Bab 4
Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi
Pada bagian ini, penulis akan merancang sinkronisasi waktu dan frekuensi pada penerima DVB-T dengan menggunakan metoda-metoda yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Proses perancangan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Implementasi algoritma yang ada ke penerima DVB-T dengan menggunakan software Matlab 2. Analisis kinerja rancangan berdasarkan efektivitas algoritma. Ada dua faktor menentukan hal ini, yaitu kompleksitas dan performa algoritma. 3. Perancangan blok sinkronisasi yang akan digunakan berdasarkan analisis no.2 4. Pengujian
kinerja
sistem
integrasi
pengirim-penerima
DVB-T
dengan
menggunakan blok sinkronisasi yang telah dirancang.
4.1 Analisis Metoda Coarse Symbol Timing Synchronization Ada 2 metoda yang akan penulis analisa kinerjanya untuk digunakan di Coarse Symbol Timing Synchronization, yaitu SML (Simplified Maximum Likelihood)[7] dan ML(Maximum Likelihood)[6]. Dari segi kompleksitas algoritma, SML memiliki algoritma yang jauh lebih sederhana karena tidak perlu melakukan perhitungan untuk bagian energy, yaitu +(k ) . Metoda SML dan ML sebenarnya dirancang untuk bekerja optimal di kanal AWGN[6]. Oleh karena itu untuk meningkatkan akurasi dari estimasi Coarse Symbol Timing, penulis melakukan proses averaging. Selanjutnya, penulis membandingkan performa metoda SML dan ML yang diakuisisi di tiga model kanal DVB, yaitu AWGN,Rician, dan Rayleigh. Penulis akan membandingkan performa algoritma dengan membandingkan hasil estimasi awal simbol yang dikerjakan 2 metoda tersebut di atas pada titik-titik SNR yang sama. Dalam setiap simulasi akan digunakan 1020 simbol DVB OFDM. Gambar 4.1, 4.2, 4.3 menunjukkan hasil simulasi:
47
Gambar 4.1 Kesalahan Estimasi Coarse Symbol Timing di kanal AWGN
Gambar 4.2 Kesalahan Estimasi Coarse Symbol Timing di kanal Rician
48
Gambar 4.3 Kesalahan Estimasi Coarse Symbol Timing di kanal Rayleigh
Dari ketiga grafik di atas, dapat dilihat bahwa SML dan ML memiliki performa yang hampir sama. Perbedaan yang paling signifikan terjadi di kanal Rayleigh. Walaupun setelah akuisisi yang lama, kesalahan estimasi dari kedua metoda sama-sama menunjukkan angka +7, akan tetapi terjadi perbedaan dalam periode pencapaian estimasi yang konvergen di angka +7. Dengan metoda SML, dibutuhkan waktu akuisisi yang lebih lama untuk mencapai estimasi yang konvergen. Dari ketiga grafik di atas, kita juga bisa menilai performa metoda estimasi Coarse Symbol Timing dengan kedua metoda tersebut. SML dan ML bisa melakukan estimasi dengan baik dengan kesalahan sebesar +1 sampel pada kanal AWGN dan Rician. Sedangkan pada kanal Rayleigh, kesalahan mencapai +7 sampel. Pada dasarnya, kedua metoda ini tidak dirancang untuk beroperasi di kanal dispersive (multipath fading). Kedua metoda estimasi ini akan bekerja optimal di kanal AWGN, di mana sinyal yang dilewatkan di kanal AWGN akan memiliki struktur pairwise correlation yang sederhana, seperti ditunjukkan pada persamaan (4.). Ketika sinyal dilewatkan melalui kanal dispersive, maka akan memiliki struktur
49
korelasi yang lebih kompleks. Hal ini bisa dibuktikan dari ketiga gambar di atas, bahwa pada kanal AWGN, dicapai nilai kesalahan estimasi yang paling kecil, yaitu +1. Akan tetapi, ternyata pada kanal Rician, didapatkan estimasi dengan besar kesalahan yang sama dengan kanal AWGN (+1 sampel) berhasil dicapai. Hal ini membuktikan bahwa pada kondisi kanal Rician yang Dispersive, metoda ini tetap menunjukkan hasil yang memuaskan Sedangkan pada kanal Rayleigh, justru dengan didapatkan kesalahan estimasi yang lebih besar, yaitu +7. Hal ini disebabkan karena tidak adanya komponen LOS dalam kanal Rayleigh, sehingga pada hasil korelasi dengan nilai yang paling tinggi tidak didapatkan di awal simbol. Berikut parameter yang digunakan dalam simulasi Coarse Symbol Timing: Tabel 4-1 Parameter Simulasi Coarse Symbol Timing
