pengujian secara individu / parsial a. Hipotesis: H0 : β1 = 0 (koefisien flow sour gas tidak signifikan) H1 : β1 ≠ 0 (koefisien flow sour gas signifikan) α=5% b. Hipotesis: H0 : β2 = 0 (koefisien ppm H2S tidak signifikan) H1 : β2 ≠ 0 (koefisien ppm H2S signifikan) α=5%
1
2 3
4
Pada tabel 3.2 kondisi dapat diamati melalui deskripsi untuk masing-masing kondisi seperti yang terlihat pada kotak merah 1. Untuk menjelaskan secara matematis maka dituliskan pada kolom 2 5
yaitu kolom kondisi. Kolom D1 sampai dengan Dn ditunjukkan pada kolom 3 adalah kolom kebenaran yang merepresentasikan kondisi mana yang sedang terjadi pada saat kontroller disimulasikan. Huruf T diartikan sebagai kondisi benar (True) dan F kondisi salah (False). Untuk lebih mudahnya diambil salah satu contoh, misal untuk kondisi pertama pada tabel 3.2, error ppm H2S melanggar set point karena tidak sama dengan 0 dan flow sour gas sebesar 0,5 MMSCFD, pada kolom D1 diberi index T (True) dan D2 sampai Dn diberi index F (False). Itu artinya untuk deskripsi kondisi pertama diwakili oleh kolom D1 yang apabila ditarik lurus ke bawah (kolom 4) diberi dengan index u1, demikian seterusnya.
Gambar 3.4 Wiring kontroler berbasis data pada simulink 5. Pemodelan Plant dengan JST Setelah mendapatkan data hasil generate yang baru, maka data tersebut sudah siap diolah lebih lanjut untuk mencari model plant dengan mengunakan jaringan syaraf tiruan. Pemodelan plant dengan jaringan syaraf tiruan ini menggunakan arsitektur backpropagation dan algoritma training Lavenberg Marquardt. Layer pertama adalah layer input yang terdiri dari 2 node yang merepresentasikan jumlah input yaitu flow sour gas (MMSCFD) dan flow amine (m3/h). Layer selanjutnya adalah hidden layer, dimana pada penelitian ini dilakukan variasi 1-3 hidden layer dan jumlah node tiap hidden layer bervariasi 1-10 hidden node. terakhir adalah layer output yang terdiri dari 1 node yang merepresentasikan output plant yaitu konsentrasi gas H2S. Pemodelan plant ini melalui dua tahapan yaitu training dan validasi .Data real plant yang ada sebanyak 1754 data ditambah dengan hasil generate baru 289 data sehingga menjadi 2043 data pasangan input output. Dari sekian banyak data yang ada, maka untuk mencari pemodelan plant mengunakan jaringan syaraf tiruan data akan dibagi menjadi dua. Data pertama adalah data yang digunakan untuk proses pelatihan atau training yaitu sebanyak 1543 data dan sisanya 500 data nantinya akan digunakan untuk proses validasi. Setelah itu dilanjutkan dengan training data dengan arsitektur JST yang telah ditetapkan yaitu backpropagation dengan arsitektur seperti tampak pada gambar 3.5 di bawah ini.
