Perancangan Film Dokumenter Falsafah Permainan Tradisional Jawa “Makna dibalik Dolanan” Artikel Ilmiah
Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk memperoleh Gelar Sarjana Desain
Peneliti: Yves Christio Dyarenggasto (692011069) Anthony Y.M Tumimomor, S. Kom., M.Cs.
Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Agustus 2016
1. Pendahuluan Perkembangan permainan saat ini sudah sangat beragam dikalangan masyarakat terutama bagi anak-anak, hal tersebut tidak terlepas dari peranan teknologi informasi yang menyebabkan permainan saat ini dapat berkembang begitu luas. Salah satu bentuk permainan saat ini dapat diakses oleh siapa saja melalui berbagai perangkat mempengaruhi anak-anak menjadi anti sosial sehingga banyak sekali anak-anak sekarang menjadi lebih egois, tidak mengenal teman sebayanya dalam satu lingkungan tempat tinggal [1]. Berdasarkan dengan penelitian awal melalui wawancara dengan ahli budaya Bapak Sudjisno, pembahasan tentang permainan tradisional hanya sebatas tentang manfaat dan dampak yang ditimbulkan, sedangkan untuk media ilmu pengetahuan masih belum ada. Serta dijelaskan bahwa permainan rakyat/tradisional sudah jarang ditemui ditengah-tengah masyarakat, dengan demikian dapat dibayangkan bahwa nantinya permainan tradisional ini tidak lagi dapat diketahui bahkan dimainkan oleh generasi muda, serta menjelaskan bahwa permainan rakyat/tradisional memiliki falsafah dan makna tertentu didalamnya, namun hal ini belum banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, diperlukan media audio visual untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang makna dan falsafah yang terkandung didalamnya. Jenis film yang digunakan adalah film dokumenter yang dirancang agar dapat memberi informasi kepada masyarakat secara lengkap dan sesuai dengan fakta yang ada [2]. Berdasarkan permasalahan yang ada maka akan dirancang video dokumenter permainan tradisional yang memberikan informasi mengenai permainan tradisional, falsafah, dan makna yang ada didalam permainan tradisional, serta penggunaan teknik sinematografi dalam film, agar nantinya film dokumenter ini dapat menjadi media ilmu pengetahuan melalui permainan tradisional yang tidak membosankan. 2. Tinjauan Pustaka Penelitian pertama dengan judul Perancangan Film Dokumenter Tentang Polusi Emisi Kendaraan Bermotor (Studi Kasus : Kota Semarang) menggunakan film dokumenter sebagai media untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang dampak negatif dari polusi emisi akibat kelalaian perawatan dari pemilik kendaraan bermotor. Salah satu media yang dapat menyampaikan informasi adalah film, karena melalui film masyarakat tidak hanya mendengar audio tetapi melihat secara visualisasi dalam bentuk video. Jenis film yang dipilih adalah film dokumenter yang dirancang karena film dokumenter dapat memberi informasi kepada masyarakat secara lengkap dan sesuai dengan fakta yang ada [3]. Penelitian kedua dengan judul Peningkatan Motorik Kasar Melalui Permainan Tradisional Engklek pada Anak Kelompok A di PAUD Terpadu Karya Bakti Ds. Reksosari Kec. Suruh Semester II Tahun Ajaran 2013/2014 bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan motorik kasar anak melalui permainan tradisional engklek pada anak kelompok A di PAUD Terpadu Karya Bakti Ds. Reksosari