Parameter Mode transmisi
2K
Bandwidth
8MHz
Modulasi
QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki
Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval
¼
Time Offset
100 sampel
Frequency Offset
0 Hz
SNR
20 dB
4.2 Analisis Metoda FFT Window Selection Method Untuk menguji performa dari FFT Window Selection Method, penulis akan membangun simulasi untuk membandingkan kinerja antara sistem yang dibangun dengan atau tanpa metoda ini. Penulis akan membangun dua sistem sinkronisasi seperti ditunjukkan gambar 4.4:
50
Gambar 4.4 (a)tanpa FFT Window Selection Method (b) dengan FFT Window Selection Method
Parameter yang diamati untuk mengamati performa dari metoda, yaitu parameter BER. Jadi, penulis akan membandingkan performa BER dari kedua system sinkronisasi waktu tersebut. Berikut kurva perbandingan BER antara kedua metoda di atas:
Gambar 4.5 BER vs SNR perbanding kinerja dengan dan tanpa FFT Window Selection
51
Penggunaan FFT Window Selection Method tidak banyak berpengaruh pada performa di kanal AWGN dan Rician. Hal ini disebabkan estimasi Coarse Symbol Timing pada kanal AWGN dan Rician yang hanya memiliki error +1 sehingga tanpa digunakan FFT window Selection Method, performa sinkronisasi waktu system sudah sangat baik. Penggunaan FFT Window Selection Method sangat berpengaruh pada performa system di kanal Rayleigh. Hal ini dikarenakan estimasi Coarse Symbol Timing pada kanal Rayleigh menghasilkan error senilai + 7 sehingga tanpa digunakan FFT Window Selection Method, performa sinkronisasi waktu menjadi buruk. Akan tetapi, karena penulis akan merancang system sinkronisasi yang handal untuk penerima DVB-T sehingga system harus handal baik di kondisi kanal AWGN,Rician, maupun Rayleigh. Oleh karena itu, penggunaan FFT Window Selection Method akan sangat berguna untuk diterapkan sebagai bagian dari sinkronisasi waktu di penerima. Berikut parameter yang digunakan ketika simulasi FFT Window Selection Method:
Tabel 4-2 Parameter Simulasi FFT Window Selection
Parameter Mode transmisi
2K
Bandwidth
8MHz
Modulasi
QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki
Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval
¼
Time Offset
100 sampel
Frequency Offset
0 Hz
52
4.3 Analisis Metoda Fine Symbol Timing Penulis akan menguji Metoda Fine Symbol Timing dengan cara yang sama ketika menguji Coarse Symbol Timing, yaitu dengan melakukan proses averaging untuk hasil estimasi di setiap simbol. Untuk melakukan pengujian terhadap metoda Fine Symbol Timing, penulis membuat skema sinkronisasi sebagai berikut:
Gambar 4.6 Skema Sinkronisasi Waktu untuk Simulasi Fine Symbol Timing
Pada skema ini, estimasi Fine Symbol Timing akan mengkompensasi kesalahan estimasi awal simbol yang dilakukan oleh Coarse Symbol Timing. Gambar 4.7 menunjukkan hasil estimasi Fine Timing di kanal AWGN, Rician, dan Rayleigh:
Gambar 4.7 Mean Error estimasi Fine Symbol Timing di kanal AWGN, Rician, Rayleigh
53
Dari hasil simulasi, didapatkan hasil bahwa estimasi Fine Symbol Timing dengan metoda ini tidak memberikan hasil yang memuaskan untuk estimasi di kanal AWGN, Rician, dan Rayleigh. Untuk estimasi di kanal AWGN ada kesalahan sebesar -1 sampel, di kanal Rician sebesar -1,7 sampel, dan di kanal Rayleigh sebesar -11 sampel. Oleh karena itu, bisa disimpulkan penggunaaan estimasi Fine Symbol Timing tidak efektif untuk digunakan karena masih ada kesalahan estimasi sehingga tidak memberikan peningkatan performa. Berikut parameter yang digunakan dalam estimasi Fine Symbol Timing: Tabel 4-3 Parameter estimasi Fine Timing
Parameter Mode transmisi
2K
Bandwidth
8MHz
Modulasi
QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki
Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval
¼
Time Offset
100 sampel
Frequency Offset
0 Hz
SNR
20 dB