Tabel 3.3 Aksi Kontroller Berbasis Data
Dalam tabel aksi ditentukan berapa besarnya sinyal kontrol tersebut. Untuk lebih mudahnya diambil salah satu contoh dari penjabaran tabel aksi kondisi diatas. Misal untuk aksi pertama, maka aksi yang dilakukan berdasarkan index u1 yaitu tabel kondisi baris pertama (tabel 3.2), maka sinyal u kontroller berbasis data adalah sebesar 7,496874 mA, demikian seterusnya. Nilai u sebesar 7,496874 mA adalah nilai u yang diperlukan untuk control valve untuk menginjeksikan sejumlah flow amine sehingga konsentrasi ppm H2S tetap terjaga pada set point 8 ppm. Nilai sinyal u untuk bukaan control valve ini diperoleh dengan cara interpolasi data antara. Dimana diketahui bahwa range flow amine yang mampu dihasilkan oleh control valve adalah 0 – 50,16 m3/h sedangkan sinyal input ke control valve adalah 4 – 20 mA. Persamaan interpolasi data antara adalah sebagai berikut. ௬మ ି௬
௬మ ି௬భ
௫ ି௫
= ௫ మି௫
= ݔ20 − ቀ
మ
(3.4)
భ
ହ,ଵି௬ ହ,ଵ
ቁ ∙ 16
(3.5)
Dimana x = sinyal kontrol (u) y = flow amine (m3/h) Untuk menghitung besarnya nilai dari sinyal u tersebut maka besarnya flow amine yang terdapat pada tabel (3.1) dimasukkan pada persamaan (3.5) sehingga diperoleh nilai sinyal u.
Gambar 3.5 Arsitektur backpropagation 6
Arsitektur JST yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah backpropagation. Gambar 3.6 menggambarkan algoritma pembelajaran JST backpropagation
1. Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Pada proses pelatihan ini untuk mencari pemodelan yang paling mendekati dengan kondisi plant maka dilakukan beberapa variasi pada arsitektur jaringan yang dibuat. Variasi yang dilakukan adalah jumlah hidden layer yang digunakan 1- 3 hidden layer dan jumlah node tiap hidden layer 1-10 node. Setelah dilakukan training keseluruhan 130 variasi didapatkan hasil terbaik dengan susunan hidden layer pertama 7 node, hidden layer kedua 6 node dan hidden layer ketiga 9 node.
Gambar 3.11 Diagram alur pembelajaran backpropagation
Berhenti pada saat epoch 1000 Dengan nilai RMSE 1,721 e-11
Arsitektur jaringan syaraf tiruan mode backpropagation ini mempunyai beberapa parameter dan ketentuan untuk pelatihan yaitu sebagai berikut: • Jumlah node pada lapis input adalah 2. • Jumlah lapis tersembunyi adalah 3. • Jumlah node pada lapis output adalah 1. • Jumlah epochs maksimum adalah 1000. • Rata- rata kuadrat error (mse) adalah 10-10. • Goal error adalah 0 . • Waktu untuk training adalah tidak terbatas (infinite). • Algoritma pembelajaran adalah backpropagation (TRAINLM). Pada tiap – tiap layer terdapat fungsi aktifasi yang berbeda – beda pada arsitektur jaringan tersebut. Pada layer input dan hidden layer mengunakan fungsi aktifasi tangen hiperbolik atau disebut juga sigmoid biner. Sedangkan pada layer output mengunakan fungsi aktifasi purelin atau linier. Berikut adalah pemodelan plant amine contactor dengan mengunakan JST pada simulink MATLAB.
Gambar 4.1 Grafik performance training Pada grafik diatas dapat dilihat respon performance training yang memiliki kecenderungan menurun. Hal ini menunjukkan nilai dari output pelatihan yang semakin mendekati nilai dari target yang telah ditetapkan. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kriteria penentuan model terbaik adalah berdasar pada nilai RMSE dan VAF. Pada training ini didapatkan nilai RMSE 4.2137e-6 dan VAF 100% sehingga dapat disimpulkan bahwa model JST yang didapatkan sudah sangat mendekati. 4.2 Validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan Selanjutnya setelah didapatkan model JST terbaik, maka akan dilakukan proses validasi. Validasi digunakan untuk mengetahui tingkat keakurasian model plant JST dengan menggunakan nilai bobot, jumlah hidden node dan hindden layer yang sama dari hasil training tetapi dengan data input output yang berbeda, dimana pasangan data yang digunakan sebanyak 500 data yang tidak digunakan pada proses training. Output Plant 16
14
konsentrasi H2S(ppm )
Gambar 3.7 Wiring plant JST pada simulink IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan pengujian secara menyeluruh, maka sebelumnya dilakukan pengujian untuk masing - masing komponen.
