Perancangan dan Implementasi Data Warehouse Spasial untuk mendukung Layanan Kebencanaan: Studi Kasus Badan Informasi Geospasial (BIG) Irena Susanti, Achmad Nizar Hidayanto Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta Pusat, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Indonesia merupakan daerah rawan multi bencana alam, yang sering terjadi tanpa dapat diprediksikan terlebih dahulu. Bencana alam tersebut telah berdampak pada timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis sehingga dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Kebutuhan data dan informasi geospasial (IG) terkait kebencanaan ini, sangat penting dalam penanganan bencana. Sebagai institusi yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan IG dasar dan pembinaan IG tematik nasional, Badan Informasi Geospasial (BIG) perlu menyediakan layanan data terkait kebencanaan, yang melibatkan berbagai data dan informasi geospasial tematik. Dalam penyediaan layanan tersebut, BIG membangun sebuah Geospatial Support Command Center (GSCC), yang diperlukan untuk menyediakan layanan data dan IG terintegrasi dalam suatu data warehouse. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi desain dan pengintegrasian data melalui perancangan dan pengimplementasian data warehouse spasial di BIG yang dapat mendukung layanan IG untuk kebencanaan. Pendekatan data warehouse spasial yang digunakan adalah pendekatan analysis-driven yang dikemukakan oleh Malinowski dan Zimanyi. Hasil akhir dari penelitian ini adalah implementasi data warehouse spasial serta dashboard spasial, sehingga dapat mempermudah pemanfaatan informasi terkait bencana. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi berupa lokasi kejadian, sehingga penanganan bencana dapat tepat dan sesuai sasaran.
Design and Implementation of Spatial Data Warehouse For Supporting Disaster Service: A Case Study at Geospatial Information Agency Abstract Indonesia is an area of multi disaster risks that often happen unpredictably. Those disasters have caused the loss of lives, environmental damages, loss of properties, and psychological impacts that under certain circumstances have hindered national development. The need for geospatial data and information related to disasters is very important in the management of disasters. As a state government agency that is responsible for providing basic geospatial information (GI) and as a supervisor in the thematic geospatial development, Geospatial Information Agency (BIG) needs to provide GI services related to disasters, which of course involve variety of thematic geospatial data and information. In the provision of GI services, BIG has developed a Geospatial Support Command Center (GSCC), that provides geospatial data and information services, integrated in a data warehouse. This research was conducted to provides recommendations for the design and integration of data through the design and implementation of spatial data warehouse in BIG that can support the GI services, including GI to support disasters. Spatial data warehouse approach which is used is analysis-driven approach that proposed by Malinowski and Zimanyi The final results of this research are spatial data warehouse implementation and spatial dashboard, to facilitate the utilization of disaster-related information. It provides recommendations to the location of incident, so that disaster management can be done precisely. Keywords: data warehouse, spatial data warehouse, disaster, analysis-driven approach
1
Pendahuluan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang berada pada wilayah rawan bencana sehingga kejadian bencana alam seperti letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir dan lainnya sering terjadi tanpa dapat diprediksikan terlebih dahulu. Hal ini akan berdampak timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis sehingga dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Informasi geospasial berupa data lokasi kejadian yang akurat, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan sangat diperlukan untuk mempermudah dalam penanganan bencana. Badan Informasi Geospasial (BIG) merupakan transformasi dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 pasal 22 tentang Informasi Geospasial (IG). Berdasarkan Perpres No. 94 Tahun 2011, BIG merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta dipimpin oleh seorang kepala. BIG mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Informasi Geospasial. Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU-IG) disebutkan bahwa IG harus dijamin kemutakhiran dan keakuratannya serta diselenggarakan secara terpadu. Ketersediaan data geospasial yang terkini dan akurat akan mempengaruhi tersedianya layanan IG, terutama terkait isu-isu nasional seperti bencana alam. Didasari permasalahan tersebut, maka pada tahun 2012, Kepala BIG menginginkan terdapat tim reaksi cepat dalam memberikan layanan IG. Tim ini bertugas mengumpulkan data, menganalisis, memberikan rekomendasi kepada Kepala BIG, memberikan dukungan berupa layanan IG di sekitar daerah terdampak untuk digunakan oleh tim penanggulangan bencana di lapangan atau di command center lainnya. Untuk mendukung tim reaksi cepat, maka pada tahun 2013 dibangun Situation room atau Geospatial Support Command Center (GSCC) (Syafii, 2013). Data geospasial terkait wilayah kebencanaan beserta data kebencanaan diperlukan untuk mendukung layanan IG kebencanaan, baik yang ada di internal BIG, maupun yang ada pada instansi lain. Data kebencanaan dari berbagai sumber tersimpan dalam format yang berbeda-beda. Pada saat terjadi bencana, diperlukan waktu yang cukup lama dalam membuat IG kebencanaan. Hal ini dikarenakan, data geospasial di BIG tidak terintegrasi dalam suatu pengelolaan terpadu. Selain itu, dalam membuat IG kebencanaan juga diperlukan integrasi dengan informasi kebencanaan dari BNPB, BMKG, atau Badan Geologi Kementerian ESDM. Pada tahun 2012, BIG mengembangkan rencana strategis SI/TI dalam bentuk Blueprint SI/TI. Berdasarkan dokumen tersebut, untuk mendukung terintegrasinya data geospasial, maka 2
diperlukan suatu sistem pengelolaan terpadu dalam bentuk data warehouse spasial. Rencana tersebut dituangkan dalam bentuk roadmap yang dijadikan landasan untuk melakukan inisatif-inisatif SI/TI selama lima tahun (2013-2017). Karya akhir ini membahas perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan di BIG. Implementasi data warehouse spasial menggunakan data spasial yang terdapat di BIG terkait layanan kebencanaan khususnya gempa bumi, banjir, tsunami, serta menggunakan data terkait kebencanaan dari BNPB. Karya akhir ini memberikan rekomendasi desain dan pengintegrasian dalam data warehouse spasial di BIG yang digunakan untuk mendukung layanan IG kebencanaan. Landasan Teori Bencana Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Manajemen bencana memiliki tujuan untuk mengurangi, atau mencegah, potensi kehilangan dari bencana, menjamin bantuan yang cepat dan tepat bagi korban bencana dan mendapatkan pemulihan yang cepat dan efektif (Warfield, 2008). Siklus manajemen bencana menggambarkan bagaimana proses berjalan yang dilakukan pemerintah, bisnis, masyarakat untuk mengurangi dampak bencana, reaksi cepat yang dilakukan setelah terjadi bencana, dan tahapan yang dilakukan untuk pemulihan bencana. Siklus manajemen bencana dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Siklus Manajemen Bencana Sumber : Warfield, 2008
3
Siklus manajemen bencana terdiri dari empat fase, yaitu: 1. Mitigasi (Mitigation), untuk meminimalkan efek bencana. Contohnya pembangunan kode atau zona, analisis kerentanan, edukasi kebencanaan. 2. Persiapan (Preparedness), untuk merencanakan bagaimana merespon bencana. Contohnya Rencana persiapan, pelatihan tanggap darurat, sistem peringatan. 3. Respon (Response), usaha untuk meminimalkan bahaya yang ditimbulkan oleh bencana. Contohnya pencarian dan penyelamatan, pertolongan darurat. 4. Pemulihan (Recovery), mengembalikan kondisi kembali ke normal. Contohnya tempat penampungan sementara, bantuan, perawatan medis. Data Spasial Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Data Geospasial (DG) adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi. Informasi Geospasial ( IG) adalah DG yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Data Warehouse Menurut Inmon (2005), data warehouse adalah kumpulan data yang subject-oriented, integrated, time-variant, nonvolatile untuk mendukung pihak manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Data Warehouse Spasial Menurut Malinowski dan Zimanyi (2008), spatial data warehouse adalah data warehouse yang memanipulasi data spasial, juga menyediakan analisis spasial. Pendekatan Analysis-Driven Data Warehouse Spasial Metode pengembangan data warehouse spasial menurut Malinowski dan Zimanyi (2008) terdiri dari empat tahap yaitu spesifikasi kebutuhan, perancangan konseptual, perancangan lojikal, dan perancangan fisikal. Tahapan perancangan data warehouse spasial pendekatan analysis-driven dapat dilihat pada Gambar 2.