Kec. Suruh Semester II Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian adalah anak kelompok A2 PAUD Terpadu Karya Bakti Ds. Reksosari Kec. Suruh Semester II Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjmlah 13 anak yang terdiri dari 3 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan metode dokumentasi dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keterampilan motorik kasar anak. Pada siklus I anak yang dapat melompat dengan satu kaki secara mandiri (BDM) adalah 7 anak (30,77%) dan meningkat pada siklus II sebanyak 12 anak (92,30%) sehingga penelitian dapat dikatakan berhasil, terbukti pada siklus II mencapai 92,30%. Hal ini menunjukkan bahwa permainan tradisional engklek terbukti dapat meningkatkan ketrampilan motorik kasar anak A2 di PAUD Terpadu Karya Bakti. [4] Dari penelitian yang ada, perbedaan dari penelitian yang dilakukan, film yang dirancang tidak hanya mendokumentasikan tentang permainan tradisional tetapi juga membahas tentang falsafah yang ada dalam permainan tersebut. Selain itu film dokumenter ini juga menggunakan teknik sinematografi agar menjadi lebih menarik. Media Informasi adalah alat untuk mengumpulkan serta menyusun kembali sebuah informasi sehingga menjadi bahan yang bermanfaat bagi penerima informasi, dan merupakan alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, serta menyusun kembali informasi visual [5]. Multimedia merupakan pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pemakai dapat bernavigasi, berkreasi, berkomunikasi, dan informatif [6]. Film adalah melukis gerak dengan cahaya, agar dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa disebut kamera. Film sebagai karya seni sering diartikan hasil cipta karya seni yang memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual [7]. Jenis-jenis film sesuai dengan cara pembuatan dan isinya : - Film Non Fiksi Film yang tidak bersifat fiktif atau film yang berdasarkan dengan kejadian nyata sesui dengan fakta yang ada. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah film dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah kejadian alam, flora, fauna maupun manusia. - Film Fiksi Film yang bersifat fiktif dan imajinatif. Sedangkan untuk kelompok fiksi, dalam dunia perfilman mengenal jenis-jenis film yang berupa drama, suspence atau action, science fiction, horror dan film musikal [8]. Dokumenter adalah film nonfiksi karena dalam pembuatannya film dokumenter hanya mendokumentasikan kenyataan dan fakta yang ada, dengan kata lain film dokumenter hanya mempresentasikan kenyataan dan menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan [9].
Jenis-jenis film dokumenter menurut cara pembuatan dan isinya : - Perbandingan Dokumenter ini menengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu misalnya seperti perbedaan teknologi industri di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. - Ilmu Pengetahuan Genre ini berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, sistem, berdasarkan ilmu tertentu. Adanya teknologi komputer untuk animasi, hal ini banyak membantu memperjelas informasi tertentu misalnya informasi statistik atau gambaran mengenai sistem kerja komponen sebuah produk. - Dokudrama Jenis dokumenter ini memliki motivasi komersial karena itu yang berperan dalam dokudrama ini adalah artis film. Cerita yang disampaikan merupakan rekonstruksi suatu peristiwa atau potret mengenai seseorang. Dokumenter jenis ini biasanya tidak sepenuhnya berdasarkan realita karena dokudrama bertujuan komersial dengan manampilkan profil suatu produk atau profil sebuah perusahaan untuk kepentingan promosi [10]. Sinematografi adalah ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita). Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian gambar atau dalam sinematografi disebut montase/montage [11]. Jenis shot yang digunakan dalam sinematografi : long shot , medium close up, medium shot extreme close up, dan close up. Sedangkan untuk camera angle yang digunakan antara lain : low angle, eye level, high angle, dan bird eye. Permainan tradisional sudah jarang ditemui di masyarakat karena faktor perkembangan zaman yang di dominasi oleh perkembangan teknologi. Permainan tradisional tidak hanya sekedar sarana untuk bermain bagi anak-anak, namun digunakan sebagai media penyampaian makna dan nilai-nilai yang mengandung pesan moral serta merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa [12].