4.4 Analisis Metoda Estimasi Coarse Fractional CFO Dalam tesis ini, penulis menggunakan metoda Joint Estimation Time and Frequency[6-7]. Oleh karena itu estimasi Coarse Fractional CFO akan dilakukan secara simultan dengan estimasi Coarse Symbol Timing. Dalam pengujian kinerja estimasi Coarse Fractional CFO, penulis akan membandingkan Mean Squared
54
-/ Error (MSE) dari estimasi Coarse Fractional CFO, E 0 2/
2
, F
F
./ 1 , dengan kedua 3/
metoda tersebut. Perhitungan MSE Coarse Fractional CFO dinyatakan dengan persamaan berikut:
-/ E0 2/
2
, F
Di mana
F
fs
./ 1 1= 3/ f s
1 S
S k =1
2
, F
(k )
F
(k )
(4.1)
adalah frequency spacing (pada mode 2k, fs=4,464 KHz) dan S adalah
jumlah iterasi Monte Carlo. Penulis melakukan simulasi dengan jumlah iterasi 100 kali untuk setiap nilai SNR. Untuk menghilangkan efek dari kesalahan estimasi Coarse Symbol Timing, penulis memodelkan pergeseran waktu sebesar 0 sampel sehingga estimasi awal simbol akan dilakukan dengan menghitung besar fasa dari hasil korelasi di sampel pertama di setiap simbol. Gambar 4.8 menunjukkan kurva MSE estimasi Coarse Fractional CFO di kanal AWGN, Rician, dan Rayleigh
Gambar 4.8 MSE estimasi Coarse Fractional CFO di kanal AWGN
55
Gambar 4.9 MSE dari estimasi Coarse Fractional CFO di kanal Rician
Gambar 4.10 MSE Estimasi Coarse Fractional CFO di kanal Rayleigh
Dari kurva MSE di atas, dapat dilihat bahwa nilai MSE yang diperoleh dengan kedua metoda selalu < 10 4 . Ini artinya, nilai kesalahan estimasi Coarse Fractional CFO kurang dari 1%, sehingga penurunan performa akibat kesalahan estimasi
56
Coarse Fractional CFO kurang dari 0.1 dB[8]. Dapat dilihat juga dari kurva di atas, bahwa nilai MSE cenderung semakin kecil seiring bertambahnya nilai SNR. Selain itu, dapat kita lihat pula bahwa performa metoda Simplified ML dan ML sama di semua kondisi kanal. Oleh karena keduanya memiliki performa yang sama, untuk perancangan sinkronisasi, penulis akan memilih metoda dengan algoritma yang lebih sederhana yaitu, Simplified ML. Parameter yang digunakan dalam simulasi ini, antara lain: Tabel 4-4 Parameter Estimasi Coarse CFO
Parameter Mode Transmisi
2K
Bandwidth
8 MHz
Modulasi
QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki
Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval
¼
Time Offset
0 sampel
Frequency Offset
1500 Hz
4.5 Analisis Metoda Estimasi Integer CFO Untuk menguji kinerja dari metoda estimasi Integer CFO, penulis akan menghitung MSE dari estimasi Integer CFO. Penulis akan memberikan pemodelan kesalahan Integer CFO (>4,464KHz untuk mode 2K), yang akan diestimasi oleh metode ini. -/ Penghitungan MSE dari Integer CFO, E 0 2/
berikut:
57
2
, I
I
./ 1 ,dinyatakan oleh persamaan 3/
-/ E0 2/
2
, I
I
./ 1 1 1= 3/ f s S
S k =1
, I
(k )
I
(k )
2
(4.2)
Di mana S adalah jumlah iterasi penghitungan yang dilakukan dan f s adalah nilai frequency spacing. Penulis akan menghitung MSE dari estimasi Integer CFO dari SNR 0 s.d. 30 dB dengan jumlah iterasi= 100 kali. Untuk menghilangkan efek dari kesalahan estimasi Coarse Symbol Timing, penulis memodelkan pergeseran waktu sebesar 0 sampel. Gambar 4.11 menunjukkan MSE Integer CFO:
Gambar 4.11 MSE integer CFO
Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa tingkat keberhasilan estimasi Integer CFO mencapai 100% baik di kondisi kanal AWGN, Rician, maupun Rayleigh. Jadi, metoda ini akan sangat handal untuk diterapkan di sistem sinkronisasi frekuensi untuk mengatasi nilai pergeseran frekuensi >0.5 subcarrier spacing. parameter yang digunakan dalam simulasi:
58
Berikut
Tabel 4-5 Parameter Simulasi Integer CFO
Parameter Mode transmisi
2K
Bandwidth
8MHz
Modulasi
QAM-16
Hierarchical/Non Hierarchical Modulation Modulasi Non-Hirarki Guard Interval
¼
Time Offset
0 sampel
Frequency Offset
9000 Hz (K=2)