4
Gambar 2 Pendekatan Analysis-Driven Data Warehouse Spasial Sumber : Malinowski dan Zimanyi, 2008
Pada tahap spesifikasi kebutuhan, pengguna pada level manajemen yang berbeda diidentifikasi untuk menjamin kebutuhan mencapai tujuan bisnis. Pengguna akan dibantu untuk memahami tujuan dari memiliki data warehouse spasial dan menentukan kebutuhan analisis, sehingga didapatkan dokumen spesifikasi kebutuhan. Pada tahap perancangan konseptual dimulai dengan mengembangkan skema awal data warehouse spasial. Selanjutnya ditentukan apakah data tersedia di sistem sumber dan pemetaan keterkaitan dengan elemen data warehouse. Pada tahapan perancangan lojikal (logical design) dan perancangan fisikal (physical design) yang dilakukan adalah mengembangkan skema dan melakukan spesifikasi dan implementasi pada proses ETL. Penelitian Sebelumnya Studi literatur terhadap penelitian sebelumnya dijelaskan sebagai berikut: 1. Ferdiansyah melalui Karya Akhirnya pada Magister Teknologi Informasi-UI berjudul “Perancangan serta Implementasi Data Warehouse dan Dashboard untuk Mendukung Pengambilan Keputusan: Studi Kasus Sumber Daya Manusia Yayasan Pendidikan Budi Luhur Jakarta” pada tahun 2011. Lingkup dari penelitian ini adalah membuat perancangan data warehouse terhadap data kepegawaian dan implementasi dashboard untuk pihak manajemen. Penelitian ini menghasilkan model prototype data warehouse untuk keperluan sistem penunjang keputusan yang berkaitan dengan data kepegawaian.
5
2. Hartadi melalui Karya Akhirnya pada Magister Teknologi Informasi-UI berjudul “Perancangan Data Warehouse dan penerapan Teknik Clustering Spasial pada wesel: Studi Kasus PT. Pos Indonesia” pada tahun 2010. Lingkup dari penelitian ini adalah membuat perancangan data warehouse pada basisdata produk wesel dan ritel, kemudian menerapkan clustering identifikasi produk berdasarkan data wesel. Penelitian ini menggunakan analisis spasial dalam presentasi data mining. 3. Kyung, Yong, & Kim melalui Journal of Civil Engineering berjudul “Spatial Data Warehouse Design and Spatial OLAP Implementation for Decision Making of Geospatial Data Update” pada tahun 2010. Lingkup dari penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan
Spatial
Data
Warehouse
(SDW)
prototype,
serta
mengimplementasikan Spatial OLAP (SOLAP) dalam bentuk spatial dashboard. Penelitian ini menggunakan data spasial untuk lima wilayah di Korea Selatan. Metodologi penelitian terdiri dari identifikasi faktor untuk updating geospatial data, perancangan lojikal dan fisikal spatial data warehouse (SDW), membuat SDW menggunakan ETL spasial, dan membangun Data Cube untuk Spatial OLAP (SOLAP). 4. Jia, Zhu, Zhen, & Xu melalui jurnalnya yang disajikan pada 19th International Conference on Geoinformatics 2011. Lingkup dari penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan data warehouse spasial untuk digital south china sea. Penelitian ini menggunakan data spasial yang mendukung Digital South China Sea System yang terdiri dari data batimetri, data submarine landform dan geologi, data distribusi sumber daya minyak dan gas, data gelombang laut dan pasang surut air laut, data batas laut, dan informasi lainnya yang terkait. Theoritical Framework Penggunaan data spasial sebagai alat perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebumian merupakan dampak dari terbitnya Undang – Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Selain itu juga dampak dari adanya Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka diperlukan data yang berkaitan dengan wilayah untuk dapat digunakan dalam perencanaan prabencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Data spasial akan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan untuk mengelola data dalam jumlah besar maka diperlukan data warehouse spasial. Tersedianya data warehouse spasial juga merupakan rencana strategis SI/TI BIG pada Blueprint SI/TI BIG 2013-2017 dan Cetak Biru Geospatial Crisis Center, kemudian data distandarkan oleh Katalog Fitur Dataset Fundamental. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
6
informasi geospasial untuk mendukung layanan kebencanaan. Theoritical Framework dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Theoritical Framework
Metode Penelitian