Jenis-jenis permainan tradisional antara lain: - Permainan bersifat rekreatif Pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu luang. Permainan jenis ini bersifat menghibur dapat dilakukan hanya satu orang saja. Contoh dari permainan ini seperti egrang. - Permainan bersifat kompetitif Permainan seperti ini memiliki ciri-ciri terorganisir, bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Contoh dari permainan ini seperti petak umpet, cublak-cublak suweng, sledur, dan lain-lain. - Permainan bersifat edukatif Permainan jenis ini terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya, dapat dimainkan satu atau lebih dari satu orang. Contoh dari permainan ini seperti dakon dan bekelan [13]. Falsafah adalah studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan [14]. Falsafah Cublak-Cublak Suweng karya Sunan Giri (1442M) berisi syair yang sarat makna, tentang nilai-nilai keutamaan hidup manusia. Arti dari Cublak-Cublak Suweng adalah untuk mencari harta kebahagiaan sejati janganlah manusia menuruti hawa nafsunya sendiri atau serakah, tetapi semuanya kembalilah ke dalam hati nurani, sehingga harta kebahagiaan itu bisa meluber melimpah menjadi berkah bagi siapa saja [15]. 3. Metode Penelitian dan Perancangan Film Metode yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif bersifat fleksibel dan berubah-ubah sesuai kondisi lapangan dengan pengambilan data, metode kualitatif merupakan metode studi menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya dalam bentuk wawancara [16]. Sedangkan strategi yang digunakan dalam penelitian ini linear strategy atau strategi garis lurus yang menetapkan urutan logis pada tahapan yang sederhana dan relatif mudah dipahami komponennya [17]. Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap 1 : Identifikasi Masalah
Tahap 2 :
Tahap 3 :
Tahap 4 :
Pengumpulan Data
Perancangan Film
Pengujian
Gambar 1 Bagan Strategi Linier
Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah dimana objek dalam suatu jalinan tertentu dapat kenali sebagai suatu masalah [18]. Berdasarkan observasi baik secara langsung maupun tidak langsung bahwa permainan tradisional sudah jarang dimainkan karena adanya pengaruh teknologi yang menggantikan permainan tradisional dengan permainan modern yang terdapat pada gadget. Menurut wawancara ahli budaya Bapak Djisno dari Dewan Kesenian Salatiga jika permainan tradisional tidak dimainkan lagi hal tersebut dapat menyebabkan kepunahan terhadap permainan tradisional itu sendiri. Hal ini diperkuat dengan wawancara terhadap Bapak Margana selaku kepala DISKOMPUDPAR bagian kebudayaan Kota Salatiga didapatkan permasalahan bahwa dinas tidak memiliki data ataupun informasi mengenai permainan tradisional. Wawancara juga dilakukan kepada psikolog Ibu Ambar dari Fakultas Psikologi UKSW Salatiga untuk mengetahui dampak bermain bagi perkembangan psikologis anak. Dari hasil wawancara bermain mempengaruhi sistem psikososial anak, dan dampak dari bermain permainan modern berpengaruh terhadap karakter anak menjadi mudah emosional dibandingkan dengan anak yang bermainan tradisional. Berdasarkan dengan identifikasi masalah yang didapat maka dilakukan pengumpulan data dengan 2 cara yaitu pengumpulan data primer dan sekunder. Dimana hasil pengumpulan data digunakan untuk perancangan dan produksi film. 1. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung kepada pihak-pihak terkait: Wawancara pertama dilakukan kepada ketua dewan kesenian Salatiga yaitu Bapak Djisno mengenai eksistensi, falsafah, dampak permainan tradisional serta peran serta dewan kesenian terhadap permainan tradisional di Salatiga. Dari hasil wawancara permainan tradisional masih dimainkan namun hanya pada daerah-daerah tertentu saja sedangkan di Kota Salatiga dewan kesenian sudah melakukan beberapa upaya pelestarian dengan diadakannya beberapa festival permainan dari tahun ke tahun. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pelestarian permainan tradisional juga berpengaruh terhadap keberadaan permainan tradisional itu sendiri. Wawancara kedua dilakukan kepada Ibu Monica selaku pemilik sanggar seni Saraswati untuk mendapatkan makna dari bermain permainan tradisional. Berdasarkan wawancara didapatkan bahwa bermain gundu atau kelerang mengajarkan anak untuk memiliki target dalam hidupnya, coklak dapat mengajarkan anak keadilan, betengan, dan sledur mengajarkan jiwa kepimpinan pada anak, sedangkan bekelan dan seprengan melatih ketrampilan dan ketangkasan pada anak.