12
10
8
6
output plant 4
0
50
100
150
200
250 sampel data
300
350
400
Gambar 4.2 Grafik output plant 7
450
500
Grafik Res pon Uji Step Flow Trans mitter
Output Hasil Validasi
25
16
20
12
15 arus(m A )
konsentrasi H2S(ppm)
14
10
10 8
5
6
output model 4
0
50
100
150
200
250 sampel data
300
350
400
450
respon arus flow trans mitter 500
0
0
1
2
3
4
5 waktu (s)
6
7
8
9
10
Gambar 4.5 Grafik respon uji step flow transmitter
Gambar 4.3 Grafik output hasil validasi Gambar 4.2 dan 4.3 menunjukkan perbandingan antara output plant dengan output hasil validasi. Kedua grafik tersebut menunjukkan pola yang sama sehingga dapat dikatakan hasil validasi dapat mengikuti output plant. Selain itu model plant JST ini juga masih bisa mengikuti output plant meskipun diberikan inputan yang berbeda dari proses pelatihan. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai RMSE yang kecil yaitu 3.4468e-6 dan nilai VAF yang besar yaitu 100%. Dari kedua parameter RMSE dan VAF yang memenuhi kriteria ini maka dapat disimpulkan telah didapatkan model plant JST yang paling sesuai.
Dari hasil simulasi tampak pada grafik bahwa untuk flow minimum spesifikasi flow transmitter adalah sebesar 0 MMSCFD maka arus yang tercatat flow transmitter adalah sebesar 4 mA, sedangkan untuk konsentrasi maksimum spesifikasi flow transmitter sebesar 150 MMSCFD maka arus yang tercatat pada flow transmitter adalah sebesar 20 mA. 4.5 Pengujian H2S Analyzer Pada uji step H2S analyzer ini, sinyal input merupakan konsentrasi gas H2S yang mampu dibaca yang tercatat pada spesifikasi range ppm input yaitu sebesar 0 - 25 ppm. Melalui simulasi sinyal uji step ini akan diketahui respon dari konsentrasi H2S analyzer sehingga tingkat kelogisan dari model matematis H2S analyzer dapat diketahui.
4.3 Pengujian Control Valve Simulasi yang digunakan di pengujian control valve ini menggunakan sinyal uji step, yang besarannya disesuaikan dengan besaran standart sinyal kontrol 4 – 20 mA. Pada pengujian ini, dimaksudkan untuk mengetahui performansi pada control valve yang kita rancang. Berikut adalah bentuk pemodelan dari control valve pada simulink.
Grafik Respon Uji Step H2S Analyzer 25
a ru s (m A )
20
Grafik Respon Uji Step Control Valve 60
15
10
50
flow amine (m3/h)
5
40 respon arus H2S analyzer 0
30
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu (s)
Gambar 4.6 Grafik respon uji step H2S analyzer
20
Dari hasil simulasi tampak pada grafik bahwa untuk konsentrasi minimum spesifikasi H2S analyzer adalah sebesar 0 ppm maka arus yang tercatat H2S analyzer adalah sebesar 4 mA, sedangkan untuk konsentrasi maksimum sebesar 25 ppm maka arus yang tercatat adalah sebesar 20 mA.
10 respon flow control valve 0
0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
waktu (s)
Gambar 4.4 Respon uji step control valve Dari hasil simulasi diketahui control valve dapat bekerja dengan baik, yaitu ditandai dengan bukaan valve yang sesuai. Jika control valve diberi masukan sinyal kontrol 20 mA, maka valve akan terbuka 100% atau dapat mengalirkan amine maksimum 50,16 m3/h. Dan jika diberi masukan sinyal kontrol 4 mA, maka valve akan menutup.