Gambar 4 Alur Metodologi Penelitian
7
Alur metodologi penelitian pada Gambar 4 dijelaskan sebagai berikut: 1. Identifikasi Masalah Pada tahapan ini, penelitian diawali dengan identifikasi masalah dengan input berasal dari hasil
observasi
awal,
ekspektasi,
keadaan
ideal,
dan
keadaan
faktual
yang
melatarbelakangi proses perumusan permasalahan. Proses perumusan permasalahan ini akan menghasilkan output berupa pertanyaan penelitian (Research Question). 2. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mempelajari penelitian, jurnal dan buku teks yang berkaitan dengan penelitian yaitu data warehouse spasial dan dukungan layanan kebencanaan. Hasil studi literatur adalah teori terkait dengan penelitian. 3. Spesifikasi Kebutuhan Pada tahapan identifikasi pengguna yang dilakukan adalah pengguna diidentifikasi dari berbagai level manajemen yang berkaitan dengan penyedia data kebencanaan dan pengguna data warehouse spasial. Pada tahap spesifikasi kebutuhan juga dilakukan analisis kebutuhan pengguna baik melalui observasi, dokumen, maupun wawancara. Dokumen yang digunakan sebagai input adalah Dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center. Wawancara dilakukan dengan pihak pengambil keputusan untuk mendapatkan analisis spasial pendukung layanan kebencanaan. Hasil analisis kebutuhan ini yang nantinya menjadi acuan perancangan data warehouse spasial. 4. Perancangan Konseptual Pada tahap perancangan konseptual diawali dengan pembuatan skema awal untuk data spasial. Skema awal didapatkan dari kebutuhan analisis pengguna terhadap data spasial untuk mendukung layanan kebencanaan. Atribut di dalam skema yang dibuat harus mengacu pada Katalog Fitur Dataset Fundamental, yaitu standar struktur kode dan atribut fitur data geospasial minimal yang harus dimiliki oleh data geospasial. Tahap selanjutnya adalah untuk skema yang telah dibuat diperiksa ketersediaan data spasial di sistem sumber. Dari data spasial yang tersedia dan skema awal, maka dilakukan penyesuaian skema. 5. Perancangan Lojikal Pada tahap ini spatial hierarchy, spatial level, spatial fact relationship, dan measure dipetakan dalam bentuk tabel – tabel relasi. Pada tahapan perancangan lojikal juga dilakukan pendefinisian proses ETL. Pendefinisian dilakukan dengan mengidentifikasikan pemetaan yang dibutuhkan antara sumber dan data warehouse. Pada tahapan ini semua transformasi data sumber harus dipertimbangkan. Untuk memudahkan proses ETL, 8
digunakan bantuan alat yaitu perangkat lunak Oracle Analytic Workspace Manager, ArcGIS desktop 10, ArcSDE, dan FME Workbench. 6. Perancangan Fisikal Pada tahapan perancangan fisikal, skema lojikal yang sudah dibuat diimplementasikan pada Oracle Analytic Workspace Manager. Kemudian dilakukan implementasi proses ETL ke dalam DBMS menggunakan FME Workbench. Implementasi proses ETL akan menghasilkan data warehouse. Data warehouse kemudian diimplementasikan dalam bentuk dashboard spasial menggunakan Oracle BI 11. Hasil dan Pembahasan Spesifikasi Kebutuhan Identifikasi pengguna dilakukan untuk mendapatkan pengguna data warehouse spasial yang berkaitan dengan kebencanaan. Identifikasi pengguna didapatkan dari hasil observasi, hasil wawancara, dan dokumen internal yaitu dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center. Berdasarkan hasil identifikasi, alur data kebencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Alur Data Kebencanaan
Pada Gambar 5, terdapat enam unit kerja di BIG dan empat instansi di luar BIG yang terlibat dalam mendukung tersedianya informasi kebencanaan. Unit kerja yang terkait kebencanaan adalah Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT), Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW), Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP), Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PPIT), dan Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial (PPPIG). Dalam menyediakan informasi terkait bencana, BIG memerlukan informasi kejadian bencana dari BNPB,
9