Wawancara juga dilakukan kepada psikolog Ibu Ambar dari Fakultas Psikologi UKSW Salatiga untuk mengetahui dampak bermain bagi perkembangan psikologis anak. Dari hasil wawancara bermain mempengaruhi sistem psikososial anak, dan dampak dari anak yang bermain permainan tradisional berpengaruh terhadap karakter anak yang lebih sabar, lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan, dan menyelesaikan masalah dibandingkan anak yang yang bermain permainan modern. 2. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendukung pengumpulan data primer dengan cara mencari data melalui website maupun buku. Dari pengumpulan data didapat hasil bahwa pemerintah hanya memberikan informasi tentang permainan tradisional melalui festival atau event permainan anak, serta didapatkan hasil tentang informasi beberapa jenis permainan dan falsafah yang terkandung didalamnya. Selain itu didapatkan hasil tentang kurangnya informasi pada masyarakat tentang macam-macam permainan tradisional beserta falsafah yang terkandung didalamnya. Proses perancangan yang dilakukan dalam video dokumenter terdiri dari tiga tahap yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Proses perancangan dapat dilihat pada Gambar 2. Ide dan Konsep
Pra Produksi Film Statement Storyline
Shooting Treatment
Produksi
Audio Storyboard Offline Editing Online Editing
Pasca Produksi
Mixing
Evaluasi
Ya
Revisi
Tidak
Hasil
Gambar 2 Bagan Perancangan Film
Sesuai dengan pembahasan, penelitian ini menggunakan media informasi film dokumenter yang mengangkat tentang keberadaan permainan tradisional diantara
permainan modern saat ini sesuai dengan fakta yang ada. Konsep penelitian dalam film dokumenter ini juga mengangkat tentang falsafah dan dampak yang ditimbulkan dalam permainan tradisional tersebut. Film dokumenter dalam penelitian ini menggunakan teknik sinematografi yaitu teknik mengenai perfilman baik dari estetika, bentuk, fungsi, makna, produksi, serta prosesnya agar tidak membosankan dan dapat diterima dengan baik [19]. Setelah menentukan ide dan konsep adalah pembuatan film statement. Film statement dari perancangan ini adalah, bagaimana menginformasikan mengenai permainan tradisional tetap bertahan eksistensinya ditengah berkembangnya jaman dan permainan modern saat ini, serta apa saja falsafah terkandung dibalik permainan tradisional. Setelah menentukan film statement dibutuhkan storyline untuk merangkai kejadian menjadi sebuah cerita sehingga menjadi kerangka utama pembuatan film [20]. Adapun storyline dimulai dengan berlatar belakang anak-anak yang berkumpul dan melakukan permainan Hompimpah. Dibalik keceriaan anak-anak yang bermain diiringi juga dengan semakin berkembangnya Kota Salatiga yang terletaknya di kaki Gunung Merbabu. Keramaian Kota Salatiga tidak luput dari berkembangnya teknologi, yang juga mengakibatkan kecanduan anak-anak dengan bermain gadget, playstation, dan komputer, namun kecanduan terhadap permainan seperti pada gadget, playstation, dan komputer memiliki dampak sosial terhadap perkembangan karakter anak. Disisi lain Kota Salatiga, anak-anak yang masih bermain permainan seperti engklek, dakon, egrang, dan permainan tradisional lainnya. Berbagai permainan tradisional seperti cublak-cublak suweng, egrang, dan permainan tradisional lainnya memiliki falsafah Jawa tertentu, oleh karena itu menurut ahli budaya dari Dewan Kesenian Salatiga permainan tradisional tidak hanya sekedar dimainkan, namun juga mengajarkan makna hidup tertentu. Salah satu komunitas yang masih melestarikannya adalah Sanggar Seni Saraswati dimana permainan-permainan tradisional masih dimainkan. Melalui