4.6 Pengujian Kontroller Berbasis Data Pada pengujian kontroller berbasis data ini akan disimulasikan bagaimana kontroller ini bekerja dalam menerima masukkan berupa error dan referensi flow sour gas yang masuk. Yang dimaksud error disini adalah selisih antara ppm H2S pada amine contactor dengan set point (8 ppm).
4.4 Pengujian Flow Transmitter Pada uji step flow trasmitter ini, sinyal inputan merupakan flow sour gas yang mampu dibaca yang tercatat pada spesifikasi range flow input yaitu sebesar 0 - 150 MMSCFD. Melalui simulasi sinyal uji step ini akan diketahui respon dari flow transmitter sehingga tingkat kelogisan dari model matematis flow transmitter dapat diketahui.
Gambar 4.7 Uji step kontroller berbasis data 8
Dengan adanya dua referensi input, maka diberikan pula dua buah sinyal uji step pada kontroller. Pada sinyal uji step untuk masukan error, diberikan nilai akhir senilai 1 (satu) untuk representasi error dan diberikan nilai awal senilai 0 (nol) untuk representasi tidak terdapat error. Sedangkan untuk sinyal uji step untuk flow sour gas di berikan nilai awal senilai 0 (nol) dan nilai akhir 144.
dengan demikian tidak ada amine yang diinjeksikan ke dalam amine contactor, sehingga konsentrasi gas H2S yang tercatat pada amine contactor sangat tinggi yaitu 33 ppm. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada saat sinyal uji step mencapai nilai maksimum sebesar 20 mA. Dimana pada kondisi ini control valve membuka sebesar 100% atau mengalirkan amine sebesar 50,16 m3/h. Flow sebesar ini memberikan kontribusi penurunan konsentrasi gas H2S pada amine contactor. Hal ini sangat sesuai dengan perhitungan manual dengan mengunakan persamaan 3.1 dimana dengan inputan gas maksimum 144 MMSCFD hanya membutuhkan amine sebanyak 41,8152 m3/h. Sedangkan ketika diberikan inputan sinyal step 20 mA maka control valve mengeluarkan amine sebesar 50,16 m3/h sehingga terlalu banyak pelarut amine yang ditambahkan dan menjadikan konsentrasi H2S yang turun secara ekstrim tetapi hal ini juga tidak dikehendaki karena unsur hdrokarbon dalam gas juga akan ikut terserap.
Grafik Respon Uji Step Kontroller Berbasis Data 18 16 14
sinyal U (mA)
12 10 8 6 4 2 respon sinyal u kontroller 0
0
1
2
3
4
5 waktu (s)
6
7
8
9
10
Gambar 4.8Grafik respon uji step kontroller berbasis data
4.8 Uji Close Loop Sistem Hasil dari simulasi ini dapat memperlihatkan perbedaan respon sistem sebelum dikendalikan dan sesudah dikendalikan. Berikut adalah pemodelan close loop pengendalian laju amine pada plant amine contactor.
Dari hasil simulasi tampak bahwa untuk uji step kontroller dengan input step flow sour gas dengan nilai maksimum 144 MMSCFD dan error ppm H2S sinyal u yang keluar dari kontroller adalah sebesar 17,33818 mA. Besarnya sinyal kontrol ini sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan pada bab III. 4.7 Uji Open Loop Sistem Pada sub - bab berikut dilakukan pengujian secara open loop, dimana komponen komponen yang telah diuji digabung menjadi satu namun dalam kondisi tanpa dikontrol. Pemodelan open loop pada simulink adalah sebagai berikut.