informasi gunung api dari Badan Geologi, dan informasi banjir bekerjasama dengan kementerian PU. Pada penelitian ini, hanya mengambil informasi kejadian bencana dari BNPB. Setelah didapatkan unit kerja yang terlibat, kemudian ditentukan pembagian pengguna berdasarkan tingkatan akses ke data warehouse. Adapun level pengguna dibagi menjadi Eksekutif, terdiri dari eselon 1 dan eselon 2 yang memiliki hak akses untuk melihat data warehouse spasial dalam bentuk dashboard; Data Warehouse Administrator, terdiri dari unit kerja yang memiliki hak akses mempublikasikan data spasial yang telah tersimpan dalam data warehouse dan mengelola data warehouse spasial yaitu PPPIG; dan Data Administrator, terdiri dari perwakilan tiap – tiap unit kerja yang memiliki hak akses untuk mengelola data spasial sesuai dengan kepemilikannya yaitu PJKGG, PPRT, PPBW, PPKLP, dan PPIT. Analisis data dan kebutuhan informasi dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan data serta kebutuhan informasi yang dapat mendukung layanan kebencanaan. Kebutuhan data didapatkan dari identifikasi pada tiap siklus manajemen bencana yaitu mitigasi (mitigation), persiapan (preparedness), respon (response), dan pemulihan (recovery). Pada setiap siklusnya kemudian didapatkan informasi apa yang diperlukan dalam implementasi data warehouse. Hasil analisis data dan kebutuhan informasi dari wawancara dan kajian dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center, maka didapatkan data dan kebutuhan informasi pada Tabel 1. Tabel 1 Identifikasi data dan kebutuhan informasi Jenis Bencana Gempa Bumi
Banjir
Tsunami
Informasi yang dibutuhkan -
Jumlah korban jiwa pada lokasi dan waktu tertentu. Jumlah kejadian gempa pada lokasi dan waktu tertentu. Jumlah kerusakan fasilitas umum. Total kerugian akibat gempa Lokasi yang sering terjadi gempa Jumlah korban Jiwa pada lokasi dan waktu tertentu. Jumlah kejadian banjir pada lokasi dan waktu tertentu. Jumlah kerusakan fasilitas umum. Total kerugian akibat banjir Lokasi yang sering terjadi banjir
-
Jumlah korban jiwa pada lokasi dan waktu tertentu. Jumlah kejadian tsunami pada lokasi dan waktu tertentu. - Jumlah kerusakan fasilitas umum. - Total kerugian akibat tsunami Lokasi yang sering terjadi tsunami
Data Spasial yang dibutuhkan Cakupan Wilayah Administasi
Cakupan Wilayah Administrasi
Cakupan Wilayah Administrasi
Pada tahapan identifikasi pengguna didapatkan tiga pengguna, kemudian dibuat dalam bentuk use-case. Use-case dari data warehouse spasial dijelaskan pada Gambar 6.
10
Gambar 6 Use-case Data Warehouse Spasial
Perancangan Konseptual Sumber data yang digunakan berasal dari internal BIG, berupa peta cetak, hasil survei, data spasial, data citra ataupun berasal dari basisdata unit produksi, sedangkan sumber data eksternal BNPB berupa file-based informasi kejadian bencana. Unit produksi yang menggunakan data warehouse spasial secara periodik menyimpan data spasial terkait kebencanaan yang sudah siap dipublikasikan ke data warehouse. Proses ETL akan dilakukan terhadap data spasial dari unit produksi, sehingga data spasial yang tersimpan dalam data warehouse sudah sesuai dengan standar Katalog Fitur Dataset Fundamental. Selanjutnya, data warehouse akan membagi data mart berdasarkan jenis bencana. Data mart yang dibangun dapat digunakan untuk analisis, pelaporan, maupun penambangan data, sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan berbasis spasial. Arsitektur lojikal data warehouse spasial dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Arsitektur Lojikal Data Warehouse Spasial
11
Penelitian ini memerlukan perangkat lunak dan perangkat keras dalam perancangan dan implementasi data warehouse spasial. Adapun spesifikasi perangkat lunak yang dibutuhkan pada tahap produksi adalah ArcGIS Desktop 10 di sisi pengguna serta Oracle 11gR2 di server masing-masing unit produksi. Spesifikasi perangkat lunak yang dibutuhkan pada tahap pengelolaan adalah Oracle 11gR2, Oracle Analytic Workspace Manager, Oracle BI 11, dan FME Workbench. Spesifikasi perangkat lunak yang dibutuhkan pada tahap utilisasi adalah ArcGIS Desktop 10. Arsitektur Fisikal Data Warehouse Spasial dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Arsitektur Fisikal Data Warehouse Spasial
Skema Data Warehouse Spasial didapatkan berdasarkan tahapan spesifikasi kebutuhan. Skema ini harus dapat melakukan analisis terhadap query. Hasil dari query tersebut, dipetakan ke dalam skema sehingga didapatkan 1 skema bintang (star schema) yaitu Informasi Bencana. Skema Informasi Bencana terdiri dari 1 tabel fakta dan 3 tabel dimensi, yaitu Wilayah Administrasi, Bencana, dan Waktu. Skema data warehouse spasial yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Skema Informasi Bencana