permainan tradisional, pemilik sanggar mengajarkan tentang melatih anak untuk lebih peka pada hidupnya masingmasing dikemudian hari. Treatment disusun berdasarkan hasil riset awal (baik langsung maupun tak langsung) dan berdasarkan rumusan ide dalam bentuk film statement yang diuraikan secara deskriptif tentang bagaimana rangkaian film dokumenter dalam penelitian ini. Scene 1 : Potret anak-anak Hompimpah 1. (low angel - medium close up) pengambilan tangan hompimpah Scene 2 : Suasana Kota Salatiga 1. (bird eye - full shot) pengambilan footage suasana Kota Salatiga 2. (eye level – close up) pengambilan footage anak bermain game console Scene 3 : Wawancara psikolog 1. (eye level – medium close up) wawancara Ibu Ambar
Scene 4 : Wawancara anak bermain playstation 1. (eye level – full shot) pengambilan gambar anak bermain playstation 2. (eye level – medium close up) Wawancara anak bermain playstation. Scene 5 : Konten permainan tradisional 1. (eye level - full shot) pengambilan footage anak bermain di sledur. 2. (eye level – close up) memperlihatkan ekspresi anak bermain. Scene 6 : Wawancara ahli budaya tentang falsafah dakon 1. (eye level – medium close up) wawancara falsafah dakon dari Bapak Djisno. Scene 7 : Sanggar Saraswati 1. (eye level - full shot) pengambilan footage mainan tradisional dakon. 2. (eye level - full shot) wawancara Ibu Monica tentang makna dakon bagi anak. Scene 8 : Wawancara penggiat sanggar 1. (eye level – medium close up) wawancara Ibu Monica tentang makna setiap permainan. 2. (eye level – medium close up) memperlihatkan anak bermain gundu, tali spreng, bekelan. 3. (bird eye – long shoot) memperlihatkan anak bermain betengan. Scene 9 :Falsafah Cublak-cublak suweng dan Closing 1. (eye level – full shot) memperlihatkan anak bermain cublakcublak suweng. 2. (eye level – medium close up) wawancara falsafah cublak-cublak suweng dari Bapak Djisno. 3. (eye level - extreem) potret ekspresi dari anak-anak bermain. Setelah merancang treatement dilanjutkan pembuatan storyboard. Storyboard merupakan rangkaian gambar ilustrasi yang berusaha menerjemahkan adeganadegan yang telah dirumuskan didalam skenario. Didalam sebuah storyboard yang dihasilkan dapat memuat informasi mengenai pelaku, lokasi, properti maupun sudut pengambilan gambar [21]. Storyboard yang telah dirancang sesuai dengan tahapan sebelumnya untuk mempermudah pengambilan film dokumenter dalam penelitian ini. Storyboard dari dokumenter ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Storyboard
Tahap selanjutnya adalah tahap produksi, yaitu Video Live Action, pada tahap ini yang dilakukan adalah proses shoting di area kota Salatiga dengan talent maupun hanya pengambilan footage dengan mengikuti konsep seperti pada storyline dan treatment. Proses pembuatan video live action ini menggunakan kamera DSLR untuk menghasilkan gambar yang baik serta didukung dengan peralatan pendukung kamera berupa lensa, sound recorder, tripod, dan lain-lain. Proses produksi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Proses produksi
Pasca produksi adalah proses terakhir dari ketiga tahapan dalam pembuatan sebuah film. Pasca produksi meliputi tiga proses, yaitu proses offline editing, online editing dan mixing. Offline editing merupakan proses menata gambar sesuai dengan skenario dan urutan shot yang telah ditentukan. Dari semua hasil produksi dilakukan review satu persatu dan dianalisa sesuai kebutuhan video. Setelah didapat bagian gambar yang sesuai lalu disusun pada timeline software editing video sesuai urutan scene yang telah ditentukan. Dalam proses online editing dilakukan penambahan efek-efek seperti efek transisi, dan efek-efek lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dalam tahap ini juga dilakukan grading cold yang bertujuan supaya film dokumenter mendapat kesan dingin seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Proses colour grading