Gambar 4.11 Wiring close loop pengendalian amine Untuk uji open loop yang pertama diberikan flow sour gas dengan kenaikan setiap 0,5 sampai 80 MMSCFD. Hal ini digunakan untuk melihat karakteristik pengendalian flow amine pada plant amine contactor. Grafik Respon Close Loop Pengendalian Amine 8.4 8.3 8.2
Gambar 4.9 Wiring open loop pada simulink
8.1 konsentrasi H2S (ppm)
Grafik Respon Uji Open Loop Amine Contactor 35
30
konsentrasi H2S (ppm)
25
20
8 7.9 7.8
15
7.7
10
7.6
5
7.5
0
7.4
-5
0
50
100
150 waktu (s)
200
250
respon H2S set point 0
50
100
150 waktu (s)
200
250
300
300
Gambar 4.12 Grafik respon close loop
Gambar 4.10 Grafik respon uji open loop plant amine contactor Pada saat sinyal uji step menunjukkan nilai 4 mA maka control valve akan menutup (bukaan 0%),
Hasil respon pengendalian close loop laju amine ini dapat dilihat pada gambar 4.12. Pada awal grafik terlihat nilai ppm yang lumayan besar sekitar 9
8,35 ppm hal ini dikarenakan flow sour gas yang telah masuk ke plant amine contactor sedangkan control valve masih menutup sehingga tidak ada amine yang dialirkan. Selanjutnya ketika pengendalian laju amine sudah mulai berjalan respon pengendalian mulai bisa mengikuti menuju set point yang ditetapkan yaitu 8 ppm. Dengan set point 8 ppm dan kriteria error 2% yaitu antara range 7,84 ppm – 8,16 ppm, maka respon pengendalian ini masih masuk didalam kriteria ini meskipun terdapat osilasi di awal.
mengalami kenaikan sedikit terlebih dahulu dari 8,005 ppm menjadi 8,006 ppm namun setelah itu mengalami penurunan hingga menjadi konstan pada 8,0016 ppm karena input flow sour gas juga konstan pada 96 MMSCFD. Sehingga dengan manipulasi kenaikan input flow sour gas pengendalian laju amine ini masih dapat mengikuti. Selanjutnya dilakukan uji close loop dengan input flow sour gas turun. Pada pengujian ini dibuat input gas yang mengalami kenaikan terlebih dahulu mulai dari 0 sampai dengan 80 MMSCFD seperti pada pengujian awal tadi, namun setelah itu diberikan manipulasi penuruanan input sebesar 25% sehingga input sour gas menjadi 44 MMSCFD.
4.9 Uji Close Loop dengan Manipulasi Laju Sour Gas yang Masuk Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem pengendalian yang dibuat nantinya masih dapat mengikuti jika terjadi kenaikan atau penurunan laju sour gas dari sumur. Pertama kali dilakukan uji close loop dengan input flow sour gas naik. Pada pengujian ini dibuat input gas yang mengalami kenaikan terlebih dahulu mulai dari 0 sampai dengan 60 MMSCFD seperti pada pengujian awal tadi, namun setelah itu diberikan manipulasi kenaikan input sebesar 25% sehingga input sour gas menjadi 96 MMSCFD.
Grafik Input Flow Sour Gas dengan Penurunan 25% 80
70
flow sour gas (MMSCFD)
60
50
40
30
20
10
Grafik Input Flow Sour Gas Kenaikan 25% 100
input flow sour gas 0
90 80
50
100
150 waktu (s)
200
250
300
Gambar 4.15 Grafik input flow sour gas dengan penurunan 25%
70 flow sour gas (MMSCFD)
0
60
Grafik Respon Close Loop dengan Penurunan 25% 50
8.4
40
8.3
30
8.2 20
8.1 k onsentras i H2S (ppm )
10 input flow sour gas 0
0
50
100
150 waktu (s)
200
250
300
Gambar 4.13 Grafik input flow sour gas dengan kenaikan 25%
8 7.9 7.8 7.7
Grafik Respon Close Loop dengan Kenaikan 25% 8.4
7.6
8.3
7.5 7.4
8.2
respon ppm H2S set point 0
50
100
150 waktu (s)
200
250
300
konsentrasi H2S (ppm)
8.1
Gambar 4.15 Grafik respon close loop dengan penurunan 25%
8 7.9
Dari respon ini dapat dilihat ketika input mengalami kenaikan hingga 80 MMSCFD respon pengendalian masih sama seperti pada uji sebelumnya. Setelah itu ketika terdapat manipulasi penurunan flow sour gas menjadi 44 MMSCFD respon pengendalian seperti yang terlihat mengalami kenaikan dari 8,002 ppm menjadi 8,0064 ppm namun setelah itu mengalami penurunan hingga menjadi konstan pada 8,0027 ppm karena input flow sour gas juga konstan pada 44 MMSCFD. Sehingga dengan manipulasi penurunan input flow sour gas pengendalian laju amine ini masih dapat mengikuti.