12
Perancangan Lojikal Skema data warehouse yang digunakan adalah skema bintang (star schema). Pada skema, terdapat 1 dimensi spasial, 1 dimensi waktu, dan 1 dimensi konvensional. Pada setiap dimensi memiliki level dan hirarki yang dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2 Level dan Hirarki Dimensi Wilayah Administrasi
Bencana Waktu
Level WilayahAdministrasi KabKota Provinsi NamaBencana TipeBencana Tanggal Bulan Tahun
Hirarki WilayahAdministrasi KabKota Provinsi NamaBencana TipeBencana Tanggal Bulan Tahun
Pendefinisian Proses ETL dilakukan identifikasi pemetaan antara sumber dan data warehouse. Pendefinisian proses ETL untuk setiap tabel dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3 Pendefinisian proses ETL Tabel Wilayah Administrasi
Definisi Proses ETL -
Bencana
-
Frekuensi ekstraksi data spasial wilayah administrasi dapat dilakukan apabila terjadi perubahan data. Tabel Wilayah Administrasi ditransformasikan dari data spasial ADMINKABUPATENAR dalam format File Geodatabase (.gdb). Primary key WAID didapatkan dari nilai auto increment. Field Kode Kabupaten diperlukan konversi dari tipe text ke tipe number dari field KW. Field Kode Provinsi, dan Nama Provinsi diberi nilai sesuai dengan kode BPS. Field Luas diperlukan konversi dari tipe data text ke tipe data float dari field LSH. Frekuensi ekstraksi data bencana dapat dilakukan apabila terjadi perubahan data. Tabel Bencana didapatkan dari informasi data bencana BNPB. Primary key BencanaID dan TipeBencanaID didapatkan dari pendefinisian pada SQL Statement
Waktu
Tabel waktu didapatkan dari SQL statement yang dibuat untuk menghasilkan nama hari, tanggal, bulan, dan tahun pada periode tertentu
Informasi Bencana
Tabel Informasi Bencana didapatkan dari data bencana gempa, banjir dan tsunami dari BNPB dalam format excel dan atribut referensi WAID, BencanaID, dan WID. Frekuensi ekstraksi data informasi bencana dapat dilakukan harian.
Perancangan Fisikal Pada tahapan ini, skema lojikal diimplementasikan dalam struktur fisikal basisdata. DBMS yang digunakan adalah Oracle 11gR2 yang sudah mendukung penyimpanan data spasial. Dimensi dibuat dengan menggunakan Oracle Analytic Workspace Manager. Implementasi skema data warehouse spasial dapat dilihat pada Gambar 10.
13
Gambar 10 Implementasi Skema Data Warehouse Spasial
Tahapan implementasi proses ETL menjalankan proses ETL yang telah didefinisikan sebelumnya. Tahapan ini menggunakan perangkat lunak FME Workbench yang sudah terintegrasi dengan ArcGIS Desktop 10. Pada Gambar 11 dijelaskan implementasi proses ETL untuk Data Wilayah Administrasi.
Gambar 11 Proses ETL Data Wilayah Administrasi pada FME Workbench
Pada Gambar 12, dapat dilihat hasil SQL statement untuk data bencana.
Gambar 12 Hasil ETL Data Bencana
Pada Gambar 13, dapat dilihat hasil SQL statement untuk data waktu. 14
Gambar 13 Hasil ETL Data Waktu
Pada Gambar 14 dijelaskan implementasi proses ETL untuk Data Informasi Bencana.
Gambar 14 Proses ETL Data Informasi Bencana pada FME Workbench
Pada tahapan implementasi dashboard spasial dijelaskan mengenai informasi terkait bencana yang ditampilkan dalam dashboard. implementasi dashboard spasial untuk layanan kebencanaan dibagi menjadi dashboard informasi jumlah korban, dashboard informasi kerusakan fasilitas umum, dashboard informasi estimasi kerugian, dan dashboard informasi jumlah kejadian bencana. Informasi geospasial jumlah korban terdiri dari informasi jumlah korban meninggal, jumlah korban hilang, jumlah korban luka-luka, jumlah korban terdampak, dan jumlah pengungsi pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan respon atau tanggap darurat. Secara langsung, BIG memberikan informasi geospasial atau peta distribusi jumlah korban dan wilayah/lokasi korban kepada BNPB sehingga dapat menentukan wilayah yang difokuskan serta estimasi kebutuhan bantuan dan relawan yang akan dikirimkan. Sebagai contoh, pada IG jumlah pengungsi gempa tahun 2006 pada provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 15.