Setelah online editing selesai maka dilakukan proses mixing yaitu penggabungan dan penyelarasan antara visual dan audio agar menjadi kesatuan yang utuh. Dalam tahap ini pengaturan audio antara audio wawancara dan musik latar diatur agar tidak saling mengganggu. 4. Hasil dan Pembahasan Film Film dokumenter ini berisikan informasi kepada masyarakat mengenai falsafah, makna, serta keberadaan tentang permainan tradisional Jawa, supaya permainan tradisional tersebut tetap dilestarikan serta pesan mengenai falsafah yang ada dapat tersampaikan. Scene 1 yang ada dalam film dokumenter ini terdapat intro beberapa anak-anak yang melakukan hompimpah yang diambil dari jenis shot, low angle, close up . Hal ini bertujuan agar permainan tangan
hompimpah dapat divisualisasikan dengan baik. Scene 1 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Scene 1 Anak-anak sedang bermain hompimpah.
Scene 2 yang menunjukkan keramaian Kota Salatiga, serta footage dari permainan modern yang dimainkan anak-anak. Jenis shot pada scene ini adalah low angel, close up dan bird eye, long shot untuk mendapatkan keadaan Kota Salatiga secara keseluruhan, kemudian scene ini menggunakan candid, medium close up untuk menunjukkan anak-anak yang sedang bermain agar tampak tanpa rekayasa. Scene 2 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Scene 2 Suasana Kota Salatiga.
Scene 3 menjelaskan tentang dampak dari permainan modern terhadap perkembangan karakter anak-anak yang dijelaskan melalui wawancara dengan psikolog disertai ilustrasi dari perbedaan karakter anak. Jenis shot yang digunakan adalah eye level, medium close up agar penonton dapat lebih mengerti penjelasan dari wawancara tersebut. Penjelasan dari tentang dampak tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Scene 3 Wawancara psikolog dan ilustrasi penjelasan
Scene 4 yang menunjukkan anak-anak yang senang bermain playstation dan dalam scene tersebut dijelaskan mengapa menyukai
permainan tersebut . Dalam scene ini jenis shot yang digunakan adalah candid, eye level, long shot, medium close up dan extreme close up, untuk menunjukkan keadaan, ekspresi anak saat bermain playstation. Scene 4 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Scene 4 Wawancara anak bermain playstation.
Scene 5 menvisualisasikan anak-anak yang sedang bermain sledur, berserta nyanyian permainan tersebut. Scene ini jenis shot yang digunakan adalah panning, eye level, medium close up yang dapat menunjukkan dengan jelas ekspresi dan gerakan saat bermain sledur yang dapat dilihat pada Gambar 11.
. Gambar 11 Scene 5 Anak-anak bermain sledur
Scene 6 Ahli budaya menjelaskan tentang permainan dakon dan falsafah dibalik permainan tersebut, pada scene ini jenis shot yang digunakan adalah tilt up, tilt down, eye level, long shot, bird eye, medium close up, dan low angle untuk menunjukkan falsafah tentang kehidupan dari permainan dakon. Scene 6 dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Scene 6 Permainan dakon dan wawancara ahli budaya.
Scene 7 menjelaskan tentang makna dari permainan dakon. Penjelasan tersebut melalui wawancara dengan penggiat sanggar seni. Jenis shot dalam scene yang digunakan adalah bird eye, candid, close up, medium close up, candid, dan panning. dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Scene 7 Permainan dakon dan wawancara penggiat seni.