4.6 Analisis Metoda Estimasi Fine Fractional CFO Tujuan dari implementasi Fine Fractional CFO Recovery adalah untuk menambah akurasi dari sinkronisasi frekuensi yang sebelumnya terdiri dari sinkronisasi Coarse Fractional CFO dan Integer CFO. Oleh karena itu, penulis akan melakukan pengujian yang bertujuan untuk memeriksa apakah penambahan Fine Fractional CFO Recovery memberikan hasil yang signifikan atau tidak. Penulis akan menguji performa dari sistem sinkronisasi frekuensi yang dilengkapi estimasi Fine Fractional CFO dengan menghitung nilai MSE estimasi. Nilai MSE tersebut dihitung berdasarkan persamaan berikut:
-/ E0 2/
,
2
./ 1 1 1= 3/ f s S
S k =1
,
(k )
(k )
2
(4.3)
Di mana fs adalah nilai frequency spacing dan S adalah jumlah iterasi Monte Carlo. Dalam simulasi ini, penulis melakukan simulasi dengan jumlah iterasi = 50. Nilai MSE ini akan dibandingkan dengan MSE estimasi ketika sistem tidak dilengkapi Fine Fractional CFO Recovery (hanya terdiri dari Coarse Fractional CFO dan Integer CFO).
59
Gambar 4.12 MSE dari Estimasi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery di kanal AWGN
Gambar 4.13 MSE dari Estimasi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery di kanal Rician
60
Gambar 4.14 MSE dari Estimasi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery di kanal Rayleigh
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa pada umumnya performa sinkronisasi frekuensi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery tidak jauh berbeda. Pada kanal AWGN, dua skema sinkronisasi frekuensi tersebut menunjukkan performa yang sama. Akan tetapi, skema dengan Fine Fractional CFO Recovery menunjukkan performa yang lebih baik di kanal Rician dan Rayleigh, khususnya untuk nilai SNR > 15 dB. Akan tetapi, tanpa Fine Fractional CFO Recovery pun, nilai MSE yang didapat pun sudah
10 4 . Berarti nilai error estimasi frekuensi
sudah memenuhi persyaratan, yaitu < 1% [8]. Berdasarkan pengamatan performa kedua skema tersebut, penulis memutuskan untuk tidak menggunakan Fine Fractional CFO Recovery karena tanpa Fine Fractional CFO Recovery pun sudah didapatkan hasil yang memenuhi syarat[8]. dalam estimasi Residual Fractional CFO:
61
Berikut parameter yang digunakan
Tabel 4-6 Parameter Simulasi Fine Fractional CFO Recovery
Parameter Mode transmisi
2K
Bandwidth
8MHz
Modulasi
QAM-16
Hierarchical/Non Hierarchical
Non Hierarchical Modulation
Modulation Guard Interval
¼
Time Offset
0 sampel
Frequency Offset
9000 Hz (K=2)
4.7 Perancangan Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi di Penerima DVB-T Berdasarkan pengujian dan analisa dari setiap metoda yang telah dilakukan, penulis mencoba merancang sistem lengkap dari sinkronisasi Waktu dan Penerima sebagai berikut:
Gambar 4.15 Sistem lengkap Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi
62
Sistem sinkronisasi yang dirancang penulis terdiri dari dua bagian. Bagian pertama dilakukan di domain waktu dan bagian kedua dilakukan di domain frekuensi. Proses sinkronisasi akan dimulai dengan proses korelasi dari estimasi secara simultan Coarse Symbol Timing dan Coarse CFO. Untuk bagian ini, penulis akan menggunakan metoda Simplified ML dengan mengacu pada pengujian yang sudah dilakukan di bagian sebelumnya. Setelah diestimasi, akan dilanjutkan dengan kompensasi Coarse CFO dan Coarse Symbol Timing. Selanjutnya sinyal akan memasuki proses pembuangan CP, di mana dalam proses tersebut dilakukan FFT Window Selection Method. Setelah dilewatkan di FFT, akan dilakukan estimasi Integer CFO untuk mengantisipasi nilai
> 0.5 subcarrier spacing. Kompensasi
Integer CFO dilakukan di domain waktu. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, penulis menyisihkan Fine Symbol Timing dan Fine Fractional CFO Recovery. Penulis tidak menggunakan Fine Symbol Timing karena hasil estimasi dari metoda ini masih meleset jauh terutama untuk kanal Rayleigh. Sedangkan, penulis tidak menggunakan Fine Fractional CFO Recovery karena tanpa metoda tersebut pun, sudah diperoleh hasil yang memenuhi syarat[8].