7.8 7.7 7.6 7.5 7.4
respon ppm H2S set point 0
50
100
150 waktu (s)
200
250
300
Gambar 4.14 Grafik respon close loop dengan kenaikan 25% Dari respon ini dapat dilihat ketika terdapat manipulasi kenaikan flow sour gas menjadi 96 MMSCFD respon pengendalian seperti yang terlihat 10
Company, Inc
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat korelasi antara flow sour gas yang masuk dengan jumlah amine yang digunakan serta ppm H2S yang mampu diserap. 2. Pemodelan plant amine contactor menggunakan JST dengan arsitektur backpropagation dan algoritma training Lavenberg Marquardt didapatkan hasil terbaik 3 hidden layer dengan jumlah hidden node pertama 7, kedua 6 dan ketiga 9 node. 3. Hasil training pemodelan plant JST didapatkan dan VAF nilai RMSE sebesar 4.2137·10-6 mendekati 100%, sedangkan pada saat validasi didapatkan nilai RMSE sebesar 3.4468·10-6 dan VAF mendekati100%. 4. Berdasarkan pengujian didapatkan parameter hasil pengendalian sebagai berikut : maximum overshoot 2,06 %, settling time (ts) 197 s, peak time (tp) 20 s, error steady state (ess) 0,01875 %.
Gunterus, Frans. 1994. Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo
[2]
Liptak, B.I. 2003. Instrument Engineers' Handbook - Process Measurement and Analysis
[3]
Setiawan, Iwan. Jaringan Syaraf Tiruan Jenis AMN (Associative Memory Networks) : CMAC, B-SPLINE dan RBF untuk Aplikasi Pemodelan Dan Pengontrolan Automatic Control Laboratory. Semarang. Electrical Engineering of UNDIP.
[4]
Puspitaningrum, Diyah. 2006. Pengantar Jaringan Syaraf Tiruan. Yogjakarta. Penerbit Andi
[5]
Kusumadewi, Sri. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta. Penerbit Graha Ilmu.
[6]
Siang,J.J., 2004. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrograman Menggunakan Matlab. Yogyakarta . Penerbit Andi
[7]
R.H.Nielsen., Massachusetts.
Ogata, Katsuhiko. 2002. Modern Control Engineering, Fourth Edition. Prentice-Hall, Inc. United States of America
[9]
Help MATLAB Simulink Programming a Truth Table.
BIODATA PENULIS
Nama TTL
5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan saran bahwa konfigurasi referensi input kontroler yaitu proses variabel yang terlibat sebagai pasangan aksi - kondisi dari kontroller berbasis data dapat ditambahkan dengan referensi nilai temperatur dari luar karena dapat mempengaruhi kinerja penyerapan H2S oleh amine. . DAFTAR PUSTAKA [1]
[8]
: Hutama Putra Wibawa : Blitar, 02 Oktober 1988
Riwayat Pendidikan: Tek. Fisika ITS Surabaya SMA Negeri 1 Blitar SMP Negeri 1 Blitar SDN Karang Tengah 1
1990. Neurocomputing. Addison-Wesley Publishing 11
2007 – sekarang 2004 – 2007 2001 – 2004 1995 – 2001
R2009a,