Pada scene 8 yang berisi tentang makna apa saja dibalik permainan seperti gundu, betengan, sledur, bekelan dan tali spreng. Jenis shot yang digunakan adalah close up, extreme close up, tilt down, long shot, medium close up, dan panning agar setiap informasi makna tersampaikan dengan jelas. Scene 8 dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Scene 8 Penjelasan makna gundu, betengan, sledur, bekelan dan tali spreng.
Pada scene 9 menjelaskan tentang permainan cublak-cublak suweng dan falsafah yang terkandung dari permainan tersebut. Jenis shot yang digunakan adalah panning, medium close up, close up, dan big close up agar penjelasan mengenai falsafah tersebut dapat tersampaikan dengan baik. Scene 9 dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Scene 9 Penjelasan ahli budaya dan visualisasi cublak-cublak suweng.
Pada hasil akhir film dokumenter tentang permainan tradisional Jawa akan diunggah pada media sosial youtube dan di-shared melalui media sosial facebook, agar penyebarannya lebih luas. Selain itu film dokumenter ini akan dibagikan dalam bentuk Compact Disc di Dinas Kebudayaan sebagai media informasi dan dapat menjadi arsip di Perpustakaan Daerah. Media perancangan pada media sosial dan dalam bentuk Compact Disc dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.
Gambar 16 Implementasi media sosial youtube.
Gambar 17 Implementasi media Compact Disc.
Evaluasi film dokumenter ini dilakukan secara kualitatif melalui wawancara dengan Ibu Lilla Eridianti sebagai Kasi Kesenian Dinas Perhubungan, Komunikasi, Budaya, dan Pariwisata Kota Salatiga. Dari hasil wawancara film yang telah dirancang, konten falsafah yang terkandung sudah sesuai serta dinilai menarik dan cukup memberikan informasi tentang falsafah yang belum banyak diketahui masyarakat. Namun dari permainan yang ada di Jawa Tengah, masih belum semua diangkat, diharapkan kedepannya permainan yang lain juga dibahas, baik yang memiliki falsafah ataupun permainan yang tidak memiki falsafah. Evaluasi kedua dilakukan kepada Bapak Widodo S. sebagai budayawan dan pengampu pelajaran Bahasa Jawa di SMPN 3 Salatiga. Wawancara membahas mengenai apakah informasi dari film dokumenter yang dirancang seperti falsafah dan makna, sudah tersampaikan dengan baik dan benar. Melalui wawancara tersebut didapatkan hasil bahwa film tersebut sudah baik dan benar sesuai dengan cerita falsafah yang ada dan mampu menjadi media pengetahuan khususnya pengenalan permainan Jawa kepada masyarakat. Evaluasi ketiga dilakukan kepada Bapak George Nicholas Huwae sebagai sinematografer. Evaluasi ini membahas tentang penilaian film dari sisi sinematografi. Berdasarkan hasil wawancara, film dokumenter ini sudah layak dikatakan sebagai film dokumenter serta film tersebut baik penataan antar scene dan menggunakan beberapa teknik sinematografi yang beragam sehingga tidak membosankan. Backsound dalam film sudah benar, meskipun adanya kekurangan seperti audio yang masih kurang bersih atau noise sehingga diperlukan subtitle dalam film dokumenter ini.meskipun pencahayaan dalam film dokumenter ini lebih banyak menggunakan available light sehingga terlihat alami, namun ada beberapa scene indoor yang terlihat gelap, karena kurangnya pencahayaan. Sedangkan untuk grading ada beberapa bagian yang warnanya tidak sama dan transisi sudah baik dan tidak mengganggu alur cerita dalam film ini. Evaluasi keempat dilakukan kepada Ibu Yutta Natasya sebagai responden dan orang tua. Evaluasi ini membahas mengenai apakah informasi dari film dokumenter yang dirancang seperti falsafah, makna, serta pengenalan permainan sudah tersampaikan dengan baik dan benar. Melalui wawancara tersebut didapatkan hasil bahwa film tersebut sudah baik dan cukup mengingatkan mengenai peran permainan tradisional bagi orang tua untuk mendidik anak bagi perkembangan psikologis anak dan film dokumenter menjadi media yang cukup bagi pelestarian permainan tradisional. Adapun kekurangannya adalah kurangnya jenis-jenis dan contoh permainan yang dibahas dalam film. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa Perancangan Film Dokumenter Permainan Tradisional Jawa dapat menyampaikan informasi mengenai permainan tradisional, makna dan falsafah. Bagi Dinas Perhubungan, Komunikasi, Budaya, dan Pariwisata Kota Salatiga, film dokumenter ini dinilai menarik dan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Sedangkan
unsur-unsur sinematografi dalam film dokumenter ini sudah baik dan memiliki alur cerita yang menarik sehingga diharapkan film dokumenter dapat menjadi media pengetahuan bagi masyarakat mengenai falsafah yang terkandung didalam masing-masing permainan tradisional. 6. Pustaka [1] Ramdhani, N. (1991). Standarlisasi skala tingkah laku sosial. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM. [2] Ayawaila, Gerzon.R. (2008). Dokumenter dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. [3] Grafira, Tjan O.C (2015). Perancangan Film Dokumenter Tentang Polusi Emisi Kendaraan Bermotor (Studi Kasus : Kota Semarang). [4] Astuti, Linda Kusuma. (2014). Peningkatan Ketrampilan Motorik Kasar Melalui Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Kelompok A di PAUD Terpadu Karya Bakti (Studi Kasus : Ds. Reksosari Kec. Suruh). [5] Heinich et.al. (2002). Media dan Fungsinya. Jakarta: Depkominfo. [6] Fred, Wibowo. (1997). Dasar-Dasar Program Televisi. Jakarta: Grasindo. [7] Pransi, D.A. (2005). Film/Media/Seni. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. [8] Dityatama. (2013). Mengenal Genre Film Dari Isinya. http://www.idseducation.com/articles/mengenal-genre-film-dari-isinya/. Diakses tanggal 5 Mei 2016. [9] Ayawaila, Gerzon.R. (2008). Dokumenter dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. [10] Pransi, D.A. (2005). Film/Media/Seni. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. [11] Putra, Adi. (2012). Photograph and Cinematograph. http://phoci.bukupr.com/2012/08/pengertian-sinematografi.html. Diakses tanggal 12 Mei 2016. [12] Atmadibrata. (1981). Permainan Rakyat Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud. [13] B Lubis, AA Chalik, G Gushevinalti. (2014). Kolaborasi Media Dalam Upaya Pelestarian Permainan Rakyat Di Bengkulu Tahun Ke 1 dari Rencana 2 Tahun. Bengkulu. [14] Atmadibrata. (1981). Permainan Rakyat Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud. [15] D, Wibhyanto. (2013). Memahami Lagu Culak-Cublak Suweng, http://www.kompasiana.com/ puisi.wibhyanto /memahami- lagu- cublaksuweng- yang-kaya-makna.html. Diakses tanggal 5 Mei 2015. [16] Noval. (2015). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuanitatif. http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02metode-penelititan-kualitatifdan.html. Diakses 23 Juni 2016. [17] Sarwono, Jonathan dan Harry Lubis. (2007). Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi.
[18] Husaini Usman dan Purnomo, (2008). Metodologi Penelitian Sosial. http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-identifikasi-masalahdalam-penelitian.html. Diakses tanggal 24 Juni 2016. [19] Susanto, Adi. (2013). Perancangan Film Dokumenter Permainan Tradisional Sunda. Bandung: UNIKOM. [20] Junaedi, Fajar. (2011). Membuat Film Dokumenter. Yogyakarta: Lingkar Media. [21] Syaiful, Agil. (2015). Teknik Pembuatan dan Pengertian Storyboard. https://sites.google.com/site/elearningtp2010/media-3d/teknik-pembuatanstoryboard-media-animasi-3d/pengertian-storyboard. Diakses tanggal 29 Juni 2016.