15
Gambar 15 IG Jumlah Pengungsi Tahun 2006 Provinsi DI Yogyakarta
Informasi geospasial mengenai kerusakan fasilitas umum terdiri dari informasi jumlah kerusakan fasilitas pendidikan, dan jumlah kerusakan fasilitas kesehatan pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan pemulihan pasca bencana. Secara langsung, BIG akan memberikan informasi geospasial atau peta distribusi kerusakan fasilitas umum kepada BNPB sehingga dapat menentukan wilayah yang akan dilakukan pemulihan. Sebagai contoh, pada IG kerusakan fasilitas kesehatan kejadian Tsunami 2004 pada Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 IG Kerusakan Fasilitas Kesehatan Kejadian Tsunami 2004 Provinsi Aceh
Informasi geospasial mengenai estimasi kerugian terdiri dari informasi lokasi dan estimasi kerugian bencana pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan pemulihan pasca bencana, yaitu sebagai rekomendasi perencanaan pemulihan daerah bencana. Secara langsung, BIG akan memberikan rekomendasi kepada BNPB berupa informasi geospasial atau peta distribusi estimasi kerugian di lokasi-lokasi yang terkena bencana sehingga dapat menentukan wilayah yang difokuskan dalam pengalokasian dana untuk
16
pemulihan. Sebagai contoh, pada IG estimasi kerugian kejadian banjir tahun 2007 di provinsi riau dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17 IG Estimasi Kerugian Kejadian Banjir Tahun 2007 Provinsi Riau
Informasi jumlah kejadian bencana terdiri dari informasi wilayah dan jumlah kejadian bencana yang terjadi pada waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan mitigasi. Secara langsung, informasi ini berguna sebagai rekomendasi berupa wilayah yang menjadi fokus siaga bencana. Sebagai contoh, pada informasi jumlah kejadian bencana banjir dari tahun 2004-2013 diurutkan berdasarkan banyaknya jumlah kejadian, didapatkan Provinsi Jawa Barat paling banyak terjadi banjir pada Tahun 2010 yaitu 50 kejadian. Provinsi Jawa Barat dapat difokuskan sebagai wilayah siaga bencana banjir. Informasi jumlah kejadian bencana dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Informasi Jumlah Kejadian Bencana
17
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penelitian ini berhasil melakukan perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan di Badan Informasi Geospasial (BIG). b. Perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan menggunakan pendekatan analysis-driven. Pendekatan analysis-driven terdiri dari tahapan spesifikasi kebutuhan, perancangan konseptual, perancangan lojikal, dan perancangan fisikal. c. Implementasi data warehouse spasial mengintegrasikan data spasial dengan data nonspasial, sehingga menghasilkan pengelolaan data yang terpadu dan berkelanjutan dalam mendukung layanan kebencanaan. d. Perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan di Badan Informasi Geospasial (BIG) menghasilkan 1 skema bintang (star scheme), yaitu Informasi Bencana. Skema Informasi Bencana terdiri dari 1 tabel fakta informasi bencana dan 3 tabel dimensi, yaitu wilayah administrasi, bencana, dan waktu. Saran Pada penelitian ini terdapat beberapa saran yang didapat guna pemanfaatan hasil penelitian bagi organisasi maupun bagi penelitian selanjutnya. Saran yang didapat dari penelitian dijelaskan sebagai berikut: a. BIG dapat menerapkan perancangan dan implementasi data warehouse spasial dalam mendukung layanan kebencanaan Geospatial Support Command Center (GSCC). b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam perancangan dan implementasi data warehouse spasial dalam mendukung layanan – layanan lainnya pada GSCC, seperti layanan pemilu, layanan hari raya, layanan event-event, layanan perencanaan pembangunan nasional, dan layanan pembangunan tata ruang. c. Data spasial yang digunakan dalam implementasi data warehouse spasial dapat menggunakan data spasial lainnya selain wilayah administrasi yang ada di BIG sesuai dengan kebutuhan. d. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan analisis lanjutan atau pembuatan web-service untuk layanan kebencanaan. e. Pada penelitian ini, integrasi dilakukan terhadap data spasial dengan data non-spasial. Penelitian selanjutnya dapat melakukan integrasi antara beberapa data spasial.