4.8 Pengujian Performa Rancangan Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi di Penerima DVB-T Penulis akan menguji performa dari sistem sinkronisasi yang dirancang dengan tiga varian, yaitu tipe modulasi, nilai GI, dan tipe kanal. Tipe modulasi ada jenis, yaitu QPSK,QAM-16, QAM-64. Nilai GI ada empat, yaitu ¼, 1/8, 1/16, 1/32. Dan jenis kanal ada tiga, yaitu kanal AWGN, kanal Rician, dan kanal Rayleigh. Nilai-nilai dari varian ini disesuaikan dengan standar DVB-T[1]. Penulis akan membandingkan performa BER system dalam kondisi sinkronisasi sempurna dengan ketika sistem sinkronisasi yang dirancang diterapkan. Yang dimaksud kondisi sinkronisasi sempurna adalah kondisi di mana tidak terdapat kesalahan estimasi awal simbol dan pergeseran frekuensi. Berikut kurva BER hasil pengujian system sinkronisasi yang dirancang penulis:
63
Gambar 4.16 Kinerja sistem integrasi di kanal AWGN
Gambar 4.17 Kinerja Sistem Integrasi di Kanal Rician
64
Gambar 4.18 Kinerja Sistem Sinkronisasi di Kanal Rayleigh
Dari ketiga gambar di atas, dapat dilihat bahwa performa sistem sinkronisasi yang dirancang oleh penulis mendekati kondisi ketika sinkronisasi ideal di ketiga kanal. Pada kanal AWGN, performa BER sistem yang menggunakan skema sinkronisasi waktu dan frekuensi rancangan penulis sama dengan performa BER system ketika kondisi sinkronisasi ideal. Sedikit perbedaan nilai BER, ditunjukkan di kondisi kanal Rician dan Rayleigh. Sehingga bisa disimpulkan system sinkronisasi yang dirancang menunjukkan performa yang sangat baik untuk setiap tipe modulasi ketika diintegrasikan ke system integrasi DVB-T
Gambar 4.19 Kinerja Sistem Integrasi DVB-T di kanal AWGN untuk berbagai nilai CP
65
Gambar 4.20 Kinerja Sistem Integrasi DVB-T di kanal Rician untuk berbagai nilai CP
Gambar 4.21 Kinerja Sistem Integrasi DVB-T di kanal Rayleigh untuk berbagai nilai CP
Pada ketiga kondisi kanal dapat kita lihat bahwa semakin besar nilai CP, performa system integrasi semakin baik. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada metoda Joint Time and Frequency Simplified Maximum Likelihood, semakin besar range nilai yang dikorelasikan, maka hasil estimasi waktu dan frekuensi akan semakin akurat
66
Selain itu, bila kita bandingkan untuk masing-masing nilai CP antara kondisi sinkronisasi sempurna dan ketika diterapkan sistem sinkronisasi yang dirancang. Dapat dilihat bahwa untuk nilai CP =1/4, 1/8, 1/16 menunjukkan nilai BER yang tidak jauh berbeda untuk kedua kasus di atas. Akan tetapi untuk nilai CP = 1/32 menunjukkan nilai BER yang jauh lebih berbeda antara kedua kondisi tersebut. Dan perbedaan itu semakin signifikan, ketika kondisi kanal semakin rusak. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa rancangan sinkronisasi waktu dan frekuensi ini paling efektif ketika digunakan nilai CP =1/4, 1/8, 1/16.
67