18
Daftar Pustaka Badan Informasi Geospasial. (2012). Cetak Biru Geospatial Crisis Center Dan Sistem Aplikasi Pendukungnya Badan Informasi Geospasial. Bogor: Author. Badan Informasi Geospasial. (2012). Blueprint Sistem Informasi Teknologi Informasi 20132017 Badan Informasi Geospasial. Bogor: Author. Badan Informasi Geospasial. (2012). Rencana Strategis Badan Informasi Geospasial Tahun 2013-2014. Bogor: Author. Badan Informasi Geospasial. (2013). Katalog Fitur Dataset Fundamental Versi 2.0. Bogor: Author. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2011). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 8 Tahun 2011 Tentang Standardisasi Data Kebencanaan. Jakarta: Author. Bellinger, G., Castro, D., & Mills, A. (2004). Data, Information, Knowledge, and Wisdom. Diakses pada 29 Maret 2013 dari http://www.systems-thinking.org/dikw/dikw.htm. Connolly, T., & Begg, C. (2005). Database Systems (4 th ed.). London: Pearson Education. EM-DAT: The OFDA/CRED International Disaster Database. (n.d). Diakses pada 13 September 2013 dari http://www.emdat.be. Ferdiansyah. (2011). Karya Akhir. Perancangan serta Implementasi Data Warehouse dan Dashboard untuk Mendukung Pengambilan Keputusan : Studi Kasus Sumber Daya Manusia Yayasan Pendidikan Budi Luhur Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia. Hartadi, A. D. (2010). Karya Akhir. Perancangan Data Warehouse dan penerapan Teknik Clustering Spasial pada wesel: Studi Kasus PT. Pos Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. Inmon, W. H. (2005). Building the Data Warehouse (4 th ed.). Indiana: Wiley Publishing. Jia, P., Zhu, D., Zhen, X., Xu, W., et al. (2011, June). The Spatial Data Warehouse Establishment for Digital South Cina Sea. Makalah disajikan pada 19th International Conference on Geoinformatics 2011, Shanghai, China. Kimball, R., Ross, M., Thirnthwaite, W., Mundy, J., Becker, B., et al. (2008). The Data Warehouse Lifecycle Toolkit (2 nd ed.) Indiana: Wiley Publishing. Kyung, M., Yom, J., & Kim, S. (2010). Spatial Data Warehouse Design and Spatial OLAP Implementation for Decision Making of Geospatial Data Update. Journal of Civil Engineering, 16(6), 1023-1031. Malinowski, E., & Zimanyi, E. (2008). Advanced Data Warehouse Design: From Conventional to Spatial and Temporal Applications. Heidelberg: Springer.
19
Neumann, A., Freimark, H., & Wehrle, A. (2010). Geodata Structures and Data Models. Diakses pada 29 Maret 2013 dari https://geodata.ethz.ch/geovite/tutorials/L2GeodataStructuresAndDataModels/en/html/unit_u 4VecVsRas.html. Ponniah, P. (2010). Data Warehousing Fundamentals For IT Professionals (2 nd ed.). New Jersey: John Wiley & Sons. Republik Indonesia. (2011). Undang – Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Lembaran Negara RI Tahun 2011 No. 49. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2007). Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI Tahun 2007 No. 66. Sekretariat Negara. Jakarta. Rob, P., & Coronel, C. (2009). Database Systems: Design, Implementation, and Management (8 th ed.). Massachusetts: Course Technology. Syafii, M. A. (2013, Agustus 26). Personal Interview. Turban, E., Sharda, R., & Delen, D. (2011). Decision Support Systems and Business Intelligent Systems (9 th ed.). New Jersey: Pearson Education. Warfield, C. (2008). The Disaster Management Cycle. Diakses pada 13 September 2013 dari http://www.gdrc.org/uem/disasters/1-dm_cycle.html. Yeung, A. K. W., & Hall, G. B. (2007). Spatial Database Systems: Design, Implementation and Project Management. Netherland: Springer.
20